Pages - Menu

Pages

Sabtu, 12 Mei 2012

jalan menuju musnahnya derita?

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, kebenaran mulia tentang jalan menuju musnahnya derita?

Inilah jalan mulia berunsur delapan yaitu:
pandangan benar,
pikiran benar,
ucapan benar,
perbuatan benar,
penghidupan benar,
daya upaya benar,
perhatian benar,
keteguhan batin benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, pandangan benar?

Wahai para Bhikkhu,
pengetahuan pada derita,
pengetahuan pada asal mula derita,
pengetahuan pada musnahnya derita,
pengetahuan pada jalan menuju musnahnya derita.

Ini, wahai para Bhikkhu, disebut pandangan benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, pikiran benar?

Pikiran pada pelepasan (kesenangan terhadap nafsu indrawi),
pikiran tanpa kehendak buruk,
pikiran tidak menyakiti.


Ini, wahai para Bhikkhu, disebut pikiran benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, ucapan benar?

Menghindarkan diri dari ucapan bohong,
menghindarkan diri dari ucapan menghasut,
menghindarkan diri dari ucapan kasar,
menghindarkan diri dari ucapan membual.

Ini, wahai para Bhikkhu, disebut ucapan benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, perbuatan benar?

Menghindarkan diri dari membunuh,
menghindarkan diri dari mengambil barang yang tidak diberikan,
menghindarkan diri dari perbuatan asusila.
Ini, wahai para Bhikkhu, disebut perbuatan benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, penghidupan benar?

Wahai para Bhikkhu, seorang siswa ‘Sang Buddha yang mulia’ di Ajaran ini
menghindari penghidupan yang salah,
menjalankan penghidupan yang benar.

Ini, wahai para Bhikkhu, disebut penghidupan benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, daya upaya benar?

Wahai para Bhikkhu, seorang bhikkhu di Ajaran ini
berhasrat, berusaha, bersemangat, memapah dan menegakkan pikiran untuk tidak memunculkan hal- hal yang buruk, yang tidak baik yang belum muncul;
berhasrat, berusaha, bersemangat, memapah dan menegakkan pikiran untuk menyingkirkan hal-hal yang buruk, yang tidak baik yang telah muncul;
berhasrat, berusaha, bersemangat, memapah dan menegakkan pikiran untuk memunculkan hal-hal yang baik yang belum muncul;

berhasrat, berusaha, bersemangat, memapah dan menegakkan pikiran untuk memasang, memelihara, memperbanyak, memperbesar, mengembangkan, menyempurnakan hal-hal yang baik yang telah muncul.
Ini, wahai para Bhikkhu, disebut daya upaya benar.

Bagaimanakah wahai para Bhikkhu, perhatian benar?

Wahai para Bhikkhu, seorang bhikkhu di Ajaran ini
merenungkan tubuh di tubuh, bersemangat, berpenyadaran, berperhatian, menyingkirkan kegemaran (abhijjhā) dan kepiluan hati (domanassa) di dunia;
merenungkan perasaan di perasaan, bersemangat, berpenyadaran, berperhatian, menyingkirkan kegemaran (abhijjhā) dan kepiluan hati (domanassa) di dunia;

merenungkan pikiran di pikiran, bersemangat, berpenyadaran, berperhatian, menyingkirkan kegemaran (abhijjhā) dan kepiluan hati (domanassa) di dunia;
merenungkan isi-isi batiniah di isi-isi batiniah, bersemangat, berpenyadaran, berperhatian, menyingkirkan kegemaran (abhijjhā) dan kepiluan hati (domanassa) di dunia.

Ini, wahai para Bhikkhu, disebut perhatian benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, keteguhan batin benar?

Wahai para Bhikkhu, seorang bhikkhu di Ajaran ini, setelah terbebas dari nafsu indria dan terbebas dari bentuk pikiran yang tidak baik, memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama, (yakni keadaan batin) yang terdapat kegiuran dan kebahagiaan yang ditimbulkan dari ketenangan, disertai dengan pengarahan pikiran pada objek, dan pertimbangan pikiran pada objek.
Kemudian, karena menenangkan vitakka dan vicāra, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke dua, (yakni keadaan batin) yang terdapat kejernihan di dalam, kemunculan dan berkembangnya dhamma batiniah nan utama, kegiuran dan kebahagiaan yang ditimbulkan dari keteguhan batin yang tanpa disertai dengan vitakka dan vicāra.

Selanjutnya, karena melenyapkan kegiuran, ia berbatin seimbang, berperhatian, berkesadaran murni, dan mengenyam kebahagiaan melalui gugusan batiniah, memasuki dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang oleh para Ariya dikatakan sebagai “Ia yang berbatin seimbang, penuh perhatian, dan mencapai kebahagiaan.”

Kemudian, karena melenyapkan sukha dan dukkha serta melenyapkan kesenangan hati dan kesedihan hati yang telah dirasakan sebelumnya, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke empat, (yakni keadaan batin) yang tiada derita maupun bahagia, terdapat perhatian murni yang ditimbulkan dari keseimbangan.

Ini, wahai para Bhikkhu, disebut keteguhan batin benar.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar