Pada zaman dahulu kala di darantan Tiongkok ada sebuah negeri bernama
Kuang Yuan Miao Lo (Negeri yang bercahaya Terang Benderang dan Elok
penuh Suka-cita). Rakyat kerajaan itu semuanya hidup bahagia. Apa saja
yang di kehendaki oleh rakyat negeri itu pasti akan terkabul.
Kemudian rakyat negeri itu mengira, jika rakyat bisa hidup bahagia,
apalagi seorang Raja, maksudnya yaitu Raja mereka. Mereka berpendapat
Raja dan Permaisuri pun akan hidup bahagia seperti mereka. Ternyata
dugaan mereka itu sangat keliru sekali.
Raja Tsing Teh (Ceng Tee atau Raja Dermawan Suci-nuirni) maupun
Permaisuri Pao Yueh Goat Kuang (Sinar KiMii bulan Yang Indah), pada saat
itu justru sedang bersusah hati dan berduka cita. Kesusahan dan
kedukaan mereka itu ternyata mereka tidak mendapatkan keturunan yang
bisa melanjutkan kerajaan mereka sebagai penyambung keturunannya.
Pada masa itu keturunan atau anak lelaki bagi mereka adalah mutlak
mereka dambakan, karena untuk menyambung dan melanjutkan tahta
kerajaannya kelak, yaitu sesudah mereka meninggal dunia. Ketika itu usia
raja dan permaisuri sudah sangat lanjut. Tentu saja mereka berdua jadi
amat kuatir, dan sangat berduka karena tidak punya penerus yang akan
melanjutkan menjadi raja menggantikan mereka di kemudian hari.
Pada suatu hari.....
Raja Dermawan Suci-murni ini memerintahkan menterinya untuk mengundang
pendeta Taois. Mereka diminta untuk membantu bersembahyang di
kelenteng-kelenteng dan membacakan doa-doa agar Raja bisa memperoleh
keturunan yang di kemudian hari sang putera ini akan duduk di singgasana
sebagai penggantinya.
Siang dan malam Raja Dermawan Suci-murni dan permaisurinya terus berdoa
kepada Thian (Tuhan Yang Maha Esa). Mereka memohon diberi seorang putera
sebagai ahli waris mereka. Namun, sesudah bertahun-tahun lamanya mereka
berdoa dan berharap-harap dengan penuh harap dan cemas, ternyata
permaisuri belum juga hamil. Namun, mereka tidak bosan-bosan dan tidak
putus harapan mereka terus memohon kepada Thian Yang Maha Kuasa.
Akhirnya pada suatu malam permaisuri bermimpi. Dalam mimpinya dia
bertemu dengan Tai-siang Li Lo Kun yang sedang naik kereta naga emas.
Ketika itu Beliau sedang menggendong anak kecil yang bercahaya. Kemudian
permaisuri memohon kepada Tay Siang Li Lo Kun agar bayi itu diserahkan
kepadanya.
"Baginda sudah berusia sangat lanjut, tapi tidak mempunyai turunan,
hamba mohon anak itu diserahkan saja kepada kami," kata permaisuri.
"Baiklah," kata Tai-siang Li Lo Kun alias Lao Tzu.
Benar saja tidak berapa lama permaisuri pun hamil. Selang sembilan bulan
kemudian lahirlah seorang anak lelaki yang manis dan sehat. Ternyata
harapan dan cita-cita raja dan permaisuri pun sudah terkabul. Bukan main
gembiranya raja dan permaisuri atas karunia ini. Mereka sangat
bersyukur.
Di istana mereka sekarang seolah telah muncul cahaya harapan. Anak itu
kemudian diasuh dan dibesarkan oleh para pengasuhnya dan diperlakukan
dengan kasih sayang.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan pun sudah
berganti dengan tahun. Begitu pun tahun sudah berganti dengan tahun yang
baru dan begitulah hari
demi hari berjalan dengan cepat, sehingga sang anak itu pun akhirnya
sudah menjadi dewasa. Anak itu ternyata pandai dan bijaksana. Kemudian
raja mengangkat puteranya itu menjadi bendahara negara.
Karena sudah menjadi sifat putera raja ini sejak baru dilahirkan, anak
raja ini berbudi halus dan sangat bijaksana, juga dia sangat murah hati;
dia tidak segan-segan membantu orang-orang yang miskin dan orang yang
dilanda kesusahan.
Sering dia sengaja membuka gudang bahan makanan milik negara. Isinya dia
kuras dan dia bagi-bagikan di antara orang-orang yang membutuhkannya.
Sejak saat itu tidak ada lagi janda atau duda dan juga anak yatim piatu
yang mengeluh kekurangan pakaian atau makanan mereka.
Ketika ayah sang putera mahkota ini akan mengangkat sang anak untuk
menggantikan kedudukannya menjadi raja, lain diadakanlah upacara
pengangkatan secara resmi. Maka naik tahtalah putera mahkota ini
menggantikan ayahnya.
Selama menjadi raja dia telah melihat dan memperhatikan kehidupan rakyat
secara langsung. Dia saksikan yang rakyatnya terkadang dilanda duka
nestapa yang luar biasa. Terkadang pula mereka sehat tapi tiba-tiba
mereka jatuh sakit, bahkan nyawa mereka direnggut maut hingga meninggal
dunia.
Melihat suka-duka kehidupan manusia itu sang raja yang baru dan
bijaksana ini menjadi sangat kecewa dan herduka bukan main. Terutama dia
sangat prihatin pada penyakit dan maut yang sering merenggut
kebahagiaan manusia atau rakyatnya. Hingga rakyatnya pun tidak bisa
hidup bahagia selama-lamanya. Sekarang raja ini sering tampak murung
melamun saja dan berduka sekali.
Pada suatu hari raja yang bijaksana ini berpikir, "Aku harus mencari
sebab-sebab dari penyakit yang sering menyerang manusia ini, sehingga
sering membuat mereka harus meninggal dan berduka cita."
Oleh karena itu sang raja yang bijaksana ini berniat akan bertapa dan
menyelidiki masalah penyakit dan kematian atas diri manusia itu. Sang
raja bijaksana ini ingin melepaskan semua manusia dari berbagai bencana
dan duka serta penderitaannya yang dideritanya sepanjang hidupnya.
Maka pergilah sang raja bijaksana ini meninggalkan istananya yang agung
dan permai itu. Dia menuju ke Siu Yen (Can San yang permai di negeri P'u
Ming (Negeri yang selalu Bercahaya), yang ada di bagian selatan. Di
sinilah sang raja bijaksana itu bertapa sampai akhirnya dia menemukan
pengetahuan tentang kesukaran yang dialami umat manusia pada umumnya
pada masa itu.
Kemudian sang raja yang bijaksana ini kembali ke negerinya dengan
membawa bekal pengetahuannya yang maha penting itu untuk oleh-oleh bagi
rakyatnya yang dia cintai. Di tengah-tengah masyarakatnya raja bijaksana
ini mengajarkan pelajaran Kekal Sejati dan mengobari orang yang sakit,
menolong orang yang ditimpa musibah dan kesusahan. Menghibur orang-orang
yang berduka-cita dan seterusnya.
Pada suatu hari, maut yang sudah menjadi warisan umat manusia ternyata
tidak bisa dihindarkan, maka mangkatlah sang raja yang bijaksana ini dan
hidup abadi di Langit. Pada saat sang raja bijaksana meninggal dunia,
seluruh rakyat negerinya berkabung dan ikut berdukacita.
Bunga-bunga dan berbagai tanaman menjadi layu, bahkan daun-daunnya
berguguran ke tanah dan berserakan. Bumi pun basah dan dingin, awan
seolah-olah ikut bermuram durja, berwarna kelam berkabut.
Bintang-bintang di langit seolah gelisah bersembunyi di balik
gunung-gunung yang tinggi.
Sang raja yang bijaksana itu sudah menjadi roh dan beliaui memandang
kebumi, ketika itu beliau sangat terharu mrnyaksikan keadaan yang
demikian menyedihkan itu. bahkan dia merasa berkewajiban untuk
melepaskan penderitaan umat manusia itu dan beliau ingin turun kembali
ke muka bumi.
Karena sudah tak tertahan lagi menyaksikan penderitaan rakyatnya lalu
beliau turun ke bumi setiap 800 tahun sekali. Selang 800 tahun kemudian,
kembali sang raja yang bijaksana itu pun turun ke bumi. Beliau menata
kembali tanam-tanaman yang telah layu, hujan diturunkan agar bisa
membasahi bumi, sehingga tanaman dan bunga-bunga bisa tumbuh subur dan
berkembang memeriahkan muka bumi yang tadinya gersang dan sunyi menjadi
ceria kembali.
Di sana sini satwa dan unggas berterbangan dengan riang gembira. Suara
cicit burung menyemarakkan hutan rimba yang semula sunyi bagai kuburan
itu. Rakyat bersorak gembira menyambut tahun yang baru dengan
kesemarakkan musim semi dan bunga yang indah itu. Mereka pun pada hari
itu berpakaian baru dan indah-indah, lalu jika mereka bertemu dengan
orang tua, sanak-famili, maupun para tetangga, dan handai-taulannya,
mereka segera mengucapkan: "Selamat Tahun Baru".
Sang raja yang bijaksana ini girang sekali karena beliau mampu
mendatangkan kebahagian bagi umat manusia dimuka bumi ini. Namun, karena
beliau sekarang bukan penduduk bumi lagi, maka sang raja yang bijaksana
ini pun kembali ke langit. Tapi sang raja bijaksana ini berjanji pada
umat manusia, di awal tahun dia akan datang ke bumi untuk Membahagiakan
umat manusia.
Selang ribuan tahun kemudian, manusia yang dibahagiakan oleh sang raja
yang bijaksana itu sudah makna kebahagiaan yang diberikan oleh raja yang
bijaksana itu. Di mana-mana mulai timbul berbagai kejahatan yang dilakukan oleh umat manusia.
Ketika sang raja yang bijaksana untuk turun lagi terakhir kalinya ke
muka bumi, beliau malah ditangkap oleh manusia. Kemudian beliau disiksa
dan dianiaya. Dengan kuasanya beliau beliau bisa bebas dan sejak saat
itu beliau tidak mau lagi kembali ke muka bumi. Ketika rakyat mulai
menyadari bahwa yang mereka siksa itu adalah raja kebijaksanaan yang
telah menganugerahi kebahagiaan kepada mereka maka mereka pun jadi
kaget.
Tapi semua itu sudah terlambat. Kemudian rakyat menamakan raja yang bijaksana itu dengan sebutan "Giok Hong Siang Tee".
Orang Tionghoa menganggap bahwa "Giok Hiong Siang Tee" adalah " Yang
Tertingggi Dari Segala Yang Paling Tinggi" yang ada di muka bumi ini.
Kekuasaannya sangat tidak terbatas.
Di Indonesia orang-orang Tionghoa memperingati hari lahir "Giok Hong
Siang Tee" dengan sangat hikmat, yaitu pada setiap tanggal 9 bulan satu
Im-lek atau delapan hari sesudah Perayaan Tahun Baru Im-lek hari
kelahiran itu dirayakan dengan bersembahyang.
Berhari-hari sebelum mulai melaksanakan sembahyang pada "Giok Hong Siang
Tee", orang-orang Tionghoa ini membersihkan diri, Mereka tidak boleh
memiliki pikiran yang tidak senonoh, dilarang bicara yang tidak pantas
dan harus bersih tubuh dan hatinya atau terkadang orang itu cia-cay
(mutih).
Sehari menjelang akan dirayakannya Sembahyang Tuhan orang-orang Tionghoa
membersihkan rumah mereka, termasuk semua alat rumah tangganya.
Malam harinya pada tanggal 8 bulan satu Im-lek, mereka menyediakan
sebuah meja sesaji untuk menghormati "Giok Hong Siang Tee" yang mereka
puja itu.
Sajian yang umumnya disajikan di meja sembahyang itu biasanya manisan,
misalnya manisan ceremeai, manisan kolang-kaling, buah-buahan, sepasang
lilin, dan di kiri-kanan meja sembahyang biasanya diikatkan sepasang
pohon tebu. Mengenai pohon tebu ini pun ada kisahnya. Tidak lupa juga
bunga-bunga yang harum baunya sebagai lambang Musim bunga. Dupa wangi
kayu gaharu dibakar untuk mengharumkan ruangan.
Pada tengah malam semua orang bersembahyang di depan meja sembahyang
untuk mengucapkan terima kasih kepada Giok Hong Siang Tee (Thian). Orang
Tionghoa menamakan sembahyang ini sebagai "Sembahyang kepada Tuhan.
Sebenarnya sembahyang pada "Giok Hong Siang Tee" ini dilakukan pada hari
kesembilan, atau tepatnya pada tanggal 9 bulan satu tahun atau
penanggalan Im-lek.
Namun dalam buku ini untuk menghormati Thian (Tuhan) mengenai hal ini
dikedepankan sebagai bagian yang harus mendapat tempat terhormat.
Falsafah tentang Kaisar Tsing The (Cen Tee) ini bisa kita hubungkan
dengan Sang Matahari yang mampu membahagiakan umat manusia. Sedangkan
Permaisuri Pao Kuang sebagai Sang Rembulan.
terimakasih gan sudah membahas batu giok asli. namun saya yakin pasti masih banyak yang belum tahu mengenai khasiat batu giok ataupun manfaat batu giok yang sebenarnya. sama seperti blog agan yang unik menarik dan informatif tentunya berikut ini pembahasan batu giok yang sangat menarik untuk agan baca silakan klik saja BATU GIOK ASLI
BalasHapusgoblok...bedakan batu giok dengan giong hong siang tee
BalasHapus