Baca dan renungkan betapa Sempurnanya Buddha Guru Agung kita, dari 16 ramalan Sang Buddha, menurut anda sudah berapa yang terbukti di kehidupan kita ini
16 RAMALAN SANG BUDDHA [ 2553 BE ]
Pada zaman Sang Buddha, Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang mimpi-mimpi yang aneh, dan ingin mengetahui apakah itu meramalkan kejadian yang baik atau buruk. Oleh karena itu Beliau meminta Sang Buddha untuk meramalkan ke-16 mimpinya.
Mimpi No.1
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang empat ekor sapi yang kuat, berlari dengan garang dari empat jurusan ke arah satu dengan yang lainnya bagaikan mereka akan saling bertarung dalam kemarahan.. Ketika keempat sapi itu bertemu, mereka bukannya bertarung, melainkan melangkah mundur dan berjalan meninggalkan satu sama lain.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.1
Jauh dimasa yang akan datang, akan ada bencana alam. Hujan akan turun bukan pada musimnya. Akan ada mendung tebal bergerak dari 4 jurusan bagaikan akan turun hujan lebat di bumi. Ketika keempat gumpalan mendung ini saling mendekat, mereka kemudian bergerak pergi tanpa hujan di bumi. Benih-benih padi di sawah dan tumbuh-tumbuhan semuanya akan kering dan layu. Banyak manusia dan hewan akan mati kelaparan. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
Mimpi No.2
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang pepohonan muda yang belum cukup tua, tetapi sudah berbunga dan berbuah, dan karena sarat dengan bunga dan buah maka ranting-ranting mereka tampak tidak kuat menahannya.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.2
Jauh dimasa yang akan datang, para gadis yang masih sangat muda sudah ingin bersuami, sudah ingin menikah dan mempunyai keluarga, karena mereka dipenuhi oleh hasrat dan nafsu. Batin mereka akan sangat menginginkan kesenangan-kesenangan inderawi. Mereka akan menikmati tubuh, suara, bau, rasa, dan sentuhan kulit serta membutuhkan kenikmatan seksual dan hasrat nafsu. Akan menjadi suatu hal yang biasa bagi pasangan-pasangan untuk menikah pada usia yang sangat muda. Mereka tidak akan merasa malu menuruti hasrat hatinya dalam kehidupan seks seperti binatang. Ketika mereka hamil, mereka berusaha untuk bebas dari bayi itu, meskipun hal itu merupakan perbuatan yang penuh dosa. Sebagian anak masih akan hidup dengan orang tua mereka, tetapi yang lainnya tidak diurus lagi dan menjadi pengemis, hidup sendiri dan menggelandang, tanpa orang tua atau keluarga yang bisa memberikan pendidikan atau tempat untuk hidup. Mereka akan tidur dimana saja; kadangkala mereka bisa mendapatkan sesuatu untuk dimakan, tetapi kadangkala mereka kelaparan. Akan terjadi keadaan yang sangat menyengsarakan. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang. Mereka yang dilahirkan pada masa itu harus menghadapinya.
Mimpi No.3
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekawanan sapi dan lembu jantan yang menyusui kepada anak-anak mereka.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.3
Jauh dimasa yang akan datang, orangtua akan terpaksa bergantung pada hasil keringat anak-anak mereka. Mereka harus hidup dari makanan dan keperluan lainnya, termasuk uang, yang disediakan, yang disediakan oleh anak-anak mereka. Pada saat itu, para orang tua harus menyenangkan dan menyanjung anak-anak mereka setiap saat. Jika anak-anak senang kepada mereka, mereka akan memberi uang kepada orang tuanya. Jika tidak, orang tua tak akan mendapatkan apapun. Kejadian ini akan terjadi jauh dimasa yang akan datang.
Mimpi No.4
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang orang yang memaksa sapi kecil dan muda untuk menarik kereta. Ketika mereka tidak bisa melakukannya, mereka dipukul.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.4
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang cenderung akan membiarkan mereka yang baru lulus memikul tugas-tugas administratif negara yang berat. Meskipun kaum muda memiliki pengetahuan, tetapi mereka belum punya pengalaman, kecapakan, keahlian, dan kecermatan dalam hal mengelola persoalan-persoalan ekonomi, politik dan sosial. Mereka akan berbuat kesalahan dan membuat kemunduran. Kurangnya tanggung-jawab mereka akan menyebabkan defisit perdagangan dan kehancuran pada negara serta perkembangannya. Mereka menjadi sasaran cercaan masyarakat. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
Mimpi No.5
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang seekor kuda dengan satu kepala tetapi bermulut dua. Ia terus merumput melalui kedua mulutnya dan tampaknya tidak pernah cukup.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.5
Jauh dimasa yang akan datang, para hakim akan sedemikian liciknya sehingga mereka akan menerima uang suap dari kedua belah pihak dari satu kasus yang mereka tangani, baik dari pihak penggugat maupun dari pihak tergugat. Mereka mengharapkan sesuatu dari mereka. Mereka meminta tidak sedikit untuk kasus-kasus serius. Jika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka minta, mereka tidak akan menangani kasus itu. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
Mimpi No.6
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang tentang sekelompok orang yang mengorbankan talam emas yang berharga, sebagai tempat kencing dan berak bagi serigala-serigala.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.6
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang dungu akan membiarkan ajaran-ajaran Sang Buddha (Dhamma), disalah-gunakan dan dihancurkan oleh berbagai pemujaan keagamaan dengan cara memodifikasi Dhamma agar sesuai dengan ajaran-ajaran mereka sendiri yang tidak murni dan penuh nafsu.
Kemudian mereka akan mengatakan bahwa ajaran Sang Buddha merupakan bagian dari kepercayaan mereka. Banyak orang yang kemudian akan salah mengerti, mengira bahwa ajaran Sang Buddha itu setara dengan kepercayaan-kepercayaan lain tersebut, dan karenanya, sama saja. Kenyataannya cara-cara pemujaan itu tidak mengerti sama sekali nilai dari ajaran Sang Buddha. Orang-orang seperti mereka itu akan muncul ketika Sang Buddha telah mencapai Parinibbana. Akan ada begitu banyak cara pemujaan yang menyatakan bahwa mereka adalah agama yang benar.
Mimpi No.7
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang seorang yang duduk di bangku menganyam kulit harimau menjadi seutas tali, dan seekor serigala memakannya secepat tali itu selesai dianyam.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.7
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang dungu dengan moralitas rendah akan dipromosikan pada posisi yang mulia, bekerja di istana dan kerap kali bertindak atas nama raja. Karena dungu dan banyak bicara, mereka akan membocorkan rahasia istana kepada umum. Bagi mereka yang tidak menyukai raja, ini merupakan kesempatan utnuk menyebarkan gosip; karena itu raja akan tidak dipercayai. Rakyat akan kehilangan kepercayaan dan rasa hormatnya kepada Raja dan keluarga kerajaan. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang. Orang-orang yang tidak setia akan muncul dari dalam.
NB: Pendapat pribadi oleh JG= Mungkin zaman sekarang RAJA itu adalah Presiden / Kepala Pemerintahan / Perdana Menteri
Mimpi No.8
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang berbagai kendi besar dan kendi kecil terletak pada tempat yang sama. Orang berdesak-desakan utnuk menuangkan air ke dalam kendi-kendi yang besar sampai airnya tumpah, sebaliknya tak seorangpun yang mau menuangkan air ke dalam kendi-kendi yang kecil.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.8
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang akan memilih berdana barang-barang yang baik dan berharga kepada para bhikkhu yang berkedudukan tinggi dan senior. Bhikkhu-bhikkhu senior ini lalu akan menerima terlalu banyak makanan dan pemberian, sebaliknya bhikkhu-bhikkhu junior yang duduk disekitar tidak menerima apapun. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
Mimpi No.9
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sebuah kolam besar. Air pada bagian luar sangat bersih, jernih dan sejuk, tetapi air di bagian tengahnya keruh dan berlumpur. Binatang-binatang besar dan kecil berkelahi untuk meminum air yang berlumpur, tetapi tak ada binatang yang mau meminum air yang bersih, jernih, dan sejuk itu.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.9
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang akan dipenuhi oleh keserakahan dan hawa nafsu. Mereka tak akan pernah mempunyai uang yang cukup. Mereka tidak menginginkan pekerjaan-pekerjaan yang bersih dan jujur tetapi bergaji kecil, yang tidak dapat memuaskan keserakahan mereka. Mereka berusaha mencari pengaruh dalam dewan nasional, sehingga mereka dapat mengatur negara serta sepenuhnya mengelola keuangan negara. Mereka akan berlaku licik dan tanpa rasa malu melakukan korupsi. Mereka akan puas hanya dengan mendapatkan banyak uang tanpa menghiraukan betapa kotornya cara mereka memperolehnya. Keadaan ini akan muncul pada setiap bangsa di seluruh dunia. Hal itu akan menjadi lebih dan lebih parah, yang mengakibatkan kekacauan di dalam tubuh dewan nasional, disana akan ada pertikaian terhadap posisi dimana mereka bisa mendapatkan uang yang lebih banyak. Mereka akan bertikai tentang siapa yang akan mendapat lebih banyak, siapa yang akan mendapat lebih sedikit, serta siapa yang tidak mendapatkan apapun. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
Mimpi No.10
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang nasi yang ditanak dalam panci, pada satu bagian panci nasinya matang, pada bagian lain setengah matang, pada bagian yang lain lagi sama sekali tidak matang.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.10
Jauh dimasa yang akan datang, orang akan terpecah di dalam keyakinannya. Sekelompok orang akan percaya pada ajaran-ajaran Sang Buddha, Dhamma sejati, yang ketika dipraktikkan sampai jenjang terakhir, benar dapat melenyapkan berbagai penderitaan. Kelompok ini akan mempercayai Nibbana, padamnya berbagai kekotoran batin dan penderitaan, sebagai tujuan dari jalan mulia. Mereka mempercayai bahwa ada neraka dan surga, bahwa kebajikan dan perbuatan jahat menyebabkan hasil baik dan buruk yang sesuai, dan tumimbal-lahir akan mengikuti kematian orang yang masih mempunyai kekotoran dan nafsu keinginan.
Kelompok yang lain akan ragu-ragu tentang apakah Jalan Mulia masih ada ketika agama Buddha sudah begitu lama. Mereka tidak yakin apakah ajaran Sang Buddha tetap sempurna, serta apakah masih ada bhikkhu yang baik yang bisa mencapai tingkat Nibbana. Mereka penuh dengan keragu-keraguan.
Kelompok yang lain lagi menolak mempercayai keseluruhan dari Jalam Mulia, hasil-hasilnya, serta Nibbana. Diantara kelompok ini tidak ada hal seperti neraka atau surga, maupun akibat apapun dari kebaikan dan kejahatan, ataupun kehidupan setelah kematian. Menjelang akhir dari agama Buddha, orang akan memiliki lebih banyak lagi pandangan-pandangan salah.
Mimpi No.11
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekelompok orang menukarkan kayu wangi yang berharga dan mahal, hanya dengan satu mangkuk susu asam, yang tidak sebanding harganya.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.11
Jauh dimasa yang akan datang, sekelompok orang akan memperdagangkan ajaran-ajaran Sang Buddha demi uang. Mereka akan menulis berbagai buku tentang ajaran Buddha serta menjualnya sebagai penghidupan mereka. Mereka akan menyusun berbagai syair tentang ajaran serta mengajarkannya demi sesuatu yang nilainya tidak sebanding sebagai gantinya. Kejadian ini akan terjadi menjelang berakhirnya agama Buddha.
Mimpi No.12
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sebuah botol labu kering dan berlubang yang tenggelam di dalam air, bukannya mengapung seperti mestinya.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.12
Jauh dimasa yang akan datang, orang yang baik, berpengetahuan luas, cerdas, baik para bhikkhu maupun umat awam, tak akan dikagumi dalam masyarakat. Mereka setiap saat akan dihalangi oleh orang-orang yang jahat dan penuh dosa. Orang-orang yang jujur dan memenuhi syarat, tidak akan mendapat kesempatan untuk dipilih di dalam dewan nasional, serta untuk memimpin negara. Kalaupun mereka terpilih, mereka tidak bisa mengabdi kepada negara secara penuh. Kelompok yang dapat disuap akan berusaha memecat mereka demi kepentingannya sendiri. Menurut pendapat orang-orang yang tidak jujur, orang yang baik adalah musuh mereka, karena mereka tidak akan bekerjasama di dalam kejahatan mereka. Jadi tidak akan ada orang baik pada masyarakat semacam itu.
Demikian pula, para bhikkhu yang sejati dan baik hati, yang berlatih sesuai dengan Jalan Mulia, tak akan dihormati. Orang-orang tidak ingin mengunjungi mereka atau mendengarkan ajaran mereka. Mereka dianggap kuno dan tidak terhormat. Orang-orang tidak akan memperhatikan dan menghormati mereka. Meskipun orang-orang ini kaya-raya, tetapi mereka tidak akan memberikan apapun kepada para bhikkhu atau mereka hanya memberikan sedikit. Para bhikkhu akan menjalani kehidupan kebhikkhuan dengan sulit. Oleh sebab itu, tidak ada orang yang mau memasuki kehidupan kebhikkhuan, dan terjadilah kelangkaan bhikkhu yang baik di dalam agama Buddha. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
Mimpi No.13
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sebongkah batu yang sebesar rumah mengapung di permukaan air, seperti perahu layar yang kosong. Biasanya batu tenggelam di air, tetapi yang satu ini mengapung di permukaan air.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.13
Jauh dimasa yang akan datang, orang yang jahat dan penuh dosa, yang tidak menjalankan sila apapun dan tidak bermoral, kejam, perayu dan tak tahu malu, akan dikagumi di masyarakat. Mereka akan mendapatkan kekuasaaan dan kemasyhuran serta mempunyai banyak pengikut dan pelayan. Umat awam seperti ini akan sangat dihormati, diterima dan disenangi oleh masyarakat. Sesungguhnya mereka adalah seperti cermin yang memantulkan keadaan dari masyarakat dan negara tersebut. Apakah masyarakatnya berkembang atau merosot, dapat dilihat dari cermin besar ini di dalam dewan nasional. Ini merupakan petunjuk, jendela, atau pintu dari masyarakat itu. Di suatu negara, wakil-wakil raja yang dipilih oleh masyarakat akan menunjukkan jenis masyarakat itu sendiri.
Dalam masyarakat bhikkhu dan bhikkhuni, agama bisa berkembang atau merosot adalah tergantung kepada empat kumpulan??? [maybe maksudnya 4 kebutuhan pokok]. Para bhikkhu tidak dapat hidup sendiri di dalam masyarakat. Bhikkhu akan dijadikan terkenal oleh umat awam yang SUPRANATURAL dan kesucian sang bhikkhu. Ini adalah menurut kepercayaan si umat awam tersebut tentang yang mana yang Suci. Pada saat itu, para Arahat – mereka yang telah bebas dari kekotoran batin dan penderitaan, adalah tergantung pada kepercayaan para pengikut. Pengikut pada setiap tradisi kepercayaan akan mempunyai definisinya sendiri tentang Arahat. Mereka akan memberitakan latihan keras dari bhikkhu mereka secara berlebihan. Itulah mengapa batu padat mengapung di permukaan air. Para bhikkhu yang terkenal dengan jalan ini hanya akan menggunakan pakaian kebhikkhuannya untuk usaha mereka. Mereka menggunakan agama untuk penghidupan mereka. Menjelang berakhirnya agama Buddha, orang-orang akan kehilangan rasa hormat mereka kepada agama. Kepercayaan mereka akan merosot karena mereka melihat kelakuan yang tidak baik diantara para bhikkhu. Orang bijaksana yang kokoh dalam pertimbangan akan mencari bhikkhu yang benar. Menjelang berakhirnya agama Buddha, kejadian ini akan terjadi.
Mimpi No.14
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang seekor katak pohon betina mengejar seekor kobra besar untuk disantap. Ketika ia menangkap kobra itu, ia segera menelan si kobra.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.14
Jauh dimasa yang akan datang, para bhikkhu yang terkenal dan populer akan berbicara dengan kata-kata yang mengesankan. Mereka berkotbah seperti kobra mengembangkan kepalanya, memainkan peranan penting dalam masyarakat serta mendapatkan penghormatan dan kepercayaan dari masyarakat. Mereka menerima kekayaan, ketenaran, dan gelar yang begitu banyak sehingga mereka melupakan diri sendiri serta kehilangan kesadaran dan kebijaksanaannya. Mereka tidak memiliki pengendalian terhadap mata, telinga, hidung, lidah, dan pikiran mereka, serta membiarkan indera-inderanya menikmati berbagai bentuk, suara, bau, rasa, dan sensasi-sensasi sentuhan, sampai kesenangan hawa nafsu memenuhi benak mereka. Itulah mengapa “katak-pohon betina yang kecil” mempunyai kesempatan dan merencanakan untuk menyerang pikiran dengan muslihat serta kata-kata manis, sampai “binatang kecil itu” dapat menangkap dan menelannya pada saat yang tepat.
Mimpi No.15
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekawanan angsa keemasan mengelilingi burung gagak. Kemana saja burung gagak itu pergi, angsa keemasan itu mengikuti di sekeliling mereka.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.15
Jauh dimasa yang akan datang, bhikkhu-bhikkkhu yang baru saja ditahbiskan, yang masih lugu dalam Dhamma, akan mengelilingi para bhikkhu yang tidak bermoral. Para bhikkhu baru ini akan menghormati bhikkhu-bhikkhu tersebut sebagai guru mereka. Para bhikkhu yang tidak bermoral ini pandai dalam mendapatkan harta, persis seperti burung gagak dalam mendapatkan makanan. Mereka akan memberi kepada bhikkhu-bhikkhu baru tersebut bagian mereka dari harta itu. Itulah mengapa angsa keemasan menyerah pada burung gagak. Menjelang berakhirnya agama Buddha, masyarakat kebhikkhuan akan berubah seperti ini. Jumlah bhikkhu yang tidak bermoral akan bertambah. Para bhikkhu junior yang tidak berpendidikan tak akan menjalankan aturan (vinaya) kebhikkhuan. Mereka tak akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak, serta apa saja tugas mereka. Mereka akan memasuki kehidupan kebhikkhuan hanya karena tradisi. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
Mimpi No.16
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekawanan kambing memburu seekor harimau dan mengunyahnya sebagai makanan.
Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.16
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang akan tidak puas dengan sistem kerajaan yang dijalankan. Mereka akan menentang pemerintahan semacam ini dan mencari demokrasi, dimana peranan dan kekuasaan raja dikurangi, dan semuanya dibawah hukum yang sama. Ketika raja menolak, mereka akan merampas kekuasaanya dengan paksa, sesuai dengan keperluan masyarakat. Raja-raja yang menolak akan digulingkan dan dipaksa untuk meninggalkan negara bersama dengan keluarganya. Ketika raja menyetujui untuk turun dari kekuasaannya sesuai dengan permintaan rakyat, mereka akan menghormati sang raja dan keluarga raja, seolah-olah raja dan keluarga tersebut adalah dewa dan pelindung mereka. Mereka akan menganggap sang raja sebagai pusat spiritual negara untuk selama-lamanya. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.
Pages - Menu
▼
Pages
▼
Kamis, 23 Februari 2012
16 ramalan sang buddha
16 ramalan sang buddha
SIU TAO dan TAO YING SUK
Diambil dari arsip diskusi di http://siutao.com
Da Jia Xue Dao Hao
Hallo semuanya, saya akan bahas secara singkat mengenai Siu Tao & Tao Ying Suk sesuai dengan sedikit yang telah saya pahami selama ini..
SIU TAO dan TAO YING SUK
SIUTAO berasal dari 2 kata,
1. SIU : yang berarti ‘Revisi’
2. TAO : Sebenarnya TAO terlalu luas untuk dijabarkan, tapi saya akan coba jabarkan TA TAO menurut pengertian saya : ‘TAO adalah Kebenaran hakiki yang meliputi alam semesta, mencakup segala hukum dan mekanismenya, sebab akibat yang menciptakan & mengatur alam semesta ini secara luas, senantiasa mengacu pada keseimbangan dan “Wu Wei (tanpa pamrih)”, sehingga menjadi teladan bagi keharmonisan kehidupan manusia.’
Secara umum SiuTao mempunyai arti merevisi diri untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidup melalui kaedah2 TAO (keselarasan TAO/Alam Semesta).
Pada hakekatnya dalam SIUTAO, seseorang perlu memperhatikan 4 unsur dinamis yang selalu bergerak seiiring dengan bergulirnya waktu, yaitu :
- Fisik (tubuh termasuk penginderaan)
- Kesadaran (pikiran dan hati)
- Roh/Sukma
- Gong Tek (amal perbuatan)/karma baik
Kompas kaum Siu Tao menjalani hidup :
1. WU : Wu merupakan daya nalar yang tinggi mengacu pada objektifitas dan pemahaman/pengertian yang benar, dalam mengambil suatu tindakan berdasarkan situasi-kondisi-toleransi-pandangan-jangkauan dan moralitas yang tinggi.
Note : pengertian “Wu” juga sering disingkat menjadi “kesadaran”
Dasar kaum SiuTao menggunakan Wu sebagai acuan bukan jie/sila2 warisan dari leluhur ataupun buku2 kuno :
a. Sudut pandang Budi Pekerti & Moralitas
Sebagai umat beragama dan mahkluk sosial, kita senantiasa belajar etika dan moralitas, mengerti baik dan buruk, benar dan salah dsb. Kaum SiuTao senantiasa diajarkan untuk selalu mawas diri, sadar dan mengerti hal – hal diatas, sehingga kaum Siu Tao diajarkan untuk selalu memiliki moralitas yang baik karena sadar (Wu), bukan karena dikekang oleh larangan2 maupun ditakut-takuti oleh cerita2 orang tua, neraka, dsb.
b. Flexibilitas & perkembangan jaman
Kita semua tau kadang aturan–aturan dibuat sesuai dengan situasi dan kondisi keadaan pada jaman peraturan–peraturan itu dibuat, jadi sesuatu yang kiranya sudah tidak sesuai lagi dengan jaman ini tentunya tidak perlu dipertahankan lagi.
2. CERAN (Alamiah) : Agama TAO senantiasa mengingatkan bahwa manusia (mikrokosmos) merupakan bagian dari alam semesta yang besar ini (makrokosmos). Didasari pemikiran tersebut Agama TAO mengajarkan agar manusia selalu selaras dengan alam semesta untuk mencapai keseimbangan hidup.
Disini saya akan menjelaskan korelasi SiuTao dengan 4 (empat) unsur dinamis (Fisik, Kesadaran, Roh, Gong Tek). Kaum SiuTao mempunyai metode untuk mengoptimalkan 4 unsur diatas yang kita sebut dengan Tao Ying Suk (disingkat TYS), dimana Tao Ying Suk tersebut terbagi menjadi 3 macam bentuk latihan, sebagai gambaran umum yaitu :
1. Shen Gong, Shen Gong merupakan bentuk latihan kaum Siu Tao dari jaman dulu untuk mencapai kesehatan fisik denganmemperlancar peredaran darah & Qi dalam tubuh, memperbaiki cahaya spiritualitas yang terpancar pada aura, memupuk energi2 positif untuk menetralisir energi2 yang kurang baik.
2. Qi Gong, Singkatnya Qi Gong merupakan tahap lanjut dari Shen Gong, dimana jika aliran darah dan Qi sudah lancar maka kita mulai memasuki tahapan Qi Gong, yaitu pelatihan pernafasan yang berguna untuk memperbesar kapasitas paru – paru, dan menyehatkan‘organ–organ dalam’ tubuh manusia dan sudah pasti pula Qi Gong TSM kita ini memperkuat energy perlindungan juga, ngak percaya ?
Coba aja kalo para TaoYu sering Lien Kung & Qi Gong iseng genggam benda2 pusaka yang ‘ada isinya’ milik para dukun2, dijamin ‘isinya’ tsb lari..hehehe… dan masih buanyuak cara buktiinya koq hahaha… Saya tidak bisa menjelaskan secara teknis disini, tapi setiapPerguruan TAO pasti mempunyai metode pelatihan Qi Gong tersendiri.
3. Qing Zuo (Meditasi), Untuk membahas Qing Zuo ini mungkin agak sulit karena menyangkut sesuatu yang sifatnya abstrak (kesadaran sejati & roh), dan juga pengolahan energy. Saya coba jelaskan yah …
Roh manusia terdiri atas 3 (tiga) inti 7 (tujuh) lapisan atau ‘San Hwen Chi Bek’, dalam proses Qing Zuo, roh ini dikuatkan dan semua lapisannya disatukan dan dibuat solid, hingga pada suatu titik roh tersebut diurai/dileburkan dengan alam semesta. Sehingga menyatu dengan alam semesta (TAO), sempurna abadi dan tidak bereinkarnasi lagi (ini saya dapat dari Ciang Tao).
‘Kesadaran sejati’ (ini istilah saya sendiri karena saya ngak tau harus menamakan apa) merupakan unsur yang terpisah dari fisik kasar manusia (bukan yang hanya melekat pada otak manusia), karena pada saat manusia meninggal (badan & otaknya mati), ‘kesadarannya’ ini ikut bersama rohnya dan akan membentuk naluri bereinkarnasi lagi. Nah, bagi yang tahapan Cing Co-nya pernah sampai keluar sukmanya mungkin akan lebih memahami karena meskipun lepas dari raga & otak, kesadaran tetap exsist. Sepertinya kesadaran sejati ini salah satu kompas yang perlu dilatih dan ditingkatkan untuk membawa kita ke tingkat spiritual yang lebih tinggi
Pada Dhai Sang Lao Cin Cen Cing dikatakan Shen/Xian dan Buddha/Busak satu inti mungkin karena mengacu pada pencapaian spiritual melebur dengan keagungan alam semesta (TAO), lepas dari reinkarnasi menuju sempurna abadi (Cen San Mei), tidak terlahir dialam kehidupan manapun tapi ‘kesadarannya’ exsist dan mulia di seluruh alam kehidupan. (ini penafsiran saya ya, tapi sebenarnya saya ngak gitu paham agama Buddha & tidak perlu dibahas disini deh).
4. Gong Tek (amal baik)/Karma Baik, Salah satu faktor yang penting untuk mendukung keberhasilan seseorang belajar TaoYingSuk tentu saja sangat didukung oleh tabungan Gong Tek/karma baik kita. Saya rasa tidak perlu lagi menjelaskan bagaimana memupuk jasa & beramal (berbuat karma baik), sebab dari kecil kita pasti diajarkan agar mempunyai moralitas yang tinggi & senantiasa berbuat kebajikan.
Hallo para Taoyu semuanya, selama ini kita selalu melakukan Lian Gong (berlatih TYS), jelas terasa nyata manfaatnya untuk kesehatan fisik kita maupun peningkatan kemantapan mentalitas kita dalam menjalankan rutinitas dan mengarungi kehidupan ini, namun pernahkan kita sadar bahwa sesuatu yang tidak kasat mata seperti : aura/ cahaya spiritual, energi perlindungan, maupun medan magnet yang mengelilingi tubuh kitapun menjadi semakin kuat dan baik/bagus ?
Ok saya coba bahas sedikit ya.. :
AURA/CAHAYA SPIRITUAL
Aura sebenarnya merupakan cahaya mentalitas kita yang terpancar dari tubuh, banyak juga yang menamakannya badan either/cahaya. Dari Aura tsb kita bisa melihat kesehatan fisik dan mentalitas seseorang. Bagi yang belum bisa melihatnya aura ini sebenarnya bisa teraba misalnya jika ada orang yang sakit bagian kepala, cobalah berusaha meraba dari jarak ± 60cm dengan telapak tangan, pasti ketika kita meraba bagian kepala tsb energi yang terasa kasar dan tidak enak.
Bagi yang rajin berlatih TYS umumnya mempunyai sinar aura yang baik karena aura tsb merupakan pancaran dari kualitas fisik dan mental yang senantiasa kita latih, dan aura seseorang yang rutin belajar TYS umumnya lebih padat/kuat dan terang, ini pula yang membuat pancaran kita adem dan kuat, sehingga susah ditembus oleh ilmu2 kebathinan lainnya apalagi ilmu2 gendam/hitam, jadi seharusnya para Taoyu itu kebal terhadap kongtau hehehe… (ini berdasarkan penglihatan kenalan2 saya yg mempelajari aliran2 spiritual lainnya ketika melihat para Taoyu)
Satu lagii.., rajin2 juga sembahyang ke klenteng2, sebab biasanya para SHEN / SIAN selalu memberikan tambahan power bagi para Taoyu setiap kali sembahyang->sudah pasti bagus juga buat pancaran aura kita, ha ha ha……
ENERGI PERLINDUNGAN
Mungkin ini yang dimaksud BAB III PARAGRAF ke 5 Bait ke 4 dari “THAY SANG LAUW CIN CEN CING”->Seluruh badan dikelilingi kekuatan yang terbayangkan. Selain aura yang dimiliki manusia pada umumnya, para Taoyu yang mempelajari TYS memiliki suatu energi perlindungan yang mengelilingi seluruh tubuh, karakteristiknya padat, kuat, halus (tidak kasar) dan bisa menjadi sangat tajam, semakin dilatih (TYS) semakin tebal dan kuat.
Sejauh yang saya tahu dan teraba, energi itu terklasifikasi dari yang ‘paling renggang’ sampai ‘paling padat’, dari yang paling ‘kasar’ sampai ‘paling halus’. Dan sepertinya sejauh yang pernah kami lihat (pengalaman saya dan seorang Sesiung), energi hasil latihan TYS kita paling padat dan halus juga sangat kuat, jadi seharusnya tidak mungkin ada ilmu gendam/kongtau/hipnotis/ilmu hitam/dll yang bisa tembus energi perlindungan kita … seharusnya loh, he he he…
Saya cerita sedikit pengalaman aja ya, tolong jangan ditanggapi aneh2 :
Dulu saya pernah diajak teman ke rumah seseorang yang ilmu kebathinannya tinggi, semua orang disana terpana dan merasakan hawa yang sangat cinta kasihhh sekali, tapi cuma saya seorang yang merasakan sesuatu yang aneh, dan saya merasakan adanya benturan energi antara kami, namun energi yang dipancarkan orang tsb sepertinya hancur ketika membentur energi perlindungan saya, sehingga saya tidak terpengaruh niat2 orang tsb kepada kami, sayang sekali teman saya ada yang kejeblos..kasihan juga sih.
MEDAN MAGNET
Hasil dari TYS kita juga memperbesar medan magnet kita, ini manfaatnya buanyuak..sekalee.., (saya mengerti ini dari seorang Sesiung) cuma saya ngak bahas deh soalnya saya baca tulisan saya kali ini rasanya agak aneh ya..
Saya jadi teringat salah satu kalimat TTC (kalo ngak salah BAB 38), saya pernah mendapatkan sekilas penjelasan mengenai sebagian dari kalimat dalam BAB 38 TTC ini dari seorang Sesiung, dimana saya semakin sadar bahwa LAO ZI menitik beratkan pada “WU” dan tidak mengajarkan Jie2/sila2 untuk orang2 yang SIU TAO.
Saya belum sempat mempelajari TTC Bab 38, namun dulu pernah mempelajarinya, tapi sepertinya bukan itu maksud Bab 38 tsb, yang tertulis itu kayaknya merupakan pandangan filsafat Kong Hu Cu, yang justru dikritik keras oleh NABI LAO ZI. Tapi jelas disini Kong Hu Cu juga belajar TAO, kalau tidak ya nggak akan ada tulisan TAO nya. Jadi sementara, biar saja dulu para pembaca mempelajarinya masing2, nanti sampai waktunya, kami akan tayangkan juga TTC bab 38 itu.
”WU” itu pengertiannya DIATAS SEGALA KONSEP KEBAJIKAN, KASIH, KEADILAN, DAN ATURAN
Jika TAO hilang, muncullah KEBAJIKAN
Jika KEBAJIKAN hilang, KEMANUSIAAN menggantikannya
Jika KEMANUSIAAN hilang, datanglah KEADILAN
Jika KEADILAN hilang, KESUSILAAN (ETIKA dan MORALITAS) menampakkan dirinya.
Dari hasil penjelasan yang singkat dari seorang sesiung, saya akan coba jelaskan lagi pengertian kalimat diatas tsb disini dengan deskripsi saya sendiri. Kalimat diatas sebenarnya lebih mudah dipahami kalau kita membaca dari bawah keatas, penjelasan kalimat diatas sbb :
1. Manusia pada dasarnya tidak pernah lepas dari kebutuhan2 dasar untuk hidup (primer, sekunder, maupun tersier analog dengan teori Hierarki Needs Abraham Maslow), untuk melindungi hak2 dan kepentingannya tsb sejak zaman dahulu manusia mulai menciptakan aturan–aturan berdasarkan KESUSILAAN (ETIKA & MORALITAS) yang dianggap baik & benar.
2. Setelah aturan2 tercipta ternyata itu semua tidak cukup untuk membentuk pola bermasyarakat yang baik dan masih banyak timbul pelanggaran2/kejahatan2 atas segala aturan2 yang ada. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran2/kejahatan2 tersebut manusia menciptakan Hukuman (disini mulai menekankan konsep KEADILAN).
3. Hukuman pada kenyataannya banyak dianggap subjektif dan terlalu kejam, maka manusia mulai menggunakan approach/pendekatan yang dianggap lebih baik yaitu dengan KEMANUSIAAN.
4. Selangkah lebih maju manusia mulai mengerti nilai–nilai luhur lainnya seperti bakti, kesetiaan dll, manusia mulai mengerti apa itu KEBAJIKAN yang luas dan objektif (Note : KEBAJIKAN unsurnya sangat luas dimana ada ; bakti, kesetiaan, keadilan, cinta kasih, kemanusiaan & nilai2 luhur lainnya).
5. Lebih maju lagi, ketika seseorang mulai memasuki level kesadaran (WU), memahami hakekat semua hal diatas tsb untuk menjalani hidupnya dalam bermasyarakat yang baik (bukan berdasarkan aturan dan hukuman dsb2/TANPA PAMRIH), maka orang tsb sudah mulai dijalan TAO.
"Kalau boleh saya bertanya, apa yang kamu tahu tentang "Tao Ying Suk" ?
Kalau kamu ingin belajar Tao Ying Suk, kamu harus di "Tao Ying" dulu oleh
Sefu, Tao Ying adalah semacam Upacara Pemberkatan, Upacara Pengangkatan
Sumpah, kita disumpah sebagai Murid Maha Dewa Thai Sang Lau Cin. Sebab
kalau belum di "Tao Ying", kamu tidak akan dapat berlatih Tao Ying Suk
karena kamu mungkin belum memiliki "Cen Yen"nya. Cen Yen adalah Mantra
yang antara lain dapat digunakan untuk mengundang SEN/Fu Fa Sen,
Fu Fa Sen adalah Dewa yang diutus oleh Maha Dewa Thai Sang Lau Cin untuk
menjadi "Pembimbing" pribadi kita, jadi dalam berlatih Tao Ying Suk kita
benar-benar dibimbing oleh SEN.
Mengenai Tao Ying Suk : Tao Ying Suk hanya merupakan salah satu metode
yang diajarkan dalam SIU TAO, Tao Ying Suk merupakan latihan dasar dan
masih banyak metode lainnya yang akan diajarkan setelah kita ikut SIU TAO,
antara lain "Chi Kung" dan "Cing Co Kung". Semua latihan ini dibimbing
langsung oleh SEN. Jadi seorang Tao Yu, dasarnya harus berlatih Tao Ying
Suk dulu baru kemudian meningkat kepada latihan yang lainnya, bagaimana
mau meningkat ke latihan yang lainnya kalau misalnya kondisi badan masih
kurang sehat, yang pentingkan badannya sehat dulu.
Memang ada beberapa tempat pelatihan yang kalau sepintas kita lihat
latihannya mirip metode ini, saya pernah diajak rekan saya ketempat
pelatihan semacam itu. Disana kita akan di "Khai Kwang", dimandikan dengan
air kembang segala macam, dibaca-bacain mantra-mantra. Trus disuruh latihan
meditasi "semacam" Tao Ying Suk, tapi yang terjadi apa ? Kita disuruh "Lok
Thung", ada yang kemasukan ngaku-ngaku Dewa Kwan Kong, Dewi Kwan Im,
Mbah Macan, Nyai Roro Kidul, dll. Katanya sesuai "Jodoh"nya masing-masing.
Saya pernah ikut, tapi Sefu-nya sampai bingung karena dia ngak bisa bikin
saya bisa "Lok Thung". Sampai-sampai saya diberi minum arak dulu, mungkin
dia pikir biar saya mabuk baru bisa kemasukan, dia nggak tahu kalau saya
ini memang suka minum, tapi tetap saja saya ngak bisa "Lok Thung".
Kebalikannya dengan Siu Tao, tidak ada orang berlatih Tao Ying Suk yang
bisa "Lok Thung" atau kemasukan segala macam. Karena tujuan dari latihan
Tao Ying Suk itu antara lain untuk melatih kesehatan kita, bukan disuruh
"Lok Thung".
Kalau sekedar bakar dupa pagi dan malam hari dihadapan Altar Maha Dewa
Thai Sang Lau Cin, itu sah-sah saja, tapikan itu cara umat biasa yang
hanya bisa "Ngomong dengan Sen". Kalau sudah Siu Tao dan tekun berlatih
Tao Ying Suk, cepat atau lambat kamu akan bisa "Ngomong-ngomong dengan
Sen". Bahkan pada saat Upacara "Tao Ying" berlangsung, saat itu juga kamu
akan dapat merasakan keberadaan Sen yang membimbing kamu.
Jadi kalau boleh saya menyarankan, kalau kamu tertarik untuk berlatih Tao
Ying Suk, coba cari kenalan Tao Yu yang dekat dengan kamu. Minta diajak
ikut pertemuan di Tao Kwan, minta penjelasan mengenai Siu Tao, coba aktif
ikut diskusi dan banyak bertanya segala sesuatunya kalau memang nggak
ngerti langsung tanya saat itu juga, kalau menurut kamu masuk akal silahkan
ikuti, kalau menurut kamu nggak masuk akal, silahkan tinggalkan. Bahkan
bagi
Seorang Tao Yu yang pada akhirnya nggak mau ngikutin lagi, boleh-boleh saja
meninggalkan statusnya sebagai Tao Yu, nggak dipaksa, ngak akan dicari-cari
untuk disuruh aktif lagi seperti Organisasi yang lain, Siu Tao ngak cari
Umat.
Kalau boleh saya sarankan jangan coba berlatih "seperti" metode yang
dilatih
dalam latihan "Tao Ying Suk"nya Umat Siu Tao sebelum menerima Tao Ying,
bukan
saya mau menakut-nakuti kamu, yang saya takutkan kamu malah jadi kemasukan
yang mengaku-ngaku sebagai Sen/Dewa. Di depan Altar dirumah, jangan kamu
kira
yang ada hanya Sen/Dewa, nanti kalau kamu sudah bisa kontak dengan dimensi
mereka kamu akan tahu sendiri semuanya itu."
Da Jia Xue Dao Hao
Hallo semuanya, saya akan bahas secara singkat mengenai Siu Tao & Tao Ying Suk sesuai dengan sedikit yang telah saya pahami selama ini..
SIU TAO dan TAO YING SUK
SIUTAO berasal dari 2 kata,
1. SIU : yang berarti ‘Revisi’
2. TAO : Sebenarnya TAO terlalu luas untuk dijabarkan, tapi saya akan coba jabarkan TA TAO menurut pengertian saya : ‘TAO adalah Kebenaran hakiki yang meliputi alam semesta, mencakup segala hukum dan mekanismenya, sebab akibat yang menciptakan & mengatur alam semesta ini secara luas, senantiasa mengacu pada keseimbangan dan “Wu Wei (tanpa pamrih)”, sehingga menjadi teladan bagi keharmonisan kehidupan manusia.’
Secara umum SiuTao mempunyai arti merevisi diri untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidup melalui kaedah2 TAO (keselarasan TAO/Alam Semesta).
Pada hakekatnya dalam SIUTAO, seseorang perlu memperhatikan 4 unsur dinamis yang selalu bergerak seiiring dengan bergulirnya waktu, yaitu :
- Fisik (tubuh termasuk penginderaan)
- Kesadaran (pikiran dan hati)
- Roh/Sukma
- Gong Tek (amal perbuatan)/karma baik
Kompas kaum Siu Tao menjalani hidup :
1. WU : Wu merupakan daya nalar yang tinggi mengacu pada objektifitas dan pemahaman/pengertian yang benar, dalam mengambil suatu tindakan berdasarkan situasi-kondisi-toleransi-pandangan-jangkauan dan moralitas yang tinggi.
Note : pengertian “Wu” juga sering disingkat menjadi “kesadaran”
Dasar kaum SiuTao menggunakan Wu sebagai acuan bukan jie/sila2 warisan dari leluhur ataupun buku2 kuno :
a. Sudut pandang Budi Pekerti & Moralitas
Sebagai umat beragama dan mahkluk sosial, kita senantiasa belajar etika dan moralitas, mengerti baik dan buruk, benar dan salah dsb. Kaum SiuTao senantiasa diajarkan untuk selalu mawas diri, sadar dan mengerti hal – hal diatas, sehingga kaum Siu Tao diajarkan untuk selalu memiliki moralitas yang baik karena sadar (Wu), bukan karena dikekang oleh larangan2 maupun ditakut-takuti oleh cerita2 orang tua, neraka, dsb.
b. Flexibilitas & perkembangan jaman
Kita semua tau kadang aturan–aturan dibuat sesuai dengan situasi dan kondisi keadaan pada jaman peraturan–peraturan itu dibuat, jadi sesuatu yang kiranya sudah tidak sesuai lagi dengan jaman ini tentunya tidak perlu dipertahankan lagi.
2. CERAN (Alamiah) : Agama TAO senantiasa mengingatkan bahwa manusia (mikrokosmos) merupakan bagian dari alam semesta yang besar ini (makrokosmos). Didasari pemikiran tersebut Agama TAO mengajarkan agar manusia selalu selaras dengan alam semesta untuk mencapai keseimbangan hidup.
Disini saya akan menjelaskan korelasi SiuTao dengan 4 (empat) unsur dinamis (Fisik, Kesadaran, Roh, Gong Tek). Kaum SiuTao mempunyai metode untuk mengoptimalkan 4 unsur diatas yang kita sebut dengan Tao Ying Suk (disingkat TYS), dimana Tao Ying Suk tersebut terbagi menjadi 3 macam bentuk latihan, sebagai gambaran umum yaitu :
1. Shen Gong, Shen Gong merupakan bentuk latihan kaum Siu Tao dari jaman dulu untuk mencapai kesehatan fisik denganmemperlancar peredaran darah & Qi dalam tubuh, memperbaiki cahaya spiritualitas yang terpancar pada aura, memupuk energi2 positif untuk menetralisir energi2 yang kurang baik.
2. Qi Gong, Singkatnya Qi Gong merupakan tahap lanjut dari Shen Gong, dimana jika aliran darah dan Qi sudah lancar maka kita mulai memasuki tahapan Qi Gong, yaitu pelatihan pernafasan yang berguna untuk memperbesar kapasitas paru – paru, dan menyehatkan‘organ–organ dalam’ tubuh manusia dan sudah pasti pula Qi Gong TSM kita ini memperkuat energy perlindungan juga, ngak percaya ?
Coba aja kalo para TaoYu sering Lien Kung & Qi Gong iseng genggam benda2 pusaka yang ‘ada isinya’ milik para dukun2, dijamin ‘isinya’ tsb lari..hehehe… dan masih buanyuak cara buktiinya koq hahaha… Saya tidak bisa menjelaskan secara teknis disini, tapi setiapPerguruan TAO pasti mempunyai metode pelatihan Qi Gong tersendiri.
3. Qing Zuo (Meditasi), Untuk membahas Qing Zuo ini mungkin agak sulit karena menyangkut sesuatu yang sifatnya abstrak (kesadaran sejati & roh), dan juga pengolahan energy. Saya coba jelaskan yah …
Roh manusia terdiri atas 3 (tiga) inti 7 (tujuh) lapisan atau ‘San Hwen Chi Bek’, dalam proses Qing Zuo, roh ini dikuatkan dan semua lapisannya disatukan dan dibuat solid, hingga pada suatu titik roh tersebut diurai/dileburkan dengan alam semesta. Sehingga menyatu dengan alam semesta (TAO), sempurna abadi dan tidak bereinkarnasi lagi (ini saya dapat dari Ciang Tao).
‘Kesadaran sejati’ (ini istilah saya sendiri karena saya ngak tau harus menamakan apa) merupakan unsur yang terpisah dari fisik kasar manusia (bukan yang hanya melekat pada otak manusia), karena pada saat manusia meninggal (badan & otaknya mati), ‘kesadarannya’ ini ikut bersama rohnya dan akan membentuk naluri bereinkarnasi lagi. Nah, bagi yang tahapan Cing Co-nya pernah sampai keluar sukmanya mungkin akan lebih memahami karena meskipun lepas dari raga & otak, kesadaran tetap exsist. Sepertinya kesadaran sejati ini salah satu kompas yang perlu dilatih dan ditingkatkan untuk membawa kita ke tingkat spiritual yang lebih tinggi
Pada Dhai Sang Lao Cin Cen Cing dikatakan Shen/Xian dan Buddha/Busak satu inti mungkin karena mengacu pada pencapaian spiritual melebur dengan keagungan alam semesta (TAO), lepas dari reinkarnasi menuju sempurna abadi (Cen San Mei), tidak terlahir dialam kehidupan manapun tapi ‘kesadarannya’ exsist dan mulia di seluruh alam kehidupan. (ini penafsiran saya ya, tapi sebenarnya saya ngak gitu paham agama Buddha & tidak perlu dibahas disini deh).
4. Gong Tek (amal baik)/Karma Baik, Salah satu faktor yang penting untuk mendukung keberhasilan seseorang belajar TaoYingSuk tentu saja sangat didukung oleh tabungan Gong Tek/karma baik kita. Saya rasa tidak perlu lagi menjelaskan bagaimana memupuk jasa & beramal (berbuat karma baik), sebab dari kecil kita pasti diajarkan agar mempunyai moralitas yang tinggi & senantiasa berbuat kebajikan.
Hallo para Taoyu semuanya, selama ini kita selalu melakukan Lian Gong (berlatih TYS), jelas terasa nyata manfaatnya untuk kesehatan fisik kita maupun peningkatan kemantapan mentalitas kita dalam menjalankan rutinitas dan mengarungi kehidupan ini, namun pernahkan kita sadar bahwa sesuatu yang tidak kasat mata seperti : aura/ cahaya spiritual, energi perlindungan, maupun medan magnet yang mengelilingi tubuh kitapun menjadi semakin kuat dan baik/bagus ?
Ok saya coba bahas sedikit ya.. :
AURA/CAHAYA SPIRITUAL
Aura sebenarnya merupakan cahaya mentalitas kita yang terpancar dari tubuh, banyak juga yang menamakannya badan either/cahaya. Dari Aura tsb kita bisa melihat kesehatan fisik dan mentalitas seseorang. Bagi yang belum bisa melihatnya aura ini sebenarnya bisa teraba misalnya jika ada orang yang sakit bagian kepala, cobalah berusaha meraba dari jarak ± 60cm dengan telapak tangan, pasti ketika kita meraba bagian kepala tsb energi yang terasa kasar dan tidak enak.
Bagi yang rajin berlatih TYS umumnya mempunyai sinar aura yang baik karena aura tsb merupakan pancaran dari kualitas fisik dan mental yang senantiasa kita latih, dan aura seseorang yang rutin belajar TYS umumnya lebih padat/kuat dan terang, ini pula yang membuat pancaran kita adem dan kuat, sehingga susah ditembus oleh ilmu2 kebathinan lainnya apalagi ilmu2 gendam/hitam, jadi seharusnya para Taoyu itu kebal terhadap kongtau hehehe… (ini berdasarkan penglihatan kenalan2 saya yg mempelajari aliran2 spiritual lainnya ketika melihat para Taoyu)
Satu lagii.., rajin2 juga sembahyang ke klenteng2, sebab biasanya para SHEN / SIAN selalu memberikan tambahan power bagi para Taoyu setiap kali sembahyang->sudah pasti bagus juga buat pancaran aura kita, ha ha ha……
ENERGI PERLINDUNGAN
Mungkin ini yang dimaksud BAB III PARAGRAF ke 5 Bait ke 4 dari “THAY SANG LAUW CIN CEN CING”->Seluruh badan dikelilingi kekuatan yang terbayangkan. Selain aura yang dimiliki manusia pada umumnya, para Taoyu yang mempelajari TYS memiliki suatu energi perlindungan yang mengelilingi seluruh tubuh, karakteristiknya padat, kuat, halus (tidak kasar) dan bisa menjadi sangat tajam, semakin dilatih (TYS) semakin tebal dan kuat.
Sejauh yang saya tahu dan teraba, energi itu terklasifikasi dari yang ‘paling renggang’ sampai ‘paling padat’, dari yang paling ‘kasar’ sampai ‘paling halus’. Dan sepertinya sejauh yang pernah kami lihat (pengalaman saya dan seorang Sesiung), energi hasil latihan TYS kita paling padat dan halus juga sangat kuat, jadi seharusnya tidak mungkin ada ilmu gendam/kongtau/hipnotis/ilmu hitam/dll yang bisa tembus energi perlindungan kita … seharusnya loh, he he he…
Saya cerita sedikit pengalaman aja ya, tolong jangan ditanggapi aneh2 :
Dulu saya pernah diajak teman ke rumah seseorang yang ilmu kebathinannya tinggi, semua orang disana terpana dan merasakan hawa yang sangat cinta kasihhh sekali, tapi cuma saya seorang yang merasakan sesuatu yang aneh, dan saya merasakan adanya benturan energi antara kami, namun energi yang dipancarkan orang tsb sepertinya hancur ketika membentur energi perlindungan saya, sehingga saya tidak terpengaruh niat2 orang tsb kepada kami, sayang sekali teman saya ada yang kejeblos..kasihan juga sih.
MEDAN MAGNET
Hasil dari TYS kita juga memperbesar medan magnet kita, ini manfaatnya buanyuak..sekalee.., (saya mengerti ini dari seorang Sesiung) cuma saya ngak bahas deh soalnya saya baca tulisan saya kali ini rasanya agak aneh ya..
Saya jadi teringat salah satu kalimat TTC (kalo ngak salah BAB 38), saya pernah mendapatkan sekilas penjelasan mengenai sebagian dari kalimat dalam BAB 38 TTC ini dari seorang Sesiung, dimana saya semakin sadar bahwa LAO ZI menitik beratkan pada “WU” dan tidak mengajarkan Jie2/sila2 untuk orang2 yang SIU TAO.
Saya belum sempat mempelajari TTC Bab 38, namun dulu pernah mempelajarinya, tapi sepertinya bukan itu maksud Bab 38 tsb, yang tertulis itu kayaknya merupakan pandangan filsafat Kong Hu Cu, yang justru dikritik keras oleh NABI LAO ZI. Tapi jelas disini Kong Hu Cu juga belajar TAO, kalau tidak ya nggak akan ada tulisan TAO nya. Jadi sementara, biar saja dulu para pembaca mempelajarinya masing2, nanti sampai waktunya, kami akan tayangkan juga TTC bab 38 itu.
”WU” itu pengertiannya DIATAS SEGALA KONSEP KEBAJIKAN, KASIH, KEADILAN, DAN ATURAN
Jika TAO hilang, muncullah KEBAJIKAN
Jika KEBAJIKAN hilang, KEMANUSIAAN menggantikannya
Jika KEMANUSIAAN hilang, datanglah KEADILAN
Jika KEADILAN hilang, KESUSILAAN (ETIKA dan MORALITAS) menampakkan dirinya.
Dari hasil penjelasan yang singkat dari seorang sesiung, saya akan coba jelaskan lagi pengertian kalimat diatas tsb disini dengan deskripsi saya sendiri. Kalimat diatas sebenarnya lebih mudah dipahami kalau kita membaca dari bawah keatas, penjelasan kalimat diatas sbb :
1. Manusia pada dasarnya tidak pernah lepas dari kebutuhan2 dasar untuk hidup (primer, sekunder, maupun tersier analog dengan teori Hierarki Needs Abraham Maslow), untuk melindungi hak2 dan kepentingannya tsb sejak zaman dahulu manusia mulai menciptakan aturan–aturan berdasarkan KESUSILAAN (ETIKA & MORALITAS) yang dianggap baik & benar.
2. Setelah aturan2 tercipta ternyata itu semua tidak cukup untuk membentuk pola bermasyarakat yang baik dan masih banyak timbul pelanggaran2/kejahatan2 atas segala aturan2 yang ada. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran2/kejahatan2 tersebut manusia menciptakan Hukuman (disini mulai menekankan konsep KEADILAN).
3. Hukuman pada kenyataannya banyak dianggap subjektif dan terlalu kejam, maka manusia mulai menggunakan approach/pendekatan yang dianggap lebih baik yaitu dengan KEMANUSIAAN.
4. Selangkah lebih maju manusia mulai mengerti nilai–nilai luhur lainnya seperti bakti, kesetiaan dll, manusia mulai mengerti apa itu KEBAJIKAN yang luas dan objektif (Note : KEBAJIKAN unsurnya sangat luas dimana ada ; bakti, kesetiaan, keadilan, cinta kasih, kemanusiaan & nilai2 luhur lainnya).
5. Lebih maju lagi, ketika seseorang mulai memasuki level kesadaran (WU), memahami hakekat semua hal diatas tsb untuk menjalani hidupnya dalam bermasyarakat yang baik (bukan berdasarkan aturan dan hukuman dsb2/TANPA PAMRIH), maka orang tsb sudah mulai dijalan TAO.
"Kalau boleh saya bertanya, apa yang kamu tahu tentang "Tao Ying Suk" ?
Kalau kamu ingin belajar Tao Ying Suk, kamu harus di "Tao Ying" dulu oleh
Sefu, Tao Ying adalah semacam Upacara Pemberkatan, Upacara Pengangkatan
Sumpah, kita disumpah sebagai Murid Maha Dewa Thai Sang Lau Cin. Sebab
kalau belum di "Tao Ying", kamu tidak akan dapat berlatih Tao Ying Suk
karena kamu mungkin belum memiliki "Cen Yen"nya. Cen Yen adalah Mantra
yang antara lain dapat digunakan untuk mengundang SEN/Fu Fa Sen,
Fu Fa Sen adalah Dewa yang diutus oleh Maha Dewa Thai Sang Lau Cin untuk
menjadi "Pembimbing" pribadi kita, jadi dalam berlatih Tao Ying Suk kita
benar-benar dibimbing oleh SEN.
Mengenai Tao Ying Suk : Tao Ying Suk hanya merupakan salah satu metode
yang diajarkan dalam SIU TAO, Tao Ying Suk merupakan latihan dasar dan
masih banyak metode lainnya yang akan diajarkan setelah kita ikut SIU TAO,
antara lain "Chi Kung" dan "Cing Co Kung". Semua latihan ini dibimbing
langsung oleh SEN. Jadi seorang Tao Yu, dasarnya harus berlatih Tao Ying
Suk dulu baru kemudian meningkat kepada latihan yang lainnya, bagaimana
mau meningkat ke latihan yang lainnya kalau misalnya kondisi badan masih
kurang sehat, yang pentingkan badannya sehat dulu.
Memang ada beberapa tempat pelatihan yang kalau sepintas kita lihat
latihannya mirip metode ini, saya pernah diajak rekan saya ketempat
pelatihan semacam itu. Disana kita akan di "Khai Kwang", dimandikan dengan
air kembang segala macam, dibaca-bacain mantra-mantra. Trus disuruh latihan
meditasi "semacam" Tao Ying Suk, tapi yang terjadi apa ? Kita disuruh "Lok
Thung", ada yang kemasukan ngaku-ngaku Dewa Kwan Kong, Dewi Kwan Im,
Mbah Macan, Nyai Roro Kidul, dll. Katanya sesuai "Jodoh"nya masing-masing.
Saya pernah ikut, tapi Sefu-nya sampai bingung karena dia ngak bisa bikin
saya bisa "Lok Thung". Sampai-sampai saya diberi minum arak dulu, mungkin
dia pikir biar saya mabuk baru bisa kemasukan, dia nggak tahu kalau saya
ini memang suka minum, tapi tetap saja saya ngak bisa "Lok Thung".
Kebalikannya dengan Siu Tao, tidak ada orang berlatih Tao Ying Suk yang
bisa "Lok Thung" atau kemasukan segala macam. Karena tujuan dari latihan
Tao Ying Suk itu antara lain untuk melatih kesehatan kita, bukan disuruh
"Lok Thung".
Kalau sekedar bakar dupa pagi dan malam hari dihadapan Altar Maha Dewa
Thai Sang Lau Cin, itu sah-sah saja, tapikan itu cara umat biasa yang
hanya bisa "Ngomong dengan Sen". Kalau sudah Siu Tao dan tekun berlatih
Tao Ying Suk, cepat atau lambat kamu akan bisa "Ngomong-ngomong dengan
Sen". Bahkan pada saat Upacara "Tao Ying" berlangsung, saat itu juga kamu
akan dapat merasakan keberadaan Sen yang membimbing kamu.
Jadi kalau boleh saya menyarankan, kalau kamu tertarik untuk berlatih Tao
Ying Suk, coba cari kenalan Tao Yu yang dekat dengan kamu. Minta diajak
ikut pertemuan di Tao Kwan, minta penjelasan mengenai Siu Tao, coba aktif
ikut diskusi dan banyak bertanya segala sesuatunya kalau memang nggak
ngerti langsung tanya saat itu juga, kalau menurut kamu masuk akal silahkan
ikuti, kalau menurut kamu nggak masuk akal, silahkan tinggalkan. Bahkan
bagi
Seorang Tao Yu yang pada akhirnya nggak mau ngikutin lagi, boleh-boleh saja
meninggalkan statusnya sebagai Tao Yu, nggak dipaksa, ngak akan dicari-cari
untuk disuruh aktif lagi seperti Organisasi yang lain, Siu Tao ngak cari
Umat.
Kalau boleh saya sarankan jangan coba berlatih "seperti" metode yang
dilatih
dalam latihan "Tao Ying Suk"nya Umat Siu Tao sebelum menerima Tao Ying,
bukan
saya mau menakut-nakuti kamu, yang saya takutkan kamu malah jadi kemasukan
yang mengaku-ngaku sebagai Sen/Dewa. Di depan Altar dirumah, jangan kamu
kira
yang ada hanya Sen/Dewa, nanti kalau kamu sudah bisa kontak dengan dimensi
mereka kamu akan tahu sendiri semuanya itu."
Mantra-mantra Tao Aliran Thay Shang Men (TSM)
CEN-YEN: Mantra-mantra khusus untuk pengikut TSM
sebenarnya TSM merupakan suatu mazhab / aliran kelompok2 spiritual yang menyembah Maha Dewa Thay Sang Lauw Cin, aliran ini sudah tua sekali / kuno, salah satunya adalah perguruan Xiaoyao Pai yang diposisikan sebagai urutan ke 33 oleh buku terbitan Bai Yun Guan/Pai Ying Kuan
Mantra-mantra ini biasanya terdapat pada awal kebanyakan kitab-kitab suci Tao:
Mantra-mantra ini biasanya terdapat pada awal kebanyakan kitab-kitab suci Tao:
1. ZHÙ XIĀNG SHÉN ZHÒU
祝香神咒
Mantra pada saat Membakar Dupa/Hio
(Sangat cocok untuk dihafalkan teecu pengikut TSM yang kagak bisa baca apa-apa waktu sembayang — alasannya pasti selalu: "yang penting tulus", bosan deh.)
DÀO YÓU XĪN XUE, XĪN JIĂ XIĀNG CHUÁN
道由心學 心假香傳
XIĀNG RÈ YÙ LÚ, XĪN CÚN DÌ QIÁN
香爇玉爐 心存帝前
(untuk sembahyang dewa: Dì QIÁN 帝前;
untuk sembahyang dewi: MŬ QIÁN 母前)
ZHĒN LÍNG XIÀ PÀN, XIĀN PÈI LÍN XUĀN
真靈下盼 仙佩臨軒
JĪN CHÉN GUĀN GÀO, JÌNG DÁ JIŬ TIĀN
今臣關告 逕達九天
(untuk toosu baca: JĪN CHÉN 今臣;
untuk umat baca: JĪN MÍN 今民)
2. JÌNG XĪN SHÉN ZHÒU
淨心神咒
Mantra untuk membersihkan hati
(Mantra ini amat sesuai untuk membersihkan hati teecu yang penuh kebencian dan selalu curiga kepada member-member baru.)
TÀI SHÀNG TÁI XĪNG, YÌNG BIÀN WÚ TÍNG,
太上台星 應變無停
QŪ XIÉ FÙ MÈI, BĂO MÌNG HÙ SHĒN
驅邪縛魅 保命護身
ZHÌ HUÌ MÍNG JÌNG, XĪN SHÉN ĀN NÍNG
智慧明淨 心神安寧
SĀN HÚN YŎNG JIŬ, PÒ WÚ SÀNG QĪNG
三魂永久 魄無喪傾
JÍ JÍ RÚ LÜ LÌNG
急急如律令
3. JÌNG KŎU SHÉN ZHÒU
淨口神咒
Mantra untuk Membersihkan Mulut
(Mantra ini tepat sekali untuk membersihkan mulut teecu yang bernanah karena terlalu sering melontarkan kata-kata pedas dan tidak senonoh di forum ini.)
DĀN ZHŪ KŎU SHÉN, TŬ HUÌ CHÚ FĒN
丹朱口神 吐穢除氛
SHÉ SHÉN ZHÈNG LÚN, TŌNG MÌNG YĂNG SHÉN
舌神正倫 通命養神
LUÓ QIĀN CHĬ SHÉN, QUÈ XIÉ WÈI ZHĒN
羅千齒神 卻邪衛真
HÓU SHÉN HŬ BĒN, QÌ SHÉN YĬN JĪN
喉神虎賁 氣神引津
XĪN SHÉN DĀN YUÁN, LÌNG WŎ TŌNG ZHĒN
心神丹元 令我通真
SĪ SHÉN LIÀN YÈ, DÀO QÌ CHÁNG CÚN
思神鍊液 道氣長存
JÍ JÍ RÚ LÜ LÌNG
急急如律令
4. JÌNG SHĒN SHÉN ZHÒU
淨身神咒
Mantra untuk membersihkan badan
(Cocok untuk membersihkan badan teecu yang kotor karena terlalu banyak melakukan perbuatan nista
melecehkan pandangan orang lain yang berbeda.)
LÍNG BĂO TIĀN ZŪN, ĀN WÈI SHĒN XÍNG
靈寶天尊 安慰身形
DÌ ZĬ HÚN PÒ, WŬ ZÀNG XUÁN MÍNG
弟子魂魄 五臟玄冥
(untuk sendiri: DÌ ZĬ 弟子;
untuk bersama-sama: ZHÒNG DĔNG 眾等)
QĪNG LÓNG BÁI HŬ, DUÌ ZHÀNG FĒN YÚN
青龍白虎 隊仗紛紜
ZHŪ QUÈ XUÁN WŬ, SHÌ WÈI WŎ SHĒN
朱雀玄武 侍衛我身
JÍ JÍ RÚ LÜ LÌNG
急急如律令
5. ĀN TŬ DÌ SHÉN ZHÒU
安土地神咒
Mantra untuk Dewa Bumi
(Agar Beliau tidak murka karena tanahnya diinjak-injak orang-orang seperti teecu sekalian.)
YUÁN SHĬ ĀN ZHÈN, PŬ GÀO WÀN LÍNG
元始安鎮 普告萬靈
YUÈ DÚ ZHĒN GUĀN, TŬ DÌ ZHĬ LÍNG
嶽瀆真官 土地衹靈
ZUŎ SHÈ YÒU JÌ, BÙ DÉ WÀNG JĪNG
左社右稷 不得妄驚
HUÍ XIÀNG ZHÈNG DÀO, NÈI WÀI CHÉNG QĪNG
回向正道 內外澄清
GÈ ĀN FĀNG WÈI, BÈI SHŎU TÁN TÍNG
各安方位 備守壇庭
(untuk di tookwan: TĀN TÍNG 壇庭;
untuk di rumah: JIĀ TÍNG 家庭)
TÀI SHÀNG YŎU MÌNG, SŌU BŬ XIÉ JĪNG
太上有命 搜捕邪精
HÙ FĂ SHÉN WÁNG, BĂO WÈI SÒNG JĪNG
護法神王 保衛誦經
GUĪ YĪ DÀ DÀO, YUÁN HĒNG LÌ ZHĒN
皈依大道 元亨利貞
JÍ JÍ RÚ LÜ LÌNG
急急如律令
6. JÌNG TIĀN DÌ SHÉN ZHÒU
淨天地神咒
Mantra untuk Membersihkan Langit dan Bumi
(Terutama dari orang-orang picik dan berpandangan sempit seperti teecu.)
TIĀN DÌ ZÌ RÁN, HUÌ QÌ FĒN SÀN
天地自然 穢氣分散
DÒNG ZHŌNG XÚAN XŪ, HUĂNG LĂNG TÀI YUÁN
洞中玄虛 晃朗太元
BÀ FĀNG WĒI SHÉN, SHĬ WŎ ZÌ RÁN
八方威神 使我自然
LÍNG BĂO FÚ MÌNG, PŬ GÀO JIŬ TIĀN
靈寶符命 普告九天
QIÁN LUÓ DÁ NÀ, DÒNG GĀNG TÀI XUÁN
乾羅怛那 洞罡太玄
ZHĂN YĀO FÙ XIÉ, DÙ RÉN WÀN QIĀN
斬妖縛邪 度人萬千
ZHŌNG SHĀN SHÉN ZHÒU, YUÁN SHĬ YÙ WÉN
中山神咒 元始玉文
CHÍ SÒNG YÍ BIÀN, QUÈ BÌNG YÁN NIÁN
持誦一遍 卻病延年
ĀN XÍNG WŬ YUÈ, BÀ HĂI ZHĪ WÉN
按行五嶽 八海知聞
MÓ WÁNG SHÙ SHŎU, ZHĒN SHÈNG WÈI XUĀN
魔王束首 真聖衛軒
XIŌNG HUÌ XIĀO SÀN, DÀO QÌ CHÁNG CÚN
凶穢消散 道氣長存
JÍ JÍ RÚ LÜ LÌNG
急急如律令
7. JĪN GUĀNG SHÉN ZHÒU
金光神咒
Mantra Sinar Emas
(Sangat sesuai untuk menerangi pikiran teecu yang gelap dan dipenuhi ke-sok pintar-an)
TIĀN DÌ XUÁN ZŌNG, WÀN QÌ BĚN GĒN
天地玄宗 萬氣本根
GUĂNG XIŪ YÌ JIÉ, ZHÈNG WÚ SHÉN TŌNG
廣修億劫 證吾神通
SĀN JIÈ NÈI WÀI, WÉI DÀO DÚ ZŪN
三界內外 惟道獨尊
TĬ YŎU JĪN GUĀNG, FÙ YÌNG WÚ SHĒN
體有金光 覆映吾身
SHÌ ZHĪ BÚ JIÀN, TĪNG ZHĪ BÙ WÉN
視之不見 聽之不聞
BĀO LUÓ TIĀN DÌ, YĂNG YÙ QÚN SHĒNG
包羅天地 養育群生
SÒNG CHÍ YÍ BIÀN, SHĒN YŎU GUĀNG MÍNG
誦持一遍 身有光明
SĀN JIÈ SHÌ WÈI, WŬ DÌ SĪ YĪNG
三界侍衛 五帝司迎
WÀN SHÉN CHÁO LĬ, YÌ SHĬ LÉI TÍNG
萬神朝禮 役使雷霆
GUĬ YĀO SÀNG DĂN, JĪNG GUÀI WÁNG XÍNG
鬼妖喪膽 精怪亡形
NÈI YŎU PĪ LÌ, LÉI SHÉN YĬN MÍNG
內有霹靂 雷神隱名
DÒNG HUÌ JIĀO CÈ, WŬ QÌ TÉNG TÉNG
洞慧交徹 五氣騰騰
JĪN GUĀNG SÙ XIÀN, FÙ HÙ ZHĒN RÉN
金光速現 覆護真人
JÍ JÍ RÚ YÙ HUÁNG GUĀNG JIĀNG LÜ LÌNG CHÌ
急急如玉皇光降律令敕
Mantra Cahaya Emas/JinGuang Shenzhou (TAO Aliran Zhengyi dan Quanzhen)
Mantra Cahaya Emas/JinGuang Shenzhou adalah mantra umum dalam Taoisme.
Merupakan salah satu dari Ba Da Shenzhou/Delapan mantra Utama. Kedua aliran, Zhengyi dan Quanzhen sama-sama memakai kedelapan mantra ini (Oleh sebab itu dinamakan Delapan mantra utama).
Kedelapan mantra ini, sangat luas penggunaannya. Mulai dari persiapan sebelum pembacaan kitab/sutra, sampai penggunaan dalam upacara/ritual. Merupakan mantra dasar yang harus dikuasai oleh seorang Taoist.
BaDa ShenZhou a.l. :
- JingXin Shenzhou
- JingKou Shenzhou
- JingShen Shenzhou
- Jing TianDi Shenzhou
- An TuDi Shenzhou
- ZhuXiang Zhou
- JinGuang Shenzhou
- XuanYun Zhou
金光神咒(jīn guāng shén zhòu) :
天地玄宗(tiān dì xuán zōng)。万炁本根(wàn qì běn gēn)。广修万劫(guǎng xiū wàn jié)。证吾神通(zhèng wú shén tōng)。
三界内外(sān jiè nèi wài)。惟道独尊(wéi dào dú zūn)。顶有金光(dǐng yǒu jīn guāng)。覆映吾身(fù yìng wú shēn)。
视之不见(shì zhī bú jiàn)。听之不闻(tīng zhī bú wén)。包罗天地(bāo luó tiān dì)。养育羣生(yǎng yù qún shēng)。
受持万遍(shòu chí wàn biàn)。身有光明(shēn yǒu guāng míng)。三界侍卫(sān jiè shì wèi)。五帝司迎(wǔ dì sī yíng)。
万神朝礼(wàn shén cháo lǐ)。役使雷霆(yì shǐ léi tíng)。鬼妖丧胆(guǐ yāo sàng dǎn)。精怪亡形(jīng guài wáng xíng)。
内有霹雳(nèi yǒu pī lì)。雷声隐鸣(léi shēng yǐn míng)。洞慧交澈(dòng huì jiāo chè)。五炁腾腾(wǔ qì téng téng)。
金光速现(jīn guāng sù xiàn)。覆护真人(fù hù zhēn rén)。急急如玉皇光降律令(jí jí rú yù huáng guāng jiàng lǜ lìng)。
Mantra sinar emas:
Aliran misterius langit dan bumi. Akar mula puluhribuan energi. Meredam puluhribuan bencana.
Luar dan dalam tiga dunia. Hanya pada satu agung. Diatas ada sinar emas. Memantul pada tubuhku.
Yang memandang tidak melihat, yang mendengar tidak mendengar. Membungkus langit dan bumi. Mengasuh kehidupan.
Mengatur dimana-mana. Tubuh ada sinar terang. Pengawal tiga dunia. Pengurus 5 kaisar.
Puluhan ribu dewa menghormati. Pelayan petir. Para hantu pecah nyalinya. Para siluman lenyap rupanya.
Didalam ada petir dan Guntur. Suara Guntur menggema. Gua kebijaksanaan menjalin jernih. Lima hawa melonjak.
Sinar emas segera muncul. Melindungi sang suci. Segera laksanakan perintah raja Giok turun sinar terang.
mantra ini diartikan per-dua bait, biasanya juga dibarengi dengan Jiaque/formasi jari (berbeda dengan mudra/Shouyin yang memakai kedua tangan, Jiaque adalah dengan menekan buku-buku jari)
Merupakan salah satu dari Ba Da Shenzhou/Delapan mantra Utama. Kedua aliran, Zhengyi dan Quanzhen sama-sama memakai kedelapan mantra ini (Oleh sebab itu dinamakan Delapan mantra utama).
Kedelapan mantra ini, sangat luas penggunaannya. Mulai dari persiapan sebelum pembacaan kitab/sutra, sampai penggunaan dalam upacara/ritual. Merupakan mantra dasar yang harus dikuasai oleh seorang Taoist.
BaDa ShenZhou a.l. :
- JingXin Shenzhou
- JingKou Shenzhou
- JingShen Shenzhou
- Jing TianDi Shenzhou
- An TuDi Shenzhou
- ZhuXiang Zhou
- JinGuang Shenzhou
- XuanYun Zhou
金光神咒(jīn guāng shén zhòu) :
天地玄宗(tiān dì xuán zōng)。万炁本根(wàn qì běn gēn)。广修万劫(guǎng xiū wàn jié)。证吾神通(zhèng wú shén tōng)。
三界内外(sān jiè nèi wài)。惟道独尊(wéi dào dú zūn)。顶有金光(dǐng yǒu jīn guāng)。覆映吾身(fù yìng wú shēn)。
视之不见(shì zhī bú jiàn)。听之不闻(tīng zhī bú wén)。包罗天地(bāo luó tiān dì)。养育羣生(yǎng yù qún shēng)。
受持万遍(shòu chí wàn biàn)。身有光明(shēn yǒu guāng míng)。三界侍卫(sān jiè shì wèi)。五帝司迎(wǔ dì sī yíng)。
万神朝礼(wàn shén cháo lǐ)。役使雷霆(yì shǐ léi tíng)。鬼妖丧胆(guǐ yāo sàng dǎn)。精怪亡形(jīng guài wáng xíng)。
内有霹雳(nèi yǒu pī lì)。雷声隐鸣(léi shēng yǐn míng)。洞慧交澈(dòng huì jiāo chè)。五炁腾腾(wǔ qì téng téng)。
金光速现(jīn guāng sù xiàn)。覆护真人(fù hù zhēn rén)。急急如玉皇光降律令(jí jí rú yù huáng guāng jiàng lǜ lìng)。
Mantra sinar emas:
Aliran misterius langit dan bumi. Akar mula puluhribuan energi. Meredam puluhribuan bencana.
Luar dan dalam tiga dunia. Hanya pada satu agung. Diatas ada sinar emas. Memantul pada tubuhku.
Yang memandang tidak melihat, yang mendengar tidak mendengar. Membungkus langit dan bumi. Mengasuh kehidupan.
Mengatur dimana-mana. Tubuh ada sinar terang. Pengawal tiga dunia. Pengurus 5 kaisar.
Puluhan ribu dewa menghormati. Pelayan petir. Para hantu pecah nyalinya. Para siluman lenyap rupanya.
Didalam ada petir dan Guntur. Suara Guntur menggema. Gua kebijaksanaan menjalin jernih. Lima hawa melonjak.
Sinar emas segera muncul. Melindungi sang suci. Segera laksanakan perintah raja Giok turun sinar terang.
mantra ini diartikan per-dua bait, biasanya juga dibarengi dengan Jiaque/formasi jari (berbeda dengan mudra/Shouyin yang memakai kedua tangan, Jiaque adalah dengan menekan buku-buku jari)
Hati Lurus Adalah Alam Suci(Upacara Homa Bhagawati Sitatapatra)
Fokus Menjalankan Samadhi
Hati Lurus Adalah Alam Suci
(Intisari Ceramah Dharmaraja Liansheng Pada Upacara Homa Bhagawati Sitatapatra Tanggal 24 Juli 2010 di Taiwan Lei Tsang Temple)
Kutipan Sutra Altar Patriak VI minggu ini:
Patriak VI bersabda, "Kalyana-mitra! Ibarat apakah meditasi dan kebijaksanaan? Ibarat cahaya pelita. Ada pelita maka terang, tanpa pelita maka gelap. Pelita adalah benda dari cahaya, cahaya adalah fungsi dari pelita; walaupun namanya ada 2, namun adalah satu kesatuan. Dharma meditasi dan kebijaksanaan ini juga demikian."
Guru berceramah pada umat dengan bersabda, "Kalyana-mitra! Orang yang fokus menjalankan samadhi, di mana pun ia berjalan, berdiri, duduk, maupun berbaring, senantiasa berhati lurus. Vimalakirti-nirdesa-sutra bersabda, "Hati lurus adalah tempat ibadah, hati lurus adalah alam suci." Hati jangan berkelok-kelok, mulut pun bicara lurus; mulut mengatakan fokus menjalankan samadhi, namun tidak berhati lurus. Begitu berhati lurus, maka tidak melekat pada segala Dharma. Orang tersesat melekat pada Dharma, melekat pada fokus menjalankan meditasi, terus-menerus berkata, "Senantiasa duduk tidak bergerak, tidak berpikir apa-apa, itulah fokus menjalankan samadhi." Orang yang menjelaskan seperti demikian, sama dengan tidak berperasaan, malah menjadi sebab-musabab yang merintangi kebenaran."
※ ※ ※
Pertama-tama, sembah sujud pada Bhiksu Liaoming, Guru Sakya Zhengkong, Gyalwa Karmapa XVI, Guru Thubten Dhargye! Sembah sujud pada Triratna Mandala! Sembah sujud pada Adinata Homa Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra!
Gurudhara, Para Acarya, Dharmacarya, Lama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, Ketua Vihara, para umat se-Dharma, umat se-Dharma di internet, ada lagi tamu kehormatan kita -- my father and my sister, anggota parlemen Kabupaten Hualian, Komisaris Lembaga Pendidikan Wenxin Pei-xin Yang, anggota parlemen Kabupaten Nantou Zhuang Xu, Ketua Ormas Pemerintah Kabupaten Nantou Bpk. Jun-ping Xiong, pilot Eva Air Bpk. Wen-zhong Yang, selamat siang semuanya!
Hari ini Gurudhara tidak ada, Master Lian-xiang told me because Lian-xiang took care of grandson- Lu Hong to have a hair cut. Master Lian-xiang would not come to Taiwan Lei Tsang Temple. But Master Lian-xiang told me to say, "Hello!" to everybody. (Hadirin tepuk tangan)
Hari ini kita mengelar upacara homa Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra. Bhagawati Sitatapatra adalah sesosok Bhagawati yang dijelmakan dari cahaya di ubun-ubun Tathagata, (hadirin tepuk tangan) yidam yang satu ini sangat dihormati di Tantra Tibet, yidam yang satu ini dianggap seperti Bhagawati Usnisa Vijaya, Bodhisattva Sahasrabhujanetra Avalokitesvara yang memiliki Dharmabala untuk menghalangi dan menghentikan terjadinya segala bencana. Bhagawati yang satu ini dapat melimpahkan berkah, menganugrahi kebijaksanaan; dapat menghalangi dan menghentikan terjadinya segala bencana; menyingkirkan karma penyakit; dapat menuntun arwah terlahir di Buddhaloka yang bersih; dapat menyingkirkan segala musuh, oleh karena itu, Beliau adalah Bhagawati Sitatapatra yang memiliki Dharmabala luar biasa. (Hadirin tepuk tangan)
Dini hari ini, ketika bermeditasi, saya melihat di depan ada Bhagawati Sitatapatra, di belakang ada Yaochi Jinmu, masing-masing memancarkan cahaya terang-benderang, muncul di dalam samadhi. (Hadirin tepuk tangan) Cahaya yang terang-benderang ini sangat istimewa, seperti bulu burung. Bulu burung sangat lembut, sehelai demi sehelai sinar yang melengkung, sangat halus dan rapat, sangat halus, sangat rapat, sangat jelas, sangat terang. Nyatalah bahwa homa Bhagawati Anuttara Usnisa kita hari ini, para pendaftar dan hadirin, semua akan memperoleh pemberkatan terang dari Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra. (Hadirin tepuk tangan) Di sini kita berdoa: Bhagawati Anuttara Usnisa dapat mengabulkan semua harapan kita; karma penyakit sirna; bencana kita buyar; kebijaksanaan kita meningkat; harmonis dan rukun. (Hadirin tepuk tangan) Mohon Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra dalam puja api ini, memancarkan sinar terang-benderang menerangi umat Zhenfo Zong, menitahkan: segala harapan dapat tercapai dengan sempurna. (Hadirin tepuk tangan)
Kita bahas lagi mengenai Sutra Altar Patriak VI saya baca kutipan Sutra, Patriak VI bersabda, "Kalyana-mitra! Ibarat apakah meditasi dan kebijaksanaan? Ibarat cahaya pelita. Ada pelita maka terang, tanpa pelita maka gelap. Pelita adalah benda dari cahaya, cahaya adalah fungsi dari pelita; walaupun namanya ada 2, namun adalah satu kesatuan. Dharma meditasi dan kebijaksanaan ini juga demikian."
Guru berceramah pada umat dengan bersabda, "Kalyana-mitra! Orang yang fokus menjalankan samadhi, di mana pun ia berjalan, berdiri, duduk, maupun berbaring, senantiasa berhati lurus. Vimalakirti-nirdesa-sutra bersabda, "Hati lurus adalah tempat ibadah, hati lurus adalah alam suci." Hati jangan berkelok-kelok, mulut pun bicara lurus; mulut mengatakan fokus menjalankan samadhi, namun tidak berhati lurus. Begitu berhati lurus, maka tidak melekat pada segala Dharma. Orang tersesat melekat pada Dharma, melekat pada fokus menjalankan meditasi, terus-menerus berkata, "Senantiasa duduk tidak bergerak, tidak berpikir apa-apa, itulah fokus menjalankan samadhi." Orang yang menjelaskan seperti demikian, sama dengan tidak berperasaan, malah menjadi sebab-musabab yang merintangi kebenaran."
Yang disabdakan Patriak VI sangat mudah dimengerti, meditasi dan kebijaksanaan adalah satu, bukan dua, ibarat cahaya pelita, ada pelita baru ada cahaya, tanpa pelita maka tidak ada cahaya, pelita adalah benda, cahaya adalah fungsi. Kita harus mengerti, apa itu benda? Apa itu fungsi? Contoh, tubuh kita adalah benda, namun kita makan adalah fungsi, menggunakan tangan, mangkuk, sumpit, ini makan, yaitu fungsi. Sama seperti pelita, cahaya adalah fungsi pelita, tanpa pelita maka tidak ada cahaya, cahaya dan pelita adalah satu. Apa itu meditasi dan apa itu kebijaksanaan, keduanya bergabung, satu adalah pelita, satu adalah cahaya, kebijaksanaan adalah fungsi cahaya, meditasi adalah pelita, yaitu benda, jadi itu satu, bukan dua. Demikian penjelasan Patriak VI.
Patriak VI memberitahu lagi kita semua, apa yang dimaksud fokus menjalankan samadhi? Fokus menjalankan samadhi adalah setiap saat sangat fokus dan jujur melatih diri, inilah fokus menjalankan samadhi. Berjalan, berdiri, duduk, berbaring, berjalan laksana angin, duduk laksana lonceng, berbaring laksana busur; berbaring seperti busur; duduk seperti lonceng; berjalan seperti angin; saat berdiri, seperti sebatang cemara. Menurut Patriak VI, inilah "berhati lurus", apa itu "hati lurus"? Ada sebuah sutra bernama Vimilakirti-nirdesa-sutra, di dalamnya disebutkan, "hati lurus adalah tempat ibadah". Hati lurus ini sangat penting, apa yang dimaksud "hati lurus"? Bahasa modern-nya adalah jujur, Anda sangat jujur, jujur dalam melakukan apapun, tidak pernah berkelok-kelok.
Hati dan usus manusia, usus berkelok-kelok, tidak lurus, jika lurus, sarapan yang disantap tadi pagi, begitu turun, "Tung!" keluar lagi. Usus manusia berkelok-kelok, namun hati harus lurus, hati lurus berarti jujur. Kita harus jujur, jangan paginya mengatakan ini, malamnya mengatakan itu, plin-plan; hari ini mengatakan ini, besok mengatakan itu, itu tidak jujur lagi. Jika orang jujur, bicaranya sama. Selama 40 tahun, hati Mahaguru menyeberangkan insan, dan 40 tahun kemudian, hati Mahaguru menyeberangkan insan, adalah hati lurus. (Hadirin tepuk tangan) Saya tidak pernah berubah, 40 tahun yang lalu saya menyeberangkan insan seperti itu, 40 tahun kemudian juga menyeberangkan insan seperti itu, belum pernah berubah. Jika berubah, maka sudah berkelok, bengkok. Empat puluh tahun yang lalu, umat mendaftar atau upacara apapun, semua bersifat sukarela; 40 tahun kemudian, juga tidak pernah menetapkan tarif, tetap sukarela, (hadirin tepuk tangan) inilah yang disebut hati lurus. Begitulah jujur itu!
Awalnya, Yaochi Jinmu membuka mata batin saya, hingga hari ini, saya tetap menghormati Yaochi Jinmu, (hadirin tepuk tangan) tidak berubah. Empat puluh tahun kemudian, saya bersarana pada Bhiksu Liaoming, di antaranya, bersarana pada Guru Sakya Zhengkong, Gyalwa Karmapa, Guru Thubten Dhargye, keempat guru Tantra ini, selalu saya sebutkan dan saya junjung di atas kepala saya, (hadirin tepuk tangan) sama sekali tidak berubah, inilah hati lurus.
Yang namanya hati lurus adalah tempat ibadah, jujur! Agama Buddha justru mengajarkan kita untuk jujur. Jika Anda jujur, Anda juga alam suci! Anda tidak berkelok! Jika berkelok, orang lain akan meremehkan, prinsip yang sangat sederhana, karena Anda tidak jujur! Apa yang dikatakan hari ini, besok berubah lagi, lusa juga berubah lagi, berubah-ubah, seperti amuba, di mana sejuk di situlah ia pergi, di mana ada makanan di situlah ia pergi, ini berubah! Orang yang jujur, melatih diri ya melatih diri, tidak ada yang berubah dan tidak berubah, prinsip ini sangat sederhana.
Banyak orang di mulut mengatakan saya berhati lurus, jujur, kenyataannya, perilakunya bukan demikian, terutama, politikus, ketika pemilu, mulut buka banyak cek, sampai akhirnya, tidak ada selembar cek pun yang bisa dicairkan, inilah tidak jujur! Politikus demikian tidak boleh terpilih. Politikus yang datang ke tempat kita ini, semuanya jujur. (Hadirin tepuk tangan) Lihat, politikus lama yang tidak jujur itu telah lengser, aneh loh! Politikus jujur yang datang ke tempat kita ini telah diberkati, politikus tidak jujur telah lengser, aneh sekali. (Hadirin tepuk tangan)
Ada sebuah cerita lucu, ada sebuah negara merayakan Festival Songkran (festival siraman air), di Asia Tenggara ada Festival Songkran, pada Festival Songkran yang tersiram air dianggap sangat beruntung. Presiden negara ini duduk di dalam mobil sambil melihat-lihat Festival Songkran, wah! Di mana-mana sedang siram-menyiram air. Ajudan berkata pada presiden, "Ketika semua orang merayakan Festival Songkran, presiden juga akan turun bersukaria bersama rakyat, bersama-sama merayakan Festival Songkran." Begitu presiden mendengarkan ucapan Ajudan, lalu turun dari mobil. Berjalan! Berjalan! Tak lama kemudian loncat lagi ke dalam mobil. Ajudan berkata padanya, "Bukankah Festival Songkran? Semakin banyak tersiram air, maka semakin makmur! Mengapa Anda tidak mengikuti permainan Festival Songkran? Presiden berkata pada ajudan, "Mereka menyiram saya dengan air mendidih." Presiden ini tentu telah melakukan hal yang tidak baik, hal yang bengkok. Politikus juga harus jujur, presiden itu telah melakukan perbuatan tidak baik, rakyat tidak suka padanya, ia tidak royal kepada rakyat, rakyat pun tidak akan royal terhadapnya. Jadi, begitu melihat presiden turun bermain festival siraman air, mereka bergegas memasak air, menyiramnya dengan air mendidih. Presiden ini benar-benar sial!
Kita justru harus lurus, jujur, Mahaguru senantiasa jujur. (Hadirin tepuk tangan) Tidak seperti sebagian orang, mulutnya mengatakan saya jujur, begitu dikorek, wah! Sungguh seperti presiden Amerika Serikat -- Omama. (Pelafalannya mirip nama presiden A.S. Obama, yang berarti hitam kelam)
Mulut mengatakan fokus menjalankan samadhi, namun tidak berhati lurus. Jika berhati lurus, jangan melekat pada segala Dharma." Yang dikatakan Patriak VI sangat baik! Ia bersabda, sadhaka, jangan melekat pada segala Dharma. Mengapa? Karena sekali melekat, pasti akan keras kepala, sangat keras kepala maka tidak mudah mendengar yang positif; Anda tidak akan mendengar kata-kata positif yang diucapkan Guru Anda. Jangan melekat pada Dharma, sepertinya agak kontradiksi, bukankah menyuruh kita harus bersadhana setiap hari? Tapi tidak boleh melekat pada Dharma, apa artinya? Maksud Patriak VI adalah, kita bersadhana, bukan demi kontak batin, ketahuilah, bersadhana demi menuntut kontak batin, Anda pun telah menyimpang. Jika Anda berkata, "Bersadhana, saya mau menekuni Dharma daya gaib." Anda menuntut daya gaib, Anda pun telah menyimpang, "Saya menekuni sadhana ini, saya mau bagaimana, bagaimana......" Kontak batin! Daya gaib! Menuntut Dharmabala! Semua akan menyimpang! Jangan menuntut, biarkan ia datang secara alami, Dharma ini termasuk Dharma alami. Jadi, menurut sabda Patriak VI, orang yang tersesat itu melekat pada Dharma.
Kita melatih diri, bukan demi apa-apa, kita demi bekal surgawi, kelak kita meninggal dunia, bisa ke Buddhaloka yang suci, juga bisa mencapai kebuddhaan dalam tubuh sekarang. Belajar Buddha demi bisa tiba di alam suci Buddhaloka, diri sendiri bisa mencapai kebuddhaan, ini yang terpenting. Jangan menuntut apa-apa, jangan menuntut, biarkan ia datang secara alami, barulah tidak melekat pada Dharma. Jika melekat pada daya gaib, maka akan menjadi Devadatta; pada zaman Sang Buddha masih hidup di dunia, Devadatta melekat pada daya gaib, ia terus menginginkan daya gaib, melekat pada Dharma, melekat pada daya gaib, akibatnya, jatuh ke neraka.
Juga ada orang yang melekat pada meditasi, saya setiap hari harus duduk. Di sini Patriak VI bersabda, "Terus-menerus berkata, "Selalu duduk tidak bergerak, hati tidak berpikiran apa-apa, itulah fokus menjalankan samadhi." Mengajari orang bermeditasi, tidak timbul pikiran, inikah yang disebut fokus menjalankan samadhi? Jika menjelaskan seperti ini, sama halnya tidak berperasaan. Apa itu tidak berperasaan? Batu itu tidak berperasaan, ia adalah benda mati, tidak bergerak, juga tidak ada pikiran, memangnya batu ini disebut fokus menjalankan samadhi, meditasi, orang yang menjelaskan seperti ini, justru tidak berperasaan, juga merupakan sebab-musabab yang merintangi jalan suci.
Kita fokus makan, fokus tidur, fokus meditasi, fokus melakukan Dharmabakti, itulah meditasi. (Hadirin tepuk tangan) Bukan menyuruh Anda selalu duduk di sana tidak bergerak, itulah melatih diri. Apakah melatih diri itu duduk tidak bergerak? Kalau begitu, batu pun sedang melatih diri! Semua batu duduk tidak bergerak, semua sedang melatih diri, bukan demikian, melatih diri tetap bergerak, tetap diam, bergerak dan diam harus pas, jangan melekat pada meditasi itu tidak begerak, Patriak VI bersabda ini adalah sebab-musabab yang merintangi jalan suci.
Bicara tentang "tidak bergerak", ada 2 cerita lucu. Ada tour Afrika sedang berwisata di Sichuan, menginap di hotel, kebetulan terjadi gempa dahsyat Wenchuan. Gempa hebat, hotel terbakar, sekawanan orang kulit hitam berlarian tanpa busana, begitu warga Wenchuan melihatnya, "Aduh! Hangus sedemikian rupa masih lari secepat itu." Ini adalah sebuah cerita lucu. Ada satu cerita lucu lagi, 4 nenek sedang main mahyong, gempa dahysat Wenchuan, berguncang hebat, 4 nenek berkata, "Masih mau main mahyong?" Seorang nenek berdiri dan berkata, "Saya lihat sebentar." Ia melihat di sekitar, "Biarkan saja, setiap gedung sedang berguncang, lebih baik kita lanjutkan permainan mahyong kita." Apakah ini disebut "tidak bergerak"? "Tidak bergerak" juga, pokoknya sedang gempa! Lari ke mana pun sama saja, ini adalah humor warga Wenchuan terhadap gempa bumi, pokoknya semua gedung sedang berguncang! Lanjutkan permainan mahyong.
Apa yang dimaksud hati lurus, yaitu jujur; apa yang dimaksud fokus menjalankan samadhi, yaitu meditasi. Patriak VI mengajari kita, jangan melekat pada meditasi, meditasi harus diterapkan dalam hidup sehari-hari, pangan, sandang, papan, transportasi, pendidikan, hiburan, semua boleh meditasi. Makan, Anda fokus makan, itulah meditasi; tidur, fokus tidur, itulah meditasi; melakukan Dharmabakti, fokus melakukan Dharmabakti, itulah meditasi; saat meditasi, terus lakukan dengan fokus, itulah meditasi. Duduk demikian, berdiri juga demikian, berbaring juga demikian, berjalan juga demikian, tidur juga demikian, semua sama, itu barulah meditasi yang sesungguhnya. Jika melekat pada duduk barulah meditasi, itu bukan meditasi, karena itu melekat, disebut batu, duduk, tidak berperasaan; jika menuntut daya gaib, itu melekat; jika menuntut kontak batin, juga melekat, karena benda ini akan datang secara alami, berdiri juga bisa datang, duduk juga bisa datang, berbaring juga bisa datang, semua bisa datang, datang secara alami. Menurut pandangan Patriak VI, asalkan berkonsentrasi, itulah fokus menjalankan samadhi, tidak peduli melakukan hal apapun. Jadi, kita sadhaka, jangan melekat, banyak hal jangan melekat.
Di dalam kitab Sutra Patriak VI juga mengatakan, menyingkirkan wujud ego, wujud aku disingkirkan; menyingkirkan wujud manusia, wujud insan juga disingkirkan; menyingkirkan wujud kehidupan, kita juga tidak perhitungan hidup berapa lama, yang penting kita hidup dengan luar biasa. Kita juga tidak melekat mau untung berapa banyak uang, yang penting cukup pakai; kita juga tidak melekat mau mendapatkan posisi apa, yang penting bekerja keras; kita juga tidak melekat kelak dapat mencapai tingkat Buddha, Bodhisattva, yang penting serius melatih diri, (hadirin tepuk tangan) ini disebut menyingkirkan kemelekatan. Yang disabdakan Sang Buddha, yaitu supaya kita menyingkirkan semua kemelekatan, asalkan fokus menjalankan samadhi, maka bisa mencapai pencerahan; jika melekat, itu adalah sebab-musabab merintangi kita untuk mencapai Dao. Sabda Patriak VI sangat jelas, orang yang tersesat melekat pada Dharma; orang yang tidak tersesat, tidak melekat pada Dharma
Jika melekat pada fokus menjalankan samadhi, selalu melekat pada meditasi, terus-menerus mengatakan "harus duduk tidak bergerak, tidak boleh timbul pikiran, ini barulah fokus menjalankan samadhi, orang yang menjelaskan seperti ini, ibarat batu yang tidak berperasaan, justru itulah sebab-musabab yang merintangi jalan suci. Jadi, saya nasihati semua umat Zhenfo Zong, ketika Anda semua sedang melatih diri, jangan melekat, yang penting berkonsentrasi, serius melatih diri, juga jangan menuntut apa-apa, segala sesuatu datang secara alami, biarkan ia muncul secara alami; sekali pun muncul, juga tidak melekat, ini barulah kebenaran sejati.
Kebenaran sejati dan tidak sejati, banyak bedanya, namun, orang biasa tidak bisa membedakannya; orang yang sedang melekat, apapun yang Anda katakan, ia juga tidak bisa terima. Di sini ada satu lagi yang tidak bisa Anda bedakan, sebenarnya, apa melatih diri yang sesungguhnya itu? Tidak boleh melekat, namun sesuai dengan bhavana kebenaran sejati, ini baru disebut Dharma sejati; jika melekat, maka akan menjadi Dharma sesat. "Sesat", justru karena Anda melekat, baru akan menjadi sesat, yang namanya masuk ke jalan Mara, itulah maksudnya. Buddha dan Mara hanya terpisahkan oleh satu garis tipis saja, terpisahkan oleh seruas garis, satu menjadi Buddha, satu lagi menjadi Mara. Mengapa menjadi Mara? Karena Mara adalah kemelekatan. Yang menjadi Buddha adalah bebas leluasa, tidak melekat; yang menjadi Mara, justru melekat. (Hadirin tepuk tangan)
Di Taiwan ada semacam biskuit namanya Laopobing (biskuit istri), apakah Laopobing itu gepeng panjang? Bulat? Gepeng? (Seseorang menjawab: itu biskuit lidah sapi.") Yang gepeng adalah biskuit lidah sapi? Benar! Benar! Biskuit lidah sapi itu panjang, Laopobing itu bulat, gepeng. Seseorang beli Laopobing, ia merasa Laopobing di setiap toko itu bulat, gepeng, mengapa Laopobing di toko yang satu ini dibuat lebih kecil, "Laopobing di toko lain lebih besar, mengapa Laopobing di toko Anda lebih kecil?" "Laopobing di toko saya ini lebih bagus." Pelanggan bertanya, "Mengapa?" "Karena kita adalah Xiaolaopo (istri muda)." Ia mengatakan istri muda, itu tidak jujur, sebagian besar bahan Laopobing itu sama, sama besar, mengapa di toko Anda lebih kecil? Jadi, ia sengaja mengatakan, "Toko kami tidak menjual Laopobing besar (biskuit istri tua), hanya jual Xiao Laopobing (biskuit istri muda)." Ini tidak jujur.
Ada lagi, di sini ada pilot, dulu sudah pernah cerita lucu tentang pilot, ada sebuah pesawat terbang mengalami kerusakan, semua penumpang disuruh, "Kalian dipersilahkan turun, pesawat terbang mengalami kerusakan, silahkan naik lagi jika sudah selesai diperbaiki." Lima menit kemudian, disiarkan lagi, seluruh penumpang dipersilahkan naik. Penumpang berkata pada pramugari, "Cepat sekali pesawat terbang diperbaiki, 5 menit saja sudah selesai." Pramugari berkata, "Sebenarnya, tidak diperbaiki juga, hanya ganti pilot yang berani mengendarai saja." Pilot kita mengatakan bahwa ia tidak pernah menemui masalah ini, ia juga sangat jujur, pilot kita sangat jujur, ia tidak pernah menemui masalah ini.
Ada sebuah cerita lucu! Tentang pesawat terbang. Orang Amerika sering menertawai wanita pirang, karena walaupun mereka cantik, namun, kurang bijaksana. Ada seorang wanita pirang beli tempat duduk di kabin kelas economy, namun ia duduk di kelas utama, first class, ia tidak mau beranjak, pesawat sudah mau terbang, pramugari menasihatinya, ia berkata, "No. I am so pretty. I am so beautiful." Jadi mau duduk di first class, pramugari menasihatnya, ia tetap tidak mau beranjak, lalu mendatangkan kepala kabin. Kepala kabin juga menasihatnya, ia berkata, "No. I am so beautiful." Jadi mau duduk di first class. Terakhir mendatangkan pilot, pilot sangat pintar, bertanya padanya, "Anda ini terbang ke mana?" "Saya ini terbang ke Los Angeles." "Kelas utama pesawat ini terbang ke New York, kabin kelas ekonomi baru terbang ke Los Angeles." Begitu wanita pirang ini mendengarnya, "Di sini terbang ke New York?" Ia pun pergi ke kabin kelas economy. Cerita lucu ini menertawai wanita pirang, walaupun cantik, tapi tak berotak. Orang lain bertanya pada pilot, "Pilot! Pilot! Anda hebat sekali! Kami tidak berhasil menasihatnya, Anda justru bisa." Pilot berkata, "Istri saya juga wanita pirang." Orang Amerika menertawai wanita pirang adalah penampilan yang cantik tapi kurang bijaksana.
Kita sadhaka, tentu harus bijaksana, tentu harus jujur, harus berhati lurus, harus bijaksana, harus jujur lagi, ini barulah hati lurus adalah tempat ibadah! Ini baru disebut hati lurus adalah alam suci! Jadi, kita harus sangat jujur dan lakukan dengan sungguh-sungguh, ini baru sesuai dengan sabda Patriak VI. Terima kasih semuanya. Om Mani Padme Hum.
Hati Lurus Adalah Alam Suci
(Intisari Ceramah Dharmaraja Liansheng Pada Upacara Homa Bhagawati Sitatapatra Tanggal 24 Juli 2010 di Taiwan Lei Tsang Temple)
Kutipan Sutra Altar Patriak VI minggu ini:
Patriak VI bersabda, "Kalyana-mitra! Ibarat apakah meditasi dan kebijaksanaan? Ibarat cahaya pelita. Ada pelita maka terang, tanpa pelita maka gelap. Pelita adalah benda dari cahaya, cahaya adalah fungsi dari pelita; walaupun namanya ada 2, namun adalah satu kesatuan. Dharma meditasi dan kebijaksanaan ini juga demikian."
Guru berceramah pada umat dengan bersabda, "Kalyana-mitra! Orang yang fokus menjalankan samadhi, di mana pun ia berjalan, berdiri, duduk, maupun berbaring, senantiasa berhati lurus. Vimalakirti-nirdesa-sutra bersabda, "Hati lurus adalah tempat ibadah, hati lurus adalah alam suci." Hati jangan berkelok-kelok, mulut pun bicara lurus; mulut mengatakan fokus menjalankan samadhi, namun tidak berhati lurus. Begitu berhati lurus, maka tidak melekat pada segala Dharma. Orang tersesat melekat pada Dharma, melekat pada fokus menjalankan meditasi, terus-menerus berkata, "Senantiasa duduk tidak bergerak, tidak berpikir apa-apa, itulah fokus menjalankan samadhi." Orang yang menjelaskan seperti demikian, sama dengan tidak berperasaan, malah menjadi sebab-musabab yang merintangi kebenaran."
※ ※ ※
Pertama-tama, sembah sujud pada Bhiksu Liaoming, Guru Sakya Zhengkong, Gyalwa Karmapa XVI, Guru Thubten Dhargye! Sembah sujud pada Triratna Mandala! Sembah sujud pada Adinata Homa Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra!
Gurudhara, Para Acarya, Dharmacarya, Lama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, Ketua Vihara, para umat se-Dharma, umat se-Dharma di internet, ada lagi tamu kehormatan kita -- my father and my sister, anggota parlemen Kabupaten Hualian, Komisaris Lembaga Pendidikan Wenxin Pei-xin Yang, anggota parlemen Kabupaten Nantou Zhuang Xu, Ketua Ormas Pemerintah Kabupaten Nantou Bpk. Jun-ping Xiong, pilot Eva Air Bpk. Wen-zhong Yang, selamat siang semuanya!
Hari ini Gurudhara tidak ada, Master Lian-xiang told me because Lian-xiang took care of grandson- Lu Hong to have a hair cut. Master Lian-xiang would not come to Taiwan Lei Tsang Temple. But Master Lian-xiang told me to say, "Hello!" to everybody. (Hadirin tepuk tangan)
Hari ini kita mengelar upacara homa Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra. Bhagawati Sitatapatra adalah sesosok Bhagawati yang dijelmakan dari cahaya di ubun-ubun Tathagata, (hadirin tepuk tangan) yidam yang satu ini sangat dihormati di Tantra Tibet, yidam yang satu ini dianggap seperti Bhagawati Usnisa Vijaya, Bodhisattva Sahasrabhujanetra Avalokitesvara yang memiliki Dharmabala untuk menghalangi dan menghentikan terjadinya segala bencana. Bhagawati yang satu ini dapat melimpahkan berkah, menganugrahi kebijaksanaan; dapat menghalangi dan menghentikan terjadinya segala bencana; menyingkirkan karma penyakit; dapat menuntun arwah terlahir di Buddhaloka yang bersih; dapat menyingkirkan segala musuh, oleh karena itu, Beliau adalah Bhagawati Sitatapatra yang memiliki Dharmabala luar biasa. (Hadirin tepuk tangan)
Dini hari ini, ketika bermeditasi, saya melihat di depan ada Bhagawati Sitatapatra, di belakang ada Yaochi Jinmu, masing-masing memancarkan cahaya terang-benderang, muncul di dalam samadhi. (Hadirin tepuk tangan) Cahaya yang terang-benderang ini sangat istimewa, seperti bulu burung. Bulu burung sangat lembut, sehelai demi sehelai sinar yang melengkung, sangat halus dan rapat, sangat halus, sangat rapat, sangat jelas, sangat terang. Nyatalah bahwa homa Bhagawati Anuttara Usnisa kita hari ini, para pendaftar dan hadirin, semua akan memperoleh pemberkatan terang dari Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra. (Hadirin tepuk tangan) Di sini kita berdoa: Bhagawati Anuttara Usnisa dapat mengabulkan semua harapan kita; karma penyakit sirna; bencana kita buyar; kebijaksanaan kita meningkat; harmonis dan rukun. (Hadirin tepuk tangan) Mohon Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra dalam puja api ini, memancarkan sinar terang-benderang menerangi umat Zhenfo Zong, menitahkan: segala harapan dapat tercapai dengan sempurna. (Hadirin tepuk tangan)
Kita bahas lagi mengenai Sutra Altar Patriak VI saya baca kutipan Sutra, Patriak VI bersabda, "Kalyana-mitra! Ibarat apakah meditasi dan kebijaksanaan? Ibarat cahaya pelita. Ada pelita maka terang, tanpa pelita maka gelap. Pelita adalah benda dari cahaya, cahaya adalah fungsi dari pelita; walaupun namanya ada 2, namun adalah satu kesatuan. Dharma meditasi dan kebijaksanaan ini juga demikian."
Guru berceramah pada umat dengan bersabda, "Kalyana-mitra! Orang yang fokus menjalankan samadhi, di mana pun ia berjalan, berdiri, duduk, maupun berbaring, senantiasa berhati lurus. Vimalakirti-nirdesa-sutra bersabda, "Hati lurus adalah tempat ibadah, hati lurus adalah alam suci." Hati jangan berkelok-kelok, mulut pun bicara lurus; mulut mengatakan fokus menjalankan samadhi, namun tidak berhati lurus. Begitu berhati lurus, maka tidak melekat pada segala Dharma. Orang tersesat melekat pada Dharma, melekat pada fokus menjalankan meditasi, terus-menerus berkata, "Senantiasa duduk tidak bergerak, tidak berpikir apa-apa, itulah fokus menjalankan samadhi." Orang yang menjelaskan seperti demikian, sama dengan tidak berperasaan, malah menjadi sebab-musabab yang merintangi kebenaran."
Yang disabdakan Patriak VI sangat mudah dimengerti, meditasi dan kebijaksanaan adalah satu, bukan dua, ibarat cahaya pelita, ada pelita baru ada cahaya, tanpa pelita maka tidak ada cahaya, pelita adalah benda, cahaya adalah fungsi. Kita harus mengerti, apa itu benda? Apa itu fungsi? Contoh, tubuh kita adalah benda, namun kita makan adalah fungsi, menggunakan tangan, mangkuk, sumpit, ini makan, yaitu fungsi. Sama seperti pelita, cahaya adalah fungsi pelita, tanpa pelita maka tidak ada cahaya, cahaya dan pelita adalah satu. Apa itu meditasi dan apa itu kebijaksanaan, keduanya bergabung, satu adalah pelita, satu adalah cahaya, kebijaksanaan adalah fungsi cahaya, meditasi adalah pelita, yaitu benda, jadi itu satu, bukan dua. Demikian penjelasan Patriak VI.
Patriak VI memberitahu lagi kita semua, apa yang dimaksud fokus menjalankan samadhi? Fokus menjalankan samadhi adalah setiap saat sangat fokus dan jujur melatih diri, inilah fokus menjalankan samadhi. Berjalan, berdiri, duduk, berbaring, berjalan laksana angin, duduk laksana lonceng, berbaring laksana busur; berbaring seperti busur; duduk seperti lonceng; berjalan seperti angin; saat berdiri, seperti sebatang cemara. Menurut Patriak VI, inilah "berhati lurus", apa itu "hati lurus"? Ada sebuah sutra bernama Vimilakirti-nirdesa-sutra, di dalamnya disebutkan, "hati lurus adalah tempat ibadah". Hati lurus ini sangat penting, apa yang dimaksud "hati lurus"? Bahasa modern-nya adalah jujur, Anda sangat jujur, jujur dalam melakukan apapun, tidak pernah berkelok-kelok.
Hati dan usus manusia, usus berkelok-kelok, tidak lurus, jika lurus, sarapan yang disantap tadi pagi, begitu turun, "Tung!" keluar lagi. Usus manusia berkelok-kelok, namun hati harus lurus, hati lurus berarti jujur. Kita harus jujur, jangan paginya mengatakan ini, malamnya mengatakan itu, plin-plan; hari ini mengatakan ini, besok mengatakan itu, itu tidak jujur lagi. Jika orang jujur, bicaranya sama. Selama 40 tahun, hati Mahaguru menyeberangkan insan, dan 40 tahun kemudian, hati Mahaguru menyeberangkan insan, adalah hati lurus. (Hadirin tepuk tangan) Saya tidak pernah berubah, 40 tahun yang lalu saya menyeberangkan insan seperti itu, 40 tahun kemudian juga menyeberangkan insan seperti itu, belum pernah berubah. Jika berubah, maka sudah berkelok, bengkok. Empat puluh tahun yang lalu, umat mendaftar atau upacara apapun, semua bersifat sukarela; 40 tahun kemudian, juga tidak pernah menetapkan tarif, tetap sukarela, (hadirin tepuk tangan) inilah yang disebut hati lurus. Begitulah jujur itu!
Awalnya, Yaochi Jinmu membuka mata batin saya, hingga hari ini, saya tetap menghormati Yaochi Jinmu, (hadirin tepuk tangan) tidak berubah. Empat puluh tahun kemudian, saya bersarana pada Bhiksu Liaoming, di antaranya, bersarana pada Guru Sakya Zhengkong, Gyalwa Karmapa, Guru Thubten Dhargye, keempat guru Tantra ini, selalu saya sebutkan dan saya junjung di atas kepala saya, (hadirin tepuk tangan) sama sekali tidak berubah, inilah hati lurus.
Yang namanya hati lurus adalah tempat ibadah, jujur! Agama Buddha justru mengajarkan kita untuk jujur. Jika Anda jujur, Anda juga alam suci! Anda tidak berkelok! Jika berkelok, orang lain akan meremehkan, prinsip yang sangat sederhana, karena Anda tidak jujur! Apa yang dikatakan hari ini, besok berubah lagi, lusa juga berubah lagi, berubah-ubah, seperti amuba, di mana sejuk di situlah ia pergi, di mana ada makanan di situlah ia pergi, ini berubah! Orang yang jujur, melatih diri ya melatih diri, tidak ada yang berubah dan tidak berubah, prinsip ini sangat sederhana.
Banyak orang di mulut mengatakan saya berhati lurus, jujur, kenyataannya, perilakunya bukan demikian, terutama, politikus, ketika pemilu, mulut buka banyak cek, sampai akhirnya, tidak ada selembar cek pun yang bisa dicairkan, inilah tidak jujur! Politikus demikian tidak boleh terpilih. Politikus yang datang ke tempat kita ini, semuanya jujur. (Hadirin tepuk tangan) Lihat, politikus lama yang tidak jujur itu telah lengser, aneh loh! Politikus jujur yang datang ke tempat kita ini telah diberkati, politikus tidak jujur telah lengser, aneh sekali. (Hadirin tepuk tangan)
Ada sebuah cerita lucu, ada sebuah negara merayakan Festival Songkran (festival siraman air), di Asia Tenggara ada Festival Songkran, pada Festival Songkran yang tersiram air dianggap sangat beruntung. Presiden negara ini duduk di dalam mobil sambil melihat-lihat Festival Songkran, wah! Di mana-mana sedang siram-menyiram air. Ajudan berkata pada presiden, "Ketika semua orang merayakan Festival Songkran, presiden juga akan turun bersukaria bersama rakyat, bersama-sama merayakan Festival Songkran." Begitu presiden mendengarkan ucapan Ajudan, lalu turun dari mobil. Berjalan! Berjalan! Tak lama kemudian loncat lagi ke dalam mobil. Ajudan berkata padanya, "Bukankah Festival Songkran? Semakin banyak tersiram air, maka semakin makmur! Mengapa Anda tidak mengikuti permainan Festival Songkran? Presiden berkata pada ajudan, "Mereka menyiram saya dengan air mendidih." Presiden ini tentu telah melakukan hal yang tidak baik, hal yang bengkok. Politikus juga harus jujur, presiden itu telah melakukan perbuatan tidak baik, rakyat tidak suka padanya, ia tidak royal kepada rakyat, rakyat pun tidak akan royal terhadapnya. Jadi, begitu melihat presiden turun bermain festival siraman air, mereka bergegas memasak air, menyiramnya dengan air mendidih. Presiden ini benar-benar sial!
Kita justru harus lurus, jujur, Mahaguru senantiasa jujur. (Hadirin tepuk tangan) Tidak seperti sebagian orang, mulutnya mengatakan saya jujur, begitu dikorek, wah! Sungguh seperti presiden Amerika Serikat -- Omama. (Pelafalannya mirip nama presiden A.S. Obama, yang berarti hitam kelam)
Mulut mengatakan fokus menjalankan samadhi, namun tidak berhati lurus. Jika berhati lurus, jangan melekat pada segala Dharma." Yang dikatakan Patriak VI sangat baik! Ia bersabda, sadhaka, jangan melekat pada segala Dharma. Mengapa? Karena sekali melekat, pasti akan keras kepala, sangat keras kepala maka tidak mudah mendengar yang positif; Anda tidak akan mendengar kata-kata positif yang diucapkan Guru Anda. Jangan melekat pada Dharma, sepertinya agak kontradiksi, bukankah menyuruh kita harus bersadhana setiap hari? Tapi tidak boleh melekat pada Dharma, apa artinya? Maksud Patriak VI adalah, kita bersadhana, bukan demi kontak batin, ketahuilah, bersadhana demi menuntut kontak batin, Anda pun telah menyimpang. Jika Anda berkata, "Bersadhana, saya mau menekuni Dharma daya gaib." Anda menuntut daya gaib, Anda pun telah menyimpang, "Saya menekuni sadhana ini, saya mau bagaimana, bagaimana......" Kontak batin! Daya gaib! Menuntut Dharmabala! Semua akan menyimpang! Jangan menuntut, biarkan ia datang secara alami, Dharma ini termasuk Dharma alami. Jadi, menurut sabda Patriak VI, orang yang tersesat itu melekat pada Dharma.
Kita melatih diri, bukan demi apa-apa, kita demi bekal surgawi, kelak kita meninggal dunia, bisa ke Buddhaloka yang suci, juga bisa mencapai kebuddhaan dalam tubuh sekarang. Belajar Buddha demi bisa tiba di alam suci Buddhaloka, diri sendiri bisa mencapai kebuddhaan, ini yang terpenting. Jangan menuntut apa-apa, jangan menuntut, biarkan ia datang secara alami, barulah tidak melekat pada Dharma. Jika melekat pada daya gaib, maka akan menjadi Devadatta; pada zaman Sang Buddha masih hidup di dunia, Devadatta melekat pada daya gaib, ia terus menginginkan daya gaib, melekat pada Dharma, melekat pada daya gaib, akibatnya, jatuh ke neraka.
Juga ada orang yang melekat pada meditasi, saya setiap hari harus duduk. Di sini Patriak VI bersabda, "Terus-menerus berkata, "Selalu duduk tidak bergerak, hati tidak berpikiran apa-apa, itulah fokus menjalankan samadhi." Mengajari orang bermeditasi, tidak timbul pikiran, inikah yang disebut fokus menjalankan samadhi? Jika menjelaskan seperti ini, sama halnya tidak berperasaan. Apa itu tidak berperasaan? Batu itu tidak berperasaan, ia adalah benda mati, tidak bergerak, juga tidak ada pikiran, memangnya batu ini disebut fokus menjalankan samadhi, meditasi, orang yang menjelaskan seperti ini, justru tidak berperasaan, juga merupakan sebab-musabab yang merintangi jalan suci.
Kita fokus makan, fokus tidur, fokus meditasi, fokus melakukan Dharmabakti, itulah meditasi. (Hadirin tepuk tangan) Bukan menyuruh Anda selalu duduk di sana tidak bergerak, itulah melatih diri. Apakah melatih diri itu duduk tidak bergerak? Kalau begitu, batu pun sedang melatih diri! Semua batu duduk tidak bergerak, semua sedang melatih diri, bukan demikian, melatih diri tetap bergerak, tetap diam, bergerak dan diam harus pas, jangan melekat pada meditasi itu tidak begerak, Patriak VI bersabda ini adalah sebab-musabab yang merintangi jalan suci.
Bicara tentang "tidak bergerak", ada 2 cerita lucu. Ada tour Afrika sedang berwisata di Sichuan, menginap di hotel, kebetulan terjadi gempa dahsyat Wenchuan. Gempa hebat, hotel terbakar, sekawanan orang kulit hitam berlarian tanpa busana, begitu warga Wenchuan melihatnya, "Aduh! Hangus sedemikian rupa masih lari secepat itu." Ini adalah sebuah cerita lucu. Ada satu cerita lucu lagi, 4 nenek sedang main mahyong, gempa dahysat Wenchuan, berguncang hebat, 4 nenek berkata, "Masih mau main mahyong?" Seorang nenek berdiri dan berkata, "Saya lihat sebentar." Ia melihat di sekitar, "Biarkan saja, setiap gedung sedang berguncang, lebih baik kita lanjutkan permainan mahyong kita." Apakah ini disebut "tidak bergerak"? "Tidak bergerak" juga, pokoknya sedang gempa! Lari ke mana pun sama saja, ini adalah humor warga Wenchuan terhadap gempa bumi, pokoknya semua gedung sedang berguncang! Lanjutkan permainan mahyong.
Apa yang dimaksud hati lurus, yaitu jujur; apa yang dimaksud fokus menjalankan samadhi, yaitu meditasi. Patriak VI mengajari kita, jangan melekat pada meditasi, meditasi harus diterapkan dalam hidup sehari-hari, pangan, sandang, papan, transportasi, pendidikan, hiburan, semua boleh meditasi. Makan, Anda fokus makan, itulah meditasi; tidur, fokus tidur, itulah meditasi; melakukan Dharmabakti, fokus melakukan Dharmabakti, itulah meditasi; saat meditasi, terus lakukan dengan fokus, itulah meditasi. Duduk demikian, berdiri juga demikian, berbaring juga demikian, berjalan juga demikian, tidur juga demikian, semua sama, itu barulah meditasi yang sesungguhnya. Jika melekat pada duduk barulah meditasi, itu bukan meditasi, karena itu melekat, disebut batu, duduk, tidak berperasaan; jika menuntut daya gaib, itu melekat; jika menuntut kontak batin, juga melekat, karena benda ini akan datang secara alami, berdiri juga bisa datang, duduk juga bisa datang, berbaring juga bisa datang, semua bisa datang, datang secara alami. Menurut pandangan Patriak VI, asalkan berkonsentrasi, itulah fokus menjalankan samadhi, tidak peduli melakukan hal apapun. Jadi, kita sadhaka, jangan melekat, banyak hal jangan melekat.
Di dalam kitab Sutra Patriak VI juga mengatakan, menyingkirkan wujud ego, wujud aku disingkirkan; menyingkirkan wujud manusia, wujud insan juga disingkirkan; menyingkirkan wujud kehidupan, kita juga tidak perhitungan hidup berapa lama, yang penting kita hidup dengan luar biasa. Kita juga tidak melekat mau untung berapa banyak uang, yang penting cukup pakai; kita juga tidak melekat mau mendapatkan posisi apa, yang penting bekerja keras; kita juga tidak melekat kelak dapat mencapai tingkat Buddha, Bodhisattva, yang penting serius melatih diri, (hadirin tepuk tangan) ini disebut menyingkirkan kemelekatan. Yang disabdakan Sang Buddha, yaitu supaya kita menyingkirkan semua kemelekatan, asalkan fokus menjalankan samadhi, maka bisa mencapai pencerahan; jika melekat, itu adalah sebab-musabab merintangi kita untuk mencapai Dao. Sabda Patriak VI sangat jelas, orang yang tersesat melekat pada Dharma; orang yang tidak tersesat, tidak melekat pada Dharma
Jika melekat pada fokus menjalankan samadhi, selalu melekat pada meditasi, terus-menerus mengatakan "harus duduk tidak bergerak, tidak boleh timbul pikiran, ini barulah fokus menjalankan samadhi, orang yang menjelaskan seperti ini, ibarat batu yang tidak berperasaan, justru itulah sebab-musabab yang merintangi jalan suci. Jadi, saya nasihati semua umat Zhenfo Zong, ketika Anda semua sedang melatih diri, jangan melekat, yang penting berkonsentrasi, serius melatih diri, juga jangan menuntut apa-apa, segala sesuatu datang secara alami, biarkan ia muncul secara alami; sekali pun muncul, juga tidak melekat, ini barulah kebenaran sejati.
Kebenaran sejati dan tidak sejati, banyak bedanya, namun, orang biasa tidak bisa membedakannya; orang yang sedang melekat, apapun yang Anda katakan, ia juga tidak bisa terima. Di sini ada satu lagi yang tidak bisa Anda bedakan, sebenarnya, apa melatih diri yang sesungguhnya itu? Tidak boleh melekat, namun sesuai dengan bhavana kebenaran sejati, ini baru disebut Dharma sejati; jika melekat, maka akan menjadi Dharma sesat. "Sesat", justru karena Anda melekat, baru akan menjadi sesat, yang namanya masuk ke jalan Mara, itulah maksudnya. Buddha dan Mara hanya terpisahkan oleh satu garis tipis saja, terpisahkan oleh seruas garis, satu menjadi Buddha, satu lagi menjadi Mara. Mengapa menjadi Mara? Karena Mara adalah kemelekatan. Yang menjadi Buddha adalah bebas leluasa, tidak melekat; yang menjadi Mara, justru melekat. (Hadirin tepuk tangan)
Di Taiwan ada semacam biskuit namanya Laopobing (biskuit istri), apakah Laopobing itu gepeng panjang? Bulat? Gepeng? (Seseorang menjawab: itu biskuit lidah sapi.") Yang gepeng adalah biskuit lidah sapi? Benar! Benar! Biskuit lidah sapi itu panjang, Laopobing itu bulat, gepeng. Seseorang beli Laopobing, ia merasa Laopobing di setiap toko itu bulat, gepeng, mengapa Laopobing di toko yang satu ini dibuat lebih kecil, "Laopobing di toko lain lebih besar, mengapa Laopobing di toko Anda lebih kecil?" "Laopobing di toko saya ini lebih bagus." Pelanggan bertanya, "Mengapa?" "Karena kita adalah Xiaolaopo (istri muda)." Ia mengatakan istri muda, itu tidak jujur, sebagian besar bahan Laopobing itu sama, sama besar, mengapa di toko Anda lebih kecil? Jadi, ia sengaja mengatakan, "Toko kami tidak menjual Laopobing besar (biskuit istri tua), hanya jual Xiao Laopobing (biskuit istri muda)." Ini tidak jujur.
Ada lagi, di sini ada pilot, dulu sudah pernah cerita lucu tentang pilot, ada sebuah pesawat terbang mengalami kerusakan, semua penumpang disuruh, "Kalian dipersilahkan turun, pesawat terbang mengalami kerusakan, silahkan naik lagi jika sudah selesai diperbaiki." Lima menit kemudian, disiarkan lagi, seluruh penumpang dipersilahkan naik. Penumpang berkata pada pramugari, "Cepat sekali pesawat terbang diperbaiki, 5 menit saja sudah selesai." Pramugari berkata, "Sebenarnya, tidak diperbaiki juga, hanya ganti pilot yang berani mengendarai saja." Pilot kita mengatakan bahwa ia tidak pernah menemui masalah ini, ia juga sangat jujur, pilot kita sangat jujur, ia tidak pernah menemui masalah ini.
Ada sebuah cerita lucu! Tentang pesawat terbang. Orang Amerika sering menertawai wanita pirang, karena walaupun mereka cantik, namun, kurang bijaksana. Ada seorang wanita pirang beli tempat duduk di kabin kelas economy, namun ia duduk di kelas utama, first class, ia tidak mau beranjak, pesawat sudah mau terbang, pramugari menasihatinya, ia berkata, "No. I am so pretty. I am so beautiful." Jadi mau duduk di first class, pramugari menasihatnya, ia tetap tidak mau beranjak, lalu mendatangkan kepala kabin. Kepala kabin juga menasihatnya, ia berkata, "No. I am so beautiful." Jadi mau duduk di first class. Terakhir mendatangkan pilot, pilot sangat pintar, bertanya padanya, "Anda ini terbang ke mana?" "Saya ini terbang ke Los Angeles." "Kelas utama pesawat ini terbang ke New York, kabin kelas ekonomi baru terbang ke Los Angeles." Begitu wanita pirang ini mendengarnya, "Di sini terbang ke New York?" Ia pun pergi ke kabin kelas economy. Cerita lucu ini menertawai wanita pirang, walaupun cantik, tapi tak berotak. Orang lain bertanya pada pilot, "Pilot! Pilot! Anda hebat sekali! Kami tidak berhasil menasihatnya, Anda justru bisa." Pilot berkata, "Istri saya juga wanita pirang." Orang Amerika menertawai wanita pirang adalah penampilan yang cantik tapi kurang bijaksana.
Kita sadhaka, tentu harus bijaksana, tentu harus jujur, harus berhati lurus, harus bijaksana, harus jujur lagi, ini barulah hati lurus adalah tempat ibadah! Ini baru disebut hati lurus adalah alam suci! Jadi, kita harus sangat jujur dan lakukan dengan sungguh-sungguh, ini baru sesuai dengan sabda Patriak VI. Terima kasih semuanya. Om Mani Padme Hum.
Rabu, 22 Februari 2012
Ganesha Devaraja
Dalam Tantrayana, Ganesha Devaraja adalah Jambhala Merah. Warna merah melambangkan hawa nafsu yang harus dikendalikan. Seperti halnya Jambhala2 yang lain, Beliau juga membawa seekor tikus hitam.
Menurut salah satu majalah yang vincent baca, Ganesha sangat berjodoh dengan tanah Jawa (ntah kenapa tidak dijelaskan). Pada beberapa vihara Tantra, sadhana Jambhala Merah dilakukan. Tapi nggak penah ikutan, ntah kenapa kok bisa nggak jodoh. Kalo ga salah pernah dilakukan upacara api homa Jambhala Merah beberapa kali.
Beliau pada awalnya merupakan anak dari Dewata Hindhu, yaitu Sivha. Setelah adanya ajarn Buddha, beliau (bersama beberapa deva Hindhu yang lain) menjadi Dhammapala.
Menurut salah satu majalah yang vincent baca, Ganesha sangat berjodoh dengan tanah Jawa (ntah kenapa tidak dijelaskan). Pada beberapa vihara Tantra, sadhana Jambhala Merah dilakukan. Tapi nggak penah ikutan, ntah kenapa kok bisa nggak jodoh. Kalo ga salah pernah dilakukan upacara api homa Jambhala Merah beberapa kali.
Beliau pada awalnya merupakan anak dari Dewata Hindhu, yaitu Sivha. Setelah adanya ajarn Buddha, beliau (bersama beberapa deva Hindhu yang lain) menjadi Dhammapala.
Kisah awal mula Ganesh Devaraja
Beliau juga dikenal sebagai Ganapati. Gana= rintangan, Pati= penguasa. Jadi arti dari Ganapati adalah penguasa segala rintangan. Para umat Hindhu sangat memujanya, terutama sebelum dilakukan upacara2 karena dipercaya Beliau dapat memusnahkan segala halangan, rintangan, godaan, dsb selama upacara berlangsung.
Berbagai kisah kelahiran Beliau banyak diceritakan. Tapi anggap saja ini dongeng yang nggak usah terlalu dihubungkan dengan Dharma ya (takut dimarahi Dhammapala, he he). Kisah yang paling terkenal adl sbb:
>> Saat Uma Devi (ibunya) sedang mandi, Beliau menciptakan boneka anak hanya sebagai lucu2an. Ternyata boneka tersebut benar2 hidup dan disuruh untuk menjaga pintu kamar mandi agar tidak seorangpun boleh masuk. Deva Shiva yang tidak tau hendak masuk ke kamar mandi dilarang keras oleh anak tsb. Akhirnya mrk berkelahi dan kpl anak tsb dipotong. Devi Uma (Parvati) menangis. lalu Deva Shiva (atas petunjuk Deva Vishnu dan bantuan darah Beliau) menyambung kepala anak itu dengan kepala gajah surgawi. Akhirnya jadilah Ganesha.
Beliau adalah adik dari Deva Kubera/ Kumara/ Skanda yang mengendarai seekor burung merak. Dalam Buddha, Skanda menjadi Dhammapala pelindung Dewi Kwam Im (Ada juga sih versi yang lain tentang Skanda).
Suatu saat Ganesha bertanding dengan kakaknya bahwa siapa yang paling cepat mengelilingi seluruh alam semesta mengendarai hewannya masing2 akan menjadi lebih dikenal drpd yg kalah. Kubera yang mengendarai merak tentu saja pasti lebih cepat. Ganesha dengan bijak mengelilingi kedua ortu mrk (Shiva dan Uma) dan mengatakan bahwa dengan mengelilingi mereka sama dengan mengelilingi seluruh semesta. Dengan demikian Ganesha menang (dan memang benar kan pemujaan Ganesha jauh lebih luas drpd Kubera). Dengan peristiwa ini, Ganesha sangat terkenal akan kebijaksanaannya.
Beliau juga pernah diberi hormat oleh Brahma (ntah krn peristiwa apa). Krn senang, Beliau menari2 dan posisi beliau yang demikian banyak dipatungkan atau digambar oleh para seniman.
Pemujaan untuk Ganesha
Menurut Hindhu, Ganesha hobi makan manisan yang dibawa di tanganNya semangkuk penuh. Sedangkan menurut tradisi Tantrayana, Beliau suka makan wortel.
Jambhala Merah menurut tradisi Tibet
Jambhala Merah (Sansekerta: Rakta Jambhala) merupakan makluk suci pemberi kesejahteraan yang sangat hebat, ajaran tersembunyi. Ajaran ini ditemukan kembali oleh Trapa Ngonshe Wangchug Bar (1012-1090), tertulis pada perkamen kuning yang disembunyikan di bawah pintu pusat kuil di Samye Chokor Ling. Penggambaran Ganesha: Berwajah tiga, berlengan enam dan empat kaki. Wajah kanan putih, kiri biru gelap, masing-masing memiliki tiga mata. Tiga tangan kanan memegang kait, permata, dan permata mirip mongoose (ga ngerti terjemahan dlm bhs Ind apa). Ketiga tangan kiri memegang semangkuk permata, laso, dan mongoose. Keempat kaki menginjak dua yaksa kemakmuran. Mimik menyiratkan kedamaian serta kemarahan, wujud gemuk dan bahagia, berkalung ular, berdiri di atas teratai dan lingkaran matahari.
Ps: Ajaran tersembunyi ditulis oleh Padmasambhava Mahaguru yang konon lahir saat Buddha mencapai parinibbana. Beliau memprediksikan bahwa banyak pustaka menghilang (dihancurkan) suatu saat nanti (menurut temanku, terjadi saat China menginvasi Tibet). Oleh sebab itu, Beliau menulis banyak sutra yang kemudian disembunyikan di dinding2 kuil dsb. Sutra Ganesha adl salah satunya.
Dalam bahasa Tibet disebut Tsog Gi Dag Po, Mar Po (The Red Lord of Hosts). Beliau oleh Sarma Tibet seringkali disebut sebagai emanasi dari Avalokiteshvara dan untuk beberapa kasus diasosiasikan dengan Chakrasamvara Tantra.
Mantra "Ganesha" : Om Gum Ganapatayei Namaha
Keterangan Singkat:
Ganesha dikenal dengan Kebijaksanaannya, dan juga sebagai Pelimpah segala Rejeki dan Keberuntungan.
Manfaat :
- Memohon Pelimpahan Rejeki dan Keberuntungan.
- Memohon Pelimpahan Kebijaksanaan dan Pengetahuan
Ganesha menurut tradisi Hindu beserta puja
Ganapati atau Ganesha adalah Penguasa Atas Kategori/ Gana, yaitu semua yang bisa dihitung atau dipahami, segala yang berada diantara makrokosmos dan mikrosmos. Di India disebut Vighneshvara atau Vighnaharta (Penguasa serta Penghancur segala rintangan). Masyarakat menyebahNya untuk memperoleh Siddhi dan Buddhi. Merupakan Deva pengajaran, pengetahuan dan kebijaksanaan, sastra, serta seni.
Ps (Dalam Ganesha Upanishad): Aku menyembahMu, Penguasa Kategori. Engkau adalah bentuk nyata dari Asas Dasar (Mungkin yang dimaksud adalah hukum karma). Engkau adalah pencipta, Engkau adalah pembawa, Engkau adalah pemusnah, Engkau adalah Keseluruhan Asas Dasar (Brahma) yang tidak pernah salah.
Beliau adalah makluk suci Tantra. Angka delapan suci bagiNya, berdasarkan kisah hidupNya diceritakan hubunganNya dengan delapan gajah jantan penjaga yang spt iblis, yaitu: Kamasura (cinta), Krodasura (kemarahan), Lobhasura (ketamakan), Mohasura (khayalan), Matasura (mabuk), Mamasura (ego), Abhimasura (attachment to life), dan Istasura (iblis pilihan sendiri).
Mantra Hindhu: Om Ganesha – ya Namah
SADHANA HINDHU
Visualisasi (dhyana) Ganesha saat meditasi:
Bayangkan sebuah pulau yang terbuat dari sembilan batu mulia; diterangi oleh cahaya bulan dari kejauhan; dihangatkan cahaya matahari subuh; disejukkan empat angin surgawi yang harum.
Sebuah taman yang wangi oleh kemanisan cendana dalam keadaan tertata sangat indah, rindang dan dialiri serta dibasahi oleh air surgawi semanis madu.
Di kejauhan bergetar gema lembut dari drum yang abadi. Di sana, di bawah salah satu pepohonan abadi yang sempurna, terdapat teratai primordial, dan Ganesha dengan perut yang besar, dengan satu gading serta sepuluh tangan, tawny dan bergermelapan, duduk di tengah segitiga yang terdapat di dalam heksagram, alas kakiNya adalah makluk berwajah singa.
Ps: 1. Menurut tradisi India, gading Ganesha yang sebelah kanan dipersembahkan kepada Gayatri Devi untuk melawan yaksa maha jahat. Para deva tidak sanggup melawannya dan menghimpun kekuatan sehingga muncullah Gayatri. Para deva menyumbangkan senjata merka masing2, seperti Vishnu (cakra) dan Indra (panah).
Teori dan Praktek dalam Buddhisme
Ivan Taniputera dipl. Ing.
Pengantar
Karya tulis ini dihasilkan karena keprihatinan penulis terhadap perselisihan yang terjadi di dunia Buddhis sehubungan dengan masalah teori dan praktek. Sebagian umat Buddha menyatakan bahwa praktek lebih penting dibandingkan teori, sehingga mereka tidak lagi bersedia mendalami ajaran Dharma lebih lanjut. Bahkan terjadi kecenderungan untuk melabeli orang lain yang tidak sepaham dengan mereka sebagai orang yang "hanya dapat berteori tanpa berpraktek." Jadi, apa yang dimaksud dengan "praktek" ini lalu dijadikan semacam alat untuk merendahkan orang lain. Sebaliknya, ada umat Buddha yang menyatakan bahwa teori lebih penting ketimbang praktek, atau dengan kata lain seseorang hendaknya mempelajari teorinya terlebih dahulu sebelum menjalankan praktek Buddhis. Tetapi, pandangan ini juga membawa efek samping, yakni dapat membuat seseorang terlena dan terus menerus mempelajari teori tanpa mempraktekkannya. Selain itu, tanpa dipraktekkan ajaran Buddhis dapat membawa pada kebingungan, pertanyaan ataupun spekulasi yang tidak bermanfaat, sebagaimana yang akan diulas dalam tulisan ini.
Dengan demikian, karya tulis ini dimaksudkan sebagai wahana untuk menempatkan teori dan praktek pada proporsinya yang benar, sebagaimana yang diajarkan oleh Buddha beserta para guru pewaris Jalan. Kita akan mengupas manakah yang lebih penting teori atau praktek dalam Buddhisme. Oleh karena merupakan penganut Buddhisme Mahayana-Tantrayana, penulis akan lebih banyak mengutip sutra Mahayana serta naskah-naskah Tantra.
1.Teori dan praktek mana yang lebih penting?
Ajaran Buddha yang secara umum mengandung aspek teoritis serta praktikal, bertujuan untuk membuat umat manusia dan semua makhluk berbahagia serta terbebas dari penderitaan. Kukai (774 - 835), seorang sesepuh aliran Shingon (Tantrayana) di Jepang menyatakan bahwa teori dan praktek adalah dua hal yang tak terpisahkan, seperti yang dinyatakan dalam kutipan berikut ini:
Buddhisme esoterik (Tantrayana) menurut Kukai, dibagi dua kategori, yakni: aspek teoritis (kyoso) dan aspek praktikal (jiso). Hal ini dapat diumpamakan dengan dua roda kereta atau sepasang sayap seekor burung (1)
Dengan demikian, teori dan praktek jelas sekali merupakan dua hal yang tak terpisahkan, khususnya bagi Buddhisme Vajrayana dan tentunya seluruh aliran Buddhisme secara umum. Jadi tidak ada yang lebih penting dibandingkan dengan yang lainnya. Berdasarkan analogi kereta dan burung di atas, apabila salah satu roda kereta lebih besar dibandingkan yang lain, maka kereta itu tidak akan dapat berjalan dengan baik. Hal yang sama berlaku pada seekor burung, jika salah satu sayapnya lebih besar dibandingkan yang lainnya, maka burung itu juga tidak dapat terbang dengan baik. Jadi teori dan praktek adalah dua hal yang tak terpisahkan dan harus dilakukan secara seimbang. Pada bagian selanjutnya akan diulas apakah yang akan terjadi bila terdapat ketidak-setimbangan di antara keduanya.
2.Teori atau intelektualisme mengabaikan praktek
Bagian ini akan membahas mengenai apakah yang dimaksud dengan berteori tetapi mengabaikan praktek, serta akibat-akibat buruknya bagi perjalanan spiritual seseorang. Myoe (abad ke-13), seseorang sesepuh aliran Kegon dan Shingon (Tantrayana) pernah mengatakan:
..., seseorang hendaknya belajar bila ada waktu luang. Namun apabila engkau hanya menyibukkan dirimu dengan studi intelektual, maka pikiranmu akan dilelahkan oleh sampah-sampah perbedaan doktrinal. Pada akhirnya, engkau akan terjerat ke arah itu, menjadi tidak tenang, dan benakmu hanya semata-mata disibukkan oleh buah-buah pikiran. Renungkan hal ini baik-baik (2)
Dengan demikian, teori dianggap telah mengabaikan praktek apabila pikiran seseorang hanya semata-mata dipenuhi oleh kebingungan. Salah satu wujud kebingungan itu, misalnya berhubungan dengan perbedaan doktrinal yang terjadi di antara berbagai sekte atau aliran Buddhisme. Kebingungan ini timbul karena Dharma hanya dipahami secara intelektual dan tidak dipraktekkan. Hal terburuk yang mungkin terjadi adalah timbulnya pandangan bahwa sekte atau alirannya sendiri yang paling benar; sedangkan yang lainnya adalah sesat. Sebagai contoh, adalah pandangan terhadap Buddha Amitabha yang populer dalam Buddhisme Mahayana. Ada sebagian orang yang mengkritik bahwa keyakinan terhadap Buddha Amitabha ini bertentangan dengan ajaran Buddha yang asli, sehingga dapat dianggap sebagai ajaran sesat. Mereka menggunakan kanon Pali sebagai acuan yang membantah eksistensi Buddha Amitabha beserta alam Sukhavati-nya. Namun, di dalam Buddhisme Mahayana sendiri, yang penting bukanlah Buddha Amitabha itu "ada" atau "tidak ada," melainkan metode praktek meditasinya. Dengan demikian, tidaklah penting, apakah Buddha Amitabha itu "eksis" atau "tidak." Membantah atau membuktikan eksistensi Buddha Amitabha dengan setumpuk bukti-bukti doktrinal atau intelektualisme merupakan sesuatu yang tidak tepat sasaran.
Efek samping berikutnya adalah timbulnya kebingungan terhadap ajaran Buddha, sehingga membangkitkan pertanyaan atau keraguan yang tidak perlu. Sebagai contoh adalah yang berkenaan dengan ritual memberi makan hantu kelaparan (preta), sebagaimana yang dipraktekkan oleh Buddhisme Mahayana (3) dan juga Theravada (4) Ada orang yang mempertanyakan apakah makanan yang dipersembahkan dapat benar-benar mencapai hantu kelaparan tersebut. Ini memang seolah-olah merupakan pertanyaan kritis, tetapi intisari ritual itu tidaklah terletak pada diterima atau tidaknya makanan persembahan pada para hantu kelaparan. Makna ritual ini sebenarnya terletak pada pembangkitan belas kasih dalam hati seseorang, yang peduli pada penderitaan makhluk lain. Ini dinyatakan oleh Buddha pada bagian akhir sutra tersebut:
Harapan bahwa dengan makanan ini semua orang akan beroleh usia panjang serta kedamaian. Dapat membangkitkan kemurnian dalam hati seseorang. Semua dewa akan senantiasa melindunginya, karena ia telah melakukan dana-paramita yang sempurna (5).
Jadi tata-cara ritual di atas, sesungguhnya adalah wujud pelaksanaan dana-paramita, yang tidak dapat dipahami berdasarkan pikiran intelek semata. Kebingungan itu selanjutnya dapat menimbulkan akibat buruk beserta keraguan atau sikap skeptis berlebihan terhadap Dharma. Bahkan akhirnya seseorang mungkin meninggalkan Dharma.
Seseorang mungkin pula menjadi sombong karena merasa telah memiliki banyak pengetahuan Dharma. Ia akan dengan mudah mencela orang lain yang dianggapnya tidak memiliki pengetahuan memadai. Padahal tingkat pencapaian spiritual tidaklah ditentukan oleh banyaknya pengetahuan yang dimiliki.
Dengan demikian, berdasarkan fakta-fakta di atas, secara ringkas pengabaian terhadap praktek dapat membawa akibat buruk sebagai berikut:
1.Timbulnya anggapan bahwa alirannya sendiri yang paling baik dan mencela aliran lain.
2.Timbul kebingungan dan keraguan terhadap Dharma.
3.Timbulnya pertanyaan yang tidak perlu.
4.Timbulnya kesombongan.
5.Meninggalkan Dharma.
Sebagai penutup, ada satu hal penting yang perlu diungkapkan di sini: penelaahan dan studi terhadap Dharma secara benar sesungguhnya adalah juga praktek Dharma. Ditinjau dari sudut pandang Mahayana, membaca sutra tanpa mengetahui artinya saja sudah merupakan tindakan terpuji, apalagi jika sanggup memahami maknanya. Jadi selama akibat-akibat buruk di atas tidak timbul, studi terhadap Dharma tidak dapat dikatakan berbeda dengan praktek.
3.Praktek mengabaikan teori atau intelektualisme
Hanya mementingkan praktek dan mengabaikan teori juga tidak akan membawa kemajuan spiritual, bahkan seseorang dapat terjerumus ke dalam jurang hambatan spiritual, seperti meyakini atau mempraktekkan sesuatu secara membuta, padahal apa yang disangkanya selaras dengan Ajaran Buddha itu justru bertentangan dengan Dharma. Oleh karena itu, Buddha pernah mengajarkan pada suku Kalama agar mempertimbangkan segala sesuatu masak-masak terlebih dahulu:
Oleh karena itu, warga suku Kalama, janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi, atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis di dalam kitab-kitab suci, juga apa yang dikatakan sesuai logika atau kesimpulan belaka, juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama, juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu atau karena ingin menghormati seorang pertapa yang menjadi gurumu... tetapi terimalah kalau engkau sudah membuktikannya sendiri... (6).
Berdasarkan kutipan di atas, jelas sekali bahwa Buddhisme juga mementingkan intelektualisme. Apa yang didengar atau dibaca hendaknya direnungkan terlebih dahulu dengan seksama. Di zaman globalisasi ini, banyak guru-guru dan ajaran palsu telah bermunculan, bahkan banyak yang mengusung label Buddhis. Oleh karena itu, melalui pemahaman terhadap ajaran yang benar, seseorang akan dapat dengan mudah mengenali guru-guru palsu tersebut dan tidak mempraktekkan ajarannya secara membuta.
Pemahaman yang baik merupakan dasar bagi kemajuan dalam praktek. Pada Sutra Seratus Perumpamaan, Buddha memaparkan kisah perumpamaan sebagai berikut:
Suatu kali ada orang bodoh yang pergi mengunjungi rumah kawannya. Sahabatnya itu menyuguhkan makanan pada tamunya. Karena makanannya ternyata hambar rasanya, tuan rumah menambahkan sedikit garam padanya. Orang bodoh yang menjadi tamu itu mencicipi masakannya kembali, dan merasa bahwa makanan itu sudah lebih enak. Ia berpikir bahwa rasa lezat itu berasal dari garam yang baru saja ditambahkan. Karena berpikir bahwa makanannya akan menjadi makin enak, ditambahkannya banyak garam. Kemudian orang bodoh itu makan lagi dengan perut kosong. Namun kemudian perutnya terasa tidak enak dan ia jatuh sakit (7)
Jadi jelas sekali, orang yang melakukan sesuatu tanpa dasar pemahaman yang benar, justru berpotensi merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Orang bodoh dalam kisah di atas tidak memahami bahwa garam hendaknya hanya ditambahkan secukupnya saja. Agar dapat mengetahui bahwa garam yang terlalu banyak justru merusak cita rasa makanan atau bahkan menyebabkan sakit perut, seseorang tidak perlu mengalami cerita di atas. Ia dapat belajar dari pengalaman orang lain atau menarik konsekuensi logis dari peristiwa lain yang terjadi di alam - bahwa segala sesuatu memerlukan keseimbangan. Dalam mempraktekkan meditasi Buddhis, seseorang hendaknya mempelajari terlebih dahulu secara seksama apa yang dimaksud dengan meditasi benar. Lebih jauh lagi, saat hendak melakukan perbuatan baik, seseorang juga harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan perbuatan baik yang benar. Dharma mengandung makna yang luas dan dalam sehingga tak akan selesai dipelajari hingga seseorang meninggal, oleh karena itu belajar Dharma seharusnya merupakan proses yang berkesinambungan. Jadi di samping praktek, seseorang juga seyogianya terus menerus mempelajari Dharma.
Orang yang terlalu mementingkan praktek dapat pula terjerumus ke dalam kesombongan. Ada beberapa wujud kesombongan yang mungkin timbul. Pertama-tama, karena melekat pada suatu bentuk praktek, ia barangkali merasa bahwa apa yang dijalaninya itu merupakan sesuatu yang paling unggul dan mulai mencela orang lain. Umpamanya dengan mengatakan, "Meditasiku adalah yang paling unggul dan tercepat dalam membawa seseorang pada pembebasan." Orang yang gemar melakukan perbuatan amal dapat pula terjerumus dalam kesombongan dengan berpikir, "Melakukan perbuatan amal jauh lebih baik daripada duduk bermeditasi seperti patung." Seluruh pemikiran di atas bertentangan dengan semangat Buddhisme, sehingga tidak mencerminkan buah praktek Dharma yang benar. Seseorang mungkin pula mencela orang lain yang tidak sepaham dengannya sebagai orang yang tidak berpraktek Dharma dengan benar. Padahal yang dijadikan acuan adalah diri sendiri atau ke"aku"annya. Jadi tolok ukur praktek orang lain adalah kesepahaman dengan dirinya. Ke"aku"an praktisi semacam ini justru menjadi semakin tinggi, sehingga melenceng dari semangat Buddhisme yang asli.
Lebih jauh lagi, sebelum seseorang menjalankan meditasi, perlu terlebih dahulu mengetahui dasar-dasarnya dengan baik. Sutra Shuragama menyebutkan potensi timbulnya hambatan psikofisikal, yang disebut dengan "iblis skandha." Secara keseluruhan terdapat lima kelompok hambatan psikofisikal ini (sesuai dengan panca-skandha), yang masing-masing dibagi lagi menjadi sepuluh jenis (secara keseluruhan ada 50). Berikut ini adalah kutipan dari Sutra Shurangama mengenai salah satu wujud "iblis" yang menyerang rupa-skandha:
Ananda, apabila saat itu seseorang yang dengan mendalam mengamati kegemilangan nan ajaib itu, maka keempat unsur tidak lagi bekerja, dan dengan segera tubuh akan sanggup mengatasi hambatan. Kondisi ini disebut "kegemilangan murni yang menyatu ke lingkungan sekelilingnya." Ini merupakan kondisi sementara dalam proses pelatihan diri dan tidak menandakan perealisasian mulia sama sekali. Bila ia tidak berpikir bahwa ia telah menjadi seorang suciwan, maka hal ini baik sekali. Tetapi bila ia memandang dirinya telah menjadi seorang suciwan, maka kondisi semacam itu mudah sekali jatuh ke dalam pengaruh iblis.
Dalam bermeditasi seseorang mudah sekali mengalami hal-hal yang "luar biasa," seperti melihat cahaya gemilang. Ini merupakan proses yang biasa dan sama sekali tidak menandakan suatu realisasi spiritual tingkat unggul. Tetapi, orang yang tidak mengerti barangkali akan merasa bahwa ia telah mencapai suatu tingkatan spritual yang tinggi. Pada kondisi kejiwaan semacam ini, mudah sekali baginya untuk bersikap sombong dan jatuh ke dalam pengaruh hambatan batiniah yang diistilahkan dengan "iblis" tersebut. Apabila seseorang tidak mempelajari sutra di atas terlebih dahulu, akan mudah baginya terjerat ke dalam pandangan salah yang pada akhirnya menimbulkan kesombongan. Oleh karena itu, studi sutra bukanlah sesuatu yang remeh atau tidak perlu. Seseorang yang meremehkan studi sutra, mudah sekali terjerat oleh kesalahan dalam berpraktek. Pentingnya mempelajari Dharma dapat dijumpai pula dalam Sutra Buddhavacana Maitreya Bodhisattva yang menyebutkan mengenai Pranidhana-Maha-Dasa atau Sepuluh Janji Utama yang terdiri dari:
1.Hormat kepada para Buddha
2.Memuji Buddha
3.Memuja Buddha
4.Bertobat
5.Ikut bergembira
6.Memohon kepada Buddha untuk memutarkan Roda Dharma
7.Memohon kepada Buddha untuk menetap di semesta
8.Tekun menuntut ajaran Buddha
9.Mengabdi kepada segala makhluk
10.Menyalurkan jasanya (8)
Silakan perhatikan janji utama keenam dan kedelapan, yang memohon agar Buddha senantiasa membabarkan Dharma serta ketekunan dalam mempelajari Dharma.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, kita dapat melihat akibat buruk pengabaian terhadap teori:
1.Timbulnya kesombongan (dirinya lebih hebat dari orang lain yang "tidak sepaham" dengannya atau merasa metode meditasinya yang terbaik serta paling benar)
2.Percaya sesuatu secara membuta (meyakini sepenuhnya perkataan seorang guru, orang yang dianggap bijaksana, atau yang tertulis pada sebuah buku)
3.Mudah jatuh ke dalam pandangan salah (iblis skandha)
4.Apa yang dipraktekkannya mungkin melenceng dari Dharma
4.Pandangan terhadap skolatisisme Buddhis
Dewasa ini minat terhadap Buddhisme semakin meningkat di dunia Barat, sehingga membangkitkan banyak sarjana Buddhis, seperti Paul Williams, David J. Kaluhapana, Thomas Cleary, John Blofeld, Peter Della Santina, Kogen Mizuno, dan lain sebagainya. Masing-masing berusaha menghadirkan Buddhisme sebagaimana adanya, tanpa diselimuti oleh sentimen keagamaan. Salah satu hal yang menjadi pokok bahasan para ahli Buddhologi adalah masalah otentisitas sutra-sutra Buddhis:
Terdapat bukti bahwa bangsa Tionghua secara khusus begitu terkesan pada sutra-sutra Mahayana, sehingga mereka mengarang sejumlah sutra "asli tapi palsu," yang beberapa di antaranya memainkan peranan penting dalam perkembangan Buddhisme Tiongkok. Mahaguru Zen Jepang yang bernama Dogen (abad ketigabelas), pada masa mudanya di Tiongkok, mencurigai bahwa Surangama Sutra (berbeda dengan Surangamasamadhi Sutra yang dianggap asli), salah satu sutra penting dalam Buddhisme Zen, bukanlah sutra otentik yang berasal dari India. Pandangan ini kini diterima oleh para sarjana pada umumnya.... Terlepas dari semua itu, tradisi pra-Mahayana menganggap bahwa seluruh sutra Mahayana adalah palsu! (9).
Para sarjana tersebut di atas membedah kitab suci Buddhisme dengan wahana intelektulitas dan kritik teks, sehingga sampai pada kesimpulan di atas. Memang benar, bahwa ditinjau dari segi historis serta kritik teks, naskah-naskah Mahayana diragukan keasliannya. Belakangan, ditemukan pula bukti bahwa kanon Pali yang lebih tua sekalipun juga mengalami evolusi, khususnya Vinaya Pitaka:
Ternyata kemurnian naskah Pali yang asli itu tidaklah seperti yang kita yakini sebelumnya. Terdapat bagian-bagian yang ditambahkan belakangan, seperti bagian Patimokkha Pali yang disebut Matika. Sutta-sutta menyebutkan bahwa bagian itu terdiri dari 150 butir aturan pelatihan, tanpa Aniyata dan Sekhiyavatta, yang ditambahkan belakangan setelah zaman penulisan sutta tersebut. Sementara itu, Vibhanga Pali, yang mengupas butir-butir aturan pelatihan diri dalam Patimokkha, menyebutkan mengenai persembahan yang diberikan umat pada cetiya. Ini memperlihatkan bahwa naskah ini berasal dari zaman yang lebih kemudian lagi, dimana cetiya telah menjadi tempat yang dianggap suci serta umat mulai terbiasa membawa persembahan ke sana. Contoh lain lagi adalah tercantumnya prosedur-prosedur yang harus dilakukan saat menghadapi perpecahan dalam sangha, tetapi ini bukanlah kebiasaan yang dianut Sang Buddha, karena para guru hendaknya berusaha mempersatukan kembali siswa-siswa mereka yang bertikai. Mereka seharusnya tidak menetapkan suatu metode yang justru makin memperlebar jurang perpecahan yang terjadi. Tambahan itu mungkin saja berasal dari para bhikkhu Mahavihara dan Abhayagirivihara di Srilanka yang terlibat perpecahan. Penulisan sabda-sabda lisan itu nampaknya tidak akan dilakukan oleh orang-orang yang berjiwa murni serta memiliki kesadaran penuh, karena kecerobohan tidak berlaku bagi mereka. Sehubungan dengan Kitab Vibhanga, tidaklah jelas apakah yang tertulis di sana adalah sabda-sabda Buddha sendiri ataukah berasal dari buah pemikiran penulisnya, karena terdapat pertentangan di dalamnya. Contoh kesalahan dalam Vibhanga adalah penjelasannya mengenai butir aturan bagi kain compang-camping lama (old rug), sebagaimana yang tercantum dalam butir aturan Nissaggiya Pacittiya, Kosiya-vagga 5. Penulis Vibhanga mendefinisikannya sebagai Jubah yang dikenakan hanya sekali. Padahal kain compang-camping itu seharusnya dipergunakan sebagai alas duduk dan bukannya dikenakan sebagai jubah. Warnanya saja berbeda dengan jubah yang biasa dikenakan oleh para bhikkhu. Kesalahan ini terjadi karena pada bagian sebelumnya ia baru saja membahas mengenai jubah lama (Nissaggiya Pacittiya, Civara-vagga 4), yang menyatakan bahwa jubah itu dianggap ama� apabila telah dikenakan sekali. Karena ceroboh ia menyalin begitu saja penjelasannya itu pada bagian selanjutnya (10).
Apa yang diungkapkan para sarjana itu adalah suatu fakta yang harus dihadapi oleh umat Buddha. Tetapi apakah fakta-fakta seperti itu akan menjadi serangan terhadap Buddhisme atau meruntuhkan keyakinan umat Buddha? Bila fakta semacam itu sanggup diposisikan dengan benar, tentu saja tidak akan berpengaruh terhadap keyakinan umat Buddha, karena pandangan Buddhis terhadap otentisitas jauh berbeda dengan tolok ukur para ahli Buddhologi tersebut. Umat Buddha memandang otensitas dari segi substansi atau isi suatu teks Buddhis. Jadi kendati suatu teks atau naskah yang dikatakan disabdakan oleh Buddha ternyata berasal dari masa ratusan atau ribuan tahun sesudah Buddha memasuki nirvana, tetapi apabila isinya selaras dengan semangat asli Buddhisme, ia tetap dianggap "otentik." Dalam salah satu kisah Zen disebutkan mengenai seorang guru yang membawa muridnya memandangi sebuah lukisan yang indah karya seniman ternama. Murid itu sangat mengabumi mahakarya seni tersebut. Ketika diberitahu bahwa karya itu sesungguhnya bukan karya asli seniman tersebut, sang murid menjadi kecewa. Namun gurunya mengatakan, "Karya asli seniman terkemuka itu atau bukan, toh engkau telah mengagumi keindahannya."
Dengan demikian, hasil penelitian para sarjana Buddhologi, bukanlah ancaman bagi Buddhisme; bahkan sebaliknya memberikan nuansa baru bagi umat Buddha dalam memahami sejarah asal mula agamanya. Banyak ajaran dalam naskah-naskah Buddhis yang dapat dipahami lebih baik dengan metode kritik teks serta hermeneutika, yakni menempatkan naskah itu pada konteks zamannya. Untuk itu diperlukanlah disiplin ilmu Barat, sehingga skolatisisme menjadi sesuatu yang kompatibel dan saling melengkapi dengan Buddhisme tradisional. Seseorang dapat menjadi seorang praktisi atau umat Buddha yang baik dan sekaligus seorang sarjana yang senantiasa mengedepankan metode ilmiah dalam mengulas sesuatu.
Ada sebagian orang yang menyatakan bahwa, skolatisisme Buddhis tidak mendatangkan manfaat, karena tidak membawa seseorang pada praktek Dharma. Pandangan ini tidak dapat dibenarkan, karena tujuan skolatisisme atau kajian ilmiah terhadap Buddhisme tidak dimaksudkan sebagai kegiatan spiritual. Dengan demikian, argumen yang menentang skolatisisme di atas tidak tepat, karena tujuan keduanya saja sudah berbeda. Skolatisisme ditujukan untuk mempelajari suatu ajaran secara ilmiah, sehingga setidaknya dapat diketahui bagaimana sejarah perkembangannya dari masa ke masa; sebaliknya, praktek Dharma merupakan kegiatan spiritual yang ditujukan untuk membimbing seseorang makin dekat pada pembebasan. Bila skolatisisme dianggap tidak bermanfaat, maka mempelajari cabang-cabang sains yang lain (fisika, kimia, biologi, dan lain sebagainya) juga harus dianggap tidak berguna (dengan alasan bahwa mempelajari sains juga tidak membawa seseorang pada praktek Dharma). Pandangan seperti itu jelas tidak sesuai bagi dunia modern dan dapat menimbulkan kesalah-pahaman bahwa Buddhisme bersikap anti-sains. Kajian ilmiah terhadap Buddhisme merupakan sesuatu yang berbeda dan tidak dapat dicampur adukkan dengan kegiatan spiritual Buddhis. Masing-masing harus memiliki ruang lingkupnya sendiri-sendiri dan tidak dapat dicampur-adukkan. Bagi seseorang yang hidup di muka bumi ini dan masih terjun di tengah-tengah masyarakat, harus terjadi keseimbangan antara praktek Dharma dan aktifitas duniawi. Menyatakan bahwa praktek Dharma adalah yang terpenting dan mengabaikan kegiatan duniawi, juga merupakan pandangan ekstrim yang bertentangan dengan Buddhisme. Bahkan seorang rohaniwan Buddhis terkadang juga masih berkutat dalam kegiatan-kegiatan duniawi.
Sampai di sini, dapat disimpulkan bahwa tujuan seseorang mempelajari Dharma ada dua macam: sebagai penunjang praktek (spiritual) dan sebagai kajian ilmiah (skolatisisme). Mempelajari Buddhisme sebagai kajian ilmiah semata sesungguhnya juga merupakan jalan menuju Kebuddhaan, seperti yang dinyatakan dalam Sutra Saddharmapundarika bab II:
Jika terdapat seseorang dengan pikiran kalut
Memasuki stupa ataupun candi
Dan Menangis meskipun hanya mengucapkan Namah Buddha (Terpujilah Buddha)
Ia telah menapaki Jalan Kebuddhaan.
Berdasarkan kutipan di atas, seseorang yang sekalipun dengan pikiran kacau mengucapkan nama Buddha, dikatakan telah menapaki jalan menuju Kebuddhaan. Oleh karena itu, seorang sarjana yang mempelajari Buddhisme, kendati hanya demi kajian ilmiah semata, seharusnya juga dapat dianggap telah mengikat jodoh karma dengan Kebuddhaan. Dengan demikian, skolatisisme bukanlah sesuatu yang tercela atau dianggap remeh; bahkan dapat pula dianggap sebagai bagian praktek Dharma. Meskipun seorang sarjana Buddhologi belum membawa apa yang dipelajarinya ke dalam tataran praktek spiritual, tetap saja ia dapat dikatakan telah "berpraktek."
5.Teori dan praktek - Realita nan tunggal
Di dalam Sutra Samdhinirmocana dinyatakan:
Ajaran Buddha adalah terlepas dari jangkauan dari bahasa/ kata-kata, dan ia terbebas pula dari dualisme. Kedalamannya berada di luar jangkauan pemahaman orang bodoh. Di dalam pandangan salah yang mereka anut, orang-orang bodoh menyenangi dualisme serta menumpukan kepercayaan pada kata-kata [semata].
Buddhisme mengajarkan bahwa kata-kata semata tidaklah mewakili hakekat atau esensi sejati segala sesuatu. Kata-kata atau bahasa adalah semata-mata wahana yang diciptakan guna mengomunikasikan "sesuatu" pada orang lain; tetapi ia bukanlah "sesuatu" itu sendiri. Karena terbebas dari batasan kata-kata, Realita Terunggul juga terbebas dari dualisme. Dengan demikian, teori dan praktek apabila ditinjau dari sudut Realita Terunggul bukanlah sesuatu yang berbeda atau bertentangan. Mempertentangkan teori dan praktek jelas bertolak bekang dengan makna sejati Buddhisme, karena sesungguhnya kedua hal itu adalah suatu kesatuan "kedemikianan segala sesuatu" (tathata) yang tak terpisahkan dalam dharmadatu. Jadi tidak ada "teori" dan juga tidak ada "praktek," karena semuanya adalah wujud konsep-konsep atau gagasan berupa kata-kata yang bermain dalam benak seseorang. Teori adalah praktek dan praktek juga adalah teori.
CATATAN KAKI
(1) Kukai Major Works, halaman 76.
(2) Shingon Refractions, halaman 276.
(3) Lihat Sutra Dharani Penolong Hantu Kelaparan dengan Mulut Berapi yang Disabdakan Buddha (Sansekerta: Pretamukhanijvalayasarakaradharanisutra; Mandarin: Foshuojiubayankoueguituoluonijing) - Taisho Tripitaka 1313.
(4) Lihat Tirokuddha Sutta.
(5) Terjemahan dari bahasa Mendarin.
(6) Kalama Sutta.
(7) Sutra Seratus Perumpamaan, kisah pertama.
(8) Dharma Pitaka halaman 272.
(9) Mahayana Buddhism halaman 39.
(10) The Entrance to the Vinaya: Vinayamukha, volume one, halaman x - xi.
Daftar Pustaka
Dharma Pitaka, Sangha Mahayana Indonesia
Hakeda, Yoshito S. Kukai Major Works: Translated, with an Account of His Life and a Study of His Thought, Columbia University Press, New York, 1972.
Keenan, John P. The Scripture on the Explication of Underying Meaning, Numata Center, 2000 (Catatan: terjemahan bahasa Inggris bagi Sutra Samdhinirmocana)
Sadakata, Akira. Buddhist Cosmology: Philosophy and Origins, Kosei Publishing Co., Tokyo, 2004.
Tanahashi, Kazuaki & Levitt, Peter. A Flock of Fools: Ancient Buddhist Tales of Wisdom and Laughter From The One Hundred Parable Sutra, Grove Press, 2004 (Catatan: terjemahan bahasa Inggris bagi Sutra Seratus Perumpamaan).
Unno, Mark. Shingon Refractions: Myoe and the Mantra of Light, Wisdom Publications, Boston, 2004.
Vajirananavarorasa, Phra. The Entrance to The Vinaya: Vinayamukha vol. 1, Mahamakutarajavidyalaya, Bangkok, 1992.
Watson, Burton. The Lotus Sutra, Columbia University Press, New York, 1993 (Catatan: terjemahan bahasa Inggris bagi Sutra Saddharmapundarika).
William, Paul. Mahayana Buddhism: The Doctrinal Foundations, Rotledge, London, 1989.
Pengantar
Karya tulis ini dihasilkan karena keprihatinan penulis terhadap perselisihan yang terjadi di dunia Buddhis sehubungan dengan masalah teori dan praktek. Sebagian umat Buddha menyatakan bahwa praktek lebih penting dibandingkan teori, sehingga mereka tidak lagi bersedia mendalami ajaran Dharma lebih lanjut. Bahkan terjadi kecenderungan untuk melabeli orang lain yang tidak sepaham dengan mereka sebagai orang yang "hanya dapat berteori tanpa berpraktek." Jadi, apa yang dimaksud dengan "praktek" ini lalu dijadikan semacam alat untuk merendahkan orang lain. Sebaliknya, ada umat Buddha yang menyatakan bahwa teori lebih penting ketimbang praktek, atau dengan kata lain seseorang hendaknya mempelajari teorinya terlebih dahulu sebelum menjalankan praktek Buddhis. Tetapi, pandangan ini juga membawa efek samping, yakni dapat membuat seseorang terlena dan terus menerus mempelajari teori tanpa mempraktekkannya. Selain itu, tanpa dipraktekkan ajaran Buddhis dapat membawa pada kebingungan, pertanyaan ataupun spekulasi yang tidak bermanfaat, sebagaimana yang akan diulas dalam tulisan ini.
Dengan demikian, karya tulis ini dimaksudkan sebagai wahana untuk menempatkan teori dan praktek pada proporsinya yang benar, sebagaimana yang diajarkan oleh Buddha beserta para guru pewaris Jalan. Kita akan mengupas manakah yang lebih penting teori atau praktek dalam Buddhisme. Oleh karena merupakan penganut Buddhisme Mahayana-Tantrayana, penulis akan lebih banyak mengutip sutra Mahayana serta naskah-naskah Tantra.
1.Teori dan praktek mana yang lebih penting?
Ajaran Buddha yang secara umum mengandung aspek teoritis serta praktikal, bertujuan untuk membuat umat manusia dan semua makhluk berbahagia serta terbebas dari penderitaan. Kukai (774 - 835), seorang sesepuh aliran Shingon (Tantrayana) di Jepang menyatakan bahwa teori dan praktek adalah dua hal yang tak terpisahkan, seperti yang dinyatakan dalam kutipan berikut ini:
Buddhisme esoterik (Tantrayana) menurut Kukai, dibagi dua kategori, yakni: aspek teoritis (kyoso) dan aspek praktikal (jiso). Hal ini dapat diumpamakan dengan dua roda kereta atau sepasang sayap seekor burung (1)
Dengan demikian, teori dan praktek jelas sekali merupakan dua hal yang tak terpisahkan, khususnya bagi Buddhisme Vajrayana dan tentunya seluruh aliran Buddhisme secara umum. Jadi tidak ada yang lebih penting dibandingkan dengan yang lainnya. Berdasarkan analogi kereta dan burung di atas, apabila salah satu roda kereta lebih besar dibandingkan yang lain, maka kereta itu tidak akan dapat berjalan dengan baik. Hal yang sama berlaku pada seekor burung, jika salah satu sayapnya lebih besar dibandingkan yang lainnya, maka burung itu juga tidak dapat terbang dengan baik. Jadi teori dan praktek adalah dua hal yang tak terpisahkan dan harus dilakukan secara seimbang. Pada bagian selanjutnya akan diulas apakah yang akan terjadi bila terdapat ketidak-setimbangan di antara keduanya.
2.Teori atau intelektualisme mengabaikan praktek
Bagian ini akan membahas mengenai apakah yang dimaksud dengan berteori tetapi mengabaikan praktek, serta akibat-akibat buruknya bagi perjalanan spiritual seseorang. Myoe (abad ke-13), seseorang sesepuh aliran Kegon dan Shingon (Tantrayana) pernah mengatakan:
..., seseorang hendaknya belajar bila ada waktu luang. Namun apabila engkau hanya menyibukkan dirimu dengan studi intelektual, maka pikiranmu akan dilelahkan oleh sampah-sampah perbedaan doktrinal. Pada akhirnya, engkau akan terjerat ke arah itu, menjadi tidak tenang, dan benakmu hanya semata-mata disibukkan oleh buah-buah pikiran. Renungkan hal ini baik-baik (2)
Dengan demikian, teori dianggap telah mengabaikan praktek apabila pikiran seseorang hanya semata-mata dipenuhi oleh kebingungan. Salah satu wujud kebingungan itu, misalnya berhubungan dengan perbedaan doktrinal yang terjadi di antara berbagai sekte atau aliran Buddhisme. Kebingungan ini timbul karena Dharma hanya dipahami secara intelektual dan tidak dipraktekkan. Hal terburuk yang mungkin terjadi adalah timbulnya pandangan bahwa sekte atau alirannya sendiri yang paling benar; sedangkan yang lainnya adalah sesat. Sebagai contoh, adalah pandangan terhadap Buddha Amitabha yang populer dalam Buddhisme Mahayana. Ada sebagian orang yang mengkritik bahwa keyakinan terhadap Buddha Amitabha ini bertentangan dengan ajaran Buddha yang asli, sehingga dapat dianggap sebagai ajaran sesat. Mereka menggunakan kanon Pali sebagai acuan yang membantah eksistensi Buddha Amitabha beserta alam Sukhavati-nya. Namun, di dalam Buddhisme Mahayana sendiri, yang penting bukanlah Buddha Amitabha itu "ada" atau "tidak ada," melainkan metode praktek meditasinya. Dengan demikian, tidaklah penting, apakah Buddha Amitabha itu "eksis" atau "tidak." Membantah atau membuktikan eksistensi Buddha Amitabha dengan setumpuk bukti-bukti doktrinal atau intelektualisme merupakan sesuatu yang tidak tepat sasaran.
Efek samping berikutnya adalah timbulnya kebingungan terhadap ajaran Buddha, sehingga membangkitkan pertanyaan atau keraguan yang tidak perlu. Sebagai contoh adalah yang berkenaan dengan ritual memberi makan hantu kelaparan (preta), sebagaimana yang dipraktekkan oleh Buddhisme Mahayana (3) dan juga Theravada (4) Ada orang yang mempertanyakan apakah makanan yang dipersembahkan dapat benar-benar mencapai hantu kelaparan tersebut. Ini memang seolah-olah merupakan pertanyaan kritis, tetapi intisari ritual itu tidaklah terletak pada diterima atau tidaknya makanan persembahan pada para hantu kelaparan. Makna ritual ini sebenarnya terletak pada pembangkitan belas kasih dalam hati seseorang, yang peduli pada penderitaan makhluk lain. Ini dinyatakan oleh Buddha pada bagian akhir sutra tersebut:
Harapan bahwa dengan makanan ini semua orang akan beroleh usia panjang serta kedamaian. Dapat membangkitkan kemurnian dalam hati seseorang. Semua dewa akan senantiasa melindunginya, karena ia telah melakukan dana-paramita yang sempurna (5).
Jadi tata-cara ritual di atas, sesungguhnya adalah wujud pelaksanaan dana-paramita, yang tidak dapat dipahami berdasarkan pikiran intelek semata. Kebingungan itu selanjutnya dapat menimbulkan akibat buruk beserta keraguan atau sikap skeptis berlebihan terhadap Dharma. Bahkan akhirnya seseorang mungkin meninggalkan Dharma.
Seseorang mungkin pula menjadi sombong karena merasa telah memiliki banyak pengetahuan Dharma. Ia akan dengan mudah mencela orang lain yang dianggapnya tidak memiliki pengetahuan memadai. Padahal tingkat pencapaian spiritual tidaklah ditentukan oleh banyaknya pengetahuan yang dimiliki.
Dengan demikian, berdasarkan fakta-fakta di atas, secara ringkas pengabaian terhadap praktek dapat membawa akibat buruk sebagai berikut:
1.Timbulnya anggapan bahwa alirannya sendiri yang paling baik dan mencela aliran lain.
2.Timbul kebingungan dan keraguan terhadap Dharma.
3.Timbulnya pertanyaan yang tidak perlu.
4.Timbulnya kesombongan.
5.Meninggalkan Dharma.
Sebagai penutup, ada satu hal penting yang perlu diungkapkan di sini: penelaahan dan studi terhadap Dharma secara benar sesungguhnya adalah juga praktek Dharma. Ditinjau dari sudut pandang Mahayana, membaca sutra tanpa mengetahui artinya saja sudah merupakan tindakan terpuji, apalagi jika sanggup memahami maknanya. Jadi selama akibat-akibat buruk di atas tidak timbul, studi terhadap Dharma tidak dapat dikatakan berbeda dengan praktek.
3.Praktek mengabaikan teori atau intelektualisme
Hanya mementingkan praktek dan mengabaikan teori juga tidak akan membawa kemajuan spiritual, bahkan seseorang dapat terjerumus ke dalam jurang hambatan spiritual, seperti meyakini atau mempraktekkan sesuatu secara membuta, padahal apa yang disangkanya selaras dengan Ajaran Buddha itu justru bertentangan dengan Dharma. Oleh karena itu, Buddha pernah mengajarkan pada suku Kalama agar mempertimbangkan segala sesuatu masak-masak terlebih dahulu:
Oleh karena itu, warga suku Kalama, janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi, atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis di dalam kitab-kitab suci, juga apa yang dikatakan sesuai logika atau kesimpulan belaka, juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama, juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu atau karena ingin menghormati seorang pertapa yang menjadi gurumu... tetapi terimalah kalau engkau sudah membuktikannya sendiri... (6).
Berdasarkan kutipan di atas, jelas sekali bahwa Buddhisme juga mementingkan intelektualisme. Apa yang didengar atau dibaca hendaknya direnungkan terlebih dahulu dengan seksama. Di zaman globalisasi ini, banyak guru-guru dan ajaran palsu telah bermunculan, bahkan banyak yang mengusung label Buddhis. Oleh karena itu, melalui pemahaman terhadap ajaran yang benar, seseorang akan dapat dengan mudah mengenali guru-guru palsu tersebut dan tidak mempraktekkan ajarannya secara membuta.
Pemahaman yang baik merupakan dasar bagi kemajuan dalam praktek. Pada Sutra Seratus Perumpamaan, Buddha memaparkan kisah perumpamaan sebagai berikut:
Suatu kali ada orang bodoh yang pergi mengunjungi rumah kawannya. Sahabatnya itu menyuguhkan makanan pada tamunya. Karena makanannya ternyata hambar rasanya, tuan rumah menambahkan sedikit garam padanya. Orang bodoh yang menjadi tamu itu mencicipi masakannya kembali, dan merasa bahwa makanan itu sudah lebih enak. Ia berpikir bahwa rasa lezat itu berasal dari garam yang baru saja ditambahkan. Karena berpikir bahwa makanannya akan menjadi makin enak, ditambahkannya banyak garam. Kemudian orang bodoh itu makan lagi dengan perut kosong. Namun kemudian perutnya terasa tidak enak dan ia jatuh sakit (7)
Jadi jelas sekali, orang yang melakukan sesuatu tanpa dasar pemahaman yang benar, justru berpotensi merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Orang bodoh dalam kisah di atas tidak memahami bahwa garam hendaknya hanya ditambahkan secukupnya saja. Agar dapat mengetahui bahwa garam yang terlalu banyak justru merusak cita rasa makanan atau bahkan menyebabkan sakit perut, seseorang tidak perlu mengalami cerita di atas. Ia dapat belajar dari pengalaman orang lain atau menarik konsekuensi logis dari peristiwa lain yang terjadi di alam - bahwa segala sesuatu memerlukan keseimbangan. Dalam mempraktekkan meditasi Buddhis, seseorang hendaknya mempelajari terlebih dahulu secara seksama apa yang dimaksud dengan meditasi benar. Lebih jauh lagi, saat hendak melakukan perbuatan baik, seseorang juga harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan perbuatan baik yang benar. Dharma mengandung makna yang luas dan dalam sehingga tak akan selesai dipelajari hingga seseorang meninggal, oleh karena itu belajar Dharma seharusnya merupakan proses yang berkesinambungan. Jadi di samping praktek, seseorang juga seyogianya terus menerus mempelajari Dharma.
Orang yang terlalu mementingkan praktek dapat pula terjerumus ke dalam kesombongan. Ada beberapa wujud kesombongan yang mungkin timbul. Pertama-tama, karena melekat pada suatu bentuk praktek, ia barangkali merasa bahwa apa yang dijalaninya itu merupakan sesuatu yang paling unggul dan mulai mencela orang lain. Umpamanya dengan mengatakan, "Meditasiku adalah yang paling unggul dan tercepat dalam membawa seseorang pada pembebasan." Orang yang gemar melakukan perbuatan amal dapat pula terjerumus dalam kesombongan dengan berpikir, "Melakukan perbuatan amal jauh lebih baik daripada duduk bermeditasi seperti patung." Seluruh pemikiran di atas bertentangan dengan semangat Buddhisme, sehingga tidak mencerminkan buah praktek Dharma yang benar. Seseorang mungkin pula mencela orang lain yang tidak sepaham dengannya sebagai orang yang tidak berpraktek Dharma dengan benar. Padahal yang dijadikan acuan adalah diri sendiri atau ke"aku"annya. Jadi tolok ukur praktek orang lain adalah kesepahaman dengan dirinya. Ke"aku"an praktisi semacam ini justru menjadi semakin tinggi, sehingga melenceng dari semangat Buddhisme yang asli.
Lebih jauh lagi, sebelum seseorang menjalankan meditasi, perlu terlebih dahulu mengetahui dasar-dasarnya dengan baik. Sutra Shuragama menyebutkan potensi timbulnya hambatan psikofisikal, yang disebut dengan "iblis skandha." Secara keseluruhan terdapat lima kelompok hambatan psikofisikal ini (sesuai dengan panca-skandha), yang masing-masing dibagi lagi menjadi sepuluh jenis (secara keseluruhan ada 50). Berikut ini adalah kutipan dari Sutra Shurangama mengenai salah satu wujud "iblis" yang menyerang rupa-skandha:
Ananda, apabila saat itu seseorang yang dengan mendalam mengamati kegemilangan nan ajaib itu, maka keempat unsur tidak lagi bekerja, dan dengan segera tubuh akan sanggup mengatasi hambatan. Kondisi ini disebut "kegemilangan murni yang menyatu ke lingkungan sekelilingnya." Ini merupakan kondisi sementara dalam proses pelatihan diri dan tidak menandakan perealisasian mulia sama sekali. Bila ia tidak berpikir bahwa ia telah menjadi seorang suciwan, maka hal ini baik sekali. Tetapi bila ia memandang dirinya telah menjadi seorang suciwan, maka kondisi semacam itu mudah sekali jatuh ke dalam pengaruh iblis.
Dalam bermeditasi seseorang mudah sekali mengalami hal-hal yang "luar biasa," seperti melihat cahaya gemilang. Ini merupakan proses yang biasa dan sama sekali tidak menandakan suatu realisasi spiritual tingkat unggul. Tetapi, orang yang tidak mengerti barangkali akan merasa bahwa ia telah mencapai suatu tingkatan spritual yang tinggi. Pada kondisi kejiwaan semacam ini, mudah sekali baginya untuk bersikap sombong dan jatuh ke dalam pengaruh hambatan batiniah yang diistilahkan dengan "iblis" tersebut. Apabila seseorang tidak mempelajari sutra di atas terlebih dahulu, akan mudah baginya terjerat ke dalam pandangan salah yang pada akhirnya menimbulkan kesombongan. Oleh karena itu, studi sutra bukanlah sesuatu yang remeh atau tidak perlu. Seseorang yang meremehkan studi sutra, mudah sekali terjerat oleh kesalahan dalam berpraktek. Pentingnya mempelajari Dharma dapat dijumpai pula dalam Sutra Buddhavacana Maitreya Bodhisattva yang menyebutkan mengenai Pranidhana-Maha-Dasa atau Sepuluh Janji Utama yang terdiri dari:
1.Hormat kepada para Buddha
2.Memuji Buddha
3.Memuja Buddha
4.Bertobat
5.Ikut bergembira
6.Memohon kepada Buddha untuk memutarkan Roda Dharma
7.Memohon kepada Buddha untuk menetap di semesta
8.Tekun menuntut ajaran Buddha
9.Mengabdi kepada segala makhluk
10.Menyalurkan jasanya (8)
Silakan perhatikan janji utama keenam dan kedelapan, yang memohon agar Buddha senantiasa membabarkan Dharma serta ketekunan dalam mempelajari Dharma.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, kita dapat melihat akibat buruk pengabaian terhadap teori:
1.Timbulnya kesombongan (dirinya lebih hebat dari orang lain yang "tidak sepaham" dengannya atau merasa metode meditasinya yang terbaik serta paling benar)
2.Percaya sesuatu secara membuta (meyakini sepenuhnya perkataan seorang guru, orang yang dianggap bijaksana, atau yang tertulis pada sebuah buku)
3.Mudah jatuh ke dalam pandangan salah (iblis skandha)
4.Apa yang dipraktekkannya mungkin melenceng dari Dharma
4.Pandangan terhadap skolatisisme Buddhis
Dewasa ini minat terhadap Buddhisme semakin meningkat di dunia Barat, sehingga membangkitkan banyak sarjana Buddhis, seperti Paul Williams, David J. Kaluhapana, Thomas Cleary, John Blofeld, Peter Della Santina, Kogen Mizuno, dan lain sebagainya. Masing-masing berusaha menghadirkan Buddhisme sebagaimana adanya, tanpa diselimuti oleh sentimen keagamaan. Salah satu hal yang menjadi pokok bahasan para ahli Buddhologi adalah masalah otentisitas sutra-sutra Buddhis:
Terdapat bukti bahwa bangsa Tionghua secara khusus begitu terkesan pada sutra-sutra Mahayana, sehingga mereka mengarang sejumlah sutra "asli tapi palsu," yang beberapa di antaranya memainkan peranan penting dalam perkembangan Buddhisme Tiongkok. Mahaguru Zen Jepang yang bernama Dogen (abad ketigabelas), pada masa mudanya di Tiongkok, mencurigai bahwa Surangama Sutra (berbeda dengan Surangamasamadhi Sutra yang dianggap asli), salah satu sutra penting dalam Buddhisme Zen, bukanlah sutra otentik yang berasal dari India. Pandangan ini kini diterima oleh para sarjana pada umumnya.... Terlepas dari semua itu, tradisi pra-Mahayana menganggap bahwa seluruh sutra Mahayana adalah palsu! (9).
Para sarjana tersebut di atas membedah kitab suci Buddhisme dengan wahana intelektulitas dan kritik teks, sehingga sampai pada kesimpulan di atas. Memang benar, bahwa ditinjau dari segi historis serta kritik teks, naskah-naskah Mahayana diragukan keasliannya. Belakangan, ditemukan pula bukti bahwa kanon Pali yang lebih tua sekalipun juga mengalami evolusi, khususnya Vinaya Pitaka:
Ternyata kemurnian naskah Pali yang asli itu tidaklah seperti yang kita yakini sebelumnya. Terdapat bagian-bagian yang ditambahkan belakangan, seperti bagian Patimokkha Pali yang disebut Matika. Sutta-sutta menyebutkan bahwa bagian itu terdiri dari 150 butir aturan pelatihan, tanpa Aniyata dan Sekhiyavatta, yang ditambahkan belakangan setelah zaman penulisan sutta tersebut. Sementara itu, Vibhanga Pali, yang mengupas butir-butir aturan pelatihan diri dalam Patimokkha, menyebutkan mengenai persembahan yang diberikan umat pada cetiya. Ini memperlihatkan bahwa naskah ini berasal dari zaman yang lebih kemudian lagi, dimana cetiya telah menjadi tempat yang dianggap suci serta umat mulai terbiasa membawa persembahan ke sana. Contoh lain lagi adalah tercantumnya prosedur-prosedur yang harus dilakukan saat menghadapi perpecahan dalam sangha, tetapi ini bukanlah kebiasaan yang dianut Sang Buddha, karena para guru hendaknya berusaha mempersatukan kembali siswa-siswa mereka yang bertikai. Mereka seharusnya tidak menetapkan suatu metode yang justru makin memperlebar jurang perpecahan yang terjadi. Tambahan itu mungkin saja berasal dari para bhikkhu Mahavihara dan Abhayagirivihara di Srilanka yang terlibat perpecahan. Penulisan sabda-sabda lisan itu nampaknya tidak akan dilakukan oleh orang-orang yang berjiwa murni serta memiliki kesadaran penuh, karena kecerobohan tidak berlaku bagi mereka. Sehubungan dengan Kitab Vibhanga, tidaklah jelas apakah yang tertulis di sana adalah sabda-sabda Buddha sendiri ataukah berasal dari buah pemikiran penulisnya, karena terdapat pertentangan di dalamnya. Contoh kesalahan dalam Vibhanga adalah penjelasannya mengenai butir aturan bagi kain compang-camping lama (old rug), sebagaimana yang tercantum dalam butir aturan Nissaggiya Pacittiya, Kosiya-vagga 5. Penulis Vibhanga mendefinisikannya sebagai Jubah yang dikenakan hanya sekali. Padahal kain compang-camping itu seharusnya dipergunakan sebagai alas duduk dan bukannya dikenakan sebagai jubah. Warnanya saja berbeda dengan jubah yang biasa dikenakan oleh para bhikkhu. Kesalahan ini terjadi karena pada bagian sebelumnya ia baru saja membahas mengenai jubah lama (Nissaggiya Pacittiya, Civara-vagga 4), yang menyatakan bahwa jubah itu dianggap ama� apabila telah dikenakan sekali. Karena ceroboh ia menyalin begitu saja penjelasannya itu pada bagian selanjutnya (10).
Apa yang diungkapkan para sarjana itu adalah suatu fakta yang harus dihadapi oleh umat Buddha. Tetapi apakah fakta-fakta seperti itu akan menjadi serangan terhadap Buddhisme atau meruntuhkan keyakinan umat Buddha? Bila fakta semacam itu sanggup diposisikan dengan benar, tentu saja tidak akan berpengaruh terhadap keyakinan umat Buddha, karena pandangan Buddhis terhadap otentisitas jauh berbeda dengan tolok ukur para ahli Buddhologi tersebut. Umat Buddha memandang otensitas dari segi substansi atau isi suatu teks Buddhis. Jadi kendati suatu teks atau naskah yang dikatakan disabdakan oleh Buddha ternyata berasal dari masa ratusan atau ribuan tahun sesudah Buddha memasuki nirvana, tetapi apabila isinya selaras dengan semangat asli Buddhisme, ia tetap dianggap "otentik." Dalam salah satu kisah Zen disebutkan mengenai seorang guru yang membawa muridnya memandangi sebuah lukisan yang indah karya seniman ternama. Murid itu sangat mengabumi mahakarya seni tersebut. Ketika diberitahu bahwa karya itu sesungguhnya bukan karya asli seniman tersebut, sang murid menjadi kecewa. Namun gurunya mengatakan, "Karya asli seniman terkemuka itu atau bukan, toh engkau telah mengagumi keindahannya."
Dengan demikian, hasil penelitian para sarjana Buddhologi, bukanlah ancaman bagi Buddhisme; bahkan sebaliknya memberikan nuansa baru bagi umat Buddha dalam memahami sejarah asal mula agamanya. Banyak ajaran dalam naskah-naskah Buddhis yang dapat dipahami lebih baik dengan metode kritik teks serta hermeneutika, yakni menempatkan naskah itu pada konteks zamannya. Untuk itu diperlukanlah disiplin ilmu Barat, sehingga skolatisisme menjadi sesuatu yang kompatibel dan saling melengkapi dengan Buddhisme tradisional. Seseorang dapat menjadi seorang praktisi atau umat Buddha yang baik dan sekaligus seorang sarjana yang senantiasa mengedepankan metode ilmiah dalam mengulas sesuatu.
Ada sebagian orang yang menyatakan bahwa, skolatisisme Buddhis tidak mendatangkan manfaat, karena tidak membawa seseorang pada praktek Dharma. Pandangan ini tidak dapat dibenarkan, karena tujuan skolatisisme atau kajian ilmiah terhadap Buddhisme tidak dimaksudkan sebagai kegiatan spiritual. Dengan demikian, argumen yang menentang skolatisisme di atas tidak tepat, karena tujuan keduanya saja sudah berbeda. Skolatisisme ditujukan untuk mempelajari suatu ajaran secara ilmiah, sehingga setidaknya dapat diketahui bagaimana sejarah perkembangannya dari masa ke masa; sebaliknya, praktek Dharma merupakan kegiatan spiritual yang ditujukan untuk membimbing seseorang makin dekat pada pembebasan. Bila skolatisisme dianggap tidak bermanfaat, maka mempelajari cabang-cabang sains yang lain (fisika, kimia, biologi, dan lain sebagainya) juga harus dianggap tidak berguna (dengan alasan bahwa mempelajari sains juga tidak membawa seseorang pada praktek Dharma). Pandangan seperti itu jelas tidak sesuai bagi dunia modern dan dapat menimbulkan kesalah-pahaman bahwa Buddhisme bersikap anti-sains. Kajian ilmiah terhadap Buddhisme merupakan sesuatu yang berbeda dan tidak dapat dicampur adukkan dengan kegiatan spiritual Buddhis. Masing-masing harus memiliki ruang lingkupnya sendiri-sendiri dan tidak dapat dicampur-adukkan. Bagi seseorang yang hidup di muka bumi ini dan masih terjun di tengah-tengah masyarakat, harus terjadi keseimbangan antara praktek Dharma dan aktifitas duniawi. Menyatakan bahwa praktek Dharma adalah yang terpenting dan mengabaikan kegiatan duniawi, juga merupakan pandangan ekstrim yang bertentangan dengan Buddhisme. Bahkan seorang rohaniwan Buddhis terkadang juga masih berkutat dalam kegiatan-kegiatan duniawi.
Sampai di sini, dapat disimpulkan bahwa tujuan seseorang mempelajari Dharma ada dua macam: sebagai penunjang praktek (spiritual) dan sebagai kajian ilmiah (skolatisisme). Mempelajari Buddhisme sebagai kajian ilmiah semata sesungguhnya juga merupakan jalan menuju Kebuddhaan, seperti yang dinyatakan dalam Sutra Saddharmapundarika bab II:
Jika terdapat seseorang dengan pikiran kalut
Memasuki stupa ataupun candi
Dan Menangis meskipun hanya mengucapkan Namah Buddha (Terpujilah Buddha)
Ia telah menapaki Jalan Kebuddhaan.
Berdasarkan kutipan di atas, seseorang yang sekalipun dengan pikiran kacau mengucapkan nama Buddha, dikatakan telah menapaki jalan menuju Kebuddhaan. Oleh karena itu, seorang sarjana yang mempelajari Buddhisme, kendati hanya demi kajian ilmiah semata, seharusnya juga dapat dianggap telah mengikat jodoh karma dengan Kebuddhaan. Dengan demikian, skolatisisme bukanlah sesuatu yang tercela atau dianggap remeh; bahkan dapat pula dianggap sebagai bagian praktek Dharma. Meskipun seorang sarjana Buddhologi belum membawa apa yang dipelajarinya ke dalam tataran praktek spiritual, tetap saja ia dapat dikatakan telah "berpraktek."
5.Teori dan praktek - Realita nan tunggal
Di dalam Sutra Samdhinirmocana dinyatakan:
Ajaran Buddha adalah terlepas dari jangkauan dari bahasa/ kata-kata, dan ia terbebas pula dari dualisme. Kedalamannya berada di luar jangkauan pemahaman orang bodoh. Di dalam pandangan salah yang mereka anut, orang-orang bodoh menyenangi dualisme serta menumpukan kepercayaan pada kata-kata [semata].
Buddhisme mengajarkan bahwa kata-kata semata tidaklah mewakili hakekat atau esensi sejati segala sesuatu. Kata-kata atau bahasa adalah semata-mata wahana yang diciptakan guna mengomunikasikan "sesuatu" pada orang lain; tetapi ia bukanlah "sesuatu" itu sendiri. Karena terbebas dari batasan kata-kata, Realita Terunggul juga terbebas dari dualisme. Dengan demikian, teori dan praktek apabila ditinjau dari sudut Realita Terunggul bukanlah sesuatu yang berbeda atau bertentangan. Mempertentangkan teori dan praktek jelas bertolak bekang dengan makna sejati Buddhisme, karena sesungguhnya kedua hal itu adalah suatu kesatuan "kedemikianan segala sesuatu" (tathata) yang tak terpisahkan dalam dharmadatu. Jadi tidak ada "teori" dan juga tidak ada "praktek," karena semuanya adalah wujud konsep-konsep atau gagasan berupa kata-kata yang bermain dalam benak seseorang. Teori adalah praktek dan praktek juga adalah teori.
CATATAN KAKI
(1) Kukai Major Works, halaman 76.
(2) Shingon Refractions, halaman 276.
(3) Lihat Sutra Dharani Penolong Hantu Kelaparan dengan Mulut Berapi yang Disabdakan Buddha (Sansekerta: Pretamukhanijvalayasarakaradharanisutra; Mandarin: Foshuojiubayankoueguituoluonijing) - Taisho Tripitaka 1313.
(4) Lihat Tirokuddha Sutta.
(5) Terjemahan dari bahasa Mendarin.
(6) Kalama Sutta.
(7) Sutra Seratus Perumpamaan, kisah pertama.
(8) Dharma Pitaka halaman 272.
(9) Mahayana Buddhism halaman 39.
(10) The Entrance to the Vinaya: Vinayamukha, volume one, halaman x - xi.
Daftar Pustaka
Dharma Pitaka, Sangha Mahayana Indonesia
Hakeda, Yoshito S. Kukai Major Works: Translated, with an Account of His Life and a Study of His Thought, Columbia University Press, New York, 1972.
Keenan, John P. The Scripture on the Explication of Underying Meaning, Numata Center, 2000 (Catatan: terjemahan bahasa Inggris bagi Sutra Samdhinirmocana)
Sadakata, Akira. Buddhist Cosmology: Philosophy and Origins, Kosei Publishing Co., Tokyo, 2004.
Tanahashi, Kazuaki & Levitt, Peter. A Flock of Fools: Ancient Buddhist Tales of Wisdom and Laughter From The One Hundred Parable Sutra, Grove Press, 2004 (Catatan: terjemahan bahasa Inggris bagi Sutra Seratus Perumpamaan).
Unno, Mark. Shingon Refractions: Myoe and the Mantra of Light, Wisdom Publications, Boston, 2004.
Vajirananavarorasa, Phra. The Entrance to The Vinaya: Vinayamukha vol. 1, Mahamakutarajavidyalaya, Bangkok, 1992.
Watson, Burton. The Lotus Sutra, Columbia University Press, New York, 1993 (Catatan: terjemahan bahasa Inggris bagi Sutra Saddharmapundarika).
William, Paul. Mahayana Buddhism: The Doctrinal Foundations, Rotledge, London, 1989.
Last edited by usnisha; 13-02-09 at 09:35.