Kesunyataan
Setelah menjalani pembinaan kehidupan spiritual sebagai mahluk spiritual, pada tahap menengah selanjutnya para pembina akan mengalami dua keadaan yang sangat membingungkan. Kedua keadaan ini adalah Kesunyataan & Kesadaran Penuh (Emptiness & Fullness).
Setelah menjalani pembinaan kehidupan spiritual sebagai mahluk spiritual, pada tahap menengah selanjutnya para pembina akan mengalami dua keadaan yang sangat membingungkan. Kedua keadaan ini adalah Kesunyataan & Kesadaran Penuh (Emptiness & Fullness).
Kedua keadaan ini masing-masing dapat dicapai dengan cara meditasi dan pembinaan lainnya, dan kedua keadaan ini pada awalnya memang sangat mirip dan sangat sulit dibedakan. Tetapi kedua keadaan mempunyai sifat alamiah yang berbeda. Pada awalnya, keduanya tampak sangat sedikit sekali perbedaan. Selanjutnya, akan semakin jelas perbedaan alamiah dari keadaan Kesunyataan & Kesadaran Penuh. Walau pada akhirnya, saya dapat mengatakan bahwa: Setelah memahami alamiah keduanya dengan sebenarnya, perbedaan dan persamaan tidak lagi menjadi masalah. Inilah yang dinamakan pencapaian ‘Terbebaskan dari Kesunyataan & Kesadaran Penuh’, yang dimaksud dalam ajaran Tao.
Banyak mahluk spiritual yang membina diri untuk memahami Kesunyataan, tetapi yang dialaminya adalah Kesadaran Penuh. Demikian pula banyak yang mencoba memahami Kesadaran Penuh, tetapi yang dipahaminya adalah Kesunyataan. Kadang kedua keadaan ini terus saling bergantian, sehingga para pembina banyak mengalami hambatan kendala untuk benar-benar memahami pembinaan spiritualnya.
Akhirnya, mereka akan mengalami suatu kebingungan yang luar biasar. Dampaknya kadang membuat mereka menjadi putus asa, karena merasa tidak lagi mengalami kemajuan dalam pembinaan spiriualnya. Atau lebih parahnya lagi, mereka menjadi masa bodoh didalam ketidak tahuannya. Kendala ini yang membuat mereka cenderung menjadi fanatik menganggap bahwa keduanya adalah sama tanpa mengetahui alamiah yang sebenarnya. Mereka akhirnya akan menjadi lebih sembrono lagi dengan menganggap telah memahami segalanya, walau sebenarnya jati diri mereka belum memahaminya sepenuhnya.
Dengan pengalaman pembinaan yang masih minim, saya berusaha membantu para mahluk spiritual lainnya dalam pemahaman tahap yang sangat sulit ini. Pahamilah petunjuk saya ini:
Tanpa Batas dari yang Terbatas adalah Kesunyataan. Batas dari yang Tidak Terbatas adalah Kesadaran Penuh.
Tao adalah sumber awal dari Kesunyataan dan Kesadaran Penuh. Tetapi Tao tidak berada pada Kesunyataan atau Kesadaran Penuh,
Karena Tao adalah sumber awal yang terbebaskan dari Batas dan Tanpa Batas.
Semoga keterangan singkat yang saya dapatkan dalam perjalanan kehidupan spiritual saya, dapat bermanfaat bagi para mahluk spiritual lainnya. Dan semoga para mahluk dapat dengan cepat mengatasi kesulitan pemahaman yang sebenarnya.
Dengan membicarakan Tentang Kesunyataan berakar dari 4 kebenaran mulia yaitu,
ini dari wikipedia :
Empat Kebenaran Mulia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini. |
Empat Kebenaran Mulia (Pali : cattāri ariyasaccāni) adalah kebenaran absolut atau mutlak yang berlaku bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan suku, ras, budaya, maupun agama. Mengakui atau tidak mengakui, suka atau tidak suka, setiap manusia mengalami dan diliputi oleh hukum kebenaran ini.
Empat Kebenaran Mulia ditemukan oleh Pertapa Siddhartha yang bermeditasi di bawah Pohon Bodhi hingga memperoleh Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha. Empat Kebenaran Mulia yang ditemukan itu diajarkan oleh Buddha Gotama kepada umat manusia di bumi ini. Muncul ataupun tidak muncul seorang Buddha di dunia ini, kebenaran itu akan tetap ada dan berlaku secara universal.
Empat Kebenaran itu adalah:
- Kesunyataan tentang adanya Dukkha (Dukkha)
- Kesunyataan tentang sebab Dukkha (Dukkha Samudaya)
- Kesunyataan tentang lenyapnya Dukkha (Dukkha Niroda)
- Kesunyataan tentang jalan berunsur 8 menuju akhir Dukkha (Dukkha Nirodha Gamini Patipada Magga)
Dukkha
Berbagai bentuk penderitaan yang ada di dunia ini dapat dirangkum ke dalam tiga bagian utama atau kategori, yaitu:
- Penderitaan Biasa (Dukkha-Dukkha), misalnya sakit flu, sakit perut, sakit gigi, dan sebagainya.
- Penderitaan karena Perubahan (Viparinama-Dukkha), misalnya berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, tidak tercapai apa yang diinginkan, sedih, ratap tangis, putus asa, dan sebagainya.
- Penderitaan karena memiliki Badan Jasmani (Sankhara-Dukkha), yaitu penderitaan karena kita lahir sebagai manusia, sehingga bisa mengalami sakit flu, sakit gigi, sedih, kecewa, dan sebagainya.
Dukkha Samudaya
Ketiga macam penderitaan di atas tentu tidak muncul begitu saja, tetapi karena ada sebab yang mendahului, BUKAN asal mula. Karena disebut dengan SEBAB, maka hal itu tidak dapat diketahui awal dan akhirnya. Sebab penderitaan itu adalah karena manusia diliputi Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan Batin, sehingga mengakibatkan kelahiran yang berulang-ulang dari masa ke masa dari satu alam ke alam berikutnya.
Manusia banyak yang tidak menyadari bahwa ada kebebasan dari semua bentuk penderitaan yang dapat dicapai ketika masih hidup. Mereka kebanyakan melekat pada kesenangan-kesenangan nafsu indera, menghancurkan kehidupan makhluk lain, menganut pandangan salah yang menyesatkan banyak orang dan menjanjikan kebahagiaan semu dan sementara, hidupnya tidak diarahkan dengan baik, tidak membuka diri untuk belajar lebih dalam tentang kebenaran universal, menjadi orang dungu yang hanya tahu tapi tidak mempraktekkan apa yang ia ketahui, menjadi orang bodoh yang tidak mampu membedakan kebaikan dan kejahatan. Inilah sebab penderitaan yang menyelimuti kebanyakan umat manusia, yaitu Nafsu yang tiada henti (Tanha), dan Avijja (kebodohan batin) yang menjadi sebab kelahiran berulang-ulang bagi dirinya.
Dukkha Niroda
Sebagaimana kesakitan akan sembuh manakala sebabnya telah diketahui dan diberikan obat yang tepat, demikian pula penderitaan seseorang juga dapat dihentikan dengan mempraktekkan cara-cara yang benar dan berlaku secara universal. Kebahagiaan akan dicapai manakala ia terbebas dari penderitaan itu. Kebahagiaan ini adalah kebahagiaan sejati, dimana tidak akan diketahui kemana perginya seseorang yang telah bebas dari derita batin dan jasmani. Inilah kebahagiaan Nibbana. Kebahagiaan yang dapat dicapai BUKAN setelah meninggal dunia saja, tetapi juga ketika masih hidup di dunia ini.
Nibbana bukanlah suatu tempat, melainkan keadaan dimana seseorang mempunyai pikiran yang sangat jernih yang telah terbebas dari sifat serakah, benci, dan gelap batin. Ia dapat mencapainya ketika masih memiliki badan jasmani. Sebagaimana perjuangan Pangeran Siddhartha untuk mencari jalan keluar dari fenomena usia tua, sakit dan kematian hingga menjadi Buddha, maka seperti itulah seseorang dengan sekuat tenaganya sendiri berusaha mengikis habis sifat-sifat jahat yang ada dalam dirinya, mengikis habis ego dalam dirinya, mengikis habis nafsu-nafsu indera, dan memunculkan kebijaksanaan paling tinggi dalam kehidupannya dan menjadikan dirinya sendiri sebagai Orang Suci meskipun masih bergaul dengan banyak orang dan berpenghidupan di masyarakat luas. Kelak ketika ia meninggal dunia, maka tidak akan ada lagi orang yang mengetahui kemana ia pergi, karena Nibbana bukanlah suatu tempat. Sebagaimana api itu ada, namun tidak seorang pun yang dapat mengetahui kemana perginya api setelah padam.
Jika diibaratkan sebuah lilin yang menyala, apinya adalah kebencian, keserakahan, dan kegelapan batin dan batang lilin adalah badan jasmani, maka ketika nyala lilin padam bersamaan dengan habisnya batang lilin yang terbakar, saat itulah fenomena-fenomena selanjutnya dari lilin tersebut tidak dapat diketahui oleh siapapun.
Inilah gambaran Nibbana secara sederhana.
Jadi sangat mungkin Kebahagiaan Sejati dapat dicapai bukan setelah meninggal dunia, tetapi juga ketika masih hidup.
Dukkha Nirodha Gamini Patipada Magga
Cara melenyapkan Dukkha adalah dengan memiliki 8 unsur berikut (disebut juga Jalan Mulia Berunsur Delapan):
- Pengertian Benar
- Pikiran Benar
- Ucapan Benar
- Perbuatan Benar
- Mata Pencaharian Benar (Penghidupan Benar bagi bhikku/bhikkuni/samanera/samaneri)
- Usaha Benar
- Perhatian Benar
- Konsentrasi Benar
Dari sumber lain Kesunyataan :
KESUNYATAAN
Disusun oleh : Tanhadi
Kesunyataan, berasal dari kata “Sunnata” (Pali) , “Sunyata” (Sansekerta), yang berarti Jalan Pikiran (konsepsi) yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata manusia, ia hanya dapat ditembus dengan intuisi/pandangan terang dan kata Sunya/Sunna ini memiliki makna pencirian segala sesuatu yang Kosong ( suwung) dari sebuah definisi yang tepat.
Kesunyataan berarti “ Kenyataan Mutlak yang tidak tergantung pada waktu dan tempat ”. Didalam Madhayanika Shastra XV disebutkan bahwa :
“ Tidak dapat disebut Kosong atau tidak kosong atau kedua-duanya atau bukan kedua-duanya (netral), tetapi untuk mencirikannya disebut saja Sunya/Sunna”.
Dalam Bahasa Indonesia Kenyataan Mutlak ini disebut KESUNYATAAN.
Contohnya:
Pada Tgl. 8 Desember 1941 Jepang menyerang Pearl Harbor di Samudera Pasifik. Ini bukan Kesunyataan, tapi Kenyataan; karena jika kita mengatakannya padda Tgl. 8 Januari 1941, adalah waktunya yang salah. Atau kita mengatakan di Samudera Atlantik, adalah tempatnya yang salah. Jadi kebenaran ini masih tergantung Waktu dan tempat yang benar.
Hukum alam, hukum gaya tarik bumi padda tingkat lapisan tertentu dari angkasa luar tidak berlaku lagi. Karena benda-benda disitu bebas dari gaya tarik bumi. Hukum ini juga bukan Kesunyataan.
Ada kata-kata “Sabbe sankhara anicca”, artinya: Semua bentuk yang terdiri dari gabungan/perpaduan unsur (terkondisi/berkondisi) adalah tidak kekal. Ini adalah sebuah Kesunyataan, karena berlaku kapan saja dan dimana saja.
Parinibbana adalah sebuah Kesunyataan, karena hanya dapat ditembus oleh Pandangan terang dan intuisi.
PENGERTIAN HUKUM KESUNYATAAN
Hukum Kesunyataan berarti hukum abadi yang berlaku dimana-mana, mengatasi waktu dan tempat serta keadaan. Ini berarti bahwa hukum Kesunyataan bersifat kekal dan abadi sepanjang masa yang berlaku disemua tempat, didalam semua keadaan/kondisi di setiap waktu.
Hukum Kesunyataan berbeda dengan hukum yang dibuat oleh manusia. Karena hukum yang dibuat oleh manusia sifatnya tidak kekal dan tidak dapat mengatasi waktu, tempat dan keadaan. Jadi berbeda sekali dengan hukum Kesunyataan yang dibuat oleh sesuatu yang kekal dan abadi yaitu Sanghyang Adi Buddha.
AGAMA BUDDHA DISEBUT AGAMA KESUNYATAAN
Dari uraian diatas, ternyata bahwa agama Buddha adalah sebuah agama Kesunyataan dan bukan agama Kepercayaan. Karena Sang Buddha Gotama mengundang kita untuk membuktikan Kebenaran Ajaran yang telah dibentangkan “ EHIPASSIKO”, yaitu “Datang dan buktikan”.
** Kesunyataan (Sanskerta: sunyata), yang merupakan salah satu kebenaran yang paling mendalam di dalam ajaran Buddha, sering disalahpahami. Sunya adalah istilah yang paling tepat, meskipun tidak pas diterjemahkan sebagai ‘kekosongan’. Kesunyataan merupakan kebenaran praktis yang sangat membantu kita dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh-Contoh Kesunyataan
Sebuah analogi untuk menjelaskan Kesunyataan adalah sebuah sungai. Sebuah sungai tidak sungguh-sungguh eksis karena sungai itu merupakan banyak arus air yang datang dan pergi, yang merupakan penyusunnya. Setiap arus ini tidak substansial, masing-masing tersusun dari kumpulan arus-arus yang lebih kecil lagi di dalamnya. Tidak ada sungai yang substansial atau “riil”—yang ada hanya aliran. Kita mengatakan bahwa sungai itu kosong dari sifat nyata yang pasti—inilah Kesunyataan. Segala sesuatu di alam semesta (fenomena fisik dan mental) menunjukkan karakteristik Kesunyataan.
Contoh lain adalah sebuah air terjun. Sebuah air terjun yang dilihat dari jauh tampak seperti ujud utuh helaian yang berkilau. Namun, ketika diamati lebih dekat, kita melihat dengan jelas bahwa “helaian” itu tak lain adalah sebuah arus air yang mengalir secara sinambung. Pada hakikatnya, tidak ada “air terjun” yang riil—yang ada hanyalah tetes air yang terjun.
DUA SISI KESUNYATAAN
Berikut adalah sebuah ungkapan yang berguna untuk mengingat konsep pokok Kesunyataan:
* Kesunyataan menerima Keberadaan dari Keberadaan;
* Kesunyataan menolak Inti Diri dalam Keberadaan.
Ini berarti bahwa Kesunyataan TIDAK menyangkal keberadaan segala sesuatu, tetapi menyangkal adanya suatu diri yang tetap dan tidak berubah di dalam atau di balik segala sesuatu.
Kembali memakai perumpamaan sebuah sungai, kita dapat mengatakan bahwa keberadaan sebuah sungai (yang tersusun dari banyak arus kecil) tergantung pada atau terkondisi oleh arus-arus kecil tersebut—ini menjelaskan aspek pertama dari ungkapan di atas. Karena sungai terus mengalir (terus mengalami perubahan), kita mengatakan bahwa sungai tidak eksis secara bebas lepas atau tidak terkondisi (karena ia tidak memiliki hakikat atau diri yang tidak mengalami perubahan)—ini menjelaskan aspek kedua dari ungkapan di atas.
KESUNYATAAN DAN JALAN TENGAH
Kedua aspek Kesunyataan di atas harus disadari secara bersama karena keduanya secara bersama-sama menunjukkan Jalan Tengah yang mengatasi segala ekstrem.
Menyadari aspek Kesunyataan pertama tanpa menyadari aspek yang kedua dapat menyebabkan kita menjadi serakah dan mementingkan diri sendiri, secara keliru percaya bahwa segala kenikmatan dan materi adalah “nyata” dan abadi.
Menyadari aspek kedua tanpa menyadari aspek yang pertama dapat membuat kita menjadi pesimistik, pasif, atau amoral, berpandangan salah bahwa tidak ada apa pun yang layak diperjuangkan karena segala sesuatu itu hampa dan tak berarti.
Karena itu, sangatlah penting untuk melihat kedua aspek ini secara bersama untuk difungsikan dengan Kebijaksanaan dalam suatu cara yang seimbang dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus belajar memandang segala sesuatu sebagaimana adanya sembari mengetahui sifat sejati keberadaan mereka. Seseorang yang menyadari Kesunyaan dapat hidup dengan positif dalam ketenteraman dan kebebasan, menghargai segala sesuatu tanpa kemelekatan.
KESUNYATAAN BUKAN BERARTI TIDAK ADA APA-APA
Kesunyataan TIDAK berarti kehampaan fisik atau mental—ini adalah kaidah keterbukaan total dan kemungkinan-kemungkinan tanpa batas. Kesunyataan, bagaikan langit luas nan cerah yang membiarkan awan-awan, burung-burung, pesawat-pesawat terbang, dan lain-lain datang dan pergi, membiarkan segala fenomena terjadi di dalamnya. Dengan demikian, Kesunyaan jauh melampaui segala sesuatu yang dapat dicerap oleh makhluk yang belum tercerahkan. Karena Kesunyataan, segala sesuatu—termasuk kita—dapat terus berubah ke arah yang lebih baik. Apa pun dapat berubah menjadi sesuatu yang lain jika ada perpaduan sebab dan kondisi yang tepat. Demikian pula, siapa saja dapat menjadi tercerahkan jika dia berkembang secara spiritual. Dengan demikian, Kesunyataan merupakan ajaran yang penuh harapan.
KESUNYATAAN MENTAL DAN MATERI
Kesunyataan berlaku untuk semua entitas(keberadaan) fisik/materi. Jauh lebih halus lagi, Kesunyaan juga berlaku untuk semua entitas mental (keadaan pikiran). Dalam pemeriksaan yang terperinci, semua entitas fisik hanyalah fluktuasi molekul, atom, elektron, netron, proton, partikel, partikel sub-atom, dan energi yang tiada hentinya. Semua hanyalah manifestasi energi yang tiada batasnya.
Dalam pemeriksaan yang terperinci, semua entitas mental hanyalah proses-proses yang berubah dengan hampir tidak kentara sepanjang waktu. Misalnya, kita tahu bahwa kita memiliki gagasan, tetapi bagaimana suatu gagasan mengalir dari satu gagasan ke gagasan yang lain adalah hal yang paling tidak kentara bagi pikiran yang tidak terlatih.
PESONA KESUNYATAAN
Segala sesuatu semata-mata adalah seperti apa yang tampak, di balik itu… tidak ada “apa-apa”.
Di depan kita ada segala sesuatu, tetapi di belakang segala sesuatu itu tidak ada sesuatu yang substansial (karena semuanya adalah perubahan abadi). Namun segala sesuatu yang ada di sini sesungguhnya ADA di sini! Dan “ketiadaan” di balik mereka sesungguhnya ADA di sini, sekaligus di tempat dan waktu yang sama!
SEGALA SESUATU ADALAH SAMA, SEKALIGUS BERBEDA.
Segala sesuatu adalah sama dalam pengertian bahwa semuanya sama-sama kosong. Bagaimanapun juga, segala sesuatu jelas berbeda karena mereka bermanifestasi dalam berbagai bentuk yang tak terhingga banyaknya. “Segala sesuatu” juga merujuk pada semua kepemilikan kita, keluarga, kesehatan, kekayaan, ketenaran, dan lain-lain.
Sebagaimana dalam perumpamaan sungai, sungai adalah di sini sekaligus tidak di sini pada tempat dan saat yang sama. Hal ini berlaku untuk segala sesuatu. Seluruh jagad raya yang kita ketahui adalah “nyata tapi tidak nyata” pada saat yang sama. Ini adalah “tipuan sulap” yang terhebat, yang mana orang yang belum tercerahkan tidak mampu melihatnya, sehingga terpikat padanya.
MANFAAT MENYADARI KESUNYATAAN
Kegelapan batin kita melihat ilusi sebagai sesuatu yang “begitu nyata”. Kita melihat perubahan yang terus-menerus sebagai sesuatu yang tidak berubah dan menjadi melekat pada hal-hal yang tidak substansial. Ketidak-mampuan melihat ketidak-nyataan diri menciptakan penderitaan yang terpusat di sekitar pandangan kita yang salah tentang diri. Tidak ada petunjuk tentang suatu diri yang kekal di dalam segala sesuatu, baik fisik maupun mental. Tidak ada “saya, kamu, milik saya, milik kamu…”. Jika diri disadari sebagai kosong dan tidak nyata, segala perbedaan yang bertentangan akan sirna, semuanya tampak sebagaimana adanya dalam realitas mereka yang telanjang tanpa label-label kosong, penghakiman, atau prasangka.
Kemampuan menerapkan Kesunyataan dalam kehidupan sehari-hari membawa kemudahan dan kebahagiaan yang tak terkira karena kita menjadi terbebaskan dari belenggu kemelekatan. Menyadari Kesunyataan adalah mencapai Kebijaksanaan tentang ketiadaan diri (melihat hakikat tiada inti diri dalam segala sesuatu). Berfungsinya ketiadaan inti diri adalah Welas Asih. Jadi, Kebijaksanaan sejati adalah Welas Asih dan Welas Asih sejati adalah Bijaksana—keduanya saling berkaitan. Kesempurnaan Kebijaksanaan dan Welas Asih membentuk puncak ganda pengembangan spiritual atau Pencerahan.
Jika kita membiasakan diri kita dengan Kesunyataan, secara berangsur-angsur kita membuka pikiran kita dan membebaskan diri kita dari belenggu ketidaktahuan yang memahami realita secara salah. Pada waktunya, kita akan mengenyahkan segala kegelapan batin, kemarahan, kemelekatan, keangkuhan, iri hati, dan sikap-sikap negatif lainnya dari pikiran kita. Dengan berbuat demikian, kita tidak lagi menciptakan tindakan-tindakan merusak yang termotivasi oleh semua ketidakbaikan itu. Selanjutnya kita akan terbebaskan dari semua masalah. Dengan kata lain, menyadari Kesunyaan mendatangkan Kebahagiaan Sejati.
Sebagai rangkuman, sebuah penerapan praktis Kesunyataan dalam kehidupan sehari-hari adalah:
Hargailah segala sesuatu ( pada saat ini )
karena semuanya adalah sementara;
Janganlah melekat pada segala sesuatu ( pada saat ini )
karena semuanya adalah sementara.
Semoga Artikel berbagai sumber yang saya tampilkan bisa membawa pencerahan
Om Mani Padme Hum
Lian Hua Vincent
Tidak ada komentar:
Posting Komentar