Sesungguhnya semua orang setiap hari menyusun mandalanya masing-masing. Sebagai contoh, seorang pedagang yang menata dagangannya saat hendak berjualan sesungguhnya sedang menyusun mandalanya sendiri. "Dunia" atau "jagad raya" orang itu sesungguhnya adalah barang dagangan yang disusunnya itu. Seorang menulis laporan keuangan, sedang menyusun mandalanya saat menyiapkan laporan keuangannya. Mandala dengan demikian melambangkan cakupan karya dan medan pemikiran seseorang.
Menurut ajaran Vajrayana, mandala hendaknya disusun secara cermat. Ini menandakan bahwa dalam berkarya seseorang hendaknya cermat dan melakukan yang sebaik-baiknya.
Demikianlah salah satu makna filosofis mandala. Sebenarnya masih banyak makna filosofis lainnya yang akan dipaparkan bila ada kesempatan.
7 dan 8 persembahan mandala
-air minum(argham)
-air mandi(padhyam)
-bunga(pushpe)
-dupa(dhupe)
-penerangan(aloke)
-minyak wangi(gandhe)
-makanan(naividya)
-alat musik(shapta)
untuk yang 7 itu, tidak ditambahkan alat musik.
Manfaat Persembahan Mandala
Bagi umat Buddhis, khususnya tradisi Tibetan, tidaklah asing dengan
istilah "Persembahan Mandala". Kata mandala itu sendiri dalam bahasa
Tibet yakni kyilkor. Suku kata pertama kyil diterjemahkan sebagai
"intisari" dan suku kata kedua kor adalah "untuk memperoleh" sehingga
digabungkan menjadi "untuk memperoleh intisari", suatu pengertian yang
memiliki makna sangat mendalam. Dimana pada tingkat terendah untuk
memperoleh kelahiran yang bahagia di kehidupan mendatang. Tingkat
selanjutnya adalah untuk bebas dari samsara. Dan tingkat terakhir, yang
merupakan tujuan teragung, adalah untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap
dan sempurna. Mandala itu sendiri merupakan simbol dari alam semesta.
Untuk mencapai tujuan yang teragung, tingkat Kebuddhaan, kita
membutuhkan banyak sekali pengumpulan karma baik, dan persembahan
mandala merupakan cara yang baik untuk memperolehnya. Bahkan ini
merupakan cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan tersebut dan
uniknya praktik ini mudah untuk dilakukan karena hanya menggunakan
sedikit kekuatan fisik.
Bahkan sebelum membuat persembahan mandala pun ada manfaatnya. Biasanya
kita menaruh sedikit beras di dasar permukaan mandala dan menggosoknya
dengan bagian lengan kanan bagian bawah searah jarum jam dan berlawanan
arah jarum jam masing-masing sebanyak tiga kali. Searah jarum jam kita
bayangkan semua kesalahan, karma negatif, dan halangan-halangan yang
kita miliki dan yang juga dimiliki oleh semua makhluk yang terhimpun
sejak waktu tanpa awal melalui tubuh, ucapan, dan batin dimurnikan
hingga tuntas. Berlawanan arah jarum jam kita bayangkan bahwa kita dan
semua makhluk menerima berkah dari Ladang Kebajikan (atau obyek yang
Anda beri persembahan mandala), khususnya kualitas dari tubuh, ucapan,
dan batin mereka.
Kegiatan menggosok bagian dasar mandala juga memiliki arti yang
signifikan. Dalam teks tantra mengatakan bahwa tubuh manusia terdiri
dari 72000 saluran (yang berongga) dan melalui saluran inilah
angin-angin vital bergerak dalam tubuh kita. sifat alami dari batin
adalah akan mengikuti pergerakkan dari angin-angin vital ini, dan
hubungan keduanya sering dianalogikan seperti kuda dan penunggangnya.
Kuda menggambarkan angin-angin vital dalam tubuh, sedangkan
penunggangnya menggambarkan batin. Dengan mengatur pergerakkan
angin-angin vital ini seseorang dapat membangkitkan perbuatan yang mulia
lebih mudah. Bagaimanapun jika seseorang tidak mampu melakukan hal ini,
angin-angin vital tidak akan bergerak mudah melalui saluran yang cocok.
Semua saluran ini terhubung ke jantung. Saluran angin yang secara
khusus berpengaruh terhadap bangkitnya batin pencerahan adalah melalui
lengan kanan. Oleh karena itu dengan rangsangan eksternal berupa
menggosok dasar permukaan dengan lengan kanan bawah dapat meningkatkan
pergerakkan angin-angin vital yang bergerak melalui saluran ini dan
sebagai hasilnya seeorang dapat jauh lebih mudah membangkitkan batin
pencerahan.
Terlebih lagi persembahan mandala ini merupakan sebuah latihan
persembahan, latihan berdana, dan menyebabkan Anda mengumpulkan nilai
kebajikan. Dengan mempersembahkan tubuh dan seluruh milik Anda akan
membantu Anda mengatasi kemelekatan atas barang-barang tersebut. Anda
visualisasikan di atas mandala, barang-barang ataupun orang-orang, yang
kepada mereka Anda merasa melekat, barang-barang atau orang-orang yang
Anda benci, dan semua obyek ketidaktahuan Anda (apa yang belum Anda
pelajari tentang Buddhisme, ilmu pengetahuan, dan tentang batin Anda
sendiri). Persembahkan semua itu pada Ladang Kebajikan, Anda memohon
berkah dari mereka semoga tiga racun batin (kemelakatan, kebencian, dan
ketidaktahuan) dapat berkurang dalam diri Anda.
Praktik persembahan mandala ini juga dapat melibatkan enam paramitha sebagai berikut:
1. Dana
Membangkitkan keinginan untuk memberi, pikiran untuk mempersembahkan
mandala dan benar-benar mempersembahkan bahan-bahan persembahan.
2. Sila
Mempersembahkan mandala tidak hanya untuk keuntungan diri sendiri,
tetapi untuk kebaikan semua makhluk. Bekerja hanya untuk kepentingan
diri sendiri dapat menghambat praktik disiplin moral.
3. Kesabaran
Sabar ketika mengatasi kesulitan yang timbul dalam praktik ini, seperti
melakukan visualisasi dan sebagainya, serta mengatasi kemalasan untuk
melakukan praktik ini.
4. Semangat
Melakukan praktik ini dengan kegembiraan dan upaya yang bersemangat.
5. Konsentrasi
Berkonsentrasi dengan baik ketika melakukan praktik ini dan tidak membiarkan pikiran melayang.
6. Kebijaksanaan
Mengetahui dengan pasti bagaimana membuat persembahan dan mengerti bahwa
meskipun mandala itu eksis secara konvensional, namun tidak ada
eksistensi yang berdiri sendiri.
Pentingnya praktik persembahan mandala ini dilukiskan dalam cerita
ketika seorang murid Y.M. Atisha, yang bernama Gonbawa, seorang yogi
yang agung, banyak menghabiskan waktunya untuk berlatih meditasi samatha
sehingga ia berhenti melakukan praktik persembahan mandala dan
peralatan mandalanya menjadi berdebu. Suatu hari salah satu murid Y.M.
Atisha yang bernama Dromtonpa mengunjungi kediaman Gonbawa. Setelah
melihat peralatan mandala milik Gonbawa yang berdebu, ia bertanya alasan
Gonbawa tidak melakukan persembahan mandala lagi. Gonbawa menjawab,
"Saya sedang sibuk melatih meditasi satu titik sehingga saya tidak
mempunyai waktu untuk membuat persembahan mandala." Mendengar hal ini
Dromtonpa mengkritiknya dengan keras dan mengatakan bahwa guru mereka,
Y.M Atisha yang meditasinya lebih baik dibandingkan Gonbawa, masih
melakukan persembahan mandala tiga kali sehari. Mendengar hal ini
Gonbawa melakukan persembahan mandala dengan tekun dan sebagai hasilnya
pemahaman Gonbawa semakin mendalam.
Cerita lainnya tentang pentingnya persembahan mandala ini adalah cerita
mengenai Bhiksuni Padma, seorang putri raja di India yang kemudian
menjadi seorang biarawati. Dengan melakukan praktik persembahan mandala
ini, ia dapat bertemu langsung dengan Arya Avalokitesvara seperti kita
dapat bertatap langsung dengan orang lain. Dengan meminta dan menerima
instruksi dari-Nya, ia dapat mencapai pencerahan.
Bahkan Y.M. Jey Tsongkhapa, seorang guru besar di Tibet, dapat bertemu
para Buddha dengan mempraktikan persembahan mandala ini. Latihan ini
benar-benar membantu beliau dalam usahanya merealisasikan langsung
secara mendalam tentang sifat alami dari semua fenomena adalah sunyata.
Y.M. Jey Tsongkhapa membuat persembahan mandala yang banyak sekali
dengan menggunakan batu besar yang rata dan batu-batu kerikil, akibatnya
bukan saja batu tersebut menjadi halus, tetapi juga lengan beliau
menjadi terluka. (IK)
Kosmologi Tiongkok, Menata Altar dan Mandala
Ini saya kutip sebagian dari Milis Budaya Tionghoa, semoga bermanfaat bagi kita semua.
>
> Salam,
>
> Melanjutkan diskusi mengenai kosmologi Tiongkok. Menurut saya para pakar
budaya Tiongkok di sini jangan segan-segan untuk senantiasa memberikan
penjelasannya. Bila tidak segenap aspek berharga budaya Tiongkok akan mengalami
degradasi dan menjadi semacam tahayul semata. Menarik sekali mengenai penjelasan
sebelumnya tentang 9 angka dalam kosmologi Tiongkok.
> Kali ini saya akan lebih memusatkan perhatian dalam penataan altar. Banyak
orang saat menata altar berpikir bahwa itu adalah persembahan bagi shen, fo,
atau busa. Tetapi tentu saja maknanya tidak demikian. Saya akan menceritakan
dari sudut pandang agama yang saya anut. Saya adalah penganut Tantrayana,
khususnya aliran Satya Buddha Kasogatan (Zhenfozong). Aliran ini merupakan
perpaduan antara Daoisme dan Buddhisme. Saat seorang menata altar atau mandala,
maka tidak hanya sekedar taruh barang persembahan saja, melainkan harus diiringi
visualisasi tertentu. Bagi seorang acarya (shangsi) bahkan perlu melakukan
gerakan2 tertentu umpamanya menghentak bumi atau membentuk goresan2 tertentu
seperti menulis hu.
> Jarang ada orang mengetahui bahwa altar atau mandala sesungguhnya adalah
tiruan alam semesta dalam bentuk mini. Para guru agung mengajarkan penataan
mandala atau altar baik dalam dalam Daoisme maupun Buddhisme dengan tujuan kita
belajar tentang kosmologi Timur. Dengan memahami kosmologi kita akan paham
mengenai interaksi dalam alam semesta. Paham alam semesta berarti paham diri
kita sendiri, karena manusia sebenarnya adalah alam semesta ini eksis dalam diri
manusia itu sendiri.
> Sebagai contoh, adalah angka 3 dan 7 bila dikaitkan dengan diri manusia
mewakili sanhun dan qibo. Dalam filsafat Barat angka tiga dikaitkan dengan
tubuh, jiwa, dan roh, namun tentu saja 3 hun ini tidak begitu tepat bila
dikaitkan dengan hal tersebut. Sedangkan angka 7 ini kemungkinan di Barat dapat
disepadankan dengan tujuh malaikat (Gabriel, Rafael, Mikhael, Tobiel, Azael,
dll). Konsep seperti ada dalam gnosisme atau sisi esoterisme agama Barat.
Tentunya ini perlu kita kaji lebih mendalam. Dalam Daoisme kita mengenal istilah
Sanqing, yakni Taishang Laoqun, Yuanshi Tianzun, dan Lingbaotianzun. Dalam
Buddhisme kita mengenal Sanbaofo (Shijiamonifo, Yaoshifo, dan Amiduofo). Menurut
saya ini sebenarnya adalah simbol kejiwaan manusia.
> Angka 9 ini sangat menarik. Menurut tradisi filsafat Tiongkok terdapat
sembilan lubang dalam tubuh manusia. Selain itu dikenal pula 9 gong dalam salah
satu cabang astrologi yang disebut Taijiugong (populer di Jepang dengan istilah
9 Ki astrologi). Dalam Buddhisme Tantra terdapat istilah transformasi kesadaran
saat seseorang meninggal, yakni menutup jalan keluar kesembilan lubang ini.
> Kembali ke masalah penataan altar. Agar kita dapat mengambil manfaat yang
sejati dari praktik spiritual ini, perlu dipahami benar bagaimana tata cara saat
seorang meletakkan berbagai persembahan. Dan yang terutama adalah
visualisasinya. Tentu saja ini berbeda pada masing-masing perguruan baik yang
ada dalam Daoisme dan Buddhisme sendiri.
Tebew
BalasHapusPunk
BalasHapusMangunranan❤️ sopel
BalasHapus