Jumat, 25 Juli 2014 0 komentar

Perjalanan Pandawa dalam Mahabharata


13.10 1864_Johnson's_Map_of_India

EpicIndiaCities
Diantara Pandava, Arjuna-lah yang paling banyak melakukan perjalanan dan cerita Mahabharata

1. Kelahiran Pandava
Pandhu bersama kedua istrinya, Kunti dan Madri dari Hastinapura melakukan perjalanan menuju Pegunungan Sataringa (gunung dengan ratusan puncak). Setelah  mendapat anugrah kelahiran Pandava dan kematian Pandhu & Madri, Kunti bersama Pandava menuju ke Hastinapura bertemu dengan Dhrstrarastra dan Bhisma.
SatasringaToHastinapura

2. Perjalanan Pertama
Dalam perjalanan pertama ini Arjuna selalu bersama Pandava lainnya.
  • Perjalanan ini ketika Pandava dan Kurava menuju tempat Drona untuk berlatih ilmu militer. Belajar kurang lebih selama 12 tahun di Pramanakoti
  • Perjalanan militer untuk menangkap Drupada di Panchala
  • Perjalanan ekspedisi militer ke Shindu dan Kerajaan Sauvira (barat sungai Shindu/Indus)
  • Perjalanan menuju Varanavata atau hutan Vanabrata setelah selamat dalam peristiwa Laksagraha dimana bangunan mereka dibakar.
  • Mereka juga sampai ke Ekachakra (dekat Panchala).
  • Setelah itu menuju Kampilya (ibukota Panchala). Disini mereka mendapatkan pengantin (Drupadi).

Hastinapura ke Pramanakoti
HastinapuraToPramanakoti
Pramanakoti merupakan tempat indah di tepi Sungai Gangga. Di sanalah Kurava dan Pandava berlatih oleh Guru Drona dan Asvatama selama 12 tahun.

Hastinapura ke Panchala
Setelah selesai pendidikan militer selama 12 tahun oleh Guru Drona. Pandava dan Kurava kembali ke Hastinapura. Selanjutnya mereka menuju ke Panchala untuk membalas perbuatan Raja Panchala (Drupada) terhadap Guru Drona. Dalam cerita peperangan, Pandava + Kurava melawan pasukan Panchala yang dipimpin oleh Drupada dan Srikandi, Kurava maju lebih dulu. Tetapi tentara Kurava dikepung oleh tentara Srikandi. Setelah itu, Pandava maju ke medan perang, membebaskan Kurava dan menangkap Drupada. Setelah Panchala menyerah, Arjuna memerintahkan untuk menghentikan peperangan dan pengrusakan kota. Kemudian Arjuna dan pasukannya mengepungan Kota Ahichatra (Istana Panchala). Setelah itu, Drupada dipindahkan ke Kampilya dengan tata kota kerajaan yang baru (atas perintah Guru Drona).
HastinapuraToPanchala
Dalam kekalahan ini, Drona memberi bagian Kerajaan Panchala ke Drupada atas dasar persahabatan (Drona adalah Brahmana dan memaafkan).  Drona di bagian utara Sungai Gangga (Ahicatra dan sekitarnya) dan Drupada di bagian selatan Singai Gangga (Kampilya dan sekitarnya).

Perbandingan tata kota saat ini :
Peta diatas menunjukkan dari utara ada  sepanjang Himalaya dan hingga ke selatan ada Sungai Gangga dengan ibu kota yang bernama  Ahichatra.  Kota ini diidentifikasi menjadi reruntuhan Ahichatra yang digali oleh ASI (Archeological Survey of India) di Ramnagar, di sebelah barat Bareilly di Uttarpradesh. Panchala selatan yang dikuasai oleh Drupada terdiri dari semenanjung Gangga sebelah utara hingga ke selatan sampai ke  Sungai  Charmanwati (Chambal). Di tempat itu ada desa bernama Ekachakra dimana nantinya Pandava sampai disana setelah selamat dari Pembakaran Laksagraha (akan dijelaskan selanjutnya). Disana mereka menyamar menjadi Brahmana. Ekachakra terletak antara Charmanwati dan Sungai Yamuna.  Sekarang Ekachakra dikenal sebagai Chakar Nagar.   Di dekatnya ada tempat disebut Bakewar tempat Raksasa Baka

Kuru dan Kuru – Janggala
Pada masa pemerintahan Pandava  di Hastinapura, daerah kerajaan itu dinamai Kerajaan Kuru yang terbentang antara Sungai Gangga dan Sungai Yamuna. Ini (daerah Kuru) termasuk daerah yang nantinya dibangun Kerajaan Indraprastha (akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya). Daerah Kuru yang bukan merupakan Hastinapura saat itu dinamakan Kuru-Janggala yang artinya hutan dari Kuru. Kuru – Janggala terbentang dari tepi sungai Yamuna ke barat yang sekarang disebut Hariyana dan Delhi. Setelah kota Indraprastha dibangun di Kuru – Janggala, Indraprastha juga disebut bagian dari Kuru dan sisanya tetap dianggap Kuru-Janggala.

Perluasan Wilayah (Barat)
Setelah masa pendidikan Drona Charya dan membantu Gurunya menaklukkan Panchala, Arjuna bersama dengan Pandava lainnya melakukan ekspansi militer menuju arah barat India. Pandava berhasil menaklukan Sauvira selama 3 tahun dan tak gentar melawan serangan Gandharvas (diperkirakan Kandahar di Afganistan). Raja Yavana telah berhasil ditaklukkan Arjuna dimana sebelumnya Pandhu telah gagal menyerang Raja tersebut. Raja Vipula (Kerajaan Sauvitas) yang dilengkapi dengan kekuatan besar juga berhasil ditaklukkan Arjuna di daerah selatan. Selain itu Raja Sumitra dari Sauvira juga dapat ditaklukkan yaitu sekitar Bhawalpur di Punjab (selatan Pakistan). Dibantu oleh Bheema, Arjuna dan Pandava lainnya berhasil mendapatkan jarahan dan kekuatan besar dari peristiwa penaklukan ini. Mereka juga telah memperluas daerahnya itu. Ada kemungkinan Arjuna dan Pandava bertemu dengan Jayadrata yang diperkirakan telah menikah dengan Dursala (Anak Dhrstrastra + Gandhari) sehingga Arjuna tidak melakukan penyerangan.

Sauvira
Sauvira dikenal sebagai kerajaan seratus orang pemberani. Ada 12 kerajaan Sauvira yang terletak di semenanjung Sindhu/Indus dan diperintah oleh 12 Raja, dimana semua kerajaan tersebut diperintah oleh Raja Sindhu Jayadrata.
Sivi merupakan daerah pegunungan di sebelah barat bagian utara India. Daerah mereka membentang sekitar kota Sibbi di Pakistan (Baluchistan). Sivi yang dikenal sebagai Sibi adalah yang tertua diantara Sivi, Shindu dan Sauvira. Diantara 3 daerah tersebut hanya Sivi yang disebut oleh RgVeda. Dalam Mahabharat dan Purana menyebutkan Raja Sivi merupakan nenek moyang raja – raja yang kemudian mendirikan Kerajaan Sindhu, Sauvira dan Vrishadarbha (Mithankot). Vhrishadarba adalah anak sulung dari Raja Sivi yang mendirikan kerajaan sendiri dan akhirnya dianggap sebagai bagian dari Kerajan Sivi. Raja Sivi dan Vrishadarbha ini bukanlah Raja yang ada dalam dongeng tentang seorang raja yang memberi bagian dari tubuhnya untuk elang. . Vrishadarba terbentang sekitar lembah Pegunungan Sulaiman (Salomo) yang dikaitkan dengan Raja Solomon. Ada kemungkinan bahwa Suku Sulaiman atau Solomon berasal dari Kerajaan Sivi/Vrishadarbha.
Pendiri kerajaan Sauvira adalah Suvira yang merupakan anak dari Raja Sivi. Daerah Sauvira terbentang sepanjang sungai Sindhu yang berbatasan dengan Kerajaan Shindu. Kerajaan ini memiliki pusat perdagangan dengan Dvaraka (Dvarka, Gujarat) dan negara lainnya seperti Muskat dan pelaut Mesir. Mereka dikenal sebagai Sofir (Mesir) atau Ophir (Bible). Bagian utara Sauvira dikuasai oleh Punjab di Pakistan, khususnya Saraikistan (Punjab) sebelah selatan – barat yang berbahasa Saraiki.
Dalam Mahabharata menyebutkan ada perang antara Sindhu dan Raja Saina. Shindu adalah kerajaan yang memberi nama “India” yang sebelumnya bernama Bharatavarsha. Negara barat saat itu sangat akrab/ mengenalkerajaan  Sindhu, Sauvira dan Siwi daripada kerajaan lainnya. Mereka lebih dekat dengan wilayah Sindhu daripada wilayah di sepanjang Sungai Gangga. Karena itulah, mereka menyebut India (diambil dari Sindhu) untuk menyebutkan daerah keseluruhan.
Sudra dan Abhiras adalah dua suku yang hidup di sepanjang Sungai Sarasvati. Mereka adalah generasi dari suku Sindhu dan Sauvira. Beberapa menganggap Abhiras sebagai generasi dari Sauvira. Ada juga yang menganggap Abhiras berhubungan dengan Sindu dan Sudra (dikenal juga sebagai Sura). Karena kedekatan geografis daerah tersebut juga dikena sebagai Sudrabhiras, Surabhiras, Sindhuauviras,  atau Sauvirabhiras. Samal halnya dengan Kurupanchalas. Setelah Dvaraka tenggelam, daerah sisa Dvaraka tersebut dikuasai oleh Abhiras.

Perluasan Wilayah (Timur)
Arjuna diceritakan mengalahkan Raja Yavana (Indo-Yunani) yang kerajaannya membentang ke timur dekat Magadha Vanga dan Pundra dan tidak di Lembah Indus. Daerah ini sebelumnya tidak dapat ditaklukkan oleh Pandhu. Sebelumnya Pandhu melakukan ekspedisi militer ke arah timur hingga daerah Pundra (Bangladesh selatan). Tampaknya Pundra dan Yavana diperintah oleh pemerintahan yang sama (pantai laut selatan barat – bengal dan Bangladesh). Dikenal sebagai daerah Mechas. Nenek moyang Yavana diperkirakan adalah Gaya yang berada di selatan Magadha. Dalam ekspedisi ini, Arjuna dibantu oleh Bheema. Dalam cerita, ekspedisi Arjuna dan Bheema ke arah timur dan selatan sangat sedikit disebutkan. Namun diperkirakan daerah timur ini sangat pintar perang menggunakan gada dan gajah (karena itu Arjuna membawa Bheema) .
ArjunaAndYavanas

Setelah selamat dari Laksagraha
Dimanakan posisi Laksagraha. Dalam cerita tempat tersebut dibangun di dekat sungai yang berarus deras. Sungai tersebut merupakan anak Sungai Gangga di dekat Haridwar atau Rishikesh.
VaranavataLocations
Varanavata (kota yang padat) adalah ibukota kuno yang merupakan nenek moyang Bangsa Kuru. Faktanya tercantum dalam Vana Parwa yang menyebutkan Varanavata sebagai kota besar dari Bangsa Kuru. Daerah ini dipilih Pandava (dari 5 tempat lainnya) untuk bersembunyi dan menghindar dari perang melawan Kurava (Udyoga Parva). Varana artinya gajah dan Vata artinya wilayah. Diasumsikan daerah tersebut banyak dihuni oleh gajah. Daerah tersebut ditemukan berada di suatu tempat di sekitar Hardwar dan Kota Rishikesh di Uttarakhand. Alternatif daerah yang diperkirakan adalah Varanavata adalah Barnawa (UttarPradesh) dan Lakhamandar (Uttarakhand di Himalayas). Selain itu alternatif lainnya adalah Shivpuri (dekat Rishikesh dan Uttarkashi).

HastinapuraToVaranavata
Dalam cerita, Vidura mengirim tenaga penambang untuk membuat terowongan agar Pandava dan Kunti selamat dalam kejadian Laksagraha. Melewati bawah tanah menuju dekat Sungai Gangga. Terowongan tersebut diperkirakan sekitar 2 kilometer dengan kedalaman 3 sampai 4 meter.
Varanavata
Lepas dari Laksagraha, Pandava dan Kunti menuju selatan menyeberangi Sungai Gangga sekitar 4 -5 kilometer dari ujung terowongan selama 3 -4 jam menuju hutan lainnya saat tengah malam. Dalam cerita menunjukkan mereka menuju wilayah Rakshasas seperti Hidimbi.  Wilayah Raksasa tersebut menyebar dari Varanavata bagian barat (Rishikesh) di Uttarakand utara – barat menuju ke Himachal_Pradesh. Di kota Manali terdapat kuil Hidimba untuk menghormatinya. Bheema dan Pandawa lainnya menuju barat-utara mencapai Pusat Rakshasas (pusat kota Manali). Diperkirakan mereka kesana dalam waktu satu bulan dari Varanavata. Pusat kota berada di Manali (Himachal_Pradesh) dimana Bheema menikah dengan Hidimbi. Sebelah timur wilayah tersebut ada daerah Kinnara (suku Rakshasas). Sebelah barat ada Trigarta yang dihuni oleh orang – orang penganut Vedanta (tidak seperti Rakshasas dan Kinnaras). Setelah itu, Pandava menuju ke Trigarta.
Bheema dan Hidimbi diperkirakan berumah tangga di tepi sebuah danau. Danau itu bisa saja Tso-moriri atau Manasarovara di dekat Kailas yang terletak jauh di timur Guhyakas (Kinnara dan Kimpurushas). Terutama sekitar Himachal_Pradesh. Mereka berdua berumah tangga selama satu tahun. Dan melahirkan Gatotkaca (Gatha dan pot artinya botak).

Bertemu Vyasa (Putra Setyavati) dan Menuju Ekachakra
Setelah Gatotkaca lahir, Pandava pergi menuju Trigarta yang merupakan sebelah barat daerah Rakshasa. Trigarta adalah wilayah yang terbentang dari kaki bukit Himalaya di Kangra (Himachal_Pradesh) menuju ke arah barat melalui pertengahan Punjab. Ibukotanya adalah Prasthala (Jalandhar, Punjab).
Dari sana mereka memasuki wilayah Matsya yang terbentang sepanjang Sungai Yamuna. Tepi barat Yamuna dari kaki bukit himalaya hingga Matsya (Alwar dan Bharatpur, Rajastan) diduduki oleh Matsyas. Tempat ini adalah asal dari Satyavati. Ayah Satyavati adalah Kepala daerah tersebut. Trigarta dan Matya saling bermusuhan. Ketika kerajaan Pandava dibentuk, beberapa daerah Matsya menjadi bagian dari Kerajaan milik Pandava tersebut.  Setelah sampai di perbatasan Matya, Pandava bertemu dengan Bhagavad Vyasa dimana menjadi tempat tinggal Setyavati. Vyasa menyarankan agar mereka menyamar menjadi Brahmana. Vyasa juga ikut dalam rombongan hingga menuju Panchala.  Selanjutnya, Pandava melakukan perjalanan sepanjang Matsya melalui pantai barat Yamuna. Dari sana mereka menuju ke arah timur yaitu Kichaka yang terbentang sepankang tepi selatan Yamuna berbatasan dengan Panchala dan Matsya.
VaranavataToKampilya
Mereka melalui Matsya, Kichaka dan Panchala. Akhirnya, ditemani oleh Vyasa, mereka sampai ke Panchala tepatnya di desa Ekachakra yang sekarang dikenal sebagai Chakar Nagar (Distric Etawah, Uttar Pradesh). Ekachakra merupakan daerah yang bagian dari Panchala dengan Raja bernama Vetrakiya. Ekachakra didominasi oleh aturan Raksasa bernama Vaka yang diperintah dari Bakewar. Raja Vetrakiya tidak berdaya melawan Vaka. Pandava tinggal di Ekachakra selama setahun menyamar sebagai Brahmana. Vaka (Baka) melindungi daerah tersebut dengan syarat harus diberi “makan” dan mengingat Vaka adalah seorang Rakshasa yang kanibal. Akhirnya Vaka dibunuh oleh Bhima.
Pada intinya, apakah Vaka (atau yang lainnya) benar – benar kanibal ? Atau ini hanya ungkapan lain yang memberitahu kita semua bahwa Vaka memerintah sangat kejam kepada rakyatnya (bukan kanibal dalam pengertian sebenarnya).
Pandava melanjutkan perjalananya ke arah utara menuju Kampilya dan mereka bertemu Gandharva yang bernama Angaraparna yang diperkirakan berambut merah. Semua daerah hutan di dekat Gangga dipanggil dengan hutan Angaraparna sebagai wilayahnya.  Hutan tersebut juga merupakan bagian dari Hutan Naimisha. Gandharva Angaraparna disebut ada hubungannya dengan Gandharva Chitraratha yang berkuasan di dekat Pegunungan Kalakuta, dimana telah dikunjungi oleh Pandhu. Kemungkinan Angaraparna adalah anak/saudara dari Chitraratha yang ada hubungannya dengan Kuvera, Raja Yaksa.
Angaraparna menceritakan tenpat nenek moyang Kuru ke Arjuna. Dinasti Kuru berasal dari Tapati. Dia berasal dari Raja Dinasti Surya yang memerintah di tepi Sungai Tapati (Tapti) di Maharashtra. Raja Samvarana kemudian tinggal di selatan-barat dari Sungai Sindu (Indus) yang telah dibuang oleh Panchala dari kerajaan mereka di tepi Sungai Gangga. Samvardhana menikah dengan Tapati dan berputra seorang Raja yaitu Kuru. Dari sini menunjukkan ada garis maternal (garis dari ibu) bahwa Kuru berasal dari Dinasti Surya.
Angaraparna juga menceritakan cerita tentang Vishvamitra, Raja dari Kerajaan Kanyakubja (Kanauj) dan berada di dekatnya. Selain itu ia juga menceritakan tentang Vasistha (tinggal di dekat Gaya, selatan Magadha), Kalmashapada (Raja kota Ayodya, Kerajaan Kosala), asmaka, Bhargava-Rama dan Parasara. Angaraparna mengarahkan Pandava menuju tempat yang disebut Utkochaka untuk bertemu dengan Daumnya sebagai guru dalam keluarga,

Menuju Kampilya
Pandava melanjutkan perjalanan menuju Kampilya bersama Vyasa dan akhirnya sampai di Kuil Siva di hari pertama.  Diperkirakan selama 3 hari dari Utkochaka. Setelah sampai di tengah kota Kampilya, Arjuna mengikuti semacam Swayamwar dengan Drupadi (Panchali) sebagai putri Raja. Setelah memenangkan Panchali, Pandava bergabung dengan Krshna dan Balarama untuk kembali ke Hastinapura. Mereka mendapat undangan dari Dhrstrarastra.

Kembali ke Hastinapura
Pandava, Kunti, dan Krshna menuju Hastinapura
KampilyaToHastinapura
3. Kehidupan di Kota Indraphrasta (Bukan masa pengasingan)
Perjalanan berikut ini kebanyakan dilakukan sendiri kecuali saat membunuh Jarasandha :
  • Dimulai dari Indraprastha menuju sepanjang tepi Sungai Gangga hingga menuju sebelah timur Pantai Vanga
  • Setelah itu Arjuna melakukan perjalanan sepanjang pantai Lau India menuju selatan
  • Dari lau pantai selatan tersebut menuju (berbalik) arah utara melalui pantai sebelah barat dan sampai ke Dvaraka. Ditempat inilah Arjuna menikah dengan Subadra dan kembali ke Indraprastha
  • Arjuna, Bheema dan Krshna menuju Magadha untuk membunuh Jarasandha yang merupakan ancaman Pandava
  • Untuk keperluan Upacara Rajasunya yang diadakan oleh Yudhistira, maka Arjuna menuju ke utara  hingga ke Kerajaan – kerajaan sekitar Himalaya termasuk suku – suku yang ada di utara.

Pandava setelah sampai Hastinapura, diminta menuju ke Khandavaprastha yang terbentang di pinggiran Kuru. Mereka diceritakan diberi setengah dari Kerajaan. Tanah tersebut adalah tanah yang belum dikembangkan (unreclaimed desert).
HastinapuraToKhandavaprasth
Khandavaprastha (sekarang dekat New Delhi) berasal dari Kandava yang terbentang di wilayah Naga. Disana hidup seorang raja bernama Naga Takshaka, anaknya bernama Aswasena, istrinya banyak Nagas dan Rakshasas. Asura arsitek Maya benerka untuk Takshaka membangun sebuah rumah yang indah untuk Raja Naga. Asura dan Nagas adalah sekutu yang sering hidup bersama, seperti di Kota Asura, Hiranya Pura dan di Kota Naga seperti Bhogavati. Asura juga disebut sebagai kepala Naga. Penyebutan Asura dan Naga sering tumpang tindih. Kedua istilah, Asura dan Naga sering diterapkan pada sejumlah besar suku dengan terbalik. Keduanya tersebar di seluruh dunia berbagai dunia. Dan tampaknya Peradaban Maya di Meso – Amerika juga perpanjangan dari budaya Asura-Naga ini. Khususnya budaya Maya yang menyebar di India. Faktanya bisa dilihat pada bangunan yang didirikan.
Kepala Naga lainnya bernama Kaliya yang berkuasa di barat – selatan tepi sungai Yamuna dekat Mathura. Di bawah kepeminpinan Krshna, Kaliya Naga pindah tempat ke tempat lain dan akhirnya daerah tersebut kini dipenuhi oleh Naga.

Berdirinya Indraprastha
Dengan bantuan Dwaipayana, Pandava dan Krshna mendirikan bangunan – bangunan kerajaan di Khandavarastha, yang disebut dengan Indraprastha yang menjadi sebuah kota. Indraprastha berarti kota Raja Indra. Perbandingan Indraprastha seringkali dibandingkan dengan Bhogavati yang terletak di Tibet. Ini membuktikan Naga adalah pendiri perkotaan yang unggul sebelum Kuru. Dimana Kuru berkompetisi untuk membangun kota – kota megah. Kota/bangunan Kuru biasanya muncul di bekas kota Naga. Seperti Hastinapura dan Ahichatra, nama lama Hastinapura adalah Nagapura dan Ahichatra berarti tanah Ahis yaitu Nagas.
Indraprasta

Berdirinya kota Indraprastha dilakukan melalui pembersikan dan penghancuran hutan Khandava yang mengakibatkan relokasi dan penghancuran banyak Nagas. Arjuna dan Krshna adalah penyebab kebakaran besar di wilayan Naga Takshaka. Saat itu Naga Takshaka berada di Kurushetra. Seluruh hutan Khandava terbakar. Apinya bertahan hingga 15 hari. Istri Takshaka tewas dan anaknya, Asavasena berhasil melarikan diri. Arjuna mendapat perlawanan dari Naga, dan berhasil dikalahkan oleh Arjuna. Sebagian besar dari mereka (Nagas) tewas. Beberapa Naga dibantu oleh beberapa prajurit dan kemungkinan berasal dari Suku Gandharva atau Deva (Indra, yang memerintah di Tibet)
Burning_of_Khandava
Arsitek Asura kemudian membangun aula pertemuan untuk Yudhistira yang awalnya diperuntukkan untuk Takshaka.  Dalam cerita disebutkan bangunan aula tersebut seperti beralaskan air.
MayaSabha
Initiation_of_Maya_Sabha
Kota yang megah ini menyebabkan banyaknya Brahmana, ahli Veda, Pedagang untuk tinggal disana dan melakukan perdagangan. Turut berdatangan juga orang yang ahli dan seniman untuk tinggal disana. Kota tersebut juga dilengkapi dengan berbagai flora dan fauna.
Setelah dibangunnya Indraprashta, Arjuna melakukan perjalanan ziarah atau expansi selama 12 tahun, namun dalam analisa beberapa ahli diperkirakan hanya dua tahun saja. Arjuna menuju tempat di berbagai semenanjung india kuno. Ia memutar sepanjang Gangga, timur dan pantai barat india dan akhirnya kembali ke IndraPrastha.
Tempat pertama yang dituju Arjuna adalah Gangadwara (Haridwar) yang dikenal sebagai sumbernya Sungai Gangga. Disana Arjuna bertemu dengan Ulupi (putri seorang Raja Naga yang berasal dari keturunan Kauravya dan Naga Airavata). Tempatnya di Nagal, dekat Rishikesh. Arjuna tingga disana selama sehari dengan Ulupi. Dari situ lahirlah Iravat yang berarti keturunan Ras Naga Airavata. Kemudian Arjuna menuju Gangadwara.
Agastyavata
Arjuna kemudian berangkat ke Himavat tepatnya di Agastyavata, selanjutnya menuju Puncak Vasishtha. Kemudian menuju ke Puncak Brigu dan akhirnya ke Hiranyavindu. Tempat – tempat itu dinamai sesuai dengan Nama Brahmana disana yaitu Agastya, Vasistha dan Bhrigu. Agastya dan Vasistha adalah anak dari Mitra – Varuni. Yang diasumsikan sebagai anak dari Mitra dan Varuna. Hal lain juga diasumsikan sebagai keturunan Bhargava (Bhrigu) karena Bhargava juga dikenal sebagai Varunis.  Hiranyavindu adalah tempat terakhir yang dituju Arjuna. Setelah melakukan tapa, Arjuna turun gunung dan kembali ke Gangadwara (Haridwar). Cerita lain juga mengatakan Ia pergi ke Sumber sungai Gomati. Dengan jalur itu Arjuna sampai ke Hutan Naimisha. Vasistha juga adalah nama sumber Sungai Gomati. Arjuna pergi ke timur – selatan menuju Hutan Naimisha (Distrik Sitapur modern di Uttarpradesh), melalui sungai Gomati.

Perjalanan ke timur
Hutan Naimisha menyebar di tepi Sungai Gomati dan membagi Panchala dan bagian timur Kosala. Tempat ini masih dikenal sebagai Naimisharanya. Utpalini adalah sungai kecil yang melintas hita tersebut dan banyak ditumbuhi oleh lotus.
Naimisharanya
Perjalanan sepanjang pantai barat tepatnya tepi Gomati, Arjuna mengikuti aliran Sungai Gangga ke arah timur. Menelurusli bagian selatan dari sungai tersebut. Disana Ia sampai di tempat bernama Gaya. Tempat itu dialiri sungai Phalgu (Falgu). Sungai itu bergabung dengan Sungai Punpun yang telah menyatu (merge) dengan Gangga 25 km sebelah timur Patna di Fatuha. Sungai Pupin (punpun) dan Falgu terkadang disebut Sungai Gaya. Setelah mencapai Gaya, Arjuna melanjutkan perjalanan menuju tempat pertemuan sungai Gangga. Ini adalah kerajaan Magadha.  Kausiki (Sungai Kosi) adalah sebuah sungai besar yang bergabung dengan Gangga arah timur dari pertemuan Gaya-Gangga. Pertemuan Kausaki dan Gangga terletak di Kerajaan Angga.
Gaya
Seorang garis keturunan Vasistha tinggal di Gaya dan dilindungi oleh suku – suku pelaut seperti Dravidas, Yavanas (Indo – Yunani / Ionian Yunani) dan China. Suatu hari, Raja Viswamitra dari Ras Kusika yang juga Raja Kanyakubja (Kanauj) menyerang Vasistha. Tentara Dravidas, Yavanas dan lainnya melindungi Vasistha dari tentara Visvamitra. Visvamitra dapat dikalahkan, dan akhirnya ia bertapa. Dan akhirnya Visvamitra menyerahkan kerajaannya dan memilih hidup menjadi seorang petapa di tepi Kausiki. Nama Kausiki berasal dari Ras Kusika.
Ada sungai sebelah timur Sungai Koshi yang disebut dengan Mahananda. Dan tampaknya berubah menjadi Nanda. Sungai Apara-Nanda tampaknya adalah sungai lain yang berjalan paralel menuju ke timur. Saat ini Sungai Karatoya terletak di sebelah timur Mahananda. Nama Karatoya disebutkan dalam cerita Mahabharata. Dan bila Arjuna telah mengunjungi tempat ini, maka akan disebutkan demikian. Jalur sungai ini telah berubah drastis selama periode sejarah. Kausiki telah bergerak ke arah barat.
Arjuna juga mengunjungi tempat yang bernaa Vanga dan Kerajaan Kalinga. Melalui Pegunungan Mahendra dan pergi ke Manipura (dekat Orissa) dan menuju ke sepanjang pantai laut.Pegunungan Mahendra adalah batas barat wilayah Kalinga.
Setelah melihat Chitrangada, putri dari Manipura, Arjuna pergi ke Gokarna. Ada banyak tempat di India yang bernama Gokarna. Gokarna yang ada di pesisir Karnataka adalah yang terkenal. Di Bengal Barat.  Dari Gokarna Arjuna pergi ke Singai Godavari (mencapai pantai barat antara Mumbai dan Surat). Daerah ini di jaman kuno dikenal sebagai Saurashtra dan sekarang disebut Semenanjung Gujarat.  Akhirnya Arjuna sampai ke posisi kunci yang disebut Prabhasa. Yang sekarang juga disebut semenanjung Gujarat atau pantai selatan Gujarat. Disana Arjuna bertemu dengan Basudeva Krshna dan mereka pergi ke Pegunungan Raivataka. Sekarang gunung itu dikenal sebagai Gunung Girnar yang terletak di Timur Junagadh.

ArjunaSouthIndia
Setelah menghabiskan beberapa waktu di Raivataka, Krshna membawa Arjuna ke Dwaraka, ibukota Yadavas. Kota yang berada di sebuah pulau dekat dengan bukit Raivataka. Sebuah kota di Gujarat sekarang bernama Dvarka di pantai selatan- barat Gujarat yang merupakan sisa – sisa kota kuno ini. Arkeolog juga telah menggali sebuah kota sekitar 9 km di lepas pantai Dvarka. Bisa jadi ini menjadi bagian dari Dvaraka yang disebutkan dalam Mahabharata. Dvaraka adalah kota pelabuhan yang banyak hubungan dagang sekitar 3000 SM. Daerah lain yang juga berdagang dengan Dvaraka adalah Surat (Saurashtra) dan Sopara (Surparaka) di pantai barat, Pattanam di Kerajaan Kerala dan Pelabuhan di Kota Pandya, Chola, Kalinga dan Kerajaan Vanga. Dengan demikian sebagaian besar pusat pelabuhan di semenanjung India dan pertukaran budaya ada di Dvaraka. Itu juga termasuk perdagangan Sauvira (Sidh, Pakistan) dan Muscat kuno. Selain itu Dvaraka juga center perdagangan dari Madra, Kekaya, Gandhara, Kamboja dan Kasmira, sehingga menjadikan kota ini sangat kaya.
Di Dvaraka Arjuna menikahi Subadra dan menghabiskan waktu selama satu tahun. Tahun terakhir dari perjalanannya akhirnya Arjuna kembali ke Khandavaprastha melalui daerah Pushkara (disini tinggal juga beberapa bulan). Pushkara adalah danau besar yang sekarang dikenal sebagai Pushkar Lake. Di daerah Rajastan di sebuah kota bernama Pushkar distrik Ajmer. Dari Pushkara, Arjuna melewati Nishada, Matsya/Kerajaan Salva menuju Indraprastha.
Berdasarkan analisa perjalanan
Total perjalanan adalah 2 tahun (menurut cerita hingga 12 tahun) berdasarkan analisa yang ada di ancientvoice.wikidot.com sebagai berikut :
  • Tinggal di sekitar Gangadwara : 1 bulan
  • Tinggal di Manipura, Kalinga : 1 Tahun
  • Tinggal di Raivataka & Dvaraka : 1 bulan (sebelum menikahi Subadra)
  • Tinggal di Dvaraka : 1 bulan (setelah menikahi Subadra)
  • Tinggal di Pushkara : 1 tahun
  • Semua Perjalanan : 8 bulan
Bahkan jika kita menganggap bahwa Arjuna mengambil rute terpanjang (mengunjungi Kanyakumari), itu akan menjadi sekitar 8000 km jarak. Pada kecepatan rata-rata 40 km per hari (10 jam per hari, 4 km per jam), ia bisa melintasi jarak yang dalam 200 hari atau tujuh bulan. Arjuna dilalui sebagian besar perjalanan dengan berjalan kaki. Dia memiliki kemewahan dari sebuah kereta hanya selama perjalanannya dari Raivata ke Dwaraka dan dari Dwaraka ke Indraprastha melalui Pushkara. Kecepatan berjalan rata-rata dihitung menjadi sekitar 5 km per jam. Oleh karena itu perhitungan kami dari kecepatan rata-rata Arjuna menjadi 40 km per hari adalah cukup masuk akal. Sementara mulai pegunungan, kecepatan akan kurang meskipun seperti 1 km atau 2 km per jam. Kecepatan kuda adalah 40 km sampai 60 km per jam. Kecepatan sebuah kereta didorong oleh kuda cepat adalah 30 sampai 40 km per jam. Jadi perjalanannya dari Dwaraka ke Indraprastha lebih cepat pada 40 km per jam.
Setelah Arjuna memasuki wilayah Kalinga ia bepergian bersama dengan pembantu dekatnya dan kelompok besar Brahmana telah berhenti mengikutinya dari titik itu. Oleh karena itu adalah mungkin bagi Arjuna untuk melakukan perjalanan di atas kuda-atas dari titik itu dan seterusnya. Dalam hal ini, perjalanannya akan beberapa kali lebih cepat. Tapi Mahabharata tidak memberikan informasi untuk mendukung hal ini.
Jika perjalanan Arjuna dari Kalinga ke Gokarna dan Prabhasa adalah sepanjang sungai Krishna daripada melalui Kanyakumari ia akan menyimpan satu bulan waktu bepergian. Jika ia melakukan perjalanan bersama Godavari ia akan menyelamatkan dua bulan waktu bepergian. Hal ini sangat penting terutama untuk wisatawan pada kaki. Waktu perjalanan yang disimpan dapat digunakan untuk beristirahat di tempat menengah. Periode istirahat dapat beberapa hari sampai seminggu.

 Arjuna, Bheema, dan Krshna menuju Magadha
Tujuan Arjuna, Bheema dan Krshna ke Magadha adalah untuk mengalahkan Raja Magadha bernama Jarasandha. Yudhistira melakukan upacara Rajasunya sebagai bentuk pengorbanan. Ini dilakukan dengan seperti pengorbanan Aswamedha. Dimana dilakukan pelepasan kuda – kuda menuju keluar batas kerajaan. Bila ada kerajaan lain yang menghentikan langkah kuda tersebut, atau mengikat kuda tersebut atau membuat luka kuda tersebut, maka Kerajaan itu dianggap mengumumkan perang dengan Indraprastha. Dari hasil tersebut, tidak ada Kerajaan yang mengumumkan peperangan yang artinya banyak daerah kerajaan lain yang berhasil tunduk pada Indraprastha kecuali Kerajaan Magadha.
Kerajaan Magadha memiliki kekuatan militer lebih hebat daripada Kuru. Krshna mengetahui bahwa Jarasandha sangat suka perang dengan cara satu lawan satu (duel) sehingga dengan usulan Krshna, Yudistira adalah mengirim Bheema untuk melakukan duel itu. Lagipula sama – sama menggunakan Gada sebagai senjata andalan. Arjuna ikut serta untuk meningkatkan kekuatan pasukan. Krshna juga ikut serta ditugaskan untuk menjaga keselamatan Bheema dan Arjuna. Yudhistira juga mengirim dua jenderal terbaik untuk mengambil resiko yang sangat tinggi. Kekuasaan Jarasandha terbentang dari Surasena (Mathura, sebelah barat Uttarpradesh) menuju ke barat yaitu Pundra (Purnia, timur Bihar)  sepanjang Sungai Gangga dengan Magadha (Bihar arah selatan – barat) sebagai pusat kekuasaan. Sekutu kerajaan ini adalah Surasena, Dasarna, Chedi, Vatsa, Kasi termasuk sebelah barat Magadha seperti Anga dan Pundra bagian timur. Pundra adalah sekutu Jarasandha. Untuk keperluan Rajasunya ini, sebagian besar daerah timur dari Kurus berhasil ditaklukkan oleh Bheema.
IndraprasthaToMagadha
Arjuna, Bheema dan Krshna pergi ke Magadha menggunakan pakaian Snataka Brahmana. Mereka melewati Kuru-Janggala, perbukitan Kalakuta, melintasi Gandaki, Sadanira (Karatoya), dan Sarkaravarta. Lalu menyebrangi Sarayu, Kosala bagian timur dan pergi ke Mithila. Lalu menyebrangi Pria dan Charamanwati. Mereka menyebrangi Sungai Gangga dan Sone melanjutkan ke arah timur. Akhirnya sampai di Magadha (jantung Kushamva). Dilanjutkan ke perbukitan Goratha. Namun tempat – tempat yang tersebut diatas tidak sesuai dengan kondisi geografis.
Tempat – tempat yang dilakukan mereka bertiga bukanlah rute normal ke Magadha. Jalur tercepat adalah dari Indraprastha ke Hastinapura dan langsung ke utara Magadha mengikuti Sungai Gangga. Hal tersebut kemungkinan agar tidak diketahui oleh mata – mata (telik sandi) dari Duryudhana. Bahkan perjalanan Arjuna sebelumnya pun juga dengan kondisi demikian. Hal tersebut juga disebabkan karena Jarasandha adalah sekutu Duryudhana. Jarasandha telah menyerahkan kota Malini ke Karna.
Cara singkat lainnya adalah dengan melakukan perjalanan sepanjang Sungai Yamuna dekat Indraprastha sendiri lalu menuju Sungai Gangga untuk sampai ke Magadha.  Jika melewati rute tersebut mereka akan melalui Kerajaan Mathura (ibukota Kerajaan Surasena) yang juga merupakan daerah kekuasaan Jarasandha. Cara lain lagi melalui Sungai Gomati. Dapat disimpulkan dari berbedanya rute yang diambil disebabkan untuk menghindari mata – mata Hastinapura dan semua kerajaan di selatan Sungai Gangga dan Yamuna seperti Kasi, Vatsa, Chedi, Surasena dan lainnya. Mereka melewati kerajaan dan daerah yang tidak bersentuhan dengan kekuasaan Jarasandha. Singkatnya demi keamanan dan kerahasiaan. Mereka melalui rute sepanjang Kosala dan Videha.
Rute yang dilalui Arjuna, Krshna dan Bheema adalah sepanjang selatan Pegunungan Himalaya yang merupakan rute lain menuju Pragjyotisha yang akan melewati Kirata. Tempat ini (Pragjotisha) dikuasai oleh seorang Raja bernama Bhagadatta (Guwahati di Assam). Dia sama kuatnya dengan Jarasandha. Namun Bhagadatta bersahabat dengan Pandhu sehingga juga merupakan sekutu Pandava. Sama halnya dengan Duryudhana, Bhagadatta pernah berperang dengan Jarasandha sehingga mengingat kekuatan yang sama kecil kemungkinan untuk berperang kembali (saling menghancurkan). Arjuna menggunakan cara diplomasi untuk menundukkan Bhagadatta.

Tentang Kosala bagian Timur dan Videha (Ramayana)
Saat mereka Arjuna melewati Kosala bagian timur, mereka melewati sepanjang kaki bukit selatan Kalakuta, menyebrangi Sungai Sarayu (Ghaghara) dan mencapai wilayah timur – Kosala. Pada masa terdahulu saat masa Ramayana, hanya ada 2 kerajaan yang bernama Kosala. Salah satunya adalah Kosala selatan (Chhattisgarh), tempat asal Kausalya (Ibu dari Rama) dan yang lainnya diperintah oleh Rama (terbentang tepi Sarayu) dengan ibukota Ayodhya. Pada masa Mahabharata, kedua wilayah Kosala ini dibagi menjadi beberapa kerajaan. Salah satunya Kosala bagian timur, yang pernah diperintah oleh Rama sebagai Raja dari Ayodhya. Kosala bagian timur ini kemudian diperintah oleh Lava (Putra Rama) yang beribukota di Sravasti.  Di sebelah barat Sarayu terbentang Kosala bagian barat yang bernama Naimisharanya (Sitapur). Sebelah selatan Sarayu terbentang daerah Ayodhya. Daerah selatan ini kemudian dikuasai oleh Jarasandha.
Kerajaan Videha (Utara Bihar) terbentang daerah  timur Kosala. Ini merupakan rumah (asal) Shinta, istri dari Rama selama periode Ramayana. Ibukotanya di Mithila. Ketiganya (Arjuna, Krshna dan Bheema menyebrangi Sungai Gandaki dan masuk ke Videha dan lanjut ke Mithila (Janakpur, dekat Nepal – Indonepal). Sungai Mala mengalir di dekat Mithila dan bergabung dengan Bagmati (Sarkaravarta). Sungai Charamanwati adalah Sungai Mainawati yang merupakan anak Sungai dari Sungai Kamala (Mala). Beberapa narator Mahabharata menyebut Kamala/Mala ini adalah Charmanwati (Chambal) yang merupakan anak Sungai Yamuna yang membentang dari barat Mainawati menuju ke Charamanwati. Arjuna, Bheema dan Krshna menyusuri Mithila menyebrang Mala dan Mainawati (Charamanwati). Selanjutnya menuju Sarkaravarta (Vagmati) dan mencapai Sungai Gangga.
Jauh sebelum Jarasandha, di masa periode Ramayana, keseluruhan daerah tersebut diatas diperintah oleh Raja Kusamba bernama Kerajaan Vatsa dengan ibukota di Kaushambi. Keseluruhan daerah yang dipimpin oleh Jarasandha kemudian diperintah oleh Kusama dan raja – raja di Kushika seperti Vishvamitra. Batas – batas Vishvamitra termasuk Kanyakubja (Kannauj), Vatsa, Kasi, Magadha, Angga dan beberapa daerah di sekitar Sungai Kaushiki.   Saingan Vishvamitra, yaitu Vasistha, tingga di dekat Gaya yang terbentak di dalam wilayah Magadha sebelah selatan-barat yang beribujita Giriraja.

Teritorial Magadha
Setelah mencapai Sungai Gangga, mereka bertiga melakukan perjalanan ke arah barat menggunakan perahu (masih di Gangga) untuk belok ke arah selatan yaitu Sungai Swarna (Son). Lanjut ke timur dan sampai ke Magadha. Sungai Svarna adalah batas Magadha bagian barat.
Perbukitan Goratha merupakan bagian selatan – barat dari pegunungan yang membentak dari selatan-barat ke arah utara-timur. Sekitar 45 km menuju utara-timur daerah Gaya. Memiliki beberapa puncak. Pegunungan ini dikelilingi kota Magadha yakni Giriraja yang seolah – olah sebagai benteng alami. Sehingga sulit untuk beberapa pasukan menghancurkan kota – kota tersebut. Goratha (Go:sapi, Ratha:cart) yang berarti Sapi membawa gerobak. Sekarang Goratha dikenal sebagai Bathani-ka-Pahad atau Bukit Bathani. Dari kejauhan terlihat seperti 3 buah puncak. Girivraja (Giriraja) “dilindungi” oleh lima bukit seperti Vaihara, Varaha, Vrishava, Rishigiri dan Chaitya yang sambung menyambung. Arjuna, Krshna dan Bheema sampai di puncak Chaityaka (Chaitya).
GirivrajaCity
Girivraja (Giri : bukit, Vraja : tanah) memiliki arti tanah atau wilayah yang dikelilingi beberapa bukit. Nama bukit – bukit tersebut berubah nama sesuai dengan jamannya, sebagai berikut :
Girivraja
Sonagiri terletak antara Gijhakuta dan Udayagiri dan bertemu di sebelah selatan-timur. Pada masa Budhist Girivraja disebut Rajagriha.  Berikut detail teritorialnya :
  1. North-West: Vaihara
  2. North-East: Chaityaka
  3. East: Rishigiri
  4. West: Vrishava (and Chakra a part of Vaihara)
  5. South: Varaha (and Sonagiri and Udayagiri)
Kota Girivraja memiliki 4 buah pintu gerbang :
  • Gerbang Utara : diantara Bukit Vihar dan Chaitya yang lebih dikenal sebagai Surya Dvara (Gerbang Matahari) yang dilindungi oleh Deva Jara yang diyakini penduduk lokal Girivraja. Dari cerita Mahabharata, Arjuna, Bheema dan Krshna memasuki gerbang ini setelah membuat kerusakan.
  • Gerbang Selatan-Barat : diantara Bukit Varaha dan Vrishabha sebelah barat. Disebut juga Gaja Dvara atau Gerbang gajah.
  • Gerbang selatan : berada diantara Udayagiri (puncak Varaha) dan Rishiri sebelah timur
  • Gerbang Barat : berada diantara Vrishaba dan Chakra (begian dari Vaihara)
  • Gerbang Timur : gerbang timur antara Chaitya dan Rishigiri.
Di Maghada ada sebuah sungai yang mengalir melalui  perbukitan dari kota dan menuju gerbang utara. Sungai Vana-Gangga terbentang menuju selatan dari kota tersebut. Sungai Panchana mengalir di timur dari perbukitan. Di masa Ramayana, sungai Swarna (Son) mengalir melintasi kota ini.

Tempat Pertarungan Jarashandha – Bheema
Istana Jarasandha terletak di sebelah barat kota antara bukit Vaihara dan Vrishava di sebelah barat. Tanah tempat pertarungan (Ranga-Bhoomi) terletak di kaki bukit Vaihara yang berjarak 1,6 km menuju barat gua yang bernama Swarna-Bhandara (dipenuhi dengan emas). Tanah Bheema (Ukhara atau Malla-Bhoomi) terletak di kaki Sonagiri, yaitu puncak bukit Varaha yang berada di sebelah tanah Jarashanda. Tempat pertarungan terletak antara dua tanah tersebut. Pertarungan dilakukan selama 13 hari dengan diakhiri dengan kematian Jarashanda di tangan Bheema.
Jarasandha memenjarakan para raja dan pangeran yang menentangnya. Ia penjarakan di kaki Sonagiri sebelah selatan. Tidak begitu jelas apakah mereka di penjara bisa melihat pertarungan Jarashanda dengan Bheema. Setelah membunuh Jarashanda, dalam Mahabharata disebutkan Arjuna, Bheema dan Krshna menggunakan kereta milik Jarasandha untuk pergi ke penjara tersebut. Mereka melepaskan para raja dan pangeran dan mengalahkan para raja dan pangeran yang bersekutu dengan Jarashanda.
Sepanjang utara-timur dari perbukitan Chaitya dikenal sebagai Bukit Giriyaka yang dialiri oleh sungai Panchana di sebelahnya. Di bukit tersebut ada menara terkenal yang disebut Jarasandha-ka-Baithak dimana diasumsikan tempat Jarashanda mengamati rakyatnya di kota.

Setelah kematian Jarashanda
Anak Jarashanda yang bernama Sahadeva (bukan Saadeva, Pandava), dinobatkan menjadi raja baru Magadha dan menjadi sekutu Yudhistira. Semua raja dan pangeran yang dibebaskan oleh Arjuna, Bheema dan Krshna bersama – sama menuju Indraprastha. Mereka siap melayani Indraprastha dengan Yudhistira sebagai Raja. Inilah asal mula Yudhistira diangkat sebagai Raja Indraphrasta. Kerajaan Magadha selanjutnya menjadi bagian dari Indraprastha. Dari 4 arah pengorbanan Rajasunya, Magadha merupakan daerah yang memberikan pasukan terbanyak.
Literatur lainnya menyebutkan Bheema, Krshna dan Arjuna dalam misi Rajasunya ini melewati perjalanan pada peta berikut (belum dapat info lengkapnya) :
PathRajasuyaBhimaDigvijaya

Rajasunya Indraprastha – Arjuna menuju Utara
Dalam acara Rajasunya, setelah ke Magadha bersama Bheema dan Krshna, Arjuna melanjutkan perjalanan menuju Utara. Arjuna berhasil menundukkan raja Bhagadatta di Pragjyotisha dengan cara – cara diplomatis. Daerah yang ingin dikuasai dalam misi ini adalah Kulinda, Pragjyotisha dan Kinaara. Semua daerah tersebut terbentang di Himachal Pradesh. Dari tempat tersebut Arjuna bergerak ke Punjab yang berada dibawah kekuasaan Trigarta yang meliputi Uluka, Trigarta, Kuru-Bahlika dan Paurava. Arjuna melanjutkan pernalanan ke utara dan sampai di daerah yang dikuasai oleh Kambojas yaitu Kerajaan Kashmira, Kamboja, Darada, Loha dan Rishika yang terbentang di Jammu dan Kashmir. Akhirnya Arjuna sampai perjalanannya di Tibet sepanjang Sungai Shindu. Disana Arjuna melewati daerah Kimpurusha, Guhyakali – Yakshas, Gandharvas dan Uttarakuru (dipercaya merupakan bagian dari daerah para Deva di area Harivarsha). Daerah tersebut terbentang di daerah Satadru (Sutlej) dan Sungai Sindu (Indus) di Tibet. Demikianlah eksspansi militer Arjuna dalam rangka Rajasunya yang dilakukan oleh Yudhistira.
ArjunaNorthernCampaign

Rajasunya Indraprastha - Arjuna menuju Utara (Pragjyotisha/Himachal-Pradesh)
Raja Bhagadatta adalah hambatan lain dari Upacara Rajasunya yang dilakukan oleh Yudhistira. Berhubung Raja Bhagadatta adalah sahabat dari Pandhu, maka Arjuna menggunakan cara diplomasi untuk menaklukkannya. Jika Kerajaan milik Jarasandha terbentang sepanjang Sungai Gangga, maka Kerajaan milik Bhagadatta terbentang sepanjang kaki Himalaya dari Himachal Pradesh menuju Assam. Kerajaan milik Jarasandha terbentang sepanjang selatan dari kerajaan Vedic seperti Kuru-Panchala dan Kosala-Videha dimana Kerajaan milik Bhagadatta juga terbentang pada bagian utara kerajaan milik Jarasandha. Kerajaan Jarasandha menangani perdagangan Uttarapatha sepanjang Sungai Gangga, sedangkan Kerajaan Bhagadatta menguasai perdagangan Uttarapatha di sepanjang kaki Himalayas dan jalur perdagangan dari Himachal Pradesh menuju Tibet hingga Sangla Valley sepanjang Sungai Satadru (Sutluj). Kerajaan milik Jarasandha dan Bhagadatta terpampang mulai dari timur menuju barat yang merupakan wilayah rute perdagangan.
Banyak kerajaan yang terpampang di kaki Himalaya yang sekarang berada di Himachal Pradesh, Uttarakhand, Nepal, Bhutan, Assam, Meghalaya dan Bangladesh yang semua itu semula adalah kerajaan besar milik Bhagadatta.
Rumpun / suku Kiratas yang tinggal di kaki Himalaya berada di bawah kekuasaan Bhagadatta. Kinnaras (Kinnaur, Himachal Pradesh) yang tinggal di Himalaya juga dibawah kekuasaan Bhagadatta. Rumpun China juga bersekutu dengan Bhagadatta. Pasukannya sebagian besar berasal dari Kiratas dan manusia yang hidup di gunung Himachal Pradesh, Uttaranchal, Nepal dan Bhutan. Bhagadatta juga menguasai Yavanas (Indo-Greeks / Ionian Greeks) dan Suku Mleccha yang kawasannya berada di pantai (Bay of Bengal) sepanjang tepi Gangga dan Brahmaputra. Yavanas dan Mlecchas hidup berdampingan melalui perdagangan yang beroperasi di perairan. Yavanas melalui daerah Punjab sebagai path jalur perdagangan. Sebelah timur daerah kekuasaan Bhagadatta (Assam) banyak dihuni oleh gajah. Bhagadatta memanfaatkan daerah tersebut untuk latihan menggunakan gajah sebagai kendaraan perang sehingga pasukannya dikenal sebagai pasukan gajah.
Bhagadatta
Untuk menghindari kehancuran, Bhagadatta hidup damai dengan daerah kekuasaan Jarasandha. Bhagadatta juga memiliki hubungan baik dengan Raja Kuwera dari Kerajaan Yakshas. Kerajaan Yakshas terbentang sepanjang utara kaki Himalaya di sebelah selatan Tibet, mengelilingi danau Manassas (Manasarovar). Daerah Rakshasas (Manali), Kinnaras (Kinaur) dan Kimpurusha di Himachal Pradesh berada di bawah kekuasaan Yaksha. Kawasan teritorial Yakshas di sebelah utara dan timur dikuasai oleh Devas yang diperintah oleh Raja Indra. Kawasan kerajaan Deva tidak diketahui. Namun, kerajaan tersebut disebutkan dalam Mahabharata. Bhagadatta memiliki hubungan baik dengan Indra.
Kota Pragjyotisha disebutkan hanya sekali dalam Mahabharata. Nama Pragjyotisha digunakan untuk menamai kawasan yang dikuasai Bhagadatta, yang meliputi kawasan utara Indraprastha.  Lokasi Pragjyotisa masih dicari kebenarannya ada yang menyebutkan di daerah Gohati (Assam) atau di Himachal Pradesh terutama di Desa Kamaru (Kanru) di Baspa Valley (Sangla) Kinnaur. Nama Kamaru bisa dihubungkan dengan Kaparupa yang juga nama lain dari kawasan Bhagadatta. Namun nama Kamarup tidak ditemukan dalam Mahabharata. Nama Kamaru atau Kamru juga ditemukan di Tibet sebelah utara Bhutan. Tidak jelas apakah daerah itu dimiliki China yang disebutkan bersekutu dengan Bhagadatta. Mahabharatta menyebutkan tentang kawasan China yang berdekatan dengan Sungai Sindhu di Tibet.
Pragjyotisha berarti cahaya timur. Dimana cahaya tersebut bersinar menuju arah timur. Mahabharata juga menyebutkan daerah lain seperti Uttarayotisha yang artinya cahaya utara. Jyotisha juga berarti astronomy/perbintangan. Uttarayotisha merupakan kawasan ekspedisi militer yang dipimpin oleh Nakula dalam Mahabharatta menuju arah barat India.
Beberapa versi dari Mahabharata menyebutkan bahwa Arjuna menyerang Kulindas, Kalakuta, para Avatas dan Sakaldwipi sebelum bertemu Bhagadatta di Pragjyotisha.

Rajasunya Indraprastha  - Arjuna menuju Utara (Trigarta/Punjab)
Dari Bhagadatta, Arjuna dan pasukkannya bergerak ke Uluka, daerah Punjab. Uluka merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Trigarta. Arjuna dan pasukkannya mendapat serangan sering dari Pasukan Trigarta. Setelah itu, Arjuna dan pasukkannya bergerak menuju Prasthala, sebuah kota di Trigarta yaitu menuju utara kawasan Ukuka. Namun disana mereka juga dihadang oleh Tentara Trigarta. Lalu, Arjuna menuju ke arah Devaprastha yang dikuasai oleh Raja Senavindu (ke arah timur).
Arjuna bersatu dengan kerajaan Vrihanta dan bersama – sama menyerang Senavindu dilanjutkan menundukkan Madapura, Vamadeva, Sudaman, Susan Kula, sebelah utara Ulukas.  Di tepi Sungai Satadru, ada tempat bernama Seoni (daerah Shimla). Tempat tersebut mengindikasikan Senavindu yang dikuasai oleh Devaprastha. Ada juga desa bernama Deo yang dapat diasumsikan daerah Devaprastha. Dimana Deo berarti Deva. Setelah menyerang Raja Senavindu di Kerajaan Devapratha, Arjuna ditempatkan disana atas perintah Yudistira. Hal tersebut disebabkan dekat dengan Prasthala (Trigarta). Trigarta merupakan sekutu Kurava. Trigarta mempunyai rencana untuk menyerang Arjuna. Trigarta mengirim pasukan menyebar ke timur dan utara seperti Modapura (Raja Vamadeva), Sudaman dan Susankula dan terakhir di sebelah utara Ulukas. Arjuna menyerang Modapura saat tinggal di Devaprastha. Arjuna juga menyerang Prasthala lalu menuju ke Uluka sebelah utara. Saat itu Arjuna tinggal di Devaprastha. Sebelah utara Uluka diidentifikasikan sebagai Amritsar, Gurdaspur (Punjab) yang dialiri Sungai Ravi.
Setelah menundukkan beberapa raja, Arjuna melanjutkan penyerangan ke Raja Viswagasva, yang terdiri dari Ras Puru. Daerah Puru terbentang dekat dengan wilayah Utsava-Sanketa (Rg Veda). Dalam Rg Veda disebutkan 10 Raja (Baratas) melawan Purus. Sesuai silsilah raja – raja, para Kuru termasuk Pandava adalah termasuk Ras Bharata. Perang ini menyerupai dengan peperangan kuno antara Purus dan Bharatas yang telah disebutkan dalam Rg Veda.  Mahabharata juga memungkinan bahwa Bharatas adalah ranting dari rumpun Purus. Setelah mengalahkan Raja di Purus, Arjuna tinggal di Puru. Selanjutnya Arjuna dan pasukannya menyerang daerah Sohma dan Sumala.
Trigatra
Pada intinya, dalam penyerangan Trigartas. Arjuna telah berhasil menaklukkan daerah tersebut dan tidak dapat menaklukkan Prasthala (kota di Trigartas). Trigartas meminta bantuan ke Daravas dan kokonandas untuk menyerang Arjuna.  Suku Darava berada di sekitar ujung barat Trigarta dalam periode Mahabharata. Tempat tersebut sangat dekat dengan Lahore yang merupakan sebuah kota di Pakistan. Kemudian, Suku Daravas pindah ke barat.  Mereka adalah sub-rumpun dari Romani yang bremigrasi dari India ke Eropa. Bukan pada 250 SM tapi jauh sebelumnya yaitu 1000 SM. Dalam periode Mahabharata mereka hidup di bawah kekuasaan Trigarta. Suku Darava bersama dengan Trigarta menyerang pasukan Arjuna. Pasukan Daravas ini menjadi penyebab pasukan Arjuna bergerak ke utara Uluka.
Suku Kokanadas hidup di sekitar daerah Punjab, dekat dengan sungai. Disana ada sebuah desa yang bernama Koka pada daerah Kangra diantara Gagal dan Mataur. Tempat itulah yang menjadi asumsi dari Kokanada. Ada sebuah danau di dekat Sungai Vipasa yang ditumbuhi lili air  merah. Kokanadas kemudian hidup di utara Vipasa (Beas) di Kangra yang merupakan daerah Himachal Pradesh. Kemungkinan Kokanadas ini juga menjadi penyebab pasukan Arjuna bergerah dari Puru ke Vahlika.

Rajasunya Indraprastha  - Arjuna menuju Utara (Kamboja/Jammu-Kashmir)
Jammu dan Kashmir merupakan bagian dari India dan bertetangga dengan Pakistan dan Tibet. Dari daerah Punjab (Trigarta), Arjuna dan Pasukannya lanjut melakukan Rajasunya menuju daerah yang dikuasai oleh Kambojas seperti kashmira, Kamboja, Darada, Loha dan Rishika. Dari kota Puru, Arjuna menuju utara dan memasuki Kerajaan Kashmira (valley) yang dikelilingi pegunungan. Kemungkinan Arjuna dan pasukannya masuk dari Banihal Pass, pintu gerbang sebelah selatan menuju Kashmi valley. Daerah tersebut berjarak 36 km menuju barat dari kota Singpur, yang diperkirakan menjadi kota Kamboja (Simhapura). Kerajaan Kasmira diasumsikan berada di kashmir valley sepanjang Sungai Vitastha (Jhelum) yang dikelilingi pegunungan. Pada jaman es tempat tersebut merupakan tempat glacier besar. Dimana setelah itu menjadi sebuah danau. Tempat tersebut merupakan  tempat tinggal Kashyapa termasuk Ras Naga. Nama Kashmira sendiri berasal dari Ka:water dan Shimeera : mengering. Sebelum Indian-plate bergabung dengan Eurasian-plate, Kashmir Vally berada di bawah Tethys_Ocean. Saat  Indian-plate dan Asia-plate bergabung, daerah ini  terangkat dari lautan. Itu menjadi danau besar yang dikelilingi oleh pegunungan. Danau tersebut membeku saat jaman es dan menjadi glacier. Setelah Jaman Es kembali menjadi danau. Pernah sekali terjadi gempa besar yang merusak pegunungan Baramulla (Varaha-mula).   Danau yang mengering sepanjang Sungai Vitasta (Jhelum) membentuk lembah Kashmir. Perubahan alam tersebut tersebut kemungkinan terjadi karena Awatara Varaha (Avatara Vhisnu) yang memunculkan banyak  daratan. Danau yang mengering ini menjadi ciri kas daerah Kashyapa di cerita – cerita lainnya.
Raja Lohita diperkirakan berada di lembah pegunungan Lohara dimana sekarang dikenal sebagai Loran, Poonch, Kashmir. Ada sebuah kota yang dinamakan Rajpur yang berjarak 8 km dari barat Loran. Namun masih diragukan apakah daerah tersebut menjadi ibukota Raja Lohita atau tidak. Di sekitar lembah Kashmir terdapat sepuluh daerah yang masing – masing dikuasai oleh Kepala (Nagas).  Tampaknya lembah Kashmir merupakan tanah asli dari Suku Nagas dimana generasinya sering ditelusuri hingga Kashyap dan Kadru. Tempat yang bernama seperti Skardu sering dihubungkan dengan Kadru. Dalam Bahasa Kashmiri Nag atau Naga diartikan sebagai air tawar di musim semi. Di Kashmir, ada banyak tempat yang diberi nama Nag seperti Anant-nag, Neel-nag, Konsar-nag dan lainnya dimana memiliki musim semi yang berbeda.
Setelah mengalahkan Kashmiras, Raja Lohita dan daerah minor lainnya, Arjuna pergi menuju Avisari, sebuah kota yang dihuni Rumpun Abhisara. Dipercayai daerah tersebut berada di lembah Poonch yang berada di sebelah barat lembah Kashmir. Arjuna juga menduduki Uragas yang dirajai oleh Rochamana. Daerah tersebut berada di sebelah utara Avisari. Kota Avisari bernama Abhisaras (diasumsikan berada di poonch, Rajauri dan Nowshera, daerah Kaamu dan Kashmir).  Dalam periode Mahabharata, daerah tersebut berada di bawah kekuatan Kamboja. Agresi Alexander, poonch merupakan sebuah kota dari Raja Abhisara. Uraga diasumsikan merupakan daerah Hazara di Pakistan. Nama tersebut berasal dari Urasa dalam Sanskrit dimana ada hubungannya dengan Rumpun Abhisara. Ada sebuah kota bernama Uri di sebelah otara Poonch. Diasumsikan itu merupakan lokasi Kota Uraga dimana tempat Raja Rochamana.
Dari Uraga, Arjuna menuju ke utara dimana merupakan daerah Kamboja yang kata karena merupakan daerah perdagangan dan sangat dilindungi  yang dinamakan Singhapura (sering disebut juga Sinhapura, Simhapura dll yang artinya kota singa). Daerah tersebut berada di bawah kekuasaan Kamboja. Nama daerah ini sering dikontraskan dengan Hastinapura yang artinya kota gajah. Ada beberapa tempat seperti Singur (Bengal barat), Srilanka (Sinhala) dan Singapore yang diperkirakan mendapat pengaruh dari perdagangan di Kamboja ini. Simhapura menghubungkan Gandhara, Kamboja dan beberapa negara bagian barat menuju kerajaan timur di Tibet seperti Kerajaan Kimpurushas dan Yakshas. Karena itulah Simhapura sangat kaya. Karena Arjuna berhasil menguasai tempat kaya ini sering diberi nama Dhananjaya (kemakmuran, kejayaan) yang diperuntukkan ke Rajasunya.
Dari Simhapura, Arjuna pindah ke Darada menuju Utara Sungai Sindhu/Indus. Kamboja merupakan kekuatan utama dari Kashmir. Kota utamanya adalah Rajapur (Rajauri).  Kawasan Darada berada di utara lembah Kashmir. Terbentang sepanjang utara Sungai Shundu / Indus.  Dimana Kamboja terbentang di selatan Shindu. Kota Daradas dikenal sebagai Ghallata yang dituntukkan sebagai kota Gilgit. Pada periode Mahabharata, Darada merupakan jalur perdagangan kuno.
Kambojas
Arjuna berseutu dengan rumpun Lohas, sebelah timur Kambojas dan utara Rishikas. Dalam peperangan dengan Rishikas Arjuna berperang sangat sengit. Daerah Kamboja-Darada-Rishika dikenal sebagai daerah penghasil kuda yang berkualitas dalam hal kecepatan. Dalam Mahabarata dikenal Kuda Sindhu dan kuda Kamboja. Sepanjang mengikuti jalur perdagangan Sungai Sindhu menuju Tibet, daerah tersebut disebut daerah kaya dengan nama Yakshas, dikuasai oleh Raja Kuvera (Raja Kekayaan). Daerah timur kamboja msepanjang sungai Sindhu terbentang juga lembah Skardu. Rishikas bersekutu dengan Kambojas. Dalam Mahabharata Rishikas dekat dengan Vidarbha. Lohas juga merupakan sekutu Kamboja lainnya. Loha merupakan penghubung jalur perdagangan antara Daradas dan Kambojas dengan Kimpurushas dan Yakshas (Tibet).
Perjalanan Arjuna dilanjutkan ke Pegunungan Putih (Sweta) melalui Nushkuta. Dan selanjutnya menuju Kimpurushas melalui Sungai Satadru (Sutruj).

Rajasunya Indraprastha  - Arjuna menuju Utara (Tibet)
Setelah mengaruhi Pengunungan Putih, Arjuna memasuki daerah Kimpurusha yang terbentang di sebelah selatan Sungai Satadru (Sutluj), yang berada di sebelah timur Kinnara (Kinnaur, Himachal Pradesh). Kinnaras merupakan daerah kekuasaan Bhagadatta. dimana juga dibawah Yaksha dengan Raja Kuvera di Alaka. Kimpurusha diperintah oleh Raja Durmaputra (anak Druma). Kimpurusha berada di bawah kekuasaan Yaksha dengan Raja Kuvera (Kubera, Kuber). Kota Durmaputra menjadi Kota Zanda yang merupakan tepi dari Sungai Satadru. Setelah mengalahkan Kimpurusha dalam peperangan, Arjuna menuju timur sepanjang Sungai Satadru dan memasuki Guyhaka – Yaksha.
Setelah menguasai Kimpurusha, Arjuna bersama pasukannya bergerak menuju Negeri Harataka yang dikuasai oleh Raja Guhakas. Arjuna dapat menunjukkan Harataka dengan cara konsiliasi. Kerajaan Yaksha tediri dari Burang County di Ngari Prefecture Tibet. Danau Manasa dan Gunung Kailasa terletak di Burang County. Kerajaan Yaksha dirajai oleh Raja Kuvera meliputi Kerajaan Kimpurushas dan Kinnaras di sebelah barat. Banyak suku seperti Gandharvas, Rakshasas, Kinnaras, Kimputushas dan Yakshas tinggal di Kerajaan Kuvera seperti Alaka (Alaka Putri) Alaka diasumsikan menjadi Kota Burang yang terbentang ke sebelah selatan Gunung Kailasa dan Danau Manasa di lembah sungai Sarayu. Sekarang menjadi ibukota Burang County. Itu terletak di persimpangan antara India, Nepal dan batas China. Suku Yakshas juga dikenal sebagai Yakkha di Pali, Yaksa di Tai, Yaksha di Jepang, Yecha atau Taucha di Chine, Bali di Bumese dan Gnod-sbin di bahasa Tibet. Raja Kuvera juga dikenal sebagai Kubera, Kuber, Vaisravana, Vessana, Jambhala dan Zambala. Kubera nampaknya nama paling populer yang digunakan oleh Raja dari Yakshas, seperti nama Indra digunakan untuk menunjukkan Raja dari Deva. Vaisravana tampaknya adalah raja Yaksha itu sendiri dan yang paling terkenal diantara Raja – raja Kubera. Vaisravana dapat diartikan sebagai Putra dari Sage Visrava. Kata Visravana dapat juga berarti orang yang mendengar jelas atau orang yang pendengarannya baik atau orang yang dikenal baik.
Harataka adalah kerajaan yang diperintah oleh Suku Guhyaka. Kerajaan tersebut merupakan bagian dari Kerajaan Yaksha yang diperintah oleh Raja Kuvera (Kubera). Dalam Mahabharata, Guhakas disebutkan sama dengan Yakshas. Kemungkinan Guhakas adalah bagian atau ranting dari suku Yaksha. Kata Guha berarti gua atau bangunan seperti gua. Suku Guhakas kemungkinan hidup di sebuah bangunan yang berada di bawah tanah. Kerajaan Tibet Kuno pada abad ke – 10 disebut dengan Guge (Guhyaka – Guhyag : – Guge) yang kemungkinan muncul kembalinya kerajaan rumpun Guhyaka tersebut yang berasar dari era Mahabharata. Arjuna disebutkan tidak pernah mencapai ibukota Kuvera yaitu Alaka. Kemungkinan Arjuna dan pasukannya mengambil utpetti dari Suku Guyhaka yang hidup di dataran tinggi sebelah barat kawasan Yaksha yang dimenangkan dengan cara diplomatis (konsiliasi), hal tersebut disebut dalam Mahabharata. Arjuna dan pasukannya melanjutkan perjalanan ke Danau Manasa yang masih di dalam kawasan Yaksha. Kemungkinan disana Arjuna membuat semacam “perjanjian” dengan Kuvera seperti yang dia lakukan dengan Raja Bhagadatta di Pragjotisha. Dan perjanjian tersebut juga kemungkinan direkomendasikan oleh Bhagadatta. Bhagadatta diasumsikan telah mengirim utusan ke Raja Kuvera perihal rekomendasi tersebut.
Danau Manasa adalah Danau Manasarovar di Tibet, yang terbentang menuju sebelah selatan Gunung Kailasa. Manasarovar merupakan air murni (freshwater, lake) tertinggi di dunia. Sebelah barat dari tempat tersebut ada sebuah danau yang dinamakan Danau Rakshastal (Rakshasas), dimana bukan merupakan freshwater. Rakshasas yang hidup di kawasan Raja Kuvera bertempat tinggal di tepi danau tersebut. Setelah mencapai Danau Manasa, Arjuna bersama pasukannya menaklukkan kawasan Gandharva yang berdekatan dengan kawasan Harataka.
Dalam Mahabharata disebutkan tentang Rumpun Gandharva yang tinggal di kawasan Yaksha, Raja Kuvera. Arjuna tampak mencapai daerah tersebut. Gandharva bersekutu dengan Devas (Raja Indra) dengan baik. Karena itulah, kemungkinan kawasan Gandharva terbentang diantara Yaksha dan Deva. Gandharva berasal dari daerah berbukit di sebelah barat Gandhara yang terbentang sepanjang Afganistan – Perbatasan Pakistan, terutama di Kandahar. Mereka kemudian bermigrasi ke Sungai Sindhu (Indus), Sungai Saraswati dan Sungai Satadru (Sutlej) dan akhirnya mencapai Tibet melalui sungai – sungai tersebut. Selama Era Mahabharata Populasi Gandharva menetap di kawasan Yaksha. Beberapa diantara mereka ada yang bermukin dan bersekutu dengan Yaksha dan yang lain dengan Raja Indra di Kawasan Deva. Gandharva memiliki kuda dengan kualitas yang sangat baik. Arjuna dalam cerita lainnya di Mahabharata disebutkan mendapatkan kuna dari Gandharva. Kuda tersebut diberi nama Jangkar Aparna (dikenal sebagai Chitraratha, anak dari Gandharva). Gandharva ini disebutkan sebagai bawahan Raja Kuvera di Yaksha. Arjuna mengambil kuda – kuda Gandarva yang dimiliki oleh Tittiri, Karmasha dan Manduka sebagai utpeti. Kawasan tersebut tampaknya terbentang menuju utara Danau Manasa (Manasarovara) sampai ke kawasan Deva. Bagian selatan Gar County di Ngari Prefecture of Tibet diasumsikan dulunya merupakan kawasan Gandharva yang ditaklukkan oleh Arjuna. Nama Gar tampaknya bagian dari kata Gandharva.
ArjunaNorthernCampaign
Arjuna bersama pasukannya dalam perjalanan selanjutnya menuju daerah Harivarsha sebelah utara. Dimana merupakan kawasan Deva. Diasumsikan Kerajaan Deva terbentang dari Sungai Brahmaputra (Tsangpo) di selatan menuju batas utara Tibet dan sampai ke Khasmir. Beberapa lokasi kawasan Indra berada di Pamir atau Asia Tengah. Namun, kawasan tersebut tidak mungkin berada di sebelah barat atau utara Khasmir. Karena dalam budaya barat dan utara – barat dari India, Indra sering diasumsikan dengan demon. Namun di sebelah timur seperti China, Jepang, Burma dan Asia Tenggara, Indra diasumsikan sebagai pelindung dan menjadi “noble king” dari Devas. Referensinya silahkan lihat disini. Bahkan arah timur seringkali diasumsikan dengan posisi Indra. Dalam Ajaran Buddhism, Indra disebut dengan Sakra (the powerfull), nama tersebut telah disebutkan sebagai sinonim Indra dalam Mahabharata. Rg Veda juga menyebutkan nama lain Indra adalah Sakra dan Vasava. Di China, Indra dikenal sebagai  Dìshìtiān atau Shìtí Huányīn. Di Burma Indra dikenal sebagai Thagyamin. Di Jepang, Indra dikenal sebagai Taishakuten. Ini menunjukkan bahwa Suku yang mendiami kawasan Deva merupakan migrasi dari Kawasan Sindhu – Sarasvati yang menuju ke Tibet. Dan selanjutnya menempati sebelah selatan dan barat kawasan Tibet. Budaya (yang meng-sumsikan Indra sebagai pelindung) tersebut selanjutnya migrasi ke sepanjang sebelah timur Lembah Brahmaputra menuju Burma dan Asia Tenggara. Menuju sepanjang Yangtze dan Sungai Kuning, selanjutnya menyebar hingga sampai ke China dan Jepang. Kota Indra seperti Amaravati atau sering disebut dengan Deva-Nagari kemungkinan berlokasi di tepi sepanjang Sungai Sindhu, dimana merupakan tempat asal dari Suku Deva yang selanjutnya bermigrasi menuju Tibet. Kota Shiquanhe yang disebut juga dengan Ali, Ger dan kota Ngari di tepi Sungai Sindhu diasumsikan dulunya adalah Kota Devas, dimana Ngari didapat dari Deva – Nagari. Script Devanagari untuk menulis Sanskrit mungkin berasal dari Kota Devas. Kota lain bernama Gegyai juga terbentang menuju timur Sungai Sindhu. Ada sebuah budaya pre-historic di dekat kota Rutog , sebelah utara Ali. Kota Rutor tersebut juga diasumsikan (alternatif) sebagai Kota Devas.
Upeti dari Uttarakuru termasuk Sutra (kain dan ornamen langit, tekstur langit – surgawi). Ini menunjukkan Uttarakuru berlokasi di Chines. Dalam cerita, Harivarsha disebutkan terdiri dari sebelaum utara Kurus (disebut Uttarakuru). Kawasan ini dihubungkan dengan Suku Kuru, sebelah utara Kuru dan kemungkinan nenek moyang Kurus. Dalam Mahabharata, Pururavas disebut Raja Leluhur dari Suku Puru – Bharata – Kuru yang menguasai daerah tersebut, yang berada di Gandharvas. Cerita dalam Brahmana Purana dan Vayu Purana menyebutkan “Pururavas” (Raja leluhur Puru) pernah hidup dengan istrinya ApsaraUrvasi di Uttarakuru. Dalam cerita Aitereya Brahmana menyebutkan bahwa Uttarakuru merupakan kawasan dari Kevas (deva – ksetra). Maka Harivarsha, dan Uttarakuru dikuasai oleh Deva (Kerajaan Deva). Kawasan Uttarakuru juga ada dalam Era Buddha. Dalam Ptolemy Geografi menyebutkan Suku Ottorokorai (Uttarakuru), sebagai kota dan Ottorokoras sebagai sungai. Dalam Amminianus Marcellinus menyebutkan Uttarakuru sebagai Ottorogorae. Beberapa text Buddhist menyebutkan Raja dari Uttarakuru adalah Kuvera. Daerah tersebut sering disebutkan dalam literatur Nikayas. Informasi detailnya dijelaskan di Atanatiya Sutta yang menyebutkan Uttarakuru sebagai kota. Alakamanda disebutkan menjadi kota inti dari Kuvera, yang disamakan dengan Alaka (ibukota Kuvera). Karena itulah kemungkinan Uttarakuru adalah kawasan Yaksha yang dikuasai oleh Kuvera. Seperti cerita era Mahabharata, Uttarakuru dan kerajaan Kuvera terpisah, dan selanjutnya menjadi satu di Era Buddhist. Kesimpulannya, kawasan Uttarakuru berdekatan dengan kawasan Yaksha. Maka, alternatif kawasan tersebut berada di sekitar Sungai Sindhu (Indus) yang berdekatan dengan hulu sungai di sebelah utara Kailasa. Kemungkinan juga berdekatan dengan kawasan Yaksha.

Rajasunya Indraprastha  - Tempat yang tidak berhasil diduduki Arjuna saat menuju Utara
Dari semua tempat yang menjadi tujuan Arjuna ke utara, tidak semuanya berhasil diduduki olehnya.
  • Arjuna gagal menduduki Trigarta yang beribukota di Prasthala (Jalandhar). Dia mencoba menyerang Trigarta dari Uluka di sebelah selatan menuju utara. Dia juga coba menyerang dari Velika (Kuru-Vahlika) di sebelah utara. Namun tetap saja gagal. Trigarta mendapat pertolongan dari Daravas dan Kokanadas untuk melawan pasukan Arjuna. Mereka selain berusaha mengalahkan Arjuna juga bertujuan agar Arjuna tidak melanjutkan ekspansi Rajasunya ke daerah Utara lainnya.
  • Arjuna juga gagal menduduki Kambojas yang memiliki kota utama di Rajapura (Rajouri). Tapi Arjuna dan pasukannya berhasil merebut daerah lain yang dikuasai Kambojas seperti Avisari dan Samhapuri dan daerah Kashmira, Uraga dan sekutu Darada, Rishika serta Loha.
Saat Bharatayuda, Trigarta dan Kambojas berpihak kepada Kurava. Arjuna tidak melanjutkan perjalanan ke Madra, Kekaya dan Gandhara karena kemungkinan dilakukan oleh Nakula (Nakula ke arah barat dalam Rajasunya). Tepatnya arah barat-utara dari Indraprashta.
Posisi dari beberapa rumpun seperti Rakshasa (Manali, Mimachal-Pradesh) Kinnara (Kinaur, Himachal Pradesh), Kumpurusha (Zanda, Tibet), Yaksha (Burang, Tibet), Gandharva (Ger, Tibet) dan Deva (Ger, Rutog dan Gegyai, Tibet) yang merupakan daerah kelanjutan Himachal Pradesh India dan Tibet (China), dijelaskan dalam Mahabharata saling terkait. Suku – suku tersebut membentuk kelompok yang berbeda selama masa Mahabharata meskipun berada di wilayah geografis yang sama. Namun, daerah – daerah mereka pada saat itu sangat sulit diakses oleh orang – orang Indo – Gangatic. Kebudayaan mereka diperkirakan tidak jauh dari nenek moyang Indo-Gangatic. Indraprastha sering dibandingkan dengan kota – kota mereka seperti Kota Devas seperti Amaravati – Yaksha (Kuvera), Devanagari (Indra) dan Bhogavati (Nagas). Daerah Uttarakurus di area Deva menjadi panutan Kuru dalam daratan Indo-Gangatic.
Mahabharata juga menyebutkan Kerajaan Asura yaitu Kerajaan Asura-Vrishaparva di Tibet ke sebelah utara Uttarakhand. Nagas juga disebutkan berdekatan dengan Nagarze, Nang dan Nagchu. Kemungkinan di daerah inilah terjadi pertempuran Deva vs Asura dan Naga vs Garuda.
Demikianlah misi Arjuna dan pasukan dibawahnya untuk memenuhi Upacara Rajasunya yang diadakan oleh Yudhistira di Indraprastha. Sumber lain menyebutkan berikut peta perjalanan yang dilakukan Arjuna dalam misi Rajasunya tersebut :
PathRajasuyaArjunaDigvijaya

Pandava lainnya, Nakula disebutkan juga menjalankan tugas Rajasunya ke arah barat, berikut peta yang didapat (belum dapat infonya) :
PathNakulaRajaSunya

4. Perjalanan selama pengasingan di hutan
Setelah kalah bermain dadu dengan Kurava, Pandava, Drupadi dan Kunti melakukan pengasingan ke hutan selama 12 tahun dan 1 tahun penyamaran. Berikut adalah rutenya :
  • Dimulai dari Hastinapura menuju hutan Kamyaka dan Dwaita
  • Arjuna melakukan perjalanan seorang diri untuk mendapatkan senjata. Ia menuju ke utara yaitu Himalaya. Disini Arjuna hidup dalam Kerajaan Indra dan membantu menbunuh para Asura. Saat Arjuna di Himalaya, Pandava dan rombongan lainnya memutari sepanjang pantai India dan balik lagi ke tempat semula. Setelah itu rombongan tersebut menuju Himalaya untuk bertemu dengan Arjuna. Mereka bertemu di Gandhamadana (sekitar Himalaya) dan balik lagi ke hutan (tempat semula)
  • Setelah 12 tahun di hutan. Rombongan pengasingan ini pergi ke Kerajaan Matsya yang saat itu diperintah oleh Raja Wirata

5. Perjalanan setelah Bharatayuda
Setelah berakhirnya Bharatayuda, Yudhistira melakukan upacara pengorbanan yang bernama Aswamedha. Untuk itu, Arjuna bersama militer ditugaskan untuk mengumpulkan utpeti dari kerajaan di sekitarnya. Berikut path yang dilaluinya :
  • Dari Indraphrasta, Arjuna dan pasukannya mengalahkan kerajaan di timur dan barat
  • Arjuna pergi ke Dvaraka namun saat itu Dvaraka tenggelam. Arjuna lantas balik lagi ke Indraprastha
  • Berselangnya waktu Pandava bersama – sama kembali ke Pegunungan Himalaya dan bertemu kematiannya

Kesimpulan Ekspedisi militer :
  • Dalam ekspedisi militer pertama yang dilakukan oleh Arjuna, Ia pergi ke barat, timur dan selatan. Satu – satunya arah yang ditinggalkan adalah utara.
  • Dalam ekspedisi militer kedua untuk mengumpulkan utpeti Rajasunya, Arjuna pergi ke arah Utara. Bhima menuju timur (bersama Arjuna dan Krshna), Nakula menuju Barat dan Saadeva menuju selatan.
  • Ekspedisi militer terakhir (Aswamedha oleh Yudistira), Arjuna pergi ke barat dan timur.

Sekian dulu, untuk perjalanan di masa pengasingan di hutan (setelah kalah berjudi), dan setelah Baratayuda akan dilanjutkan, to be continued …………
FivePandus

Chandra-Vamsa
Sumber :
0 komentar

SIWA PURANA IV

SIWA PURANA IV


Manu, Manvantara, Posisi dan Rsi

            Swayambhu adalah Manu yang pertama. Ia adalah pemimpin- penegak hukum dan waktu hidupnya disebut dengan Swayambhu Manvantara. Dalam Manvantara ini tujuh putra spiritual (manasaputra) Brahma- Marichi, Atri, Pulaha, Kratu, Pulatsya dan Vishista tinggal sebagai rsi yang agung di Utara.
            Yang kedua adalah Swarochisha Manvantara dengan Swarochisha sebagai Manu. Rochana akan menempati tempat Indra. Para dewa disebut dengan Tushita. Urdhwasthambhu, Parasthambhu, Rishabha, Vasumantha, Jyotismanta, Dyutimanta, Rochishmanta adalah tujuh rsi.
            Uttama manvantara adalah yang ketiga. Uttama adalah seorang Manu. Satya (kebenaran), Veda (Weda) dan shruti (kitab agung) adalah dewanya. Satyapita adalah Indra. Urthwasthambha dan yang lainnya adalah tujuh rsi.
            Manu yang keempta adalah Tamas dan Manvantaranya disebut dengan Tamasa manvantara. Tamasa adalah Manu. Trishanku adalah Indra. Devabahu dan yang lainnya adalah tujuh rsi sementara itu Bhutarajaska adalah dewanya. Indra akan menjadi Dewa Wisnu.
            Yang keenam adalah Chakashusha manvantara dengan Chakshu sebagai Manu dengan Medharhidhi, Paulatsya, Vasu, Kashyapa, Jyotishmantha, Bhargawa dan Dhritimantha sebagai tujuh rsi.
            Mannvantara yang ketujuh adalah Vywaswata manvantara. Vywaswata adalah Manu. Kashyapa, Atri, Vashistha, Vishwamitra, Gautama, Jamadagni, Bharadwaja adalah tujuh rsi. Sadhwi, Rudra, Vishwadewa, Vasumata, Aditya, Ashwini Kumara adalah para dewa. Pakashasana adalah Indra.
            Sarvarni adalah delapan nama dalam sarvarni manvantara. Kashyapa, Bharadwaja, Angirasa, Vasishta, Atreya, Havya, Pulaha adalah para rsi. Keturunan Rohita adalah para dewa.
            Ruchi adalah Manu yang kesembilan. Rauchya manvantara memiliki Rama, Vyasa, Atreya, Diptimanta, Subahu, Shruti, Bharadwaja, Ashwathama adalah tujuh rsi. Dalam manvantara ini, Balichakravarti adalah Indra.
            Manvantara yang kesepuluh adalah Brahma Savarni Manvantara. Brahma Savarni adalah Manu. Harishmantha, Pulaha, Prakirti dan empat belas yang lainnya adalah enam belas rsi. Dwishamantha adalah para dewanya. Indra adalah Shambhu.
            Yang berikutnya adalah Dharma Savarni manvantara. Harishmantha, Kashyapa, Vapushmanta, Varuni, Atreya, Vasishta Anaya, Angirachara, Dhrushya Paulatsya Nishwarah. Agniteja adalah tujuh rsi. Dewanya adalah para vidhruta.
            Yang keduabelas adalah Rudra Savarni Manvantara. Dyuti, Vashisthaputra, Atreya, Sutapa, Angira, Tapomurti, Tapovashvi, Kashyapa, Tapodhana, Paulatsya, Pulaha, Taporati, Bhargawa adalah tujuh rsi. Putra spiritual Brahma adalah para dewa. Rutadharma adalah Indra.
            Yang ketigabelas adalah Devasavarnika manvantara. Angirasa, Dhritimantha, Paulatsya, Ahavyavana, Paulaha, Tatwadarshi, Bhargawa, Nirutsava, Nishprapancha, Atreya, Nirdeha, Kashyapa, Vasistha adalah para rsinya. Trividha adalah dewanya. Divashpati adalah Indra.
            Yang terakhir adalah Indrasavarni manvantara. Agnidhra, Kashyapa, Paulatsya, Magadha, Bhargawa, Atibahya, Shuchi, Angirasa, Yukta, Atreya, Pautra, Vasistha, Ajita, Pulaha adalah para rsi. Pavitra dan Chakshushu adalah para dewa. Shuchi adalah Indra.

                                    Penggambaran tentang Chayapurusha

            Setelah mandi, menggunakan pakaian yang bersih, memakai kalungan bunga dan mengucapkan Shiva Panchakshari stotra, berdiri dihadapan matahari atau bulan dan yang dipandang adalah bayangannya. Setelah beberapa saat, seseorang itu bisa melihat bayangan itu di langit putih. Inilah yang disebut dengan Chayapurusha. Setelah mempelajari bayangan itu, seseorang akan mendapatkan Shivadarshana. Melalui hal ini seseorang bisa tahu kejadian yang akan datang. Jika bayangan itu nampak tanpa kelapa maka ia akan meninggal dalam jangka waktu enam bulan lagi. JIka kulit tubuh nampak putih, akan terjadi pertumbuhan Dharma. Jika nampak hitam, dosanya yang bertambah. Jika berwarna merah, maka akan terjadi masalah atau menemui kesulitan. Jika berwarna kuning, maka akan ada kebencian. Jika tanpa leher, maka keluarga akan meninggal. Jika melengkung maka istri yang akan meninggal. Jika kaki tidak menyentuh tanah maka perjalanan sangat diperlukan. Inilah Chayapurusha melalui yang mana seseorang itu bisa melihat masa depan.
           
                                    Menghaturkan oblasi (persembahan) pada leluhur
            Sementara Muni menjawab pertanyaan mengenai arti oblasi pada leluhur, Suta Muni berkata:
            Oblasi ini harus dipersembahkan seperti yang digambarkan dalam Kalpa (prosedur upacara).
            Dimasa lalu ketika Shantanu meninggal, Bhisma menghaturkan persembahan (oblasi) untuk mengenangnya. Ia menyimpan bola dari nasi pada sebuah tempat. Pada saat itu, tangan Shantanu muncul dari tanah dan menerima persembahan itu. Bhisma menangis atas kejadian itu, ia menaruh bola nasi itu pada sebuah tempat tanpa menghaturkannya pada ayahnya. Shantanu sangat bahagia karena putranya mengikuti prosedur upacara yang benar. Kemudian Shantanu memberi putranya anugerah bahwa ia akan mati apabila ia menginginkannya.
            Jadi upacara oblasi pada orang yang meninggal harus diberikan sesuai dengan prosedur yang tertulis dalam Kalpa (Kalpokta vidhi).
            Kelompok leluhur tujuh berada di surga. Dari ketujuh itu, empat memiliki wujud dan yang lainnya tanpa wujud.
            Akan lebih baik jika kita menggunakan alat-alat persembahan dari perak jika berhubungan dengan orang yang mati. Karenanya keturunan bisa berlanjut. Karena upacara ini semuanya akan senang bahkan tumbuhan juga akan subur. Itulah mengapa manusia harus melanjutkan melakukan upacara ini.

            Prosedur dalam upacara bagi mereka yang telah meninggal: beberapa penjelasan

            Setelah mendengarkan Suta Muni para rsi bertanya pada mereka lagi.
            Manusia pergi ke surga atau ketempat lain sesuai dengan perbuatannya sendiri. Ia juga bisa terlahir kembali dan lagi. Apabila begitu bagaimana upacara atau hasil pahala dari upacara ini bisa sampai pada mereka?
            Suta Muni tersenyum dan berkata bahwa mereka sangat bingung. Bagi yang masih hidup disini para lelulur yang telah mendahului sulit untuk diketahui. Itulah mengapa pada saat upacara, persembahan harus dilakukan dengan enam cara.

1.       Agnikarma           - melalui inilah apapun yang dihaturkan dalam upacara mencapai loka yang lebih tinggi.
2.      Jika leluhur berada di dunia sana (yama loka), haturkanlah sedikit biji wijen.
3.      Jika mereka berada di neraka atau ditempat hukuman, nasi yang dimasak dihaturkan pada mereka.
4.      Jika mereka berada di surga, annadana (sedekah makanan, nasi yang dimasak) adalah hal yang tepat.
5.      Jika mereka berada di dunia manusia, uang yang diberikan sebagai amal (dakshina) akan membuat mereka berkenan.

Walaupun kita tidak mengetahui dimana mereka, kita harus mempersembahkan persembahan ini. Para nenek moyang memiliki kemampuan untuk memberikan anugerah. Walaupun mereka mungkin mengalami penderitaan di dunia sana, namun mereka masih bisa memberikan kita berkah. Kita harus membuat mereka berkenan dengan persembahan kita. Kemudian Suta Muni memberitahu mereka tentang cerita Saptavyadha (tujuh vajadha).

                        Cerita tentang tujuh pemburu (Saptavyadha)

Dalam Vamsa (keluarga besar) Bharadwaja, ada seorang brahmana yang bernama Kaushika. Ia memiliki tujuh putra yang bernama: Vaghushth, Krodhan, Himsru, Pishunu, Kavi, Swaprushtha, Pitruvarthi. Ketujuh putra ini menemui Garga sebagai muridnya dan mempelajari semua. Ketika semua ini terjadi, suatu hari Kaushika meninggal. Karena hal ini para putranya hidup dengan guru Garga. Ketika hari memperingati hari kematian ayahnya, para putra ini tidak memiliki keinginan sama sekali mengadakan upacara peringatan. Mereka dengan santai menggembala sapi gurunya. Walaupun yang lain mencoba mencegah, dua putra diantaranya Kavi dan Swaprustha membunuh sapi dan memakainya sebagai persembahan pada ayah mereka yang telah meninggal. Keduanya berbohong bahwa seekor singalah yang telah membunuh sapi itu. Brahmana yang polos ini percaya dengan apa yang mereka katakan. Walaupun ia percaya, keduanya telah melakukan dosa pada guru – selain juga karena membunuh seekor sapi.
Karena kedua dosa ini, mereka terlahir sebagai putra pemburu burung (boya) yang bernama Manaswi. Karena mereka melakukan hal baik dan juga pelayanan tulus dalam kehidupan sebelumnya maka merekapun memiliki kemampuan untuk melihat kelahiran mereka sebelumnya. Walaupun lahir sebagai seorang pemburu, mereka adalah vegetarian. Mereka memuja Dewa Siwa. Kemudian mereka terlahir sebagai dua burung bersaudara. Mereka tidak menikah. Pada kehidupan mereka kemudian merekapun menjadi burung lagi. Ada tujuh burung Chakravaka yang mengunjungi pulau Shari. Suatu hari raja pulau itu datang berkunjung. Salah satu burung itu melihat sang raja iapun ingin menjadi seorang raja. Satu burung yang lain ingin menjadi pegawai kerajaan. Karena ketulusan mereka melakukan segalanya berpuasa, tidak menikah dan lain-lainnya, mereka mendapat pahala dan terkabul keinginannya. Setelah beberapa kelahiran, merekapun terlahir dengan nama Brahmadatta dan nama baik yang lain di kota Kampilya. Kedua burung ini lahir sebagai Brahmana sedangkan Brahmadatta lahir sebagai Kshatriya. Raja Kampilya mengabdikan singgasana pada Brahmadatta dan meninggalkannya untuk melakukan tapasya. Para Brahmana yang adalah para menteri menjadikan putra mereka menjadi menteri lagi. Sehingga keinginan Chakravaka terkabulkan.
Karena ingatan tentang kelahiran sebelumnya, memikirkan kelahiran berikutnya, mereka hidup dengan baik dan tulus dan selalu berdoa bahwa mereka akan bebas dari perputaran kelahiran dan kematian.
Setelah mengatakan ini Suta Muni mengatakan pada para orang suci bahwa menceritakan kembali atau mendengar tentang cerita saptavyadha (tujuh pemburu) akan menguatkan tubuh, kata-kata dan manas.
Kemudian atas keinginan para rsi dan orang suci Suta Muni menceritakan tentang cerita Parashara.


Cerita Parashara

Parashara adalah cucu Brahma dari putranya Vasishta. Ia memiliki pengetahuan yang tak terbatas. Karena ia menyukai astronomi, ia menjadi astrologi yang termasyur. Ia menulis sebuah buku yang berjudul Parashara Samhita. Ia terkenal bukan karena cucu Sakthi tetapi karena cucu Vashistha.
Setiap hari ia biasa menghitung pergerakan planet dan dengan itu ia bisa meramalkan apa yang akan terjadi.
Suatu kali ia harus menyeberangi Yamuna. Ia menemui Dasaraja. Tetapi karena Dasaraja sedang makan, ia menyuruh putrinya Satyawati untuk mengantar sang raja menyeberangi sungai.

                        Satyawati dan Parashara

Perahu itu lajunya pelan. Riak-riak sungai Yamuna bergerak dengan indah. Walaupun itu tengah hari suasananya sangat indah. Satyawati menyanyi dengan merdu. Parashara tiba-tiba merasakan perasaan aneh yang membuatnya amat terkejut.
Karena pergerakan plane, saat itu adalah hari mendekati hari kelahiran Parashara. Apapun kastanya, jika seorang wanita itu masih murni, cahayanya akan sangat indah. Lirikan Parashara terhempas pada Satyawati. Kemudian ia bertanya padanya. Ia berkata bahwa ia masih perawan. Parashara karena itulah ia ingin agar Satyawati mengandung anaknya. Tetapi Satyawati takut keperawanannya hilang. Parashara mengatakan bahwa keperawanannya akan tetap tak terganggu. Parashara mengatakan bahwa bau amis akan hilang darinya berganti dengan bau yang sangat harum hingga sampai di kejauhan. Jadi Matsyagandhi (Satyawati) menjadi Yojanagandhi. Akhirnya malam itu Parashara menghamili Satyawati.


                                    Kelahiran Vyasa

Pada saat Sadyogarbha (saat melahirkan) Satyawati melahirkan seorang putra. Setelah anak itu lahir ia kemudian menjadi Vatu ( seorang anak dengan kulit rusa, dan kamandalu menggunakan pakaian yang sederhana). Karena ia lahir di pasir dengan sedikit cahaya, ia kemudian diberinama Krishnadwaipayana. Ia berdoa pada Satyawati untuk mengijinkannya melakukan tapasya dan ia akan datang dihadapannya dengan cepat ketika ia memanggilnya.
Setelah semua yang ia lalui, Satyawati kembali ke kerajaannya. Tidak ada yang bertanya apapun padanya. Setap orang bersikap biasa saja seakan ia tidak pergi dengan pertapa ke tepi sungai.
Begitulah penulis purana, Rsi Vedavyasa lahir kedunia.

                                    Cerita tentang Vyasa

Para rsi dan orang suci bertanya: bagaimana kelanjutan cerita tentang anak ituyang langsung bertapa setelah kelahirannya langsung melakukan tapasya!
Jawab Suta Muni:

Pada tapa itu, ia diberikan semua Weda oleh Brahma. Vyasa membaginya menjadi empat. Ia mengumpulkan informasi penting dan menulis Purana yang merangkum semua informasi penting dalam Weda.
Pada saat itu, pikirannya melayang dan ingin memiliki putra. Saat mengaduk arani ( untuk membuat api) ia melihat Grutachi, seorang apsara (bidadari), dan iapun sangat tergoda. Karena takut akan dirinya, yang bisa berbuat buruk, ia mengubah wujud menjadi seekor burung kakatua. Dengan menjadi burung ia kemudian tanpa sengaja telah menjatuhkan benihnya pada ‘arani’. Dari arani itu, bukan mengeluarkan api tetapi seorang anak yang sangat tampan. Para bidadari menaburkan bunga. Brahma sendiri turun ke bumi dan memberikan anak itu darbhasana, kulit rusa (Krishnajina), sebuah sabuk, kamandalu dan juga paraphernalia untuk tapasya (meditasi tingkat tinggi). Karena anak itu terlahir kari kecantikan seekor burung kakatua (shuka) maka ia diberi nama shuka.

Kata Suta Muni kemudian:

Kalian semua terberkahi dengan mendengarkan cerita tentang seorang rsi yang telah menjadi seorang tapasi sejak lahir.

Shuka menjadi murid Brihaspati. Vyasa ingin menikahkan putranya, Shuka. Shuka tidak ingin menikah. Vyasa menulis purana yang sangat berharga dan menyuruh Shuka membaca semuanya. Shuka tidak ingin terjebak dalam ‘samsara’ (ikatan kekeluargaan). Akhirnya Vyasa menuruh putranya pergi ke Janaka. Tetapi Shuka kembali ke ashrama ayahnya.
Kemudian dikatakan setelah gurunya mengumumkan bahwa ia telah melengkapkan studinya, Shuka menika dengan seorang gadis, ia kemudian memiliki putra. Cucunya Brahmadatta menjadi seorang raja dan kemudian menjadi bagian lima unsur.
Vyasa sangat sedih karena ia tidak bisa mencapai apa yang telah dicapai oleh Shuka. Tetapi Vyasa tahu bahwa hanya dengan memikirkannya saja Shuka akan memperlihatkan diri dihadapannya. Ketika Vyasa sedang memikirkan hal ini, Satyawathi memikirkannya. Setelah Vyasa meninggalkannya sebagai yojanagandhi, Shantanu menikah dengan Sathyawati. Shantanu memiliki dua putra dari Satyawati. Yang sulung bertarung dengan gandharwa dan tewas. Yang kedua dinikahkan dengan dua gadis perawan, Amba dan ambalika. Bhisma menyelenggarakan pernikahan ini (Bhisma adalah putra Santanu dan Gangga). Bhisma mengambil sumpah bahwa ia tidak akan menikah agar putra Satyawati yang mewarisi Shantanu. Karena nafsunya yang tidak terkendali suami Amba dan Ambalika meninggal. Kerajaan itu tanpa raja. Bhisma tidak mau menjadi raja. Tetapi ia ingin agar Amba dan Ambika memiliki putra dari Brahmana seperti yang disebutkan hukum suci.
Satyawati tidak mau memberikan menantunya pada orang asing. Tetapi ia menginginkan keturunan dan Vyasa memperlihatkan diri dihadapannya. Satyawati mengatakan sebagai putranya ia akan menjadi pasangan yang tepat bagi menantunya. Ia memintanya untuk menghamili Amba dan Ambalika.
Vyasa yang sangat sedih karena kehilangan dua saudaranya, iapun setuju untuk memberikan putera pada Amba dan Ambalika. Karena Amba menutup matanya saat bersama Vyasa, putranya terlahir buta. Kemudian yang kedua, Ambalika pucat melihat Vyasa dan untuk alasan itulah ia melahirkan putra yang sakit-sakitan.
Ketika Satyawati meminta Amba untuk bersama dengan Vyasa, Amba yang ketakutan mengirimkan pelayan.
Satyawati sangat kecewa. Vyasa tidak mau melakukannya lagi.
Kemudian Suta Muni memberitahu para orang suci dan orang suci bahwa putra Amba melahirkan Dhristarashtra, Ambalika melahirkan Pandu dan pelayan itu melahirkan Vidura.
Kemudian Gandhari melahirkan putra Dhritarashtra Duryodhana, Dushasana dan sembilan puluh tujuh putra dan seorang putri yang bernama Dushcala. Istri Pandu Kunti dan Madri (melalui berkah Dewa Yama, Vayu, Indra dan Ashwini) Dharma, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa dikenal dengan nama Pandawa. Mereka yang dilahirkan Gandhari dikenal dengan nama Kaurawa. Cerita Mahabharatha adalah cerita tentang Pandawa dan Kaurawa.

                        Vyasa datang ke Daksharana

Suatu kali ketika Vyasa sedang ada di Kashi, suatu hari karena ia marah ia mengutuk Kashi. Annapurna tidak keberatan. Dengan mengundangnya ia menjamunya makan. Dewa Siwa tidak mempermaslahkan hal ini. Jadi alih-alih mengutuk Vyasa, Dewa Siwa memerintahkannya untuk meninggalkan Kashi, Vyasa sangat sedih. Ia berdoa pada Dewa Siwa untuk menunjukkan tempat suci lainnya yang sama sucinya dan berharganya seperti Kashi. Dewa Siwa memintanya untuk pergi ke Dakiremi di selatan. Dakiremi ini tidak lain tidak bukan adalah Daksharama di dekat sungai Govadari.
Suta Muni menyatakan bahwa ia akan melanjutkan dan karena Vyasa adalah nitya, abadi dan selalu ada iapun tinggal disana.

                        Tatanan Penciptaan

Karena Sat dan Asat, Dewa Siwa menciptakan air terlebih dahulu. Kemudian ia mengeluarkan ‘Sankalpa’(keinginan). Dari percampuran itu muncullah seorang putra – yaitu Narayana. ‘Nara’ artinya air. Karena ia terlahir di air maka ia bernama Narayana. Pada saat yang sama Dewa Siwa menciptakan sebuah telur yang besar. Dari telur itu muncullah Brahma. Ia membagi telur itu menjadi dua. Yang lebih atas menjadi Swarga dan bagian bawah adalah bumi. Ruang antara keduanya adalah Akasha (langit). Perlahan-lahan bagian atas dan bagian bawah dibagi menjadi tujuh loka (dunia) dan kemudian menjadi empat belas.
Sepuluh arah (diksa) diciptakan. Empat arah dan empat (satu diantara masing-masing), satu diatas dan satu dibawah, dibawahnya terdapat sepuluh yang lainnya. Ketika batas demarkasi tercipta, Manas (pikiran- intelek- hati), Vaka (wicara), Kama (keinginan), Krodha (amarah) dan Prema (cinta) terlahir. Dari pikiran Brahma, tujuh rsi lahir: Marichi, Atri, Angirasa Pulatshya, Pulaha, Krati, Vasistha- sapta rsi lahir kebumi. Juga disebut sebagai Sapta- brahma. Kemudian muncullah sebelas rudra.
Di langit, halilintar, awan, pelangi dan lain-lain tercipta. Demi keberhasilan Weda muncullah Weda.Mantra, doa juga tercipta.
Yang tertua dari semuanya yaitu Brahma, menjadi Prajapati. Dari wajahnya, muncullah Brahmana, dari dadanya, pitrudewata (para leluhur), dari perutnya muncul manuisa dan dari tengah muncullah raksasa. Selain ini, berbagai makhluk hidup lain juga muncul. Akibat berkah Dewa Siwa, Brahma memiliki darshan dari Ardha Narishwara. Dengan itu ia mulai penciptaan Manu dan bersamanya diciptakan Shatarupa. Brahma meminta mereka hidup sebagai suami istri.
Manu yang pertama adalah Swayambhu Manu. Ia memerintah hingga tujuh puluh satu Mahayuga. Tujuh puluh satu Mahayuga terdiri dari satu Manvantara. Dhruva melakukan tapa selama tiga ribu tahun dan mendapatkan sebuah daerah dari tujuh rsi (saptarsi mandala). Cucu Dhruva adalah Chakshusha.
Pruthu membentuk bumi sebagai seekor sapi dan iapun memerahnya. Dari itu muncullah semua oshadhi (obat-obatan). Pruthu mengatur gaya hidup para dewa,manusia dan raksasa. Salah satu dari empat putranya, Barhina memiliki sepuluh putra dari istrinya Samudratanaya. Mereka disebut dengan Prachitasa. Di tengah lautan, mereka melakukan tapasya selama ribuan tahun untuk memuja Dewa Siwa.
Sementara itu, Bumi dipenuhi dengan pohon. Populasi manusia mulai bertambah. Dewa Siwa bermanifestasi, memberikan anugerah Prachitasa dan meminta mereka untuk menjaga Bumi. Dengan pandangan untuk mengembangkan dan menyelamatkan bumi, Prachita ini menciptakan api dan Udara. Pohon-pohon tumbang karena angin. Api menghancurkan segalanya. Manusia kebingungan dan menangis penuh dengan teriakan. Dewa Chandra datang. Ia menarik perhatian udara dan api dengan berjanji menikahkan putrinya Anubhuti pada mereka. Prachita sangat senang dan menikah dengan Anubhuti. Akibat pernikahan ini lahirlah Daksha.
Daksha adalah pencipta dan juga seorang prajurit yang handal. Hanya dengan keinginan ia menciptakan banyak benda maupun makhluk yang bergerak. Ia menikah dengan Virini yang memberinya sepuluh ribu putra yang bernama Haryasva. Ia menjadi prajapati (penguasa manusia) dan menyuruh putranya untuk mencipta. Tetapi karena dipengaruhi oleh Narada semuanya menjadi pertapa (orang suci).
Daksha yang mengetahui hal ini sangat sedih. Ia kemudian mencoba mencipta seribu putra yang ia sebut sebagai para Subhala. Narada juga membuat mereka menjadi orang suci dan mengenakan baju berwarna kuning kunyit.
Kemudian Daksha memiliki enam puluh anak gadis yang amat cantik jelita
Dari keenam puluh ini, ia memiliki sepuluh putrinya pada Dharmi, tiga belas  Kashyapa, dua pada putra Brahma dan empat pada Aristanemi. Dari putri-putri inilah lahir semua raksasa dan manusia.
Pada jaman Daksha, hanya dengan keinginan (sankalpa), penglihatan (darshana) dan sentuhan (sparsha) makhluk hidup terlahir. Tetapi apabila membicarakan tentang keturunan itu didapatkan melalui kopulasi (pembuahan).
Vishwa, putri Daksha, melahirkan Vishwa dewata, Sandhya, Sandhya, Marudwati, Marudwanta, Vasu, Vasavu, Bhanu, para Bhanu dan Muhurta, Muhurtaja. Lamba melahirkan Ghosa, Yami melahirkan seorang putri, Nagavidhi; Arundati melahirkan Pruthvilashama dan Saukalpa melahirkan Sankalpudu.
Ayu, Dhruva, Soma, Dharma, Anila, Analu, Pratyusha, Prabhanu adalah delapan Vasu (ashta vasu). Ayu memiliki putra: Riwata, Shrama, Shantha dan Dhruva memiliki satu putra Kala. Varcha adalah nama Soma. Dravina adalah putra Dharma. Anila memiliki dua istri dan lima putra. Selain ini, putra yang terlahir dari Anila diasuh oleh Kritika dan oleh karena itu dipanggil dengan sebutan Kartikeya.
Daksha adalah putra Pratyusha. Prabha adalah putra Devala.Prabha menikah dengan adik Brihaspati, Yogaviddha. Viswakarma adalah putra mereka.

            Cerita Kashyapeya – Penciptaan

Kashyapa memiliki tiga belas istri. Dari mereka keturunan Aditi adalah para aditya. Putra Diti adalah Detya (raksasa). Putra Danu adalah Danuja atau raksasa. Vinata melahirkan Aruna, Garutmana dan mahatiryaksa lainnya, binatang dan lain-lain (yang tidak berdiri tegak seperti manusia). Putra Surasa adalah ular. Mereka bukanlah reptil biasa. Mereka berkeliaran di mana saja. Surasa diberinama Nagamata (ibu para ular). Adisesha, Vasuki, Takshaka adalah putra-putra Surasa. Krodhavasa lahir dari taringnya. Mereka disebut dengan gana. Keturunan Surabhi menjadi ternak dan kerbau. Ila melahirkan pepohonan dan tanaman merambat. Muni melahirkan putri-putri saja sehingga mereka menjadi apsara. Kadruva juga melahirkan ular. Arishtha melahirkan ular yang lebih kuat dari manusia.
Putra-putra Khasha menjadi Yaksha dan Rakshasa. Tamra melahirkan Shanmukha dan yang lainnya melahirkan putra-putra dan delapan putri Keki, Syeni, Bhasi, Surgrivi, Shuki, Grudhrika, Ashmi, Vuluki. Dari semua ini, Kaki melahirkan sapi-sapi, Syeni melahirkan burung elang, Bhasi ; bebek. Sugrivi melahirkan burung dan Shuki melahirkan burung kakaktua yang cantik. Gridhrika melahirkan burung elang. Vuluki melahirkan burung hantu. Ashmi, yang termuda, melahirkan unta, kuda dan juga keledai.
Sehingga tanah, udara, makhluk air selain manusia terlahir dari tiga belas putri Kashyapa. Itulah mengapa Bumi dikenal sebagai ciptaan Kashyapa dan kita semua adalah Kashyapeya.
Kemudian Suta Muni berhenti meminta para rsi dan orang suci untuk menanyakan cerita atau legenda yang lain yang mereka inginkan. Murid Suta Muni, Shuka melanjutkan.

                        Sumedha Muni menceritakan tentang Lila Dewi

Raja Suradha kehilangan kerajaannya dan terpisah dari istri dan anak-anaknya. Ia dan seorang rsi yang bernama Samadhi pergi ke sebuah pertapaan. Disana Muni Sumedha menghibur mereka dengan menceritakan cerita tentang Shakti.
Pada saat banjir yang menenggelamkan bumi, saat Dewa Wisnu sedang tidur dari telinganya lahirlah dua raksasa Madhu dan Kaitabha. Ketika mereka mengamuk di lautan, mereka melihat Brahma berada pada lotusnya. Mereka mengganggunya. Brahma lari dan meminta perlindungan Dewa Wisnu. Dewa Wisnu berada dalam keadaan Yoganidra dan tidak nampaknya tidak akan bangun dalam waktu yang singkat. Kemudian Brahmapun berdoa pada Mahamaya. Dengan berkah, pada malam bulan Phalguna pada hari kedua belas. Ia kemudian bermanifestasi. Dengan kata-katanya yang penuh kelembutan, Ia menenangkan Brahma. Ia membangunkan Dewa Wisnu yang kemudian bertarung dengan dua raksasa itu selama lima ribu tahun. Bahkan setelah itu ia tidak mati. Dewa Wisnu berdoa pada Vishwamaya. Mahakali menggunakan mantranya pada para raksasa itu. Mereka tergoda dengan mantra itu. Dengan kebodohan mereka, mereka meminta agar Dewa Wisnu meminta sebuah anugerah. Dewa Wisnu meminta agar mereka mati ditangannya. Mereka siap dibunuh asalkan tempat itu tidak basah. Dengan berkah Mahamaya Dewa Wisnu melebarkan pahanya dan menaruh kepala mereka disana dan membunuhnya.
Setelah menceritakan cerita ini Sumedha Muni mengatakan siapapun yang mendengar cerita tentang Adi Shakti dan Dewa Siwa tidak akan pernah gagal mencapai tujuan mereka. Ia menceritakan pada mereka cerita tentang inkarnasi Mahalakshmi.

                       

Inkarnasi Mahalakshmi

Bagi raksasa Rambha, seorang putra yang bernama Mahisha terlahir. Mahisha melakukan tapa untuk memperoleh berkah Brahma. Ia meminta berkah agar siapapun tidak bisa membunuhnya. Ia mengacau di bumi dan menakuti semua orang. Ia menghukum orang yang baik dan menyiksa mereka. Ia membuat Dik Palaka (penguasa arah angin) menderita. Para dewa juga diganggu. Bahkan Dewa Seperti Dewa Indra takut. Semuanya meminta bantuan Brahma. Brahma kemudian mengajak mereka pada Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Mereka berpikir dengan berkahnya, hanya seorang wanita yang bisa membunuhnya. Dari wajah Dewa Wisnu dan Dewa Siwa cahaya yang agung muncul.
            Kemudian cahaya semua dewa dan Tri Murthi menjadi satu Durgadewi. Wajahnya muncul dari cahaya Dewa Siwa, rambutnya dari Yama, tangannya dari Dewa Wisnu, pahanya dan betisnya dari Varuna, bagian belakangnya dari Bumi, kakinya dari Brahma dan ibu jari dari matahari, jari-jari dari Vasawa, telinganya dari Kubera, giginya dari Sandhya, telinganya dari Vayu, dan cahaya dari semua dewa, tubuhnya duduk diatas bunga lotus. Dewa Siwa memberinya trisulanya. Dewa Wisnu memberinya terompet kerangnya dan chakranya dan Indra memberikan senjata permata (Chakrayudha). Indra juga memberinya bel dan senjata lain. Varuna memberinya tali, kekuatan Agni, Vayu memberikan busurnya. Yama Kaladandanya, Prajaspati memberinya kalungan bunga, Brahma memberikan Kamandalu, Surya memberikannya permata langka, Surya memberikan cahayanya dan Kala memberikan tamengnya. Dewa Lautan memberikan permata langka, busana yang indah, anting-anting, gelang dan ornamen yang lain. Vishwakarma memberikan tameng yang kuat. Semua danau memberikan sebuah kalungan bunga dari lotus segar. Himavanta memberikannya singa dan permata. Kubera memberinya anggur yang baik. Adisesha memberikannya perhiasan ular. Semua dewa memberinya senjata, kekuatan dan permata. Mereka meminta pertolongannya untuk membebaskan mereka dari penderitaan dan juga kesengsaraan.
            Amba meyakinkannya bahwa mereka semua akan baik-baik saja. Dan kemudian iapun mengeluarkan pekikan perang dan maju menyerang Mahisha.
            Mahisha yang mendengar pekikannya segera keluar dengan jutaan pasukan. Bersamanya, keluarlah raksasa yang menakutkan seperti Chikshura, Chamara, Udagra, Karala, Bashkala dan yang lainnya.

                                                            Mahisha dikalahkan

            Kemudian kedua pasukan berperang. Dalam sekejap, Devi membunuh raksasa seperti Chikshura. Mahisha mengamuk dan dalam wujud seekor kerbau dan iapun membunuh musuh-musuhnya. Para dewa ketakutan, walaupun mereka berada dibawah naungan Sang Dewi. Dewi kemudian melempar tali dileher raksasa dan menariknya. Ketika ia mengambil wujud seekor singa. Ia mengangkat pedangnya. Ia juga mengangkat pedangnya dan mengarahkannya pada raksasa. Dewi mengahtamnya dengan panahnya, pedangnya dan senjata lain pada saat yang sama.
            Kemudian raksasa ini menjadi seekor gajah. Ia kemudian memotong belalai gajah itu. Kemudian ia menggunakan kekuatan dirinya. Ia berteriak dan menerjang. Raksasa ini jatuh tersungkur di tanah. Ia menginjaknya dengan kaki pada lehernya. Ia menggunakan trisulanya dan mengangkatnya tinggi. Itulah semua.
            Pada saat itu, ada suara kemenangan yang membahana. Pasukan Mahisha menghilang. Semua dewa menyanyikan kejayaan Sang Dewi. Hujan bunga ditebarkan dari langit. Dan hari inilah disebutkan sebagai hari kelahiran Dewi. Mendengarkan cerita ini akan memberikan dorongan keberanian. Cerita ini menghancurkan semua musuh. Bagi mereka yang menceritakan dan mendengarkan cerita ini akan diberkahi dengan kebaikan.

                                    Kaushiki – Dhumavati

            Kemudian dengarkanlah cerita tentang Kaushiki:

            &;nbsp;Terdapat dua raksasa yang bernama Shumbha dan Nishumbha. Kedua raksasa ini sama jahatnya dengan Mahisha tetapi tidak sama saktinya. Tidak mampu bertahan dari gangguan yang mereka timbulkan para dewa pergi ke Kailasha. Sang Dewi yang sedang bermanifestasi mendengar tangisan minta pertolongan. Parwati menciptakan seorang wanita cantik dari ‘kosa’nya. Karena ia lahir dari kosa, maka ia disebut dengan Kaushiki. Ia diminta untuk dipuja sebagai Matangi. Mendengar kesesangsaraan dewa, Kaushiki bermanifestasi dihadapan kota Shumbha dan Nishumbha.
            Penjaga pintu gerbang melihat wanita yang cantik ini bersinar dan iapun memberitahu majikan mereka:
            Ada seorang wanita yang duduk diatas seekor singa. Banyak sekali dewi yang melayaninya. Bahkan diantara para dewi itupun ia paling menawan. Ia sangat mempesona. Ia lebih agung dari pasangan Dewa Indra, Sachi Devi, lebih menarik dari Rambha, lebih mempesona dari Urvashi. Lebih polos dari Menaka. Keagungan dan keindahan dapat dirasakan hanya dengan memegang tangannya.
            Shumbha dan Nishumbha sangat tergoda. Mereka mengirim pesan pada wanita itu untuk memilih salah satu dari mereka untuk menjadi suaminya. Ia berkata siapapun yang bisa menyalahkannya maka ia akan menikah dengannya. Para raksasa mendengar ini sebagai penghinaan. Mereka mengirim, Dhumraksha diperintahkan untuk membawanya dengan paksa atau dengan cara yang baik.
            Dhumraksha mendekatinya dan ingin menyeretnya jika ia tidak mau ikut. Kaushiki tidak mau dan dalam sekejap jenderal para raksasa ini menjadi setumpukan abu. Sejak hari itu, Sang Dewi dikenal sebagai Dhumavathi. Bagi mereka yang ingin mengalahkan musuhnya haruslah memujanya. Setelah itu raksasa itu marah. Mereka mengepung kendaraan Sang Dewi, singa. Menunggu sampai semua bisa ia rengkuh, Sang Dewi mengaum. Auman itu membuat musuh berlari ketakutan. Shumba mendengar auman ini dan iapun mengutus Chandasura, Mundasura, Raktabija dan yang lainnya. Bahkan merekapun dibunuh oleh Sang Dewi. Kemudian Shumba dan Nishumba meju ke medan perang. Mereka ingin Sang Dewi mau menikahi mereka.
            Sang Dewi ingin berperang. Raksasa ini menghujani Sang Dewi dengan panah dan menggunakan semua senjata yang mematikan. Kemudian ia mengalahkan dua raksasa ini. Bahkan, kendaraannya sang gajah, memangsa kedua raksasa itu.
            Ketika Nishumba melemparkan gada pada Sang Dewi, Dewi Kaushiki melemparkan dua buah gada padanya. Satu gada menghantam gada raksasa itu dan gada yang lain menghantam tubuhnya. Ia jatuh tersungkur.
            Kemudian Kaushiki mengarahkan sebuah tongkat pada Shumbha. Tongkat itu menembus tulang iganya dan menghancurkannya kemudian. Ia jatuh tersungkur seperti pohon besar yang tumbang. Singa itu menelan raksasa yang mati itu.
            Ada kelegaan di hati semuanya. Mereka yang mendengarkan cerita Sang Dewi ini adalah orang-orang yang diberkahi. Ia adalah dasar dan akar semua ciptaan. Sangatlah baik apabila memuja-Nya, bermeditasi pada-Nya untuk mendapatkan berkahnya. Ia adalah kekuatan, kejayaan dan cahaya yang menyerap dalam segalanya. Tetapi tanpa berkahnya tidak ada yang bisa dicapai, tidak ada yang bisa terjadi. Dalam konteks ini, Aku akan menceritakan Yaksharupa, kata Suta Muni.

                                    Wujud Yaksha

            Suatu hari ada peperangan yang sangat sengit antara dewa dan raksasa. Dalam peperangan ini, para dewa menang. Para raksasa menyingkir hingga ke dunia bawah.
            Semua dewa berpikir bahwa ini semua terjadi karena keagungan mereka. Ibu Dewi yang menyerap dalam semua hal ingin membuat mereka sedikit rendah hati. Ia menguji mereka dengan memperlihatkan diri di kejauhan dengan cahaya yang sangat terang.
            Kemudian mereka mengutus Dewa Vayu untuk mengetahui siapa mereka. Yaksha itu tidak menjawab pertanyaan Dewa Vayu. Tetapi ia bertanya padanya siapa dirinya sebenarnya. Vayu kemudian mulai menyombongkan dirinya. Sang Dewi tidak berkesan. Sang Dewi berkata: “ Oh Cuma itu saja!” Dewa Vayu sangat marah dan pergi.
            Kemudian datanglah Dewa Indra. Pada saat ia datang, Sang Dewi menghilang. Indra menghina dan merendahkannya. Kemudian ia merenung. Kemudian Sang Dewi muncul begitu saja di depannya dan Dewa Indrapun berpikir bahwa ia pastilah kekuatan primordial, Adi Shakti. Kemudian Indra merasa sangat bodoh karena tidak bisa mengenalinya.
            Kemudian Dewi memanifestasikan diri sebagai cahaya yang sangat terang dan menderang dan memberitahu para dewa siapa dirinya dan iapun memberitahu mereka siapa dirinya sebenarnya. Ia akan memanifestasikan diri sebagai wanita atau pria atas kehendaknya. Ia berada diatas segalanya, tak terkalahkan, selalu menemui kemenangan.
            Inilah cerita tentang Sang Dewi yang memperlihatkan diri sebagai Yaksharupa. Wujud Yaksha meringankan penderitaan para pemuja dan memberikan kesenangan dan kenyamanan. Ia diberkahi dengan pengetahuan dan kebijaksanaan.

                                    Inkarnasi Shatakshi

            Para rsi dan orang suci sangat terpesona dengan cerita Suta Muni. Mereka meminta Muni untuk menceritakan tentang cerita yang lain lebih banyak lagi.
            Suta Muni memulai:
            Adalah seorang raksasa yang sangat jahat yang bernama Durgama. Ia menguasai ketiga dunia dengan kekuatannya. Brahma, yang dipuja kemudian memberikan mereka empat Weda. Ia mempelajari semuanya. Ia memahami bagaimana para dewa bisa menjadi lemah dan ia melakukan sesuatu yang merendahkan para dewa. Ia menghidupkan semua api upacara, tapasya dan juga melakukan amal. Para dewa tidak senang dengan apa yang ia lakukan.
            Mereka setelah bersatu dengan yang lainnya berdoa pada Sang Dewi. Mereka mengeluh tentang raksasa Durgama. Tanpa air, tidak ada upacara yang bisa dilakukan. Tanpa itu semua tidak ada makanan. Setelah mengatakan ini para dewa meminta pertolongan-Nya.
            Mahamaya bermanifestasi pada saat itu juga dengan ratusan mata. Pada dua tangannya ia mengeluarkan panah dan busur serta bunga lotus. Kemudian muncullah sayuran dan juga umbi-umbian. Dari matanya, air mengalir. Dengan banyak makanan yang diberikan olehnya, manusia merasa lega. Ibu Dewi tetap seperti ini selama sembilan hari. Dengan air yang mengalir dari matanya, Bumi yang sangat kering menjadi basah dan tumbuhan mulai tumbuh. Sumur, tangki air dan danau terpenuhi. Semua orang tidak senang. Para dewa sangat senang.
            Dewi kemudian memberitahu mereka bahwa semuanya telah baik dan meminta mereka meminta anugerah lain. Para dewa meminta Weda dari Durgama. Para brahmana juga berharap demikian.
            Ibu Dewi menghilang. Ia diberi gelar Shakambhari Devi dan Shatakshi untuk memberikan sayuran dan makanan dan memiliki ratusan mata.
            Bahkan Durgama tidak memahami semua ini. Ia tidak bisa memahami bagaimana para dewa mendapatkan kekuatan mereka kembali. Ia kemudian menyerang surga kembali. Tetapi di depan Amaravati, Kota Indra, Ibu Dewi berdiri dengan chakra yang bercahaya. Semua dewa berada di belakangnya. Dari tubuhnya muncullah sepuluh kekuatan (Shakti) yang bernama Kali, Tara, Chinnamastaka, Bhuvaneshwari, Shri Vidya, Bhairavi, Bagala, Dhumra, Tripura Sundari, Matangi membuatnya menjadi Mahawidya. Kemudian kekuatan ini memunculkan kekuatan yang lain. Semua ini menghancurkan pasukan Durgama saat itu juga. Durga menghancurkan Durgama dengan satu pukulan karena itulah ia diberi gelar Durga. Ia diberi gelar seperti itu karena ia menjadikan hutan dan pegunungan sebagai tempat duduknya. Karena ia telah mengalahkan raksasa, Ia diberi gelar sebagai Bhimadewi dan karena ia membunuh Aruna dengan mengirimkan Bhramara, Ia disebut sebagai Bhramani dan Bhramaramba.
           
                                    Pemujaan terhadap Ibu Dewi
           
Suta Muni berkata:

            Alam adalah maya. Ini adalah Santana Brahma. Jika seseorang itu membangun sebuah kuil dengan batu, kayu atau lumpur untuk Ibu Dewi, selama ribuan generasi akan mendapatkan berkah Sang Dewi. Orang itu nantinya akan menempati tanah Dewi Siwa, Shivaloka. Jika seseorang juga menempatkan patung Shrichakra di tempat itu, orang itu akan mendapatkan manfaat yang amat banyak. Bagi mereka yang memuja Dewi di tengah-tengah Panchayatana, maka pahalanya amatlah banyak sehingga tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Bermeditasi dan melakukan japa pada Sang Dewi akan menghasilkan lebih banyak lagi manfaat daripada menyebutkan nama Siwa sepuluh juta kali. Dengan berkahnya, tidak ada yang tidak mungkin. Semua yang memuja-Nya adalah kelompoknya, para gana. Ia memberkahi mereka yang memuja –Nya di kuil-Nya.
            Terdapat hari khusus dimana pemujaan akan sangat baik seperti misalnya Krishnashthami, Navami (hari kesembilan ) atau Amavasya atau lima parwadina, hari suci.
            Bhavani Vrata harus diadakan pada hari kedua pada bulan Chaitra. Pada hari ini, Uma dan Shankara harus dipuja dalam sebuah ‘ perayaan ayunan’.
            Pada hari kedua pada bulan Vyaksha, Ambika Vrata haruslah dilakukan. Pada bulan ketiga pada bulan ashada, perayaan keretanya harus dilakukan.
            Banyak sekali terdapat hari dan upacara yang berbeda dilakukandan beberapa ritual pemujaan dilakukan.
            Ini akan menjadi penuttup Umasamhita salam Shri Siwa Purana yang ditulis oleh Rsi Weda vyasa.


Akhir bagian kelima Umanama Samhita dalam
Siwa Purana yang terdiri dari tujuh samhita




Kailasha Purana

                                                          Samhita keenam

                                    Penjelasan tentang Arti Pranawa

            Para rsi dan orang suci meminta Suta Muni menjelaskan pada mereka arti Pranawa.

            Kata Suta Muni:

            Tidak ada bedanya antara Pranawa dan penciptaan. Jika penciptaan (atau jagat raya) kembali maka itu adalah Pranawa. Jika terbentang, itulah Pranawa. Jnana yang tertinggi adalah untuk mengetahui Pranawa. Benih pengetahuan adalah Pranawa. Pranawa, Keberadaan tertinggi, ada dalam ‘Om’. Karena hubungan antara guna, segalanya adalah Pranawa. Dewa Siwa adalah Pranawa dan Pranawa adalah Dewa Siwa. Pranawalah yang dimaksudkan dan Pranawalah yang diekspresikan. Keduanya adalah Vachaka dan Vacha. Brahmajnaji, mereka yang mengetahui pengetahuan tentang Dewa Siwa, tidak membedakan antara Pranawa dan ‘Om”.
            Pranawa yang diajarkan oleh Dewa Siwa pada orang sebelum mati di telinganya adalah Kashi. ‘A’ ‘U’ ‘M’- pada akhir nada- komposisi itu adalah Pranawa. ‘A’ adalah rajoguna. Yang berisikan empat wajah (chatur mukha). ‘U’ adalah wujud dari Pranawa – inilah tamoguna. Yang berkuasa adalah Dewa Wisnu. ‘M’ adalah wujud purusha yang memperkaya benih dan memiliki sifat sattwa guna. Yang berkuasa adalah Mahadewa. Kemudian Bindu berada dalam Maheswara dan Nada berada dalam Parama. Dengan cara yang sama kita harus mengetahui Sadayojata (terlahir sendiri) dalam ‘A’, Vamadewa dalam ‘U’ dan Aghora dalam ‘M’. Tatpurusha dalam bindu dan Ishana dalam nada. Dalam ‘Om’ terdapat delapan Kala (cahaya). Mereka yang lahir dengan Sadyojata jumlahnya adalah delapan. Lahir dari Vamadewa adalah tiga belas dalam ‘U’. Dalam ‘M’ terdapat delapan yang diciptakan oleh Aghora murthi. Bagi mereka yang terlahir dalam Tatpurusha adalah empat dan lima dari Ishana berada dalam nada.
            Mantra, yantra, dewata, prapancha, guru dan sishya – keenam ini disebut sebagai enam Padardha (enam zat atau substansi). Hanya lima huruf mantra yang menjadi yantra. Yantra sendiri adalah wujud dari dewa. Dewa itu adalah dunia (prapancha) dan juga dalam wujud guru. Tubuh guru adalah shishya.
            Dalam tubuh Sadhaka (pemuja) dalam Adharachakra ada ‘a’ ‘u’ dalam manipura dan ‘m’ dalam hridaya. Dalam Visuddhi chakra terdapat Bindu dan berada dalam Ajnachakra Nada. Yang paling kuat adalah Dewa Siwa dalam Sahasrara. Yang mencapai tahap Vairagya (ketidakterikatan- tanpa keinginan) bersama dengan kualifikasi – adhikara- untuk menerima Pranawa.
            Begitulah seseorang itu seharusnya mengikuti aturan prinsip celibasi, tidak melakukan kekerasan pada semua makhluk hidup, kebenaran, kebersihan, kebaikan dan perbuatan yang suci (sadachara). Selain itu, ia harus memakai abu suci dan Rudraksha sebagai bagian dari disiplin spiritual. Ketika semua ini telah dicapai, ia harus mencari seorang guru yang berbakti pada Dewa Siwa, yang mengetahui semua ilmun pengetahuan, seni dan filsafat dan ia yang bijaksana dan mampu membedakan dengan keyakinan bahwa tidak ada perbedaan antara guru dan Dewa Siwa. Murid harus mengetahi Sang Guru. Kemudian guru menguji shishya. Jika Sishya berhasil lulus ujian, atas ijin guru shisya harus makan dengan hati-hati (harus memilih) dan mengikuti semua ini dengan penuh perhatian dan niat.
            Setelah mengadakan latihan, untuk sishya, guru memberikan abu suci dari upacara api yang bernama girija homa dan menyuruhnya memakainya. Kemudian ia harus menjelaskan makna Pranawa pada muridnya.
            Kemudian Suta muni menjelaskan pada para rsi dan orang suci tugas dari seorang pertapa, kewajiban dan prosedur dalam ritual pemujaan Dewa Siwa, pemujaan Panchavarana (lima putaran siklus) dan pemujaan harian.

    Ajaran Kumaraswami

   Suta Muni kemudian berkata:
Suatu kali Vamadewa bertanya pada Kumaraswami mengenai Sanyasashram dan vairagya (hidup tanpa keterikatan).
    
        Aku akan memberitahumu, Wahai para rsi dan orang suci apa yang dikatakan oleh Shri Kumaraswami 
 pada Vamadewa.
Memuja lingga Dewa Siwa yang adalah wujud penyatuan antara Dewa Siwa dan Shakti akan memberikan kesejahteraan.
Vamadewa meminta Shri Kumaraswami memberitahunya tentang mantra Mahavakya dan Shri Kumaraswami memberitahunya sebagai berikut:

i.         Om prajnanam Brahma – prajnana adalah kebijaksanaan yang sempurna- kebijaksanaan yang didapatkan melalui indera adalah prajnanam dan itulah Brahma.
ii.         Om aham Brahmasmi
Aku terlahir dari berkah Siwa dan Shakti, Aku adalah Brahma.

iii.                Om tat twamasi
            Kamu (twam) adalah aku.

iv.                Om ayan atma Brahma
Ayam (dalam setiap waktu) mengatakan itulah aku, aku memperlihatkan Atma adalah Brahma.

v.                  Om ishavyasamidam sarvam
Keseluruhan jagat-raya ini hidup dalam Isha.

            Vi        Om Pranoka asmi
                        Pranama, memiliki kehidupan, kekuatan hidup.

            Vii       Om Prajnaatma
                        Percampuran dari semuanya dan gunanya maka akan membentuk sifat prajnaatma.

                        Dengan kata lain, prajnanama adalah ia yang didapatkan dari perwujudan, guna dan segalanya mendapatkan jnana yang lengkap.

viii.            Tadevaham tadamutra Yadamutra danmiha

Kebahagiaan yang terdapat dalam dunia ini juga terdapat di alam sana. Kebahagiaan yang ada di dunia sana seperti surga dalam dunia ini.

ix.                Anyadewa tadvidita dadho aviditadapi
Brahma yang terkenal melampaui yang diketahui dan tidak diketahui.

x.                  Om Yesha atmantaryamammrutah
Paramatma itu termasyur dalam semua hal, dalam semua loka dan dalam weda yang abadi dan bebas menjadi ia yang menempatkanmu dalam dirimu.

            Xi        Om Sayaschayama

                        Purusheyaschasavadityate sa ekah
                        Tempat Purusha di Mahanagara adalah Sukshma Sharira dan parama purusha yang ada dalam matahari adalah satu.

xii.              Om ahamasmi Parabrahma
Ia yang menjadi Jiwa adalah Paramabrahma. Ini berarti bahwa Parabrahma adalah Dewa Siwa sendiri.

            Xiii      Om vedashastra gurutwattu
                        Swayamaanada lakshanam
                        Ia yang adalah guru dari semua Weda dan shastra dan merasakan kualitas Nityananda – kebahagiaan abadi Ananda.

            Xiv      Om Sarwabhutastitham Brahma
                        Tadevham na samshayah
                       
                        Tidak diragukan lagi bahwa ‘satu’ yang ada dalam semua makhluk adalah aku.

xv.                Om Tattwasya pranohamasm
Pridhiviyah pranohamasmi

Aku adalah kehidupan (prana) dalam semua tatwa seperti yang ada di Bumi. Dalam semua tatwa di bumi aku adalah prana (kehidupan).

            Xvi      Om apancha pranohamasmi
                        Tejasacha pranohamasmi

                        Aku adalah prana (kehidupan) dari air dan semua cahaya.

            Xvii     Om Vayocha prano hamasmi
                        Akasasya prano hamasmi

                        Aku adalah dasar terbentuknya Udara dan juga Akasha.

             xix. Om Sarvoham, Sarwatmakoham Samsari, yadbhutam, yaccha bhavyam yadvartamanam,
                                 Sarwatmaka twadadwitiyoham

                     Aku adalah semua. Aku ada dalam segala zat. Aku adalah penguasa jagat-raya, menjaga dan memelihara segalanya. Hal yang akan datang, yang ada dan yang memiliki atman dari semua, yang adalah Brahma dan semuanya adalah Aku.

           xx. Om sarwakhalvidam Brahma
                     Semua ini memiliki Brahma didalamnya.

xi.                Om Sarvoham vimuktoham
Yang ada dalam semua, Siwa itu adalah milikku. Aku bebas dari semua, bebas dari segala hal dan benar-benar bebas.

Kedua puluh dua mantra ini dikenal dengan nama Mahavakya. Ia mengajarkan mereka, haruslah disadari, tidak lain tidak bukan adalah Dewa Siwa. Inilah yang harus dijunjung tinggi, harus dipuja dan diikuti.
Yati, pertapa yang sesungguhnya atau seorang Avadhuta adalah orang-orang yang unik. Upacara kematian seorang pertapa juga unik. Dengan mengatakan itu pada para rsi dan orang suci Suta Muni menjelaskan tentang upacara yang diadakan pada hari kesebelas dan keduabelas dari kematian seorang yati.
Ini adalah akhir dari Kailasha Samhita (Bagian keenam) dari Shri Siwa Purana.


                                 Vayaviya Samhita
                                 Samhita ke tujuh

Dewa Vayu menemui para rsi (orang suci)

Kata Suta Muni:

Wahai para orang suci! Aku akan menceritakan sebuah cerita yang akan membuat dosa-dosa yang mendengarkannya terbasuh dari semua yang ia lakukan.
Suatu kali beberapa rsi dan orang suci menemui Dewa Brahma untuk memintanya menjelaskan tentang Parabrahma Tatwa, sifat dan ajaran Brahma. Mereka tidak mendapat jawaban yang diinginkan karena cara Dewa Brahma bercerita tidaklah tepat (ia menggunakan methode Neti Vada, menegasikan semua yang ia ceritakan).
Brahma melemparkan manomaya chakra. Ia memberitahu para rsi untuk melakukan sebuah satra yaga (upacara api) di tempat dimana chakra itu jatuh. Para rsi mengikuti chakra yang melayang itu, sangat beruntung sekali karena chakra itu jatuh di bumi. Hutan dimana chakra ini jatuh disebut dengan Naimisha aranya, hutan Naimisha. Sebuah batu dimana chakra ini jatuh di tempat itulah diberi nama Chakra tirtha.
Atas jaminan yang diberikan oleh Brahma, Dewa Vayu datang kesana pada saat satra yaga. Pada akhirnya, Vayu memanifestasikan diri dengan pengikutnya yang berjumlah empat sembilan Vayu dan menjelaskan pada para rsi tentang pengetahuan dan kesadaran akan Siwa Tatwa.
Semua ciptaan adalah Rudra. Rudra adalah Parabrahma. Brahma dan yang lainnya ada karena adanya diri-Nya. Ia abadi, konstan, menghancurkan kegelapan dan ia bercahaya seperti cahaya matahari. Ia ada dalam segalanya dan menyerap dalam segalanya. Ia adalah Ishana, penguasa segalanya. Ia tidak memiliki mata tetapi mampu melihat semuanya. Ia tidak memiliki telinga tetapi ia bisa mendengarkan semuanya. Ia tidak perlu tahu segalanya tetapi ia mampu mengetahui segalanya. Ia ada dalam diri semua makhluk hidup. Ia tidak memiliki keinginan. Ia adalah atom, bagian terkecil dalam sebuah atom. Ia lebih besar daripada yang lebih besar. Ia tidak memiliki keadaan atau kondisi; ia ada diatas segalanya. Ia adalah cahaya terang. Ia memiliki shodasa kala (enam belas kekuatan cahaya). Ia tidak memiliki pekerjaan. Ia tidak membutuhkannya. Ia tidak memiliki tanda atau simbol. Ia harus dicari oleh semua orang.

Pembagian Waktu

Ketiga bagian; Waktu, Kala, Kashta dan Nimisha adalah cahaya Dewa Siwa. Hanya ia yang bisa memahami ketiga bagian ini akan mencapai pembebasan. Tetapi, tidaklah mudah. Segalanya harus mengikuti waktu. Tidak ada yang bisa melawan waktu. Waktu berada dalam kendali Tuhan. Ia sendiri adalah Waktu.
Tidak ada yang tersisa selain WAKTU. Sangatlah sulit mengetahui kala tatwa, sifat waktu. Manusia menjadi agung atau sebaliknya, kuat atau lemah karena pergerakan waktu. Semua keagungan adalah waktu dan semua kegagalam adalah masalah waktu saja.
Para dewa bertanya pada Vayu bagaimana cara mengukur waktu dan bagaimana ini ditetapkan.

Vayu mulai berkata:

Kalamana juga disebut dengan Ayushmana. Waktu mata berkedip, tiga kali disebut sebagaI Nimisha. Lima belas Nimisha adalah satu Kastha. Tiga puluh kastha adalah satu Kala. Tiga puluh kala adalah satu muhurta. Tiga puluh muhurta adalah satu ahoratra, siang dan malam. Tiga puluh ahoratra adalah satu bulan. Dalam satu bulan, lima belas hari adalah setengah bulan (paksha) dan lima belas hari shukla paksha dan lima belas hari adalah shukla paksha dan lima belas hari shukla paksha dan lima belas hari krishna paksha. Enam bulan adalah ayana. Dua ayana adalah uttarayana dan dakshinayana. Keduanya menjadi satu tahun manusia. Satu tahun manusia adalah satu hari bagi dewa. Dakshinayana adalah malam. Dua belas bulan Dhakshinayana akan menjadi satu tahun suci. Tiga ratus dan enam puluh tahun bagi manusia adalah satu tahun dewa.
Berdasarkan inilah, pembagian yuga dilakukan. Terdapat empat yuga. Yang pertama adalah Krita yuga. Panjangnya adalah empat ribu tahun dewa. Untuk setiap sandhyakala terdapat 400 tahun dewa.Kedua sandhya (saat matahari terbenam dan terbit) menjadi delapan ratus tahun dewa. Yang berarti Krita yuga terdiri dari 4800 tahun dewa. Dijadikan tahun manusia menjadi 17 lakh 28 ribu tahun (17,28000 tahun). Dengan penjumlahan ini Treta yuga adalah 3600 tahun dewa. Dalam tahun manusia akan menjadi dua belas lakh sembilan puluh enam tahun (12.96.000 tahun). Dwapara yuga adalah 2400 tahun dewa yang sama dengan 8.64.000 tahun manusia. Kaliyuga adalah 1200 tahun dewa. Ini akan menjadi 4.32.000 tahun. Keempat yuga akan menjadi dua belas ribu tahun dewa yang berarti empat lakh dua puluh ribu (4.20.000) tahun.
Keempat yuga ini menjadi satu Maha yuga. Kasarnya 71 mahayuga sama dengan manvantara. 14 manvantara ini (1000 mahayuga) adalah satu kalpa. Ribuan kalpa adalah satu tahun Brahma. Satu tahun Brahma sama dengan delapan ribu. Ketika delapan ribu yuga telah berlalu, itulah Brahma savan. Tahun brahma adalah delapan puluh brahma savana. Satu tahu brahma adalah satu hari Wisnu. Satu hari Dewa Wisnu sama dengan satu hari Rudra. Jika Maheshwara terserap ke Nya- ini berarti bahwa satu hari Siwa telah berlalu. Satu tahun Rudra adalah satu hari Maheswara. Jika kita terus menghitung Panchamukheshwara, akan menjadi satu kalpa. Selama ciptaan masih ada, ini adalah hari baginya. Bahkan ia tidak mengenal siang dan malam. Kita mengatakan ini dengan pemahaman kita sendiri.

Penciptaan Brahma dan yang lainnya.

Sarveshwara sendiri menciptakan Brahma dan memberikannya tugas untuk mencipta. Pada awalnya, dengan berkah Dewa Siwa, Brahma mencipta dengan penuh perhatian manas. Kemudian ia ingin agar semuanya berjalan dengan cepat sehingga ia menginginkan teman dan iapun melakukan tapasya. Brahma memuja-Nya. Sesuatu selain Purusha (pria). Ini membutuhkan bentuk manusia yang lain. Dewa Siwa yang lembut menciptakan Shakti untuknya. Kemudian Brahma memiliki ide tentang wujud wanita.
Brahma menciptakan manusia dan kemudian melakukan prokreasi. Dengan ini, kreasi dengan ‘manas’ dihentikan.

Dewa Siwa dan Dewi Parwati

Selain manusia, bahkan para dewa sangat menyukai waktu bersama dengan shaktinya. Tetapi dalam kehidupan pasangan dewapun juga terjadi sedikit pertentangan.
Parameshwara biasa menyebut Dewi Parwati sebagai Kali (kulit yang hitam). Ini sangat menyakitkan, dan membuat marah Dewi Parwati. Suatu kali tidak mampu menahan lagi ia melakukan tapasya pada Brahma.
Ia melakukan tapasya dengan penuh bakti. Ia berkonsentrasi pada Parabrahma dengan keinginan untuk diberkahi dengan kulit yang putih (Gauravarna).
Di hutan dimana ia melakukan tapasya, ada seekor harimau yang kejam. Suatu hari harimau ini tidak bisa menemukan mangsanya. Harimau ini pergi ke pertapaan Parwati untuk memakannya dan memuaskan rasa lapar perutnya yang mengganggu. Tetapi bagaimanapun kuatnya harimau ini melompat ia tidak bisa menerkam Dewi Parwati. Dewi Parwati duduk memandangi harimau ini. Ia merasakan kasih sayang pada binatang ini. Harimau ini tetap berada di pondok itu untuk menjaga pertapaan. Harimau ini ikut melakukan pemujaan seperti yang Parwati lakukan.
Saat itulah terjadinya kekacauan yang disebabkan oleh Sumbha dan Nishumbha terjadi. Brahma meminta pertolongan Sang Dewi. Ibu Dewi memperlihatkan diri pada Dewa Brahma. Ibu Dewi menyampaikan keinginannya untuk memiliki kulit yang putih (Gauravarna). Brahma berdoa pada-Nya jangan berubah dulu sebelum para raksasa itu terbunuh.
Kalitatwa yang muncul darinya disebut dengan Kaushiki. Brahma memberinya seekor singa sebagai tunggangannya.Ia juga mempersiapkan makanan dan minumannya. Kaushiki adalah dewi yang membunuh raksasa Shumbha dan Nishumbha.

Cerita tentang Somanadi

Membiarkan Kalitatwa Ibu Dewi muncul sebagai Gauri. Ia pergi ke Kailasha. Ia mengambil harimau yang telah menjadi penjaga setianya bersamanya.
Ibu Dewi muncul dengan kulit yang putih yang membuat para pemuja dan pengikut Ibu Dewi terkejut.
Bahkan Dewa Siwa sangat terkejut. Ia langsung menuju tempat peraduan Dewa Siwa. Mereka menikmati kebersamaan dan kemudian Dewa Siwa menceritakan cerita lengkap tentang Kaushiki.
Ia bertanya memohon padanya agar mengijinkannya memperlihatkan harimaunya pada Nandi.
Dewa Siwa melihat harimau itu dengan senyuman pada wajahnya. Harimau itu diubah menjadi seorang wanita dengan wajah yang sangat cantik. Dewa Siwa dan Dewi Parwati menyebutnya “Somanandi”
Vayu menjelaskan pada para rsi dan orang suci bagaimana Siwa diciptakan dan memperlihatkan delapan yoga –Yama, Niyama, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharana, Dhyana, Samadhi yang disebut sebagai Ashtanggayoga- kedisiplinan dengan delapan aspek.
Dengan mengikuti disiplin ini, Shakti Siwa akan bercahaya dalam diri manusia dan dalam waktu yang singkat akan menuju jnana.
Bagi mereka yang tidak berhasil menjalani disiplin ini bisa tetap berhasil dengan mengulangi delapan nama Dewa Siwa, dan bisa juga mencapai siddhi – pencapaian.

Delapan nama Dewa Siwa:
i) Shivanamah             : Wahai Dewa Siwa yang menjadikan semuanya suci, penghormatan padamu!
ii) Maheshwarayanamah: Wahai, Penguasa yang akan menunjukkan pembebasan, salam penghormatan padamu!
iii) Rudrayanamah       : wahai, yang perkasa yang bisa menghalau bencana, penghormatan padamu.
iv) Vishnavenamah     : Wahai yang menyerap dalam semua hal, penghormatan untukmu!
v) Pitamahayanamah   : Wahai asal muasal segalanya dan dunia, penghormatan padamu!
vi) Samsara bhishajenamah: Wahai penyembuh yang agung, penghormatan pada semua!
vii) Atmayanamah       : Wahai atma semuanya, penghormatan pada dirimu!
viii) Paramatmanenamah: Wahai, yang transenden dan mengatasi semua, yang penuh welas asih, penghormatan padamu!


Lima yang pertama adalah dasar dari pancha sadhana (lima cara memuja) dan dasar bagi penciptaan, tiga yang berikutnya adalah pemberi pembebasan. Tidak perduli betapa sedikitnya seseorang mempelajari ini semua, orang tersebut akan lebih dekat dengan Dewa Siwa dan mendapatkan berkahnya.
Bagi mereka yang tidak bisa memujanya secara fisik maka akan diberikan sebuah alat yang bernama Pushpashataka Manasa puja pemujaan secara mental dengan delapan sifat- i) tidak melakukan kekerasan (Ahimsa), ii) pengendalian indera (Samyamana indriya chapalya), iii) Daya (kasih sayang pada semua), iv) ketenangan (pengendalian diri), v) Kedamaian (memberikan pengampunan dan memaafkan musuh), vi) Perenungan (tapasya), vii) Dhyana (meditasi yang dalam), viii) Kebenaran diatas semua keadaan.
Kemudian Vayu menjelaskan tentang cara memuja lingga sesuai dengan kebiasaan masing-masing keluarga.
Dengan melakukan sebuah vrata (pemujaan keagamaan) saudara Dhaumya Upamanyu mendapatkan pengampunan atas dosanya.



Kisah Upamanyu

Ada seorang rsi yang bernama Vyaghrapada. Upamanyu adalah putranya. Setelah ayahnya meninggal, ia harus tinggal di rumah pamannya bersama dengan ibunya.
Putra-putra pamannya itu punya banyak sekali susu yang mereka bisa minum, namun Upamanyu tidak punya susu yang cukup yang bisa ia minum. Ia biasanya memandang ibunya dengan mata memelas. Ibunya juga tidak berdaya, ia biasanya mencampur tepung jagung dengan air dan memberikannya padanya. Ia tahu bahwa itu bukanlah susu. Ia sangat sedih.
Upamanyu meminta ijin pada ibunya untuk melakukan tapasya dan memuja Dewa siwa. Ia menjalani tapa yang sangat kusyuk. Ia melakukan tapa yang membuat para dewa khawatir. Mereka menuju Kailasha, dengan dipimpin oleh Dewa Wisnu. Dewa Siwa ingin menguji Upamanyu dan mendekati anak itu dengan menyamar menjadi Indra. Upamanyu tidak perduli. Ia kemudian berkata bahwa ia hanya menginginkan berkah dari Dewa Siwa dan tidak dari yang lainnya.
Dewa Siwa yang menyamar menjadi Dewa Indra marah. Ia mengatakan Dewa Siwa adalah dewa tanpa tempat persemayaman, dan mengembara di kuburan.
Ini membuat Upamanyu marah dan melemparkan aghorastra. Kemudian Dewa Siwa memperlihatkan dirinya dihadapan Upamanyu. Upamanyu sangat terkejut. Ia merasa sangat bahagia. Dewa Siwa memberi anugerah tanpa diminta oleh Upamanyu. Dewa Siwa memeluknya demikian juga Dewi Parwati. Upamanyu menjadi putra Dewa Siwa dan Dewi Parwati.

Upamanyu memberitahu Sri Krisna tentang Dewa Siwa

Kemudian Upamanyu pergi ke Himalaya. Suatu hari Shri Krishna datang ke tempat itu dan memberikan penghormatan pada Upamanyu. Ia memberitahu Shri Krishna bahwa ia tahu siapa dirinya. Upamanyu menceritakan pada Krishna tentang Dewa Siwa. Tidak ada yang lebih agung, lebih tinggi atau lebih mendalam dari Dewa Siwa. Siwadhyana, bermeditasi pada Dewa Siwa, akan memberikan semua yang ia minta. Yang paling penting adalah Bhakti.
Bhakti, Upamanyu memberitahu Krishna ada tiga jenis Bhakti: Bahya (intisari), Ananya (jenis yang lebih cepat) yang akan mengarah pada pencerahan yang lebih cepat dan Ekanta Bhakti. Ekanta Bhakti adalah cara yang paling cepat bagi sadhaka untuk mencapai pembebasan saat kelahiran ini. Ini mungkin dikarenakan oleh pahala dalam kehidupan terdahulu. Ada perbedaan atas kecepatan, namun pada akhirnya akan mengarah pada pembebasan cepat atau lambat.
Kemudian Upamanyu memberitahu Krishna tentang Japa – pengulangan nama Tuhan secara terus menerus dengan disiplin.
Setelah mendengarkan ini semua, Shri Krishna bertanya pada Upamanyu untuk memberitahunya tentang lima cara beryoga yang disebut dengan yoga pancakha.

Yoga Panchaka

Terdapat lima jenis yoga: 1) Mantra Yoga 2) Sparsha Yoga, 3) Bhava yoga, iv) Abhava yoga dan v) Maha yoga.
Anti kekerasan, kebenaran, tidak tamak, tidak menikah, adalah yama. Kebersihan, ketenangan, tapa, japa, doa adalah niyama (prinsip yang telah ditanamkan). Padmasana adalah berbagai posisi duduk untuk bermeditasi dan mengulangi nama Tuhan.
Yoga adalah jenis disiplin atau latihan tubuh dan pikiran. Mereka yang ingin berlatih yoga, pertama yang harus dipahami adalah tiga hal- Dhayana, Dheiya dan Prayojana (perenungan/meditasi, tujuan dan pahala).
Kemudian ada beberapa pantangan terhadap yoga yang disebut yoga vighna. Harus dilakukan dengan kekuatan, ketahanan, komitmen dan ketulusan. Bahkan tempat melakukan yoga harus dipilih dengan baik.

Kesimpulan

Itulah ajaran yang diberikan oleh Vayu seluruh cerita dalam Siwa Samhita, para rsi dan orang suci kemudian melakukan yajna pada hari berikutnya dan setelah mengambil avabhrutasnana – mandi suci dan melakukan pemujaan sesuai dengan Kalpa yang diceritakan oleh Brahma.
Sanata Kumara telah menunggu Nandikeshwara. Nandikeshwara yang diliputi oleh Siwamaya mengutuk Sanata Kumara karena tidak menjamunya dengan kutukan bahwa ia akan menjadi seekor unta.
Kemudian Sanata Kumara memperkenalkan semua rsi dan orang suci di Naimisha pada Nandikeshwara. Atas perintah mereka Nandikeshwara mengajarkan pada mereka Siwa tatwa/
Sehingga tujuh samhita yang panjang dalam Siwa Purana telah diberikan pada Veda vyasa oleh Sanata Kumara. Dan kemudian aku menceritakan pada kalian semua- kata Suta Muni.
Suta Muni kemudian mengatakan dan memperingatkan para rsi dan orang suci agar mereka tidak menceritakan atau meneruskan cerita pada mereka yang tidak memuja Dewa Siwa. Atau mereka yang tidak berhak atas Mahapurana atau mereka yang bukan murid dan mereka yang tidak percaya pada Tuhan. Dengan memberikan cerita ini, pada orang yang tidak tepat akan membuat pencerita masuk ke neraka.
Kemudian Suta Muni memberikan salam penghormatan pada semua rsi dan orang suci.
Semua orang yang mendengarkan Pravachana Suta Muni akan diberkahi oleh Suta Muni dan iapun memohon diri untuk pergi dan para rsi mengantarnya hingga perbatasan pertapaan.
Setelah kembali mereka melakukan ‘satra’- (sebuah yaga atas nama Rudra) memuja semua dewa dengan penuh bakti.
Kemudian mereka menuju Kashi. Disana mereka tinggal untuk memuja Dewa Siwa dan oleh karena itu diberkahi oleh Siwasayujya- kedekatan dengan Dewa Siwa.
Inilah akhir dari Vayaviya Samhita dalam Siwapurana.
Inilah juga akhir dari cerita tentang Dewa Siwa dalam Siwa Purana yang dibuat dengan berkah untuk semua manusia oleh Rsi Vedavyasa (yang juga disebut dengan Shri Vyasa Bhagawan) oleh Kaundinyasa gotara – Vijaya Bhaskara Rama Rao Vadapali dari Vizianagaram, dengan berkah dari Sadguru Shivashri Sivanandamurti


OM Santih! Santih! Santih!!!!!

Margasirsha Bahula Chaturthi
Tahun telugu Swabhanu
12 Desember 2003

New Delhi.


Sumber : http://genitrirudrakshabali.blogspot.com/2011/12/siwa-purana-i.html

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;