Pages - Menu

Pages

Kamis, 09 Agustus 2012

Kebenaran Mulia


Kebenaran Mulai tentang Kehidupan Berkeluarga
Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Jinnadhammo Mahathera
Banyak orang sering mengatakan bahwa agama Buddha tidak menyenangkan karena terus menerus mengajarkan tentang penderitaan makhluk hidup. Akibatnya mereka merasakan tertekan, dan tidak memperileh suka cita dari mendengarkan dharma, mereka merasa seolah-olah penderitaan dan ketidakpuasanm yagn dibicarakan itu justru menjadi kekuatan yang bergabung dengan penderitaan dan ketidakpuasan yagn sudah ada di dalam diri mereka. sehingga mereka selalu merasa sedih dan patah semangat. Bukan hanya itu saja. Ajaran-ajaran dasar Sang buddha – Empat kebenaran mulia (ariya sacca) dimulai dengan penderitaan sebagai tema ajarannya. Hal ini jaub lebih banyak diajarkan dibanding hal-hal lain. Seolah-olah Sang Buddha justru mengusik orang-orang yang karena takut pada penderitaan datang mencario perlindungan pada dhamma, tetapi sebagai akibatnya, mereka malahan lari menjauh dari dhamma. Mereka tidak ingin duduk dan mendengarkan siapapun yang berbicara tentang penderitaan dan ketidakpuasan. Pernyataan demikian itu sebenarnya menunjukkan bahwa mereka belum memiliki pelatihan agama yang cukup untuk memahami tujuan-tujuan sejati agama Buddha yang mereka anut. Fakta bahwa Sang Buddha mengajarkan tentang penderitaan itu sepenihnya sejalan dengan hal-hal sebagaimana adanya. Itu sesuai dengan nama “Kebenaran Mulia”. Kebenaran ini merupakan prinsip-prinsip dasar Agama Buddha. Kebenaran ini sangatlah benar. Sang Buddha adalah orang yang benar-benar tahu. itulah sebabnya beliau beliay dapat menunjukkan kekurangan dan cacat makhluk hidup karena pada dasarnya semua penderitaan yang kita alami disebabkan oleh kekurangan-kekurangan tersebut.
Misalnya saja tubuh kita terserang penyakit, ini menunjukkan bahwa ada kekurangan di dalam tubuh. Jika setiap bagian tubuh sepenuhnya fit dan sehat tidak akan adea rasa sakit dan penderitaan yang muncul. Hal ini menjadi jelas bila anda melihat pada pasean dengan berbagai penyakit yang memenuhi rumah sakit untuk diperiksa dan diobati. Mereka semua tanpa kecuali memiliki kekurangan di dalam tubuh. Mereka tidak sepenuhnya sehat. Apa yang dilakukan para dokter sewaktu melakukan pemeriksanaan dan memberikan obat? Mereka memeriksa untuk mencari kekurangan di dalam diri pasien, dan memberikan obat untuk menutup kekurangan itu. Jika obatnya manjur untuk penyakit itu, gejala-gejala aklan mereda dan pasean mulai lebih sehat. Dengan alat yang cocok, penyakit akan lenyap. Penderitaan terhenti, itulah akhir dari masalah.
Dengan kebijaksanaan, Sang Buddha mengajarkan kita agar tidak menangani ketidakpuasan dan penderitaan yang sebenarnya hanyalah dampak saja, Sang Buddha mengajar kita agar menangani penyebabnya, menangani kekurangan-kekurangan yang menimbulkan dampak itu. Kekurangan-kekurangan ini disebut “Samudaya”, yang berarti asal mula penderitaan. Jika sebab-sebab itu berhenti, dengan sendirinya dampaknya pun terhenti juga. Sebelum menjelaskan hal lain, Sang Buddha mulai dengan penderitaan untuk menekan bukti yang mengokohkan kebenaran itu. Dengan begitu, kita dapat mencari penyebabnya dan membetulkannya dengan cara yang benar. Sama seperti pilisi harus menggunakan barang-barang curian sebagai bukti utama menelusuri dan menangkap pencurinya.
Bila anda tidak bekerja cukup untuk bisa menopang kebutuhan keluarga, sudah pasti akan tumbul masalah dan penderitaan didalam keluarga. Kebenaran yang sama berlaku juga bagi semua manusia dan semua makhluk hidup lain. Jika kebutuhan-kebutuhan mereka sepenuhnya terpenuhi, tidak banyak penderitaan didalam keluarga. Dan jika kebutuhan-kebutuhan mereka tidak terpenuhi, maka suami istri yang tadinya saling amat mencintai dapat mulai saling amat membenci dan kemudian berpisah. Hal ini dapat muncul dari kekurangan nafkah dan juga muncul dibidang-bidang lain. Penderitaan bisa muncul di dalam keluarga karena tidak cukupnya penghasilan untuk memenuhi berbagai kebutuhan atau mungkin ada yang tidak merasa kecukupan dapat muncul karena kurangnya intelegensi dalam mencari nafkah sehingga tidak mampu bersaing, karena kesehatan yang buruk, karena kemalasan kronis dan kebodohan batun yang dibarengi dengan sifat boros menghambur-hamburkan uang di luar kemampuan, karena dikuasai nafsu sex sehingga melupakan kelaurga dan tanggung jawabnya serta banyak lagi
Kekurangan-kekurangan ini disebut samudaya, asal mula penderitaan. Dimana pun salah satu kekurangan ini menonjol, penderitaan yang mengikutinya juga menonjol. Dimanapun kita kekurangan, disitulah penderitaan yang mengikutinya juga menonjol. Dimanapun kita kekurangan, disitulah penderitaan akan timbul. Inilah sebabnya Sang Buddha mengajarkan pada kita agar tidak malasa atau menyia-nyiakan kehidupan. Sang Buddha mengajarkan agar kita bekerja keras dan tidak mudah putus asa, agar kita menabung hasil kerja dan menggunakan hanya untuk hal-hal yang perlu sehingga kita dapat terhindar dari penderitaan. Beliau juga mengajarkan pada kita bagaimana cara menghapuskan penderitaan di dalam keluarga yang disebabkan kemalasan, dengan menggunakan jalan atau komitmen yang kokoh didalam mencari nafkah. Dengan demikia, kita dapat mencapai akhir penderitaan didalam keluarga, masyarakat, dan sebagainya. Tujuannya adalah agar setiap keluarga dan komunitas sosial dapat memenuhi kebahagiaan. Sang Buddha mengajar kita untuk tidak berleha-leha berpangku tangan tanpa berupaya mencari pekerjaan yagn dapat dilakukan. Beliau juga tidak mengajar kita untuk berbaring memelek penderitaan karena tidak ada makanan atau alat yang bisa digunaikan. Beliau tidak mengajar kita untuk duduk termenung, terperangkap dalam penderitaan tanpa mencari jalan keluar. Sebaliknya, semua kebenaran mulai yang diajarkan dimaksudkan membebaskan makhluk hidup dari penderitaan. Tidak ada satupun dari kebenaran mulai itu yang mengajarkan kita untuk membiarkan penderitana mengurung hidup kita. Sang Buddha mengajarkan kebenaran-kebenaran kepada para bhikkhu dan pada orang awam, dengan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan para pendengarnya. Tapi didalam analisa terakhir, Sang Buddha mengajarkan kebenaran mulai itu sehingga orang-orang bisa menjadi cukup bijaksana untuk membebaskan diri dari penderitaan, baik pada tingkat eksternal yaitu keluarga, masyarakat, tempat kerja, maupun pada tingkat internal, yaitu penderitaan yang muncul terutama dalam hati. Rintangan-rintangan yang membuat kita tidak dapat bersaing dalam mencukupi diri sendiri sebenarnya disebabkan oleh ide yang kita anggap mengikuti zaman. “Tetapi mengikuti zmaan” disini justri berarti ikut hanyut dalam menimbulkan asal mula penderitaan. Kita mengikuti pandangan bahwa kita dapat ikut selamat dengan penghasilan yang kecil dan pengeluaran yang besar. Padahal, jika kita mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh kebenaran mulia itu, penghasilan kita tentu akan bertambah hari demi hari. Perilaku kita akan tahu batas, pengeluaran kita akan sesuai dengan posisi kita, kecenderungan untuk boros berpendapat bahwa kita harus beli, beli, dan beli….., akan mulai memiliki prinsip pengendalian. Maka penghasilan kita yang berapapun jumlahnya akan memiliki kesempatan untuk ada bersama kita sejenak, tidak langsung pergi. Kita akan mulai menyadari bahwa nafsu bersaing dalam hal membeli ini./itu hanyalah jalan menuju kehancuran. Nafsu ini menghancurkan harta eksternal dan juga kebiasaan kebiasaan baik kita, yang sesungguhnya merupakan harta yang jauh lebih penting daripada kekayaan apapun didunia ini. Jika kebiasaan kebiasaan yang baik ini menjadi rusak karena kurangnya pemikiran terhadap masa kini dan masa depan, sama sekali kita tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk membentuk diri kita sendiri.
Ada orang orang yang tidak menelantarkan kebiasan kebiasaan baik dan berusaha untuk menelaah pikiran pikiran mereka sehingga tetap berada dalam batas batas keluhuran moral yang agung dan baik. Mereka ini pasti akan bersinar baik di masa kini maupun di masa depan, karena kebiasaan kebiasaan baik merupakan dasar segala harta. Ada syarat agar harta anda ini bisa bertahan. Kekayaan itu harus bergantung pada prinsip-prinsip dasar yang baik didalam hati, prinsip dasar yang bajik dan kokohm yang tidak mudah digoyangkan oleh pengaruh pengaruh luar. Kita harus memiliki penlaran yang mengendalikan diri kita dan harta milik kita. Dengan begitu, kita akan selamat dari kehilangan karena ditipu orang lain atau dibodohi oleh diri sendiri. Dibodohi oleh diri sendiri merupakan suatu yang sulit dilihat walaupun itu terus terjadi pada diri kita sepanjang waktu. Dengan kedua tangan kita berusaha untuk menyelamatkan telur burung di sarangnya, namun kemudian kita sendirilah yang memecahkan telur itu. Tanpa memikirkan apa yang pantas, kita hidup menuruti nafsu nafsu yang menguasai hati kita. Contoh kecil ini saja sudah cukup untuk membuat kita menyadari bahwa kita telah benar-benar membodohi diri kita sendiri.
Maka ajaran Sang Buddha yang mengajarkan kita untuk menuntun diri secara benar dengan menutup celah celah yang digunakan sebagai jalan masuk penderitaan. Sama seperti ketika dokter menjelaskan penyakit dan pengobatan medis kepada pasien agar mereka menuntun diri secara benar sehingga terhindari dari penyakit. Kebenaran mulai itu mengajarkan kita agar pandai menangani kehidupan kita. Kenyataan bahwa Sang Buddha mengajarkan agar kita mengetahuyi penyebab kebahagiaan dan pendeirtaan plus cara untuk menghilangkan apa yang buruk dan mengembangkan apa yang baik, menunjullan bahwa agama Buddha tidak megnajarkan sikap negatif atau pesimius seperti yang dipercayai oleh beberapa orang. Harus kita pastikan baha kita mengetahui tujuan sejati. Kebenaran mulai itu, yang membentuk hati setiap tingkat dunia dan setiap langkah dharma. Orang orang yang ingin maju harus menganalisa kebenaran mulai ini. Lalu mereka harus mempraktekkannya didalam kehidupan sesuai dengan posisi merekam agar mereka sejahtera baik di masa kini maupun di masa depan. Belum pernah terjadi kebenaran mulai Sang Buddha ini menyebabkan kegagalan atau kerugian bagi mereka yang mempraktekkannya di dalam kehidupan. Justru sebaliknya mereka yang memanfaatkan kebenaran ini menjadi suri tauladan bagi seluruh dunia. Apa yang saya bicarakan diatas berhubungan denagn kebenaran mulai di “luar” (eksternal). kebenaran mulai untuk kehidupan keluarga, ataupun nama yang cocok menurut anda.
Kebenaran Mulai Tentang Hati
Sekarang saya akan menjelaskan tentang kebenaran mulai di “dalam”. Kebenarn mulai pada tingkat ini terutama menangani “hati”, yaitu inti pikirang yang mendasar, yang mewujudkan diri sebagai perasaan, binatang, buah pikiran dan kesadaran. Pada intinya “hati” memiliki sifat ‘mengetahui’ yang mendasari segala pengalaman.
Orangorang yang sepenuhnya mempratekkan kebenarna mulai exernak ke dalam kehidupan dengan cara yang benar sehingga mereka menikmati kebahagiaan pada tingkat kehiduoan keluarga, mungkin masih mempunyai kekurangan kekurangan tertentu di dalam hati mereka. Penderitaan ini dapat terjadi pada siapapun juga, pada tingkat apapun di daloam kehidupan ini. Kaya, miskin, pria, wanita, orang awam atau yang sudah ditabhsikan, tanpa kecuali. Jika ada kekurangan di dalam hati, penderitaan oasti punya jalan untuk muncul, sama seperti di tubuh. Kekurangan dan cacat hati itu terdiri dari tiga jenis utama: nafsu sensual, nfasu untuk duniawi, dan nfasu untuk tidak duniawi. Tiga bentuk nafsu ini merupakan asal mula penderitaan karena masing-masing membebani hati. Ketiga cacat ini dapat disembuhkan dengan cara melatih diri didalam dhamma supaya hati mulai berkembang dan damai pun muncul. Hati harus diberi kesempatan agar meneguk cukup banyak gizi dhamma guna memenuhi kebutuhannya. Kalau tidak demikian, hati pasti haus dan menyelinap pergi keberbagai kesibukan lain untuk minum hal-hal lain. Tetap sebagian besar “air” yang ditemukan dengan cara ini adalah air asin. Begitu minum, anda menjadi lebih hasu dan harus minum lebih banyak lagi. Hasilnya, rasa haus itu terjadi berlanjut. Hati yang ketagihan kesibukan-kesibukan yang menimbulkan lebih banyak nafsu keinginan lagi – tidak dapat berlabuh didaratan ‘kecukupan’ Justru sebaliknya, hati akan tetap terpatok di daratan kelaparan. Maka Sang Buddha mengukur kehausan akan air asin semacam itu dengan mengatakan “tidak ada sungai yang sebanding dengan nafsu keinginan.” Air macam itulah yang menyebabkan kerugian bagi mereka yang meminumnya, karena menambah rasa hasu dan membuat mereka ingin terus minum lebih banyak lagi. JIka kita bersikeras terus meneguk air asin itu untuk jangka waktu panjang, usus kita pasti akan terkikis. Jika kita tidak menemukan obat untuk menyembuhkan diri dari gejala ini, karakter kita akan hancur dan kita pun pasti mati.
Para bijaskana telah melihat kerugian dari air ini, maka mereka mengajarkan pada kita untuk menghindari dan mencari berbagai teknik untuk memotong ketiga jenis nafsu keinginan ini. Para bijaksana mengajarkan pada kita untuk melatih hati dengan dhamma – minuman yang paling lezat untuk hati agar kita menghentikan keingnan untuk mencicipi air asin, dan hanya meneguk cita rasa dhamma sebagai gisi kehiduoan. Bila hati ini dilatih dengan dhamma sehingga memperoleh perasaan damai dan puas, itulah cita rasa dhamma yang meneguknya. Makin banyak kita meneguk dhamma, makin banyak kiita merasakan kedamaian dan kepuasan.
Pada saat yang samat, kita akan menciptakan dunia yang riang dan luas di dalam hati. Kita akan melihat binatang sebagai binatang, manusia sebagai manusia, jahat sebagai benar-benar jahat, dan baik sebagai benar-benar baik. Dengan kata lain, kita akan jujur terhadap prinsip-prinsip dhamma, tidak terombang-ambing seperti orang yang menderita kelaparan yang berkepanjangan. Karena kehilangan kesadaran dan melihat daun kering sebagai sayuran segar, sehingga dia mengambil segenggam dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Setelah laparnya berlalu, bari dia menyadari bahwa kelaparan bisa membutakannya.
Karena itulah maka nafsu keinginan, kita terhadap apa yang tidak selayaknya diinginkan disebut ‘asal mula penderitaan’ (samudaya). Penderitaan adalah kerugian yang datang karena nafsu keinginan ini. Kita menyiksa diri sedemikian sehingga hati kita tidak lagi tinggal dapat diam karena terus menerus ditekan dan menjadi gelisah.
Sang jalan (magga) mengacu pada teknik untuk memotong ketiga bentuk nafsu itu selangkah demi selangkah, sedangkan berhentinya penderitaan (nirodha) merupakan akhir dari penderitaan dan ketidakpuasan di dalam hati lewat kekuatan pada sang jalan.
Setiap aktivitas yang luhur dan baik kedermawanan, moralitas dan mediasi merupakan bagian dari sang jalan yang membunuh penderitaan serta asal mula penderitaan di dalam hati. Jadi jika anda ingin mengakhiri penderitaan di dalam hati, anda harus memandang aktivitas -aktivitas itu menjadi kebiasaan rutin, sampai semua itu telah benar-benar berkembang di hati. Tak ada yang menaruh duri disepanjang jalan menuju akhir penderitaan ini. Jalan ini dapat diikuti didalam kemurnian hati orang-orang yang mencari jalan keluar dan tak ada yang menaruh duri di ‘daratan’. Didaratan orang-orang yang telah terbebas dari penderitaan yang merupakan keadaan yang membahagiakan, seperti misalnya hati yang tidak lagi memiliki ketidakpuasan dan penderitaan.
Bagaimana dengan penderitaan di masa depan, di dalam kehidupan ini atau di kehidupan mendatang? Uruslah dahulu hati anda yang menderita pada masa kini ini. Demikian pula halnya dengan setiap tingkat kebahagiaan karena hanya hatilah yang memiliki bentyk-bentuk kebahagiaan dengan berbagai tujuannya.
Sudah cukup rasanya penjelasan kali ini tentang kebenaran mulai di dalam dan kebenaran mulia di luar. Saya harap anda mempraktekkan tingakt kebenaran mulai yang anda anggap cocok bagiu diri anda. Dengan demikian, anda dapat memperoleh manfaat dengan cara membebaskan diri anda sendiri dari penderitaan eksternal dan penderitaan yang ada di dalam diri.
Kebenaran mulai dapat dimiliki setiap orang, sama halnya setiap orang dapat menderita kekurangan ini-itu. Jika kita menggunakan kebenaran mulia untuk sepenuhnya mengembangkan diri di dalam bidang-bidang dimana kita masih memiliki kekurangan, maka hasilnya kebahagiaan secara penuh pasti akan datang tanpa pilih kasih, tanpa prasangka, tak peduli siapapun kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar