Pages - Menu

Pages

Jumat, 16 Desember 2011

Sila-sila Zhen Fo Zong


真佛宗戒律

Jumlah siswa Zhen Fo Zong sampai saat ini telah mencapai 4 juta siswa berdasarkan jumlah sertifikat sarana yang telah diterbitkan. Setiap hari banyak orang yang bercatur sarana dalam Zhen Fo Zong. Sebagian dari mereka datang secara pribadi ke U.S.A. untuk memohon catur sarana. Saya percaya dalam beberapa tahun mendatang, jumlahnya akan berlipatganda.

Banyak siswa telah bertanya pada Saya, sila apa yang harus ditaati oleh siswa Zhen Fo Zong. Di dalam sertifikat catur sarana, tertulis : "Yang tersebut di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bersarana dalam agama Buddha, bersarana pada Guru Sejati Maha Vajra Acarya Lian Sheng. Selama hayat masih dikandung badan, bertekad menjunjung tinggi silsilah, menghormati Guru, menghargai Dharma, mengamalkan sadhana. Selama hayat masih dikandung badan, bertekad menaati sila. Selama hayat masih dikandung badan, bertekad melakukan kebajikan, berbakti pada orang tua. Demikianlah hal ini akan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Semoga para Buddha Bodhisattva sepuluh alam Dharma menjadi saksi."

Saya sekarang ingin menjelaskan sila-sila dalam Zhen Fo Zong. Salah satu ikrar dalam sertifikat bersarana adalah, menghargai Dharma dan menaati sila dengan sungguh-sungguh seumur hidup. Ini berarti seseorang harus bersedia sepanjang hidupnya dengan sungguh-sungguh menjunjung tinggi Dharma dan dengan serius menjalankan sila. Sila berikut ini adalah Pancasila dalam agama Buddha.

Karena dalam Zhen Fo Zong kita sungguh-sungguh melatih diri sesuai Buddha Dharma, maka kita harus menaati Pancasila, yaitu:
1. Tidak Membunuh
Seseorang harus berwelas asih kepada semua makhluk dan tidak membunuh makhluk hidup. Perwujudan langkah dari komitmen ini adalah melepaskan makhluk hidup.
2. Tidak Mencuri
Seseorang tidak boleh mengambil barang yang bukan merupakan miliknya.
3. Tidak Berzinah
Semua bentuk hubungan seksual tidak diperbolehkan kecuali antara suami dan istri.
4. Tidak Berdusta
Seseorang tidak boleh mengadu domba, menyelewengkan ucapan orang lain, menfitnah orang lain atau Dharma sejati akan berakibat pada akumulasi karma buruk ucapan.
5. Tidak Bermabuk-mabukan
Seseorang tidak boleh mabuk atau kehilangan kesadaran karena minuman yang memabukkan.

Ini adalah sila dasar Zhen Fo Zong termasuk juga di dalam agama Buddha itu sendiri. Sadhaka Zhen Fo Zong adalah seorang Buddhis, oleh sebab itu harus mematuhi sila. Sebagai tambahan, melatih Buddha Dharma harus berbakti kepada orang tua, menghormati guru, dan rekan-rekan se-Dharma, ini adalah sikap dasar sebagai seorang manusia. Seorang siswa yang tidak menaati sila akan membuat catur sarananya menjadi tidak berguna dan mengakibatkan sertifikat bersarana menjadi sehelai kertas tak bernilai.

Bagi siswa Zhen Fo Zong yang menaati Pancasila dan menjalankan Kusala Karmapatha1, semoga mereka diberkati sehingga:
1. Mereka tidak mempunyai musuh yang membenci, mereka dijauhi dari penyakit, berusia panjang, dan berbahagia, damai dan beruntung.
2. Semua anggota keluarga menjadi harmonis, tanpa perselisihan dan umpatan, serta dihormati oleh orang banyak.
3. Mereka tidak akan menemui kecelakaan, bencana atau kematian sebelum waktunya.
4. Segenap dewata dan makhluk suci berkenan melindungi mereka, membimbing mereka untuk menghormati dan bersarana pada Sang Tri Ratna (Buddha, Dharma dan Sangha) dan memberkati mereka untuk teguh menapaki jalan Bodhi (jalan penerangan).
5. Mereka semua mempunyai ladang kebajikan dan kesejahteraan.
Dikarenakan tidak semua orang bersikap bijaksana, akan ada orang yang melanggar sila. Jika orang demikian ingin bertobat, maka mereka perlu menekuni sadhana pertobatan. Ini memerlukan tekad untuk membuat suatu pengakuan dan bertobat (dari dasar hati) di hadapan Buddha dan Guru atas semua perbuatan yang telah dilakukan.

Hampir tak terhitung banyaknya karma buruk yang dilakukan umat manusia. Sebagai contoh, banyak orang yang tidak percaya hukum sebab akibat atau tidak percaya adanya hukum karma. Mereka sering berkata, "Saya tidak percaya apapun." Ucapan demikian menggambarkan ego yang terlalu tinggi. Sikap ini dengan cepat berubah menjadi sikap seenaknya sendiri, membiarkan dirinya berbuat karma buruk. Banyak orang tidak percaya apapun disebabkan oleh harga dirinya, kelebihannya, kekayaannya, statusnya, usia panjangnya atau tidak adanya penyakit serius yang dideritanya. Buddha Sakyamuni suatu ketika menasihati kita untuk tidak angkuh karena keangkuhan akan melahirkan sikap seenaknya sendiri dan sikap ini cenderung mengakibatkan seseorang untuk menciptakan karma buruk.

Di dunia ini sedikit sekali orang yang bijaksana, tapi banyak sekali orang tidak bijaksana. Perilaku orang tidak bijaksana ini disebabkan oleh kebodohannya. Sekali saja seseorang berteman dengan orang berkebiasaan buruk, mudah sekali untuk berbuat buruk yang sama. Karenanya, kita hendaknya berhati-hati memilih teman. Jauhi orang yang mempunyai kebiasaan buruk karena sekali saja kita mengikuti mereka, bibit untuk mengikuti mereka lagi akan tertanam dan kita mungkin tidak sadar untuk terus melakukan karma buruk.

Keinginan yang tak pernah puas juga merupakan salah satu karakteristik kecenderungan dalam diri manusia. Hawa nafsu yang tak pernah puas adalah penyebab utama manusia untuk melakukan karma buruk. Sebagai contoh, keinginan akan nafsu seksual. Semua orang menyukai kecantikan ragawi dan terkadang seseorang tergoda untuk melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. Bibit dari nafsu yang tak pernah puas, sulit untuk dikendalikan. Sadhaka Tantra harus melatih Visualisasi Kesunyataan dan Visualisasi Asubha2 untuk mengalihkan nafsu seksual yang berlebihan. Tanpa berlatih demikian, bahkan seorang bhiksu dan penganut Taois yang senior pun akan mengalami mimpi basah di malam hari. Jika seseorang tidak menuruti nafsu seksualnya, maka dia sungguh-sungguh adalah sadhaka suci. Jika seseorang menuruti nafsu seksnya tanpa terkendali, maka ia akan melakukan karma buruk. Keinginan yang tak pernah puas akan kekayaan juga salah. Pepatah Tiongkok mengatakan, Manusia mati karena harta, burung mati karena makanan. Keserakahan akan kekayaan melebihi apa yang dibutuhkan adalah bibit dari kekesalan dan kekuatiran. Sadhaka harus mengerti bahwa pikiran yang puas adalah kebahagiaan abadi. Mempunyai pikiran yang puas akan menghentikan keserakahan seseorang. Tanpa keserakahan, karakter moral seseorang akan mulia.

Begitu pula jika seseorang melukai orang lain karena kecemburuan, maka batinnya akan selalu dalam kekesalan.
Lebih lanjut, pelanggaran terberat yang dapat dilakukan seseorang adalah Panca Akusala Garukha Karma, seperti menghancurkan stupa Buddha atau vihara, membakar buku kebajikan atau kitab Sutra, merusak pratima Buddha, mencuri barang milik Tri Ratna. Menjelekkan Buddha Dharma, menghina dan memaki ajaran suci, mencelakai sadhaka yang berlatih Dharma yang benar. Membunuh atau mencelakai orang tua, melukai tubuh Buddha, memecahbelah Sangha, membunuh Arahat. Menyebarkan isu bahwa tidak ada hukum karma, kerap melakukan sepuluh karma buruk, inilah Panca Akusala Garukha Karma yang sangat berat.

Bagi yang telah melakukan perbuatan ini, harus segera bertobat dan
menyebarluaskan Dharma untuk membimbing manusia di dunia. Mereka harus menggunakan Dharma untuk menaklukkan Mara3 pikiran. Mereka harus memutar roda Dharma dan menjalani Sad Paramita4 untuk melenyapkan sepuluh perbuatan karma buruk dan menaklukkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin.
Jika mereka melakukan ini maka semua kekesalan dan kesengsaraan akan berakhir dan sifat jati diri akan bercahaya dan menjadi murni.
Siswa Zhen Fo Zong akhirnya akan memperoleh kebijaksanaan besar untuk mengetahui kehidupan lampau diri sendiri dan orang lain. Mereka akan mempu mengingat ratusan dan ribuan dari kehidupan lampau mereka, menjalani Dharma yang diwariskan oleh Tathagatha, berbuat kebajikan secara spontan dan melayani Guru. Mereka akan menjauhkkan diri dari karma buruk, selamanya berlatih Dharma sejati. Akibatnya, mereka akan merasa bahagia dan tenteram pada tubuh dan pikiran mereka. Penampilannya akan sempurna dan mereka akan mampu menunjukkan berbagai metode luar biasa untuk melindungi dan menjaga makhluk hidup, sehingga semua makhluk hidup akan secepatnya mencapai kebuddhaan.

Berikut ini ada lima langkah Sadhana Pertobatan:
1. Mengundang kehadiran dua puluh satu Buddha untuk menjadi saksi atas pertobatan.
2. Bervisualisasikan para Buddha memancarkan cahaya dan melenyapkan rintangan.
Kekuatan dari dua puluh satu Buddha dapat melenyapkan karma buruk dan memberikan pemberkatan. Ini adalah pahala sejati dari pengundangan dua puluh satu Buddha, Sadhaka bervisualisasi dalam meditasinya muncul dua puluh satu Buddha di angkasa. Setiap Buddha memancarkan cahaya tak terbatas melalui pori-pori. Cahayanya mula-mula memancar dari pori-pori wujud Buddha kemudian menyebar luas. Cahaya tersebut saling berbaur menghasilkan warna yang tak terhitung banyaknya. Pancaran cahaya mengubah dunia di sepuluh penjuru menjadi alam suci. Kelima kotoran duniawi (kekotoran kalpa, pandangan, penderitaan, makhluk hidup dan kehidupan) terpancar oleh cahaya Buddha. Cahaya yang dipancarkan oleh dua puluh satu Buddha, pertama-tama menyinari kekotoran dunia dan mengubahnya menjadi alam suci. Kemudian menyinari makhluk hidup dan melenyapkan karma buruknya seperti Akusala Karmapatha, Garukha Karma, memfitnah Tri Ratna, tidak sopan kepada Guru, tidak menghormati orang tua. Mereka yang ditakdirkan untuk jatuh ke dalam tiga alam samsara (neraka, preta dan hewan) akan terbebaskan karena cahaya dari dua puluh satu Buddha. Akhirnya, cahaya tersebut memancari sadhaka untuk melenyapkan karma buruknya. Dikarenakan pemberkatan dari cahaya Buddha, sadhaka akan berbahagia, tulus, penuh dengan prajna dan keberuntungan dan mempunyai penampilan bagaikan Buddha. Dia akan senantiasa melihat Buddha dari sepuluh penjuru dan tiga masa.
3. Menjapa nama agung dan mantra.
Ketika sadhaka merasakan cahaya, mereka harus dengan tulus menyebut nama agung dua puluh satu Buddha dan kemudian menjapa 108 kali atau 1080 kali Mantra Sapta Tathagata Pelenyap Karma Buruk.
4. Mudra.
Tangan kiri mengepal dan diletakkan dekat pinggang. Telapak tangan kanan terbuka dan kelima jari dijulurkan keluar seolah-olah kelima sinar memancar keluar secara alamiah. Telapak tangan kanan diletakkan di depan dada.
5. Pelimpahan jasa.
“Semua karma burukku yang terkumpul selama kehidupan lampau yang tak terhitung lamanya yang seharusnya membuatku terlahir di alam neraka, alam preta, alam hewan atau asura atau ke dalam astavaksana5. Tetapi dengan mengamalkan Dharma dan bertobat, semua pelanggaran dan karma buruk dapat terhapus. Semua akibat yang tidak diinginkan tidak akan muncul. Bagaikan semua Maha Bodhisattva yang berlatih di jalan ke-Buddha-an dan bertobat atas segala pelanggaranku tanpa ada yang ditutupi. Saya berharapsemua pelanggaranku sepenuhnya diampuni dan bersumpah untuk tidak melakukan pelanggaran lagi di masa mendatang. Semoga dua puluh satu Buddha menjadi saksi.
Kelima langkah di atas adalah Sadhana Pertobatan mendasar dalam Zhen Fo Zong. Mereka yang berlatih Sadhana Pertobatan harus pada saat yang bersamaan berlatih Catur Prayoga. Dengan mengikuti tata caranya, pelanggaran seseorang akan dihapuskan dan memperoleh berkah tak terbatas.
(Sumber: Buku Lu Sheng-yen “Maha Sadhana Vajra Ling Xian” hal.139)


1Sepuluh perbuatan baik: tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak berdusta, tidak mengadu domba, tidak berbicara kasar, tidak berbicara cabul, tidak serakah, tidak membenci/mendendam, dan tidak berpandangan salah
2Bervisualisasi objek yang dilihat adalah hal yang kotor menjijikkan.
3Mara melambangkan nafsu yang menguasai menusia maupun segala sesuatu yang berakibat terhalangnya akar dan kemajuan dari jalan menuju kebenaran.
4Enam Cara Menyeberang ke Pantai Seberang: Dana Paramita (beramal), Sila Paramita (menaati sila), Ksanti Paramita (kesabaran), Virya Paramita (semangat), Dhyana Paramita (meditasi), Prajna Paramita (kebijakanaan)
5Delapan Kondisi Tidak Menguntungkan: alam neraka, alam preta (setan kelaparan), alam binatang, Uttakuru (benua utara dimana semuanya sangat menyenangkan), usia panjang di alam dewa (dimana masa kehidupan sangat panjang dan penuh kenikmatan), sebagai orang tuli, buta dan bisu, sebagai seorang filsafat, masa jeda antara dua Buddha dimana sangat sulit untuk bertemu Buddha dan mendengarkan Dharma.

Sumber : tbsn.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar