Pages - Menu

Pages

Jumat, 27 September 2013

Sadhana Yidam Yoga

Sebelum kita membahas lebih jauh, ada baiknya mengenal dulu apa itu Sadhana dan apa itu yidam yoga.
Sadhana adalah teknik menjapa mantra (liam keng) dengan terkoneksi terhadap bodhisatva tertentu, tentunya sadhana tidak sama dengan liamkeng biasa, karna sadhana adalah teknik dalam ajaran buddhist tantrayana. Nah, sekarang apa itu Yidam Yoga? Yidam dapat dikatakan sebagai Bodhisatva. ataupun sebagai yang biasa kita ketahui dengan dewa dewi.
Yidam sudah pasti adalah seorang manusia yang bertapa, berlatih diri dan mencapai satu pencapaian, kemudian menjadi seorang bodhisatva, dan dalam tantrayana kita kenal dengan nama Yidam.
Apakah Yidam hanya satu? tidak! Yidam adalah sangat bermacam-macam, banyak nya hingga kita tidak dapat mengingat semua itu. Seorang sadhaka pasti tetep punya yidam yoga tertentu, maka dari itu masing masing yidam juga mempunyai mantra nya masing-masing. Salah satu mantra yang paling kita kenal yaitu mantra Bodhisatva Avalokitesvara (Kwan Im Pu Sa). Siapa yang tidak mengenal beliau? Yidam Avalokitesvara adalah yang paling di kenal semua khalayak penganut agama Buddha, apalagi yang di negeri China. Dengan ke welas asih nya, penuh cinta kasih dan kasih sayang, beliau menyelamati para makhluk hidup yang terjerat dalam samsara. Dengan Mantra nya yang sangat populer, sangat banyak di kenal, yah, siapa yang tidak mengenal mantra "Om Mani Padma Hum". Maka kebanyakan Sadhaka sangat banyak di temukan yang memilih beliau untuk di jadikan Yidam Yoga, karna dengan perwujudan beliau juga penuh welas asih.

Demikian lah kira nya kita Sadhana Yidam Yoga kita masing-masing. Apa cuman Yidam Avalokitesvara? Tentu masih banyak yah. Maka untuk para Sadhaka, bagi yang sudah menemukan Yidam Yoga yang cocok, mari kita sadhana dengan bijak dan bajik, sama-sama belajar dengan bodoh. Dan bagi yang belum menemukan nya, boleh cari info ke sadhaka lain dan perlahan-lahan bila saat nya tiba, anda akan menemukan nya.
Sungguh di maafkan kalau kurang jelas atas sadhana ini, Sadhana bukan hanya sekedar menjapa mantra yidam tersebut saja, tentu nya masih banyak yang harus di lakukan. Tapi disini saya kurang bisa untuk membeberkan nya. Apabila anda berniat menjadi seorang Sadhaka, cari lah seorang pembimbing.

Disini saya berharap agar orang lain yang menganggap kalau sadhana itu sesat dan lain sebagainya dapat merubah pandangan nya. Karna praktisi sadhana sama sekali tidak sesat dan tidak lari dari jalur keBuddhaan. Juga saya harapkan semoga di kota Tebing Tinggi ini dapat di jumpai lebih banyak lagi Sadhaka-Sadhaka yang serius dan benar-benar.

Om Mani Padme Hum
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta. ^^

Kamis, 26 September 2013

Apa Itu Buddhisme Menurut Ilmuwan Pecinta Spiritualitas

Semoga Bacaan Singkat & Sederhana Ini Mampu Memberikan Ide2 Positif Bagi Kita Semua.
with metta, ika.


Buddhisme Selama Berabad-abad Telah Menjadi Tradisi Spiritual Yang Dominan Di Sebagian Besar Wilayah Asia, Termasuk Di Negara-negara Indocina, Juga Di Sri Lanka, Nepal, Tibet, Cina, Dan Jepang.
Seperti Halnya Hinduisme Di India, Buddhisme Memiliki Pengaruh Kuat Pada Kehidupan Intelektual, Budaya, Dan Seni Di Negara-negara Ini.
Namun, Tidak Seperti Hinduisme, Buddhisme Mengacu Kepada Seorang Pendiri Tunggal, Sidhartha Gautama, Yang Juga Disebut Buddha “Historis”.
Dia Hidup Di India Pada Pertengahan Abad Ke-6 SM, Suatu Periode Luar Biasa Yang Telah Melahirkan Begitu Banyak Jenius Spiritual Dan Filsuf: Confucius Dan Lao Tzu Di Cina, Zarathustra Di Persia, Dan Pythagoras Dan Heraclitus Di Yunani.

Jika Bumbu Penyedap Hinduisme Bersifat Mitologis Dan Ritual, Maka Bumbu Penyedap Buddhisme Sepenuhnya Bersifat Psikologis.
Buddha Tidak Tertarik Untuk Memuaskan Rasa Ingin Tahu Manusia Tentang Asal-Usul Dunia, Alam Dewa, Ataupun Pertanyaan-pertanyaan Serupa Lainnya.
Dia Khusus Berkonsentraqsi Dengan Situasi Manusia, Dengan Penderitaan-penderitaan Dan Keputusasaan-keputusasaan Umat Manusia.
Meskipun Demikian, Doktrinnya Bukan Merupakan Salah Satu Dari Metafisika Melainkan Psikoterapi.
Dia Menunjukan Asal-Usul Keputusasaan Manusia Dengan Cara Menghampirinya, Mengambil Konsep-konsep Tradisional India Tentang Maya, Nirvana, Dan Lain Sebagainya Demi Mencapai Tujuan Ini Dan Memberikannya Sebuah Tafsir Yang Segar, Dinamis Dan Relevan Secara Psikologis.

Setelah Buddha Wafat, Buddhisme Berkembang Menjadi Dua Ajaran Utama, Hinayana Dan Mahayana.
Hinayana Atau Kendaraan Kecil, Adalah Sebuah Ajaran Ortodoks Yang Setia Kepada Surat Ajaran Buddha; Sementara Mahayana Atau Kendaraan Besar, Menunjukan Sebuah Sikap Yang Lebih Luwes, Meyakini Bahwa Ruh Dari Doktrin Adalah Lebih Penting Dari Rumusannya Yang Asli.
Ajaran Hinayana Didirikan Di Ceylon, Burma, Thailand, Sementara Mahayana Menyebarluas Ke Nepal, Tibet, Cina, Dan Jepang, Dan Mungkin Menjadi Ajaran Paling Penting Dari Kedua Ajaran Ini.
Di India Sendiri, Selama Berabad-abad, Buddhisme Telah Terserap Oleh Hinduisme Yang Bersifat Fleksibel Dan Asimilatif, Dan Buddha Kemudian Diadopsi Sebagai Inkarnasi Dari Dewa Berwajah Banyak, Vishnu.
Karena Buddhisme Mahayana Menyebar Luas Ke Asia, Ia Terlibat Kontak Dengan Orang-orang Dari Beragam Budaya Dan Mentalitas Yang Berbeda, Yang Menginterpretasikan Doktrin Buddha Dari Sudut Pandang Mereka Masing-masing, Menelaborasi Beragam Pokok Yang Subtil Ke Dalam Begitu Banyak Detil Dan Menambahkan Ide-ide Asli Mereka Sendiri Ke Dalamnya.
Dengan Cara Ini Mereka Mempertahankan Buddhisme Untuk Tetap Hidup Selama Berabad-abad Dan Mengembangkan Filsafat-filsafat Yang Sangat Sempurna Dengan Pemahaman-pemahaman Psikologis Yang Mendasar.

Tingginya Tingkat Filsafat-filsafat Itu, Tidak Kemudian Menjadikan Buddhisme Kehilangan Gagasan Genuine-nya, Yakni Pemikiran-pemikiranabstrak spekulatif.
Seperti Umumnya Mistisisme Timur, Kekuatan Pikiran Dianggap Memiliki Makna Untuk Menjelaskan Bagaimana Cara Menggapai Pengalaman Mistik Langsung, Yang Oleh Buddhis Dinamakan “Penyadaran”.
Esensi Dari Pengalaman Ini Adalah Untuk Melampaui Jangkauan Dunia Dari Perbedaan-perbedaan Intelektual Dan Menentang Pencapaian Dunia Acintya, Yang Tak Dapat Dipikirkan, Dimana Realitas Muncul Sebagai “Sesuatu” Yang Tak Terbagi Dan Tak Terbedakan.

Berikut Adalah Pengalaman Siddharta Gautama Pada Suatu Malam, Setelah Menjalani Tujuh Tahun Disiplin yang Giat Di Dalam Hutan.
Duduk Dalam Meditasi Yang Khusuk Di Bawah Pohon Bodhi, Pohon Pencerahan yang Terkenal, Tiba-tiba Dia Mendapatkan Satu Wawasan Purna Dan Jawaban Pasti Tentang Seluruh Pencarian Dan Semua Keraguannya Yang Menjadikannya Seorang Buddha, Yakni Seorang “Yang Tercerahkan”.
Bagi Dunia Timur, Citra Buddha Dalam Meditasi Sama Signifikannya Dengan Citra Kristus Yang Di Salib Di Dnia Barat Dan Telah Mengilhami Begitu Banyak Seniman Di Seluruh Penjuru Asia Untuk Menciptakan Pahatan-pahatan Yang Indah Tentang Buddha Yang Bermeditasi.

Menurut Tradisi Buddhis, Buddha Pergi Ke Taman Rusa Di Benares Secepatnya Setelah Puncak Pencerahannya, Datang Untuk Mengkotbahkan Doktrin-doktrinnya Kepada Rekan-rekan Sepertapaan Yang Selama Ini Telah Membentuknya.
Dia Mengungkapkan Dalam Bentuk Yang Terkenal Sebagai Empat Kebenaran Agung, Sebuah Presentasi Yang Padat Tentang Doktrin Esensial Yang Tidak Seperti Pernyataan Seorang Dokter Fisik, Yang Mula-mula Mengidentifikasi Sebab Penyakit Manusia, Lalu Mengafirmasikan Bahwa Penyakit Tersebut Akan Dapat Disembuhkan, Dan Terakhir Meramalkan Kesembuhannya.

Kebenaran Agung Yang Pertama Menyatakan Karakteristik Terkemuka Dari Situasi Manusia, Dukha, Bahwa Penderitaan Atau Keputusasaan-keputusasaan Ini Berasal Dari Kesulitan Kita Dalam Menghadapi Fakta Dasar Kehidupan Bahwa Semua Yang Ada Di Sekitar Kita Adalah Fana Dan Sementara. “Semua Hal Muncul Dan Pergi (lahir dan mati),” Kata Buddha, Dan Paham Yang Mengalir Dan Mengubah Adalah Bambaran-gambaran Dasar Dari Kehidupan Yang Memiliki Akar Tunjang Dalam Buddhisme.
Penderitaan Muncul, Dalam Pandangan Buddhis, Kapanpun Ketika Kita Menolak Aliran Kehidupan Dan Mencoba Menganut Bentuk-benatuk Pasti Yang Kesemuanya Maya, Apakah Bentuk-bentuk Tersebut Berwujud Benda-benda, Peristiwa-peristiwa, Orang-orang, Maupun Ide-ide.
Doktrin Tentang Kefanaan Ini, Juga Berarti Bahwa Tidak Ada Ego, Tidak Ada Diri yang Merupakan Suyek Yang Kokoh Dari Pengalaman-pengalaman Kita Yang Beragam.
Buddhisme Berpegang Bahwa Ide Tentang Satu Sosok Diri Individu Yang Terpisah Adalah Ilusi, Sekadar Bentuk Lain Dari Maya, Sebuah Konsep Intelektual Yang Tidak Memiliki Realitas.
Konsep Yang Dianut Ini Mengarah Kepada Keputusasaan Yang Sama Sebagai Ketaatan Kepada Seluruh Kategori Pasti Yang Sangat lain Dari Pemikiran.

Kebenaran Agung Yang Kedua Selaras Dengan Penyebab Semua Penderitaan, Trishna, Yang Berarti Melekat Atau Memegang.
Ia Adalah Sesuatu Yang Memegang Sesuatu Yang Sia-sia Dari Kehidupan Yang Berdasarkan Pada Satu Sudut Pandang Yang Salah Yang Dinamakan Avidya, Atau Pengabaian Dalam Filsafat Buddha.
Di luar Pengabaian Ini, Kita Membagi Dunia Yang Tampak Menjadi Masalah-masalah Individu Dan Terpisah, Dan Kemudian Berusaha Untuk Menyempurnakan Bentuk-bentuk Cair Dari Realitas Ke Dalam Kategori-kategori Pasti Yang Diciptakan Di Atas Keputusasaan.
Mencoba Melekat Kepada Hal-hal Yang Kita Anggap Sebagai Sesuatu yang Kokoh Dan Teguh, Tetapi Sebenarnya Fana Dan Selalu Berubah-ubah, Berarti Kita Terjebak Ke Dalam Sebuah Lingkaran Jahat Dimana Setiap Perbuatan Menghasilkan Perbuatan Lagi Dan Jawaban Terhadap Pertanyaan Membuahkan Pertanyaan Baru.
Lingkaran Jahat Ini Dalam Buddhisme Dikenal Sebagai Samsara, Lingkaran Kelahiran Dan Kematian, Dan Ia Kemudikan Oleh Karma, Rantai Sebab Dan Akibat Yang Tak Pernah Berakhir.

Kebenaran Agung Ketiga Menyatakan Bahwa Penderitaan Dan Keputusasaan Dapat Berakhir.
Sungguh Mungkin Mengatasi Lingkaran Jahat Samsara, Membebaskan Seseorang Dari Ikatan Karma Dan Mencapai Suatu Keadaan Dari Pembebasan Total Yang Dinamakan Nirvana.
Dalam Situasi Seperti Ini, Paham-paham Palsu Tentang Sesosok Diri Yang Terpisah Selamanya Akan Musnah, Dan Kesendirian Dari Seluruh Hidup Telah Menjadi Sebuah Sensasi Yang Konstan.
Nirvana Setara Dengan Moksha Dalam Filsafat Hindu, Dan Menjadikan Kesadaran Berada Di Luar jangkauan Setiap Konsep Intelektual Dan Lebih Jauh Lagi, Ia Menentang Deskripsi.
Mencapai Nirvana Berarti Memperoleh Penyadaran Atau Menjadi Buddha

Kebenaran Agung Keempat Adalah Resep Buddha Untuk Mengakhiri Segala Penderitaan, Delapan Jalan Setapak Pengembangan Diri yang Menuntun Kepada Keadaan Menjadi Buddha.
Dalam Dua Bagian Pertama Dari Jalan Setapak Ini, Seperti Yang Telah Disinggung, Dipusatkan Dengan Mengetahui Dan Memahami Yang Benar; Yaitu Dengan Pemahaman yang Jelas Ke Dalam Situasi Manusia Yang Merupakan Titik Awal Yang Penting.
Empat Bagian Yang Berikutnya Selaras Dengan Perbuatan Yang Benar.
Keempat Jalan Ini Memberikan Peranan-peranan Kepada Cara Hidup Buddha, yang Merupakan Suatu Jalan Tengah Antara Titik-titik Puncak Yang Bertentangan.
Dua Bagian Terakhir Fokus Pada Kesadaran Dan Meditasi Yang Benar Dan Mendeskripsikan Pengalaman Mistik Langsung Dari Realitas yang Merupakan Tujuan Akhirnya.

Buddha Tidak Mengembangkan Doktrinnya Ke Dalam Sebuah Sistem Filsafat Yang Konsisten, Tetapi Menganggapnya Sebagai Makna Untuk Mencapai Pencerahan.
Pernyataan-pernyataannya Mengenai Dunia Disempurnakan Untuk Menekankan Kefanaan Semua “Benda”.
Dia Memaksakan Kemerdekaan Kekuasaan Spiritual, Termasuk Dirinya Sendiri, Konon, Bahwa Dia Hanya Mampu Menunjukan Jalan Menuju Menjadi Buddha, Sehingga Ketika Sampai Kepada Setiap Individu Untuk Menjejaki Jalan Ini Menuju Tujuan Harus Mengandalkan Kemampuan Mereka Sendiri.
Kata-kata Terakhir Buddha Di Atas Ranjang Kematiannya Merupakan Karakteristik Dari Pandangan Dunia Dan Sikapnya Sebagai Guru.
“Reruntuhan Tidak Dapat Bersatu Padu Dalam Benda-benda Yang Bercampur,” Katanya Sebelum Wafat, “Berusahalah Dengan Giat.”

Pada Abad-abad Pertama Setelah Mangkatnya Buddha, Beberapa Dewan Agung Dibentuk Oleh Para Pendeta Utama Buddhis Yang Memerintahkan Bahwa Keseluruhan Ajaran Harus Diceritakan Dengan Keras Dan Perbedaan-perbedaan Dalam Interpretasi Ditetapkan.
Pada Tahun Ke 4 Dari Dewan Ini, Yang Mengambil Tempat Di Pulau Sri Lanka Pada Abad Ke 1 Masehi, Doktrin Yang Telah Diajarkan Secara Lisan Selama Lebih Dari Lima Ratus Tahun Kembali Diingat Dan Untuk Pertama Kalinya Dicatat Dalam Bahasa Pali, Dikenal Sebagai Wahyu-wahyu Pali Dan Membentuk Dasar Ajaran Ortodoks Hinayana.
Di Satu Sisi, Ajaran Mahayana Didasarkan Pada Sejumlah Hal Yang Dinamakan Sutra, Salinan-salinan Tentang Dimensi Raksasa, Yang Ditulis Dalam Bahasa Sanskerta Pada Sekitar Satu Atau Dua Ratus Tahun Kemudian Dan Menghadirkan Ajaran Buddha Dalam Sekumpulan Cara yang Sangat Teliti Dan Subtil Dibandingkan Dengan Wahyu-wahyu Pali.

Ajaran Mahayana, Menyebut Dirinya Sendiri Sebagai Kendaraan Besar Dari Buddhisme Karena Ia Menawarkan Kepada Pengikutnya Sejumlah Metode Yang Beragam, Atau ‘Tujuan/Arti Berpengalaman/Kecakapan” Untuk Mencapai Keadaan Buddha.
Semua Ini Berbasis Dari Doktrin-doktrin Yang Menekankan Keyakinan Religius Dalam Ajaran-ajaran Mengenai Buddha, Untuk Mengelaborasi Filsafat-filsafat Yang Meliputi Konsep-konsep Yang Sangat Dekat Menghampiri Pemikiran Ilmiah Modern.

Penjelas Pertama Tentang Doktrin Mahayana, Dan Merupakan Salah Seorang Dari Pemikir Yang Palingn Hebat Di Kalangan Para Kepala Keluarga Buddhis, Adalah Ashvagosha, Yang HIdup Pada Abad Ke 1 M.
Dia Mengutarakan Pemikiran-pemikiran Fundamental Dari Buddhisme Mahayana-Khususnya Pemikiran-pemikiran Yang Berhubungan Dengan Konsep Buddhis Tentang “Sesuatu”-Dalam Sebuah Manuskrip Kecil Yang Berjudul The Awakening Of The Faith. Manuskrip Itu Berisi Untaian Ajaran Yang Sangat Indah, Yang Mengingatkan Kepada Satu Teks Bhagavad Gita; Sebuah Manuskrip Yang Menjadi Uraian Pertama Yang Paling Representatif Tentang Doktrin Mahayana Dan Telah Menjadi Handbook Di Seluruh Sekolah Buddhisme Mahayana.

Ashvagosha Barangkalai Memiliki Pengaruh Yang Kuat Atas Nagarjuna, Seorang Filsuf Mahayana Yang Paling Cerdas, Yang Menggunakan Dialektik Tinggi Yang Sempurna Untuk Menunjukan Keterbatasan-keterbatasan Seluruh Konsep Realitas.
Dengan Argumantasi-argumentasi Yang Cemerlang, Dia Merubuhkan Dalil-dalil Metafisik Zamannya Dan Mendemonstrasikan Bahwa Realitas, Pada Dasarnya, Tidak Akan Dapat Dicapai Dengan Konsep-konsep Dan Ide-ide.
Sejak Saat Itu, Dia Menamakannya Sunyata, “Kosong” Atau “Kehampaan”, Sebuah Istilah Yang Setara Dengan Tathata Atau “Sesuatu” Dari Ashvagosha; Ketika Ketidakbergunaan Seluruh Pemikiran Konseptual Disadari, Maka Realitas Dialami Sebagai Sesuatu Yang Murni.

Pernyataan Nagarjuna Bahwa Alam Esensial Dari Realitas Adalah Kehampaan Menyebabkan Ucapannya Itu Sering Dianggap Sebagai Pernyataan Seorang Nihilis.
Padahal Ia Hanya Bermaksud Bahwa Setiap Konsep Tentang Realitas Yang Dibentuk Oleh Pemikiran Manusia Pada Dasarnya Kosong.
Realitas Atau Kehampaan Itu Sendiri Bukan Merupakan Ketiadaan Sejati, Tetapi Sesuatu Yang Bersumber Dari Seluruh Kehidupan Dan Zat Inti Dari Setiap Bentuk.

Pandangan Buddhisme Mahayana Yang Ada Sejauh Ini Merefleksikan Sisi Intelektual Dan Spekulatifnya.
Meskipun Demikian, Hal INi Hanyalah Salah Satu Dari Sisi Buddhisme.
Kesadaran Religius Buddhis Meliputi Keyakinan, Cintam, Dan Keprihatinan.
Kebijakan Pencerahan Sebenarnya (bodhi) Dalam Mahayana Dianggap Sebagai Keadaan Yang Terdiri Dari Dua Elemen Yang Oleh DT Suzuki Diungkapkan Sebagai “dua Pilar Yang Menunjang Bangunan Besar Buddhisme” (two pillars supporting the great edifice of Buddhism).
Elemen-elemen Tersebut Adalah Prajna, Yang Merupakan Kebijaksanaan Transendental Atau Kecerdasan Intuitif, Dan Karuna, Yang Merupakan Cinta Atau Keprihatinan.

Tepatnya, Alam Esensial Dari Seluruh Benda yang Dideskripsikan Dalam Buddhisme Mahayana Tidak Hanya Lewat Istilah-istilah Metafisika Abstrak, Sesuatu Dan Kosong, Tetapi Juga Lewat Istilah Dharmakaya, “Tubuh Wujud” Yang Menggambarkan Realitas Ketika Ia MUncul Dalam Kesadaran Religius Buddhis.
Dharmakaya Mirip Dengan Brahman Dalam Hinduisme.
Ia Menembus Semua Materi Dalam Alam Semesta Dan JUga Direfleksikan Dalam Pikiran Manusia Sebagai Bodhi, Kebijaksanaan Pencerahan.
Jadi Dalam Waktu Yang Bersamaan, Ia Adalah Sesuatu Yang Bersifat Spiritual Dan Material.

Penekanan Pada Cinta Dan Keprihatinan Sebagai Bagian-bagian Esensial Kebijaksanaan Telah Menemukan Ungkapan Terkuatnya Dalam Tujuan Bodhisatva, Salah Satu Karakteristik Perkembangan-perkembangan Buddhisme Mahayana.
Seorang Bodhisatva Adalah Seorang Manusia Yang Tumbuh Pesat Berada Di Atas Jalan Untuk Menjadi Buddha, Yang Tidak Mencari Pencerahan Bagi Dirinya Sendiri Tetapi Telah Bersumpah Untuk Menolong Semua Wujud Lainnya Guna Mencapai Keadaan Buddha Sebelum Ia Memasuki Nirvana.
Asal-usul Ide Ini Berada Dalam Keputusan Buddha-Hadir Dalam Tradisi Buddhis Sebagai Kesadaran Dan Sama Sekali Bukan Merupakan Sebuah Keputusan Yang Mudah-Bukan Sekadar Masuk Nirvana, Tetapi Kembali Ke Dunia Dengan Maksud Menunjukan Jalan Setapak Menuju Penyelamatan Bagi Rekan Sesama Umat Manusianya.
Tujuan Bodhisatva Juga Konsisten Dengan Doktrin Buddhis Tentang Non-Ego, Karena Bila Ada Diri Individu Yang Terpisah, Ide Tentang Individu Yang Memasuki Nirvana Seorang Diri Pada Dasarnya Akan Sangat Tidak Masuk Akal.

Elemen Keyakinan, Pada Akhirnya, Ditekankan Ke Dalam Sesuatu yang JUga Dinakan Ajaran Tanah Murni Buddhisme Mahayana.
Dasar Dari Ajaran Ini Adalah Doktrin Buddhis Bahwa Alam Asli Dari Seluruh Umat Manusia Adalah Alam Asli Seorang Buddha, Dan Ia Berpegang Bahwa Dengan Tujuan Masuk Nirvana Atau Tanah Murni, Yang Harus Dilakukan Oleh Semua Orang Adalah Memiliki Keyakinan Terhadap Alam Buddha Orang Lain.

Puncak Dari Pemikiran Buddhis Telah Dicapai, Menurut Sebagian Besar Penulis, Dalam Sesuatu Yang Dinamakan Avatamsaka Yang Didasarkan Pada Sutra Dengan Nama Yang Sama.
Sutra Ini Dianggap Sebagai Pusat Dari Buddhisme Mahayana Dan Dipuji Suzuki Dalam Ungkapan Yang Sangat Antusias:
“ Adapun Sutra Avatamsaka, Sungguh Merupakan Kesempurnaan Pemikiran Buddhis, Perasaan Buddhis, Dan Pengalaman Buddhis. Menurut Saya, Tak Ada Literatur Religius Di Dunia Yang Pernah Bisa Mendekati Kebesaran Konsepsi Ini, Kedalaman Perasaan, Dan Skala Raksasa Dari Komposisi Seperti Yang Dicapai Suitra Ini. Ia Adalah Mata Air Abadi Kehidupan Dari Suatu Tempat Dimana Tak Ada Lagi Pemikiran Religius Yang Akan Mengubah Rasa Haus Atau Hanya Puas Secara Parsial “.

Sutra Inilah Yang Menstimulasikan Pemikiran-pemikiran Cina Dan Jepang Daripada Sesuatu Yang Lain, Ketika Buddhisme Mahayana Menyebar ke Seluruh Asia.
Di Satu Sisi Terdapat Perbedaan Menyolok Antara Cina Dan Jepang, Lalu Dengan India Di Sisi Lain; Perbedaan Itu Tampak Timpang Sehingga Mereka Dianggap Mewakili Dua Kutub Dari Pemikiran Manusia.
Sementara Pendiri Cenderung Bersikap Praktis, Pragmatis, Dan Sosial, Para Pengikut Justru Cenderung Bersikap Imajinatif, Metafisis, Dan Transendental.
Ketika Para Filsuf Cina Dan Jepang Mulai mengalihbahasakan Dan menginterpretasikan Avatamsaka, Salah Satu Manuskrip Terbesar Yang Telah Dihasilkan Oleh Jenius Religius India, Kedua Kutub Ini Bergabung Untuk Membentuk Sebuah Kesatuan Dinamis Yang Baru, Dan Hasilnya Adalah Filsafat Hua-Yen Di Cina Dan Filsafat Kegon Di Jepang, Yang Menurut Suzuki, “ Klimaks Dari Pemikiran Buddhis Yang Telah Berkemang Di Timur Jauh Selama Dua Ribu Tahun Terakhir “.

Tema Sentral Avatamsaka Adalah Kesatuan Dan Keterkaitan Dari Semua Benda Dan Peristiwa; Sebuah Konsepsi yang Tidak Hanya Sangat Esensial Dari Pandangan Dunia Timur Jauh, Tetapi Juga Merupakan Salah Satu Elemen Pandangan Dunia Yang Meluas Dalam Fisika Modern.
Kemudian Dianggap Bahwa Suitra Avatamsaka, Manuskrip Religius Kuno Ini, Menawarkan Paralel-paralel Yang Paling Tegas Kepada Model-model Dan Teori-teori Fisika Modern.


with metta, ika.

5 Murid Utama Wanita dan Consort dari Guru Padmasambhava

1. Mandarava - emanasi tubuh Vajra Varahi
2. Khandroma Yeshé Tsogyel – emanasi ucapan Vajra Varahi
3. Sakya Devi - emanasi pikiran Vajra Varahi
4. Kalasiddhi - emanasi kualitas VajraVarahi
5. Tashi Chidren - emanasi aktivitas Vajra Varahi

1. Putri Mandarava / Machig Drupa Gyalmo

Merupakan putri di India Utara dari Raja Vihardhara, Mandi, Zahor dan ratu Mohauki yang lahir pada abad ke-8 M dan pasangan dari Guru Padmasambhava. Mandarava merupakan emanasi dari tubuh Vajravarahi. Ia disebut juga sebagai “Putri Putih”. Nama Mandarava diambil dari nama bunga yang tumbuh di Tanah Suci Sukhavati.

Kelahirannya ditandai dengan berbagai tanda ajaib. Tanda-tanda spiritualnya telah muncul sejak ia masih muda.
Mandarava menolak untuk menikah dan lebih memilih untuk menjadi bhiksuni, padahal wajahnya cantik, sehingga banyak raja-raja India dan Tiongkok yang melamarnya. Ayahnya tidak setuju kalau ia tidak menikah dan Mandaravapun pergi dan akhirnya menjadi pengemis. Mandarava kemudian ditahbiskan oleh Bhiksu Shantarakshita. Raja Zahor kemudian setuju terhadap jalan yang ditempuh anaknya dan membangun sebuah kuil untuknya dan murid-murid wanitanya.

Ketika Guru Padmasambhava tiba di mandi dari Orgyen, Mandarava tiba-tiba pingsan ketika Sang Guru terbang di angkasa. Kemudian Mandaravapun menjadi muridnya. Namun gossip segera tersebar bahwa terjalin hubungan yang tidak benar antara Mandarava dengan Guru Padmasambhava. Sang raja, yang merupakan ayah dari Mandarava sangat marah mendengar hal tersebut dan memerintahkan penangkapan Guru Padmasambhava dan kemudian berusaha membakarnya hidup-hidup sebagai pengorbanan. Namun Sang Guru Padma diselamatkan oleh para Dakini dan api yang akan membakar Guru Padma berubah menjadi danau yang berasap selama 7 hari. Di hari yang kedelapan, sang raja menemukan Guru Padmasambhava berwujud sebagai bocah berumur 8 tahun duduk di atas teratai di tengah-tengah danau. Mandarava saat itu telah dilempar ke dalam lubang yang ditutupi oleh duri-duri. Sang raja yang menemukan bahwa anaknya masih hidup sangat berterima kasih dan akhirnya sang raja sendiri berusaha untuk mempersatukan kembali Guru Padmasambhava dengan Mandarava. Guru Padmasambhava dan mandarava benar-benar pasangan yang tidak dapat dipisahkan dan hubungan mereka sangat erat, setidaknya sebelum Guru padmasambhava pergi ke Tibet.

Guru Padma menetap selama beberapa waktu di Zahor dan setelah menjadikan orang-orang sebagai pengikut Buddhis, guru Padma dan Mandarava (yang telah berusia 16 tahun) pergi ke Gua Maratika di Heileshe, Nepal, di mana mereka mempraktekkan yoga keabadian dalam Mandala Amitayus. Guru Padmasambhava dan Mandarava kemudian mencapai tingkatan Vidyadhara. Dari Nepal mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Bangala, di mana Mandarava berubah menjadi Dakini berwajah kucing dan menjadikan masyarakat di Bengal sebagai umat Buddhis.

Mereka akhirnya kembali ke tanah asal mereka, namun karena tidak ada guru spiritual yang diakui di tanah asal mereka, maka Guru Padma dan Mandarava bersama-sama dibakar namun mereka sekali lagi tidak sedikitpun terluka. Maka dari itu Mandarava berubah menjadi Machig Drupa Gyalmo, ratu dari Orgyen Dakini. Orgyen adalah Tanah Suci para Dakini, tanah nirmanakaya Buddha. Ketika Guru padmasambhava pergi ke Tibet, Mandarava tetap menetap di India. Menjelang akhir hidupnya, Mandarava muncul di hadapan Tsogyel ketika bermeditasi di Phukmoche dan memohon agar Tsogyel mengajarkannya 27 sila rahasia yang Guru Padma tidak ajarkan di India.

Mandarava pernah memanifestasikan Sambhogakayanya di Roda Dharma di Tramdruk ketika berdialog tentang mantra dan mudra dengan Guru Padmasambhava. Mandarava kemudian akhirnya berhasil mencapai “Tubuh Pelangi”.

Mandarava tampil sebagai yidam panjang umur, memakai ornament layaknya bodhisattva dan kulitnya berwarna putih. Tangan kanannya memegang sebatang panah dengan berhiaskan panji yang menyimbolkan tradisi Dzogchen dan tangan kirinya memegang melong, cermin bundar yang menyimbolkan sifat dasar dari pikiran yang kosong dan bumpa, vas panjang umur. Mandarava duduk seperti layaknya Tara dengan kaki kanan diturunkan yang menyimbolkan kehendaknya menolong para makhluk hidup. Namun terkadang Ia digambarkan berdiri menari menyimbolkan aktivitas pencerahan dan seorang dakini. Apabila bersama dengan sang Guru, maka Mandarava berada di sebelah kiri Guru Padmasambhava.
Mandarava juga mempunyai banyak emanasi di antaranya adalah: yogini Mirukyi Genchen pada waktu Marpa, Risulkyi Naljorma pada waktu Nyen Lotsawa dan Drubpey Gyalmo pada masa rechungpa. Chusingi Nyemachen, pasangan wanita dari Maitripa adalah juga emanasi Mandarava. Niguma juga dianggap sebagai Mandarava. Melalui praktek dan ketekunannya, mandarava mencapai pencapaian spiritual yang seimbang dengan pencapaian Guru padmasambhava, sehingga mendapatkan gelar Machig Drupa Gyalmo. Mandarava juga pernah menolong Kalasiddhi ketika masih kecil.

2. Yeshe Tsogyal (Dechen Gyalmo)
Ia adalah pasangan wanita dari Tibet dan murid utama dari Guru Padmasambhava. Tsogyal adalah emanasi dari ucapan Vajravarahi. Tsogyal banyak mendapat ajaran yang langka dari Guru Padmasambhava. Terkadang digambarkan dalam bentuk Nirmanakaya dengan pakaian Tibet sehari-hari, duduk dan memegang Kartri dan kapala. Ia disebut juga Dechen Gyalmo dengan wujud bertubuh merah dalam posisi berdiri dan memegang damaru di tangan kanannya yang diangkat dan Kartri di tangan kirinya. Yeshe Tsogyel juga dikenal sebagai emanasi dari Dewi Sarasvati dan reinkarnasi dari Dorje Phagmo.

Yeshe Tsogyal (777-837 M) terlahir di antara keluarga kerajaan Kharchen di Taiyespa. Ayahnya bernama Namkhai Yeshe dan ibunya bernama Gewabum. Ketika ia terlahir, semburan air segar tiba-tiba muncul dari dalam tanah dan akhirnya membentuk sebuah kolam tepat di sebelah rumahnya. Kolam atau danau tersebut kemudian dikenal dengan nama “Lha-tso”, Danau Ilahi, yang kemudian menjadi tempat ziarah oleh para umat dari generasi ke generasi.

Ia tumbuh lebih cepat dari anak-anak lain. Ketika bermain dengan anak-anak lain, ia meninggalkan bekas telapak tangan dan kakinya pada batu-batu. Sifatnya welas asih dan selalu siap menolong siapa saja. Pikirannya tajam dan memiliki Bodhicitta. Ia juga berkeyakinan pada Triratna dan rajin melaksanakan meditasi sehingga pikirannya menjadi seimbang. Semua yang melihatnya menjadi senang. Banyak orang ebrusaha melamarnya pada saat ia berumur 13 tahun. Namun orangtua tsogyel tidak mau memberikan anaknya. Tsogyel selalu ingin lebih banyak belajar dan menolong orang. Ia ingin mendapatkan kebijaksanaan yang diraih Sang Buddha.

Namun hidup Yeshe Tsogyal juga tak terlepas dari kendala. Ia diperkosa oleh pelamarnya yang pertama sendiri dan bertengkar dengan yang kedua. Ia juga melarikan diri dari pelamarnya yang kedua.

Ketika popularitasnya dan welas asihnya diketahui seluruh Tibet, Trisong Deutsen yang mendengar tentangnya langsung mengirim menterinya ke rumah Tsogyel untuk meminta dan menyerahkan Tsogyel kepada raja. Ketika Tsogyel mendengarnya, ia berlari dari rumah ke tempat yang terpencil. Ia melepas semua permatanya, menghancurkannya sampai menjadi debu dan melemparkannya ke sepuluh penjuru. Ia berdoa kepada Buddha dan Bodhisattva agar menghilangkan rintangannya dalam mencapai pencerahan.

Ketika ia berdoa, anak laki-laki berumur 16 tahun muncul dengan mala di tangan kanannya. Ia berkata bahwa menangis dan merusakkan perhiasan tidak akan membantunya. Anak laki-laki tersebut berkata bahwa engkau harus terus berdoa pada Buddha dan Bodhisattva tanpa hentinya. Doamu akan didengar dan harapanmu akan terkabul. Kemudian laki-laki tersebut berkata, “Ikutlah aku dan aku akan menunjukkan jalan menuju pencerahan. Ia mengambil tangan Tsogyel dan secara tiba-tiba mereka sudah berada di tempat terpencil di Tsang namun indah dan tenang.

Anak laki-laki itu sebenarnya adalah manifestasi Guru Padmasambhava. Anak tersebut mengajarkan pada Tsogyel tentang hidup dan samsara. Ia memberitahu agar Tsogyel tetap berada di tempat itu. Tsogyel bertanya kepadanya bagaimana ia akan praktek setelah ia (anak laki-laki) pergi. Anak laki-laki tersebut memberikan instruksi tentang sifat alami pikiran dan memberitahunya bagaimana untuk berpraktek. Tsogyel berterima kasih padanya dan bertanya siapa dan dari mana sebenarnya anak laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut berkata, “Aku datang dari Dharmakaya dan apapun yang aku katakan padamu engkau harus praktekkan.” Yeshe Tsogyal memintanya untuk tinggal, namun anak laki-laki tersebut harus pergi sekarang, karena ia tak bisa berlama-lama, nanti tiba saatnya mereka dapat bersama. Setelah itu anak laki-laki tersebut menghilang.

Yeshe Tsogyel merasakan kesedihan sekaligus kegembiraan. Ia bingung apakah itu nayata atau mimpi. Namun ia sadar itu bukanlah mimpi. Ia sangat senang berada di tempat yang indah. Ia menjadikan tanaman liar sebagai makanannya dengan tak lupa minuma ir yang tersedia di daerah tersebut. Ia terus berlatih dan tumbuh beberapa pemahaman dalam dirinya. Terkadang ia bermeditasi di luar dan terkadang di dalam gua apabila hujan tiba.

Orang tua Tsogyel menyalahkan menteri tersebut atas hilangnya anak mereka. Namun menteri tersebut tidak tahu apa-apa dan ia melapor pada raja atas apa yang terjadi. Sang raja kemudian memerintahkan banyak orang untuk mencarai Yeshe Tsogyal di seluruh Tibet dan membawanya kembali. Bagi siapapun yang berhasil akan mendapatkan imbalan yang sesuai.

Beberapa peziarah menemuklan Yeshe Tsogyal sedang bermeditasi. Mereka kagum melihat gadis secantik itu berada di tempat yang terpencil. Setelah bercakap-cakap dengan tsogyel, mereka memberikannya tsampa dan theh. Setelah itu para peziarah itu menyebarkan berita bahwa ada seorang bhiksuni yang bermeditasi di sebuah tempat terpencil ketika mereka kembali ke desa.
Menteri raja mendengar hal tersebut dan tiba di tempat Yeshe Tsogyal. Ia mengajak Tsogyel untuk tinggal di istana yang mewah ketimbang di tempat terpencil dan liar seperti itu. Namun Tsogyel menolak karena ia ingin mempraktekkan Dharma. Namun akhirnya sang menteri memaksa membawa Tsogyel kepada raja tanpa memperdulikan tangisannya. Pada saat siang ia membawa Tsogyel dan malamnya Tsogyel dijaga dengan ketat. Dengan cara ini ia diambil dan ditempatkan di kediaman raja Trisong Deutsen. Kemudian raja tersebut memberikannya pada Guru Padmasambhava yang datang ke Tibet.

Guru Padmsambhava kemudian membebaskannya dan Tsogyal pun menjadi muridnya. Baru saat itu ia merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Pada saat Yeshe Tsogyal berumur 16 tahun, tepatnya pada tahun 749 M, ia menerima inisiasi dari Guru Padma yang memberinya nama Dechen Gyalmo, di mana bunganya jatuh ke dalam Mandala Vajrakilaya dan dengan mempraktekkan sadhana yang benar, Tsogyal dengan cepat meraih berbagai pencapaian termasuk siddhi di mana ia bisa mengingat segala ajaran Guru Padma tanpa ditulis terlebih dahulu. Tsogyal kemudian menerima semua ajaran Guru Padmasambhava dan menjadi penerus garis silsilahnya.
Yeshe Tsogyal kemudian berusaha untuk kebahagiaan semua makhluk. Ia pergi ke alam neraka dan membebaskan para makhluk disana. Guru padma juga mengirim Tsogyel untuk membebaskan seorang Acharya di Nepal. Bahkan Yeshe Tsogyal juga mengampuni dan memberikan pencerahan bagi para perampok yang memperkosanya.
Yeshe Tsogyal juga mempunyai ingatan yang tajam sehingga memungkinkannya untuk mengingat sejumlah besar isi teks tanpa kesulitan. Keseluruhan ajaran Khadro Nyingtig tersimpan dalam ingatannya.

Putri Yeshe Tsogyal kemudian pergi menuju Nepal pada tahun 795 M untuk mencari seorang Acharya sebagaimana yang diminta oleh Guru Padmsambhava. Ia menemukan seorang laki-laki yang masih muda yang kemudian ia sadari bahwa laki-laki tersebutlah yang dimaksud Guru padmasambhava sebagai Acharya. Laki-laki tersebut bernama Atsara Sahle. Namun orang tua Sahle memberikan syarat bahwa mereka akan memberikan anak mereka pada Guru Padmasambhava apabila tsogyel memberi mereka sejumlah uang emas. Tsogyel menyanggupinya dan mendapatkan emas seetalh membangkitkan kembali anak dari sebuah keluarga dari kematian. Setelah itu orang tua Sahle pun setuju menyerahkan anaknya. Atsara Sahle kemudian menjadi pujaan hati dan pasangan dari Yeshe Tsogyal. Tsogyel dan pasangannya pergi melakukan perjalanan ke berbagai gua pertapaan dan mereka rajin melakukan Sadhana.

Tsogyal mempunyai kepribadian yang lebih kokoh ketimbang pasangannya, karena sejak kecil ia sudah menderita. Ia sudah mempunyai ketetapan hati dalam meraih pencerahan. Yasodhara juag mempunyai rasa cinta kasih dan kebaikan yang besar. Atsara Sahle berasal dari lembah Kathmandu, di mana ia tidak pernah merasakan udara dingin Tibet yang menusuk. Oleh karena itu lebih sulit baginya untuk menjalankan pertapaan di gunung-gunung yang tinggi. Namun mereka berusaha sebaik-baiknya yang mereka bisa untuk mencapai pencapaian spiritual.
Dan tibalah suatu saat, di mana Tsogyal tinggal sendirian di gua Nering Senge dan pasangannya ketika itu pergi ke tempat yang iklinya lebih hangat. Tsogyal kemudian harus mulai menghadapi segala iblis dalam pikirannya. Dengan tetap bermeditasi, ia mengatasi segala macam iblis yang datang kepadanya baik itu iblis pikiran maupun iblis-iblis lain yang menakutkan, penuh nafsu maupun yang jahat. Tsogyal harus menghadapi mereka selama berhari-hari hingga akhirnya ia berada dalam kedamaian dan ketenangan batin. Brahma juga datang mengetes welas asih Tsogyel dengan cara menyamar menjadi seorang penderita kusta.

Setelah itu, di gua terpencil di Paro Taksang, dataran tinggi Bhutan, dengan pasangannya Atsara Sahle, ia mendisiplinkan dirinya melalui puasa, meditasi yang panjang dan praktek spiritual yang bernama karmamudra, untuk menyatukan positif dan negatif bindu dari Cakra hati dan sistem saraf (nadi), tempat di mana 5 energi biologis (vayu) utama dan 5 energi biologis sekunder berasal; dan dengan tujuan untuk mengkristalkan keseluruhan keberadaannya sebagai basis dari inti tubuh vajra. Melalui penyatuan yang tepat antara inti syaraf yang dihaluskan (bindu merah dan putih) dengan melepaskan ikatan psikologis yang terakhir pada Chakra hati, maka pencapaian ke-Buddhaan dalam masa waktu satu kehidupan dapat tercapai.

Di Paro Taksang, setelah mencapai tujuannya dengan usaha yang sangat tekun dan rajin, Yeshe Tsogyal mencapai tingkatan Vidyadhara, di mana Ia mengimbangi pencapaian Guru Padmasambhava. Dan dari itu ia mencapai tahap dasar dari pencerahan.

Setelah itu bersama dengan Guru Padmsambhava, Tsogyal melakukan perjalanan mengelilingi Tibet membabarkan Dharma, memberkati bebagai lokasi dan menaruh berbagai terma. Kemudian ia menjalankan rtreat meditasi di tempat terpencil tahun 796 M dan tidak keluar sampai pada tahun 805 M, setelah Guru Padmasambhava meninggalkan Tibet. Namun sekarang ia kembali sebagai Buddha Yang Tercerahkan. Dan pada tahun 837 M, ia menembus keberadaan duniawinya dan dengan tubuhnya menuju Tanah Suci dari Gunung Merah, tempat Guru Padmasambhava berada.
Biografi Yeshe Tsogyal ada dalam teks “Autobiografi Rahasia Yeshe Tsogyal” yang ditulis oleh Namkhai Nyingpo (abad 9 M). Biografi tersebut ada dalam bentuk terma. Yeshe Tsogyal sendiri juga menulis tentang biografi Guru Padmasambhava.

3. Putri Sakyadevi

Putri Belmo Sakyadevi adalah anak dari Raja Sukkhadhara (Punyedhara?) dari Nepal dan emanasi dari pikiran Vajravarahi. Ibunya meninggal pada saat melahirkan dan ia digantikan oleh ratu selanjutnya dan ditinggalkan oleh kaum kerajaan. Sakyadevi dibawa ke pemakaman bersama dengan jasad ibunya dan ditinggalkan di sana. Kemudian ia dirawat oleh para monyet namun tangan dan kakinya berselaput.

Saat Sakyadevi tumbuh, ia menjadi Yogini dan bertempat tinggal di dekat Parphing, di pegunungan di luar Lembah Kathmandu. Di Vihara Sankhu, sebelah timur laut dari lembah Kathmandu, ia bertemu Guru Padmasambhava dan menjadi murid wanita Guru Padmasambhava dan menerima ajaran darinya. Keduanya hidup di gua yogi Yanglesho di mana mereka menguasai praktek Vajrakilaya dan Mahamudra dengan menggunakan mandala Yangdak dan Dorje Phurba. Ketika Tsogyel berkunjung ke Yanglesho beberapa tahun kemudian, Sakyadevi masih tinggal di sana sebagai yogini. Ia kemudian mencapai “Tubuh Pelangi” sebagai seorang yang telah terealisasi menjadi Buddha. Ia juga mencapai Mahamudra dan menguasai zap-lam yoga, togal yoga dan yoga tidur(mimpi?).

Rakyat Tibet meyakini bahwa Raj Kumari, “Dewi Hidup” dari Basantapur Kumari Bahal di Kathmandu yang terkenal itu, adalah emanasi dari Sakyadevi.


4. Kalasiddhi

Belwong Kalasiddhi dari Nepal adalah anak gadis dari penenun Bhadana dan Nagini di kota Balbong Jur. Nama aslinya adalah Dakini. Pada saat itu memang Nepal terkenal dengan kain wolnya. Ibunya meninggal karena kelaparan dan dia dibuang dan ditinggalkan bersama tubuh ibunya di pemakaman oleh ayahnya sendiri.

Seorang wanita Yogini bernama Mandarava yang ketika itu berwujud harimau wanita, menemukan bayi Kalasiddhi yang sedang menyusu pada ibunya yang telah meninggal. Kemudian Mandarava menyelamatkannya dari kondisi kritis dan membesarkannya, mengajarkannya berbagai ajaran rahasianya. Ketika remaja, Dakini bekerja memintal benang pada siang hari dan menenunnya pada malam hari. Kalasiddhi akhirnya mendapat pentahbisan dari Bhiksu Sakyadeva. Setelah Kalasiddhi mencapai pencerahan, Ia meneruskan silsilahnya kepada anak laki-laki petani yang akan menjadi Guru besar Vajrahunkara.

Dalam tradisi terma dari Terton Tagsham, Kalasiddhi bertemu dan menjadi murid dari Guru Padmasambhava dan Yeshe Tsogyal. Ketika berumur 14 tahun, Dakini ditemukan oleh Tsogyel yang saat itu melakukan perjalanan keduanya ke Nepal untuk mengajarakan sila rahasia dari Guru Padmasambhava. Tsogyel memberinya nama Kalasiddhi. Di Mangyul, menyebrangi batas Tibet dari Trishuli-kola, Kalasiddhi menerima inisiasi dalam Tantra Lama Mandala dan setelah ia mempraktekkan meditasi dengan tekun dan rajin, kalasiddhi akhinya mencapai siddhi. Kalasiddhi juga menemani Tsogyel ke istana Mutri Tsenpodi Samye dan tempat retreat di Chimpu di mana ia bertemu dengan guru Padmasambhava. Guru Padmsambhava segera merasakan bahwa Kalasiddhi memiliki potensial sebagai mudra dalam prakteknya untuk mengembangkan tantra di Tibet dan meminta Tsogyel untuk memberikan Kalasiddhi padanya. Setelah itu dalam waktu yang singkat, Guru Padmasambhava pergi ke arah Barat daya dan meninggalkan Kalasiddhi di bawah bimbingan Tsogyel.

Kalasiddhi berhasil mencapai Pencerahan Sempurna dari Pemegang Ajaran (Vidyadhara). Ia adalah emanasi dari kualitas Vajravarahi. Sebagai tanda perpisahan, Tsogyel memberikan instruksi zap-lam secara detail pada Kalasiddhi.

5. Tashi Khyidren / Mangala

Tashi (abad ke-8 M) adalah murid wanita Guru Padmasambhava yang berasal dari Bhutan. Ia adalah pemberian dari Bhutan kepada Padmasambhava untuk dijadikan murid-Nya dan membantunya menyebarkan Dharma melalui Tantra. Ia adalah anak dari Raja Kerajaan Iron (Shinduraja), yang mengundang Guru Padmasambhava ke Bhutan untuk menyembuhkan penyakitnya. Sumber lain mengatakan ia adalah anak dari Raja Hamra. Di usianya yang ketiga belas, Tashi bertemu dengan Yeshe Tsogyal yang saat itu sedang bermeditasi di Gua Nering Drak dan sering menjadi sasaran tipu muslihat para iblis lokal. Penuh kekaguman terhadap yogini tersebut, Khyidren kemudian selalu membawakan susu dan madu untuk Yeshe Tsogyel. Setelah Tsogyel berhasil menundukkan para iblis dan penduduk lokal yang memusuhinya, ayah Khyidren memberikan hormat padanya dan Tsogyel meminta anaknya, Khyidren. Raja Hamra memenuhi permintaannya dan Tsogyel mengganti nama Khyidren menjadi Chidren. Tak lama kemudian, Khyidren pergi menemani Tsogyel menuju ke Womphu Taktsang di Tibet untuk menemui Guru Padmsambhava.

Padmasambhava meminta Tsogyel agar membawa Khyidren kepadanya agar ia dapat melakukan mudra dalam inisiasi Dorje Phurba, di mana Guru Padmasambhava lakukan untuk melindungi Tibet. Khyidren berperan sebagai pasangan kedua dalam inisasi ini. Dalam simbolisasi Phurba-Tantra, Khyidren disimbolisasikan sebagai macan wanita yang ditunggangi Phurba dan pasangannya (Padmasambhava dan Tsogyel) dalam menakukkan para dewa dan iblis di Tibet.Setelah meninggal, Khyidren juga berinkarnasi kembali menjai anak perempuan Machig Labdron.

Dan satu lagi murid wanita Guru Padmasambhava:

Lacham PemaSel

Lacham PemaSel (Pematsal) adalah anak perempuan dari Raja Trisong Deutsen dari Tibet dan Ratu Dromza Changchub. Pada saat berumur delapan tahun, ia sakit dan mati. Padmasambhava, yang pada saat itu berada di istana kerajaan, dipanggil. Ia tiba-tiba datang ke ruangan di mana Lacham PemaSel terbaring dan menulis huruf ‘Nri’ berwarna merah di hatinya dangan mengucapkan mantra. Memasuki kesadaran tak sadarkan diri(Antarabhava?), Guru Padmasambhava memanggil kembali kesadarannya dan mengembalikan hidup ke tubuhnya. Keajaiban membangkitkan orang mati ini menghebohkan istana dan mengakibatkan Sang Raja memiliki keyakinan yang absolut terhadap kekuatan Guru Padmasambhava.

Setelah Lacham bangkit dan dapat berbicara, Guru Padmasambhava menganugrahkan inisiasi Khadro Nyingt'ig, instruksi esoterik yang langka. Di kehidupan yang selanjutnya sebagai yogi laki-laki Peme Ledrel Tsal (1291-1315) ajaran Padmasambhava mengembalikan kesadarannya untuk bangun kembali. Kesadarannya terus bereinkarnasi dan akhirnya mencapai realisasi sebagai Guru Agung tradisi Nyingma yaitu Longchenpa (1308-1363).

Minggu, 15 September 2013

Tata Cara Sadhana Catur Prayoga Yang benar ( Cen Fo Zhong)

Catur Prayoga merupakan dasar dari Sadhana Cen Fo zhong,Tata sadhana Guru Yoga, & Yidam Yoga juga  memiliki urutan yang sama dengan catur prayoga hanya mengganti dengan Guru atau Yidam sebagai Objek. Berikut ini adalah cara Sadhana catur prayoga yang benar  , Semoga Berguna Om Mani Padme Hum.

 Lianhua andy  .

 1. Mengawali Sadhana


Pertama-tama kosongkan pikiran dan lakukanlah langkah berikut 3x:

Ambil nafas panjang dengan perlahan dan tahan sebentar. Setelah itu sebarkan sinar tersebut ke seluruh tubuh Anda.  Saat Anda merasakan angin atau sinar bergerak mendorong di bawah lapisan kulit Anda, bayangkan seluruh pori-pori tubuh Anda membuka bagaikan bunga yang sedang mekar, lalu hembuskanlah nafas sambil memancarkan sinar – Anda bagikan sinar putih tersebut dengan semua insan di sekeliling Anda, dan semua insan kemudian berubah menjadi cahaya.

Kemudian, visualisasikan Silsilah Satya Buddha – Namo Buddha Vairocana, Buddha Locani, Buddha Amitabha, Padmakumara, Buddha Hidup Lian-sheng, muncul dari Alam Semesta, bersama-sama memancarkan sinar pada semua yang hadir.
Mudra Padmakumara
Bentuklah Mudra Padmakumara dan japalah mantra Guru Akar versi panjang:
OM. AH. HUM. GURU BEI. A-HE-SHA-SA-MA-HA. LIEN-SHEN. SIDDHI. HUM. (7x)
Bayangkan semua insan dari 6 alam samsara turut bergabung bersama Anda dalam sesi sadhana ini. Berdoalah pada Guru Akar dan semua dewata supaya memberkati kita semua sehingga semua hal menjadi mujur nan sempurna.
Mudra Mengundang: 
Tepuk tangan (2x), lalu silangkan tangan dan petikkan ibu jari dengan jari tengah.


2. Mantra Pemurnian

Saat menjapa masing-masing mantra, bayangkan bagian tubuh yang bersangkutan bersinar terang.

Memurnikan Ucapan:
OM, SYULI SYULI, MAHA SYULI, SYUSYULI, SOHA.

Memurnikan Tubuh:    
OM, SYUTOLI, SYUTOLI, SYUMOLI, SYUMOLI, SOHA.

Memurnikan Pikiran:    
OM, WADZILA DAM, HO HO HUM.

Mantra Dewa Bumi:  
NAMO, SAMMANTO, MOTOHNAM, OM, TULU TULU TEIWEI, SOHA.


3. Mantra Pengundangan

Bayangkan Anda memancarkan sinar putih yang sangat cemerlang kepada Alam Semesta layaknya sedang menjulurkan kedua tangan Anda untuk dengan rendah hati memohon Guru Akar dan para Dewata turun ke dan memuliakan altar kita, menerima persembahan kita, dan memberkati semua usaha kita.

Recite: OM AH HUM, SOHA. (3x)

Dengan tulus mengundang:
Namo Guru Akar Bermahkota Merah nan Suci Buddha Hidup Lian-sheng.
Namo Maha Padmakumara Putih.
Namo Buddha Sinar Bunga Teratai yang Leluasa.
Namo Para Guru Silsilah Satya Buddha yang penuh welas asih.
Namo Lima Dhyani Buddha dan para dewata yang hadir di altar.
Namo Tripitaka dan 12 Sutra.
Namo Para Buddha, Bodhisattva dan Pelindung Dharma dari 3 masa, 10 penjurunya dan yang dipuja di altar ini dan sekitarnya.

4. Penghormatan Agung (Maha Namaskara)


Mudra Altar Buddha
Pertama kali, memberikan penghormatan kepada Guru Akar dan semua Buddha dari semua masa dan penjuru dengan menggunakan Mudra Altar Buddha.

Bayangkan di angkasa raya di hadapan Anda: Guru Akar, semua guru silsilah, delapan Yidam utama, Buddha, Bodhisattva dan Pelindung Dharma – mereka semua menampakkan diri bagai bintang-bintang yang berkerdipan memenuhi angkasa raya.

[Kiri-Kanan] Menyentuh Kening – Tenggorokan – Hati
Sentuhkan Mudra Altar Buddha ke kening, dan bayangkan Guru Akar memancarkan sinar putih dari titik kening-Nya ke kening Anda.
Kemudian sentuhkan Mudra tersebut ke tenggorokan, dan bayangkan Guru Akar memancarkan sinar merah dari tenggorokan-Nya ke tenggorokan Anda.
Kemudian sentuhkan Mudra tersebut ke hati, dan bayangkan Guru Akar memancarkan sinar biru dari hati-Nya ke hati Anda.
Sentuhkan kembali Mudra tersebut ke kening Anda dan leraikanlah.

Bila menggunakan namaskara visualisasi: bayangkan diri Anda bersujud secara penuh di lantai untuk memberikan penghormatan kepada Guru Akar dan semua Buddha dari segala masa dan penjuru.

Mudra Teratai
Kedua adalah memberikan penghormatan kepada semua Bodhisattva dan Mahasattva dengan menggunakan Mudra Teratai. Lakukan seperti langkah-langkah di atas dengan menggunakan Mudra Teratai.

Mudra Vajra
Ketiga adalah memberikan penghormatan kepada semua Heruka dan Pelindung Dharma dengan menggunakan Mudra Vajra. Lakukan seperti langkah-langkah di atas dengan menggunakan Mudra Vajra.

Mudra Kesetaraan
Keempat adalah setengah membungkuk dengan menggunakan Mudra Kesetaraan. Sentuhkan mudra di kening, lalu membungkuklah. Setelah kembali meluruskan badan, leraikanlah mudra tersebut.

5. Mandala Persembahan Agung

Mudra Mandala Persembahan
Bentuklah dan kemudian letakkan Mudra Persembahan di depan dada. Setelah melakukan visualisasi di bawah ini, sentuhkan mudra di kening sebelum meleraikannya.
Visualisasi: 
Bayangkan semua persembahan di altar berubah menjadi banyak, dari sebaris kemudian berlipatganda meluas dan memenuhi seluruh alam semesta.

Anda persembahkan kepada Guru Akar, semua guru silsilah, delapan yidam utama Satya Buddha, semua Buddha – Bodhisattva & Mahasattva – Pelindung Dharma dari tiga masa dan semua penjuru.

Bayangkan mereka semua menerima persembahan kita dengan senang hati dan Alam Semesta dipenuhi dengan Sinar Kuning Keemasan.
Lalu bayangkan benang-benang sinar berwarna putih turun bagai hujan dari Angkasa Raya. Saat menyentuh para insan di 6 alam samsara, insan-insan ini berubah menjadi sinar-sinar yang beraneka warna, dan kita juga bisa mendengar suara tawa mereka yang menandakan mereka menerima persembahan Anda dengan senang hati juga!
Bacalah Ayat Persembahan berikut:   
Gunung Sumeru bersama dengan Empat Benua, Matahari dan Bulan,
Berubah menjadi harta yang berharga dan dipersembahkan kepada para Buddha.
Semoga pahala kebajikan tak terhingga yang muncul dari persembahan berharga ini
Segera menghapus karma buruk demi merealisasikan Kebuddhaan.

Japalah Mantra Persembahan:  
OM, SAERWA, TATHAGATA, EEDAMUH, GURU LANA, MENCHALA, KAN, NELEYEH, DAHYEMI.

6. Empat Perlindungan (Empat Sarana)


Bayangkan Guru Akar, semua guru silsilah, semua Buddha, Dharma, dan Sangha melebur menjadi sinar putih yang sangat cemerlang yang memberkati Anda. Sinar tersebut memenuhi diri Anda dan kemudian Anda bagikan dengan semua insan di sekeliling Anda!

Japalah Mantra Empat Sarana:
NAMO GURU-BEI, NAMO BUDDHA-YE, NAMO DHARMA-YE, NAMO SANGHA-YE. (3x)


7. Perisai Perlindungan


Jari-jari membentuk Mudra Vajra dan diletakkan di depan kening. Bayangkan Anda menarik sinar putih cemerlang dari Alam Semesta, ia memenuhi dan menyelimuti diri Anda.

Mudra Vajra
Japalah Mantra Perisai Pelindung:  OM, BO LI LAN ZE LI. (7x)

Setelah menjapanya, sentuhkan mudra tersebut ke titik kening, kemudian tenggorokan, hati, bahu kiri, bahu kanan, kemudian kembali ke kening. Bayangkan diri Anda menjadi Vajra Bersilang yang bersinar.

Vajra Bersilang (Vishva-Vajra)
Kemudian bayangkan Anda menembakkan sinar biru cemerlang ke atas dan tariklah lagi ke bawah ke arah depan – belakang – kanan – kiri, mengitari Anda. Empat sinar biru kemudian berputar searah jarum jam membentuk kolom silinder di sekitar Anda. Bayangkan ia berputar terus-menerus – ini berarti para Pelindung Dharma sedang melindungi Anda di segala waktu.
Saat meleraikan mudra, berterimakasihlah kepada semua Pelindung Dharma yang selalu melindungi Anda tanpa henti.

8. Sutra Maharaja Avalokiteshvara (Gao Wang Jing)

Maharaja Avalokiteshvara Mengenakan
Mahkota 7 Buddha
Bayangkan di dalam Chakra Hati Anda muncul bunga teratai berkelopak delapan yang berwarna putih susu dan memancarkan sinar cemerlang. Maharaja Avalokiteshvara berada di atas teratai ini. Di sekelilingnya adalah para Buddha dan Bodhisattva dari sutra ini.
Bayangkan mereka semua sebagai titik-titik sinar terang atau sinar-sinar bintang yang gemerlap berkedip terus. Saat Anda menjapakan tiap-tiap nama mereka, gemerlapnya menjadi semakin cepat dan sinarnya juga menjadi semakin terang dan terang lagi.
Pertahankan visualisasi ini sambil membaca sutra, atau bila Anda membacanya lebih dari sekali maka bayangkan Anda perlahan-lahan membesar dan melebur dengan Alam Semesta.


觀世音菩薩。
Namo Guan Shi Yin Pu Sa.
Namo Avalokitesvara Bodhisattva.

南無佛。南無法。南無僧。
Namo Fo. Namo Fa. Namo Seng.
Namo Buddhaya, Namo Dharmaya, Namo Sanghaya.

佛國有緣。
Fo Guo You Yuan.
Aku berjodoh dengan Tanah Suci Buddha, dan

佛法相因。
Fo Fa Xiang Yin.
Aku beryoga dengan Dharma Buddha.

常樂我淨。
Chang Le Wo Jing.
Aku selalu diliputi kebahagiaan, kesucian dan kedamaian.

有緣佛法。
You Yuan Fo Fa.
Aku berjodoh dengan Dharma Buddha.

南無摩訶般若波羅蜜。是大神咒。
Namo Mohe Boye Boluomi. Shi Da Shen Zhou.
Namo Maha Prajna Paramita, mantra spiritual yang agung.

南無摩訶般若波羅蜜。是大明咒。
Namo Mohe Boye Boluomi. Shi Da Ming Zhou.
Namo Maha Prajna Paramita, mantra kebijaksanaan agung.

南無摩訶般若波羅蜜。是無上咒。
Namo Mohe Boye Boluomi. Shi Wu Shang Zhou.
Namo Maha Prajna Paramita, mantra yang terunggul.

南無摩訶般若波羅蜜。是無等等咒。
Namo Mohe Boye Boluomi. Shi Wu Deng Deng Zhou.
Namo Maha Prajna Paramita, mantra yang tiada bandingannya.

南無淨光秘密佛。
Namo Jing Guang Mi Mi Fo,
Namo Buddha Misteri Sinar Suci,

法藏佛。
Fa Zang Fo,
Buddha Sang Keranjang Dharma,

獅子吼神足幽王佛。
Shi Zi Hou Shen Zu You Wang Fo,
Buddha Raja Ketenangan dengan Auman Singa & Kecepatan Ilahi,

佛告須彌燈王佛。
Fo Gao Xu Mi Deng Wang Fo,
Buddha Raja Cahaya Sumeru yang diserukan oleh para Buddha,

法護佛。
Fa Hu Fo,
Buddha Pelindung Dharma,

金剛藏獅子遊戲佛。
Jin Gang Zang Shi Zi You Xi Fo,
Buddha Sang Keranjang Vajra Bagaikan Singa Yang Bermain-main,

寳勝佛。
Bao Sheng Fo,
Buddha Wijaya nan Mulia,

神通佛。
Shen Tong Fo,
Buddha Kekuatan Supranatural,

藥師琉璃光王佛。
Yao Shi Liu Li Guang Wang Fo,
Buddha Obat dengan Sinar Lapis Lazuli nan Cemerlang,

普光功德山王佛。
Pu Guang Gong De Shan Wang Fo,
Buddha Raja Gunung Pahala Sinar Semesta,

善住功德寳王佛。
Shan Zhu Gong De Bao Wang Fo,
Buddha Raja Permata Sang Penopang Pahala,

過去七佛。
Guo Qu Qi Fo,
Tujuh Buddha di Masa Lampau,

未來賢劫千佛。
Wei Lai Xian Jie Qian Fo,
Ribuan Budha Masa Mendatang di ribuan tahun yang penuh kemujuran ini,

千五百佛。
Qian Wu Bai Fo,
Seribu Lima Ratus Buddha,

萬五千佛。
Wan Wu Qian Fo,
Lima Belas Ribu Buddha,

五百花勝佛。
Wu Bai Hua Sheng Fo,
Lima Ratus Buddha Puspa Wijaya,

百億金剛藏佛。
Bai Yi Jin Gang Zang Fo,
Sepuluh Miliar Buddha Keranjang Vajra,

定光佛。
Ding Guang Fo.
dan Buddha Cahaya Samadhi.

六方六佛名號。
Liu Fang Liu Fo Ming Hao:
Para Buddha dari Enam Penjuru:

東方寳光月殿月妙尊音王佛。
Dong Fang Bao Guang Yue Dian Yue Miao Zun Yin Wang Fo,
Di sebelah Timur adalah Buddha Raja Suara yang Menakjubkan nan Mulia bagai Istana Rembulan dengan sinarnya yang Berharga,

南方樹根華王佛。
Nan Fang Shu Gen Hua Wang Fo,
Di sebelah Selatan adalah Buddha Raja Puspa Akar-Pohon,

西方皂王神通燄花王佛。
Xi Fang Zao Wang Shen Tong Yan Hua Wang Fo,
Di sebelah Barat adalah Buddha Raja yang Menyala-nyala bagai Bunga Kekuatan Spiritual,

北方月殿情淨佛。
Bei Fang Yue Dian Qing Jing Fo,
Di sebelah Utara adalah Buddha Kesucian Istana Rembulan,

上方無數精進寳首佛。
Shang Fang Wu Shu Jing Jin Bao Shou Fo,
Di sebelah Atas adalah para Buddha Permata Mahkota Kekuatan yang tak terhingga banyaknya,

下方善寂月音王佛。
Xia Fang Shan Ji Yue Yin Wang Fo.
Di sebelah Bawah adalah Buddha Raja Suara Rembulan yang penuh Ketenangan.

無量諸佛。
Wu Liang Zhu Fo,
Para Buddha yang tak terhingga banyaknya,

多寳佛。釋迦牟尼佛。
Duo Bao Fo, Shi Jia Mou Ni Fo,
Prabhutaratna Buddha, Shakyamuni Buddha,

彌勒佛。阿閦佛。彌陀佛。
Mi Le Fo, A Chu Fo, Mi Tuo Fo.
Maitreya Buddha, Aksobhya Buddha, Amitabha Buddha.

中央一切眾生。在佛世界中者。
Zhong Yang Yi Qie Zhong Sheng, Zai Fo Shi Jie Zhong Zhe,
Para insan yang berada di dunia saha, maupun mereka yang menitis di tanah suci,

行住於地上。及在虛空中。
Xing Zhu Yu Di Shang. Ji Zai Xu Kong Zhong
saat berjalan di atas Bumi maupun di Angkasa Raya,

慈憂於一切眾生。各令安穩休息。
Ci You Yu Yi Qie Zhong Sheng, Ge Ling An Wen Xiu Xi,
curahkanlah welas asih yang tak terhingga kepada semua insan, berkatilah mereka semua dengan ketenangan hati dan kedamaian,

晝夜修持。
Zhou Ye Xiu Chi.
sehingga mereka bisa melatih diri di siang dan malam harinya.

心常求誦此經。
Xin Chang Qiu Song Ci Jing,
Bila membaca sutra ini tiada henti-hentinya,

能滅生死苦。
Neng Mie Sheng Si Ku,
pasti akan terbebaskan dari penderitaan kelahiran dan kematian,

消除諸毒害。
Xiao Chu Zhu Du Hai.
serta terhindar dari berbagai macam penderitaan lainnya.

南無大明觀世音。觀明觀世音。
Na Mo Da Ming Guan Shi Yin, Guan Ming Guan Shi Yin,
Namo Avalokitesvara yang Maha Bijaksana, Avalokiteshvara yang Pengamatan-Nya Sempurna,

高明觀世音。開明觀世音。
Gao Ming Guan Shi Yin, Kai Ming Guan Shi Yin.
Avalokiteshvara yang Mulia nan Luhur, Avalokiteshvara yang Tercerahkan.

藥王菩薩。藥上菩薩。
Yao Wang Pu Sa, Yao Shang Pu Sa,
Bhaisajya Raja Bodhisattva,  Bhaisajya Samudgate Bodhisattva,

文殊師利菩薩。普賢菩薩。
Wen Shu Shi Li Pu Sa, Pu Xian Pu Sa,
Manjushri Bodhisattva, Samantabhadra Bodhisattva,

虛空藏菩薩。地藏王菩薩。
Xu Kong Zang Pu Sa, Di Zang Wang Pu Sa,
Akasagarbha Bodhisattva, Ksitigarbha Raja Bodhisattva,

清涼寶山億萬菩薩。
Qing Liang Bao Shan Yi Wan Pu Sa,
Miliaran Bodhisattva Gunung Harta yang Sejuk nan Cemerlang,

普光王如來化勝菩薩。
Pu Guang Wang Ru Lai Hua Sheng Pu Sa.
Bodhisattva Tathagata Raja Sinar Semesta yang Mulia.

念念誦此經。
Nian Nian Song Ci Jing,
Membaca sutra ini terus-menerus,

七佛世尊。即說咒曰。
Qi Fo Shi Zun. Ji Shuo Zhou Yue:
Tujuh Buddha Junjungan Dunia juga menjapa mantra berikut:
(7x:) 離婆離婆帝。求訶求訶帝。陀羅尼帝。你訶羅帝。
LIPO LIPO TE. KYUHO KYUHO TE. TOLONI TE. NIHALA TE.
毗黎尼帝。摩訶迦帝。真陵乾帝。梭哈。
PILINI TE. MOHO KYA TE. CHEN LING CHIEN TE. SOHA.


9. Dharani Penyeberangan Amitabha

Mudra Samudera Penyelamatan (Penyeberangan)
Bentuklah mudra Samudra Penyelamatan (seperti membentuk Mudra Vajra, lalu diputar ke dalam) lalu bayangkan Buddha Amitabha menampakkan diri di Semesta Raya dan dari chakra hati-Nya memancarkan sinar berwarna merah jambu (gabungan warna merah, magenta, dan putih) yang cemerlang dan memberkati semua mahluk yang Anda sadari atau tanpa sadari pernah celakai dalam aktivitas sehari-hari Anda.
Mereka adalah binatang/hewan seperti babi, sapi, kambing, ayam, bebek, ikan, kepiting, udang, semut, kecoa, bakteri, virus, dan lain sebagainya.

Bayangkan karma mereka dibersihkan oleh sinar ini dan semua simpul karmanya terselesaikan (bayangkan mereka saling berpelukan dengan penuh kebahagiaan).

Lanjutkan dengan membayangkan mereka menaiki perahu-perahu bunga teratai dan berubah menjadi titik-titik sinar keemasan, lalu bergabung dan berubah menjadi sungai bersinar keemasan yang mengalir ke arah chakra hati Buddha Amitabha. 
Sambil mempertahankan mudra dan visualisasi tersebut, japalah dharani berikut: 
NAMO AMITO POYE, TOTA KYA TOYE, TOTE YETA,
AMILITO POPI, AMILITO SYE THAN POPI,
AMILITO PEGYA-LANTE, AMILITO PEGYA-LANTO,
KYANINI, KYAKYANA, ZHIDO KYALI, SOHA. (7x)

10. Empat Batin Yang Tiada Batas (Empat Apramana)


Bersama dengan diri Anda, bayangkan semua insan di sekeliling Anda saling berbagi dan membaca sumpah Bodhicitta ini:

  • Semoga semua insan berbahagia dan mempunyai penyebab kebahagiaan;
    inilah cinta kasih dan kebaikan yang tiada batasnya.
  • Semoga semua insan terbebaskan dari penderitaan dan penyebab penderitaan;
    inilah welas asih yang tiada batasnya.
  • Semoga semua insan terbebaskan dari penderitaan dan selalu berbahagia;
    inilah sukacita yang tiada batasnya.
  • Dan semoga semua insan terbebaskan dari ketamakan dan kebencian, semuanya mengembangkan iman dan kesetaraan; inilah ketenangan hati yang tiada batasnya.

Bacalah Ayat Bodhicitta:
Murid Lian-hua [nama Anda] berlindung pada Guru Akar dan Tri Ratna hingga mencapai pencerahan sempurna. Keyakinanku tak akan surut. Dan semoga semua pahala kebajikan dilimpahkan kepada semua insan supaya mereka semua cepat mencapai pencerahan sempurna.
Japalah Mantra Bodhicitta:
OM, BODHICITTA, BEDZA, SAMAYA, AH HUM. (3x)

Bacalah Ayat Pertobatan berikut:
[Berlututlah dan dengan kesungguhan hati bertobat. Bayangkan sinar putih membersihkan semua karma buruk kita semua!]
Semua pelanggaran yang aku lakukan sejak masa lampau yang tak terhitung lamanya, yang berasal dari keserakahan, amarah kebencian, dan kebodohan; yang termanifestasi lewat tubuh, ucapan, dan pikiranku; kini aku mengakui dan bertobat atas semuanya itu. (3x)
Japalah Mantra Pertobatan:
OM, BEDZA, SAMAYA, SU-TE-A. (108x)


11. Mantra Hati Guru Akar


Bayangkan Guru memberkati Anda dengan sinar warna putih, merah, dan biru. Kemudian sinar warna putih yang sangat cemerlang dari chakra hati-Nya menyorot ke arah chakra hati Anda. Saat bersentuhan, muncullah tahta bunga teratai putih di dalam chakra hati Anda yang perlahan-lahan membesar dan memenuhi alam semesta. Atau bayangkan Anda bersantai dengan damai di Kolam Maha Teratai Kembar di Surga Barat.

Recite: OM. GURU. LIEN-SHEN. SIDDHI. HUM. (108x)

12. Bagian Inti


Kosongkan pikiran dan japalah Mantra Kekosongan (Shunyata):
OM, SOBAWA, SUTA, SAERWA, DAERMA, SOBAWA, SUTO-HANG. (3x)

Mudra Vajrasattva
Lalu bentuklah mudra Vajrasattva dan silangkan di depan dada.

"HUM" dalam aksara Tibet
(1) Di atas samudra yang luas adalah langit yang cerah tak berawan. Sebuah chakra rembulan muncul dari dalam samudra ke atas angkasa. Di dalam chakra rembulan muncul aksara Tibet “HUM” yang memancarkan sinar putih yang cemerlang.

Shri Bhagavan Maha Acharya Vajrasattva
(2) Aksara HUM tersebut berputar dan berubah menjadi Vajrasattva. Tubuh-Nya berwarna putih dan dihiasi dengan Mahkota Lima Dhyani Buddha, jubah dan perhiasan surgawi. Ia duduk di atas chakra rembulan yang disangga oleh bunga teratai berkelopak delapan.

Vajrasattva memegang vajra dorje dengan Mudra Menaklukkan di tangan kanan-Nya dan diletakkan di depan dada-Nya. Tangan kiri-Nya memegang vajra gantha (lonceng), juga dengan Mudra Menaklukkan, namun disandarkan di atas paha kiri-Nya.

Di hati-Nya tampak roda dharani yang berisi Mantra 100 Aksara. Dharani mantra ini mengitari chakra hati-Nya, berputar dan memancarkan sinar putih nan cemerlang.

Roda dharani 100-Aksara
(3) Sinar putihnya membusur ke atas lalu turun memasuki diri kita lewat chakra mahkota, memenuhi seluruh tubuh. Tubuh kita kini memancarkan sinar putih yang cemerlang, dan semua karma dan pikiran buruk keluar lewat pori-pori sebagai asap hitam.

Tubuh kini menjadi jernih, transparan, dan memancarkan sinar. Diri kini memasuki kondisi sukacita dalam meditasi.

Atau bisa memilih alternatif: langsung berubah menjadi batu mani sebening kristal yang memancarkan sinar putih nan cemerlang.

Atau alternatif lain lagi: berubah menjadi roda mantra 100-aksara yang terus berputar searah jarum jam dan memancarkan sinar putih cemerlang.

Pilihlah salah satu dari tiga alternatif di atas karena ini artinya sama dengan berubah menjadi yidam Vajrasattva dan telah memasuki kondisi samadhi.


13. Menjapa Dharani 100 Aksara

ཨོཾ་བཛྲ་སཏྭ་ས་མ་ཡ་མ་ནུ་པ་ལ་ཡ།  བཛྲ་སཏྭ་ཏྭེ་ནོ་པ་ཏིཥྛ།
དྲྀ་ཌྷོ་མེ་བྷ་བ།   སུ་ཏོ་ ཥྱོ་མེ་བྷ་བ།  སུ་པོ་ ཥྱོ་མེ་བྷ་བ།
ཨ་ནུ་ར་ཀྟོ་མེ་བྷ་བ།  ས་རྦ་སི་དྡྷི་མེ་པྲ་ཡ་ཙྪ།  ས་རྦ་ཀ་རྨ་སུ་ཙ་མེ
ཙི་ཏྟཾ༌ཤེ་ཡཿ་ཀུ་རུ་ཧཱུྂ།  ཧ་ཧ་ཧ་ཧ་ཧོཿ  བྷ་ག་བ་ན  ས་རྦ
ཏ་ཐཱ་ག་ཏ་བཛྲ་མཱ་མེ་མུ་ཉྩ།  བཛྲཱི་བྷ་བ་མ་ཧཱ་ས་མ་ཡ་སཏྭ  ཨཱཿ །།
ཧཱུྂ ཕ་ཊ

Om, bedza, sato samaya, manu palaya, bedza sato tenupa ticha,
checo mibawa, suto kayu mibawa, supo kayu mibawa, annulato mibawa,
saerwa, siddhi, mibulayecha, saerwa, kaerma, suchami, chitamu, sheliren,
guru hom, ha ha ha ha he,
bagha-wen, saerwa, tathagata, bedza, mami mencha, pechebawa,
maha samaya, sato a, hom, phei!
(21 or 49x)


14. Keluar dari Samadhi dan Mengucapkan Pujian:


Bacalah syair pujian berikut:
Buddha Hidup Lian-sheng mengajarkan Sadhana Tantra yang Agung,
Vajrasattva berubah menjadi Vajra Hati,
Mendapatkan kontak batin yang otentik saat keduanya melebur dan menyatu,
Dengannya rintangan buruk terhapuskan dan kesucian-pun diperoleh.

15. The Heart Mantra of the Eight Principal Deities 


OM, AMI TEHWAH SEH.
(Mantra hati Buddha Amitabha)

OM, MANI PEMI HUM.
(Mantra hati Bodhisattva Avalokitesvara)

OM, PENLAMO LINTOLIN, SOHA.
(Mantra Bodhisattva Ksitigarbha Raja yang Menghapus Karma Tetap) 

OM, HA HA HA, WEI, SAMMODEI, SOHA.
(Mantra hati Bodhisattva Ksitigarbha Raja)

OM, CHALE CHULE, CHUNDI, SOHA.
(Mantra hati Bodhisattva Maha Cundi) 

OM, CEMPALA, CHALEN CHANAYA, SOHA.
(Mantra hati Jambhala Kuning)

OM AH HUM, BEDZA GURU PEMA SIDDHI, HUM, SEH.
(Mantra hati Guru Padmasambhava) 

OM AH HUM, GURU BEI, AH-HE-SHA-SA-MA-HA, LIEN-SHEN SIDDHI HUM.
(Mantra hati Bodhisattva Padmakumara versi panjang) 

TEYATHA, OM, BEKACHE-YE, BEKACHE-YE, MAHA BEKACHE-YE,
LADZA SAMOGATE-HEY, SOHA.
(Mantra hati Buddha Bhaisajyaguru)


16. Melafalkan Nama Buddha Amitabha


Namo 360 triliun 119 ribu dan 500 Amitabha Buddha. (3x)


17. Pelimpahan Pahala


Semoga semua yang menjunjung tinggi nama Buddha Amitabha
terlahir di Tanah Suci-Nya, Surga Dewachen (Sukhawati) di sebelah Barat.
Membalas budi atas Empat Kemurahan Hati dari atas,
dan menolong mereka yang menderita di Tiga Alam Rendah di bawah.
Saat berjumpa dengan Buddha,
semoga aku terbebaskan dari siklus kelahiran dan kematian,
dan semoga aku mengembangkan kualitas bagai Sang Buddha sendiri,
oleh karenanya mampu menyelamatkan mereka yang dilanda penderitaan.

Aku, [nama Anda], melimpahkan pahala kebajikan dari sadhana ini kepada Guru Akar, Buddha Hidup Lian-sheng. Semoga Guru Akar selalu sehat walafiat, bahagia, dan leluasa, serta masih mau tinggal di alam Samsara untuk selalu memutar roda dharma.
Semoga semua insan juga sehat walafiat, terbebaskan dari segala halangan, teguh dalam pelatihan diri mereka, dan semoga semua kondisi dan situasi menjadi penuh kemujuran.

Semoga semua permohonan terkabulkan.
Semoga semua halangan menyingkir. WUN!

18. Memperbaiki dan Menyempurnakan Sadhana dengan Dharani 100 Aksara


Om, bedza, sato samaya, manu palaya, bedza sato tenupa ticha,
checo mibawa, suto kayu mibawa, supo kayu mibawa, annulato mibawa,
saerwa, siddhi, mibulayecha, saerwa, kaerma, suchami, chitamu, sheliren,
guru hom, ha ha ha ha he, bagha-wen, saerwa, tathagata, bedza, mami mencha, pechebawa,
maha samaya, sato a, hom, phei!(3x)


19. Penghormatan Agung (Maha Namaskara)

[Sama seperti langkah 4]


20. Menjapa Mantra Paripurna


OM, BU LIN. (3x)
OM MANI PEMI HUM.

Mudra Membubarkan:
Tepuk tangan (2x), lalu silangkan tangan dan petikkan ibu jari dengan jari tengah.

Mengakhiri Sadhana:
Semoga semua daya upaya menjadi penuh keberuntungan.
xiu-fa yuan-man, ru-yi ji-xiang.


[Bagian akhir dari sadhana]

Jumat, 13 September 2013

THIAN SANG SENG BOO (Ma Co Poh )

THIAN SANG SENG BOO (Ma Co Poh )  

天上聖母






Tian Shang Sheng Mu ( Thian Siang Sing Bo – Hokkian ) dikenal juga dengan sebutan Ma Zu atau Tian Hou. Tian Shang Sheng Mu adalah seorang wanita yang pernah hidup di daerah Fu Jian, tepatnya di pulau Mei Zhou dekat Pu Tian, namanya Lin Mo Niang ( Lim Bik Nio – Hokkian ). Ayahnya Lin Yuan, pernah menduduki jabatan sebagai “pengurus” di propinsi Fu-Jian. Karena kehidupannya yang sederhana dan gemar berbuat kebaikan, orang menyebutnya sebagai Lin San Ren yang berarti “Lin orang baik”. Mo Niang dilahirkan pada masa pemerintahan kaisar Tai Zu dari Dinasti Song utara, tahun Jian-long pertama, bulan 3 tanggal 23 Imlik ( tahun 960 Masehi ), malam hari. Selama sebulan sejak dilahirkan, ia tidak pernah menangis sama sekali, sebab itulah ayahnya memberi nama “ Mo Niang “ kepadanya. Huruf “ Mo” berarti “diam”.

Sejak kecil Lin Mo Niang ( Lim Bek Nio – Hokkian ) telah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Pada usia 7 tahun ia telah masuk sekolah, dan semua pelajaran yang diterima tidak pernah dilupakan. Kecuali belajar, ia juga tekun sekali bersembahyang. Ia sangat berbakti pada orang tuanya, dan suka menolong tetangga-tetangganya yang sedang dirundung malang. Sebab itu penduduk desa sangat menghormatinya.

Konon Tai Shang Lao Jun memberikan sebuah kitab suci rahasia. Dari kitab itulah kemudian Lin Mo Niang belajar banyak ilmu gaib untuk mengusir roh-roh jahat dan menolong para nelayan yang sedang menghadapi musibah ditengah lautan. Ia faham sekali ilmu falak dan peredaran cuaca, sebab itu ia dapat mendatangkan hujan pada saat kekeringan. Kehidupan ditepi laut menempanya menjadi seorang gadis yang tak gentar menghadapi dahsyatnya gelombang dan angin taufan yang menghantui para pelaut. Kecuali itu, ia dapat juga menyembuhkan orang sakit, kemahirannya dalam pengobatan ini menyebabkan orang-orang desanya menyebutnya sebagai “ ling nu “ , yang berarti “ gadis mukjijat”, “long nu” atau “gadis naga” dan “shen gu” atau” bibi yang sakit”.
Dalam legenda diceritakan, bahwa dalam usia 23 tahun, ia berhasil menaklukkan 2 siluman sakit yang mengausai pegunungan Tao Hua Shan. Kedua siluman itu, yaitu Qian Li Yan yang dapat melihat sejauh ribuan li, dan Sun Feng Er yang dapat mendengar ribuan pal,akhirnya menjadi pengawalnya. Selanjutnya wanita sakit ini banyak membantu rakyat membasmi kejahatan dan menolong kapal-kapal yang diserang badai. Karena perbuatan-perbuatan mulia inilah namanya segera terkenal di seluruh propinsi.



Pada usia 28 tahun, yaitu pada masa pemerintahan kaisar Tai Zong, tahun Yong-xi ke 4, tanggal 16 bulan 2 Imlik, bersama ayahnya ia berlayar. Tapi ditengah jalan perahunya dihamtam gelombang dan badai lalu tenggelam. Tanpa memperdulikan keselamatannya ia berusaha menolong ayahnya,tapi akhirnya keduanya tewas bersama-sama. Sebuah versi lain mengtakan bahwa ia tewas, Tapi “diangkat kelangit” bersama raganya. Dikisahkan bahwa pergi itu, penduduk Mei-Zhou melihat bahwa awan warna-warnisedang menyelimuti pulaunya, diangkasa terdengar tetabuhan yang sangat merdu dan terlihat Lin Mo Niang perlahan-lahan naik keangkasa untuk dinobatkan menjadi Dewi. Penduduk dengan hati tulus lalu mendirikan sebuah kelenteng ditempat Mo Niang diaangkat ke Sorga, setahun kemudian. Tahun kenaikannya ini jatuh tahun 987 Masehi, tepat 1000 tahun yang lalu. Kelenteng yang didirikan di Mei-zhou ini merupakan kelenteng pemujaan tian Shang Sheng mu yang pertama di Tiongkok.

Pada masa Dinasti Song, perdagangan maritime dari propinsi Fujian sangat berkembang. Tapi para pelaut sadar bahwa hidup ditengah lautan selalu penuh dengan mara-bahaya yang bias mengancam setiap saat. Untuk memohon perlindungan dan keselamatan,maka Lin Mo Niang kemudian dianggap sebagai Dewi pelindung para pelaut. Dan kemana-mana patungnya selalu dibawa serta. Keselamatan mereka dalam pelayaran di anggap anugerah dan perlindungan dari Dewi ini. Dan kisah-kisah tentang pemunculan sang Dewi dalam memberi pertolongan pada para pelaut mulai satu-perstu tersebar. Pada tahun 1122 masehi, kaisar Song Hui Zong memerintahkan seorang menteri yang bernama Lu Yun Di untuk menjadi Duta ke negeri Gaoli (Korea sekarang). Dalam perjalanan rombongan ini dihantam badai,dari 8 buah kapal yang dinaiki 7 buah tenggelam. Hanya yang ditumpangi oleh Lu Yun Di saja yang terselamatkan sang Duta heran bukan main, ia bertanya kepada para anak buahnya siapakah Dewa yang telah menyelamatkan mereka. Diantaranya pengiringnya itu ada seorang yang kebetulan berasal dari Pu Tian dan biasa bersembayang kepada Dewi Ma Zu ini. Ia lalu mengatakan pada Lu Yun Di bahwa mereka diselamatkan oleh Dewi yang berasal dari pulau Mei-zhou yaitu Lin Mo Niang atau sering disebut Ma Zu. Lu Yun Di lalu melaporkan hal ini pada kaisar Song Hui Zong. Sebagai penghormatan sang Kaisar memberi gelar ”Sun Ji Fu Ren” kepada Lin Mo Niang dan sebuah papan bertuliskan “Sun-Ji” yang berarti “pertolongan yang sangat dibutuhkan”, hasil tulisan tangan sang Kaisar lalu di pasang dikelenteng di Me-zhou. Sejak itulah pemujaan terhadap Ma Zu mulai mendapat pengakuan resmi dari kerajaan. Sejak jaman Dinasti Song sampai Qing, tidak kurang dari 28 gelar kehormatan telah dianugerahkan oleh kerajaan kepada Ma Zu. Gelar-gelar itu antara lain adalah Fu Ren yang berarti nyonyah agung, Tian Hou atau Tian Fei yang berarti “Permaisuri Sorgawi”, Tian Shang Sheng Mu Bunda Suci dari Langit dan Ma Zu Po yang berarti Bunda Ma Zu.

Sejak jaman Song itulah, di kota-kota utama sepanjang pantai Tiongkok timur yang memanjang dari utara ke selatan seperti Dan-dong, Yan-tai, Qinhuang-dao, Tian-jin, Shang-hai, Ning-po, Hang-zhou, Xia-men, Guang-zhou, Maco dan lain-lain bermunculan kelenteng-kelenteng yang memuja Dewi Pelindung lautan ini.Ma Zu sudah menjadi pujaan para pelaut dari seluruh negeri,tidak terbatas bagi mereka yang berasal dari Mei-zhou saja. Sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu, sebelum pelayaran dimulai, diadakan sembahyang besar untuk perlindungannya. Pada tiap-tiap kapal pun selalu di sediakan ruang pemujan untuk patungnya. Pelaut kenamaan pada jaman Dinasti ming, Zheng He, yang dikenal dengan sebutan San Bao Da Ren ( Sam Po Tai Jin – hokkian), walaupun seorang Islam, tidak melupakan kebiasaan ini, Tujuh kali Zheng He memimpin armada besar yang terdiri dari puluhan kapal, mengunjungi perbagai negeri Asia dan Afrika. Tiap kali akan memulai pelayarannya, ia selalu memimpin upacara sembahyang besar untuk mohon perlindungan akan keselamatan perjalannya kepada Tian Sheng Mu atau Ma Zu, pada tahun ke tujuh pemerintahan Kaisar Yong Le dari Dinasti Ming (1409 Masehi), dalam pelayarannya yang ketiga kali, Zheng He menyempatkan diri dengan perintah Kaisar untuk bersembahyang di kelenteng Ma Zu di pulau Mei-Zhou. Sebuah prasasti peningglan Zheng He yang terdapat di Zhang-le, propinsi Fu-jian, secara teliti menyebutkan bahwa keselamatan perjalannya sampai ia berhasil menyelesaikan tugas melakukan kunjungan muhibah ke negeri asing sebanyak tuju kali, adalah berkat kemujijatan dan perlindungan Tian Shang Sheng Mu. Gelar “Tian Fei” di anugerahkan kepada Ma Zu juga pada jaman Dinasti Ming pada pemerintahan kaisar Yong Le berkat perlindungannya pada armada Zheng He.

Kira-kira pada jaman Ming inilah, bersamaan dengan semakin banyaknya penduduk propisi Fujian yang pergi merantau. Pemujaan kepada Ma Zu memasuki pulau Taiwan. Kelenteng Ma Zu tertua di wilayah propinsi Taiwan adalah yang terdapat di kota Ma-gong, kepulauan Penghu. Dewasa ini di Taiwan terdapat tidak kurang dari 800 buah kelenteng Ma Zu, dan hampir dua pertiga penduduknya memuja arcanya di dalam rumah. Kelenteng Ma Zu yang paling ramai dikunjungi orang dan mungkin terbesar di Taiwan adalah di Bei-geng, patung Tian Fei yang dipuja di sini berasal dari Meizhou yang dibawa kesana pada tahun ke 33 pemerintahan Kaisar Kang Xi ini. Karena dianggap telah melindung keselamatan rombongan utusan keraja Qing yang sedang berlayar menuju Taiwan. Dengan demikian Beigang dianggap sebagai tempat suci bagi pemujaan Ma Zu. Tiap tahun bertepatan dengan ulah tahunnya yang jatuh pada tanggal 23 bulan 3 Imlik, ratusan ribu warga Taiwan membanjiri kota ini untuk berjiarah.

Pemujaan kepada Ma Zu, bersamaan dengan menyebarnya para perantau Tionghoa keberbagai tempat, juga bermunculan di banyak Negeri. Di Negeri-Negeri seperti Jepang, Amerika Serikat, Singapur, Malaysia, Indonesia, Philipina dan lain-lain,dimana banyak bermukim para Tionghoa perantau banyak dijumpai kelenteng Ma Zu. Di Jepang, pemujaan Ma Zu diperkirakan mulai pada akhir Dinasti Ming. Di salah satu kota kecil yang dalam bahasa Tionghoa disebut Sui-hu,di Jepang, Ma Zu telah dimasukkan dalam jajaran Dewata Jepang dan dipuja di kuil utama kota itu. Jepang terdapat tidak kurang dari 100 buah kuil Ma Zu.

Tahun lalu (1987) bertepatan dengan Ulang tahun wafatnya Lin Mo Niang yang ke 1000, pada tanggal 31 bulan Oktober, dilangsungkan upacara peringatan besa-besarandi Mei-zhou di antara khalayak yang berbondong-bondong itu terdapat beberapa ratus warga Taiwan yang mengususkan untuk hadiri disitu sekaligus melampiaskan keinginannya untuk mengunjungi dan berjiarah di kelenteng leluhur. Banyak diantara mereka yang membawa arca Ma Zu dari Taiwan untuk di sembayangkan di sana, dalam upacara yang disebut “Ma Zu pulang ke kampung halaman”. Juga tidak sedikit yang membawa pulang arca-arca yang disediakan oleh kelenteng Ma Zu untuk di puja di Taiwan. Dalam kesempatan itu juga diadakan seminar yang dihadiri oleh kira-kira 60 orang ahli sejarah untuk membahas segala sesuatuyang berkaitan dengan pemujaan Ma Zu. Kemudian pada tanggal 31 Oktober, diadakan upacara peletakan batu pertama untuk pembangunan patung peringatn untuk Tian Shang Mu, dan pembukaan selubung untuk miniaturnya, di puncak bukit Mei-feng Shan ditengah pulau itu 12 orang yang terdiri dari wakil-wakil perantau Tionghoa dari luar negari, Taiwan, Hongkong dan macao melakukan acara urung tahun untuk pondasi patung tersebut. Diharapkan pada tanggal 23 bulan 3 tahun 1989 mendatang bertepatan dengan ulang tahun kelahiran Ma Zu, patung dewi pelindung para pelaut yang sangat dihormati itu sudah berdiri tegak di puncak Mei-feng Shan menghadap selat Taiwan.

Mengenai mengapa Tian Shang Sheng Mu disebut Ma Zu (Ma Couw – Hokkian) atau Ma Zu po (Ma Couw po – Hokkian), dalam buku Tian Shang Sheng Mu Jing (Thian Siang Sen Bo Keng – Hokkian) atau kitab pujian kepada Tian Shang Sheng Mu disebut begini “ pada dinasti Tang ada seorang pendeta suci yang disebut Dao Yi Chan Shi ( To Li Sian – hokkian), beliau bernama Ma Zu. Sheng Mu yang hidup pada jaman dinasti Song adalah penitisan dari Ma Zu yang hidup pada jaman dinasti Tang ini. Hanya kemudian huruf Ma pada nama keluarga pendeta Ma Zu diganti dengan huruf Ma yang berarti ibu,agar sesuai dengan Sheng Mu yang berarti ibu yang suci”. Dari sinilah sebutan Ma Zu berasal.
Tian Shang Sheng Mu selalu ditampilkan sebagai seorang dewi yang cantik dan berpakaian kebesaran seorang permaisuri, dan dikawal oleh kedua ibelis yang pernah ditklukkan yaitu Qian Li Yan (Si mata seribu Li) dan Sun feng Er (Si Kuping Angin Baik). Qian Li Yan dapat melihat jauh sekali, berkulit hijau kebiru-biruan mulutnya bertaring, senjatanya tombak bercagak. Sun Feng Er berkulit merah kecoklatan, mulutnya juga bertaring,bersenjata kapak bergagang panjang, dan dapat mendengar sampai jauh sekali. Biasanya ditempat pemujaan Tian Shang Sheng Mu terdapat juga altar untuk memuja Zhong Tan Yuan Shuai (Tiong Than Goan Swee – hokkian) atau Li Ne Zha (Li Lo Cai – Hokkian). Ne Zha adalah salah satu dari Wu Ying Jiang (5 komandan yang bertugas mengawal orang-orang suci dan tangsi langit).

Selasa, 10 September 2013

Dewi Mazu Thian Shang Shen Mu dalam Tantra

粉面、金面及黑面媽祖
Mazu Berwajah Hitam, Berwajah Emas dan Berwajah Merah Muda

★ Homage To Dharmaraja Liansheng 
★ Homage To Sarasvati Bhagavati 

Pic : Black Mazu (黑面媽祖)
Translated by Lianhua Jun Shi An


 Mantra : Om A li ye ,su li duo. Tuo mi . Suo Ha

Mudra :


 











Mazu (媽祖) / Bunda Dewi Surgawi / Dewi Tara Samudera (Tian Shang Sheng Mu / Thian Shang Sing Bo) memiliki paras welas asih, namun rupang (patung) Nya memiliki berbagai warna wajah yang berbeda, ada yang berwarna merah muda, ada yang berwarna emas dan ada yang berwarna hitam, masing-masing warna memiliki makna yang berbeda.Mazu dengan wajah merah muda merupakan paras manusia dari Mazu ; Mazu berwajah emas merupakan paras realisasi dari Mazu ; Sedangkan Mazu berwajah hitam bermakna semangat dan belas kasih Nya dalam menolong yang menderita dan membebaskan dari segala macam kesukaran. 

Berbagai kuil Mazu mempersemayamkan rupang dengan warna yang berbeda sebagai adinata (Dewi Tuan Rumah Kuil), Kuil Mazu di Lu-gang merupakan kuil dari Bunda Berwajah Hitam yang ternama, Kuil Agung Bunda Surgawi Aula Keagungan Bunda awalnya merupakan Bunda berwajah emas, di Kuil Leluhur Gai-ji Tainan juga berwajah emas. 






Mazu adalah Bunda Suci Surgawi (Tian Shang Sheng Mu / 天上聖母), para pemuja menyebutnya Mazu (Bunda Leluhur , karena Beliau dianggap sebagai Bunda penuh kasih sekaligus leluhur) atau Mazu Po (Nenek Mazu), merupakan dewata yang sangat termasyhur dikalangan masyarakat etnis Tionghoa di seluruh penjuru dunia.

Di Taiwan sendiri, Taiwan bagian Utara kebanyakan mempersemayamkan Mazu berwajah merah muda, sedangkan bagian Selatan kebanyakan mempersemayamkan Mazu berwajah hitam. 

Bunda Utama yang penuh kasih berwajah merah muda.

Bunda Kedua yang tercerahkan berwajah emas.

Bunda ketiga sang penolong insan berwajah hitam.

Biasanya di sebuah Kuil Mazu, rupang yang awal mula akan dipersemayamkan di aula utama, jika bukan karena suatu acara yang sangat penting, maka pemuja tidak akan sembarangan memindahkannya. Kemudian Bunda Kedua biasanya merupakan rupang yang digunakan untuk berbagai acara suka cita atau sebuah acara pemujaan berkala seperti arak-arakan keliling maupun pertukaran. Sedangkan Bunda Ketiga akan lebih sibuk karena rupang sering digunakan untuk acara diluar kuil, seperti mendukung kuil lain maupun permintaan masyarakat. 

Demikianlah asal usul sebutan Tiga Bunda, sedangkan setelah rupang tersebut dalam waktu lama digunakan untuk pemujaan, sehingga terus terpapar panas dan asap dupa sampai berubah warna menjadi hitam. Sehingga para umat menyebut Bunda Ketiga sebagai Bunda Berwajah Hitam.

Saat ini telah terdapat perkembangan tradisi yaitu adanya produksi rupang Mazu yang berwajah Hitam (rupang baru, hitam karena diwarnai dan bukan karena lama terpapar asap dupa), para pemuja meyakini Mazu berwajah hitam merupakan perlambang wibawa dan belas kasih agung dalam menyelamatkan para insan sepanjang masa.