1. Mandarava - emanasi tubuh Vajra Varahi
2. Khandroma Yeshé Tsogyel – emanasi ucapan Vajra Varahi
3. Sakya Devi - emanasi pikiran Vajra Varahi
4. Kalasiddhi - emanasi kualitas VajraVarahi
5. Tashi Chidren - emanasi aktivitas Vajra Varahi
1. Putri Mandarava / Machig Drupa Gyalmo
Merupakan putri di India Utara dari Raja Vihardhara, Mandi, Zahor dan
ratu Mohauki yang lahir pada abad ke-8 M dan pasangan dari Guru
Padmasambhava. Mandarava merupakan emanasi dari tubuh Vajravarahi. Ia
disebut juga sebagai “Putri Putih”. Nama Mandarava diambil dari nama
bunga yang tumbuh di Tanah Suci Sukhavati.
Kelahirannya ditandai dengan berbagai tanda ajaib. Tanda-tanda spiritualnya telah muncul sejak ia masih muda.
Mandarava menolak untuk menikah dan lebih memilih untuk menjadi
bhiksuni, padahal wajahnya cantik, sehingga banyak raja-raja India dan
Tiongkok yang melamarnya. Ayahnya tidak setuju kalau ia tidak menikah
dan Mandaravapun pergi dan akhirnya menjadi pengemis. Mandarava kemudian
ditahbiskan oleh Bhiksu Shantarakshita. Raja Zahor kemudian setuju
terhadap jalan yang ditempuh anaknya dan membangun sebuah kuil untuknya
dan murid-murid wanitanya.
Ketika Guru Padmasambhava tiba di mandi dari Orgyen, Mandarava tiba-tiba
pingsan ketika Sang Guru terbang di angkasa. Kemudian Mandaravapun
menjadi muridnya. Namun gossip segera tersebar bahwa terjalin hubungan
yang tidak benar antara Mandarava dengan Guru Padmasambhava. Sang raja,
yang merupakan ayah dari Mandarava sangat marah mendengar hal tersebut
dan memerintahkan penangkapan Guru Padmasambhava dan kemudian berusaha
membakarnya hidup-hidup sebagai pengorbanan. Namun Sang Guru Padma
diselamatkan oleh para Dakini dan api yang akan membakar Guru Padma
berubah menjadi danau yang berasap selama 7 hari. Di hari yang
kedelapan, sang raja menemukan Guru Padmasambhava berwujud sebagai bocah
berumur 8 tahun duduk di atas teratai di tengah-tengah danau. Mandarava
saat itu telah dilempar ke dalam lubang yang ditutupi oleh duri-duri.
Sang raja yang menemukan bahwa anaknya masih hidup sangat berterima
kasih dan akhirnya sang raja sendiri berusaha untuk mempersatukan
kembali Guru Padmasambhava dengan Mandarava. Guru Padmasambhava dan
mandarava benar-benar pasangan yang tidak dapat dipisahkan dan hubungan
mereka sangat erat, setidaknya sebelum Guru padmasambhava pergi ke
Tibet.
Guru Padma menetap selama beberapa waktu di Zahor dan setelah menjadikan
orang-orang sebagai pengikut Buddhis, guru Padma dan Mandarava (yang
telah berusia 16 tahun) pergi ke Gua Maratika di Heileshe, Nepal, di
mana mereka mempraktekkan yoga keabadian dalam Mandala Amitayus. Guru
Padmasambhava dan Mandarava kemudian mencapai tingkatan Vidyadhara. Dari
Nepal mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Bangala, di mana
Mandarava berubah menjadi Dakini berwajah kucing dan menjadikan
masyarakat di Bengal sebagai umat Buddhis.
Mereka akhirnya kembali ke tanah asal mereka, namun karena tidak ada
guru spiritual yang diakui di tanah asal mereka, maka Guru Padma dan
Mandarava bersama-sama dibakar namun mereka sekali lagi tidak sedikitpun
terluka. Maka dari itu Mandarava berubah menjadi Machig Drupa Gyalmo,
ratu dari Orgyen Dakini. Orgyen adalah Tanah Suci para Dakini, tanah
nirmanakaya Buddha. Ketika Guru padmasambhava pergi ke Tibet, Mandarava
tetap menetap di India. Menjelang akhir hidupnya, Mandarava muncul di
hadapan Tsogyel ketika bermeditasi di Phukmoche dan memohon agar Tsogyel
mengajarkannya 27 sila rahasia yang Guru Padma tidak ajarkan di India.
Mandarava pernah memanifestasikan Sambhogakayanya di Roda Dharma di
Tramdruk ketika berdialog tentang mantra dan mudra dengan Guru
Padmasambhava. Mandarava kemudian akhirnya berhasil mencapai “Tubuh
Pelangi”.
Mandarava tampil sebagai yidam panjang umur, memakai ornament layaknya
bodhisattva dan kulitnya berwarna putih. Tangan kanannya memegang
sebatang panah dengan berhiaskan panji yang menyimbolkan tradisi
Dzogchen dan tangan kirinya memegang melong, cermin bundar yang
menyimbolkan sifat dasar dari pikiran yang kosong dan bumpa, vas panjang
umur. Mandarava duduk seperti layaknya Tara dengan kaki kanan
diturunkan yang menyimbolkan kehendaknya menolong para makhluk hidup.
Namun terkadang Ia digambarkan berdiri menari menyimbolkan aktivitas
pencerahan dan seorang dakini. Apabila bersama dengan sang Guru, maka
Mandarava berada di sebelah kiri Guru Padmasambhava.
Mandarava juga mempunyai banyak emanasi di antaranya adalah: yogini
Mirukyi Genchen pada waktu Marpa, Risulkyi Naljorma pada waktu Nyen
Lotsawa dan Drubpey Gyalmo pada masa rechungpa. Chusingi Nyemachen,
pasangan wanita dari Maitripa adalah juga emanasi Mandarava. Niguma juga
dianggap sebagai Mandarava. Melalui praktek dan ketekunannya, mandarava
mencapai pencapaian spiritual yang seimbang dengan pencapaian Guru
padmasambhava, sehingga mendapatkan gelar Machig Drupa Gyalmo. Mandarava
juga pernah menolong Kalasiddhi ketika masih kecil.
2. Yeshe Tsogyal (Dechen Gyalmo)
Ia adalah pasangan wanita dari Tibet dan murid utama dari Guru
Padmasambhava. Tsogyal adalah emanasi dari ucapan Vajravarahi. Tsogyal
banyak mendapat ajaran yang langka dari Guru Padmasambhava. Terkadang
digambarkan dalam bentuk Nirmanakaya dengan pakaian Tibet sehari-hari,
duduk dan memegang Kartri dan kapala. Ia disebut juga Dechen Gyalmo
dengan wujud bertubuh merah dalam posisi berdiri dan memegang damaru di
tangan kanannya yang diangkat dan Kartri di tangan kirinya. Yeshe
Tsogyel juga dikenal sebagai emanasi dari Dewi Sarasvati dan reinkarnasi
dari Dorje Phagmo.
Yeshe Tsogyal (777-837 M) terlahir di antara keluarga kerajaan Kharchen
di Taiyespa. Ayahnya bernama Namkhai Yeshe dan ibunya bernama Gewabum.
Ketika ia terlahir, semburan air segar tiba-tiba muncul dari dalam tanah
dan akhirnya membentuk sebuah kolam tepat di sebelah rumahnya. Kolam
atau danau tersebut kemudian dikenal dengan nama “Lha-tso”, Danau Ilahi,
yang kemudian menjadi tempat ziarah oleh para umat dari generasi ke
generasi.
Ia tumbuh lebih cepat dari anak-anak lain. Ketika bermain dengan
anak-anak lain, ia meninggalkan bekas telapak tangan dan kakinya pada
batu-batu. Sifatnya welas asih dan selalu siap menolong siapa saja.
Pikirannya tajam dan memiliki Bodhicitta. Ia juga berkeyakinan pada
Triratna dan rajin melaksanakan meditasi sehingga pikirannya menjadi
seimbang. Semua yang melihatnya menjadi senang. Banyak orang ebrusaha
melamarnya pada saat ia berumur 13 tahun. Namun orangtua tsogyel tidak
mau memberikan anaknya. Tsogyel selalu ingin lebih banyak belajar dan
menolong orang. Ia ingin mendapatkan kebijaksanaan yang diraih Sang
Buddha.
Namun hidup Yeshe Tsogyal juga tak terlepas dari kendala. Ia diperkosa
oleh pelamarnya yang pertama sendiri dan bertengkar dengan yang kedua.
Ia juga melarikan diri dari pelamarnya yang kedua.
Ketika popularitasnya dan welas asihnya diketahui seluruh Tibet, Trisong
Deutsen yang mendengar tentangnya langsung mengirim menterinya ke rumah
Tsogyel untuk meminta dan menyerahkan Tsogyel kepada raja. Ketika
Tsogyel mendengarnya, ia berlari dari rumah ke tempat yang terpencil. Ia
melepas semua permatanya, menghancurkannya sampai menjadi debu dan
melemparkannya ke sepuluh penjuru. Ia berdoa kepada Buddha dan
Bodhisattva agar menghilangkan rintangannya dalam mencapai pencerahan.
Ketika ia berdoa, anak laki-laki berumur 16 tahun muncul dengan mala di
tangan kanannya. Ia berkata bahwa menangis dan merusakkan perhiasan
tidak akan membantunya. Anak laki-laki tersebut berkata bahwa engkau
harus terus berdoa pada Buddha dan Bodhisattva tanpa hentinya. Doamu
akan didengar dan harapanmu akan terkabul. Kemudian laki-laki tersebut
berkata, “Ikutlah aku dan aku akan menunjukkan jalan menuju pencerahan.
Ia mengambil tangan Tsogyel dan secara tiba-tiba mereka sudah berada di
tempat terpencil di Tsang namun indah dan tenang.
Anak laki-laki itu sebenarnya adalah manifestasi Guru Padmasambhava.
Anak tersebut mengajarkan pada Tsogyel tentang hidup dan samsara. Ia
memberitahu agar Tsogyel tetap berada di tempat itu. Tsogyel bertanya
kepadanya bagaimana ia akan praktek setelah ia (anak laki-laki) pergi.
Anak laki-laki tersebut memberikan instruksi tentang sifat alami pikiran
dan memberitahunya bagaimana untuk berpraktek. Tsogyel berterima kasih
padanya dan bertanya siapa dan dari mana sebenarnya anak laki-laki
tersebut. Laki-laki tersebut berkata, “Aku datang dari Dharmakaya dan
apapun yang aku katakan padamu engkau harus praktekkan.” Yeshe Tsogyal
memintanya untuk tinggal, namun anak laki-laki tersebut harus pergi
sekarang, karena ia tak bisa berlama-lama, nanti tiba saatnya mereka
dapat bersama. Setelah itu anak laki-laki tersebut menghilang.
Yeshe Tsogyel merasakan kesedihan sekaligus kegembiraan. Ia bingung
apakah itu nayata atau mimpi. Namun ia sadar itu bukanlah mimpi. Ia
sangat senang berada di tempat yang indah. Ia menjadikan tanaman liar
sebagai makanannya dengan tak lupa minuma ir yang tersedia di daerah
tersebut. Ia terus berlatih dan tumbuh beberapa pemahaman dalam dirinya.
Terkadang ia bermeditasi di luar dan terkadang di dalam gua apabila
hujan tiba.
Orang tua Tsogyel menyalahkan menteri tersebut atas hilangnya anak
mereka. Namun menteri tersebut tidak tahu apa-apa dan ia melapor pada
raja atas apa yang terjadi. Sang raja kemudian memerintahkan banyak
orang untuk mencarai Yeshe Tsogyal di seluruh Tibet dan membawanya
kembali. Bagi siapapun yang berhasil akan mendapatkan imbalan yang
sesuai.
Beberapa peziarah menemuklan Yeshe Tsogyal sedang bermeditasi. Mereka
kagum melihat gadis secantik itu berada di tempat yang terpencil.
Setelah bercakap-cakap dengan tsogyel, mereka memberikannya tsampa dan
theh. Setelah itu para peziarah itu menyebarkan berita bahwa ada seorang
bhiksuni yang bermeditasi di sebuah tempat terpencil ketika mereka
kembali ke desa.
Menteri raja mendengar hal tersebut dan tiba di tempat Yeshe Tsogyal. Ia
mengajak Tsogyel untuk tinggal di istana yang mewah ketimbang di tempat
terpencil dan liar seperti itu. Namun Tsogyel menolak karena ia ingin
mempraktekkan Dharma. Namun akhirnya sang menteri memaksa membawa
Tsogyel kepada raja tanpa memperdulikan tangisannya. Pada saat siang ia
membawa Tsogyel dan malamnya Tsogyel dijaga dengan ketat. Dengan cara
ini ia diambil dan ditempatkan di kediaman raja Trisong Deutsen.
Kemudian raja tersebut memberikannya pada Guru Padmasambhava yang datang
ke Tibet.
Guru Padmsambhava kemudian membebaskannya dan Tsogyal pun menjadi
muridnya. Baru saat itu ia merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Pada
saat Yeshe Tsogyal berumur 16 tahun, tepatnya pada tahun 749 M, ia
menerima inisiasi dari Guru Padma yang memberinya nama Dechen Gyalmo, di
mana bunganya jatuh ke dalam Mandala Vajrakilaya dan dengan
mempraktekkan sadhana yang benar, Tsogyal dengan cepat meraih berbagai
pencapaian termasuk siddhi di mana ia bisa mengingat segala ajaran Guru
Padma tanpa ditulis terlebih dahulu. Tsogyal kemudian menerima semua
ajaran Guru Padmasambhava dan menjadi penerus garis silsilahnya.
Yeshe Tsogyal kemudian berusaha untuk kebahagiaan semua makhluk. Ia
pergi ke alam neraka dan membebaskan para makhluk disana. Guru padma
juga mengirim Tsogyel untuk membebaskan seorang Acharya di Nepal. Bahkan
Yeshe Tsogyal juga mengampuni dan memberikan pencerahan bagi para
perampok yang memperkosanya.
Yeshe Tsogyal juga mempunyai ingatan yang tajam sehingga memungkinkannya
untuk mengingat sejumlah besar isi teks tanpa kesulitan. Keseluruhan
ajaran Khadro Nyingtig tersimpan dalam ingatannya.
Putri Yeshe Tsogyal kemudian pergi menuju Nepal pada tahun 795 M untuk
mencari seorang Acharya sebagaimana yang diminta oleh Guru Padmsambhava.
Ia menemukan seorang laki-laki yang masih muda yang kemudian ia sadari
bahwa laki-laki tersebutlah yang dimaksud Guru padmasambhava sebagai
Acharya. Laki-laki tersebut bernama Atsara Sahle. Namun orang tua Sahle
memberikan syarat bahwa mereka akan memberikan anak mereka pada Guru
Padmasambhava apabila tsogyel memberi mereka sejumlah uang emas. Tsogyel
menyanggupinya dan mendapatkan emas seetalh membangkitkan kembali anak
dari sebuah keluarga dari kematian. Setelah itu orang tua Sahle pun
setuju menyerahkan anaknya. Atsara Sahle kemudian menjadi pujaan hati
dan pasangan dari Yeshe Tsogyal. Tsogyel dan pasangannya pergi melakukan
perjalanan ke berbagai gua pertapaan dan mereka rajin melakukan
Sadhana.
Tsogyal mempunyai kepribadian yang lebih kokoh ketimbang pasangannya,
karena sejak kecil ia sudah menderita. Ia sudah mempunyai ketetapan hati
dalam meraih pencerahan. Yasodhara juag mempunyai rasa cinta kasih dan
kebaikan yang besar. Atsara Sahle berasal dari lembah Kathmandu, di mana
ia tidak pernah merasakan udara dingin Tibet yang menusuk. Oleh karena
itu lebih sulit baginya untuk menjalankan pertapaan di gunung-gunung
yang tinggi. Namun mereka berusaha sebaik-baiknya yang mereka bisa untuk
mencapai pencapaian spiritual.
Dan tibalah suatu saat, di mana Tsogyal tinggal sendirian di gua Nering
Senge dan pasangannya ketika itu pergi ke tempat yang iklinya lebih
hangat. Tsogyal kemudian harus mulai menghadapi segala iblis dalam
pikirannya. Dengan tetap bermeditasi, ia mengatasi segala macam iblis
yang datang kepadanya baik itu iblis pikiran maupun iblis-iblis lain
yang menakutkan, penuh nafsu maupun yang jahat. Tsogyal harus menghadapi
mereka selama berhari-hari hingga akhirnya ia berada dalam kedamaian
dan ketenangan batin. Brahma juga datang mengetes welas asih Tsogyel
dengan cara menyamar menjadi seorang penderita kusta.
Setelah itu, di gua terpencil di Paro Taksang, dataran tinggi Bhutan,
dengan pasangannya Atsara Sahle, ia mendisiplinkan dirinya melalui
puasa, meditasi yang panjang dan praktek spiritual yang bernama
karmamudra, untuk menyatukan positif dan negatif bindu dari Cakra hati
dan sistem saraf (nadi), tempat di mana 5 energi biologis (vayu) utama
dan 5 energi biologis sekunder berasal; dan dengan tujuan untuk
mengkristalkan keseluruhan keberadaannya sebagai basis dari inti tubuh
vajra. Melalui penyatuan yang tepat antara inti syaraf yang dihaluskan
(bindu merah dan putih) dengan melepaskan ikatan psikologis yang
terakhir pada Chakra hati, maka pencapaian ke-Buddhaan dalam masa waktu
satu kehidupan dapat tercapai.
Di Paro Taksang, setelah mencapai tujuannya dengan usaha yang sangat
tekun dan rajin, Yeshe Tsogyal mencapai tingkatan Vidyadhara, di mana Ia
mengimbangi pencapaian Guru Padmasambhava. Dan dari itu ia mencapai
tahap dasar dari pencerahan.
Setelah itu bersama dengan Guru Padmsambhava, Tsogyal melakukan
perjalanan mengelilingi Tibet membabarkan Dharma, memberkati bebagai
lokasi dan menaruh berbagai terma. Kemudian ia menjalankan rtreat
meditasi di tempat terpencil tahun 796 M dan tidak keluar sampai pada
tahun 805 M, setelah Guru Padmasambhava meninggalkan Tibet. Namun
sekarang ia kembali sebagai Buddha Yang Tercerahkan. Dan pada tahun 837
M, ia menembus keberadaan duniawinya dan dengan tubuhnya menuju Tanah
Suci dari Gunung Merah, tempat Guru Padmasambhava berada.
Biografi Yeshe Tsogyal ada dalam teks “Autobiografi Rahasia Yeshe
Tsogyal” yang ditulis oleh Namkhai Nyingpo (abad 9 M). Biografi tersebut
ada dalam bentuk terma. Yeshe Tsogyal sendiri juga menulis tentang
biografi Guru Padmasambhava.
3. Putri Sakyadevi
Putri Belmo Sakyadevi adalah anak dari Raja Sukkhadhara (Punyedhara?)
dari Nepal dan emanasi dari pikiran Vajravarahi. Ibunya meninggal pada
saat melahirkan dan ia digantikan oleh ratu selanjutnya dan ditinggalkan
oleh kaum kerajaan. Sakyadevi dibawa ke pemakaman bersama dengan jasad
ibunya dan ditinggalkan di sana. Kemudian ia dirawat oleh para monyet
namun tangan dan kakinya berselaput.
Saat Sakyadevi tumbuh, ia menjadi Yogini dan bertempat tinggal di dekat
Parphing, di pegunungan di luar Lembah Kathmandu. Di Vihara Sankhu,
sebelah timur laut dari lembah Kathmandu, ia bertemu Guru Padmasambhava
dan menjadi murid wanita Guru Padmasambhava dan menerima ajaran darinya.
Keduanya hidup di gua yogi Yanglesho di mana mereka menguasai praktek
Vajrakilaya dan Mahamudra dengan menggunakan mandala Yangdak dan Dorje
Phurba. Ketika Tsogyel berkunjung ke Yanglesho beberapa tahun kemudian,
Sakyadevi masih tinggal di sana sebagai yogini. Ia kemudian mencapai
“Tubuh Pelangi” sebagai seorang yang telah terealisasi menjadi Buddha.
Ia juga mencapai Mahamudra dan menguasai zap-lam yoga, togal yoga dan
yoga tidur(mimpi?).
Rakyat Tibet meyakini bahwa Raj Kumari, “Dewi Hidup” dari Basantapur
Kumari Bahal di Kathmandu yang terkenal itu, adalah emanasi dari
Sakyadevi.
4. Kalasiddhi
Belwong Kalasiddhi dari Nepal adalah anak gadis dari penenun Bhadana dan
Nagini di kota Balbong Jur. Nama aslinya adalah Dakini. Pada saat itu
memang Nepal terkenal dengan kain wolnya. Ibunya meninggal karena
kelaparan dan dia dibuang dan ditinggalkan bersama tubuh ibunya di
pemakaman oleh ayahnya sendiri.
Seorang wanita Yogini bernama Mandarava yang ketika itu berwujud harimau
wanita, menemukan bayi Kalasiddhi yang sedang menyusu pada ibunya yang
telah meninggal. Kemudian Mandarava menyelamatkannya dari kondisi kritis
dan membesarkannya, mengajarkannya berbagai ajaran rahasianya. Ketika
remaja, Dakini bekerja memintal benang pada siang hari dan menenunnya
pada malam hari. Kalasiddhi akhirnya mendapat pentahbisan dari Bhiksu
Sakyadeva. Setelah Kalasiddhi mencapai pencerahan, Ia meneruskan
silsilahnya kepada anak laki-laki petani yang akan menjadi Guru besar
Vajrahunkara.
Dalam tradisi terma dari Terton Tagsham, Kalasiddhi bertemu dan menjadi
murid dari Guru Padmasambhava dan Yeshe Tsogyal. Ketika berumur 14
tahun, Dakini ditemukan oleh Tsogyel yang saat itu melakukan perjalanan
keduanya ke Nepal untuk mengajarakan sila rahasia dari Guru
Padmasambhava. Tsogyel memberinya nama Kalasiddhi. Di Mangyul,
menyebrangi batas Tibet dari Trishuli-kola, Kalasiddhi menerima inisiasi
dalam Tantra Lama Mandala dan setelah ia mempraktekkan meditasi dengan
tekun dan rajin, kalasiddhi akhinya mencapai siddhi. Kalasiddhi juga
menemani Tsogyel ke istana Mutri Tsenpodi Samye dan tempat retreat di
Chimpu di mana ia bertemu dengan guru Padmasambhava. Guru Padmsambhava
segera merasakan bahwa Kalasiddhi memiliki potensial sebagai mudra dalam
prakteknya untuk mengembangkan tantra di Tibet dan meminta Tsogyel
untuk memberikan Kalasiddhi padanya. Setelah itu dalam waktu yang
singkat, Guru Padmasambhava pergi ke arah Barat daya dan meninggalkan
Kalasiddhi di bawah bimbingan Tsogyel.
Kalasiddhi berhasil mencapai Pencerahan Sempurna dari Pemegang Ajaran
(Vidyadhara). Ia adalah emanasi dari kualitas Vajravarahi. Sebagai tanda
perpisahan, Tsogyel memberikan instruksi zap-lam secara detail pada
Kalasiddhi.
5. Tashi Khyidren / Mangala
Tashi (abad ke-8 M) adalah murid wanita Guru Padmasambhava yang berasal
dari Bhutan. Ia adalah pemberian dari Bhutan kepada Padmasambhava untuk
dijadikan murid-Nya dan membantunya menyebarkan Dharma melalui Tantra.
Ia adalah anak dari Raja Kerajaan Iron (Shinduraja), yang mengundang
Guru Padmasambhava ke Bhutan untuk menyembuhkan penyakitnya. Sumber lain
mengatakan ia adalah anak dari Raja Hamra. Di usianya yang ketiga
belas, Tashi bertemu dengan Yeshe Tsogyal yang saat itu sedang
bermeditasi di Gua Nering Drak dan sering menjadi sasaran tipu muslihat
para iblis lokal. Penuh kekaguman terhadap yogini tersebut, Khyidren
kemudian selalu membawakan susu dan madu untuk Yeshe Tsogyel. Setelah
Tsogyel berhasil menundukkan para iblis dan penduduk lokal yang
memusuhinya, ayah Khyidren memberikan hormat padanya dan Tsogyel meminta
anaknya, Khyidren. Raja Hamra memenuhi permintaannya dan Tsogyel
mengganti nama Khyidren menjadi Chidren. Tak lama kemudian, Khyidren
pergi menemani Tsogyel menuju ke Womphu Taktsang di Tibet untuk menemui
Guru Padmsambhava.
Padmasambhava meminta Tsogyel agar membawa Khyidren kepadanya agar ia
dapat melakukan mudra dalam inisiasi Dorje Phurba, di mana Guru
Padmasambhava lakukan untuk melindungi Tibet. Khyidren berperan sebagai
pasangan kedua dalam inisasi ini. Dalam simbolisasi Phurba-Tantra,
Khyidren disimbolisasikan sebagai macan wanita yang ditunggangi Phurba
dan pasangannya (Padmasambhava dan Tsogyel) dalam menakukkan para dewa
dan iblis di Tibet.Setelah meninggal, Khyidren juga berinkarnasi kembali
menjai anak perempuan Machig Labdron.
Dan satu lagi murid wanita Guru Padmasambhava:
Lacham PemaSel
Lacham PemaSel (Pematsal) adalah anak perempuan dari Raja Trisong
Deutsen dari Tibet dan Ratu Dromza Changchub. Pada saat berumur delapan
tahun, ia sakit dan mati. Padmasambhava, yang pada saat itu berada di
istana kerajaan, dipanggil. Ia tiba-tiba datang ke ruangan di mana
Lacham PemaSel terbaring dan menulis huruf ‘Nri’ berwarna merah di
hatinya dangan mengucapkan mantra. Memasuki kesadaran tak sadarkan
diri(Antarabhava?), Guru Padmasambhava memanggil kembali kesadarannya
dan mengembalikan hidup ke tubuhnya. Keajaiban membangkitkan orang mati
ini menghebohkan istana dan mengakibatkan Sang Raja memiliki keyakinan
yang absolut terhadap kekuatan Guru Padmasambhava.
Setelah Lacham bangkit dan dapat berbicara, Guru Padmasambhava
menganugrahkan inisiasi Khadro Nyingt'ig, instruksi esoterik yang
langka. Di kehidupan yang selanjutnya sebagai yogi laki-laki Peme Ledrel
Tsal (1291-1315) ajaran Padmasambhava mengembalikan kesadarannya untuk
bangun kembali. Kesadarannya terus bereinkarnasi dan akhirnya mencapai
realisasi sebagai Guru Agung tradisi Nyingma yaitu Longchenpa
(1308-1363).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar