Pages - Menu

Pages

Minggu, 06 Mei 2012

Koan Im Po Sat (Guan Yin Pu Sa)












Koan Im Po Sat

(Guan Yin Pu Sa)



Koan Im Po Sat atau Guan Yin Pu Sa, sering disebut juga dengan Koan Si Im Po Sat atau Guan Shi Yin Pu Sa, yang sesungguhnya merupakan terjemahan secara harafiah dari bahasa Sansekerta : Avalokitesvara Bodhisatva, yang memiliki arti :

-         Avalokita (Koan / Guan / Koan Si / Guan Shi), berarti melihat ke bawah, mendengarkan ke bawah. Bawah disini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (lokita).
-         Isvara (Im / Yin), berarti suara. Yang dimaksud adalah suara dari makhluk-makhluk yang menjerit atas penderitaan yang dialaminya.
Oleh sebab itu Koan Im adalah Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang. Di negara Jepang, Koan Im Po Sat terkenal juga dengan nama Dewi Kanon.
Sewaktu agama Buddha memasuki daratan Tiongkok, pada jaman dinasti Han, Avalokitesvara awal mulanya diperkenalkan sebagai sosok seorang pria. Dengan berjalannya waktu, dan juga karena pengaruh dari ajaran Tao dan Khong Hu Cu, maka menjelang era dinasti Tang, akhirnya Avalokitesvara ditampilkan sebagai sosok seorang wanita.
Dari pengaruh ajaran Tao, perubahan ini mungkin terjadi karena jauh sebelum mereka mengenal Avalokitesvara, mereka telah memuja dewi Tao yang biasa disebut ‘Niang-niang’. Karena adanya legenda puteri Miao Shan yang sangat terkenal, mereka memunculkan tokoh wanita yang disebut ‘Guan Yin Niang Niang’, sebagai pendamping Avalokitesvara pria. Lambat laut tokoh Avalokitesvara pria mulai dilupakan orang, dan sebaliknya tokoh Guan Yin Niang Niang menggantikan posisinya dengan sebutan Guan Yin Pu Sa.
Dari pengaruh ajaran Khong Hu Cu, mereka beranggapan bahwa kurang layak apabila kaum wanita memohon anak pada seorang dewata pria. Bagi para penganutnya, hal itu dianggap sebagai keinginan Koan Im sendiri untuk mewujudkan dirinya sebagai seorang wanita, agar ia dapat lebih leluasa menolong kaum wanita yang membutuhkan pertolongannya.
Dari sini jelaslah bahwa sesungguhnya tokoh Avalokitesvara memang berasal dari India, namun tokoh Koan Im Po Sat (Guan Yin Pu Sa) adalah asli seratus persen bersifat Tionghoa dan dipengaruhi oleh ajaran Taoisme. Avalokitesvara memiliki tempat suci di gunung Potalaka – Tibet, sedangkan Koan Im Po Sat memiliki tempat suci di gunung Pu Tao Shan – di kepulauan Zhou Shan, Tiongkok. Jadi jelaslah bahwa tokoh Avalokitesvara merupakan pendorong awal timbulnya tokoh Koan Im Po Sat .
Dewasa ini tokoh Koan Im Po Sat di-identik-kan dengan legenda Puteri Miao Shan, anak dari raja Miao Zhuang dari negeri Xing Lin. Raja Miao Zhuang memerintah kira-kira pada akhir dinasti Zhou (abad 3 SM). Diceritakan bahwa sebenarnya raja Miao Zhuang sangat mendambakan seorang anak lelaki, tapi yang dimilikinya hanyalah tiga orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu, yang kedua bernama Miao Yin dan yang bungsu bernama Miao Shan.
Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil, dan yang kedua memilih seorang jendral perang sebagai suaminya. Sedangkan puteri Miao Shan tidak berniat untuk kawin, tetapi ia malah meninggalkan istana dan menjadi bhikshuni di klenteng Bai Que Shi.
Berbagai cara diusahakan oleh raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah. Tapi puteri Miao Shan tetap berteguh pada pendiriannya. Hingga pada suatu ketika, raja Miao Zhuang habis kesabarannya. Diperintahkannya para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati puteri Miao Shan.
Setelah kematiannya, arwah puteri Miao Shan berjalan-jalan di neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang ada di neraka, maka Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia. Akibat doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci, maka suasana neraka segera berubah menjadi seperti sorga. Penguasa akherat, Yan Luo Wang, menjadi bingung setengah mati. Akhirnya arwah Miao Shan diperintahkan kembali ke badan kasarnya.
Begitu bangkit dari kematiannya, Buddha Amitabha (O Mi To Hud) muncul di hadapan Miao Shan, dan memberikan buah persik dewa. Akibat makan buah persik dewa itu, Miao Shan tidak lagi mengalami rasa lapar, ketuaan maupun kematian. O Mi To Hud lalu menganjurkan agar Miao Shan berlatih kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar seekor harimau jelmaan dari dewa Bumi.
Sembilan tahun berlalu, suatu ketika raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib dan obat telah dicoba, tetapi tidak satupun yang membawa hasil. Puteri Miao Shan yang mendengar berita itu, lalu menyamar menjadi seorang pendeta tua dan datang menengok. Namun ternyata sang raja telah wafat.
Dengan kewaskitaannya, puteri Miao Shan melihat bahwa arwah ayahnya dibawa masuk ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat. Karena bhaktinya, maka puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk menolong ayahnya. Pada saat akan menolong ayahnya melewati gerbang dunia akherat, puteri Miao Shan dan ayahnya dikerubuti setan-setan kelaparan. Agar Ia dan ayahnya dapat melewati setan-setan kelaparan itu, puteri Miao Shan memotong tangan untuk dijadikan santapan setan-setan kelaparan. Setelah hidup kembali, raja Miao Zhuang menyadari bahwa bhakti puteri ketiganya sungguh luar biasa. Ia menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan, dan bersama-sama dengan keluarganya pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti jalan Buddha.
Sementara itu, rakyat yang mendengar perbuatan Miao Shan yang amat berbhakti, hingga rela mengorbankan tangannya, menjadi terharu. Mereka berbondong-bondong membuatkan tangan palsu untuk puteri Miao Shan. O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, kemudian merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahnya menjadi suatu bentuk kesaktian serta memberikannya kepada Miao Shan. Lalu Ji Lay Hud memberinya gelar Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin Pu Sa, yang artinya Bodhisatva Koan Im penolong kesukaran yang bertangan dan bermata seribu yang tak ada bandingnya.
Dalam bagian lain dikisahkan bahwa pada saat Koan Im diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, ia menggunakan kesaktiannya itu untuk melawan mereka. Ia merubah dirinya menjadi bertangan seribu dan bermata seribu, dengan masing-masing tangan memegang senjata yang berlainan.
Kisah Koan Im tangan seribu ini juga banyak versinya, antara lain yang cukup dikenal ialah cerita saat puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah menjadi berkeping-keping. O Mi To Hud yang mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan seribu tangan dan seribu mata, sehingga Koan Im dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada manusia.
Koan Im dengan tangan seribu ini dikenal dengan sebutan Jeng Jiu Koan Im (Qian Shou Guan Yin).
Dalam legenda puteri Miao Shan, juga diceritakan bahwa kakak-kakak Miao Shan setelah bertobat dan mencapai kesempurnaan, mereka diangkat sebagai Po Sat oleh Giok Hong Siang Te. Puteri Miao Shu diangkat sebagai Bun Cu Po Sat (Wen Shu Pu Sa) dan puteri Miao Yin sebagai Po Hian Po Sat (Pu Xian Pu Sa).
Diceritakan pula bahwa pada saat pelantikan puteri Miao Shan menjadi Po Sat, Miao Shan ‘diberi’ dua orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu Ni) atau gadis kumala dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau jejaka emas.
Long Ni asalnya adalah cucu dari Liong Ong (raja naga), yang diberi tugas menyerahkan mutiara ajaib kepada Koan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Ternyata Long Ni justeru ingin menjadi murid Koan Im dan mengabdi kepadanya.
Sedangkan kisah Shan Cai ada dua versi. Versi pertama berdasarkan legenda puteri Miao Shan menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Buddha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Koan Im untuk dididik. Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) mengatakan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama aslinya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kebandelan dan kenakalan Ang Hay Jie, maka kera sakti Sun Go Kong meminta bantuan Koan Im untuk mengatasinya. Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Koan Im dan diangkat menjadi muridnya dengan panggilan Shan Cai. Di sini, banyak orang menjadi salah mengerti dan menganggap bahwa salah satu pengawal Koan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilannya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Perbedaannya adalah Lie Lo Cia menggunakan roda api di kakinya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King sedangkan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.
Ada banyak macam arca Koan Im, dalam kitab Buddhisme Tiongkok disebutkan ada 33 rupa perwujudan Koan Im, antara lain :

bullet
Koan Im berdiri menyeberangi lautan.
bullet
 Koan Im duduk bersila bertangan seribu.
bullet
Koan Im berdiri berbaju putih bersih.
bullet
Koan Im berdiri membawa anak.
bullet
Koan Im berdiri di atas batu karang atau gelombang.
bullet
Koan Im duduk bersila membawa botol suci dan dahan Yang Liu.
bullet
Koan Im duduk bersila dengan seekor burung kakak tua.

Selain perwujudannya bermacam-macam, nama Koan Im (Avalokitesvara)-pun juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dll.

Walaupun memiliki berbagai macam-macam rupa, tetapi Koan Im umumnya ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan.
Selain itu, Koan Im Po Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Po Sat dan Po Hian Po Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Po Sat (Da Shi Zhi Pu Sa) – O Mi To Hud – Koan Im Po Sat.
 

Miao Shan
« on: September 07, 2010, 01:03:31 AM »
Dahulu kala hiduplah seorang raja yang sangat lalim. Demi
keinginannya menguasai seluruh negeri, ia telah mengorbankan
banyak sekali prajurit. Demi mengejar ambisinya ini, rakyat yang
tidak berdosa pun menanggung kepahitan. Dialah Raja Miao
Chuang yang beristrikan Permaisuri Pao Te. Setelah menikah
selama 25 tahun, permaisuri belum juga mengandung. Lalu
mereka pergi ke gunung Hua Shan, memohon kepada Dewa
selama 7 hari - 7 malam. Dewa di gunung ini terkenal baik hati,
sehingga tak lama kemudian mereka diberkahi 3 orang puteri.

Putri pertama bernama Miao Ching, yang kedua bernama Miao
Yin, dan yang bungsu adalah Miao Shan. Ketiganya cantik jelita,
namun yang lebih menonjol adalah si bungsu. Miao Shan sangat
menyukai pelajaran agama Buddha. Karena sifatnya yang baik
hati dan bijaksana, Dialah yang paling disayang oleh ayahnya.


Masa Kecil
Sejak kecil Puteri Miao Shan telah menunjukkan sifat welas
asihnya terhadap semua makhluk. Saat bermain di taman, ia
melihat sekumpulan semut merah sedang berperang melawan
semut hitam. Karena cinta kasihnya yang luar biasa, Ia
memisahkan pertengkaran mereka satu demi satu. Suatu hari
saat berada di taman Ia berkata,

"Kerajaan dan kemuliaan bagaikan hujan di musim semi dan
embun di pagi hari, dalam sekejap semuanya akan musnah. Raja-
raja besar maupun raja negara bagian mengira bahwa mereka
dapat menduduki takhta mereka selamanya. Sesungguhnya
nasiblah yang membuat mereka menjadi raja, selebihnya, apalah
bedanya dengan orang lain? Saat ajal tiba, penyakit dapat
merebahkan mereka di dalam peti mati, dan segalanya berakhir."


"Jadi apa yang kamu inginkan?" tanya kedua kakak-Nya.
"Tiada yang kuinginkan selain sebuah tempat damai, aman dan
tentram. Mengasingkan diri menginsafi Kebenaran hingga
mencapai kesempuraan. Suatu hari aku akan mencapai tingkat
kebajikan yang tinggi. Aku akan menolong ayah-ibu, juga orang-
orang yang mengalami penderitaan di dunia. Aku akan
menasehati roh-roh jahat agar mereka berbuat kebajikan. Itulah
cita-cita dan tujuan hidupku selama ini.

Mewujudkan Tekad Suci
Setelah cukup dewasa, kedua kakak Miao Shan menikah,
tinggallah diri-Nya yang belum menikah. Raja memanggil-Nya dan
mengatakan bahwa kelak saat puteri kesayangannya ini
menikah, sang suami akan menjadi calon raja untuk
menggantikannya kelak. Namun Puteri Miao Shan menolak untuk
menikah, Ia lebih memilih hidup membina untuk kelak mencapai
Kebuddhaan. Mendengar bahwa puterinya ingin menjadi
biarawati, amarah raja menyala, karena hal ini dianggap dapat
membuat malu kerajaan.

Akhirnya Puteri Miao Shan mengiyakan dengan mengajukan
sebuah syarat, yaitu ia hanya ingin menikah dengan seorang
tabib. Tabib yang dimaksud harus dapat menyembuhkan manusia
dari berbagai penyakit yang timbul akibat keserakahan, ketuaan,
dan berbagai kelemahan tubuh. Jika tabib yang dimaksud
memang ada, Ia bersedia untuk menikah saat itu juga.

Bukan main murkanya Sang Raja. Miao Shan mendapatkan
hukuman, dibuang ke taman milik ratu. Permaisuri Pao Te
berusaha membujuk-Nya, namun sia-sia. Suatu hari Puteri Miao
Shan memohon agar diijinkan menjadi bhikkuni di Biara Burung
Putih di Yu Chao. Raja mengijinkannya, namun diam-diam
mengirim titah kepada ketua biara agar menolak kedatangan
puterinya.

Sesampainya di biara, seorang murid berusaha membujuk Puteri
Miao Shan untuk kembali ke istana. Berbagai cara telah
digunakan, namun tekad suci Sang Puteri tak tergoyahkan. Ketua
biara hampir kehabisan akal, akhirnya ia mencoba menggunakan
cara yang lebih keras. Puteri Miao Shan diperbolehkan tinggal di
Biara, dengan syarat Dia harus mampu mengerjakan pekerjaan
dapur yang sangat berat. Tugas-Nya adalah memasak hidangan
untuk 500 orang murid, termasuk juga menimba dan memasak
air, serta mencari kayu bakar. Jika tugas ini tak dapat
terselesaikan, Miao Shan harus keluar dari Biara.

Tak disangka, Miao Shan menyanggupi syarat ini. Demi tekadnya
hidup membiara, Ia mengerjakan tugas berat itu seorang diri.
Jerih payah dan ketulusan hati ini menggugah para Dewa Langit.
Atas titah Bodhisatva Kumala Raja, para Dewa dititahkan untuk
membantu pekerjaan ini, sehingga seluruhnya dapat
terlaksanakan. Dengan demikian pengawas biara tak mempunyai
alasan untuk mengusir-Nya.


Offline hariyono

  • VVIP
  • Veteran
  • *****
  • Posts: 19687
  • reputasi: 598
  • Gender: Male
    • View Profile
Re:Miao Shan
« Reply #1 on: September 07, 2010, 01:04:00 AM »
Kemurkaan Raja
Mengetahui hal ini, Raja semakin marah. Ia mengirim pasukan
tentaranya untuk membakar biara. Para Bhikkuni ketakutan,
sementara Puteri Miao Shan merasa sedih dan menganggap
dirinya sebagai penyebab kekacauan ini. Dalam hati yang teriris,
Puteri Miao Shan berdoa, lau mengambil sebuah bambu dan
ditusukkan ke lidahnya. Darah yang mengalir deras
disemburkannya ke arah langit. Terjadilah sebuah kegaiban,
awan tebal datang ke arah mereka, hujan lebat mengguyur api
yang mulai melalap bangunan biara. Sekejap api padam, dan
bangunan suci tersebut terselamatkan.

Raja kalap dan menugaskan pasukannya untuk menangkap dan
memancung Puteri Miao Shan. Langit menjadi gelap gulita
ditutupi awan hitam, hanya Sang Puteri yang memancarkan
cahaya gemilang. Semua yang berada di sana menyaksikan
dengan rasa takjub. Saat eksekusi dilaksanakan, leher Sang
Puteri tak dapat ditebas, malah pedang algojo yang patah
menjadi dua. Lantas Raja menggunakan kain selendang untuk
menjerat leher Puterinya sendiri hingga meninggal dunia. Setelah
puas, barulah Raja meninggalkan tempat tersebut.

Alam berduka menyaksikan kekejaman Raja terhadap puterinya
sendiri. Segera setelah praja meninggalkan tempat itu, Raja Bumi
(Tu Thi Kong) menjelma menjadi seekor harimau dan membawa
jenazah puteri ke dalam hutan.


Mencapai Kesempurnaan
Sementara itu Roh Suci Puteri melayang di angkasa. Sesosok
Dewa berjubah biru mengajak Puteri berkeliling neraka. Setiba-
Nya di sana, Puteri disambut oleh Sepuluh Dewa Besar Bumi.
Saat mendengar doa yang dipanjatkan Puteri, mereka merasa
tenang. Tiba-tiba neraka yang panas dan penuh siksaan berubah
menjadi tempat yang indah dan nyaman, bagaikan Surga, alat-
alat siksaan pun berubah menjadi bunga teratai. Raja Neraka
bingung, dan memerintahkan 48 petugas pembawa bendera
untuk mengantar Puteri Miao Shan kembali ke tubuh-Nya.

Saat Puteri siuman, Buddha Sidharta Gautama menampakkan diri,
lalu mengajarkan metode meditasi untuk mencapai
kesempurnaan batin. Ditunjuk-Nya sebuah tempat suci, yaitu
Pulau Shing Shan di Pu To sebagai tempat meditasi Puteri Miao
Shan. Puteri juga diberikan buah Sien Thou (buah Surga) agar
kesehatannya pulih.

Saat Buddha Ksitigarbha datang ke pulau tersebut, betapa
kagetnya sang Raja Neraka menyaksikan kebijakan dan
kebajikan yang dicapai Pertapa Miao Shan Dewa Bumi
berkata, "Kecuali Sang Buddha, tiada pernah ada Orang Suci dari
India yang menyamai tingkat kesucian-Nya." Pada tanggal 19
bulan 6 (imlek), tercapailah kesucian sempurna. Pertapa Miao
Shan naik ke atas takhta, menerima singgasana kesucian, dan
selanjutnya manusia di seluruh dunia dapat menerima pancaran
kebajikan dan kemurahan hati-Nya.
Enche

Offline hariyono

  • VVIP
  • Veteran
  • *****
  • Posts: 19687
  • reputasi: 598
  • Gender: Male
    • View Profile
Re:Miao Shan
« Reply #2 on: September 07, 2010, 01:04:26 AM »
Pembalasan Bagi Raja
Bodhisatva Kumala Raja menyaksikan dengan jelas segala
kekejian Raja Miao Chuang. Ia telah membunuh banyak orang
dan binatang dikala perang, bahkan membakar Biara Burung
Bangau dan terakhir membunuh puterinya yang hendak
membina. Akhirnya Bodhisatva menjatuhkan hukuman berat,
yaitu penyakit aneh yang sulit disembuhkan.

Tak lama setelah peristiwa pembakaran Biara, Raja menderita
penyakit bisul yang aneh. Sakit yang bukan main membuatnya
merasa sangat tersiksa. Seluruh tabib dari segala penjuru
didatangkan, tetapi tetap tak dapat mengatasinya. Dalam mimpi
Raja mendapat petunjuk tentang seorang tabib, dan akhirnya
tabib tersebut ditemukan. Tabib berkata bahwa penyakit ini
hanya dapat disembuhkan oleh mata dan lengan dari orang yang
rela menyerahkannya kepada Raja, tanpa paksaan.

Raja menugaskan dua orang mentri untuk mencari sukarelawan
yang dimaksud. Mencari dan terus mencari, akhirnya kedua
mentri tiba di tempat Pertapa Miao Shan berada. Setelah
mengungkapkan tujuan kedatangannya, Pertapa Miao Shan
mengambil sebuah pisau tajam dan menyuruh mereka mengorek
mata dan memotong lengan kirinya. Begitu tangan dipotong,
darah segar memancar. Begitu pula saat mata kiri Beliau dicungkil.

Setelah berterima kasih, kedua mentri pulang dan membuat
ramuan sesuai petunjuk tabib. Setelah meminum ramuan
tersebut, seketika tubuh bagian kiri Raja sembuh. Namun bagian
kanannya masih dalam keadaan yang sama. Raja kembali
menyuruh kedua mentrinya untuk meminta lagi kepada pertapa,
kali ini mata dan lengan bagian kanan. Setelah meminum ramuan,
Raja akhirnya sembuh total. Namun ia belum menyadari, siapa
sebenarnya yang telah berbudi kepadanya.

Bertemu Kembali
Tiga tahun kemudian Raja dengan Permaisuri pergi ke Shing Shan
untuk berterima kasih kepada Pertapa yang menyelamatkannya.
Setibanya di gunung, terlihat seorang Bhikkuni sedang
berbaktipuja, setelah itu Sang Bhikkuni duduk di atas altar dalam
wujud yang sangat mengerikan. Kedua mata-Nya buta, dan
kedua lengan yang buntung masih meneteskan darah segar.
Saat melihat wajah Bhikkuni tersebut, Permaisuri seketika jatuh
pingsan, dan Raja menyesali kekejiannya juga pingsan.

Setelah kedua orang tua-Nya siuman, Pertapa Miao Shan
menceritakan apa yang terjadi selama ini, dan karma buruk ayah-
Nya. Mendegar semua ini, Raja menjatuhkan diri dan berlutut
mencium tanah, lalu ia menancapkan dupa sambil menangis pilu.
Raja bertobat kehadapan langit-bumi dengan penuh ketulusan.
Akhirnya tubuh Sang Pertapa kembali seperti semula.

Malaikat datang membacakan Firman Kaisar Langit, "Manusia
sudah melupakan Surga dan neraka, enam kebajikan dan hukum
tumimbal lahir dengan menuruti kehidupan yang amat tercela.
Tapi kau, Miao Shan yang telah bermeditasi selama 9 tahun rela
mengorbankan anggota tubuhmu untuk menyembuhkan penyakit
ayahmu. Maka kami mengangkatmu sebagai Orang Suci dengan
gelar Bodhisatva pelindung manusia yang selalu bermurah hati
dan berwelas asih. Di atas singgasana teratai yang agung, kau
akan menjadi Penguasa Laut Cina Selatan (Nan Hai) dan pulau
Pu To San."

Demikianlah, tekad agung yang Beliau pertahankan kini telah
terwujud. Dalam panggilan kasih-Nya yang tiada tara, Beliau
selalu hadir untuk menolong setiap manusia yang berada dalam
penderitaan. Beliau mendengarkan jerit tangis mereka,
mengabulkan doa-doa yang tulus. Kini Beliau di kenal sebagai
Bodhisatva Avalokitesvara, Nan Hai Ku Fo, atau Buddha Kwan Yin.
Dalam Wadah Ketuhanan, Beliau terlahir kembali sebagai adik
kandung Patriat-XVII, bersama mengembangkan Jalan
Ketuhanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar