Sejarah perkembangan agama Buddha di India dibagi menjadi tiga periode, yaitu:
- Masa Perkembangan Awal hingga Konsili Agung Kedua
- Masa Kekuasaan Raja Asoka
- Masa Kemunduran agama Buddha di India
1) Masa Perkembangan Awal
Terjadinya perbedaan pendapat antara bhikkhu. Yang mana ada kelompok bhikkhu yang masih tetap mempertahankan agama Buddha dan memelihara kemurnian ajarannya yang disebut dengan Mahasanghika, dan ada pula sekelompok bhikkhu yang ingin merubah aturan yang telah ditetapkan karena dirasa berat untuk dilaksanakan yang disebut dengan Theravada. Oleh sebab itu, diadakan Konsili di RajaGraha dan dihadiri oleh 500 arahat dengan tujuan untuk mengumpulkan ajaran-ajaran yang telah disusun secara sistematis di dalam kitab Tripitaka. Adapun secara singkatnya konsili I sampai konsili IV sebagai berikut:
KONSILI I
KONSILI I
Di RajaGraha
Tujuan: untuk mengumpulkan ajaran-ajaran dalam Tripitaka
KONSILI II
Di Vesali
Tujuan: Sebagai awal mula munculnya dua kelompok, yaitu Mahasangika dikenal dengan Mahayana, dan Sthaviharada dikenal dengan Hinayana.
KONSILI III
Konsili ini akibat dari kedua kelompok yang berseteru menamakan diri masing-masing.
Theravada menamakan diri menjadi Hinayana, dan Mahasanghika menamakan diri menjadi Mahayana.
Dan pada konsili ini, Abhidhamma sudah mulai tersusun.
KONSILI IV
Di Pataliputra
Tujuan: untuk meneliti kembali ajaran-ajaran Buddha, serta mencegah terjadinya penyelewengan sehingga terjadi perpecahan di dalam sangha.
2) Masa Kekuasaan Raja Asoka
Sebelum Raja Asoka naik tahta, beliau memegang kuasa sebagai raja muda di India Barat. Beliau menggantikan ayahnya sejak masih muda, tetapi penobatannya sebagai raja baru diadakan empat tahun kemudian. Beliau adalah seorang yang lemah lembut, ramah dan berbakti, setia kepada agama dan sangat mengasihi rakyatnya. Beliau terpaksa berperang di Deccan dan menaklukkan kerajaan Kalinga.
Pada tahun 249 SM atau 24 tahun setelah menjadi raja, Raja Asoka mengunjungi tempat-tempat yang berhubungan dengan kehidupan Buddha Gotama. Tempat-tempat tersebut adalah Kapilavatthu (tempat kelahiran Buddha), Varanasi (tempat Buddha pertama kali mengajarkan Dhamma), Buddhagaya (tempat Buddha mencapai penerangan di pohon Bodhi), dan Kusinara (tempat parinibbana Buddha). Di tempat-tempat ini, Raja memberikan dana dan mendirikan tanda-tanda peringatan yang sampai sekarang masih bermakna untuk mempelajari sejarah masa lalu.
Raja meninggalkan ajaran Brahmana dan mengikuti ajaran Buddha, kemudian beliau menjadi Bhikkhu dan mendirikan 48.000 buah stupa, yang masih tersisa adalah stupa yang terkenal di Sanchi, India Tengah, serta beberapa vihara bagi kaum wanita untuk puterinya. Yang terpenting dalam sejarah pemerintahan Raja Asoka dan membuat namanya terkenal sampai sekarang adalah tulisan-tulisan yang dipahat pada dinding-dinding atau tiang-tiang batu. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Prakrit. Prasasti-prasasti tersebut mengandung berbagai undang-undang dan aturan-aturan tentang agama dan masyarakat, perdamaian antaragama, upacara, kebaktian, dan sebagainya.
3) Masa Kemunduran Agama Buddha di India
Setelah perkembangan yang mengesankan di India selama kurang lebih lima abad, akhirnya agama Buddha mengalami kemunduran. Pada abad ke-7 M, kemerosotan tersebut semakin meluas di India akibat serangan oleh bangsa Hun Putih yang merusak pusat-pusat peribadatan Buddha. Akibat dari hal-hal tersebut, aliran Theravada dan Mahayana lambat laun tersingkir dari India sendiri, terutama karena peranan sangha yang cukup besar dalam penyebaran agama Buddha.
B. Agama Buddha di China
Agama Buddha muncul di China kira-kira pada abad pertama Masehi dari Asia Tengah sampai dengan abad ke-8 ketika Negara ini menjadi pusat agama Buddha yang penting. Agama Buddha tumbuh pesat selama awal Dinasti Tang (618-907). Dinasti ini memiliki ciri keterbukaan kuat terhadap pengaruh asing dan pertukaran unsur kebudayaan dengan India. Namun, pengaruh asing kembali dianggap negative pada masa akhir Dinasti Tang. Pada tahun 845, Kaisar Tang Wu Tsung melarang semua agama asing untuk lebih mendukung Taoisme yang merupakan ajaran pribumi. Maka dengan ini, berakhirlah kejayaan kebudayaan dan kekuasaan intelektual Buddha.
Agama Buddha di China juga melahirkan beberapa aliran besar dalam golongan Buddha Mahayana, antara lain:
1) Aliran Chan atau Dhyana yang didirikan oleh Boddhirma pada 527-536 M yang tujuannya adalah untuk kembali kepada ajaran Buddha yang asli dan sangat menekankan pada teks-teks suci.
2) Aliran Vinaya yang didirikan oleh Too Hsuan pada 595-667 M yang ajarannya merujuk kepada Vinaya Pitaka yang berisi mengenai etika dan peraturan-peraturan yang berlaku pada Bhikkhu dan Bhikkhuni.
3) Aliran Ching-tu yang didirikan oleh Hin Yun dan T’an Lun yang ajarannya berdasarkan pada kitab Amithayadhana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar