Pages - Menu

Pages

Minggu, 28 Desember 2014

Qi Tian Da Sheng / Sun Wu Kong ( DEWA DEWI PELINDUNG ANAK - ANAK II )



Qi Tian Da Sheng ( Ce Thian Tay Seng - Hokkian ) secara umum di sebut Da Sheng Ye ( Tay Seng Ya - Hokkian), atau Hou Qi Tian ( Khauw Ce Thian - Hokkian). Hari lahimya pada tanggal 12 bulan 10 Imlik. Ia adalah Dewa Pelindung Anak - anak terutama mulai umur 3 sampai 7 tahun, sebab pada usia tersebut anak sedang nakal-nakalnya. Periode perkembangan ini disebut "Masa Kenakalan Kera" ( sebutan ini populer di Taiwan dan Propinsi Fujian ). Dengan perlindungan Da Sheng Ye, anak -anak akan selamat melewati masa ini. Kalau ada anak-anak dalam usia tersebut yang terkejut lalu jatuh sakit, nafsu makan tidak ada, orang tuanya segera peri ke altar pemujaan Da Sheng Ye untuk memohon kesembuhannya .
Siapa sesungguhnya Qi Tian Da Sheng atau Da Sheng Ye ini? Dia tak lain dan tak bukan adalah Si Raja Kera yang sakti Sun Wu Kong ( Sun Gouw Kong - Hokkian ), tokoh utama dalam novel Xi You Ji atau Perjalanan Ke Barat. Seperti telah kita singgung sedikit, novel Xi You Ji ( Si Yu Ki - Hokkian ) adalah sebuah Mahakarya Sastra pada masa permula dinasti Ming yang ditulis oleh Wu Cheng En ( 1500 - 1582 ). Meskipun garis besamya novel ini dibuat berdasarkan kejadian bersejarah yang menceritakan perjalanan Pendeta Xuan Zang ke India untuk mengambil Kitab Tripitaka pada jaman dinasti Tang (abad 7 M), tetapi boleh dikatakan seluruhannya isi buku, berputar - putar pada satu tokoh ini saja, yaitu si Kera Sakti Sun Wu Kong
Dikisahkan dalam buku ini, bahwa Sun Wu Kong semula lahir dari sebuah batu besar di gunung Hua Guo Shan. Kelahirannya menimbulkan sinar terang yang memancar sampai ke kahyangan, Yu Huang Shang Di lalu memerintahkan Qian Li Yan ( Si Mata Seribu Li ) dan Sun Feng ( Si Telinga Angin Baik ) untuk menyelidiki apa yang teijadi. Tapi ketika diketahuinya sinar itu berasal dari seekor kera, dia merasa lega.
Sang kera batu, karena keberaniannya kemudian diangkat menjadi raja oleh segerombolan kera - kera, dengan gelar Mei Hou Wang ( Bi Kaow On - Hokkian) atau Raja Monyet yang baik.
Karena melihat rakyatnya mulai banyak yang sakit dan mati, sang Raja Kera menyadari bahwa dirinya pun takkan lepas dari hukum alam. Tapi tak ingin begitu saja tunduk pada kodratnya. Ia pergi mencari obat abadi dan ilmu sejati untuk mendapatkan umur panjang.
Dalam berkelana selama 18 tahun itu, ia sampai dipegunungan Zhong Nan Shan dan berguru pada seorang Pendeta Taois. Di situ ia memperoleh berbagai ilmu kanuragan dan ilmu berubah bentuk menjadi 72 rupa. Kemudian ia juga mempelajari ilmu lompatan awan. Dengan sekali loncat jungkir balik, ia dapat nempuh jarak 9000 km. Gurunya memberi nama Sun Wu Kong ( Sun Go Kong - Hokkian ) yang berarti "Menyadari Kekosongan".
Dengan kesaktiannya ini, ia kembali kekerajaannya di Hua Guo Shan dan memimpin rakyatnya untuk memberontak terhadap kekuasaan para dewa di kahyangan. Untuk memperoleh senjata dia mengobrak -abrik lautan timur dan memaksa Raja Naga menyerahkan besi ajaib yang dapat berubah besar kecilnya menurut kehendak si pemakai. Akhirat dilabraknya juga karena mencoba memanggil arwahnya yang menurut catatan sudah sampai waktunya untuk mati. Sejak itu nama Sun Wu Kong sangat disegani oleh para siluman di kawasan itu. Ada sejumlah Raja Siluman yang jumlahnya 72 orang takluk dan rela mengangkatnya sebagai kepala perserikatan.karena khawatir akan kekacauan yang ditimbulkannya, Yu Huang Da kemudian memanggilnya untuk menduduki jabatan di kahyangan.
Tapi karena pada dasarnya para dewa memandang rendah Sun Wu Kong, karena hanya seekor kera, maka ia diberi kedudukan yang sangat rendah pula, yaitu mengurus kandang kuda kahyangan. Mengetahui hai itu, Sun Wu Kong lalu minggat kembali ke gunung. Para rekan - rekan siluman mengangkatnya menjadi "Qi Tian Da Sheng" yang berarti "Orang bijak yang setara dengan langit". Panji - panji besar bertuliskan empat huruf ditegakkan
Para dewa sangat marah dan mengirimkan bala tentara kahyangan untuk menghukumnya. Bala tentara langit yang dipimpin oleh Li Tian Wang dan putranya Li Ne Zha itu dipukul mundur oleh Sun Wu Kong. Atas anjuran Tai Bai Jin Xing ( Tay Pek Kim Sing - Hokkian ) Sang Dewa Bintang Emas, sekali lagi Yu Huang memanggilnya ke langit dan menganugerahi gelar Qi Tian Da Sheng seperti yang dikehendakinya. Sebuah istana dibangun untuknya. Tetapi dasar wataknya usil dan nakal, maka dia mencuri buah persik Xi Wang Mu dan menghabiskan makanan - makanan yang disediakan untuk pesta para dewa itu. Rumah Tai Snang Lao Jun ( Thai Siang Lao Kun - Hokkian ) pun tak luput dari kenakalannya. Semua obat - obat ajaib untuk hidup abadi milik sang dewa dilahapnya.
Para dewa sangat murka. Sekali lagi para bala tentara langit dikerahkan secara besar-besaran untuk menangkap Sun Wu Kong.
Gunung Hua Guo Shan dikepung rapat - rapat, pertempuran besar - besaran teijadi antara balatentara kera dan siluman melawan tentara langit.
Tetap saja mereka tak berhasil menaklukkan Sun Wu Kong. Seorang perwira khayangan yang sakti dipanggil untuk menangkap Raja kera .
Perwira tersebut adalah Er Lang Shen, yang bermata tiga dan dapat berubah wujud menjadi 73 rupa. Dia hanya mengungguli Sun Wu Kong sedikit, tetapi ia tetap gagal menaklukkan apalagi menangkapnya.
Akhirnya Tai Shang Lao Jun melemparkan gelang pusaka Panca Logam dan mengenai kepala Kera Sakti. Dia teijatuh dan berhasil di tawan. Di panggung pelaksanaan hukuman dicoba dengan semua senjata pusaka,
bahkan halilintar temyata tak mempan terhadap tubuhnya, para dewa kehabisan akal.
Atas usul Tai Shang Lao Jun, sang Kera Sakti direbus dalam bejana tempat ia biasa mengolah obat panjang umur. 49 hari sang monyet terbenam di situ. Tapi bukannya ia binasa, ketika tutup bejana dibuka,
ia meloncat keluar dan dengan kekuatannya yang luar biasa mengobrak - abrik kahyangan, tanpa dapat dikendalikan lagi. Di saat para dewa putus asa itulah datang Ru Lai Fo ( Ji Lay Hud - Hokkian ). Ru Lai
berhasil menangkap Sun Wu Kong dan mengurungnya di bawah gunung Lima Elemen
Itulah bagian atas cerita Xi You Ji yang menceritakan asal - usul Qi Tian Da Sheng sampai ia di taklukkan oleh sang Tatagatha atau Ru Lai. Selanjutnya novel ini menceritakan bagaimana Sun Wu Kong setelah bebas
dari hukuman kurungan selama 500 tahun di bawah gunung Lima Elemen.
Ia menjadi pengawal Pendeta Xuan Zang ke Langit Barat (India) untuk mengambil Kitab Suci Tripitaka. Dalam perjalanan itu ia menaklukkan berbagai macam siluman dan orang jahat yang berusaha merintangi perjalannya. Diantaranya adalah Zhu Ba Jie ( Ti Pat Kay - Hokkian ) siluman babi yang rakus dan jenaka, serta Sha Sheng ( See Ceng - Hokkian ) si siluman air. -. Mereka berdua bersama Sun Wu Kong ikut mengawal pendeta Xuan Zang.
Sun Wu Kong sebagai pembuka jalan, Zhu Ba Jie yang menuntun kuda dan Sha Sheng memikul barang - barang bawaan.
Bertiga mereka mengawal guru^ya menempuh peijalanan yang jauh dan penuh rintangan. Tapi berkat kecerdikan dan kesaktiannya, Su Wu Kong berhasil mengatasi itu semua, sehingga mereka selamat sampai ke tempat tujuan.
Dalam peijalanan yang panjang ini ada dua peristiwa yang patut diperhatikannya, yang kami anggap menjadi sebab mengapa Sun Wu Kong diangkat menjadi Dewa pelindung anak - anak Peristiwa pertama terjadi ketika rombongan ini sampai di sebuah dusun yang terdiri dari keluarga Chen ( Tan - Hokkian ) di tepi sungai besar yang disebut Tong Tian He atau sungai yang menembus langit. Dalam sungai itu ternyata ada segerombolan siluman yang dipimpin oleh seekor siluman ikan mas Tiap tahun si Raja Siluman ini minta disediakan korban sepasang anak laki dan perempuan yang masih suci untuk disantap. Penduduk tempat itu sangat menderita dan tak berdaya melawan kesaktian para siluman. Kebetulan tahun itu jatuh giliran putera dan puteri tuan rumah dimana mereka menginap.
Sun Wu Kong dan para saudara seperguruan nya memutuskan untuk turun tangan. Si Monyet Sakti mengubah diri menjadi putra tuan rumah dan Zhu Ba Jie sebagai anak perempuannya.
Berdua mereka dibawa ke kuil tempat persembahan sesaji dilakukan.
Malam itu sang siluman ikan mas datang untuk menyantap korbannya. Zhu Ba Ji terburu - burn, langsung menyerang. Akibatnya siluman itu tahu dengan siap mereka kini berhadapan, lalu lari ke dalam goanya di dasar sungai.
Gagal berpesta pora, sang siluman mengincar Pendeta Xuan Zang untuk dijadikan korbannya. Pendeta Xuan Zang ditangkap ketika rombongan berjalan melewati permukaan Tong Tian He yang sedang beku. ketiga muridnya tidak tinggal diam. Sarang para siluman diaduk - aduk. Sadar akan kemampuan Sun Wu Kong, sang siluman tetap bersembunyi di bagian paling dalam dari sungai itu. Sun Wu Kong tidak kehabisan akal, dia pergi ke tempat Guan Yin ( Koan Im - Hokkian ) minta bantuan.
Berkat bantuan Guan Yin Pu Sa, akhirnya siluman ikan mas itu dapat ditaklukkan. Penduduk segera keluar berduyun - duyun mengucapkan terima kasih pada sang Dew dan Sun Wu Kong bertiga.
Dalam kesempatan itu seorang pelukis mengabadikan Guan Yin dengan lukisannya. Sebab itu konon, lukisan Guan Yin hasil karya keluarga Chen ( Tan - Hokkian ) paling bagus.
Masih ada satu peristiwa penting lagi dalam novel itu yang lebih meneguhkan citra Sun Wu Kong sebagai Dewa Pelindung Anak - anak.
Alkisah rombongan Xuan Zang beserta ketiga muridnya sampai di sebuah negeri yang disebut Bi Qiu Guo. Begitu tiba di kota mereka heran karena di tiap rumah digantungkan sebuah sangkar besar yang berkerudung kain
Di dalam tiap sangkar terdapat seorang anak kecil. Untuk menjawab pertanyaan itu , maka mereka bertanya kepada petugas wisma di mana mereka menginap. Ternyata anak - anak yang ada di dalam sangkar tersebut akan dikorbankan untuk mengobati penyakit raja yang bisa sembuh asal makan jantung anak - anak sebanyak seribu seratus sebelas biji.
Mendengar ini Pendeta Xuan Zang menangis dan Sun Wu Kong geram sekali. Malam itu Sun Wu Kong mendatangkan angin ribut dan menerbangkan semua sangkar berisi anak - anak tersebut untuk disembunyikan di suatu tempat. Akhirnya tahulah ia bahwa ini semua adalah akibat ulah seorang siluman yang menyamar menjadi pendeta palsu yang mengelabuhi raja.
Sun Wu Kong berhasil membuka kedok siluman dan menginsafkan raja bahwa cara yang ditempuh untuk kesembuhan penyakitnya adalah cara yang nista dan jahat. Siluman berhasil ditaklukkan dan kembali ke asalnya yaitu seekor .menjangan, dan atas usaha Sun Wu Kong pula, sang raja berhasil disembuhkan. Anak - anak yang nyaris menjadi korban itu dikembalikan kepada orang tuanya masing - masing.
Secara keseluruhan novel Xi You Ji menggambarkan watak - watak manusia. Pendeta Xuan Zang melambangkan hati nurani yang bersih dari prasangka, yang menganggap semua halangan adalah cobaan hidup.
Sun Wu Kong melambangkan watak manusia yang cerdik dan usil, karena itu sering cenderung untuk membuat salah. Zhu Ba Jie melambangkan watak yang malas, tak bertanggungjawab dan selalu bergulat dengan hati nuraninya.
Sedangkan Sha Sheng melambangkan seseorang yang patuh tapi mudah putus asa.
Tak dapat disangkal lagi, Sun Wu Kong menjadi seorang tokoh yang sangat dicintai rakyat. Kisahnya menjadi obyek lukisan, ukiran - ukiran dan opera. Semua ini menggambarkan begitu luasnya pengaruh cerita Xi You Ji
di kalangan masyarakat
Pemujaan terhadap Sun Wu Kong ini sangat luas sekali wilayahnya. Di Tiongkok Daratan banyak kelenteng yang memujanya, begitu juga di Taiwan.
Di Taiwan ada beberapa kelenteng yang memujanya, tapi yang paling terkenal adalah di Wan Fu Yan (Ban Hok Am - Hokkian), sebuah kelenteng dengan pendeta - pendeta yang terdiri dari kaum wanita. Di Malaysia dan Singapura juga ada demikjan juga di Indonesia. Di Semarang khususnya, pemujaan terhadap Sun Wu Kong terdapat di Kelenteng Pat Sian, Jalan Petek, dan beberapa rumah khususnya dari keturunan suku Fuqing (Hoktjia).
Peringatan hari ulang tahunnya tanggal 12 bulan 10 Imlik

Dewa Panjang Usia

PENG ZU , MA GU , ZHOU GONG DAN TAO HUA NU
DEWA PANJANG USIA.
a.PENG ZU
b. MA GU
c.ZHOU GONG DAN TAO HUA NU
a Peng Zu atau Peng seorang tua, sering disalah tafsirkan sebagai Nan Ji Xian Weng, si Bintang Panjang Usia, salah satu dari Tiga Serangkai Cai Zi Shou (Jay Cu Siu - Hokkian). Tapi oleh masyarakat, Peng Zu
juga dianggap sebagai Dewa Panjang Usia, yang sejajar dengan Nan Ji Xian Weng (Lam Kek Sian Ong - Hokkian), sehingga siapa sebetulnya Bintang Panjang Usia yang digambarkan sebagai orang tua yang berjenggot putih dan bertongkat itu, tidak jelas lagi.
Peng Zu, menurut legenda, pada jaman dinasti Shang (abad 15 M) telah berusia 767 tahun. Tapi walaupun sudah seusia itu, masih tetap gagah dan sehat, sedikitpun tidak menunjukkan tanda - tanda dimakan usia. Ia berwatak tenang dan sabar, tidak tertarik sama sekali akan hai - hai yang bersifat keduniaan, seluruh kegiatannya dipusatkan pada pengolahan diri
Pada waktu ditawari untuk menjabat suatu kedidukan tinggi dalam pemerintahan, ia dengan halus menolak, walaupun permintaan itu datang dari seorang kaisar sekali pun. Dengan alasan kesehatannya tidak mengijinkan, ia dapat menghindari diri untuk menjabat pegawai tinggi dan terlibat urusan politik kerajaan. Tapi bila ingin pergi, ia memilih berjalan kaki dan sendirian, tanpa arah tujuan yang jelas.
Ia menciptakan suatu rangkaian senam kesehatan, yang terdiri dari meditasi, latihan pemafasan dan pijat, yang tidak hanya berguna untuk menjaga kondisi tubuh, tapi juga dapat untuk menyembuhkan penyakit dan pe-
rasaan kurang enak yang lain.
Ketika para kaisar dan para pangeran menanyakan kepadanya tentang rahasia berusia panjang, ia selalu menolak. Hadiah mereka berupa emas dan perhiasan yang mahal - mahal, diterimanya dan kemudian dibagi - bagikan pada orang miskin dan pada orang yang sungguh - sungguh memerlukan, tanpa sekepingpun digunakan oleh dirinya sendiri.
Dia mengatakan bahwa dia tidak mempunyai ayah, pada saat ia berusia 3 tahun. Ia telah mengalami hidup dijaman peperangan yang lamanya seabad, mengalami masa kekacauan dan pembuangan di wilayah barat Ia beristri 49 orang dan berputra 54. Meskipun ia menuntut kehidpan sebagai layaknya seorang dewa, ia belum terbebas sama sekali dari kesusahan dan kesedihan seperti layaknya orang bisa. Pada saat meninggal pada usia 80 tahun ia mengeluh bahwa hidupnya begitu "singkat".
Begitulah nama "Peng Zu" kemudian menjadi sinonim akan kata "Panjang Usia" berabad - abad kemudian. Hari lahimya diperingati pada tanggal 9 bulan 9 Imlik.

b. Ma Gu (Moa Kouw - Hokkian) adalah dewi yang mengantarkan berkah panjang usia pada manusia yang telah mencapai umur 60 tahun ke atas.
Kepadanya, Ma Gu mengirim buah Tao Dewa yang dapat memperpanjang usia, dan diiringi ucapan selamat. Sebab itu ia sering ditampilkan dalam gambar atau patung keramik dengan membawa keranjang berisi buah persik (Tao) diiringi seekor menjangan yang melambangkan rejeki Ma Gu adalah putri seorang panglima perang, bernama Ma Qiu. Ma Gu kemudian bertapa untuk menuntut ilmu kedewaan di sebuah gunung dekat
Mouzhou, sampai kemudian menjadi dewi. Ia turun ke dunia pada masa pemerintahan kaisar Huan Di (147 - 167 M) dari dinasti Han Timur. Meskipun ia muncul sebagai seorang gadis berusia 18 - 19 tahun, ia telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri tiga perubahan besar, dimana laut timur berubah menjadi semak -semak pohon murbei lalu kemudian kembali berubah menjadi lautan. Dari sini kemudian lahir ungkapan dalam bahasa Tionghoa yaitu : "Cang Hai Sang Tian" (Lautan biru dan semak - semak murbei) yang berarti waktu telah membuat perubahan besar di dunia.
Ma Gu dilukiskan sebagai seorang gadis cantik, yang memakai sanggul tinggi di kepalanya, dan rambutnya teijurai sampai ke pinggang. Pakaian nya indah dan bersulam. Dalam sebuah versi kuno dikatakan ia mempunyai tangan yang mirip cakar burung. Ma Gu mempunyai kesaktian.
Ia dapat mengubah butir-butir beras menjadi mutiara begitu ditaburkan ke udara.

Pada tanggal 3 bulan 3 Imlik, bertepatan dengan hari lahir Xi Wang Mu, ia diundang bersama - sama dengan empat gadis bidadari yang lain untuk menghadiri pesta ulang tahun itu. Ia membawa arak dewa, yang terbuat dari daun - daun obat, yang berkhasiat untuk memperpanjang usia Di pesta itu Ma Gu bersama - sama gadis lain mempersembahkan nyanyian bersama dan tarian sebagai ucapan selamat pada Xi Wang Mu.
Pada pesta ulang tahun untuk nyonya - nyonya yang lanjut usia sering kali disertakan lukisan Ma Gu sebagai hadiah ulah tahun. Dalam lukisan itu tentu saja Ma Gu tidak digambarkan dengan tangan berwujud cakar burung.
Hari lahir Ma Gu diperingati pada tanggal 16 bulan 4 Imlik. Ma Gu dan Peng Zu banyak dipuja dikalangan penduduk, tapi kelenteng yang khusus di peruntukan buat mereka jarang terdapat.

c. Zhou Gong (Ciu Kong - Hokkian) dan Tao Hua Nu (Tho Hoa Li - Hokkian) disebut juga sebagai Hua Gong (Hoa Kong - Hokkian) dan Hua Po yang berarti Kakek dan Nenek Bunga. Mereka berdua mengurus perjodohan pria dan wanita. Hua Gong dan Hua Po terdiri dari suami - istri beserta keturunan - keturunannya. Wilayah pemujaannya sangat luas.
Di Jakarta, kecuali di Kelenteng Kim Tek I, patungnya terdapat di sepuluh tempat lain. Mereka dianggap sebagai Dewa Kesuburan dan Kebahagiaan.
Di propinsi Guangdong, peran Hua Gong dan Hua Po sangat penting. Orang tua kedua mempelai mempersembahkan bunga kepada dua dewa ini pada malam pernikahan karena menurut dor.geng, pengantin pria di lambangkan sebagai bunga prem putih dan penganten wanita sebagai bunga persik jingga.
Dalam buku Guang-dong xin-you, pengarang Qu Da-jun, menyebutkan sebuah kelenteng di Hua Shan yang disebut Fu Mu Ci (yang berarti kelenteng ayah dan ibu), memuja Hua Gong dan Hua Po, tempat penduduk memohon keturunan. Demikian juga di Kelenteng Hua Shen Miao di Bukit Hu Qiu Shan dekat kota Suzhou.
Siapa sesungguhnya Zhou Gong dan Tao Hu Nu ini? Zhou Gong (Ci Kong - Hokkian) adalah seorang menteri pada pemerintahan kaisar You Wang dari dinasti Zhou, yang mengundurkan diri kembali kekampung halamannya karena merasa tidak tega melihat perbuatan kaisarnya yang buruk.
Ia meramalkan huru - hara akan teijadi kalau kaisar tetap tidak dapat mengubah lakunya.
Sedang Tao Hua Nu adalah seorang gadis cantik yang pandai meramal dan berilmu tinggi. Menurut sebuah kisah kuno yang sempat diceriiakan kembali oleh Yan Guo-hui dalam bahasa Indonesia, mengatakan bahwa keduanya sempat beradu ilmu dan kepandaian. Akhirnya, mereka dilerai oleh Xuan Tian Shang Di (Hian Thian Siang Te - Hokkian) yang mengetahui asal-usul mereka. Ternyata Zhou Gong dan Tao Hua Nil berasal dari pedang pusaka beserta sarung pedang milik Xuan Tian Shang Di sendiri. Pedang itu berubah menjadi seorang jejaka yaitu Jin Tong (Kim Tong-Hokkian) atau Anak Emas dan sarungnya menjadi Yu Nu (Giok Li - Hokkian atau Gadis Kumala. Ketika pernyataan cinta Jin Tong ditolak oleh Yu Ni , ia mendendam dan berusaha membalas sakit hatinya, maka Jin Tong lalu minggat dari tempatnya semula dan turun ke bumi menjadi Zhou Gong.
Sementara Yu Nii menjadi Tao Hua Nii. Keduanya adalah pasangan yang abadi .

Qi Xing Niang Niang. DEWA DEWI PELINDUNG ANAK - ANAK.1

Sering disebut Qi Niang Ma. Hari lahirnya tanggal 7 bulan 7 Imlik.
Niang Ma dianggap sebagai dewa pelindung anak - anak. Konon ia adalah utusan dari Zhi Nu Xing ( Binatang Gadis Penenun ).
Ada juga yang mengatakan ia berasal dari salah satu dari Tujuh Bintang Macan Putih .
Kisah Niu Lang ( Gembala ) dan Zhi Nu ( Gadis penenun ) yang bertemu setahun sekali, sangat mengharukan orang. Pada jaman Dinasti Han (226 Sm - 220 M ) kisah ini sudah mulai populer. Garis besar ceritanya kira -
sebagai berikut: 
Zhi Nii adalah cucu dari Maharaja Langit, ia cerdik dan cantik. Bertahun-tahun ia menenun berokad di istana Langit, menggunakan awan warna-wami. Suatu ketika, untuk melepas kejemuannya, ia mengintip keluar jendela dan melihat ke bumi. Ia melihat seorang gembala, dan akhirnya jatuh anta kepadanya.
Pemuda gembala ini adalah anak kedua dari satu keluarga yang kaya -raya .
Tapi ia telah kehilangan kedua orang tuanya pada saat berusia muda sekali .
Ia lalu tinggal bersama kakak dan kakak iparnya. Sang kakak ipar memperlakukannya sebagai seorang budak. Ia selalu diberi pekerjaan yang berat dan diberi makan dari sisa - sisa. Salah satu tugasnya adalah menggembala kerbau.
Sebab itu orang menyebutnya sebagai " Niu Lang " yang berarti "Jejaka penggembala kerbau". Tapi karena pada dasamya ia berwatak pemaaf , diterimanya perlakukan kakak ipamya itu dengan hati lapang, dan tan
prasangka. Tapi sang kakak ipar rupanya belum puas.
Dihasutnyalah suaminya agar mengadakan pemisahan rumah dengan si gembala. Dengan pemisah ini ia bermaksud mengangkangi sebagian warisan yang menjadi hak sang gembala.
Sang gembala sangat sedih hatinya karena sejak itu ia harus tinggal terpisah dari kakaknya, sedangkan soal pembagian harta warisan ia tidak memikirkan sama sekali. Ia menangis sedih memikirkan nasibnya, lalu tiba-tiba sang kerbau yang sesungguhnya seorang Dewa menyamar, berkata kepadanya : Janganlah mempertengkarkan pembagian harta, biarlah mereka memiliki semuanya. Mintalah agar aku saja yang tetap jadi milikmu.
Sang gembala menuruti apa yang dikatakan kerbaunya. Dan sang kakak ipamya tentu saja gembira sekali mendengar permintaan yang sangat diluar dugaan itu. Begitulah, dua bersaudara itu berpisah secara baik - baik walau dengan semua harta - benda termasuk tanah, rumah perabot dan lainnya menjadi milik sang kakak. Maka pegilah sang gembala meninggalkan rumahnya dengan hanya berteman seekor kerbau. Ia hidup tenang dan damai dan selalu menuruti nasihat kerbaunya.
Pada suatu senja, sang kerbau menyuruh si Gembala untuk pergi kesebuah telaga. Niu Lang si Gembala pergi kesana dan dilihatnya serombongan bidadari sedang mandi. Ia menyelinap ketempat mereka meletakkan pakaian . 
Diambilnya selembar gaun merah dan disembunyikan. Pada waktu para bidadari itu selesai mandi dan, satu diantaranya mendapati pakaiannya telah hilang. Ia menangis sedih, dan bersama - sama temannya mencari tapi
sia - sia. Waktu telah habis, mereka harus kembali ke Langit. Bidadari yang kehilangan pakaian itu terpaksa ditinggal. Ia menangis sejadi - jadinya.
Ternyata bidadari yang satu ini adalah Zhi Nu si Gadis penenun, dan yang tercantik diantara teman-temannya.
Niu Lang menghampirinya, dan atas prakarsa kerbau - nya mereka akhirnya terangkap sebagai suami isteri. Beberapa tahun mereka hidup bersama dengan penuh kebahagiaan. Selama itu seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan telah lahir. Tapi pada waktu itu juga sang kerbau yang telah renta itu akhirnya meninggal, meninggalkan sepasang suami - isteri muda itu dalam kesedihan yang sangat mendalam.
Maharaja Langit mendengar kelancangan cucunya yang telah berani menikah dengan manusia biasa tanpa perkenannya, menjadi gusar. Seorang malaikat diutus untuk memaksa ia kembali ke Kahyangan dan melanjutkan pekerjaannya menenun, kalau membangkang, keluarganya akan dihancurkan.
Karena rasa cinta akan suami dan anak - anaknya, dengan hati berat Zhi Nii, memutuskan untuk menuruti perintah kakeknya kembali ke kahyangan.
Niu Lang yang kembali dari bekeija, mendapati isterinya telah pergi dengan meninggalkan kedua anaknya yang menangis. Ia segera mengejar isterinya, bersama - sama kedua anaknya yang dipikul didalam keranjang bambu.
Maha dewi Xi Wang Mu yang kebetulan lewat, lalu menuding dengan tusuk kondenya. Sebuah sungai tiba-tiba muncul memisahkan mereka berdua. Setelah memperoleh penjelasan tentang ihwalnya, Xi Wang Mu atas ijin Maharaja Langit mengijinkan Niu Lahg dan Zhi Nu bertemu setahun sekali, pada malam bulan 7 tanggal 7 Imlik.
Pada malam itu. pelbagai jenis burung yang menaruh simpati akan sepasang suami - isteri itu lalu membentuk jembatan agar mereka dapat menyeberangi sungai .

Dongeng ini kemudian menimbulkan kebiasan yang disebut "qi-qiao" dikalangan rakyat. "Qi-qiao" berarti "meminta ketrampilan". Pada malam tanggal 7 bulan 7 itu, para gadis menyajikan buah - buahan dan semangka, yang dihias dengan benang sutera dan jarum sulam. Sesajian ini disertai dengan harapan semoga Zhi Nii mengajarkan ketrampilan menenunnya kepada mereka. Lalu entah bagaimana prosesnya, lama - kelamaan orang menganggap bahwa Zhi Nii itu sesungguhnya terdiri dari 7 orang Dewi bersaudara. Sehingga kemudian muncul satu dongeng lain yang menceritakan salah satu dari 7 dewi itu, yaitu Dewi Bungsu, yang paling kecil, jatuh cinta dengan seorang manusia biasa Dong Yong. Perkawinan mereka disaksikan oleh Tu Di si Dewa Bumi, tapi kemudian juga berakhir tragis, karena sang Dewi Bungsu harus kembali ke Kahyangan.

Kisah yang menceritakan ihwal Dewi Bungsu dan Dong Yong disebut Tian Xian Pei yang berarti "peijodohan Dewi Langit". Min-nan ( Fujian selatan ) merupakan tempat dimana penduduknya percaya bahwa Zhi Nii terdiri dari tujuh orang dewi. Pada saat berlangsungnya upacara qi-qiao, disamping semua keperluan wanita seperti lipstick, bedak, dan sutra merah, diatas meja sembahyang juga disediakan kembang gula, bunga Gui, biji wijen dan onde - onde yang terbuat dari tepung beras, serta buah - buahan dan semangka yang masih segar. Sajian terpenting adalah yang disebut Qi-niang-ting (Paseban Dewi Ketujuh), Qi-niang-qiao (Tandu - Dewi ketujuh) dan Qi-niang-shen-deng (Lampu suci untuk Dewi ketujuh).

Qi-niang-ting adalah sebuah rangon kecil yang terbuat dari kertas dan perekat, Qi-niang-qiao adalah tandu kecil yang juga terbuat dari kertas, dan Qi-niang-shen-deng adalah lentera dari kain, yang bertuliskan 4 buah huruf "qi-niang-shen-deng" serta digambari seorang Dewi diatas gundukan awan sambil menggendong seorang anak, dewi dalam gambar ini adalah Dewi Bungsu yang menikah dengan Dong Yong, ia melahirkan anak untuk Dong Yong agar pemuda yang berbakti itu tak sampai putus keturunannya.
Kebiasaan ini lalu menyebar sampai Taiwan, Dewi Bungsu yang kemudian secara umum disebut sebagai Qi Niang Ma dianggap sebagai Dewi Pelindung Anak - anak. Kepercayaan akan dewi anak - anak ini menjadi lebih penting dari pada kebiasaan qi-qiao, yang berasal dari daratan Fujian.
Dalam upacara tanggal 7 bulan tujuh malam itu, kisah Niu Lang dan Zhi Nii yang sangat mengharukan, bahkan hanya di singgung sambil lalu saja.
Upacara utama tetap ditunjukan untuk mohon perlindungan bagi anak-anak .
Tanggal ini di Taiwan dianggap sebagai hari lahir Qi Niang Ma, pada tanggal itu masyarakat mengadakan sembahyang di depan pintu menjelang senja. Sesajian dan perlengkapan sembahyang juga sama dengan apa yang dilakukan didaerah asalnya, Min-nan, ada Qi-niang-ting dan lain - lainnya.
Qi-niang-ting itu, beserta kertas - emas (kimcoa) baju kertas dan benda lainnya, dibakar bersama - sama setelah upacara selesai. Diantara barang - barang sesajian ada bermacam-macam bunga, seperti melati,jengger-ayam, kembang kantil dan bunga-bunga buatan. Kecuali itu ada juga pemerah bibir dan minyak wangi. Bunga dan alat - alat kecantikan itu begitu selesai upacara sembahyang lalu dilemparkan keatas genting.
Orang Taiwan umumnya, karena takut anaknya tidak dapat hidup sampai dewasa, membawa anak - anaknya yang masih belum genap berusia seminggu ke kelenteng untuk mohon perlindungan pada para Dewata Pelindung anak - anak, seperti Ma Zu, Guan Yin, Zhu Sheng Niang Niang dan lain - lain. Dihadapan para dewata itu mereka melakukan kebiasaan yang disebut jia-suo yang berarti "mengalungkan gembok". Mainan berbentuk gembok kecil, setempel perak, atau mata uang kuno dirangkai dengan seutas benang merah, lalu dikalungkan dileher sang anak, inilah yang disebut jia-suo. Kalau pada malam tanggal 7 bulan 7 itu sang anak telah berusia 16 tahun, yang berarti sudah remaja, sang ibu harus membawanya ke hadapan para dewata itu kembali untuk "melepaskan gembok" nya.
Upacara sembahyang "melepas gembok ini disertai sesajian berupa misoa, bak-cang dan lain - lain, sebagai tanda terima kasih. Qi Niang Ma juga termasuk salah satu Dewata Pelindung Anak. Kalau mereka dahulu melakukan "jia-suo" dihadapannya, "upacara melepas gembok" pun harus dilakukan disana. Biasanya diantara barang sesajian untuk Qi Niang Ma, di lengkapi juga dengan mi-soa dan bak-cang sebagai ucapan terima kasih, setelah upacara selesai barulah "gembok" dilepaskan.
Upacara qi-qiao sekarang ini sudah jarang dilakukan. Yang masih menjalankan biasanya terbatas dikalangan gadis - gadis. Mereka mengatur sembahyangan di ruang tengah, menyediakan bunga-bunga segar, bedak dan minyak-wangi, semangka dan buah - buahan lain, lalu melakukan qi-qiao di bawah sinar bulan purnama. Mereka mencoba memasukkan seutas benang sutra ke dalam lubang jarum sulam. Kalau temyata mereka berhasil memasukkan, berarti "qi-qiao" nya dikabulkan, dan kepandaian kerajian tangannya bisa diharapkan akan maju pesat. Bunga, bedak dan minyak wangi lalu dilemparkan keatap rumah begitu upacara selesai. Kalau kebetulan bunga - bunga atau wewangian itu jatuh di wajah atau tubuh, sang gadis akan makin can-
tik setelah dewasa.
Zhi Nii (Dewi penenun) mengapa bisa berubah menjadi Qi Niang Ma (Dewi Pelindung Anak)? Hal ini kiranya tidak leoas dari latar belakang ke-
jiwaan para wanita didaerah itu. Daerah Min-nan (Fujian selatan) sejak dulu-kala terkenal sebagai kampung halaman para Tionghoa perantau. Apa bila sang suami berangkat merantau keseberang lautan, sampai 7 atau 8 tahun, bahkan tidak kembali adalah hai lumrah.
Kisah Niu Lang Zhi Nii yang bertemu tiap tahun hanya sekali, dihati para wanita itu merupakan hai yang biasa, tidak aneh sama-sekali. Sebab itu mereka lebih mementingkan anak-anaknya. Dengan adanya anak-anak itu, hidupnya kelak dapat diharapkan terjamin, walau sang suami tidak kembali