Dalam Pāyāsi Sutta dari Dīghanikāya, dalam nasehatnya kepada Pangeran Pāyāsi, Bhikkhu Kassapa mengatakan sebagai berikut:
"O Pangeran, ketika upacara korban tidak melibatkan pembunuhan sapi, kambing, ayam atau binatang2 lainnya, dan ketika peserta upacara korban tersebut memiliki pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan jasmani benar, mata pencaharian benar, semangat benar, perhatian benar dan konsentrasi benar, upacara korban tersebut akan menghasilkan buah dan manfaat yang besar".
Terlepas dari definisi umum faktor2 dalam Jalan Mulia ini, kalimat singkat di atas menunjukkan bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan bisa dimiliki oleh siapa saja baik bhikkhu maupun umat awam, dan baik puthujjana maupun seorang ariya. Mengapa dalam konteks ini saya katakan bahwa umat awam juga berhak mempraktikkan Jalan ini? Karena umumnya yang mengikuti upacara korban adalah umat awam, bukan seorang bhikkhu.
Juga perlu diingat di sini bahwa dalam sutta2 sering dikatakn bahwa Sang BUddha sering menggunakan metode anupubbikatha (gradual talk) dalam khotbahnya kepada umat awam. Dikatakan bahwa setelah pikiran seseorang menjadi bersih dari rintangan batin, lebih lunak, fleksibel, Sang Buddha kemudian melanjutkan dengan ajaran Ukkamsika dhammdesana (khotbah yang tinggi) yakni 4 Kesunyataan mulia. Kita tahu bahwa kesunyataan mulia terakhir adalah Jalan Mulia berunsur Delapan. Pertanyaannya di sini adalah, jika beberapa faktor dari Jalan ini tidak dimaksudkan untuk umat awam, mengapa Sang Buddha juga menjagarkan seluruh faktor dari Jalan ini kepada umat awam? Kenyataannya, setelah diajarkan kepada umat awam, banyak dari mereka yang mencapai kesucian sotapanna, seperti yasa, orangtua Yasa, raja Bimbisara, Upali, Sonadanda, dll. Ini menunjukkan bahwa Jalan ini terbuka untuk siapa saja termasuk umat awam.
"O Pangeran, ketika upacara korban tidak melibatkan pembunuhan sapi, kambing, ayam atau binatang2 lainnya, dan ketika peserta upacara korban tersebut memiliki pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan jasmani benar, mata pencaharian benar, semangat benar, perhatian benar dan konsentrasi benar, upacara korban tersebut akan menghasilkan buah dan manfaat yang besar".
Terlepas dari definisi umum faktor2 dalam Jalan Mulia ini, kalimat singkat di atas menunjukkan bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan bisa dimiliki oleh siapa saja baik bhikkhu maupun umat awam, dan baik puthujjana maupun seorang ariya. Mengapa dalam konteks ini saya katakan bahwa umat awam juga berhak mempraktikkan Jalan ini? Karena umumnya yang mengikuti upacara korban adalah umat awam, bukan seorang bhikkhu.
Juga perlu diingat di sini bahwa dalam sutta2 sering dikatakn bahwa Sang BUddha sering menggunakan metode anupubbikatha (gradual talk) dalam khotbahnya kepada umat awam. Dikatakan bahwa setelah pikiran seseorang menjadi bersih dari rintangan batin, lebih lunak, fleksibel, Sang Buddha kemudian melanjutkan dengan ajaran Ukkamsika dhammdesana (khotbah yang tinggi) yakni 4 Kesunyataan mulia. Kita tahu bahwa kesunyataan mulia terakhir adalah Jalan Mulia berunsur Delapan. Pertanyaannya di sini adalah, jika beberapa faktor dari Jalan ini tidak dimaksudkan untuk umat awam, mengapa Sang Buddha juga menjagarkan seluruh faktor dari Jalan ini kepada umat awam? Kenyataannya, setelah diajarkan kepada umat awam, banyak dari mereka yang mencapai kesucian sotapanna, seperti yasa, orangtua Yasa, raja Bimbisara, Upali, Sonadanda, dll. Ini menunjukkan bahwa Jalan ini terbuka untuk siapa saja termasuk umat awam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar