Pages - Menu

Pages

Selasa, 26 Juni 2012

Membangkitkan Tekad dan Bodhicitta

Membangkitkan Tekad dan Bodhicitta



Dari buku ke-60, “Dunia Lain di Dalam Danau” (湖濱別有天 – The Inner World of the Lake)
Oleh: Grand Master Sheng-Yen Lu, penerjemah dan editor ahli: Mei Linda dan Minarto
Saat saya baru pertama kali menginjakkan kaki ke Amerika Serikat, sebetulnya saya mengalami kesulitan yang teramat sangat ketika memulai pekerjaan Dharmaduta. Karena, orang Amerika hidupnya susah. Dan, orang Amerika tidak mengerti, apakah yang dimaksud dengan “membangkitkan niat dan tekad”? Mereka bertanya pada saya, mengapa perlu belajar Buddha Dharma? mengapa perlu menjadi Buddha? Apa pula kegunaan dari menjadi Buddha? Mereka malah memberitahu saya, bahwa mereka sama sekali tidak ingin menjadi Buddha.

Mengembangkan Buddha Dharma ternyata memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, karena orang Amerika sebenarnya tidak mengerti “Buddha” itu apa, dan juga tidak ingin menjadi Buddha. Jika tidak ingin menjadi Buddha, bagaimana pula bisa rajin dan bersungguh-sungguh menekuni Buddha Dharma?
Saya tahu, mereka tidak ingin menjadi Buddha, namun di dalam hati, mereka menyimpan rasa kagum terhadap filsafat dan kebudayaan timur. Sedikit saja menyinggung dua patah kata mengenai istilah ketimuran, langsung muncul kegairahan yang tinggi. Terhadap filsafat pemikiran dari Laozi[1], Zhuangzi[2], dan kaum Taois yang lainnya, sangat berminat. Mereka juga pernah mendengar nama Sakyamuni Buddha.
Terhadap orang Amerika yang seperti ini, terlebih dahulu saya mengobrol sedikit mengenai filsafat pemikiran Laozi, filsafat pergaulan Zhuangzi, untuk mengundang minat mereka, lalu menyisipkan Empat Kebenaran Mulia[3] dari Sakyamuni Buddha. Kemudian, dilanjutkan dengan menjelaskan bahwa Sakyamuni Buddha pada saat itu meninggalkan keduniawian dan mencari jalan pembebasan dukkha dengan tekad demi menolong semua makhluk, dengan mencari pemahaman terhadap dukkha supaya dapat menemukan cara menghilangkan dukkha semua makhluk. Hidup manusia diliputi bermacam-macam dukkha. Dari sisi internal, “400 macam penyakit” merupakan dukkha di fisik, “kesedihan, kekhawatiran, iri hati, kemarahan” adalah dukkha di hati. Dari sisi eksternal, terdapat dukkha akibat bencana alam yang meliputi “angin, salju, dingin, panas”. Selain itu, ancaman rampok dan kemalingan, ancaman harimau dan serigala, semua ini merupakan bencana yang dapat diakibatkan oleh manusia dan hewan.
Selanjutnya, saya jelaskan mengenai delapan macam dukkha dalam Sutra Buddha – -
Dukkha karena kelahiran – - kelahiran merupakan dukkha bagi manusia: merepotkan ibunda hingga menderita kesakitan semasa mengandung; sementara itu, berada di dalam kandungan maupun keluar dari kandungan, semuanya membawa penderitaan (bisa ditelusuri dalam Sutra Sabda Buddha mengenai Sadhana Panjang Usia, Penghapus Dosa, dan Pelindung Kaum Kumara), merupakan dukkha.
Dukkha karena tua – - seorang yang lanjut usia akan memiliki dukkha akibat perasaan khawatir akan kelambanan pergerakannya, penuaan organ tubuh, penurunan kemampuan pendengaran dan penglihatan, dan pergerakan badan yang tidak leluasa.
Dukkha karena sakit – - saat manusia menderita penyakit, takut hawa dingin dan takut hawa panas, jiwa dan raga menjadi tidak fit/tidak produktif, mengalami penderitaan, tidak mampu mengutarakan penderitaan yang dialaminya.
Dukkha kematian – - penderitaan menghadapi perpisahan, penderitaan karena tidak adanya sandaran menjelang hilangnya kesadaran/kematian, semuanya merupakan derita yang dihadapi.
Dukkha kehilangan yang dicintai – - suatu hari nanti akan berpisah juga dengan semua yang disukai.
Dukkha berkumpul dengan musuh – - tidak dapat menghindari semua yang tidak disukai, bahkan sering merasa terganggu.
Dukkha tidak mendapatkan yang diinginkan – - merasakan penderitaan karena tidak mendapatkan yang diinginkan.
Dukkha akibat lima sisi gelap panca-skandha – - lima sisi gelap panca-skandha (rupa, perasaan, pikiran, perbuatan, kesadaran), kelahiran dan kematian dari segala sesuatu yang berkondisi, lebih merupakan penderitaan.
Secara ringkas, sepuluh macam dukkha dalam hidup manusia adalah: “dukkha akibat kelahiran, dukkha akibat penuaan, dukkha akibat penyakit, dukkha akibat kematian, dukkha akibat gelisah, dukkha akibat kebencian, dukkha yang dirasakan setelah mengalami dukkha, dukkha akibat kesedihan, dukkha akibat kemarahan, dukkha karena bertumimbal lahir.”
***
Saya sering menjelaskan kenyataan akan hal yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia, seperti dukkha akibat “segala sesuatu tidak ada yang dapat bertahan lama”, “kelahiran dan kematian yang silih berganti”, “tidak dapat beristirahat dengan tenang”, untuk membangkitkan perasaan mereka, membuat mereka sadar akan keberadaan kondisi-kondisi tersebut. Dengan adanya kesadaran tersebut, barulah dapat membangkitkan niat dan tekad untuk menekuni Buddha Dharma.
Manusia zaman sekarang, mau membangkitkan niat dan tekad mereka untuk belajar Buddha Dharma sangatlah susah, karena mereka tersesat pada “warna” dari wujud luar. Mengejar “nama”, “keuntungan”, bahkan “istri” dan “keturunan”, juga sangat mengejar “kenikmatan hidup”, karena melekatlah sehingga timbul bermacam-macam dukkha.
Saya memberitahu mereka agar membangkitkan niat dan tekad, sungguh-sungguh menekuni kebijaksanaan dari Buddha Dharma, mengatasi bermacam-macam dukkha dengan menggunakan kebijaksanaan dari Buddha Dharma, tekun mengubah “tidak bebas” menjadi “bebas”, berusaha menekuni cara “sucikan pikiran dalam kekinian, otomatis akan tenang”. Saya perlahan-lahan memandu dengan cara seperti ini, hingga pada akhirnya mereka semua ikut bersarana pada “Ling Xian Zhen Fo Zhong[4]”.
Namun, pada kenyataannya, ingin seorang siswa yang baru mulai membangkitkan niat dan tekad untuk mempertahankan semangat dan konsistensinya, juga sangatlah susah. Seorang siswa Tantrayana yang membangkitkan tekad mempelajari Buddha Dharma, tidak dipungkiri masih dapat terkena pengaruh dunia luar, sehingga mundur dari tekadnya mencapai ke-Buddha-an. Siswa yang terkena pengaruh dunia luar dan mundur sudah terlalu banyak, terlalu banyak…
“Sangha monastik melepas jubah” juga berarti mundur dari tekad mencapai ke-Buddha-an.
“Siswa yang telah bersarana tidak lagi bersadhana” juga berarti mundur dari tekad mencapai ke-Buddha-an.
“Meninggalkan lingkungan jalan menuju ke-Buddha-an, memasuki kembali lingkungan jalan keduniawian”, juga berarti mundur dari tekad mencapai ke-Buddha-an.
“Di dalam lingkungan jalan menuju ke-Buddha-an, berebut nama dan keuntungan”, juga berarti mundur dari tekad mencapai ke-Buddha-an.
***
Saya berharap, orang-orang yang telah mundur dari tekad mencapai ke-Buddha-an, mengamati secara mendalam, berpikir, apakah kebenaran hakiki itu, apakah “jatidiri sesungguhnya yang suci dan tenang”, mengapa setelah membangkitkan tekad, masih mau ditutupi (dikendalikan, dipengaruhi) oleh debu duniawi… Terhadap kebenaran dunia ini, mengapa tidak tercerahkan, mengapa diri sendiri masih tidak tenang dan suci… Jika begini, harus menekuni dengan sungguh-sungguh “jatidiri sesungguhnya yang suci nan tenang”, mengenali dengan jelas makna kehidupan manusia ini.
Setelah membangkitkan tekad, haruslah juga membangkitkan Bodhicitta[5].
Mantra pengembangan Bodhicitta:
「嗡。婆提支達。母打達牙。彌。」/Pinyin: Weng. Bodizhida. Mudadaya. Mi.
(Cara baca Indonesia: “Om. Poticeta. Matataya. Mi.”)
Ini adalah mantra pengembangan Bodhicitta, yang memberkati dan mendukung orang yang mengembangkan Bodhicitta, bahkan hingga mencapai keBuddhaan, mengokohkan ketetapan hati untuk tidak memudarkan sradha[6]. Mantra ini mampu menjaga sradha para siswa Tantra. Seluruh Bodhisattva membaca mantra ini saat pertama kali membangkitkan Bodhicittanya, memasuki bhumi sradha yang kokoh.
Seluruh siswa yang bersarana pada aliran Tantrayana Satya Buddha, harus memahami “Gatha Bodhicitta”:
Saya dengan berdasarkan pada [alam] Dharma, tidak mengabaikan makhluk luas
Bersama-sama bersarana pada Guru[7] , Buddha, Dharma, Sangha
Demi menyeberangi lautan samsara, membangkitkan metta karuna mudita upeksa
Semoga (pelatihan) tubuh-ucapan-pikiran dapat seberhasil seperti Adinata[8]
Satu lagi mantra pembangkit Bodhicitta:
「嗡。婆提支打。別炸。沙媽呀。啞吽。」/Pinyin: Weng. Bodizhida. Biezha. Shamaya. Ahum.
(Cara baca Indonesia: “Om. Poticeta. Pieca. Samaya. Ahom.”)
Kedua buah mantra tersebut, dapat meningkatkan dan mendukung pengembangan Bodhicitta, kebajikannya sama besar.
Saya sendiri merasakan, susah membuat orang mempercayai Buddha. Dan, lebih susah lagi untuk membuat orang yang telah mempercayai Buddha dan orang yang telah belajar Buddha-Dharma untuk tetap menjaga motivasi dan keyakinan yang tidak akan pernah luntur/berubah, dan, terutama bagi orang yang telah mempelajari Buddha-Dharma, lebih susah lagi untuk tetap memiliki ketetapan hati dalam menekuni sadhana. Orang yang mundur di tengah jalan, terlalu banyak, terlalu banyak… Ini disebabkan oleh apa? Adalah karena Mara[9] kuat, Dharma lemah! Seorang siswa yang memiliki ketetapan hati yang bulat, susah didekati oleh Mara, jika didekati namun tidak mundur dari tekad awal, barulah dapat dikatakan seorang yang suci/Ariya.
Dengan sangat jujur mengatakan: “Vajra Acarya Bermahkota Merah Berpita Suci” telah melampaui ratusan ujian kematian dan ribuan ujian kehidupan. Seluruh penderitaan yang kualami, jika diceritakan pun orang-orang akan susah mempercayai. Saya adalah orang yang telah memasuki ambang kematian lembah hantu namun tidak mati, benar-benar bernasib mujur. Saya orang yang mengalami dikhianati dan ditinggalkan oleh kerabat, teman, dan siswa, namun tetap dapat merelakan sesuai dengan hukum alam, tidak merasa sedih/menderita. Saya adalah orang yang mengalami serangan hujatan dari para sadhaka di seluruh dunia, namun, mereka meludahi Langit, Langitpun tidak akan menyusut, ini adalah ratusan ribu orang menghujat saya sendirian. Tekanan yang sebesar ini, kemajuan yang besar (yang diperoleh dari upaya melatih diri), dengan tekad yang bulat melatih diri, tidak mundur dari jalan keBuddhaan, merupakan maha upaya pelatihan yang tidak akan berubah dalam kondisi seperti apapun.
Makna kehidupan manusia, tidaklah pada “popularitas”, juga tidak pada “keuntungan”, “istri, harta, anak, kebahagiaan”. Harus bisa melarikan diri dari lingkaran “keuntungan dan popularitas”, barulah benar. Makna kehidupan manusia adalah untuk melatih keBuddhaan, mengejar dan mencari kebenaran yang hakiki, mendalami dan menghayati mahakebijaksanaan yang hakiki, menggunakan badan fisik untuk menjalaninya, mencapai “manunggaling-kawula-gusti” dengan alam semesta, kemudian kembali pada lautan jati diri dari Vairocana, maha lautan cahaya Buddha yang agung, penerangan yang seperti itu, sangatlah agung, merupakan yang paling agung di dunia.
Makhluk luas hendaklah membangkitkan niat dan tekad mempelajari Buddha-Dharma, tekun mempelajari dan mempraktekkan Buddha-Dharma, harus terus menjaga Bodhicitta memasuki bhumi sradha yang kokoh. Mampu mencapai “tidak mundur”, barulah dapat memperoleh penerangan dan mencapai pencerahan.
Yang mundur, Mara Langit tertawa terbahak-bahak, dijadikan sarapan oleh Mara Langit, benar-benar kasihan dan sangat disesalkan!
Saya amat menghimbau makhluk luas, orang yang mempercayai Buddha, segeralah membangkitkan niat dan tekad mempercayai Buddha dan mendalami Dharma. Yang telah mempelajari Buddha-Dharma, harus memiliki kesungguhan dan ketekunan untuk menghayati dan berkembang, tidak menyerah dalam memperoleh penerangan dan mencapai pencerahan, segera mengamati dan menyelidiki akar dari kilesa, berusaha sekuat tenaga dalam memperoleh kebenaran yang terpercaya, menjaga agar Bodhicitta tidak mengalami kemunduran, ini barulah kebenaran yang hakiki.
Yang belum membangkitkan niat dan tekad, akan terus ditemani karma baik dan karma buruk, berada di dalam perputaran lingkaran enam alam samsara.
Yang telah membangkitkan niat namun berbalik mundur, akan memasuki Neraka Vajra.
Yang telah membangkitkan niat, tekun menjaga Bodhicitta, tidak mengalami kemunduran, pastilah akan mencapai keberhasilan tertinggi (penerangan sempurna).

Artikel yang berhubungan (disarankan untuk dibaca):
http://meilindaxu.wordpress.com/2010/10/14/persembahan-tertinggi-persembahan-dharma/
Link artikel asli (berbahasa Mandarin):

[1] Filsuf kenamaan dari China, di Indonesia sendiri serng disebut sebagai “Lao-tsu” penulis Kitab Dao De Jing (道德經 – Sutra mengenai Jalan dan Kebajikan). Di agama Buddha, Laozi merupakan emanasi dari Tai Shang Lao Jun, yaitu suciwan yang merupakan dewa tertinggi di dalam ajaran Taoisme.
[2] Salah satu filsuf kenamaan dari China
[3] Empat Kebenaran Mulia terdiri dari: Dukkha ()Sebab-sebab Dukkha ()Akhir dari Dukkha (), dan Jalan (道) untuk mengakhiri Dukkha yang lazim disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan
[4] Aliran Tantrayana Zhen Fo Zhong/Tantrayana Satya Buddha (靈仙真佛宗), merupakan salah satu dari aliran Tantra Cina (sadhana menggunakan bahasa Mandarin) yang merupakan penggabungan dari beberapa sekte Buddhisme Tibetan (yaitu Sekte Nyingmapa (Sekte Merah), Sekte Gelugpa (Sekte Kuning), Sekte Sakyapa (Sekte Kembang), dan Sekte Kargyupa (Sekte Putih)), sekte Sukhawati dari aliran Mahayana, dan Taoisme.
[5] Tekad mencapai keBuddhaan
[6] Tekad dan keyakinan dalam menapaki jalan ke-Buddha-an
[7] Guru spiritual
[8] Makhluk suci yang paling dijunjung (sesuai preferensi pribadi masing-masing), yang telah mencapai Arus Nibbana (Arus Nirvana). Dalam Tantrayana, sangatlah penting untuk memilih Guru Spiritual yang tepat dan Adinata yang paling dipuja/dijunjung dalam awal tahapan bersadhana, untuk memperkokoh fondasi paling dasar. Di dalam Tantrayana terdapat berbagai macam sadhana, yang mana setiap sadhananya memiliki Junjungan (Adinata) yang berbeda-beda. Ketekunan bersadhana dan sradha yang tinggi terhadap Guru Spiritual sangatlah penting dalam mencapai keberhasilan dalam sadhana Guruyoga, dan terhadap Adinata dalam sadhana Adinatayoga. Dalam setiap jenis sadhana Adinatayoga dalam Buddhisme, pencapaian tertinggi adalah mencapai yoga (kontak batin) dan manunggaling-kawula-gusti dengan Junjungan (melebur menjadi satu dengan Junjungan: Junjungan adalah saya, saya adalah Junjungan, tidak ada perbedaan lagi) pada masing-masing sadhana tersebut
[9] Godaan nafsu kemelekatan terhadap hal-hal duniawi, baik dari dalam diri sadhaka (internal) maupun dari pengaruh kondisi yang dialami sadhaka/lingkungan di sekitar sadhaka (eksternal)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar