Pages - Menu

Pages

Selasa, 24 April 2012

Manjusri Bodhisattva

Homa manjusri Bodhisatva 24 april 2012

Oleh : Ching Ik

Menurut pemahaman Buddhisme Mahayana, Bodhisattva Manjusri diwujudkan sebagai sosok Bodhisattva yang memegang sebatang pedang kebijaksanaan (perlambang pemutus kekotoran batin) dan mengendarai singa berbulu emas (simbol keperkasaan menaklukkan kekuatan jahat), kadang kala dilukiskan juga dalam kondisi duduk di atas bunga teratai (melambangkan kemurnian).

Dalam Sutra Avatamsaka, Bodhisattva Manjusri dikenal sebagai salah satu dari Tiga Makhluk Suci Avatamsaka, yakni: Bodhisattva Manjusri (kiri), Buddha Sakyamuni (tengah) dan Bodhisattva Samantabhadra (kanan). Dalam Buddhisme Tiongkok, terdapat beberapa versi dalam penyebutan nama Bodhisattva Manjusri, di antaranya adalah Wenshushili-Pusa dan Manshushili-Pusa, namun lebih populer dengan sebutan singkat Wenshu Pusa. Nama Manjusri sendiri memiliki beberapa makna, yakni Miaode (Kebajikan Menakjubkan), Miaoshou (Kepala Menakjubkan - karena kebajikannya tertinggi di atas para Bodhisattva) dan Miaojixiang (Berkah Menakjubkan) .

Jika Bodhisattva Avalokitesvara dikatakan sebagai manifestasi welas asih terluhur, maka Bodhisattva Manjusri dikenal sebagai manifestasi kebijaksanaan tertinggi. Ini dikarenakan Bodhisattva Manjusri merupakan Buddha masa lalu yang terus menerus bermanifestasi dengan kekuatan kebijaksanaan sejati. Dalam kitab Shuranggama Samadhi Sutra, Buddha Sakyamuni menjelaskan bahwa Bodhisattva Manjusri merupakan Buddha masa lalu yang bernama Tathagata LongzhongShangzunwang.

Bodhisattva Manjusri juga muncul di masa kini sebagai Buddha Huanxizangmonibaoji dari Tanah Buddha Changxi Kegembiraan Abadi), (Angulimala Sutra, bab 4). Pada sisi lain, juga bermanifestasi dalam wujud Bodhisattva Manjusri sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.

Selain itu, ketika Buddha Amitabha masih berstatus sebagai seorang raja Cakravartin, saat itu Bodhisattva Manjusri merupakan putra mahkota ketiga. Buddha Ratna-garbha di masa itu meramalkan bahwa Manjusri akan menjadi Buddha dengan nama Tathagata Samanthadarsin (Karuna Pundarika Sutra, bab 3).

Dengan semua manifestasi ini, Bodhisattva Manjusri mempertunjukkan kebijaksanaan sempurna dan upaya kausalya (metode tepat dan praktis) membimbing semua makhluk agar tergerak untuk membangkitkan bodhicitta mencapai Pencerahan Sempurna. Itulah sebabnya, Bodhisattva Manjusri dijuluki sebagai “ibu para Buddha dari tiga masa” dan “guru para Buddha”.

Pada masa kehidupan Buddha Sakyamuni, Bodhisattva Manjusri terlahir di kerajaan Kosala sebagai anak dari seorang kasta Brahmana bernama Fande (Kebajikan Brahma). Tubuhnya berwarna keemasan, memiliki 32 ciri fisik manusia unggul dan dilahirkan dari sisi sebelah kanan tubuh ibunya. Makna nama MiaoJixiang (Berkah Menakjubkan) berasal dari munculnya sepuluh peristiwa menakjubkan saat kelahirannya, yakni: turun Amrita (air surgawi) dari langit; muncul tujuh permata dari dalam tanah; padi dalam lumbung berubah menjadi beras emas; tumbuh bunga teratai di halaman rumah; cahaya gemilang memenuhi rumah; ayam menetaskan burung hong; kuda melahirkan kirin; sapi melahirkan anak sapi langka; babi melahirkan longtun (babi berwujud naga); muncul gajah bergading enam.

Manjusri dikenal memiliki kebijaksanaan dan kemampuan berbicara yang unggul, sanggup mengalahkan para penganut dari 96 aliran tirtika dalam hal perdebatan. Setelah menjadi siswa Buddha Sakyamuni, Manjusri berhasil menguasai suatu tingkat samadhi Shuranggama. Dengan kekuatan samadhi Shuranggama ini Manjusri melakukan berbagai metode yang sangat bijaksana dalam membimbing para makhluk, bahkan setelah 450 tahun Parinirvana Buddha Sakyamuni, Manjusri masih tetap melakukan tugas pengajaran Dharma. Dalam jajaran siswa tingkat Bodhisattva, beliau menduduki posisi sebagai siswa paling terkemuka dalam hal kebijaksanaan. Oleh karena itu, beliau juga dijuluki sebagai Pangeran Dharma Manjusri. Sekitar tiga ratusan sesi pembabaran filosofi Mahayana oleh Buddha Sakyamuni, Manjusri selalu hadir sebagai ketua dari Komunitas Bodhisattva.

Dalam Vimalakirti Nirdesa Sutra misalnya, saat para siswa Sravaka dan Bodhisattva merasa berkecil hati untuk bertemu Vimalakirti karena tidak sanggup berhadapan dengan kemampuan berbicaranya yang menakjubkan, Manjusri tampil mengemban tugas ini. Pertemuannya dengan Vimalakirti menjadi sebuah ajang perbincangan Dharma yang menakjubkan. Tidak hanya dalam satu Sutra, dalam berbagai Sutra juga tercantum tentang kemampuan pembabaran Dharma yang dimiliki Manjusri yang dapat dipastikan akan membuat kita berdecak kagum. Buddha Sakyamuni sendiri kerap menceritakan kehidupan lalu Bodhisattva Manjusri, bahkan dalam salah satu kehidupan lampau, Sakyamuni pernah menjadi murid Manjusri.

Di mata penganut Buddhisme Tiongkok, Bodhisattva Manjusri memiliki posisi yang cukup istimewa. Perlu diketahui bahwa di Tiongkok terdapat empat Gunung Buddha yang diyakini sebagai tempat pembabaran Dharma empat Bodhisattva Agung, yakni Putuo Shan (Bodhisattva Avalokitesvara), Jiuhua Shan (Bodhisattva Ksitigarbha), Emei Shan (Bodhisattva Samantabhadra), sedang Wutai Shan atau juga dikenal dengan sebutan Qingliang Shan (Gunung Sejuk) sebagai tempat pembabaran Dharma Bodhisattva Manjusri.

Dalam Avatamsaka Sutra bagian “Kediaman Para Bodhisattva” disebutkan, “Di wilayah timur laut, terdapat gunung Qingliang (Gunung Sejuk). Semenjak lama gunung ini menjadi tempat kediaman para bodhisattva, dan sekarang ini Bodhisattva Manjusri bersama sekelompok Bodhisattva lain sejumlah 10.000 orang menetap di gunung ini untuk membabarkan Dharma.” Kemudian dalam Ratna-garbha Dharani Sutra disebutkan, “Pada saat itu, Bhagava berkata kepada Bodhisattva Guhyapada: Setelah parinirvana-Ku, di arah timur laut dari Jambudwipa terdapat sebuah negeri bernama Mahacina. Di negeri ini terdapat pegunungan yang bernama Wuding (Lima Puncak). Bodhisattva Manjusri berdiam di tempat ini untuk membabarkan Dharma kepada para makhluk hidup. Terdapat juga para makhluk dewa, naga, yaksha, raksasa, kinnara, mahoraga, manusia dan makhluk bukan manusia yang jumlahnya tak terbatas mengelilingiNya, menghormati dan memberi persembahan.”

Berbagai kisah keajaiban tentang jelmaan Beliau tidak henti-hentinya bertebaran di seantero Wutai Shan. Baik sebagai wujud orang tua maupun anak kecil, Manjusri menggunakan berbagai upaya kausalya untuk menjalin ikatan jodoh karma dengan para makhluk hidup. Bahkan tokoh kharismatik Master Xuyun pun dalam perjalanan san bu yi bai (tiga langkah satu sujud) ke Wutai Shan sempat
mendapat pertolongan dari Bodhisattva Manjusri dalam wujud seorang pengemis. Patriak ke 4 dari mazhab Sukhavati, Master Fazhao, juga pernah bertemu dengan Bodhisattva Manjusri beserta kemegahan viharanya di sebuah hutan yang tidak dapat dilihat secara kasat mata saat berkunjung ke Wutai Shan.

Semua kisah yang bernuansa metafisik ini sungguh di luar jangkauan pemahaman kita. Namun sebagai seorang umat Buddha yang berpandangan benar, hendaklah
kita melihat segala mukjizat yang dilakukan Bodhisattva Manjusri sebagai upaya kausalya. Bodhisattva Manjusri adalah Bodhisattva Kebijaksanaan Tertinggi, pada sisi lain kebijaksanaan itu mengalir menjadi berbagai wujud tubuh jelmaan yang semata-mata ditujukan demi manfaat dan kebahagiaan semua makhluk. Tetapi, manifestasi Bodhisattva Manjusri sebenarnya tidak hanya sebatas di Wutai Shan tau pada bentuk-bentuk tubuh jelmaan saja. Saat kebijaksanaan transenden muncul dalam batin setiap makhluk hidup, maka di situlah tempat bersemayam yang sesungguhnya dari Bodhisattva Agung ini. Saat hati dan pikiran kita dalam keadaan bersih dan urni, di situlah akan tertampak Pangeran Dharma ini.

4 tingkatan dalam melatih diri

4 tingkatan dalam melatih diri

by padmakumara
Empat Tingkat Dalam Melatih Diri
【修行的四個層次】
Ceramah Dharma Shizun di Taman Tantra Satya Buddha, 27 Febuari 1992.
Oleh Maha Mula Acharya Liansheng
Diterjemahkan oleh Zhiwei Zhu
Dulu ada orang yang datang kesini, ia melihat kita bersadhana bersama sekali
setiap hari, setelah pergi ia berkata: Kalian setiap hari bersadhana bersama
seperti ini, lantas bisa menjadi Budha? Maksudnya adalah: Setiap hari menyembah
Budha, menyembah Bodhisatva, menyembah Dharmapala, melakukan gerakan-gerakan ini dan itu, bisakah menjadi Budha? Sebenarnya, pertanyaan ini sangat bagus,
mari kita jawab seperti ini: Belum tentu menjadi Budha.
Setiap hari antara pukul empat sampai pukul lima sore datang kesini untuk bersadhana
bersama, anda lakukan hal ini selama 20 tahun, 50 tahun pun belum tentu anda
menjadi Budha, mengapa? Sama-sama melafal Nama Budha, tetapi satunya terlahir
di Tanah Suci, satu lagi tidak, mengapa? Sama-sama bersadhana disini, ada orang
yang dapat menjadi Budha dengan tubuh ini juga,
ada yang bukan hanya tidak menjadi Buddha malah jatuh ke dalam Neraka,
apa sebabnya?
Melatih sadhana yang sama, mengapa ada yang bisa menjadi Budha dengan tubuh
ini juga, sedangkan yang lain tetap sebagai orang awam duniawi? Ini tergantung pada
dengan apa anda menekuni sadhana itu, anda menggunakan 'Wujud Luar' (
dalam sadhana (seperti yang baru saja kita lakukan di dalam sesi sadhana bersama ini, yang
Anda semua dapat lihat adalah Wujud Luar), yang berarti: Mulut anda menjapa 'Om. Amitiewa. Sie', 
tangan membentuk mudra Amitabha, juga bervisualisasi Amitabha, cara dan urutan yang Anda 
lakukan sudah benar, akan tetapi anda bersadhana dengan menggunakan wujud luar, anda 
tidak bersadhana dengan menggunakan 'batin' (內心) anda. Seandainya anda setiap hari 
seperti ini melafal Sutra, meditasi juga tidak sepenuh hati, dengan terusmenerus melakukan ini 
selama dua puluh tahun, lima puluh tahun, pada saat bersadhana anda duduk disana tanpa 
gerak, relatif tidak banyak pikiran, anda bisa memperoleh sedikit berkah keberuntungan, atau 
mungkin juga tubuh sedikit lebih sehat, selain ini, anda tidak dapat apa-apa lagi.
Ada empat tingkat dalam bersadhana:
1. Wujud Luar 【外相. Pada sisi luar ini, yang semua orang dapat lihat adalah sama. 
Shizun tahu, Anda juga tahu. Kita semua melakukan hal yang sama. Inilah Wujud Luar.
2. Pelatihan Dalam 【內修】Pelatihan diri dengan hati/pikiran/batin, yang telah 
menggunakan hati disebut pelatihan dalam. Pelatihan dalam adalah 
beberapa rincian visualisasi, termasuk didalamnya semua kata-kunci-rahasia visualisasi.
3. Pelatihan Rahasia 【密修Pada saat anda bersadhana, anda telah menekuni dengan 
menggunakan batin bawah-sadar (潛意識) anda, ini disebut Pelatihan Rahasia.
4. Pelatihan Sangat Rahasia 密密修】. Ini melatih dengan menggunakan 'kesadaran 
paling dalam' (最深的意識), adalah melatih dengan menggunakan kesadaran yang tidak ada 
yang lebih tinggi/dalam lagi. Setelah anda bersadhana sampai pada tingkat pelatihan sangat 
rahasia, anda sendiri langsung serupa dengan Budha, bersadhana dengan secara total 
manunggal dengan Budha, ini disebut Pelatihan Sangat Rahasia.
Tanah Suci Sukhavati juga mempunyai empat Tanah Suci:
1. Tanah Yang Awam dan Suci Tinggal Bersama 『凡聖同居土』
ini adalah Tanah Suci Wujud Luar.
2. Tanah Faedah Upaya Kausalya 『方便有餘土』
ini adalah Tanah Suci pelatihan dalam, hanya Arahat yang dapat tinggal disini.
3. Tanah Agung Pahala Nyata 實報莊嚴土』
ini adalah Tanah Suci pelatihan rahasia, tempat tinggal Budha Sambhogakaya.
4. Tanah Cahaya Nirvana Abadi 『常寂光土』
Tanah Suci sangat rahasia, tempat tinggal Budha Dharmakaya.
Tanah Suci Sukhavati juga terbagi menjadi empat Tanah Suci, kita bersadhana
juga sama terbagi menjadi empat tingkat pelatihan. Jangan kira kita disini duduk
dan melakukan gerakan-gerakan ini dan itu, dalam waktu singkat telah selesai
bersadhana, tetapi, seandainya anda gunakan 'kesadaran yang paling dalam' dalam
pelatihan, maka anda akan menjadi Budha dengan tubuh ini juga.
Seandainya anda melatihnya dengan menggunakan 'Wujud Luar', orang lain melakukan
gerakan apa, saya juga melakukan gerakan apa; orang lain melakukan apa, saya juga
melakukan apa; orang lain menjapa apa, saya juga menjapa apa; orang lain
memvisualisasikan apa, saya juga memvisualisasikan itu, semuanya hanyalah
formalitas, maka anda adalah orang awam duniawi.
Melatih diri, wajib sampai kepada pelatihan dalam (visualisasi dengan pikiran);
lalu melatih dengan 'batin bawah sadar'; terakhir sampai pada pelatihan dengan
'kesadaran paling dalam'.
Anda memasuki 'kesadaran paling dalam', tanpa perlu anda melakukan gerakan-gerakan tertentu, tetap saja anda akan menjadi Budha dengan tubuh yang ini juga.
Om Mani Padme Hum.

Thien kung cen cing(Kaisar kumala)

Thien kung cen cing(Kaisar kumala)

by padmakumara
Source : Grand Master Book 21
Translated by Lianhua Jun Shi An
Mengenai Yang Maha Tinggi Mahadewa Kumala, Raja Surga dalam tradisi Tao,
bagaimanakah kedudukannya ?
Saya mengetahui bahwa asal usul Nya tidak sembarangan, saya pernah berjumpa
dengan Raja Surga di Trayastrimsa, sedangkan di masing-masing dari ke 33 Surga
terdapat Raja Surga nya masing-masing, sampai ke atas yaitu Surga Akanisthajuga
terdapat Raja Surga nya, bahkan di Surga Naivasamjnanasamjnayatana yang merupakan
Surga tertinggi di Triloka juga terdapat 96 Raja Surga, demikian saya menuturkan,
dapat diketahui bahwa Yu-huang-da-di (Kaisar Kumala) sesungguhnya meliputi alam
semesta.Pencapaiannya tidak dapat diremehkan, ini lah yang aku buktikan sendiri,
di sutra sutra Buddha sangat minim catatan ini, mungkin juga ada namun saya yang
belum pernah membacanya. Di sini saya menasehati semua orang jangan sampai
merendahkan Raja dewa Mahamaheswara terlebih bagi para bhiksu yang kurang
berpengalaman, karena saat dalam hati anda muncul rasa merendahkan, sudah tentu
tidak akan bisa mencapai kebuddhaan karena hati yang angkuh hanya dapat
menjerumuskan ke dalam neraka.
"Dewa Indra adalah tuan dari segala yang berada di muka bumi. Beliau mengetahui
dengan jelas segala perbuatan bajik dan buruk para insan. Saat Dewa ini bersuka cita,
negara akan tenteram dan rakyat akan teratur. Saat Dewa ini murka, akan terjadi
peperangan. "
(Tripitaka 21 no 1297)
Thien kun cen cing (sutra kaisar kumala)
Translated by Lianhua Jun Shi An
志心皈命禮(三稱)Zhì xīn guī mìng lǐ (3x)
Dengan sepenuh hati bersembah sujud (3x)
大羅天帝。 太極聖皇。化育群生。統御萬物。
Dà luó tiāndì. Tàijí shèng huáng. Huàyù qúnshēng. Tǒngyù wànwù.
Raja Surga Semesta Raya. Raja Suci Tai-ji.
Yang Mentransformasikan dan memelihara para insan,
Yang mengendalikan segala ciptaan.
渺渺黃金闕。巍巍白玉京。若實若虛。不言而默宣大化。
Miǎomiǎo huángjīn què. Wéiwéi báiyù jīng. Ruò shí ruò xū. Bù yán ér mò xuān dà huà.
Di istana keemasan nun jauh, di Surga Jade Putih Yang Maha Tinggi.
Kepada segala yg sejati dan ilusi, tanpa pamrih Ia melakukan transformasi yg agung.
是空是色。無為而役使群靈。時乘六龍。遊行不息。
Shì kōng shì sè. Wúwéi ér yìshǐ qún líng. Shí chéng liù lóng. Yóuxíng bù xī.
Beliau adalah sunya dan Beliau adalah rupa.
Tanpa terikat Ia menggerakkan para roh.
Setiap saat mengendarai enam naga , mengarungi semesta tanpa henti.
氣分四象。斡旋無邊乾健高明。萬類善惡悉見。
Qì fēn sì xiàng. Wòxuán wúbiān gān jiàn gāomíng. Wàn lèi shàn è xī jiàn.
Chi terbagi menjadi 4 divisi (dari 28 Konstelasi).
Pengendali segalanya tanpa batasan , Penguasa Surga Nan Perkasa dan Maha Tinggi.
Maha Tahu terhadap segala kebajikan dan kejahatan para insan.
玄範廣大。一算禍福立分。上掌三十六天三千世界。
Xuán fàn guǎngdà. Yī suàn huòfú lì fēn. Shàng zhǎng sānshíliù tiān sānqiān shìjiè.
Kekuatannya luas meliputi segalanya. Mengetahui berkah dan musibah para insan.
Ke atas menguasai 36 Dewa Trisahasra Lokadhatu.
下握七十二地。四大部洲。先天後天。並育大慈父。
Xià wò qīshí'èr de. Sì dà bù zhōu. Xiāntiān hòutiān. Bìng yù dàcí fù.
Ke bawah menguasai 72 bumi. Empat Maha Benua. Segala Masa.
Bapa Yang Penuh Kasih , Yang Memelihara Segalanya.
古仰今仰。普濟總法宗。乃日月星辰之君。
Gǔ yǎng jīn yǎng. Pǔ jì zǒng fǎ zōng. Nǎi rì yuè xīngchén zhī jūn.
Yang dipuja sepanjang masa. Sang penyelamat universal yang memberikan tuntunan.
Penguasa bulan, matahari dan perbintangan.
為聖神仙佛之主。湛寂真道。恢漠尊嚴。變化無窮。
Wèi shèng shénxiān fú zhī zhǔ. Zhàn jì zhēndào. Huī mò zūnyán. Biànhuà wúqióng.
Pimpinan Para Dewa, Rsi dan Buddha. Tao Sejati yang mendalam.
Maha Agung, Maha Esa. Manifestasinya tanpa batas.
屢傳寶經以覺世。靈威莫測。常施神教以利生。洪威洪慈。
Lǚ chuán bǎo jīng yǐ jué shì. Líng wēi mò cè. Cháng shī shén jiào yǐ lìshēng. Hóng wēi hóng cí.
Menurunkan Kitab Mustika menyadarkan dunia.
Kekuasaannya tak terukur. Senantiasa menurunkan ajaran memberi manfaat
pada para insan. Maha Kuasa , Penuh Kerahiman.
無極無上。大聖大願。大慈大悲。黃金金闕。白玉玉京。
Wújí wú shàng. Dàshèng dàyuàn. Dàcí dàbēi. Huángjīn jīn què. Báiyù yù jīng.
玄穹高上帝。玉皇錫福赦罪大天尊(十二叩首)
Xuán qióng gāo shàngdì. Yù huáng xí fú shè zuì dà tiānzūn.(sujud 12 x)
Tanpa Batas, Yang Tertinggi, Maha Suci, Memiliki Ikrar Agung,
Yang bersemayam di istana keemasan di surga kumala putih.
Yang Maha Tinggi Maha Esa. Mahadewa Kaisar Kumala Yang Menganugerahkan
Berkah dan Melenyapkan Dosa. (Sujud 12x)

Minggu, 22 April 2012

Dewi Tara

Dlm salah satu sejarah dikatakan bahwa kelahirannya berasal dari kolam air mata Arya Avalokitesvara yg tiada henti bercucuran air mata menyaksikan begitu mengenaskannya penderitaan yg berlangsung di dlm samsara. Bintang saling membunuh di hutan dan di laut, yg lain dibebani dgn pemberat dan disembelih oleh manusia tanpa belas kasihan. Manusia dirundung oleh berbagai persoalan krn kebodohan dan ketidaktahuannya. Siang malam mereka menghabiskan waktunya utk mencari berbagai kebahagiaan yg hanya berlangsung sekejap mata. Setiap hari ada yg terlahir, ada yg sakit dan ada yg mati. Setiap hari ada berbagai perkelahian, peperangan, perselisihan dan berbagai kekacauan. Setiap hari ada tangisan krn keinginan yg tak tercapai, terpisah dari sanak keluarga dan apa yg mereka cintai. Semua itu tampak wajar bagi manusia namun tdk bagi beliau. Di alam preta, mahkluk hidup berada dlm kehausan serta kelaparan sepanjang hidupnya. Di alam neraka, sepanjang waktu hanya terdengar jeritan histeris, ketakutan, siksaan dan berbagai derita yg tak terperikan. Sedangkan di alam para dewa setiap hari berlangsung pembuangan karma-karma baik dan kesedihan krn kehilangan kemegahan. Belas kasih agung Arya Avalokitesvara (Kwan Im) kepada semua makhluk menyebabkan air mengalir dari pelupuk matanya hingga membentuk sebuah kolam. Dari dalam kolam tersebut tumbuhlah bunga nilapadma (teratai biru).Lalu muncul bentuk manifestasi belas kasih serta kegiatan dari para Buddha yaitu Dewi Pembebas (Dewi Tara). Ia akan menyempurnakan belah kasih dan kegiatan para Buddha, karena itu beliau dipanggil sebagai Tara sang "Pembebas" dari segala kesengsaraan samsara.
Dikatakan bahwa bagi siapa saja yg mengingat beliau, menyebut namanya atau melakukan ibadah kepadanya, pada saat itu juga kegiatannya secara langsung bermanifestasi. Kecepatan pertolongan yg beliau berikan secepat pikiran yg mengingatnya atau kata-kata yg menyebutnya. Tentang hal ini tertulis dlm banyak sastra suci yg diwariskan oleh para Mahaguru India maupun Tibet. Itulah sebabnya Dewi Tara mendapatkan sebutan "penolong Yang Tangkas".

Setelah berlangsung selama 500 tahun lamanya, akhirnya sampai pada Arya Mahatma Nagaarjuna ibadah kepada Dewi Tara menjadi semakin luas. Dan banyak dari para Guru yg mendapatkan berkah, perlindungan dan banyak hal dari Dewi Tara. Dalam biografinya Guru Nagaarjuna pada mulanya merupakan penyembah Dewi Tara dlm Manifertasinya sebagai Tara Putih oeh Guru Nagaarjuna mendapatkan prediksi tdk akan hidup lama di dunia ini. Karena ketekunan dan kegigihannya dlm melaksanakan bakti dan praktek pada Dewi Tara putih akhirnya Bhagavati Tara berkenam memberinya siddhi panjang umur melampaui manusia pada jaman itu, yaitu Guru Nagaarjuna hidup selama 600 tahun. Selain Arya Nagaarjuna terdapat banyak lagi para Mahaguru yg juga menjadikan Dewi Tara sebagai pelindungnya. Diantaranya adalah : Acharya Aryadeva, Ravigupta, Dharmakirti dari Sriwijaya, Guru Atisha, dll.

manivestasi Tara

Praviratara duduk di tengah angkasa, di atas teratai emas. Bertubuh merah memancarkan cahaya menyilaukan, berwajah satu dan bertangan delapan. Ke empat tangan kirinya masing – masing memegang gantha ditangan paling atas, yang kedua memegang busur panah, yang ketiga memegang sanka dan yang keempat memegang tali penjerat. Sedang kempat tangan kanan nya masing –masing memegang vajra, anak panah, dharmachakra, dan pedang kebijaksanaan.

Beliau sangat cepat dalam menaggapi keluh kesah makhluk samsara, “Saya akan dengan cepat menolong mereka dari samsara, jangan menangis lagi.” Beliau tanpa sisa membalikan bala tentara Mara, kedua mata nya menembus seluruh Triloka.

Chandrakanthitara berwajah tiga, sebagai manifestasi trikaya Buddha (Dharmakaya, Sambhogakaya dan Nirmanakaya), bertangan 12, sebagai manifestasi dari 12 mata rantai sebab akibat (Paticca Samupada). Wajah yang di tengah berwarna putih, yang di kanan berwajah biru dan yang di kiri berwajah emas. Keenam tangan kanannya masing –masing yang paling atas memegang untaian bunga, di bawahnya memegang vajra, kemudian ratna cintamani, dhramachakra, katvangga dan terakhir bersikap dhyanamudra. Sedangkan keenam tangan kirinya yang paling atas memegang pustaka suci, bejana harta, gatha, bunga utpala dan terakhir dhyanamudra.

Kanakavarnatara atau juga disebut tara paramitha, duduk dalam sikap vajrapariyanka, diatas bungan teratai beraneka warna, matahari dan bulan. Sangat cantik serta bersinar. Berwajah satu dan bertangan sepuluh, sebagai manivestasi dari kesepuluh paramitha. Kelima tangan kanan nya masing – masing memegang trisul, vajra, anak panah, kadga atau pedang kebijaksanaan dan akshamala di dadanya. Sedang tangan kiri nya dari atas masing – masing memegang busur panah, genth, bungan utpala, tali penjerat dan selendang sutra.

Usnishavijayatara duduk dalam sikap sattvapariyanka diatas bungan teratai kuning dan bulan purnama, tubuh nya berwarna keemasan bersinar laksana gunung emas, cantik, penuh kebajikan dan berhakikatkan metta karuna terhadap semua makhluk, berwajah satu dan bertangan empat, tangan kanan nya masing – masing memegang akshamala dan sikap varadamudra. Tangan kiri nya masing – masing memegang gadha dan kalasha amrihta.

Humsvaranadinitara atau tara yang menaklukkan ketiga dunia, duduk dalam ardhaparyanka diatas bunga teratai dan bulan. Bertubuh keemasan. Berwajah satu dan bertangan dua. Tangan kanan nya dalam mudra perlindungan, sedang tangan kiri nya memegang setangkai bunga teratai emas.

Trailokyavijayatara, duduk dalam sikap sattvaparyanka diatas bunga teratai dan bulan, bertubuh merah ruby, berwajah satu dan bertangan empat. Dua tangan kanan nya memegang vajra dan kadga ( Pedang ), sedang tangan kiri nya memegang tali penjerat dan sikap mudra tarjana.

Vadipramardakatara, dalam sikap pratyalidha atau berdiri, kaki kanan ditekuk dan kaki kanan tegak. Diatas bungan teratai kuning dan matahari. Bertubuh Hitam menakutkan, dengan wajah kemurkaan, denganm mengenakan busana berwarna kuning. Berwajah satu dan bertangan empat, rambut nya berdiri tegak, berhiaskan ular dan tiara surgawi. Tangan serta kaki nya mengenakan gelang. Kedua tangan kanan nya masing – masing memegang kadga dan DharmaChakra. Tangan kiri nya memegang tali dan sikap mudra Tarjana.

Marasudana – vasitottama – datara, duduk dalam sikap ardhaprayanka diatas bunga padma, surya dan chandra serta makara. Bertubuh keemasan berwajah satu dan bertangan empat. Tangan kanan nya masing – masing memegang tangkai bunga asoka dan ratna. Tangan kiri nya memegang bunga padma dan bejana harta.

Varadhatara, duduk diatas bunga padma dan bulan, bertubuh merah ruby, berwajah satu dan bertangan empat. Kedua tangan kanan nya satu dalam mudra mahasukkha dan satu lagi memegang vajra. Tangan kiri nya memegang gantha dan tangkai ranting pohon naga.

Sokavinodanatara ( Arya tara penghalau segala penderitaan ), duduk damai diatas bunga padma dan bulan, cantik, bertubuh merah Coral, berwajah satu dan bertangan empat. Tangan kanan nya masing – masing dalam sikap anjali mudra bersama tangan kiri atas nya diatas mahkota nya dan memegang pedang pemutus penderitaan. Satu tangan kiri nya memegang bunga utpala.

Jagadvasivipannirbarhanatara ( Arya Tara penghalau segala kemalangan ), berdiri dalam sikap lalidhasana diatas bunga teratai dan bulan. Bertubuh nila dengan rambut kemerahan berdiri tegak, berwajah satu dan bertangan dua. Tangan kanan nya memegang gadhakapala dan tangan kiri nya memegang vajra ankusha.

Manggalalokatara ( Arya Tara cahaya keberuntungan ), duduk dalam vajraparyanka, diatas bunga teratai beraneka warna serta bulan. Bertubuh emas, berwajah satu, dan bertangan delapan, dengan bersandar pada bulan purnama. Tangan kanan nya memegang trisula, ankushi, kadga, dan vajra. Tangan kiri nya memegang ratna, ankushi, gadha, dan bejana harta.

Paripacakatara ( Arya Tara sang pemulih ), berdiri diatas bunga teratai dan matahari, ditengah kobaran api, dari tubuh nya yang mengerikan berwarna merah ruby memancar cahaya kesegala penjuru membakar apapun. Berwajah satu dan bertangan empat, mulut nya menyeringai dengan alis mata yang naik turun, sangat menakutkan. Tangan kanan nya memegang pedang dan anak panah, tangan kiri nya memegang dharmachakra dan busur panah.

Bhrkutitara (Arya Tara penakluk yang murka), berdiri diatas bunga padma dan matahari, menari diatas bangkai manusia. Bertubuh hitam menakutkan, dengan tiga wajah kemurkaan, yang masing – masing bermata tiga, merah, menyala murka, dengan mulut menyeringai lidah terjulur. Wajah nya yang tengah berwarna hitam, yang kanan putih, dan yang kiri merah. Mengenakan untaian kepala dan kulit harimau dihiasi delapan ekor ular. Bertangan enam, ketiga tangan kanan nya masing – masing memegang kadga, pecut dan gadha. Tangan kiri nya memegang dharmachakra, kepala penuh darah dan tali penjerat.

Mahashantitara (Arya Tara kedamaian agung), duduk dalam vajrapariyanka, diatas bunga teratai putih dan bulan. Bertubuh putih bagaikan bulan, berwajah satu dan bertangan enam. Tiga tangan kanan nya memegang aksamala, gadha, dan varadha mudra. Sedang tangan kiri nya memegang setangkai bunga utpala, kalasa amritha, dan patra penuh makanan.

Raganisudhanatara (Arya Tara penghancur segala keterikatan), duduk dalam sattvapariyanka diats bunga padma dan matahari. Bertubuh merah Coral, cantik dan bersinar, berwajah satu dengan tiga mata dan bertangan dua. Tangan kanan nya memegang trisula, tangan kiri nya memegang bunga utpala. Beliau adalah sumber segala realisasi. Bathin nya merupakan sari dari kesepuluh suku kata mantra, memberikan segala siddhi, mengembangkan kecerdasan dan memberi segala pengetahuan.

Sukhasadhanatara (Arya Tara yang memiliki segala kebahagiaan), duduk dalam sikap satvapariyanka diats teratai putih yang bersinar, bulan dan matahari. Bertubuh orange, berwajah satu dan bertangan dua. Sangat cantik, mengenakan perhiasan berbagai permata. Kedua tangannya memegang bulan purnama di depan dadanya.

Sitavijayatara (Arya Tara sang pemenang), duduk dalam sikap sattvapariyanka, diatas angsa, bunga padma, matahari dan bulan. Bertubuh putih, berwajah satu dan bertangan empat. Kedua tangan kiri dan kanan atas, memegang ankushi. Tangan kanan yang lain dalam varadhamudra, sedang tangan kiri yang lain memegang setangkai bunga utpala dengan pustaka suci diatas nya.

Dukkhadahanatara (Arya Tara yang membakar segala penderitaan), duduk dalam sikap sattvapariyanka, dengan kaki kanan ditegakkan, diatas kumuda dan candra. Tubuh nya agung, berwajah satu dan bertangan dua. Bertubuh putih laksana kulit kerang, mengenakan berbagai perhiasan, yang bersinar putih dan merah, menghalau noda semua makhluk. Kedua tangan nya memegang cermin yang menghanguskan segala penderitaan semua makhluk.

Siddhisambhavatara (Arya Tara sumber siddhi), duduk dalam sikap sattvapariyanka diats bunga padma dan bulan. Bertubuh orange yang menunjukkan bahwa beliau berasal dari sari karmakula, berwajah satu dan bertangan dua. Kedua tangan nya memegang bejana emas di depan dada, mengalahkan segala jenis penyakit dan memberi segala siddhi.

Paripurnatara (Arya Tara sempurna), duduk dalam sikap ardhapariyanka diatas sapi kamadenu, yang lahir spontan, bunga padma dan bulan. Bertubuh putih, cantik dan bersinar, berwajah satu dengan tiga mata dan bertangan dua. Tangan kanan nya dalam abhaya mudra dan tangan kiri nya memegang trisula. Beliau menjadi jalan untuk dapat pergi kealam akanistha dalam hidup saat ini juga.

Bodhisattva Manjusri / Wen Shu Shi Li Pou Sat / 文殊師利菩薩



10.jpg

Menyambut Ulang Tahun Manjusri Bodhisatwa 24 -04-2012


Artikel 1 :
Nama "Bodhisattva Manjusri" adalah perkataan bahasa sanskerta yang artinya "Nasib Baik Yang Mendatangkan Kesuksesan Yang Mentakjubkan". Di dalam tradisi Buddha Mahayana, Bodhisattva Manjusri itu dianggap Pribadi Maha Agung yang telah memiliki Kebijaksanaan Tinggi di antara para Bodhisattva. Bersama-sama dengan Bodhisattva Samantabhadra, beliau adalah merupakan pembantu utama Buddha Sakyamuni.

Beliau di dalam daftar semua Bodhisattva, termasuk yang paling utama di bidang menegakkan Buddha Dharma, beliau juga dinamai "Pangerannya Dharma". Menurut kitab suci Agama Buddha yang bemama "Sutra Shurangama Samadhi", beliau telah menjadi Buddha, pada Kalpa-Kalpa (hitungan waktu berjuta-juta tahun), yang tak terhitung lamanya, di masa yang lampau, dan dinamai "Sang Tathagata Yang Telah Mengatasi, Atau Telah Dapat Membangunkan Benih Ular Naga, Atau Telah Mampu Membangunkan Kundalini Saktinya".

Walaupun beliau sekarang ini, manifestasi sebagai pembantu utama Hyang Buddha Sakyamuni, dan berada di sebelah kanannya Hyang Buddha Sakyamuni. Menurut Sutra-Sutra dan Sastra-Sastra Buddhis, beliau adalah Sang Guru dari banyak sekali pribadi-pribadi yang telah menjadi Buddha di masa-masa yang lampau; dengan kata lain, beliau telah membimbing banyak orang-orang yang telah memetik buah Ke-Buddha-an. Dengan demikian Bodhisattva Manjusri ini lalu dinamai "Sang Ibunya para Buddha di Tiga Alam.

Di dalam Sutra-Sutra Buddhis, terdapat banyak cerita-cerita yang memberi gambaran bahwa beliau telah mengajarkan kepada pribadi-pribadi yang mengadakan pembinaan diri, dengan sarana kebijaksanaan beliau. Manifestasi beliau yang bersifat sementara di dalam "Memegang Pedang untuk Memperkuat Keberadaan Hyang Buddha atau Ajaran Agama Buddha " itu mengungkapkan kebijaksanaan beliau untuk melenyapkan keragu-raguan para Bodhisattva pendamping Hyang Buddha, yang kurang mampu dalam memberikan kecerahan, atau menolong untuk mencapai pencerahan Agung, kepada orang-orang lain, agar mereka dapat memperdalam Dharma.

Beliau itu selalu mempergunakan kata-kata yang negatif, yang berisi penantangan, dan diucapkan secara tiba-tiba, untuk memperingatkan manusia-manusia yang berbuat salah. Di dalam Agama Buddha Sekte Mahayana, beliau menggaris-bawahi, pertama-tama, melalui metode-metode, atau cara-cara, yang sifatnya untuk dipakai sementara waktu saja, (bersifat provisional method). Di dalam sebuah Sutra, yang bernama Avatamsaka Sutra, beliau telah mendorong, memacu, seorang yang bernama Sudhade, untuk mencari Dharma, hingga 53 (lima puluh tiga) kali. Doktrin, atau Ajaran dari Agama Budha Mahayana, Sekte Dhyana, adalah sama dengan Ajaran dari Sang Bodhisattva, mengenai "pintu-Dharma".

Sejak Dinasti Hsin yang memerintah Wilayah Timur, umat Buddha di Tiongkok, telah mempercayai Bodhisattva Manjusri. Gunung Suci Wu Tai, di Propinsi Shansi, dikenal sebagai Bodhimanda-nya Bodhisattva Manjusri. Para penganut Agama Buddha, yang mempercayai Bodhisattva Manjusri, menjadikan Gunung Suci tersebut, sebagai Pusat Kepercayaan Keagamaan.

Di Kutip Dari Buku Mengenal Para Bodhisattva

Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia

Artikel 2 :



普見如來
The Glory of Pujian Rulai

Kedua tangan memegang padma dengan mudra Dharmadesana, di atas padma tangan kanan terdapat Prajnakhadga, melambangkan menebas semua kilesha ; Padma di tangan kiri terdapat sutra, melambangkan mematahkan semua pengetahuan. (dengan pengetahuan Lokuttara, sehingga menjadi sempurna)

Manjusri bermakna manggala nan luhur (妙吉祥 – Miaojixiang) , berpasangan dengan Samanthabadra Bodhisattva (普賢菩薩 – Puxianpusa) , Manjusri Bodhisattva sering nampak di sisi kanan dan kiri Sakyamuni Tathagata.

Manjusri Bodhisattva adalah yang nomor satu dalam hal prajna, kelak mencapai Kebuddhaan dengan gelar Tathagata Yang Nampak Secara Universal (普見如來 – Pujian Rulai)

Sakyamuni Buddha memuji Manjusri Bodhisattva :

“Manjusri adalah Bunda Vajra dari semua Buddha Tathagata. Dari Tubuh dan Hati Vajraprajna Manjusri Bodhisattva, lahirlah semua Buddha Bodshiattva.” (semua insan mencapai Kebuddhaan dari Prajna)

Dalam “Sutra Maha Ajaran dari Seribu Lengan Seribu Patra Manjusri” tercatat dasapranidhana Agung dari Manjusri Bodhisattva :

“Bila ada insan memfitnah Ku, membenci Ku, mencelakai Ku, orang itu senantiasa menanam kebencian kepada Ku dan yang lainnya dan dia tidak mampu mengatasi kebenciannya ini, (demi mengubahnya) semoga dia berjodoh dengan Ku. Aku akan membuatnya membangkitkan Bodhicitta”

Manjusri Bodhisattva juga mengatakan :

“Bila Aku berada di dunia, ataupun (walau) setelah Parinirvana, para insan dan para Bodhisattva , bila melafalkan nama Pujian Rulai atau nama Ku (Manjusri), maka semua dosa berat dan pelanggaran karena penghinaan pada sutra akan sirna! Bahkan dosa anantarya juga akan sirna, pada akhirnya akan mencapai Kebuddhaan!”

Manjusri Bodhisattva mempunyai Bodhicitta yang sangat agung. Maitri Karuna Nya meresap sampai ke sum-sum tulang, hati Nya seluas angkasa, kebajikan Nya tiada tara.

Kelak saat Manjusri Bodhisattva mencapai Kebuddhaan , dunia saha kita ini akan diserap masuk kedalam Tanah Suci Pujian Rulai. Saat itu, semua dukkha di dunia saha ini akan sirna.

Tanah Suci Manjusri Bodhisattva yang keagungannya jauh melebihi Sukhavatiloka, ada tertulis dalam Maharatnakutasutra Bab Pasamuan Vyakarana Manjusri Bodhisattva.

Yang paling luar biasa adalah, dunia saha ini kelak adalah salah satu bagian dari Tanah Suci Pujian Rulai ;

Saat itu Simha Yang Gagah (nama) berkata kepada Buddha :

“Baghavan, apakah nama Tanah Suci tersebut?”

Buddha berkata :

“Tanah Suci itu bernama Suci Sempurna Terhimpun Mengikuti Jodoh.”

Simha Yang Gagah bertanya kembali :

“Baghavan , dimanakah letak Buddhaksetra tersebut?”

Buddha mengatakan :

“Di sebelah Selatan, dan dunia saha ini kelak akan berada di tengah Buddhaksetra tersebut.”

Tanah Suci Pujian Fo (Manjusri Bodhiattva) :

1. Bila dibandingkan dengan Sukhavatiloka

. . .Kemudian, diantara para hadirin terdapat Para Bodhisattva, mereka berpikir :

“Apakah pahala dan keagungan Tanah Suci Manjusri Bodhisattva bisa menyamai Tanah Suci Amitabha Buddha ?”

Pada saat itu, Sang Baghavan mengetahui pikiran para Bodhisattva tersebut, kemudian Baghavan memberitahukan kepada Simha Yang Gagah :

“Wahai putera yang berbudi, bila ada orang membelah satu helai bulu menjadi seratus bagian, kemudian dengan menggunakan satu belahan itu mengambil satu tetes air samudera, satu tetes air ini, jika digunakan sebagai pembanding dengan keagungan Tanah Suci Amitabha Buddha , maka Keagungan Tanah Suci Pujian Rulai (Manjusri Bodhisattva) adalah bagaikan samudera. Bahkan melebihi perumpamaan ini sendiri, kenapa demikian? Karena Tanah Suci Pujian Rulai memiliki keagungan yang tak terperikan!”

2、 Manjusri Bodhiattva membangkitkan Bodhicitta sejak masa yang lama sekali, orang yang bersama dengan Nya membangkitkan ikrar ada 2 milyar orang, dan semua telah mencapai Kebuddhaan dan memasuki Parinirvana, hanya tersisa (Manjusri) yang telah mencapai Kebuddhaan namun usia Nya tanpa batas.: Raja Pufu yang saat itu membangkitkan ikrar adalah Manjusri Bodhisattva, yang pertama kali membangkitkan Bodhicitta pada masa lampau 700.000 asamkyeya kalpa butiran Sungai Gangga, kemudian lewat 64 kalpa butiran pasir sungai Gangga, mencapai Anuttpatika Dharmaksanti, mencapai Dasabhumi Bodhisattva dan Dasabhala Tathagata. Menyempurnakan sarva Dharma dan Kebuddhaan, namun sama sekali tidak pernah berhasrat “Aku kelak akan menjadi Buddha.” . Wahai Putera yang berbudi, kemudian 2 milyar orang itu mengikuti Sang Raja, membangkitkan Bodhicitta di hadapan Buddha Suara Guntur (雷音佛 – Leiyin Fo) , semua adalah karena dorongan dan motifasi dari Manjusri Bodhisattva, sehingga mereka semua menjalankandana – sila – ksanti – virya – dhyana dan Prajna. Sehingga saat ini (2 milyar orang itu) semua mereaslisasikan Anuttarasamyaksamboddhi, memutar Dharmacakra nan Agung, setelah melaksanakan karya Buddha, kemudian memasuki Parinirvana. . . . . Saat diuraikan nidana masa lampau dari Manjusri, para insan di pasamuan yang jumlahnya 7000 , membangkitkan Anuttarasamyaksamboddhi.”


3、Saat Manjusri Bodhisattva mencapai Kebuddhaan, Beliau menggunakan Buddhacaksu (Mata Buddha) untuk mengamati kesepuluh penjuru loka, melihat bahwa para Buddha yang menetap di berbagai dunia semua memulainya dari jalan Kebodhisattvaan ;

Saat itu Manjuri Bodhisattva berkata kepada Sang Buddha :

“ Sejak asamkyeya kalpa yang tak terhingga lamanya, Aku telah membangkitkan ikrar demikian : Dengan Divyacaksu tanpa rintangan, Aku melihat Para Tathagata di Buddhaksetra sepuluh penjuru loka yang banyaknya tak terhingga. Jika Aku tidak membangkitkan Boddhicitta untuk membimbing mereka semua supaya menekuni Sadparamita, sampai tercapainya Anuttarasamyaksamboddhi, maka Aku tidak akan mencapai Kebuddhaan, Aku harus memenuhi ikrar ini, barulah kemudian merealisasikan Boddhi.”


4、Buddhaksetra Manjusri Bodhisattva ini sangat luas, bila trisahasra mahasahasralokadhatu (Ribuan sistim Tata Surya besar) dijadikan sebuah Negeri Buddha, maka Negeri Buddha Manjusri Bodhisattva luasnya adalah bagaikan Negeri Buddha tadi dalam jumlah butiran pasir Sungai Gangga.

Saat itu, Manjusri berkata kepada Sang Buddha :

“Baghavan, Aku ada satu ikrar, yaitu membuat satu Negeri Buddha yang luasnya bagaikan Negeri Buddha sebanyak butiran pasir sungai Gangga, Negeri itu akan diperagung dengan ratna manikam yang tak terhingga banyaknya, bila tidak terjadi demikian, maka Aku tak akan mencapai Anuttarasamyaksamboddhi!”

5、Pohon Boddhi tempat Manjusri Bodhisattva duduk akan sebesar sepuluh Negeri Buddha(Satu Negeri Buddha adalah seribu lokadhatu):

Manjusri Bodhisattva melanjutkan :

“Dan lagi Baghavan, Aku ada ikrar, supaya didalam Negeri Ku ada sebuah pohon Boddhi, yang besarnya bagaikan seribu lokadhatu, cahayanya akan terpancar keseluruh penjuru Negeri.”

6、Setelah mencapai Kebuddhaan, Bodhisattva Manjusri tidak beranjak dari tempat duduk Nya, namun mampu memanifestasikan tubuh Nya memenuhi berbagai dunia untuk membabrkan Dharma.

Manjusri mengatakan :

“Aku juga berikrar, duduk di bawah Pohon Boddhi, merealisasikan Anuttarasamyaksamboddhi, pada sata itu tidak beranjak dari sana, namun Aku akan termanifestasi di sepuluh penjuru Buddhaloka, membabarkan Dharma demi para insan.”

7、Dalam Tanah Suci Manjusri Bodhisattva, semuanya adalah para Bodhisattva suci ;

Manjusri Boddhisattva mengatakan :

“Dan lagi wahai Baghavan, Aku mempunyai ikrar, supaya di Tanah Suci Ku tiada wanita, semua adalah Para Bodhisattva yang bebas dari noda dan menjalankan kehidupan suci (membuat para wanita menjadi pria dan mencapai tingkatan Bodhisattva suci) , kelahiran di Tanah Suci Ku adalah dengan manifestasi dan begitu lahir langsung mengenakan jubah kasaya. Bodhisattva yang demikian akan memenuhi Tanah Suci, tidak akan ada Sravaka maupun Pratyeka Buddha (semua di Tanah Suci akan dibuat mencapai Kebodhisattvaan)Hanya saja penjelmaan dari Tathagata akan menyebar kesepuluh penjuru demi para insan (demi menyesuaikan dengan bakat para insan) mengajarkan mengenai Tiga Yana.”

8、Nidana dari Gelar Kebuddhaaan bagi Manjusri Bodhisattva :

Manjusri Bodhisattva merealisasikan Kebuddhaan dengan gelar Yang Nampak Secara Universal (普見 – Pujian), kenapa bisa bergelar Pujian ? karena Tathagata ini bermanifestasi di berbagai Negeri Buddha yang tak terhingga banyaknya, bila para insan melihat Buddha ini, pasti kelak akan memperoleh Anuttarasamyaksamboddhi ; Meskipun Pujian Rulai (saat ini) belum mencapai Kebuddhaan, jika saat ini atau bahkan (jika) Aku telah berparinirvana , ada insan yang mendengar nama ini (Pujian Rulai), semuanya pasti akan memperoleh Anuttara Samyaksamboddhi, kecuali yang telah mencapai tingkatan terbebas dari kelahiran dan insan yang berhati picik.


9、Makanan dan minuman di Tanah Suci Pujian Rulai :

Manjusri Bodhisattva mengatakan kepada Sang Buddha:

“Baghavan, Aku juga berikrar, bagaikan Tanah Suci Amitabha yang menjadikan Dharmasukha sebgaai makanannya, Bodhisattva di Tanah Suci Ku yang baru terlahir dan mulai timbul keinginan untuk makan, berbagai makanan lezat akan muncul dan memnuhi patra di tangan kanannya. Kemudian dia akan membangkitkan pemikiran : Bila belum mempersembahkan ini pada sepuluh penjuru Buddha, serta mendanakannya kepada para insan yang miskin papa (di dunia lain ) serta hantu kelaparan dan lain sebagainya supaya mereka semua terkenyangkan, saya tidak akan memakan makanan lezat ini. Dan setelah berpikir demikian, ia akan memperoleh lima macam abhijna dalam sekejap, tanpa rintangan mampu berkelana di angkasa, kemudian menuju ke sepuluh penjuru Negeri Buddha, mempersembahkan makanan itu kepada Para Buddha Tathagata dan para Sravaka, juga mendanakannya kepada para insan yang miskin papa dan lainnya, kemudian membabarkan Dharma supaya mereka terhindar dari hawa nafsu. Setelah itu, dalam sekejap dia akan kembali ketempat semula (Tanah Suci Pujian Rulai)

10、Pakaian para insan yang terlahir di Negeri Pujian Rulai :

Manjusri berkata kepada Sang Buddha, “Dan lagi Baghavan, Aku ada ikrar, Para Bodhisattva di Tanah Suci Ku, sehabis lahir, bila ia menginginkan pakaian, dari tangannya akan muncul berbagai jubah indah sesuai dengan kehendak , pakaian itu sangat bersih dan bercirikhas jubah sramana. Kemudian ia akan timbul pemikiran ini : Jika aku belum mempersembahkan jubah ini kepada Para Buddha di sepuluh penjuru, maka tidak sepantasnyalah aku mengenakannya. Dalam waktu sekejap, dia akan sampai di berbagai penjuru Tanah Buddha, dan setelah mempersembahkan jubah mustika kepada Para Buddha, mereka akan kembali ke tempat semula dan mengenakannya.”

11、Harta benda insan di Tanah Suci Pujian Rulai :

Manjusri mengatakan kepada Sang Buddha :

“Dan lagi wahai Baghavan, Aku berikirar, para Bodhisattva di Tanah Buddha Ku, harta benda yang diperolehnya, terlebih dahulu akan dipersembahkan kepada Para Buddha dan Sravaka, kemudian barulah dia akan mengenakannya.”

12、Tanah Pujian Rulai bebas dari segala kekejian :

Manjusri mengatakan : “Dan lagi, di Tanah Suci Ku, tidak aka nada delapan bahaya dan kesesatan, tidak ada pelanggaran , tidak ada penderitaan dan tidak ada kesengsaraan.”

13、Keagungan Luar Biasa dari Tanah Suci Pujian Rulai :

Manjusri berkata lagi kepada Sang Buddha : “Aku juga berikirar, di Tanah Suci Ku, terbentuk dari ratna mutu manikam yang tak terhingga banyaknya, ratna manikam itu juga tidak pernah ada di sepuluh penjuru lokadhatu , sangat sulit mendapatkannya. Nama – nama berbagai jenis ratna yang digunakan juga tidak akan habis – habisnya disebutkan, mengikuti apa yang ingin disaksikan oleh Para Bodhisattva, bila ingin melihat Tanah itu berupa emas, maka akan terlihat sebagai emas. Jika ingin melihat perak, maka akan terlihat sebagai perak. Bila ingin melihat Kristal, lazuardi, manao, mutiara dan lainnya, maka semua akan muncul sesuai kehendak dan tidak akan saling merintangi (kemunculan penataan ratna manikin yang diinginkan , tidak akan menjadi tidak teratur hanya karena ingin menyaksikan banyak) ; Dan juga terdapat wewangian cendana, Ajialuo, bahkan cendana merah dan lain sebagainya, semua muncul sesuai dengan harapan.

14、Penerangan di Tanah Buddha :

Manjusri mengatakan :

“Dan lagi, di Tanah Buddha ini, tidak disinari oleh sinar bintang dan matahari - rembulan, Para Bodhisattva di tanah Suci Ku akan menyinari nayuta milyaran Tanah Suci lainnya dengan menggunakan sinar yang keluar dari tubuhnya sendiri.”

15、Perbedaan siang dan malam di Tanah Suci Pujian Rulai :

Manjusri : “Dan lagi di Tanah Suci itu, dengan mekarnya bunga sebagai tanda siang hari, sedangkan mengatupnya bunga adalah tanda malam hari.”

16、Apa yang tiada dalam Tanah Suci Buddha dari Bodhisattva Manjusri :

“Berbagai musim akan timbul seusai kehendak para Bodhisattva, namun tiada fenomena kedinginan dan kepanasan, tiada usia tua – sakit dan kematian. Bila Para Bodhisattva menghendaki merealisasikan Boddhi dan menuju ke Tanah Buddha yang lain, maka dia akan menuju ke Surga Tusita dan setelah usianya habis di sana, ia akan terlahir ke dunia fana dan mencapai Kebuddhaan, karena di Tanah Suci Pujian Rulai tidak ada Parinirvana.”

17、Musik :

Walau tiada wujudnya, namun suara alunan berbagai macam music akan terdengar di angkasa sesuai dengan kehendak, namun music ini tidak akan menimbulkan keserakahan akan suara, justru akan mengeluarkan suara Sangha Buddha yang menyabdakan Dharma Prajnaparamita, dan suara Pintu Dharma Bodhisattva, yang akan terdengar sesuai dengan pemahaman Dharma dari para Bodhisattva.”

18、Jika Para Bodhisattva di Tanah tersebut timbul pertanyaan :

“Dan bila Para Bodhisattva ingin bertemu dengan Buddha, entah saat itu dia sedang beraktivitas, duduk atau berdiri, dengan memvisualisasikan dan merennungkan Pujian Rulai duduk di bawah Pohon Boddhi , hanya dengan melihat Pujian Rulai saja , tidak perlu penjelasan panjang lebar, semua kerguannya akan terpatahkan dan memahami makna sejati Dharma.”

19、Sang Buddha menyarankan penjapaan Nama Suci Manjusri Bodhisattva dan Pujian Rulai :

Kemudian Buddha Sakyamuni memberitahukan kepada Para Bodhisattva :

“Demikianlah, demikianlah. . .seperti yang engkau katakana, wahai Putera Berbudi, bila ada insan yang menjapa ratusan milyar Nama Buddha, dibandingkan dengan yang menjapakan nama Manjusri Bodhisattva saja, berkah pahala pelafalan nama Manjusri melampaui perumpamaan sebelumnya. Terlebih lagi bila menjapakan nama Pujian Rulai, kenapa demikian ? Para Buddha yang banyaknya ratusan milyar nayuta itu memberikan manfaat kepada para insan, namun tetap tidak sanggup melebihi manfaat yang dikaryakan oleh Manjusri Bodhisattva dalam masa satu kalpa saja.”

20、Bagaimanakah Pahala Keluhuran di Tanah Suci Manjusri Bodhisattva ?

Manjusri Bodhisattva kembali berkata kepada Sang Buddha :

“Aku juga berikirar, tak terhingga banyaknya Para Buddha Baghavan seperti yang Aku lihat, semua keagungan pahala di Tanah Suci Buddha tersebut, Aku akan membuat semuanya itu menyatu di satu Tanah Suci Ku ! Kecuali (Tanah) yang masih terdapat dua macam kendaraan dan lima kekeruhan.”

21、Ikrar Agung di Tanah Suci Buddha Manjusri Bodhisattva :

Buddha Sakyamuni memberitahukan kepada Maitreya :

“Delapan puluh empat ribu Bodhisattva ini, saksikan betapa agungnya tanah suci mereka, walau mereka semua berikrar untuk menciptakan Tanah Suci Buddha yang demikian, namun diantaranya ada enam belas Mahapurusha, yang mempunyai vijayasukha sehingga membangkitkan ikrar (paling) agung, dan bisa menyempurnakan ikrarnya, bagaikan Ikrar Agung yang diaspirasikan oleh Manjusri Bodhisattva.”

“Para Bodhisattva yang lain kelak juga akan segera mencapai Anuttarasamyaksamboddhi, keagungan Tanah Buddha yang diciptakan akan seagung Tanah Suci Amitabha. Wahai Maitreya, ketahuilah, Para Bodhisattva itu (16) telah mempunyai vijayasukha, maka pencapaian mereka juga besar, karena yang emmiliki vijayasuka itu telah bertekad supaya mereka merealisasikan Tanah Suci Buddha yang agung bagaikan Tanah Suci Manjusri Bodhisattva.”

22、Buddha Sakyamuni menasehati Para Bodhisattva :

Setelah usai sabda Sang Buddha, Catur Maharajika – Dewa Indra – Raja Brahma dan lainnya, serta Para Dewa Putera Mahabhairava, bersama menyanyikan :

“Insan yang mendengarkan metode ini akan memperoleh manfaat kebajikan yang agung, apalagi bisa menerima dan menjapakannya, ketahuilah bahwa akar kebajikan yang direalisasikannya sangatlah luas. Oh, Baghavan, kami semua akan menerima – menjapakan dan mewartakan metode ini, demi melindungi Dharma nan mendalam ini.”

Kemudian Simha Yang Gagah berkata kepada Sang Buddha :

“Baghavan, bila ada yang bisa mendengarkan metode ini, menerima- menjapa dan merenungkannya, serta membangkitkan ikrar untuk menciptakan Tanah Suci Buddha yang demikian agung, berapa besar berkah pahalanya?”

Buddha menjawab : “Wahai putera berbudi, dengan Buddhacaksu tanpa rintangan, Tathagata melihat para Buddha dan Tanah Suci Nya, jika ada Bodhisattva yang memperagung Tanah Suci tersebut dengan saptaratna, mempersembahkannya kepada semua Tatahagat tersebut satu-persatu, sampai masa yang akan datang, membuat Bodhisattva in menetap pada sila kesucian, berpandangan sama rata terhadap para insan. Bila ada Bodhisattva dengan metode keagungan Tanah Suci ini. Menerima , menjapakan dan membangkitkan tekad, belajar meneladani Manjusri Bodhisattva melangkah tujuh langkah, maka pahalanya lebih besar daripada perumpamaan pertama mengenai dana saptaratna. Tidak ada seper seratusnya, bahkan perumpamaan dengan jumlah itu pun tidak bisa menggambarkannya dengan tepat.”

Sakya Baghavan memuji Manjusri adalah :

“Bunda Vajra dari para Buddha Tathagata. Dari tubuh dan batin Vajraprajna Manjusri Bodhisattva, lahir Para Buddha Bodhisattva.”

Sadhu – Sadhu – Sadhu

Sumber: Sutra Keagungan Tanah Suci Manjusri Bodhisatva

Jumat, 20 April 2012

Foto Pagoda dan Vihara

Foto Pagoda dan Vihara


Shwedagon Pagoda
Shwedagon Pagoda is the most popular and well-known pagoda in Yangon. The pagoda is one of the main tourist destinations in Myanmar. Located at No.1, Shwedagon Pagoda Road, Dagon Township, in Yangon, this pagoda is the most notable building in Yangon. The Shwedagon Pagoda is a great cone-shaped Buddhist monument that crowns a hill about one mile north of the Cantonment. The pagoda itself is a solid brick stupa (Buddhist reliquary) that is completely covered with gold. It rises 326 feet (99 m) on a hill 168 feet (51 m) above the city.

 

STRUCTURE OF SHWEDAGON
The perimeter of the base of the Pagoda is 1,420 fee and its height 326 feet above the platform. The base is surrounded by 64 small pagodas with four larger, one in the center of each side. There also are 4 sphinxes, one at each corner with 6 leogryphs, 3 on each side of them. Projecting beyond the base of the Pagoda, one on the center of each side are Tazaungs in which are images of the Buddha and where offerings are made.

There are also figures of elephants crouching and men kneeling, and pedestals for offerings all around the base. In front of the 72 shrines surrounding the base of the Pagoda, you will find in several places images of lions, serpents, ogres, yogis, spirits, or Wathundari. On the wall below the first terrace of the Pagoda at the West-Southern Ward and West-Northern Ward corners, you will see embossed figures. The former represents King Okkalapa who first built the Pagoda. The latter is a pair of figures; the one above represents Sakka who assisted in foundation of the Pagoda, and the one below, Me Lamu, consort of Sakka and mother of Okkalapa.

 

 

TUNNELS OF SHWEDAGON
There are 4 entrances leading into the base of this great Shwedagon Pagoda. No one is sure what is inside. According to some legendary tales, there are flying and turning swords that never stop, which protect the pagoda from intruders; some says there are even underground tunnels that leads to Bagan and Thailand.
The 10 Parts of Shwe Dagon Pagoda
The Diamond Bud (Sein-phoo)
The Vane
The Crown (Htee)
The Plantain Bud-Shaped Bulbous Spire (Hnet-pyaw-phu)
The Ornamental Lotus Flower (Kyar-lan)
The Embossed Bands (Bang-yit)
The Inverted Bowl (Thabeik)
The Bell (Khaung-laung-pon)
The 3 Terraces (Pichayas)
The Base



DIAMOND BUD, THE VANE AND THE CROWN
Part   Diamond   Gold   Other Precious Stones
Bud   4,350 pieces, weighing 2,000 ratis   9,272 plates of 1 foot square, weighing 5004 ounces   93 pieces
Vane   1,090 pieces, weighing 240 ratis   -   1,338 pieces
Crown   -   1,065 gold bells   886 pieces

 


 

 





  I was Simply Blessed to Visit the Shanghai-Longhua-Temple

The Longhua (Luster of the Dragon) temple in Shanghai is the largest and busiest Buddhist temple devoted to the Maitreya Buddha and famous for its graceful pagoda and wonderful peach blooms in spring. Built in 247 AD during the reign of the Three Dynasties, the temple retains its architectural charm of a Song Dynasty monastery in form of the pagoda.
Legend
Sun Quan, King of the Kingdom of Wu, once gained the Sharira ruins – the remains of the Lord Buddha. The king decided to build 13 pagodas to preserve these sacred relics. One of them is the Longhua Pagoda (Longhua Ta) located in the Shanghai-Longhua-Temple complex.
The name of the temple is also given after a local legend that traces the appearance of a dragon on the site.

 

Prime Attractions
The layout of the Shanghai-Longhua-Temple is known as the Sangharama Five-Hall Style that belongs to a Song Dynasty monastery of the Buddhist Chan sect.

The Longhua Pagoda
This is the only surviving pre-modern pagoda in Shanghai rising as high as 40 m. With an eight-sided floor, the structure ascends with the decreasing size of seven storeys. This pagoda was constructed in 977 A.D. at the reign of the Song Dynasty. Once a site of many pagodas, the present pagoda holds a hollow brick interior enclosed by a wooden staircase. On the other hand, the exterior is adorned with verandas, banisters, and reversed roofs, which witnessed many restorations to maintain its alignment with the initial pattern.
Currently, this is not open to public due to its age and weak parts.




Five Main Halls
These halls are set along a central north-south axis in the Shanghai-Longhua-Temple complex.
The Maitreya Hall (Mile Dian):
This is the home of two statues called Maitreya Buddha and Budai, a cloth bag monk that manifest the former one.
The Heavenly King Hall (Tianwang Dian):
Herein, you can pay homage to the statues of the Four Heavenly Kings.

The Grand Hall of the Great Sage (Daxiong Baodian or Mahavira Hall):
This is the main hall that boasts the statues of the historical Buddha (Shakyamuni) and his two followers. Behind the hall, a base relief carving wherein a portrayal of Guanyin or the Buddistava Avalokitesvara in his female form is worth noticing. Surrounding the front area, there are beautifully set 20 Guardians of Buddhist Law, while encompassing the rear is the 16 principal arhats under the carved dome. Do not miss to see an ancient bell since 1586 belonging to the Wanli era of the Ming Dynasty. Lastly, glance at the complex sculpture of Kwan Yin leading over symbolic process of reincarnation.
The Three Sages Hall (San Sheng Dian):
Worship the three incarnations of Lord Buddha here as the Amitabha Buddha, the Buddistavas Avalokitesvara (male manifestation), and Mahasthamaprapta under a spiny red and gold dome. At the side passages, a room is packed with 500 small golden statues of arhats.
The Abbot’s Hall (Fangzhang Shi):
This is the area where lectures and formal meetings are held.

The Bell Tower (Zhong Lou)
Located next to the entrance, this is a three storey structure set opposite the central axis. It holds a copper bell of 2 m in height and five tons in weight. The bell is ringed at midnight on the event of the western New Year. The bell is hit 108 times that represent the most fortunate number in the East for assuring good luck to the human world. Even you can ring the bell only three times for ¥50. Do not miss a visit to the shrine of Ksitigarbha (Dizang the King Bodhissatva) located off the main axis.


 
CHINA TEMPLE'S PAGODA TOWER  


  Tiger Hill Pagoda, China   

Wonder: Tiger Hill Pagoda
Country: China
Region: Suzhou
Visitable: Yes
About:
The Tiger Hill Pagoda is the oldest pagoda in Suzhou and is the principal recreation of the popular Yuyan Temple.

Wonder type: National Wonder



Tiger Hill Pagoda or the Yunyan Pagoda is a Chinese pagoda situated outside Changmen, Suzhou City, Jiangsu Province. The millennium old Tiger Hill Pagoda, also known as the Leaning Tower, stands on top of the Tiger Hill and is regarded as the symbol of Suzhou. Also it is called with its other names including Huqiu Tower, the Leaning Tower of China or The Yunyan Temple Tower.

The Tiger hill Pagoda has seven floors rising to a height of 48 meters. This octagonal building was built with blue bricks. That stone brackets provide decorative detail. There is no internal stairway to climb to the different levels.

The entire structure weighs some 6,000,000 kg, supported by internal brick columns. The tower leans roughly 3.5 degrees due to the cracking of two supporting columns.

The Tiger Hill Pagoda is the principal recreation of the popular Yuyan Temple, the night scene around it is beautiful because the area is decorated with excellent illumination of vivid colors. This added a great attraction in Suzhou night tour.

HISTORY
Tiger Hill Pagoda or Yunyan Pagoda standing on the hill's summit is part of the Yunyan Temple. As the oldest pagoda in Suzhou, it serves as a landmark of the city; it was built during the later period of the Five Dynasties (907-959) and completed by the second year of the Song Dynasty (959-961).

 

It was constructed earlier and taller than the Leaning Tower of Pisa. In the beginning it was built of wood, the structure of which was complicated, colorful and magnificent with unique style. The height of the Tower is 48m, built by laying eight cornered bricks in seven storeys. In more than a thousand years the tower has gradually slanted due to forces of nature. It leans to the north by about 3.5 degrees.

In 1957, efforts were made to stabilize the tower and prevent further leaning. Concrete was also pumped into the soil forming a stronger foundation. During the reinforcement process, a stone casket containing Buddhist scriptures were found.

Also the tower was partially repaired in 1981 by the local government. Concrete piles have been driven into the ground around the pagoda in order to reinforce the foundation. Like many pagodas of the Tang and early Song periods, it is a stone imitation of contemporary wooden pagodas. The "brackets" and "lintels" carved on the surface are not structural, but decorative.

Today this 1000 year old pagoda has become a symbol of Suzhou. And it is listed as one of the special historical sites under State protection. The temple courtyard is the highest point on the hill and commands a grand view




Menurut catatan sejarah, bhiksu India Hui Li sewaktu datang ke kota Hang Zhou, melihat pemandangan di situ sangat indah,dianggapnya sebagai “tempat bersemayamnya arwah dewata”, maka sewaktu mendirikan bangunan kuil, menamakannya Ling Yin (Ling = arwah; Yin = tersirat,bersemayam).

   Kuil Ling Yin – Kompleks Kuil Bersemayamnya Arwah Dewata  


Kuil Ling Yin, didirikan pada zaman Jin Timur, hingga kini sudah berusia 1.600 tahun. Salah satu dari 10 kuil agama Buddha terbesar di Tiongkok. Berlokasi di sebelah barat danau Barat, diantara puncak Bei Gao dan puncak Fei Lai. Berskala paling besar semasa zaman Wu Yue (dinasti Wu Dai), dengan gedung sebanyak 9 buah, 18 buah paviliun, 72 balairung dan 1.300 lebih rumah serta jumlah bhiksu mencapai 3.000 orang.

Menurut catatan kitab “Memo kuil Ling Yin”: “Didirikan pada zaman Jin Timur (317-420) oleh bhiksu India Hui Li, pada 1007 namanya diubah menjadi kuil Jing De Ling Yin Chan.” Pada awal dinasti Ming disingkat menjadi kuil Ling Yin. Pada masa pemerintahan kaisar Kang Xi – dinasti Qing, sang kaisar datang ke kuil dan menamakannya "Kuil Yun Lin Chan".

Kala itu ketika bhiksu India Hui li tiba di Hang Zhou dan melihat puncak Fei Lai, ia bergumam: “Bukit kecil dari gunung Ling Yuan (tempat bersemayam sang Buddha Sakyamuni) – India entah kapan terbang kemari? Ketika sang Buddha masih ada, kebanyakan dihuni oleh roh dewata.” Maka ia mendirikan kuil di hadapan gunung tersebut dan menamakannya “Ling Yin”. Sedangkan di puncak Fei Lai terdapat bebatuan aneh, pepohonan aneh, gua misterius, sangat Indah, panoramanya banyak perbedaannya dengan puncak di sekitarnya.

Bangunan utama di dalam kompleks kuil Ling Yin adalah balairung Tian Wang dan balairung Da Xiong Bao. Tinggi balairung Da Xiong Bao 33,6 m, salah satu bangunan kuil dengan bentuk atap talang dobel, salah satunya yang terbaik yang masih eksis. Di tengah balairung terdapat patung Sakyamuni yang disepuh emas, setinggi netto 9,1 m, dengan total tinggi = 19,69 m kalau ditambah dengan tempat duduk berwujud bunga lotus dan aura di atas kepala sang Buddha, tempat duduk itu terbuat dari 24 potong kayu Xiangzhang (kayu harum yang langka) yang halus dan kokoh.

Kuil Lingyin ini merupakan salah satu kuil buddhis termasyhur yang berada di wilayah delta Sungai Yangtze dan dipuji karena keindahan dan kedamaian lingkungan sekitarnya. Sejarah berdirinya kuil ini dapat ditelusuri hingga sekitar 1600 tahun sil


 

Membicarakan kuil Ling Yin, wajar saja kalau orang teringat akan seorang bhiksu terkenal dalam sejarah yakni Ji Gong (baca: Ci Kungæ¿Ÿå…¬). Tokoh ini benar-benar ada di dalam sejarah, ia terlahir pada 1148 dan wafat 1209, nama aslinya Li Xinyuan dan Ji Gong ialah nama pentasbihannya sebagai bhiksu, berasal dari kota Tai Zhou – propinsi Je Jiang, ia cucu seorang pejabat tinggi di wilayah itu.  Ia menggunduli kepalanya kali pertama di kuil Ling Yin tersebut. Tingkah lakunya sebagai bhiksu sangat kontroversial. Pada kenyataannya, Ji Gong adalah seorang yang berkarakter polos dan merupakan bhiksu terkenal yang memiliki kesaktian. Tetapi sepak terjangnya berbeda sekali dengan kebanyakan kaum bhiksu. Menurut catatan, tabiat Ji Gong tidak bisa dikekang dengan aturan kaku, kadangkala ia minum alkohol dan menyantap daging, bertingkah polah kesinting-sintingan, dijauhi para rekan bhiksu lainnya, pengawas kuilpun tak dapat mentolerirnya, terpaksa iapun meninggalkan kuil Ling Yin dan tiba di kuil Jing Ci.

Cerita “Pengangkutan kayu dari dasar sumur kuno (konon dengan kekuatan supra natural)” terjadi di kuil Jing Ci. Ia melewatkan sisa hidupnya di kuil tersebut, hingga suatu hari wafat dengan posisi duduk bersila tegak. Ji Gong sangat antusias, senang menolong orang, di dalam kuil terdapat bhiksu tua dan berpenyakit, ia seringkali mencarikan jamu untuk mereka. Sewaktu berkelana, ia sering melantunkan isi kitab suci dan membantu memasak, mengurai kerisauan, mengatasi kesulitan, sering kali berhasil dengan mujarab, maka itu ia dikenang orang. Seumur hidupnya Ji Gong hobby berkelana ke empat penjuru, jejaknya menjelajahi beberapa propinsi, suka berbusana compang camping, makan tidur tak teratur, datang dan pergi misterius, sulit diduga perangainya, agak kegila-gilaan, maka itu ia juga dinamakan si “Ji miring”.



Kehadiran Ji Gong telah membuktikan kuil Ling Yin laiknya “persemayaman arwah dewata yang laten" Perjalanan hidup Ji Gong juga memberi inspirasi untuk tidak menilai seseorang atau sebuah hal baru dari sudut pandang secara permukaan, jika tidak, mudah terjebak dengan apriori. Dunia kita dewasa ini juga terdapat orang-orang biasa yang kelihatannya lumrah saja, tapi kemungkinan “tidak lumrah” atau sedang menjadi latent (tersembunyi) di dalam sesuatu yang “biasa”, betul-betul seperti pameo: “Hati manusia tak dapat dinilai dari wajahnya, air samudera tak dapat diukur dengan gayung.” (Epochtimes/Whs)


 

   Paro Taktsang  

Paro Taktsang (spa phro tshang rusa / spa Gro tshang rusa), adalah nama populer Taktsang Palphug Biara (juga dikenal sebagai The Tiger's Nest) [1] , seorang terkemuka Himalaya Buddha situs suci dan kompleks candi, terletak di tebing dari atas Paro lembah, Bhutan . Sebuah kompleks candi pertama kali dibangun pada 1692, sekitar Taktsang Senge Samdup (rusa tshang grub ge bsam seng) gua di mana Guru Padmasambhava dikatakan telah bermeditasi selama tiga bulan di abad ke-8. Padmasambhava dikreditkan dengan memperkenalkan ajaran Buddha ke Bhutan dan merupakan dewa perlindungan diri negara. Hari ini, Paro Taktsang adalah yang terbaik diketahui dari taktsang tiga belas atau "sarang harimau" gua di mana dia bermeditasi.

The Lhakhang Guru mTshan-brgyad, kuil dikhususkan untuk Padmasambhava (juga dikenal sebagai Lhakhang mTshan-brgyad Gu-ru, "Kuil Guru dengan Delapan Nama") adalah sebuah struktur elegan dibangun di sekitar gua di 1692 oleh Gyalse Tenzin Rabgye; dan telah menjadi ikon budaya Bhutan. [2] [3] [4] [5] Sebuah festival populer, yang dikenal sebagai Tsechu , yang diadakan untuk menghormati Padmasambhava, dirayakan di lembah Paro kadang selama bulan Maret atau April.

Latar Belakang dan legenda
Menurut legenda yang berhubungan dengan ini Taktsang (yang dalam bahasa Tibet adalah dieja (tshang rusa) yang secara harfiah berarti "Teman-sarang Tiger", diyakini bahwa Padmasambhava (Guru Rinpoche ) terbang ke lokasi ini dari Tibet di belakang harimau betina dari Khenpajong . [6] Tempat ini disucikan untuk menjinakkan setan Tiger. [2]


Guru Padmasambhava pendiri gua meditasi. Lukisan dinding pada Paro Bridge.
Sebuah legenda alternatif menyatakan bahwa mantan istri seorang kaisar, yang dikenal sebagai Yeshe Tsogyal , rela menjadi murid dari Guru Rinpoche (Padmasambahva) di Tibet. Dia mengubah diri menjadi harimau betina dan membawa Guru di punggungnya dari Tibet ke lokasi kini Taktsang di Bhutan. Dalam salah satu gua di sini, Guru kemudian dilakukan meditasi dan muncul di delapan bentuk menjelma (manifestasi) dan tempat itu menjadi kudus. Selanjutnya, tempat itu kemudian dikenal sebagai "Macan" Nest. [6]


Pandangan yang lebih luas tebing yang
Legenda populer biara Taktsang lebih lanjut dihiasi dengan kisah Tenzin Rabgye , yang membangun candi di sini di 1692. Telah disebutkan oleh penulis bahwa guru abad ke-8 Padmasmabhava telah bereinkarnasi lagi dalam bentuk Tenzin Rabgye.
Bukti-bukti yang nyata diperdebatkan adalah: bahwa Tenzin Rabgye dilihat (oleh teman-temannya) bersamaan di dalam dan di luar guanya, bahkan sejumlah kecil makanan yang cukup untuk memberi makan semua pengunjung, tidak ada yang terluka selama ibadah (meskipun jalur pendekatan biara yang berbahaya dan licin), dan orang-orang di lembah Paro melihat dalam berbagai bentuk hewan langit dan simbol-simbol agama termasuk mandi bunga yang muncul dan juga menghilang di udara tanpa menyentuh bumi.




Pendirian sebagai situs meditasi

Seperti disebutkan sebelumnya, biara dibangun sekitar Taktsang Senge Samdup (rusa tshang grub ge bsam seng) gua, di mana adat berpendapat bahwa Guru India Padmasambahva bersemedi di abad ke-8. Ia terbang ke tempat ini dari Tibet di bagian belakang Yeshe Tsogyal, yang ia berubah menjadi macan betina terbang untuk tujuan dan mendarat di tebing, yang ia "diurapi" sebagai tempat untuk membangun sebuah biara.
Ia mendirikan Buddhisme dan sekolah Nyingmapa Mahayana Buddhisme di Bhutan, dan telah dianggap sebagai "santo pelindung Bhutan". Kemudian, Padmasmbahva mengunjungi Bumthang kabupaten untuk menaklukkan dewa kuat tersinggung oleh seorang raja setempat.
jejak tubuh Padmasambhava adalah dinyatakan sebagai dicantumkan di dinding gua dekat kuil Lhakhang Kurje. Pada 853 , Langchen Pelkyi Singye datang ke gua untuk bermeditasi dan memberikan namanya dari Pelphug ke gua, "Teman-gua Pelkyi". [6] Setelah ia meninggal kemudian di Nepal, tubuhnya dikatakan telah secara ajaib kembali ke biara dengan kasih karunia dewa Dorje Legpa, sekarang dikatakan disegel dalam chorten di ruangan sebelah kiri di bagian atas tangga pintu masuk. [6]
chorten ini dipulihkan pada 1982-83 dan sekali lagi pada 2004.






Milarepa (1040-1123), yang bermeditasi di gua di Taktsang
Dari abad ke-11, banyak Tibet orang kudus dan tokoh terkemuka datang ke Taktsang untuk bermeditasi, termasuk Milarepa (1040-1123), Phadampa Sangye (meninggal 1117), yang yogini Tibet Machig Labdoenma (1055-1145) dan Thangton Gyelpo (1385-1464) . [6] Di bagian akhir abad ke-12, Sekolah Lapa didirikan pada Paro. [7] Antara abad 12 dan 17, Lamas banyak yang datang dari Tibet didirikan biara-biara mereka di Bhutan.
Tempat suci pertama yang dibangun di daerah tersebut dimulai pada abad ke-14 ketika Sonam Gyeltshen , seorang lama Nyingmapa cabang Kathogpa berasal dari Tibet. [6] Lukisan-lukisan ia membawa samar-samar masih bisa dilihat di atas batu di atas gedung utama meskipun ada ada jejak yang asli. [6] The Taktsang Ugyen Tsemo kompleks, yang dibangun kembali setelah kebakaran pada tahun 1958 dikatakan tanggal kembali ke 1408. [6] Taktsang tetap di bawah kewenangan biksu Kathogpa selama berabad-abad sampai pertengahan abad ke-17