Agama Buddha Tantrayana sebenarnya merupakan perkembangan lanjutan dari agama Buddha Mahayana yang dianggap cukup memegang peranan penting dalam penyebarannya di wilayah India hingga ke Asia sejak awal tahun 400 Masehi. Aliran agama Buddha Tantrayana ini menekankan pada hal akhir tentang "keselamatan tertinggi / Nibbana" yang dapat dicapai melalui berbagai macam metode meditasi dan visualisasi (segi pikiran), mantera (segi ucapan) serta pembentukan mudra (segi jasmani) hasil observasi dan analisa yang mendalam dari para Guru Akar, dimana hal-hal tersebut harus dilakukan secara harmonis oleh seorang sadhaka dengan cara berusaha memahami sifat jati diri ke-Tuhan-an yang absolut dan pemanfaatan kekuatan alam semesta lewat bimbingan seorang guru spiritual Tantrayana yang ahli.
Aliran agama Buddha Tantrayana ini juga biasa disebut sebagai aliran esoteris atau aliran rahasia yang mengandung kegaiban, sedangkan aliran agama Buddha lainnya disebut sebagai aliran eksoteris atau aliran yang terbuka dan umum.
Perbedaan dasarnya adalah, bila aliran esoteris meyakini : kemampuan pencapaian Nibbana atau tubuh ke-Buddha-an dapat diraih dalam waktu sekejab di kehidupan ini lewat sadhana yang benar, sedangkan aliran eksoteris lebih meyakini : kemampuan pencapaian Nibbana atau tubuh ke-Buddha-an hanya dapat diraih dengan melewati beberapa kali kehidupan secara bertahap dan terus menerus bertumimbal lahir hingga waktu yang tepat (bisa dalam tujuh kali kehidupan atau lebih, bahkan ada yang sampai bermilyar-milyar kali kehidupan).
Menurut peraturan beberapa aliran esoteris yang melakukan disiplin keras di Tibet, seorang sadhaka baru diijinkan mempelajari agama Buddha Tantrayana setelah menguasai lebih dari 70 % dasar filsafat dan pengetahuan umum mengenai aliran eksoteris lewat ujian lisan maupun tulisan (masa pembelajaran Tri Pitaka secara umum sekitar 10 s/d 15 tahun), hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi kesalah-pahaman penerapan ajaran agama Buddha yang membutuhkan daya pemahaman universal yang cukup rumit. Sedangkan kini, di luar Tibet, peraturan-peraturan tersebut sudah lebih disesuaikan dengan kultur dan lingkungan tempat tinggal mayoritas dari para penganutnya.
Penggunaan kata "Tantra" sendiri memiliki arti merajut atau menenun, ini merupakan sebuah istilah yang mengarah pada gabungan kondisi pikiran, ucapan, tindakan yang bersifat rahasia dan memiliki tujuan untuk berusaha memahami sifat sejati "seseorang" yang sebenarnya adalah seorang Buddha, hanya saja "seseorang" tersebut masih seorang insan calon Buddha yang belum menyadari kebijaksanaan ke-Buddha-an dalam dirinya sendiri saat ini.
Untuk itulah aliran esoteris sangat menekankan pentingnya latihan sadhana yang benar, dimulai dari :
1.) Tingkat awal / eksternal = berlatih Catur Prayoga ---> Guru Yoga ---> Yidam Yoga & Dharmapala
2.) Tingkat lanjutan / internal = melatih prana, nadi dan bindu ---> Vajra Dharma Yoga
3.) Tingkat esoterik = Anuttara Yoga Tantra
4.) Tingkat maha esoterik = Maha Dzogchen
Dalam esoteris, sebuah kegiatan sadhana merupakan hal yang amat sakral dan penting sehubungan dengan adanya kemungkinan pencapaian Nibbana atau tubuh ke-Buddha-an secara sekejab, dan hal pencapaian ini sangat berhubungan erat dengan keberadaan seorang guru spiritual Tantrayana yang ahli dan yang diyakini mampu untuk memberikan pertolongan dan bimbingan ajaran secara jelas kepada seorang sadhaka pemula melalui sebuah ritual pemberkatan khusus pada tahap awal memulai pelajaran esoteris (biasa disebut : inisiasi / abhiseka / anuttement / visudhi abhisecani).
Pentingnya sebuah ritual pemberkatan khusus ini didasarkan pada kepercayaan tentang adanya perbedaan tingkatan pencapaian spiritual yang dimiliki oleh seorang guru dengan seorang calon murid, yang pada umumnya tingkat spiritual seorang guru adalah dianggap "lebih menguasai dan suci" jika dibandingkan dengan tingkat spiritual seorang murid. Sehingga atas dasar inilah seorang guru dalam tradisi Tantrayana memiliki tanggung jawab maksimal untuk menyelamatkan dan menanggung seluruh karma-karma buruk yang dimiliki oleh murid tersebut.
Dikarenakan seorang guru memiliki tanggung jawab berat seperti diatas, maka perlindungan utama di dalam aliran esoteris didasarkan pada 4 (empat) mustika yaitu : berlindung kepada Guru - berlindung kepada Buddha - berlindung kepada Dharma - berlindung kepada Sangha, biasa disebut sebagai Catur Sarana.
Pada masa lalu, penganut esoteris mayoritas berada di daerah Tibet, Nepal, China dan sebagian wilayah India bagian Selatan dan Barat Laut, kini seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi yang canggih, proses penyebaran agama Buddha Tantrayana menjadi semakin pesat mencapai hampir seluruh wilayah seperti Seattle - Chicago - San Francisco - California - Los Angeles - New York - Alaska - Kanada - Brasil - Australia - Inggris - Afrika - Perancis - Spanyol - Thailand - Vietnam - Jepang - Singapura - Hong Kong - China - Malaysia - Indonesia dan sebagainya.
Ringkasan perjalanan tumbuhnya aliran-aliran esoteris (agama Buddha Tantrayana) secara umum :
Aliran agama Buddha Tantrayana ini juga biasa disebut sebagai aliran esoteris atau aliran rahasia yang mengandung kegaiban, sedangkan aliran agama Buddha lainnya disebut sebagai aliran eksoteris atau aliran yang terbuka dan umum.
Perbedaan dasarnya adalah, bila aliran esoteris meyakini : kemampuan pencapaian Nibbana atau tubuh ke-Buddha-an dapat diraih dalam waktu sekejab di kehidupan ini lewat sadhana yang benar, sedangkan aliran eksoteris lebih meyakini : kemampuan pencapaian Nibbana atau tubuh ke-Buddha-an hanya dapat diraih dengan melewati beberapa kali kehidupan secara bertahap dan terus menerus bertumimbal lahir hingga waktu yang tepat (bisa dalam tujuh kali kehidupan atau lebih, bahkan ada yang sampai bermilyar-milyar kali kehidupan).
Menurut peraturan beberapa aliran esoteris yang melakukan disiplin keras di Tibet, seorang sadhaka baru diijinkan mempelajari agama Buddha Tantrayana setelah menguasai lebih dari 70 % dasar filsafat dan pengetahuan umum mengenai aliran eksoteris lewat ujian lisan maupun tulisan (masa pembelajaran Tri Pitaka secara umum sekitar 10 s/d 15 tahun), hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi kesalah-pahaman penerapan ajaran agama Buddha yang membutuhkan daya pemahaman universal yang cukup rumit. Sedangkan kini, di luar Tibet, peraturan-peraturan tersebut sudah lebih disesuaikan dengan kultur dan lingkungan tempat tinggal mayoritas dari para penganutnya.
Penggunaan kata "Tantra" sendiri memiliki arti merajut atau menenun, ini merupakan sebuah istilah yang mengarah pada gabungan kondisi pikiran, ucapan, tindakan yang bersifat rahasia dan memiliki tujuan untuk berusaha memahami sifat sejati "seseorang" yang sebenarnya adalah seorang Buddha, hanya saja "seseorang" tersebut masih seorang insan calon Buddha yang belum menyadari kebijaksanaan ke-Buddha-an dalam dirinya sendiri saat ini.
Untuk itulah aliran esoteris sangat menekankan pentingnya latihan sadhana yang benar, dimulai dari :
1.) Tingkat awal / eksternal = berlatih Catur Prayoga ---> Guru Yoga ---> Yidam Yoga & Dharmapala
2.) Tingkat lanjutan / internal = melatih prana, nadi dan bindu ---> Vajra Dharma Yoga
3.) Tingkat esoterik = Anuttara Yoga Tantra
4.) Tingkat maha esoterik = Maha Dzogchen
Dalam esoteris, sebuah kegiatan sadhana merupakan hal yang amat sakral dan penting sehubungan dengan adanya kemungkinan pencapaian Nibbana atau tubuh ke-Buddha-an secara sekejab, dan hal pencapaian ini sangat berhubungan erat dengan keberadaan seorang guru spiritual Tantrayana yang ahli dan yang diyakini mampu untuk memberikan pertolongan dan bimbingan ajaran secara jelas kepada seorang sadhaka pemula melalui sebuah ritual pemberkatan khusus pada tahap awal memulai pelajaran esoteris (biasa disebut : inisiasi / abhiseka / anuttement / visudhi abhisecani).
Pentingnya sebuah ritual pemberkatan khusus ini didasarkan pada kepercayaan tentang adanya perbedaan tingkatan pencapaian spiritual yang dimiliki oleh seorang guru dengan seorang calon murid, yang pada umumnya tingkat spiritual seorang guru adalah dianggap "lebih menguasai dan suci" jika dibandingkan dengan tingkat spiritual seorang murid. Sehingga atas dasar inilah seorang guru dalam tradisi Tantrayana memiliki tanggung jawab maksimal untuk menyelamatkan dan menanggung seluruh karma-karma buruk yang dimiliki oleh murid tersebut.
Dikarenakan seorang guru memiliki tanggung jawab berat seperti diatas, maka perlindungan utama di dalam aliran esoteris didasarkan pada 4 (empat) mustika yaitu : berlindung kepada Guru - berlindung kepada Buddha - berlindung kepada Dharma - berlindung kepada Sangha, biasa disebut sebagai Catur Sarana.
Penjelasan Catur Sarana :
Pengertian Sarana adalah mencari perlindungan atau bersandar atau memperoleh penyelamatan. Penyelamatan disini melingkupi tumimbal lahir di alam brahma / dewa, asura, manusia, binatang, hantu kelaparan dan neraka, agar terbebas dari roda samsara dan kilesa. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian Esoteris di perkenalan Buddha Tantrayana - esoteris depan, "Dalam esoteris, sebuah kegiatan sadhana merupakan hal yang amat sakral dan penting sehubungan dengan adanya kemungkinan pencapaian Nibbana atau tubuh ke-Buddha-an secara sekejab, dan hal pencapaian ini sangat berhubungan erat dengan keberadaan seorang guru spiritual Tantrayana yang ahli dan yang diyakini mampu untuk memberikan pertolongan dan bimbingan ajaran secara jelas kepada seorang sadhaka pemula melalui sebuah ritual pemberkatan khusus pada tahap awal memulai pelajaran esoteris (biasa disebut : inisiasi / abhiseka / anuttement / visudhi abhisecani). Pentingnya sebuah ritual pemberkatan khusus ini didasarkan pada kepercayaan tentang adanya perbedaan tingkatan pencapaian spiritual yang dimiliki oleh seorang guru dengan seorang calon murid, yang pada umumnya tingkat spiritual seorang guru adalah dianggap "lebih menguasai dan suci" jika dibandingkan dengan tingkat spiritual seorang murid. Sehingga atas dasar inilah seorang guru dalam tradisi Tantrayana memiliki tanggung jawab maksimal untuk menyelamatkan dan menanggung seluruh karma-karma buruk yang dimiliki oleh murid tersebut. Dikarenakan seorang guru memiliki tanggung jawab berat seperti diatas, maka perlindungan utama di dalam aliran esoteris didasarkan pada 4 (empat) mustika yaitu : berlindung kepada Guru - berlindung kepada Buddha - berlindung kepada Dharma - berlindung kepada Sangha, biasa disebut sebagai Catur Sarana." maka di dalam aliran esoteris ini memiliki Catur Sarana yang diucapkan :
Ada orang yang berpendapat, apabila kita dapat menjaga pikiran dengan baik atau memiliki keyakinan kepada Buddha dengan menyebut nama-Nya dan bernamaskara dihadapan-Nya maka tidak perlu bersarana (berlindung) lagi. Sebenarnya yang terjadi adalah, hal tersebut hanya merupakan latihan bagian luar dari pengertian tentang Buddhisme, seandainya ingin benar-benar memahami ajaran Buddha Dharma maka harus melakukan latihan bagian dalam dengan melakukan Sarana diatas. Terlebih-lebih lagi, aliran esoteris sangat menjunjung tinggi adanya sebuah silsilah antara seorang Guru dengan seorang murid, yang mencerminkan kemampuan bimbingan dari Guru tersebut yang telah memiliki pengalaman spiritual dengan kondisi alam semesta. Sebenarnya, makna dari Sarana adalah "keyakinan". Dengan adanya keyakinan seseorang baru dapat melakukan Sarana, setelah itu melaksanakan pelatihan diri menurut metode keyakinannya masing-masing dalam hal ini esoteris, sehingga baru dapat memperoleh makna Sarana yang sesungguhnya. Semua metode Dharma bertujuan mengembangkan Upaya Kausalya (metode yang mudah dilaksanakan agar mampu menuntun para insan untuk memulai perjalanan pelatihan spiritual bagi dirinya sendiri, hal ini terkait dengan adanya 84.000 kemungkinan upaya Dharma). Perlindungan yang paling utama adalah "berlindung pada Diri Sendiri", ini adalah metode yang dilaksanakan oleh para sadhaka / tantrika, dan setelah mampu menghancurkan avidya (kebodohan), maka akan kembali pada sifat sebenarnya dari inti sari batin dan mampu merealisasikan secara benar Tubuh Dharmakaya yang murni. |
Ringkasan perjalanan tumbuhnya aliran-aliran esoteris (agama Buddha Tantrayana) secara umum :
A. | Mahayana | ||||||
B. | Tantrayana | ||||||
B.1. | System Pan - Chiao | ||||||
B.2. | Buddhism Sukhavati (Chin - Tu) | ||||||
B.3. | Sekte Avatamsaka | ||||||
B.4. | Sekte Tien - Tai | ||||||
B.5. | Sekte Chan (Zen) | ||||||
B.6. | Sekte Vajrayana | ||||||
B.6.I. | Tantra Timur | ||||||
B.6.II. | Tantra Barat di Tibet | ||||||
B.6.II.a. | Sekte Nyingmapa (aliran Tantra Merah) | ||||||
B.6.II.b. | Sekte Kadampa | ||||||
B.6.II.c. | Sekte Gelugpa (aliran Tantra Kuning) | ||||||
B.6.II.d. | Sekte Kargyupa (aliran Tantra Putih) | ||||||
B.6.II.e. | Sekte Sakyapa (aliran Tantra Bunga) | ||||||
B.6.II.f. | Sekte Shibedpa | ||||||
B.6.II.g. | Sekte Vinaya | ||||||
B.6.II.h. | Sekte Tri Sastra | ||||||
B.6.II.i. | Sekte Nichiren | ||||||
B.6.II.j. | Sekte Hinayana | ||||||
B.6.II.j.1. | Sekte Abhidharma - Kosa | ||||||
B.6.II.j.2. | Sekte Satyasidhi | ||||||
B.6.III. | Tantra Satya Buddha |
Dalam kebudayaan Buddhisme Tantrayana di Tibet biasanya para pejabat, pemuka masyarakat atau guru spiritual dari sebuah kelompok tertentu, memiliki gelar kehormatan seperti : Rinpoche, Hu Thu Ge Thu, Dalai Lhama, Maha Acarya, Siddhacarya, Tulku, Panchen Lhama dan sebagainya. Gelar-gelar tersebut memiliki arti mendasar dan posisinya masing-masing di dalam struktur organisasi politik atau keagamaan yang bersangkutan. Tetapi pada intinya, memiliki arti harafiah Tibetan yang berarti "Yang telah berhasil menguasai persoalan hidup dan mati serta telah mencapai penerangan bijaksana" atau "Yang Menitis Kembali".
Sebagai contoh, kita ambil pemahaman dari gelar Rinpoche, yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Buddha Hidup (Living Buddha - inggris / Huo Fo - mandarin), pada umumnya gelar tersebut bernilai sarat religius dan prestisius, dan gelar ini diberikan hanya kepada "seseorang" yang telah dianggap layak dan diakui oleh satu atau beberapa komunitas aliran agama Buddha Tantrayana seperti sekte Nyingmapa, Sakyapa, Kargyupa, Gelugpa, Kadampa dan lain-lainnya lewat sebuah transmisi rahasia.
Di daerah Tibet, pribadi-pribadi Rinpoche atau "Yang Menitis Kembali" dalam tumimbal lahirnya amatlah banyak dan hal ini berada diluar kemampuan pemikiran manusia (bersifat metafisika, mengandung unsur reinkarnasi) karena para Rinpoche tersebut dianggap merupakan penitisan kembali dari para mahkluk-mahkluk agung welas asih atau eliminasi-Nya yang bersimpati terhadap kehidupan manusia seperti Amitabha Buddha, Bodhisattva Kuan Se In yang Maha Karuna, Vajrasattva, Bodhisattva Vajrapani, para dewa/i dan sebagainya, sehingga mereka sangat dihormati dan dijunjung tinggi di Tibet.
Dan dari pengetahuan metafisika tentang penguasaan kelahiran dan kematian inilah kita mengenal beberapa cerita nyata tentang pencarian seorang atau beberapa bayi titisan Rinpoche yang sebelumnya telah diramalkan kedatangan-Nya berdasarkan waktu kelahiran dan tanda-tanda lahir khusus serta melewati banyak ujian-ujian fisik / batin tertentu.
Pada dasarnya, bila seorang Buddha, Arahat, Bodhisattva dan mahkluk-mahkluk agung suci lain yang berasal dari alam yang lebih tinggi berkenan untuk datang turun ke dunia dan bertumimbal lahir dalam rangka menyelamatkan umat manusia di dunia, maka pada kehidupan-Nya tersebut, layak untuk kita sebut sebagai "Orang Yang Telah Berhasil" yang telah terbebaskan dari segala macam kilesa, bebas menentukan kapan datang (lahir / menjelma) atau pergi (meninggal / parinirvana) dan telah mencapai penerangan kebijaksanaan, itulah yang benar-benar layak untuk disebut sebagai seorang Rinpoche sejati.
Sebagai contoh, kita ambil pemahaman dari gelar Rinpoche, yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Buddha Hidup (Living Buddha - inggris / Huo Fo - mandarin), pada umumnya gelar tersebut bernilai sarat religius dan prestisius, dan gelar ini diberikan hanya kepada "seseorang" yang telah dianggap layak dan diakui oleh satu atau beberapa komunitas aliran agama Buddha Tantrayana seperti sekte Nyingmapa, Sakyapa, Kargyupa, Gelugpa, Kadampa dan lain-lainnya lewat sebuah transmisi rahasia.
Di daerah Tibet, pribadi-pribadi Rinpoche atau "Yang Menitis Kembali" dalam tumimbal lahirnya amatlah banyak dan hal ini berada diluar kemampuan pemikiran manusia (bersifat metafisika, mengandung unsur reinkarnasi) karena para Rinpoche tersebut dianggap merupakan penitisan kembali dari para mahkluk-mahkluk agung welas asih atau eliminasi-Nya yang bersimpati terhadap kehidupan manusia seperti Amitabha Buddha, Bodhisattva Kuan Se In yang Maha Karuna, Vajrasattva, Bodhisattva Vajrapani, para dewa/i dan sebagainya, sehingga mereka sangat dihormati dan dijunjung tinggi di Tibet.
Dan dari pengetahuan metafisika tentang penguasaan kelahiran dan kematian inilah kita mengenal beberapa cerita nyata tentang pencarian seorang atau beberapa bayi titisan Rinpoche yang sebelumnya telah diramalkan kedatangan-Nya berdasarkan waktu kelahiran dan tanda-tanda lahir khusus serta melewati banyak ujian-ujian fisik / batin tertentu.
Pada dasarnya, bila seorang Buddha, Arahat, Bodhisattva dan mahkluk-mahkluk agung suci lain yang berasal dari alam yang lebih tinggi berkenan untuk datang turun ke dunia dan bertumimbal lahir dalam rangka menyelamatkan umat manusia di dunia, maka pada kehidupan-Nya tersebut, layak untuk kita sebut sebagai "Orang Yang Telah Berhasil" yang telah terbebaskan dari segala macam kilesa, bebas menentukan kapan datang (lahir / menjelma) atau pergi (meninggal / parinirvana) dan telah mencapai penerangan kebijaksanaan, itulah yang benar-benar layak untuk disebut sebagai seorang Rinpoche sejati.
Beberapa peralatan, mudra dan bijah suci yang biasa digunakan dalam ritual aliran esoteris |
|
Biografi singkat seorang Rinpoche sejati |
Tahun 1969 merupakan titik balik kehidupan Maha Guru Lu, dimana pada suatu hari Beliau menemani Ibundanya bersembahyang ke kuil Yu Huang Gong, Tai Chung, Taiwan hanya untuk sekedar menghormati kepercayaan leluhur yang dianggap takhyul. Saat itu, tanpa diberikan penjelasan yang panjang lebar, seorang medium kuil tersebut yang bernama Li Qian Dai, langsung memanggil Beliau dan meminta Beliau untuk melakukan sedikit penghormatan (beranjali) kepada sebuah pratima Bodhisattva yang terlihat masih asing di mata Beliau saat itu. Lalu hal-hal gaibpun mulai terjadi, dimulai dari pemberian huruf prasetya yang muncul secara gaib, lalu pembukaan mata dan telinga dewa oleh Maha Bunda Kolam Barat Yao Che Chin Mu, kemudian pengajaran mudra dan mantera oleh sesosok guru roh yang tak berwujud yang menamakan dirinya sebagai Tuan San San Chiu Hou, dan seterusnya (hal-hal gaib tersebut merupakan kumpulan hasil latihan bhavana masa lampau Beliau). Selanjutnya atas bimbingan dari Tuan San San Chiu Hou, Beliaupun berguru pada pewaris generasi ke - 14 sekte Qing Cheng yang bernama Taois Qing Zhen atau yang biasa dipanggil sebagai Bhiksu Liao Ming untuk mempelajari ilmu Tao dan Tantrayana, ilmu Feng Shui serta ilmu Meramal, dan akhirnya Beliaupun menjadi pewaris generasi ke - 15 sekte Qing Cheng dengan nama baptis Taois Xuan He (Bangau Misterius). Dan di dalam aliran Tao, Beliau pernah divisudha melalui upacara "Menghimpun Jasa" dan menjadi Pandita Tao di Perkumpulan Agama Tao "Chung Hwa" di Vihara Che Huei Tang cabang Se-Pi'. Lalu, demi mendalami ajaran Buddha Dharma, Maha Guru Lu sejak tahun 1970 telah bersarana pada aliran eksoteris lewat pentahbisan yang diberikan oleh Guru Yin Shun, Bhiksu Le Guo dan Bhiksu Dao An. Kemudian pada tahun 1972, Maha Guru Lu menerima Bodhisattva Sila di Vihara Bi Shan Yan, Nan Tou dengan guru Sila yang bernama Xian Dun, Bhiksu Hui San, Bhiksu Jue Guang serta guru yang mengajarkan ritus adalah Bhiksu Shan Ci dan Bhiksu Shang Lin. Selain itu, sejak tahun 1981, berdasarkan nidana, bersarana pada guru-guru silsilah utama dari aliran besar esoteris di Tibet, antara lain :
Tahun 1982, Beliau ber-imigrasi ke Kota Tukwila, Amerika Serikat dan bertapa di loteng Ling Xian selama 3 tahun. Tahun 1985, Beliau mendirikan vihara Lei Zhang Si dan berusaha sekuat tenaga untuk
Sekte Tantrayana Satya Buddha (Zhen Fo Zong) merupakan sekte esoteris yang berkembang paling cepat di seluruh dunia dalam dua dekade terakhir ini karena berbarengan hadir dengan ketersediaan teknologi informasi yang sedang berkembang pesat dan adanya pembuktian pencapaian Dharma yang nyata oleh Maha Guru Lu. Saat ini, terhitung tahun 2005, terdapat 5 juta lebih murid di seluruh dunia (dihitung berdasarkan sertifikat bersarana yang telah dikeluarkan), lebih dari 400 lokasi cetya / vihara dan pusat pembabaran dharma telah tersebar di setiap pelosok dunia, sudah mendirikan lebih dari 30 vihara besar Lei Zhang Si dan semua itu dijalankan oleh para murid Beliau secara sukarela. Juga telah banyak Rinpoche-Rinpoche dan Huo-Fo besar lainnya yang berguru pada Beliau antara lain Kasur Jigme L. Rinpoche, mantan ketua Parlemen Tibet, Tuten Gyatso Rinpoche, Darchen Rinpoche, Choktok Rinpoche, Gashe Rinpoche, Sangna Rinpoche, Ta Chen Huo Fo, Pen La Huo Fo, Cia She Huo Fo dan lain-lainnya. Maha Guru Lu juga sering menggaris-bawahi, bahwa semua metode esoteris maupun non-esoteris adalah sama baiknya dan memiliki keunggulannya masing-masing, metode-metode tersebut bisa muncul karena adanya ikatan jodoh serta kondisi para insan yang berbeda-beda dan tidak bisa dipaksakan. Juga tentang hal perkembangan atau kepunahan sekte Tantrayana Satya Buddha (Zhen Fo Zong) adalah hal yang harus diabaikan, karena yang terpenting adalah adanya kesempatan untuk membantu para insan mencapai keberhasilan rohani meskipun jumlahnya sangat minim. Terakhir, pada tanggal 7 Februari 1998, Beliau secara resmi mengumumkan pengunduran diri-Nya, segala urusan sekte diserahkan kepada True Buddha Foundation (TBF), serta mendirikan dua kesatuan yaitu "Komite Pembabaran Dharma lewat televisi" dan "True Buddha School Net". Walaupun Beliau telah pensiun tapi setiap hari Beliau masih terus melanjutkan karya-karya tulis-Nya, ber-sadhana dan menolong para mahkluk dengan melewati hari-hari yang sederhana. Untuk penjelasan informasi lebih lanjut, Anda bisa menghubungi berbagai cetya / vihara Satya Buddha yang tersebar di berbagai pelosok daerah di Indonesia dan dapatkan buku-buku ulasan dharma karangan Maha Guru Lu di cetya / vihara Satya Buddha tersebut. |
Sekilas mengenai Tantrayana Satya Buddha (Zhen Fo Zong) |
1. | Bagaimana caranya mencari informasi ajaran dasar yang sebaiknya diketahui oleh umat awam sebelum menjadi umat Satya Buddha ? Jawab = Cara yang paling tepat untuk mencari informasi awal mengenai Dharma Satya Buddha adalah dengan mendatangi cetya / vihara Satya Buddha yang terdekat dengan lokasi tempat tinggal Anda, atau bila ragu, Anda bisa menghubungi via telepon ke cetya / vihara Satya Buddha yang diinginkan. Atau Anda juga bisa melakukan tanya jawab langsung seputar hal-hal yang belum dan ingin dipahami dengan para umat Satya Buddha lainnya yang bisa Anda temui pada saat ber-sadhana ... atau membaca sekilas tentang Liturgi dan Pemikiran Satya Buddha. |
2. | Ritual puja bakti yang seperti bagaimana yang akan dijalani oleh seorang umat Satya Buddha ? Jawab = Ritual puja bakti yang dijalani oleh seorang umat Satya Buddha (sadhaka) hanya membutuhkan waktu antara 25 sampai 50 menit saja. Dan prosedur ritual sadhana yang dijalani sadhaka, mencakup aktifitas pembersihan ucapan, pikiran dan tubuh serta ritual perlindungan, penghormatan dan persembahan kepada para Buddha, kemudian dilanjutkan dengan penyucian batin. Semua prosedur ritual tersebut disertai dengan visualisasi, mantera dan mudra (kode tangan rahasia) tertentu. |
3. | Apakah umat yang belum bersarana pada Satya Buddha boleh menjalankan ritual sadhana penekunan Dharma Satya Buddha secara pribadi ? Bolehkah umat awam tersebut mengikuti kebaktian umum bersama-sama umat Satya Buddha ? Jawab = Semuanya boleh, tetapi jasa pelafalan mantera yang diucapkan oleh umat awam yang belum bersarana secara esoteris, khususnya pada Satya Buddha di saat kebaktian berlangsung adalah relatif sangat kecil. |
4. | Apa keuntungan seorang umat awam bersarana pada Satya Buddha ? Jawab = Keuntungan yang diperoleh saat bersarana pada Satya Buddha antara lain :
|
5. | Bagaimana cara bersarana pada Maha Guru Lu dan menerima silsilah Satya Buddha ? Jawab = Saat ini ada 3 (tiga) cara bersarana, yaitu :
|
6. | Untuk pertanyaan-pertanyaan mendetail lainnya, silahkan Anda menghubungi langsung cetya / vihara Satya Buddha terdekat. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar