MAHAMUDRA DAN DZOGCHEN: 'Keterjagaan Bebas-Pikiran'
Oleh: Chokyi Nyima Rinpoche
Diterjemahkan oleh: Hudoyo Hupudio
----------------------
"Kemampuan untuk melarutkan pikiran sangat penting untuk mencapai
pembebasan, kata guru Dzogchen terkenal, Chökyi Nyima Rinpoche. Bakti
dan Persepsi Murni adalah dua prinsip yang terletak pada akar praktik
Vajrayana yang membawa keluar dari kebingungan menuju 'Keterjagaan
Bebas-Pikiran' (Thoght-free Wakefulness)."
----------------------
Melekat pada ego hanyalah pikiran. Melekat pada gagasan diri adalah
pikiran. Melekat gagasan 'orang lain' juga pikiran. Melekat pada
dualitas adalah pikiran. Konsep kebaikan adalah pikiran, dan konsep
kejahatan adalah pikiran. Konsep kenetralan juga pikiran. Setiap kali
ada pikiran, berarti ada kelekatan. Sikap melekat mengikuti jejak tiga
racun -- nafsu, kekerasan dan ketidaktahuan. Karena pembentukan pikiran
melibatkan ketiga racun, itu berarti bahwa berpikir menyebabkan samsara,
penderitaan tak berakhir dari eksistensi-berulang. Setiap kali ada
keterlibatan dalam pikiran, pengalaman kita bersifat samsara. Pemikiran
terdelusi adalah akar dari samsara.
Pemikiran terdelusi membentuk karma dan emosi-mengganggu. Ketika ada
pemikiran, terdapat tindakan menerima dan menolak, kenikmatan dan rasa
sakit. Situasinya mungkin eksternal, tetapi si pemikir adalah batin yang
di dalam ini. Keindahan dan kejelekan tampaknya terdapat pada objek
eksternal. Namun, yang menciptakan keindahan atau kejelekan sebenarnya
adalah pembentukan konsep dalam pikiran ini, di sini. Juga, menyukai dan
tidak menyukai apa yang dianggap indah atau jelek adalah tindakan yang
dilakukan oleh pikiran ini. Situasinya adalah objek indera, tapi faktor
utamanya adalah batin kita.
Agar keenam golongan makhluk [dewa, asura, manusia, binatang, preta dan
makhluk neraka] menjadi benar-benar bebas dari keseluruhan samsara, kita
perlu memecahkan masalah berpikir yang membentuk sebab-sebab yang
mendorong kita berputar melalui berbagai alam. Kita memahami bahwa
berpikir adalah delusi. Namun, ingin bebas dan pada saat bersamaan ingin
berpegang pada berpikir-konseptual adalah kontradiksi. Ini adalah
sesuatu yang tidak pernah akan terjadi. Ini adalah pekerjaan yang
mustahil.
Jika Anda ingin mencapai pembebasan dan pencerahan mahatahu, Anda perlu
bebas dari pemikiran konseptual. Pelatihan meditasi, dalam arti
mempertahankan sifat dasar batin, adalah cara untuk bebas dari kelekatan
dan sikap konseptual dari pembentukan pikiran, dan dengan demikian
bebas dari sebab-sebab samsara: karma dan emosi-mengganggu. Harap jangan
percaya bahwa pembebasan dan samsara ada di suatu tempat di luar sana:
ia ada di sini, dalam diri kita. Pikiran adalah samsara. Bebas dari
pikiran adalah pembebasan. Ketika kita bebas dari berpikir, kita bebas
dari pikiran. Masalahnya adalah bahwa penyebab samsara berlanjut
terus-menerus tercipta. Kita tunggang-langgang melalui enam alam dan
mengalami banyak penderitaan.
Dibandingkan dengan bentuk-bentuk kehidupan lain di dalam samsara, kita
manusia tidak menderita begitu banyak. Kita tidak mengalami penderitaan
yang kuat dan tak tertahankan yang dialami oleh makhluk-makhluk lain
yang tak terhitung jumlahnya. Tapi bagi sebagian manusia, kesakitan
mental atau fisik mungkin tak tertahankan. Jika kita terus membiarkan
pemikiran kita sehari-hari menjadi liar, kami tidak dapat memprediksi
apa yang terletak di hadapan kita di masa depan, di mana kita akan
sampai, dalam bentuk atau bentuk apa.
Intinya adalah ini: kita perlu tahu bagaimana untuk melarutkan pikiran.
Tanpa mengetahui ini, kita tidak dapat menghapus karma dan emosi
mengganggu. Dan dengan demikian fenomena karma tidak lenyap; pengalaman
terdelusi tidak berakhir. Kita memahami juga bahwa satu pikiran tidak
dapat membatalkan pikiran lain. Satu-satunya yang dapat melakukan ini
adalah 'keterjagaan bebas-pikiran' (thought-free wakefulness). Ini bukan
suatu keadaan yang jauh dari kita: 'keterjagaan bebas-pikiran'
benar-benar ada bersama dengan setiap pikiran, tidak terpisahkan darinya
-- tapi pemikiran mengaburkan atau menyembunyikan kenyataan mendasar
ini. 'Keterjagaan bebas-pikiran' langsung muncul pada saat pikiran
larut, pada saat pikiran lenyap, menghilang, runtuh. Tidakkah ini benar?
Sang Buddha menjelaskan secara rinci bahwa kita dapat memiliki 84.000
jenis emosi. Dengan cara yang ringkas, terdapat enam emosi dasar dan dua
puluh emosi turunannya. Sebuah kategorisasi pikiran yang lebih pendek
adalah terdiri dari tiga racun. Apapun jumlah emosi atau pikiran, Sang
Buddha mengajarkan cara untuk menghilangkan semua itu dengan memberikan
84.000 bagian dari dharma.
Mungkin Anda tidak punya waktu untuk mempelajari semua ajaran ini, atau
mungkin Anda tidak memiliki keinginan, kemampuan atau kecerdasan untuk
melakukannya. Dalam hal ini, Sang Buddha dan Bodhisattva dengan sangat
terampil meringkas ajaran ini ke dalam bentuk yang sangat ringkas. Ini
disebut tradisi pengajaran pokok untuk mengatasi semua emosi-mengganggu
secara bersamaan. Instruksi dasar di sini ialah memahami bahwa semua
emosi hanyalah pikiran. Bahkan melekat pada ego dan keterpakuan
dualistik hanyalah pikiran. Instruksi arahan yang diberikan oleh seorang
guru kepada siswa yang memenuhi syarat menunjukkan bagaimana melarutkan
pikiran dan bagaimana mengenali sifat dasar si pemikir, yang adalah
'keterjagaan bebas-pikiran' kita yang asali.
Akar kebingungan adalah berpikir, tapi inti dari berpikir adalah
'keterjagaan bebas-pikiran'. Sesering mungkin, harap atur dirimu di
dalam keseimbangan 'keterjagaan bebas-pikiran'. Dikatakan, "Samsara ini
hanyalah pikiran, jadi kebebasan dari pikiran adalah pembebasan." Para
Guru besar menjelaskan hal ini secara lebih rinci, karena sekadar tanpa
pikiran belum tentu pembebasan dalam arti 'keterjagaan bebas-pikiran'.
Menjadi tidak sadar, pingsan, tidak mengenali, jelas bukan pembebasan.
Jika keadaan-keadaan itu adalah pembebasan, maka pencapaian akan
berlangsung cepat karena sangat mudah untuk menjadi tanpa-pikiran. Itu
akan menjadi pembebasan murahan!
Cukup tangguhkan pemikiran Anda dalam keadaan jaga tanpa-melekat: itulah
pandangan yang benar. Satu hal penting dalam ajaran tentang intisari
pikiran adalah bahwa ajaran itu harus sederhana dan mudah untuk dilatih.
Terutama dalam praktek Mahamudra dan Dzogchen, dikatakan pandangannya
terbuka dan tanpa beban. Semakin sedikit Anda melekat dan memegang,
semakin terbuka dan bebas ia. Ini adalah sifat-dasar segala sesuatu.
Semakin kurang kaku sikap-konseptual kita, semakin bebas pandangan.
Batin adalah kosong, sadar, menyatu, tak terbentuk. Harap jadikan arti
dari kata-kata ini sesuatu yang menunjuk pada pengalaman Anda sendiri.
Anda juga dapat mengatakan, batin adalah "kesatuan tak-terbentuk dari
pengenalan-kosong." Ini adalah kata-kata yang sangat berharga dan
mendalam. "Kosong" berarti bahwa pada dasarnya batin ini adalah sesuatu
yang kosong. Hal ini mudah untuk disepakati: kita tidak bisa
menemukannya sebagai benda. Ia tidak dibuat kosong oleh siapa pun,
termasuk oleh kita -- sekadar kosong secara alami, sejak awal begitu.
Pada saat yang sama, kita juga memiliki kemampuan untuk tahu, untuk
mengenal, yang juga sesuatu yang alami dan tidak dibuat. Kedua kualitas
ini -- kosong dan tahu -- bukan dua entitas yang terpisah. Keduanya
adalah kesatuan tak terpisahkan. Kesatuan itu sendiri juga bukan sesuatu
yang dibuat oleh siapa pun. Ini bukan kesatuan pengenalan-kosong yang
pada titik tertentu muncul, menetap untuk sementara dan kemudian akan
lenyap. Karena tak terbentuk, ia tidak muncul, tidak menetap, dan tidak
berakhir. Ia tidak terbentuk di dalam waktu. Ia bukan substansi
material. Apa pun yang ada dalam waktu atau substansi adalah obyek
pikiran. Kesatuan tak-terbentuk dari pengenalan-kosong tidak terbuat
dari pikiran, itu bukan obyek pikiran.
Setiap kali ada ide yang berbasis pada waktu atau substansi,
pemeliharaannya menjadi sangat rumit, dibutuhkan banyak usaha untuk
mempertahankan atau memelihara validitasnya. Namun, sifat dasar yang tak
terbentuk ini adalah sangat sederhana, tidak rumit sama sekali. Begitu
banyak komplikasi tercipta dari konsep waktu dan substansi -- begitu
banyak harapan dan ketakutan. Jujur saja, substansi dan waktu tak pernah
ada; mereka tidak pernah ada, juga tidak akan pernah ada di masa depan.
Konseptualisasi waktu dan substansi adalah kebiasaan batin yang
berpikir. Meskipun saat ini waktu dan substansi tidak ada, bagi batin
yang berpikir seolah-olah mereka ada.
Mengenai substansi, jika Anda melihat berkeliling, seolah-olah semuanya
kokoh dan persis ada di tempatnya. Dalam pengalaman seorang yogi yang
sejati, tentu saja waktu dan substansi tidak ada. Bahkan seorang
sarjana, melalui penalaran yang cerdas, dapat merasa yakin tentang fakta
ini. Ketika kita berpikir bahwa yang tidak ada itu ada, maka tampaknya
itu ada. Namun, sebagaimana dicerap oleh seorang Buddha, semua
pengalaman yang dimiliki oleh para makhluk samsara tidak lebih nyata
daripada mimpi. Semuanya tampak seperti mimpi.
Sebagai dasar dari praktek Vajrayana terletak dua prinsip: Bakti dan
Persepsi Murni. Kita harus memiliki bakti terhadap keadaan alami yang
tak diragukan lagi, dalam arti tulus menghargai apa yang benar-benar tak
diragukan, tak kacau, tak pernah terdelusi. Pada kenyataannya,
sifat-dasar segala sesuatu benar-benar murni. Pengotoran terjadi hanya
karena konsep-konsep sementara. Itulah sebabnya mengapa kita harus
melatih persepsi murni.
Dalam konteks ini, ada tiga tingkat pengalaman: pengalaman terdelusi
makhluk hidup, pengalaman meditasi para yogi, dan pengalaman murni para
Buddha. Setiap kali ada pikiran dualistik, ada pengalaman terdelusi.
Pengalaman terdelusi dari makhluk hidup disebut tidak murni karena
terlibat dengan karma dan emosi-mengganggu. Dalam pengalaman terdelusi,
ada upaya untuk menerima dan menolak, ada harapan dan ketakutan. Harapan
dan ketakutan adalah menyakitkan: itulah penderitaan. Setiap kali ada
pemikiran, terdapat harapan dan ketakutan. Setiap kali ada harapan dan
ketakutan, di situ ada penderitaan.
Pengalaman meditasi seorang yogi bebas dari membiarkan pikiran normal.
Ini adalah sesuatu yang lain daripada terlibat dalam pemikiran normal.
Kita bisa menamakannya keadaan shamatha atau vipashyana atau nama lain,
tetapi pada dasarnya tidak sama dengan berpikir biasa.
Pengalaman-pengalaman meditasi seorang yogi adalah baik dan mereka
menjadi nyata karena membiarkan batin menetap dalam keseimbangan. Yang
paling terkenal dari suasana batin meditatif disebut kebahagiaan,
kejernihan dan tanpa-pikiran. Suasana batin itu terjadi selama meditasi
vipashyana, tetapi dapat juga muncul selama praktik shamatha. Melalui
pelatihan meditasi, pikiran menjadi lebih jelas, lebih jernih. Tetapi
jika kita tidak terhubung dengan seorang guru yang kompeten dan jika
kita tidak tahu cara-cara yang tepat dalam menangani keadaan-keadaan
meditatif ini, kita mungkin menganggap bahwa kita adalah makhluk
tercerahkan yang luar biasa. Itu menjadi hambatan; bahkan dapat menjadi
rintangan yang berat.
Jalan Mahamudra disajikan sebagai dua belas aspek dari empat yoga.
Keempat yoga dari Mahamudra merupakan jalan pembebasan. Yang pertama,
Pemusatan; pada dasarnya berarti bahwa Anda dapat tetap tenang tak
terganggu selama Anda inginkan. Yoga berikutnya adalah Kesederhanaan;
dan sarana untuk mengenali wajah alami Anda sebagai batin biasa, bebas
dari dasar dan bebas dari akar: "Kesederhanaan adalah batin biasa tanpa
akar dan tanpa dasar." Kita perlu mengembangkan dengan kuat pengenalan
ini; jika tidak, kita tak berdaya seperti anak kecil di medan perang.
Kita berlatih dengan cara kesadaran, pada awalnya penuh usaha, kemudian
tanpa usaha. Kita berlatih dalam Kesederhanaan pada tingkatan rendah,
menengah dan tinggi; dan kemudian sampai pada Satu Rasa, yakni yoga
ketiga dari keempat yoga dari Mahamudra. Satu Rasa berarti bahwa
dualitas pengalaman larut, bahwa semua gagasan dualistik seperti samsara
dan nirvana larut ke dalam keadaan kesadaran nondualistik.
Setelah Satu Rasa menjadi sempurna melalui tingkat-tingkat yang rendah,
menengah dan tinggi, yoga keempat adalah Bukan-Meditasi. Ini adalah
titik di mana setiap jenis keyakinan dan pemusatan perhatian pada
sesuatu sama sekali larut. Semua keyakinan dan kecenderungan kebiasaan
telah larut dan ditanggalkan. Kita telah sampai pada takhta Dharmakaya
dari Bukan-Meditasi.
Pada awalnya kita perlu yakin tentang bagaimana realitas itu: kita perlu
memiliki keyakinan di dalam pandangan itu. Namun, pada akhirnya, segala
bentuk keyakinan masih merupakan pengaburan halus, masih merupakan
hambatan. Pada tahap akhir Bukan-Meditasi, segala jenis kecenderungan
kebiasaan dan keyakinan perlu larut, ditanggalkan. Tidak ada apa-apa
lagi untuk dipupuk, tidak ada apa-apa lagi untuk dicapai. Kita telah
tiba di ujung jalan. Semua yang perlu dimurnikan telah dimurnikan.
Karma, emosi-mengganggu dan kecenderungan kebiasaan semuanya telah
tersapu bersih, sehingga tidak ada yang tersisa.
Jalan itu perlu selama kita belum sampai. Namun, pada saat kita sampai,
kebutuhan akan jalan ke sana telah runtuh. Selama kita belum berada di
tempat tujuan kita, maka diperlukan konsep jalan untuk sampai ke sana.
Tapi begitu tujuan telah tercapai, setelah apa yang perlu dipupuk telah
dipupuk dan apa yang perlu ditinggalkan telah ditinggalkan, seluruh
kebutuhan untuk jalan berakhir. Itulah yang dimaksud dengan
Bukan-Meditasi, secara harfiah bukan-pemupukan. Inilah Dharmakaya [tubuh
tanpa-bentuk dari realitas tertinggi, salah satu dari ketiga tubuh
(kaya) Buddha], tahta Bukan-Meditasi. Dalam Dzogchen, berakhirnya semua
konsep dan fenomena adalah tingkat tertinggi dari pengalaman. Ini adalah
keadaan pencerahan sempurna. Kedua tingkat realisasi ini sama dengan
realisasi semua Buddha.
Pada titik ini, bagi diri sendiri, terdapat pengalaman murni secara
eksklusif. Pada saat yang sama, makhluk lain masih tercerap, bersama
dengan pengalaman-pengalaman mereka yang tidak murni dan terdelusi.
Ambillah contoh dari enam golongan makhluk. Ketika pengalaman mereka
dibandingkan satu sama lain, setiap makhluk akan merasa bahwa cara
mengalaminya lebih mendalam daripada cara mengalami di alam di bawahnya.
Secara umum, semua makhluk berpikir bahwa apa yang mereka alami adalah
nyata. Perbedaan dalam mengalami dalam alam-alam yang berbeda adalah
perbedaan kepadatan karma dan pengaburan-pengaburan mereka. Semakin
kurang padat karma, semakin dekat dengan pengalaman nyata. Dibandingkan
dengan makhluk hidup biasa di dalam samsara, pengalaman meditasi dari
seorang yogi lebih nyata, lebih murni. Tetapi dibandingkan dengan itu,
pengalaman murni seorang Buddha lebih nyata dan lebih murni lagi.
Kita perlu melarutkan pengalaman terdelusi yang tidak murni. Pengalaman
terdelusi datang dari ketidaktahuan akan sifat-dasar batin; itu datang
dari ketidaktahuan, dari tidak tahu akan keadaan alami. Bila tidak
mengetahui sifat-dasar kita, kita menjadi makhluk hidup. Ketidaktahuan
berakhir ketika mengetahui keadaan alami, keadaan seorang Buddha. Ketika
tidak mengetahui, terdapat pembentukan karma dan emosi-mengganggu.
Dengan mengetahui, karma dan emosi-mengganggu tidak terbentuk. Jika,
pada saat mengetahui sifat-dasar bawaan dan mempertahankan
kelangsungannya, Anda tidak akan pernah tersesat lagi, maka Anda menjadi
seorang Buddha.
Filsafat Budhis memiliki banyak istilah bagus untuk menggambarkan apa
yang terjadi. Chittamatra, atau aliran 'batin-semata', menyajikan
klasifikasi tiga lapis dari realitas yakni: yang imajiner, yang
tergantung dan yang mutlak. Dalam ajaran Dzogchen, ketidaktahuan
digambarkan memiliki tiga aspek: ketidaktahuan konseptual, ketidaktahuan
muncul-bersamaan, dan ketidaktahuan hakikat-tunggal. Ini semua adalah
istilah-istilah yang sangat bagus. Pada dasarnya, kebingungan dapat
terjadi dalam keadaan tak-tahu. Tidak mengetahui esensi kita sendiri
adalah kebingungan. Esensi dari apa yang berpikir adalah Dharmakaya.
Pemikiran itu sendiri bukan Dharmakaya, tetapi identitas dari apa yang
berpikir adalah Dharmakaya. Berpikir adalah pikiran. Berpikir bukanlah
keadaan bebas-pikiran. Identitas dari apa yang berpikir itulah yang
bebas-pikiran.
Entah kita menggunakan istilah 'esensi-batin', 'keadaan primordial murni
yang menembus', 'kebijaksanaan orisinal yang muncul-bersamaan', atau
'Jalan Tengah Agung dari makna definitif', satu hal adalah benar: pada
saat tidak terlibat dalam pikiran, secara spontan Anda sampai pada
pandangan benar, secara otomatis.
Ada dua cara untuk mendekati pandangan itu. Salah satunya adalah melalui
pernyataan dan penalaran kitab suci, dan yang lainnya adalah melalui
pengalaman. Cara pertama disebut "membangun pandangan melalui pernyataan
dan penalaran." Meskipun kita ingin berlatih dalam Mahamudra atau
Dzogchen, namun, tanpa rasa kepastian tertentu mengenai pandangan yang
diperoleh melalui belajar dan melalui penalaran kita sendiri, tidaklah
mudah untuk merasa pasti.
Kadang-kadang dimungkinkan untuk mentransmisikan atau mengkomunikasikan
pandangan tanpa menggunakan pernyataan kitab suci apa pun; tetapi hal
ini membutuhkan seorang guru yang benar-benar berkualitas yang memiliki
madu pembelajaran, perenungan dan meditasi, bertemu dengan seorang murid
berkualitas yang siap menerimanya. Ada tiga jenis transmisi. Dua yang
pertama, transmisi-batin para Buddha dan transmisi-simbolik dari
pemegang pengetahuan, adalah seperti itu. Transmisi-batin bahkan tanpa
menggunakan satu kata atau isyarat, tanpa tanda. Namun, ada sesuatu yang
dikomunikasikan -- kebijaksanaan realisasi dikomunikasikan dan dikenali
sepenuhnya. Transmisi-simbolik menggunakan tidak lebih dari sebuah kata
atau kalimat -- tanpa penjelasan, hanya sebuah isyarat -- untuk
menunjukkan kebijaksanaan realisasi dan membuatnya dikenali. Jenis
transmisi ketiga adalah garis-keturunan mendengar, yang menggunakan
pengajaran lisan sangat singkat.
Di zaman kita, kebanyakan orang akan mengalami kesulitan jika kita hanya
menggunakan transmisi-batin, transmisi-simbolik atau transmisi-dengar
tanpa yang lain, tanpa penjelasan. Penjelasan pada umumnya diperlukan
untuk menunjukkan keadaan alami. Ada dua cara untuk melakukannya. Salah
satunya adalah pendekatan analitis dari seorang sarjana, yang lain
adalah meditasi-istirahat dari seorang meditator sederhana. Ada beberapa
orang yang bisa percaya kepada seorang guru, dan diperkenalkan kepada
keadaan alami tanpa menggunakan penjelasan panjang lebar. Bagi orang
lain, itu tidak cukup. Maka perlu menggunakan referensi kitab suci dan
penalaran cerdas untuk dapat memperoleh kepastian dalam pandangan. Tapi
setelah sampai pada pemahaman intelektual dari pandangan yang benar,
sang sarjana masih perlu menerima berkat seorang guru yang berkualitas
dan menerima instruksi yang menuntun dari guru seperti itu.
Apakah Anda memiliki keraguan tentang sesuatu? Apakah ada sesuatu yang harus dijelaskan?
Siswa:
Bisakah Anda memberikan beberapa rincian lagi tentang persepsi murni?
Chökyi Nyima Rinpoche:
Menghindari menyakiti orang lain dan melepaskan dasar bagi kerugian
adalah ajaran utama dari Hinayana. Membantu orang lain dan menciptakan
dasar bagi kemanfaatan adalah ajaran utama dari Mahayana. Vajrayana
dinamakan jalur persepsi murni, dengan pandangan suci sebagai jalan. Hal
ini dilakukan di atas dasar dari dua ajaran sebelumnya: sikap
menghindari merugikan orang lain, dan ingin membantu mereka. Sebagai
tambahan terhadap itu, kita melatih dalam persepsi murni, tidak hanya
dalam konteks spiritual tetapi juga dalam setiap situasi kehidupan
normal dalam masyarakat manusia.
Pernyataan Vajrayana untuk menganggap segala sesuatu sebagai murni pada
mulanya bisa terdengar aneh, bahkan mungkin canggung. Tapi periksalah
dengan sangat hati-hati dan Anda akan menemukan bahwa hakikat segala
sesuatu adalah kemurnian. Oleh karena itu, menganggap segala sesuatu
sebagai murni adalah sangat wajar. Persepsi murni sangat dekat dengan
realitas tertinggi, dengan segala sesuatu sebagaimana adanya. Semua
makhluk hidup memiliki esensi tercerahkan, Hakikat Kebuddhaan.
Dikatakan bahwa semua makhluk adalah Buddha, namun mereka tertutup oleh
pengaburan-pengaburan sementara. Meskipun semua makhluk terselubung oleh
pengaburan, mereka pada kenyataannya tetap Buddha, dan karena itu,
sangatlah baik untuk melihat semua makhluk sebagai murni secara
sempurna.
Ajaran Hinayana untuk tidak menyakiti orang lain sangat penting. Ajaran
Mahayana tentang niat untuk membantu makhluk lain sangat penting. Selain
itu, pelatihan Vajrayana dalam persepsi murni adalah sangat mendalam.
Itu adalah pelatihan dalam mengenali dan mengakui kemurnian alami dari
segala sesuatu. Oleh karena itu, pendekatan Tibet terhadap Buddhisme
adalah pendekatan di mana ketiga kendaraan tidak dipisahkan, tetapi
dipraktikkan dalam kombinasi.
Kita perlu memeriksa dengan sangat hati-hati prinsip persepsi murni,
karena tampaknya banyak hal tidak murni. Pada tingkat yang tampak, kita
dapat memiliki pengertian tentang sesuatu sebagai murni atau tidak
murni; tetapi pada tingkat yang sebenarnya, semuanya murni. Perspektif
Vajrayana tentang persepsi murni adalah bahwa segala sesuatu, sejak awal
sekali, dalam kenyataannya adalah tiga tubuh Buddha [Nirmanakaya,
Sambhogakaya dan Dharmakaya]. Semua gerak pikiran adalah permainan
keterjagaan asali. Kita membedakan dan menilai oleh karena tidak
mengetahui hal ini.
Adalah kesalahan untuk berpendapat bahwa sesuatu yang sebenarnya murni
tidak murni. Tapi menganggap yang murni sebagai murni adalah benar.
Dibandingkan dengan sikap menganggap segala sesuatu sebagai permanen dan
konkrit, maka sikap menganggap segala sesuatu sebagai tidak kekal dan
tidak substansial adalah benar. Menganggap segala sesuatu, segala
fenomena, sebagai, bukan hanya tidak substansial dan tidak kekal, tetapi
sebagai benar-benar murni adalah pandangan lebih tinggi.
Siswa:
Berkenaan dengan persepsi murni, tampaknya lebih mudah untuk melihat diri sendiri sebagai murni, bukan?
Chökyi Nyima Rinpoche:
Tanpa persepsi murni, Vajrayana sangat sukar. Vajrayana adalah jalur
cepat, karena melalui kekuatan kepercayaan dan bakti, jauh lebih mudah
untuk merealisasikan hakikat segala sesuatu.
Secara umum, persepsi murni berarti menghargai bahwa setiap orang
memiliki kapasitas untuk tercerahkan, semua orang memiliki sifat yang
dapat benar-benar terungkap dan menjadi sempurna. Selain itu, kelima
unsur, kelima kelompok, kelima racun -- semua aspek pengalaman yang
berbeda -- secara alami sudah murni. Hanya karena kita melihat dengan
cara yang membingungkan maka mereka muncul sebagai tidak murni. Dalam
pengalaman murni yang di situ tidak terbentuk konsep bersih atau tidak
bersih, konsep murni atau tidak murni, segala sesuatu terlihat seperti
apa adanya -- sebagai manifestasi keterjagaan asali.
Ketika seseorang memahami nilai bakti dan persepsi murni dan bersedia
berlatih dengan cara ini, ia adalah orang yang cocok untuk menerima
ajaran Vajrayana. Kecocokan untuk menerima Vajrayana ini memerlukan
wawasan luas dan tajam. Segala sesuatu adalah kemurnian penuh, kemurnian
yang mencakup segalanya. Kecuali orang mempunyai pandangan terbuka dan
kecerdasan yang tajam, ia tidak memahami bahwa ini adalah realitas
sesungguhnya.
Selain itu, kita juga harus berlatih melihat guru dan rekan-rekan
praktisi kita sebagai murni. Orang tidak bisa menghakimi orang lain
secara benar. Oleh karena itu, kita harus memiliki apresiasi terhadap
sesama saudara vajra kita. Sedangkan terhadap guru yang menguraikan
Vajrayana, tidak seharusmya kita bersikap: "Dia tidak lebih dari yang
lain, manusia lain, mungkin sedikit istimewa, tapi mana saya tahu?"
Tidak seperti itu! Milikilah apresiasi murni terhadap guru juga. Ada
kekuatan besar dalam persepsi murni seperti itu.
Menurut tradisi Vajrayana, melalui bakti dan percayalah realisasi
menyingsing dalam keberadaan kita. Bakti muncul dari persepsi murni
terhadap setiap orang. Semua makhluk hidup berpotensi Buddha. Mereka
dikaburkan untuk sementara, tetapi pada dasarnya mereka adalah Buddha.
Apa adanya [suchness] yng terkaburkan dapat menjadi apa adanya yang tak
terkaburkan, yang adalah Buddha. Pengaburan dapat dimurnikan, akan
dimurnikan, mampu dimurnikan.
Jadi persepsi murni adalah sangat mendalam dan berharga. Melalui
persepsi murnilah kita dapat memiliki bakti sejati. Dan melalui bakti
ini, realisasi menyingsing. Ini seperti pernyataan Milarepa kepada
Gampopa: "Tidak seperti sekarang, akan ada suatu waktu di masa depan,
anakku, ketika engkau akan melihatku sebagai Buddha sendiri. Pada saat
itu, pandangan yang benar akan menyingsing dalam aliran batinmu."
Vajrayana tidak seperti ajaran-ajaran umum dari Sang Buddha. Sebuah
pepatah Vajrayana berkata: "Anggaplah apa pun yang dikatakan oleh guru
sebagai sempurna, apa pun yang dia lakukan sebagai murni, dan padukan
batinmu padanya sebagai satu." Kecuali orang berpikiran sangat terbuka
dan juga tajam, tidak mudah untuk bersikap seperti itu. Ketika melihat
seseorang sebagai murni, bukan berarti menjadi buta. Itu bukan apa yang
kita bicarakan di sini. Itu akan menjadi kekaguman bodoh, kekaguman
palsu. Sikap percaya yang sejati lebih berkaitan dengan mengakui
kemurnian dasar dari segala sesuatu.
Bakti atau sikap percaya dan persepsi murni merupakan dasar untuk
praktek Vajrayana. Dan itu berlaku entah kita tengah mendengarkan
ceramah Dharma, entah kita tengah menerapkan ajaran, entah kita tengah
berinteraksi dalam aktivitas sehari-hari: dalam situasi apa pun persepsi
murni sangat penting.
***
Chökyi Nyima Rinpoche adalah kepala biara Ka-Nying Shedrub Ling in
Kathmandu. Putra sulung almarhum Dzogchen master, Tulku Urgyen Rinpoche,
ia juga mengajar setiap tahun di Rangjung Yeshe Gomde, pusat retretnya
di California utara.
[This teaching is excerpted from Present Fresh Wakefulness: A Meditation
Manual on Nonconceptual Wisdom, published by Rangjung Yeshe. This
article © 2003 Chökyi Nyima Rinpoche. Reprinted with permission of
Rangjung Yeshe Publications.]
[dari:
http://www.shambhalasun.com/index.php?option=content&task=view&id=1660]
The ability to dissolve thoughts is essential to attaining liberation,
says renowned Dzogchen teacher Ch"kyi Nyima Rinpoche.
Devotion and Pure Perception are two principles that lie at the root of
Vajrayana practice that lead beyond confusion to thought-free
wakefulness.&...
Hudoyo Hupudio menterjemahkan link yang saya berikan sewaktu saya berdebat dengan dia seputar MMD yang saya kritik metodenya di grup Buddha Indonesia. Rupanya diterjemahkan oleh dia dengan nama dia ditulis sedemikian rupa. Agar pembaca tidak tertipu maka perlu saya beritahukan bahwa metode Hudoyo Hupudio masih jauh dari apa yang dapat dikatakan sebagai Mahamudra apalagi Dzogchen.
BalasHapusCarilah ajaran tersebut HANYA dari silsilah yang otentik setelah menyelesaikan praktek Ngondro.