Pages - Menu

Pages

Sabtu, 28 Januari 2012

Pertanyaan Seputar Hukum Karma

Tanya – Jawab Hukum Karma

1. Apakah semua orang bisa membuktikan dan mengetahui Hukum Karma ini?
Ya, semua orang bisa membuktikan dan mengetahuninya, bahkan agama Hindu sudah mengenal Hukum Karma ini sebelum ada Ajaran Buddha. Namun demikian, Hukum Karma sangatlah kompleks/rumit, hanya seorang Samasambuddha-lah yang benar-benar mengetahuinya. Hal ini bisa dilihat di Mahākammavibhanga Sutta – MN 136 bagaimana beberapa brahmana mempunyai pandangan salah tentang Hukum Karma ini. Hal ini bagaikan kasus beberapa orang buta yang mengatakan bentuk dari seekor gajah. Yang memegang telinganya, mengatakan bahwa gajah mirip sebuah kipas. Yang memegang gadingnya, mengatakan bahwa gajah mirip sebuah pedang. Yang memegang ekornya, mengatakan bahwa gajah mirip sebuah tali. Yang memegang belalainyanya, mengatakan bahwa gajah mirip sebuah ular, dan sebagainya. Mereka mengatakan hal yang benar, karena hal itu didapat dari pengalaman langsung mereka. Tetapi, karena hanya sebagian dari gajah yang dipegang, mereka belum mendapatkan seluruh informasinya; maka kesimpulan mereka tentang bentuk seekor gajah menjadi salah.

2. Apakah Karma bisa dihapus, disubtitusi?
Tidak, Karma bukan seperti barang dagangan yang bisa dibuang, diganti, atau diberikan kepada orang lain semau pemiliknya. Anda juga tidak bisa menguranginya seperti cara matematika, misalnya 1000 Karma buruk dikurang 500 Karma baik, maka Karma buruk yang tersisa tinggal 500, ataupun sebaliknya. Tetapi anda bisa mengkondisikan agar Karma tersebut tidak berbuah atau dengan kata lain membuatnya mandul. Bahkan Sang Buddha tidak bisa menghapus KarmaNya. Beliau masih mangalami sakit, terluka (jari kakinya), sakit pinggang, dan yang lainnya akibat buah Karma buruknya.

3. Apakah Hukum Karma ini adil?
Ya, karena Hukum Karma adalah hukum alam, tidak diatur dan dibuat oleh siapupun yang katanya maha kuasa, maha adil, dll. Hukum Karma bekerja sesuai dengan perbuatan tiap individu, jadi perbuatannyalah yang menentukan keadaan seseorang apakah dia cantik – jelek, kaya – miskin, pandai – bodoh, sehat – berpenyakitan, dan sebagainya. Maka, Hukum Karma ini adil.

4. Penjahat/bandit kecil seperti pencuri ayam bisa dipenjara beberapa bulan, disiksa, dipukuli, dan bahkan ada yang dipukuli sampai mati di tempat kejadian perkara, sedangkan para koruptor besar banyak yang bebas. Apakah ini adil bila ditinjau dari Hukum Karma?
Ya, hal itu adil karena hukuman yang diterimanya sesuai dengan apa yang dilakukannya dan kondisi Karmanya pada saat itu. Dia mencuri ayam kemungkianan besar karena miskin dan malas. Dia miskin karena Karma baiknya kecil dan Karma buruknya lebih dominan. Mencuri ayam adalah perbuatan buruk dan akibatnya tentu saja buruk. Selain itu, perbuatan ini mengkondisikan buah Karma buruk yang sekarang lagi diterimanya menjadi semakin kuat dan atau buah Karma buruk lainnya muncul. Maka, efek dari perbuatan buruk yang kecil saja akan membuatnya sangat menderita.
Perahu (Karma baik) yang dia miliki (sangat) kecil tetapi banyak bocornya (Karma buruk) besar. Walaupun tidak ada tambahan bocor yang baru, perahu tersebut sudah sulit untuk dijalankan; bagaikan sulitnya menjalani hidup sebagai orang miskin. Sehingga, tambahan bocor baru yang kecil saja akan mendatangkan kesulitan yang sangat besar, bahkan bisa membuat perahu tersebut termasuk pemiliknya tenggelam. Bagaikan bandit kecil yang mendapatkan banyak siksaan hanya karena mencuri ayam (bocor kecil yang baru), bahkan bisa sampai meninggal (tenggelam).
Sedangkan kasus koruptor besar, Karma baik (perahu) yang dia miliki sangat besar dan sedang berbuah, tetapi bocornya (Karma buruk) sangat kecil. Maka, dia seakan tidak merasakan penderitaan, hidupnya senang. Begitu terkena bocor yang baru, semakin besar bocornya (korupsinya) semakin terasa efeknya. Tetapi bila bocor barunya masih jauh lebih kecil dari kemampuan daya angkut perahunya, maka perahu tersebut beserta pemiliknya tidak banyak terpengaruh. Hal ini bisa dilihat, ada pelaku kasus korupsi kecil dipenjara lebih lama dari pelaku kasus korupsi lebih besar. Sesama pelaku kasus korupsi besar pun hukumannya lain-lain, sebab kemampuan daya angkut perahunya lain-lain. Jadi, bila ditinjau dari Hukum Karma, kasus-kasus seperti itu adalah adil.
Anda bisa bandingkan dengan kasus jendral Alātaka (kisah pertama) dan kasus Sa-ing (kisah kelima). Sa-ing adalah seorang pencuri. Tetapi, saat ia mencuri emas dan beras tetangganya, tidak ada yang menyangka Sa-ing sebagai pencurinya, karena dia adalah orang kaya (Karma baiknya sedang berbuah dan jauh lebih besar dari buah Karma buruknya). Tetapi setelah kekuatan Karma baiknya melemah dan Karma buruknya berbuah dan kekuatannya menjadi lebih kuat, dia meninggal dan terlahir di neraka.
Cerita yang serupa juga bisa anda temui di “Kisah dari Khemaka, Anak Laki-Laki Orang Kaya” - DhpA syair No. 309 dan 310. Khemaka bukan hanya terlahir menjadi anak orang kaya tetapi dia juga merupakan pria yang tampan, sehingga banyak sekali wanita yang jatuh hati kepadanya. Akibatnya, banyak sekali wanita yang menjadi korban petualangan cintannya. Penegak hukum telah tiga kali menangkapnya karena kasus perbuatan asusila dan membawanya kepada raja Pasenadi untuk diadili. Tetapi sang raja tidak memberikan hukuman karena dia adalah keponakan dari Anāthapiṇḍika[1]. Dia kemudian dibawa oleh Anāthapiṇḍika menghadap Sang Buddha. Di sana, Sang Buddha menasehati dan memberitahunya bahwa perbuatan asusila itu sangatlah tidak baik dan akan mendatangkan akibat buruk yang luar biasa (lihat kisah bhante Ānanda). Setelah mendengarkan nasehat Beliau, dia menjadi orang suci tingkat pertama (Sotāpanna). Di sini terlihat sekali betapa besar Karma baiknya; bila tidak, dia tidak mungkin menjadi seorang Sotāpanna.
Simaklah beberapa kondisi berikut ini:
Badan yang Sehat dan Kuat, flu tidak akan membuatnya sakit; tetapi,
Badan yang Lemah – penyakitan (seperti AIDS), flu bukan hanya membuatnya sakit, bahkan bisa membawa kematian.
Atap yang Kokoh, hujan besar pun tidak bocor; tetapi,
Atap yang Rapuh, hujan kecil (gerimis) pun bocor.
Milyader kehilangan uang Rp 50.000, mungkin tidak menyadarinya; tetapi,
(maaf) Tukang Becak kehilangan uang Rp 50.000, mungkin akan pusing tujuh keliling.
Banyak orang yang salah mengerti tentang hal ini, mereka hanya tahunya semua itu tidak adil dan berteriak-teriak meminta keadilan. Walaupun demikian, karena kadar kebodohannya sangat tebal, mereka percaya semua itu adalah cobaan dari sang maha adil dan maha kuasa. Pandangan ini adalah salah satu dari pandangan yang ekstrim dan salah. Pandangan ekstrim dan salah yang satunya lagi adalah menganggap bahwa tidak ada hasil dari sebuah perbuatan. Semua ini sebenarnya adalah kekuatan Karma masing-masing. Selama Karma baiknya masih dominan dan sedang berbuah, maka dia tidak merasakan atau terpengaruh oleh Karma buruknya. Tetapi, bukannya Karma buruk tersebut tidak ada, hanya belum tepat situasi dan kondisinya untuk berbuah. Sehubungan dengan hal ini, Sang Buddha menjelaskannya dalam sebuah syair Dhammapada No. 69, “Selama perbuatan buruk belum berbuah, si bodoh berpikir hal itu manis bagaikan madu; tetapi ketika perbuatan buruknya berbuah, ia akan menderita karenanya.”

5. Perbuatan atau Karma dapat dilakukan dengan berapa cara?
Tiga cara, perbuatan melalui pikiran (mano-kamma), ucapan (vacī-kamma), dan jasmani (kāya-kamma).

6. Perbuatan apa saja yang dapat menghasilkan Karma buruk?
Ada sepuluh perbuatan yang menghasilkan Karma buruk (akusala kamma patha)[2].
Akusala-mano-kamma (perbuatan buruk melalui pikiran):
Abhijjhā: tamak/serakah – ingin menguasai milik orang lain.
Byāpāda: niat jahat – menginginkan seseorang/orang lain celaka, terbunuh, atau musnah.
Miccha-diṭṭhi: pandangan salah – berpikir bahwa: tidak ada manfaat dari pemberian, persembahan, dan pengorbanan; tidak ada hasil dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada: kehidupan saat ini, kehidupan akan datang, ibu, ayah, dan kelahiran spontan; dan tidak ada makhluk suci yang telah berjalan dan berlatih dengan benar, yang menyatakan adanya kehidupan saat ini dan kehidupan akan datang setelah mengetahuinya dan mengalaminya berdasarkan pengalaman langsungnya sendiri.
Akusala-vacī-kamma (perbuatan buruk melalui ucapan):
Musāvādā: berbohong – tidak tahu mengatakan tahu, tahu mengatakan tidak tahu, belum melihat mengatakan telah melihat, telah melihat mengatakan belum melihat. Seseorang dapat melakukan hal ini demi dirinya sendiri, demi orang lain, atau demi mendapatkan hadiah/sesuatu.
Pisunavācā: memfitnah/mengadu domba – apa yang didengarnya di sini, dia katakan di sana untuk memisahkan mereka yang di sana dengan mereka yang di sini atau sebaliknya. Sehingga, membuat mereka yang bersatu menjadi terpecah dan meningkatkan perselisihan bagi yang telah terpecah. Ia menyukai, menyenangi pembicaraan yang membuat terjadinya perselisihan/perpecahan.
Pharusāvācā: bicara kasar – perkataan yang: memicu munculnya kemarahan dan tidak kondusif untuk terjadinya konsentrasi; serta kata-kata marah: yang tajam, menusuk, keras.
Samphappalāpa: gosip, bicara yang tidak bermanfaat – pembicaraan yang tidak tepat waktunya, tidak berdasarkan fakta, dan tidak sesuai dengan Dhamma dan vinaya.
Akusala-kāya-kamma (perbuatan buruk melalui jasmani):
Pānātipātā: membunuh.
Adinnādānā: mencuri – mengambil barang yang tidak diberikan.
Kamesu-micchācārā: melakukan perbuatan asusila – melakukan hubungan seksual bukan dengan pasangannya (istri/suami). Pria tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan wanita yang masih berada dalam lindungan: ibu, ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, kerabat, dan yang telah bersuami, yang mengakibatkan mendapatkan hukuman, dan yang telah bertunangan. Bagi wanita, tidak dijelaskan di sutta, penulis berpendapat hal ini seharusnya mempunyai kategori yang sama dengan yang pria.
Tetapi bila ditinjau menurut Abhidhamma, bukan hanya itu saja. Semua kesadaran (pikiran) yang berhubungan dengan keserakahan (lobha), kebencian/kemarahan (dosa), dan kebodohan (moha), adalah hal yang tidak baik. Contoh, anda ingin makan makanan kesukaan anda, ini berarti pikiran anda bersekutu keserakahan, maka ini pun termasuk hal yang tidak baik. Walaupun tampaknya sepele, tetapi hal ini bisa membuat anda terlahir di alam rendah. Contohnya adalah bhante Tissa[3], karena melekat pada jubahnya (ingin pakai jubah yang baru didapatnya di hari berikutnya), ia terlahir menjadi kutu di jubahnya setelah meninggal. 

7. Perbuatan apa saja yang dapat menghasilkan Karma baik?
Perbuatan-perbuatan ini merupakan kebalikan dari 10 perbuatan buruk di atas.
Kusala-mano-kamma (perbuatan baik melalui pikiran):
Anabhijjhā: tidak tamak/serakah.
Abyāpāda: niat/pikiran baik – pikiran yang mengharapakan orang lain bahagia: semoga mereka bebas dari rasa dendam/kebencian, bebas dari tekanan/ penganiyayaan, bebas dari masalah, dan semoga mereka dapat menjaga diri mereka dengan mudah/damai.
Sammā-diṭṭhi: pandangan benar.
Kusala-vacī-kamma (perbuatan baik melalui ucapan):
Musāvādā-virati: menghindari/tidak berbohong.
Pisunavācā-virati: menghindari/tidak memfitnah – menyukai terjadinya persatuan.
Pharusāvācā-virati: menghindari/tidak bicara kasar – bicara dengan kata-kata yang: enak didengar, sopan, menyentuh hati, penuh kasih sayang, dan menyenangkan.
Samphappalāpa-virati: menghindari/tidak gosip atau kata-kata/pembicaraan yang tidak bermanfaat.
Kusala-kāya-kamma (perbuatan baik melalui jasmani):
Pānātipātā-virati: menghindari/tidak membunuh.
Adinnādānā-virati: menghindari/tidak mencuri.
Kamesu-micchācārā-virati: menghindari/tidak melakukan perbuatan asusila.
Pada perbuatan baik melalui ucapan dan jasmani terdapat kata ‘menghindari’ (virati). Jadi, hanya dengan menghindari sesuatu yang salah anda telah mendapatkan kebaikan, ini dapat dikatakan sebagai tindakan yang pasif. Contoh: pegawai anda melakukan kesalahan, sehingga timbul kesempatan untuk memarahinya (bicara kasar), tetapi anda memilih diam saya. Maka anda telah melakukan kebaikan karena telah menghindari terjadinya bicara kasar. Tetapi akan jauh lebih baik bila anda memberinya nasehat dengan kata-kata yang halus dan enak di dengar, sehingga dia tidak mengulangi kesalahannya. Contoh lain, misalnya anda melihat uang yang terjatuh di jalan dan mempunyai kesempatan untuk mengambilnya (tindakan ini termasuk pencurian, karena uang itu tidak diberikan kepada anda). Maka, dengan tidak/menghindari mengambil uang tersebut, anda telah melakukan kebaikan. Namun, akan menjadi lebih baik bila anda mengetahui saat uang itu terjatuh, anda memberitahu pemiliknya atau mengambil dan mengembalikannya kepada pemiliknya.
Selain itu ada juga yang disebut dengan landasan perbuatan berjasa (puñña-kiriya-vatthu). Inilah perbuatan yang seharusnya semua orang melakukannya.
Dāna - berdana.
Sīla - menjalankan sila, praktek moralitas.
Bhāvanā – melatih meditasi, samatha dan khususnya vipassanā.
Appacāyana – menghormati orang yang lebih tua dan orang yang patut dihormati.
Veyāvacca – membantu orang lain melakukan kebaikan.
Pattidāna – berbagi/melimpahkan jasa kebajikan.
Pattānumodana – turut berbahagia atas perbuatan baik orang lain.
Dhamma-savana – mendengarkan Dhamma/Kebenaran.
Dhamma-desanā – memberikan ceramah atau mengajarkan Dhamma/Kebenaran.
Diṭṭhijjukamma – meluruskan pandangan sehingga mempunyai pandangan benar.
Nomor 1, 6, dan 7 termasuk dalam kelompok berdana. Nomor 2, 4, dan 5 termasuk dalam kelompok moralitas/sila. Sisanya adalah termasuk dalam kelompok meditasi.

8. Apakah semua perbuatan yang dilakukan seseorang selalu memberikan hasil?
Tidak, karena semua perbuatan yang dilakukan seorang Arahat tidak memberikan hasil lagi. Arahat di sini maksudnya adalah Sammāsambuddha, Paccekabuddha, dan semua Arahat murid Sammāsambuddha.

9. Apakah buah dari perbuatan seseorang pasti akan diterima/ dialaminya?
Tidak. Menurut waktu berbuahnya, hasil Karma (vipāka) bisa dibagi menjadi 3:
Karma yang berbuah di kehidupan ini (dittha-dhamma-vedanīya kamma), anggap ini kehidupan ke-1 (hanya untuk mempermudah penjelasan).
Karma yang berbuah di kehidupan berikutnya - tepat setelah kehidupan ini (upapajja-vedanīya-kamma), ini adalah kehidupan ke-2.
Karma yang berbuah di kehidupan berikutnya setelah kehidupan ke-2 sampai kehidupan terakhir, saat seseorang mencapai Nibbāna (aparāpariya-vedanīya-kamma).
Buah Karma nomor 1 dan 2, jika tidak ada kondisi yang tepat untuk bermanifestasi, maka setelah kehidupan ke-1 atau ke-2, mereka akan kadaluwarsa dan tidak bisa memberikan hasil kembali. Saat itu mereka dapat dikatakan sebagai Karma mandul (ahosi-kamma). Sedangkan Karma yang nomor 3, selama seseorang masih berkelana dalam lingkaran kehidupan (kelahiran dan kematian), maka Karma ini tidak akan pernah kadaluwarsa. Saat kondisi yang tepat muncul, maka Karma ini akan memberikan hasilnya. Karma ini hanya akan berakhir masa aktifnya bila seseorang mencapai Nibbāna.
Jadi harap diingat bahwa Karma tidak bisa disubtitusi, tetapi bisa dikondisikan sehingga dia tidak bisa memberikan hasil. Misalnya anda mempunyai biji mangga, bila anda tidak meletakkannya di tempat yang mempunyai konsidi yang cocok (tidak ada tanah, air, dan cahaya matahari), maka biji tersebut tidak akan tumbuh. Mungkin biji mangga tersebut akan bertahan beberapa waktu, tetapi bila dibiarkan seperti itu terlalu lama, maka biji tersebut kehilangan kemampuannya untuk tumbuh menjadi pohon mangga yang baru (kadaluwarsa). Setelah kadaluwarsa, maka walaupun biji itu mendapatkan kondisi yang tepat untuk terjadinya pertumbuhan, biji tersebut tetap tidak akan tumbuh kembali. Hal ini bagaikan Karma nomor 1 dan 2.
Untuk Karma yang nomor 3, Karma ini bagaikan biji mangga yang tidak pernah kadaluwarsa, tetap mempunyai potensi untuk tumbuh. Biji mangga ini akan selalu ikut dengan anda dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya. Maka bila suatu saat biji tersebut mendapatkan kondisi yang tepat, dia akan tumbuh menjadi pohon mangga. Tetapi bila anda tetap menjaganya sehingga biji tersebut tidak pernah bertemu dengan kondisi yang tepat dan akhirnya anda meninggal untuk yang terakhir kalinya dan tidak akan terlahir kembali (mencapai Nibbāna), maka biji mangga tersebut tidak bisa lagi mengikuti anda.
Dalam satu proses pikiran, ada 17 macam kesadaran (citta), 7 diantanya adalah javana citta. Karma terjadi pada 7 javana citta tersebut. Di Visuddhi Magga - XIX, dijelaskan bahwa Karma nomor 1 itu terjadi di javana ke-1, Karma nomor 2 itu terjadi di javana ke-7, dan Karma nomor 3 itu terjadi di javana ke-2 sampai ke-6. Anda juga bisa membaca penjelasan ini di buku “Kehidupan Mulia Ini.” 

10. Apakah Hukum Karma sama dengan takdir/nasib?
Tidak, mereka sangat berbeda. Takdir/nasib adalah suatu pandangan yang menganggap atau percaya bahwa keadaan seseorang telah ditentukan oleh suatu kekuatan atau sang pencipta. Namun, berdasarkan Hukum Karma, keadaan seseorang ditentukan oleh pebuatannya sendiri, bukan oleh kekuatan yang lainnya. Jadi keadaan seseorang berdasarkan Hukum Karma dapat dirubah-rubah atau dikondisikan oleh orang itu sendiri melalui perbuatannya. Contoh: bila anda ingin menjadi bijaksana, maka bertemanlah dengan para bijaksana. Dengan demikian, orang yang terlahir bodoh pun, bila ia ingin berubah menjadi orang yang bijaksana; ia dapat melakukannya jika ia mau berusaha. Bila berdasarkan nasib/takdir, betapa malangnya orang yang mendapat nasib menjadi orang bodoh, cacat, jelek, miskin, dan sebagainya.

11. Apakah Hukum Karma dibuat oleh Sang Buddha?
Tidak, Beliau hanya menemukan dan mewartakannya kepada dunia. Hukum Karma adalah hukum alam, ada atau tidak ada Buddha, Hukum Karma tetap ada. Sama seperti hukum Newton (gravitasi), hukum itu tidak diciptakannya, tetapi Newton hanya menemukannya. Bukti lain adalah pemeluk agama Hindu telah mengenal Hukum Karma sebelum ada Ajaran Buddha.

12. Apakah seseorang bisa mengetahui kapan akan menerima buah Karmanya?
Ya. Sebagai contoh lihat kisah “Kehidupan Masa Lalu Ānanda Thera,” dalam cerita tersebut putri Rujā dapat mengetahui kehidupan yang akan datangnya dan hasil perbuatan yang mana yang akan membawanya terlahir di alam dewa. Selain itu, Para Buddha bisa memprediksikan kehidupan yang akan datang seseorang, bahkan kemunculan para Buddha yang berikutnya; walaupun kemunculan seorang Buddha sangatlah jarang karena perjalanan untuk memenuhi kualitas kesempurnaan (pāramī) untuk menjadi seorang Buddha sangatlah panjang/lama. Waktu tercepat yang bisa dicapai oleh seorang calon Buddha (bodhisatta) untuk mendapatkan pāramī yang penuh adalah 4 AK[4] ditambah 100.000 mahā-kappa. Kappa (aeon) = masa dunia atau siklus dunia. Antara-kappa = waktu yang dibutuhkan dari proses umur seorang manusia dari 10 tahun sampai ribuan tahun, lalu kembali sampai 10 tahun lagi. Asankheyya-kappa = 20 antara-kappa. Mahā-kappa = 4 asankheyya-kappa. Berdasarkan kitab komentar, 1 Asankheyya-kappa kira-kira 10 pangkat 140 (1 dengan 140 angka nol dibelakangnya, ceramah SayādawGyi U Pandita, Jan 2007).
Setiap pagi Sang Buddha menerawang dunia untuk melihat siapa yang bisa ditolongnya dan siapa yang bisa tercerahkan. Contohnya adalah dalam kisah Maṭṭakuṇḍalī[5] – DhpA syair No. 2, The story of Maṭṭakuṇḍalī. Dalam kisah ini Sang Buddha melihat apa yang akan terjadi bila Beliau mengunjungi Maṭṭakuṇḍalī, mulai dari apa yang akan dilakukannya, terlahirnya dia di alam dewa karena perbuatannya, dan akhirnya menjadi Sotāppana. Banyak cerita yang menggambarkan hal ini, dan bukan hanya Sang Buddha yang bisa melakukannya, tetapi para murid beliau juga banyak yang bisa, beberapa diantaranya adalah bhante Sariputta, Mahā Moggallāna, dan Mahā Kassapa.
Sebenarnya kehidupan ini hanyalah suatu rentetan proses dari fenomena mental dan jasmani yang timbul-tenggelam setiap saat. Jadi, anda yang sekarang dan anda yang satu detik (bahkan sepertrilyun) yang lalu sudah berbeda. Bila anda bisa melatih dan mengembangkan kemampuan pikiran anda, maka anda akan dapat melihat ke masa lalu dan masa depan sesuka anda (seperti Sang Buddha). Mari tinjau kasus ini, seorang pedagang beras, ketika baru bangun dia merenung bahwa hari ini dia akan mulai berjualan dari jam 07:00 – 17:00, berapa banyak beras yang akan dijualnya dan keuntungan yang didapatnya setiap satu Kg beras. Maka, dia akan dapat memprediksi kira-kira keuntungan yang didapatnya hari itu. Contoh ini adalah hanya penyederhanaan proses dari bagaimana seseorang bisa melihat hasil dari tindakan yang dilakukannya ataupun melihat masa depan. Tentu saja melihat proses Karma yang sesungguhnya, jauh lebih rumit dari contoh ini.  
13. Menurut Ajaran Buddha, tidak ada sesuatu yang kekal, begitu juga seorang makhluk. Bila demikian, mengapa seseorang harus memperdulikan Hukum Karma, toh bukan dia (pelaku perbuatan) yang merasakan akibatnya?
Ya, seperti yang telah diuraikan dipertanyaaan sebelumnya, setiap saat fenomena selalu berubah. Walaupun demikian, orang (fenomena) yang baru ini tidak berbeda dan juga tidak sama dengan orang (fenomena) yang sebelumnya. Oleh karena itu, ada pernyataan yang berbunyi, “Ada penderitaan tetapi tidak ada yang mengalaminya.” Ketika anda kepedasan karena menggigit cabai secara tidak sengaja, mengapa anda meringis atau mencari air untuk mengurangi rasa pedas tersebut? Toh bukan anda yang kepedasan! Mengapa anda bekerja keras untuk mendapatkan uang, toh bukan anda yang menerima uangnya. Karena, anda yang baru, “walaupun tidak sama, tetapi juga tidak berbeda” dengan anda yang lama. Maka anda harus memperdulikan Hukum Karma ini, agar anda terhindar dari akibat buruk. Bila hal ini dapat dilakukan, anda akan naik level, dan dengan meningkatnya kebijaksanaan, anda bahkan tidak akan mengharapkan hasil dari Karma baik. Saat anda menjadi Arahat, semua perbuatan anda tidak akan memberikan hasil lagi; dan setelah wafat anda akan terbebas dari segala penderitaan, juga terbebas dari Hukum Karma. Tetapi untuk mencapai hal itu anda harus berjuang tahap demi tahap. Sekarang mulailah dari tahap dasar terlebih dahulu yaitu memahami Hukum Karma dengan baik sehingga ada kesadaran untuk menghindari perbuatan buruk.

14. Apakah cara terbaik untuk menghindari akibat dari buah Karma buruk?
Buah perbuatan buruk dapat dihindari dengan memperbanyak perbuatan baik yaitu dana, sila, dan meditasi[6]. Tetapi, yang terbaik adalah dengan berlatih meditasi vipassanā. Contoh yang paling mudah adalah kasus Angulimāla dan Tambadāthika - Sang Algojo[7]. Mereka adalah pembunuh dan pasti jatuh ke 4 alam rendah (binatang, hantu kelaparan, jin, dan neraka) akibat buah dari Karma buruknya. Namun demikian, akibat kekuatan Karma baik yang luar biasa dari berlatih meditasi vipassanā, mereka tidak jatuh ke alam rendah. Tambadāthika terlahir di alam dewa tingkat 4 (Tusita) dan Angulimāla, ia bahkan terbebas untuk selamanya, karena dia berlatih hingga mencapai Nibbāna. Bila anda memperbanyak perbuatan baik, anda bagaikan membangun benteng pertahanan. Semakin kokoh benteng pertahanan anda, maka semakin sulit untuk diserang oleh musuh (akibat dari buah Karma buruk). Sekarang anda masih mempunyai kesempatan untuk berlatih meditasi vipassanā ini, jangan sia-siakan kesempatan yang sangat mulia ini, kalau-kalau anda akan menyesalinya di kemudian hari.

15. Enam rintangan/halangan yang mengakibatkan seseorang tidak bisa tercerahakan ketika mendengarkan dan (atau) berlatih Dhamma?
Orang yang melakukan Karma sangat berat (garuka-kamma) di kehidupan ini[8], memiliki rintangan dari kekotoran mental, sedang menerima akibat garuka-kamma dari kehidupan yang lalu, tidak memiliki keyakinan (saddha) yang cukup, tidak memiliki keinginan untuk mendengarkan dan (atau) berlatih Dhamma, tidak mempunyai bibit kebijaksanaan (pengetahuan tentang timbul dan tenggelamnya fenomena mental dan jasmani atau seorang yang terlahir dengan dua akar – dvihetuka: ‘alobha, adosa’). Avaranata Sutta – Rintangan, AN 6.86.
Garuka-kamma terbagi 2, yang baik dan yang buruk. Garuka-kamma buruk terdiri dari: Membunuh ibu, membunuh ayah, membunuh Arahat, melukai Sang Buddha, dan menyebabkan perpecahan sebuah Sangha. Dalam Buku “Buddha Abhidhamma – Ultimate Science” karangan DR. Memh Tin Mon, disebutkan bahwa ‘Pandangan Salah yang Permanen’ juga tergolong garuka-kamma buruk. Garuka-kamma baik terdiri dari: pencapaian 5 rūpa jhāna, 4 arūpa jhāna dan pencapaian 4 Lokuttara-Magga (4 kesadaran adiduniawi jalan kesucian).

 
16. Di buku paritta dikatakan bahwa Karma adalah propertiku (Kammassaka), aku adalah pewaris Karmaku sendiri (Kammadāyadā), terlahir oleh Karmaku sendiri (Kammayoni), Karma adalah kerabat/temanku (Kammabandhu), dan Karma adalah pelindungku (Kammappatissaranā). Tolong jelaskan maksudnya!
Ya, memang demikianlah kebenaran yang sesungguhnya. Hal tersebut dikatakan oleh Sang Buddha dalam Culakammavibhanga Sutta - MN 135
Karma adalah propertiku (Kammassaka). Semua kekayaan yang anda miliki saat ini seperti emas, rumah, mobil, dll., bukanlah kekayaan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan mereka tidak bisa terus bersama anda, tidak bisa anda bawa ke kehidupan selanjutnya. Bahkan beberapa properti anda, tidak bisa anda bawa ke negara lain, misalnya rumah dan tanah anda. Untuk dapat dibawa ke negara lain, anda harus mengkonversinya menjadi uang terlebih dahulu, tetapi uang tetap tidak bisa dibawa ke kehidupan selanjutnya. Selain itu, mereka juga selalu menjadi target dari 5 musuh, yaitu: banjir, api, pemerintahan yang korup (bisa menyitanya), pencuri, dan pewaris yang tidak layak mendapatkan warisan (anak durhaka, dia mungkin akan merebutnya sebelum diberikan). Agar dapat dibawa ke kehidupan selanjutnya, maka anda harus mencairkannya dengan cara mendanakannya. Jasa (pahala) dari berdana tersebut adalah Karma baik dan dapat anda bawa kemana pun anda pergi, baik di kehidupan ini maupun ke kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, para bijaksana mengatakan bahwa intisari dari kekayaan adalah berdana. Karena berdana adalah cara satu-satunya untuk mengkonversi kekayaan anda menajdi Karma baik. Terlebih lagi, Karma baik ini akan terus menjadi milik anda, tidak ada seorang pun yang bisa merebutnya. Jadi, pernyataan bahwa Karma adalah propertiku sangatlah tepat.
Aku adalah pewaris Karmaku sendiri (Kammadāyadā). Seseorang bisa saja menjadi pewaris kekayaan orang tuanya. Tetapi, hal ini pun belumlah pasti, karena bila anak tersebut kurang ajar, durhaka, dan tidak pantas menerimanya, maka dia kemungkinan besar tidak menjadi pewaris kekayaan orang tuanya. Penulis pernah membaca berita, di Amerika Serikat, ada seorang nenek kaya yang mewarisi jutaan dollar harta kekayaannya kepada anjing peliharaannya, bukan kepada anak ataupun saudaranya. Tetapi seseorang pasti akan mewarisi semua buah dari perbuatannya (Karmanya) baik itu buah yang baik ataupun yang buruk. Tidak akan ada orang lain yang bisa mewarisi, mengambil, dan memusnahkan buah dari Karma seseorang. Oleh karena itu, dia adalah pewaris Karmanya sendiri, begitu juga dengan anda. 

Terlahir oleh Karmaku sendiri (Kammayoni). Mungkin anda akan bertanya, jadi bukannya dilahirkan oleh orang tua masing-masing? Dalam Hukum Karma ada yang disebut sebagai janaka-kamma, inilah Karma produktif, Karma yang membuat seorang makhluk terlahir kembali. Peranan orang tua dalam hal ini hanyalah media atau faktor pendukung. Seorang petani dapat menanam pohon di berbagai media, misalnya tanah, batu, pasir, kayu, arang, air, dan lain-lain. Namun demikian, tanpa biji pohon yang akan ditanamnya, maka tidak akan ada pohon, walaupun petani tersebut memiliki media yang sangat subur. Dari perumpamaan di atas, Karma bagaikan biji pohon dan orang tua adalah media tanamnya. Tidakkah anda tahu bahwa banyak kasus pasangan yang subur kesulitan atau bahkan tidak mempunyai anak. Hal ini disebabkan belum ada janaka-kamma yang sesuai dengan Karma pasangan tersebut. Jadi pernyataan di atas adalah suatu kebenaran.
Karma adalah kerabat/temanku (Kammabandhu). Orang lain baik itu, kerabat, teman, keluarga, bahkan orang tua anda sekali pun, tidak bisa selalu menemani anda, apalagi membantu dan menjadi tempat bergantung. Mereka juga mempunyai urusan masing-masing. Bila mau jujur, sedikit sekali teman yang benar-benar baik. Mereka selalu datang dan pergi. Pada umumnya, mereka datang pada saat anda dalam keadaan baik, bahagia, sukses, jaya, atau berada di puncak. Tetapi, saat anda sedang terpuruk, sebagian besar dari mereka melarikan diri, jangankan berkunjung, menelpon anda pun tidak. Saat itu, biasanya hanya orang tua andalah yang perduli. Tetapi, suatu saat kedua orang tua anda juga harus pergi (tutup usia), jadi mereka pun tidak bisa dikatakan sebagai teman sejati. Seperti yang telah di uraikan di atas, Karma anda selalu bersama anda. Tidak perduli anda dalam situasi dan keadaan apapun, Karma anda selalu menemani anda. Oleh karena itu, Sang Buddha mengatakan bahwa Karma adalah kerabat/temanku (Kammabandhu).
Karma adalah pelindungku (Kammappatissaranā). Tidak ada apapun yang permanen, sesuatu yang tidak permanen, tidak bisa diandalkan (dijadikan tempat berlindung). Tetapi Karma adalah properti, teman anda, yang melahirkan anda; dan hanya andalah pewaris satu-satunya dari Karma anda, bukan orang lain. Jadi Karmalah yang sesungguhnya anda harus jadikan tempat berlindung bagi diri anda, bukan apapun (pohon besar, api, gunung, bintang, dll., bahkan Dhamma) atau siapapun (teman, orang tua, dewa, brahma, yang maha kuasa, Sangha, dll., termasuk Buddha). Tri-Ratna tidak bisa melindungi anda, walaupun anda sembahyang tiap hari kepada Tri-Ratna seumur hidup anda. Sesuatu yang pasti anda dapatkan adalah kematian. Sang Buddha telah mencapai Nibbāna, tidak berhubungan lagi dengan anda atau siapapun. Beliau telah berjuang untuk diriNya dan semua makhluk guna menemukan Dhamma/Kebenaran sejati. Beliau telah mewartakannya dan memberitahu bagaimana cara menjalani hidup sesuai dengan Dhamma sehingga semua makhluk dapat mencapai apa yang Beliau capai, yaitu kedamaian sejati (Nibbāna). Sang Buddha telah menyelesaikan tugas muliaNya.
Dhamma adalah Kebenaran, hukum atau peraturan yang bila dilaksanakan dengan baik, maka hasilnya baik; bila dilanggar, maka keburukan atau penderitaanlah hasilnya. Contoh sederhana yaitu bila semua orang melaksanakan panca-sila, maka dunia akan damai. Karena lebih banyak orang yang melanggarnya, makanya dunia ini kacau balau dan penuh penderitaan. Jadi Dhamma bukanlah tempat untuk meminta perlindungan, tetapi merupakan sesuatu yang harus semua orang jalani. Bagaimana dengan Sangha (persaudaraan para bhikkhu, baik yang sudah suci ataupun belum)? Mereka adalah murid Sang Buddha, kalau Sang Buddha saja tidak bisa melindungi anda, apalagi Sangha. Anggota Sangha yang telah suci dan telah parinibbāna (telah wafat dan mencapai Nibbāna), tidak bisa diminta bantuannya lagi. Yang telah mencapai kesucian dan masih hidup hanya dapat mengajarkan Dhamma kepada anda. Yang belum suci, masih berjuang mencapai kesucian dan juga hanya dapat mengajarkan Dhamma kepada anda. Saat ini, bahkan sebagian besar dari mereka tidak berjuang dan menyimpang dari Dhamma, bagaimana anda meminta perlindungan pada mereka? Melindungi diri mereka sendiri saja tidak bisa.
Dengan pemahaman Dhamma yang benar, anda dapat menjalani hidup ini sesuai dengan Dhamma, dan hasilnya adalah Karma baik. Karma baik inilah yang mengkondisikan anda mendapatkan kehidupan yang baik sehingga anda dapat meneruskan perjalanan Dhamma anda, khususnya meneruskan perjuangan anda dalam mengembangkan Jalan Mulia Beruas 8 (Dhamma yang dapat membawa anda ke akhir penderitaan). Dengan perjuangan yang gigih dan terus-menerus, maka suatu saat dapat diharapkan anda mencapai Dhamma Mulia (Magga, Phala, dan Nibbāna). Perjuangan adalah usaha, usaha adalah perbuatan, perbuatan adalah Karma. Siapa yang melakukan perjuagan? Diri anda sendiri. Oleh karena itu, berlindunglah pada diri anda sendiri, pada Karma anda, bukan kepada apapun atau siapapun.
Untuk menguatkan pernyataan di atas, berikut ini adalah beberapa wejangan Sang Buddha yang dapat anda baca di Dhammapada.
Syair 379: Oh para bikkhu, dengan dirimu sendirilah kau mendesak (menasehati) dan mengobservasi (menyelidiki) dirimu; demikianlah, dengan menjaga dirimu dan selalu waspada (menjaga perhatian murni, sati), kau dapat mencapai perlindungan (menjadi Arahat, mencapai Nibbāna), yang merupakan hal yang sangat sulit di dapat.
Syair 380: Dirinya sendirilah sesungguhnya tempat berlindung bagi dirinya (bagaimana orang lain menjadi tempat berlindung bagi dirinya?). Dirinya sendirilah sesungguhnya surga bagi dirinya; oleh karena itu, jagalah dirimu sendiri bagaikan pedagang kuda menjaga kuda keturunan murninya (kuda unggul).
Apakah anda tahu Patacara? Seorang wanita anak kaya raya yang kimpoi lari dengan tukang kebunnya. Suatu hari pergi ke rumah orang tuanya untuk melahirkan anak keduanya di sana, tetapi akhirnya dia melahirkan anaknya di perjalanan. Sang suami yang mengambil air untuk bersih-bersih, meninggal digigit ular. Maka ia putuskan untuk meneruskan perjalanan dengan kedua anak. Saat menyeberangi sungai, anak pertamanya meninggal terseret arus sungai dan anak yang baru dilahirkannya meninggal di mangsa burung elang. Kemudian dia mendapati seluruh keluarga dan harta bendanya juga sudah musnah karena bencana alam, maka dia menjadi gila. Secara kebetulan dia berjalan ke arah tempat orang-orang yang sedang mendengarkan ceramah Sang Buddha. Begitu dia mendekat, Sang Buddha berkata kepadanya, “Patacara, anak laki-laki ataupun perempuan tidak bisa menjagamu, bahkan jika mereka hidup pun, mereka tidak ada (menjagamu). Para bijaksana melaksanakan sila dan menyingkirkan rintangan (kekotoran mental) yang menghalangi jalan menuju Nibbāna.” Kemudaian Beliau mengucapkan 2 syair, nomor 288 dan 289.
Syair 288: Bukan anak laki-laki, bukan orang tua, ataupun saudara dekat yang dapat melindungi seseorang yang terserang/terancam kematian. Sesungguhnyalah, bukan sanak keluarga mau-pun teman-teman yang dapat memberi perlindungan.
Syair 289: Mengetahui hal ini, para bijaksana yang terkendali dalam sila harus secepatnya menyingkirkan rintangan (kekotoran mental) yang menghalangi jalan menuju Nibbāna.
Intinya adalah tidak ada seorang pun yang dapat memberikan perlindungan. Berjuanglah sendiri dengan melaksanakan sila dan singkirkan kekotoran mental (kilesa) dengan melatih meditasi vipassanā dan akhirnya mencapai Nibbāna.
Suatu hari, saat para bhikkhu sedang berkumpul, beberapa orang bhikkhu berkata kepada Sang Buddha, “Yang Mulia, seandainya ibu Kumarakassapa mengikuti nasehat Devadatta, dia dan anaknya tidak akan menjadi Arahat. Pasti, Devadatta telah berusaha membuatnya salah jalan; tetapi Anda, Yang Mulia, adalah pelindung bagi mereka!” Sang Buddha berkata kepada mereka, “Para bhikkhu, dalam berusaha mencapai alam dewa atau mencapai tingkat kesucian Arahat, kamu tidak dapat bergantung pada orang lain, dirimu sendirilah yang harus bekerja keras.” Kemudian Beliau mengucapkan syair nomor 160.

Syair 160: Dirinya sendirilah sesungguhnya pelindungnya, bagaimana orang lain menjadi tempat berlindung bagi dirinya? Saat dirinya telah terkendali sepenuhnya, dia mencapai perlindungan (menjadi Arahat), sesuatu yang sangat sulit di raih.
Jadi, berlindunglah pada diri anda sendiri. Jika anda ingin melindungi diri anda, maka anda akan melakukan kebaikan, berjalan sesuai dengan Dhamma. Hasil yang anda petik adalah Karma baik, dan Karma baik inilah yang melindungi anda. Jadi, Karmalah pelindung anda. 

17. Jika Karma adalah pelindungku (Kammappatissaranā), mengapa umat Buddha membaca Tisarana (3 perlindungan), bukankah itu meminta perlindungan pada Tri-Ratna?
Bila diartikan secara harafiah (kata demi kata), artinya adalah mereka pergi berlindung pada Tri-Ratna. Namun arti sebenarnya, bukan meminta untuk dilindungi; tetapi berjanji akan menjalani Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha dan Sangha (sebagai murid - penerus Sang Buddha untuk membabarkan Dhamma). Anda harus mengetahui kualitas dari Tri-Ratna, lihat di Buddhānussati, Dhammānussati, dan Saṅghānussati. Anda jadikan Sang Buddha dan Sangha sebagai contoh, panutan, teladan dalam menjalani hidup ini. Sang Buddha tercerahkan secara sempurna atas usahanya sendiri, suci (terbebas dari kekotoran mental), dan seterusnya. Bila anda berani mengikuti cara Sang Buddha menjalani hidup, maka anda pun atas usaha anda sendiri bisa tercerahkan. Begitu juga dengan Sangha, mereka telah bertindak baik, lurus, benar/bijaksana, dan pantas...4 pasang makhluk suci, dan seterusnya. Mereka bisa mencapai hal itu dengan menjalankan Dhamma. Anda bisa meminta mereka mengajarkan Dhamma dan mencontoh mereka untuk mencapai Dhamma itu sendiri.
Anda juga harus tahu bahwa Dhamma telah dibabarkan oleh Sang Buddha dengan sempurna, dapat direalisasikan sekarang juga, mengundang untuk dibuktikan, dan seterusnya. Dengan menjalankan Dhamma dengan baik dan benar, maka anda akan merealisasi 4 Kebenaran Mulia: Penderitaan, Sebab dari Penderitaan, Lenyapnya Penderitaan, dan Jalan Mulia Beruas 8 yang menuntun pada Lenyapnya Penderitaan. Semua ini harus anda sendiri yang melakukannya, bukan Tri-Ratna. Jadi yang benar-benar merupakan pelindung anda adalah Karma anda sendiri. Maka, bila anda punya pengertian bahwa Tri-Ratna akan melindungi anda, membuat anda selamat, dan bebas dari penderitaan, anda keliru.


18. Apakah ada jalan atau cara menuju lenyapnya Karma?
Dalam Kamma Sutta (perbuatan) – SN 35.145, dijelaskan bahwa Jalan Mulai Beruas Delapan adalah jalan menuju lenyapnya Karma. Jalan tersebut terdiri dari: Pandangan Benar, Pikiran Benar, Bicara Benar, Perbuatan (jasmani) Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar, Perhatian Murni Benar, dan Konsentrasi Benar. Biasanya dalam Empat Kebenaran Mulia, Jalan ini disebut sebagai Jalan menuju lenyapnya penderitaan – dukkha (dukkhanirodha-gāminī-patipadā), tetapi di sini dikatakan sebagai Jalan menuju lenyapnya Karma – kamma (kammanirodha-gāminī-patipadā). Hal ini dikarenakan, mereka yang telah mencapai tingkat kesucian Arahat, tidak membuat Karma baru lagi; dan setelah mereka wafat (parinibbāna) tidak ada lagi Karma yang bisa memberikan hasil.
Perbuatan (jasmani) Benar dan Bicara Benar yang dimaksud di sini sama dengan yang terdapat pada kusala-kamma-patha (pertanyaan No. 7). Sedangkan yang dimaksud dengan Penghidupn Benar adalah: tidak berdagang minuman keras (termasuk juga obat-obatan terlarang), tidak berdagang racun, tidak berdagang senjata, tidak berdagang manusia, dan tidak berdagang daging (hewan untuk dibunuh, diambil dagingnya). Perlu diketahui, walaupun anda berdagang produk yang halal dan legal seperti beras, air minum, dll., bila disertai Bicara Salah dan atau Perbuatan (jasmani) Salah, maka hal tersebut tidak termasuk dalam Penghidupan Benar, melainkan Penghidupan Salah. Kasus yang paling sering dilakukan pedagang adalah berdagang disertai berbohong, misalnya: “Kalau dilepas dengan harga tersebut saya tidak untung (bahkan ada yang bilang saya rugi),” walaupun kenyataannya dia tetap untung, tetapi untungnya kecil. Jadi sebaiknya pedagang menghindari hal ini dengan berkata, “Saya tidak bisa menjual dengan harga itu.” Praktek lainnya yang sering dilakukan adalah mengurangi ukuran (berat, volume, atau luas) benda yang dijualnya. Hindarilah hal ini, bila anda telah melakukannya, hentikan dan jangan ulangi lagi. Ingatlah Hukum Karma, jangan karena keuntungan yang tidak seberapa anda harus mengalami penderitaan yang sangat memilukan.

Bila tertarik untuk membaca bagian ceritanya silakan unduh “Kisah-Kisah Hukum Karma dan Moral Ceritanya” di sini:
https://skydrive.live.com/P.mvc#!/?c...CD1727E9%21385


Semoga semua makhluk dapat berbagi dan menikmati jasa kebajikan sebesar
jasa kebajikan yang diperoleh dari penulisan makalah Dhamma ini.
Semoga semua makhluk hidup bahagia, damai, dan
bebas dari penderitaan, serta secepatnya mencapai Nibbāna.
Sadhu! Sadhu! Sadhu!


Sumber Bacaan tentang Hukum Karma
Bagi yang ingin mengetahui lebih dalam tentang Hukum Karma, ini beberapa sumber bacaan yang baik untuk anda.
Buku Abhidhamma
Buku Visuddhimagga
Milinda Pañha (Pertanyaan Raja Milinda)
Sutta-sutta yang berhubungan dengan Hukum Karma:
AN 3.33: Nidana Sutta — Causes
AN 4.235: Ariyamagga Sutta — The Noble Path
AN 6.63: Nibbedhika Sutta — Penetrative
AN 6.87: Kammavaranata Sutta — Kamma Obstructions
AN 10.176: Cunda Kammaraputta Sutta — To Cunda the Silversmith
MN 101: Devadaha Sutta — To Devadaha
MN 114: Sevitabba-Asevitabbasuttaṃ - Things That Should And
Should Not Be Practiced
MN 135: Cula-kammavibhanga Sutta — The Shorter Exposition of
Kamma
MN 136: Maha-kammavibhanga Sutta — The Greater Exposition of
Kamma
SN 35.145: Kamma Sutta — Action
SN 36.21: Sivaka Sutta — To Sivaka
SN 42.6: Paccha-bhumika Sutta — [Brahmans] of the Western Land
SN 42.8: Sankha Sutta — The Conch Trumpet
SN 47.13: Cunda Sutta — About Cunda (Sariputta's Passing Away)
Ud 3.1: Kamma Sutta — Action


Judul Beberapa Buku & Artikel Vipassanā lainnya

Buku:
Dasar-Dasar Meditasi Vipassanā, Mahāsi Sayādaw
Kemajuan Dalam Vipassanā, Mahāsi Sayādaw
Higher Magga dan Phala, Sayādaw U Kuṇḍalābhivamsa
Kehidupan Mulia Ini, Sayādaw U Kuṇḍalābhivamsa
Meditasi Vipassanā, Chanmyay Sayādaw
Perkembangan Pandangan Terang, Chanmyay Sayādaw
The Cambridge Talk (Indonesia), Chanmyay Sayādaw
Dana, Bhikkhu Sikkhānanda

Artikel:
Tujuan Hidup Ini
Manfaatkan Waktu Semaksimal Mungkin
4 macam Manusia
Pengembara yang Tersesat
Merenungkan/Membayangkan Penderitaan Neraka
Apa itu Avijjā
Dua Jenis Tangisan
Empat Jenis Harta
Ketakutan oleh Gajah Ciptaannya
10. Lihat Dukkha sebagai Duri
11. Manfaat dari Meditasi Vipassanā
12. Membuang Keserakahan Indera yang Terpendam
13. Pembabaran Ajaran yang Tidak Lengkap
14. Pengembara yang Tersesat
15. Petunjuk Meditasi Vipassanā
16. Petunjuk Meditasi Mettā
17. Samatha, Vipassanā, dan 4 Tipe Yogi
18. Teman yang Salah (pāpamitta)


Semua Buku dan Artikel Vipassanā di atas bisa diunduh (download) di
https://skydrive.live.com/P.mvc#!/?c...CD1727E9%21385.


Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pencari Dhamma.
Semoga semua makhluk dapat berbagi dan menikmati jasa kebajikan hasil dari
penulisan Dhamma ini.

Salam Mettā

Bhikkhu Sikkhānanda
Chanmyay Yeiktha Meditation Center
Hmawbi, Myanmar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar