Pages - Menu

Pages

Senin, 09 Juni 2014

Buddisme di Jepang dan Aliran-Alirannya

Buddisme di Jepang dan Aliran-Alirannya
(Zen, Amida/Tanah Suci dan Nieciren Sozu)

A.    PENDAHULUAN
Di Jepang, budhha menempati urutan ke dua terbesar setelah Agama Shinto yaitu 89 juta orang. Penyebaran dan pekembangan buddhis di jepang beserta Kemunculan sekte-sektenya tidak lepas dari factor-faktor yang mempengaruhi baik social maupun politik. Dalam Makalah ini dijelaskan tentang Sejarah Buddhisme jepang dan perkembanganya, serta kemunculan sekte-sekte budhhisme di jepang.
Sebagai pendahuluan, penulis menyampaikan Terimakasih yang mendalam kepada Ibunda Dra. Hj. Siti Nadroh selaku dosen pembimbing saya dalam matakuliah Buddhisme yang telah memberikan saya kesempatan untuk berpartisipasi menyusun makalah yang berjudul “Buddhisme di jepang dan Aliran-Aliranya” ini. Menyadari bahwa makalah yang berada dihaadapan pembaca ini masih terdapat banyak kekurangan, patut saya  ucapkan mohon maaf yang sedalam-dalamnya. Adapun segala bentuk kritik dan saran dari pembaca sangatlah berharga bagi saya sebagai pemula, karena itu sudikiranya pembaca dapat memakluminya.

Demikianlah Pendahuluan ini saya sampaikan, Harapan saya semoga Makalah yang sangat sederhana ini sedikit-banyaknya dapat bermanfaat untuk saya pribadi dan juga untuk segenap para pembaca.
Terimakasih.
                                                                        Ciputat, 02-Mei- 2013
                                                                                    Penyusun
A.    Buddisme di Jepang dan Sejarah Perkembanganya
B.     Sejarah Buddhisme di Jepang
Agama Buddha masuk ke Jepang diperkirakan pada abad ke-6. ketika sebuah kerajaan kecil di Korea mengirimkan sebuah delegasi kepada Kaisar Kimmeo Tenno di Jepang. Di samping membawa hadiah, delegasi tersebut juga meminta agar kaisar dan rakyatnya memeluk agama Buddha. Suku Soga menerima agama ini, tetapi suku-suku lainnya menolak karena dianggap menghina kepercayaan mereka, terutama para dewa mereka[1].
Tokoh utama dalam penyebaran agama Buddha di Jepang adalah Pangeran Shotoku Taishi (547-621 M) yang naik tahta pada 593 M yang peranannya dalam agama Buddha dapat disejajarkan dengan Raja Asoka di India. Ia juga menjadikan agama Buddha sebagai agama Negara, dan ia juga menerjemahkan sendiri kitab suci Sadharma Pindarika, Vimalakirti, dan Srimalasutra yang sangat berpengaruh dalam pembentukan filsafat Buddhis di Jepang hingga hari ini. Pada tahun 607 M, ia mendirikan kuil-kuil di Nara dan Haryuji yang merupakan kuil tertua dan masih berdiri sampai sekarang.
Kemudian, pada periode pemerintahan Nara yaitu pada tahun 710-884 M, agama Buddha mengalami kemajuan yang sangat pesat, karena banyak suku dan bangsawan berpengaruh dan memeluk agama Buddha. Pada periode ini muncullah enam sekte. Seperti yang telah disebutkan di atas, namun yang masih bertahan hanyalah sekte Hosso yang berpusat di kelenteng Kofukuji dan Yakushiji, serta sekte Kegon yang berpusat di kelenteng Todaiji dan sekte Ritsu yang berpusat di kelenteng Toshodaiji.[2] Pada zaman Kamakura mulai timbul feodalisme di Jepang. Aliran-aliran agama Buddha yang tumbuh dalam suasana feodalisme tersebut di antaranya adalah Zen yang diperkenankan oleh Eisai (1141-1215), Dogen (1200-1253) serta Nichiren yang didirikan oleh Nichiren (1222-1282).
C.    Aliran-Aliran Buddisme di Jepang
1.      Aliran Zen
Zen adalah salah satu aliran Buddha Mahayana.Kata Zen berasal dari bahasa Jepang.Sedangkan bahasa Sansekerta nya, Dhyana.Di Cina dikenal sebagai Chan yang berarti meditasi.Aliran Zen memberikan fokus pada meditasi untuk mencapai penerangan atau kesempurnaan. Aliran Zen dianggap bermula dari Bodhidharma. Ia berasal dari India dan meninggalkan negaranya menuju ke tiongkok, lalu berdiam di kanton pada tahun 520 M Bodhidarma itulah yang menjadi Imam pertama di tiongkok. Aliran Zen asli kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui Neng.Setelah itu aliran Zen berpencar di Tiongkok, dan Jepang.
Di Tiongkok (China) madzhab Mahayana berbenturan dengan Taoism dari Lao Tze (604-531 SM), dan dengan Cofucianism dari Kong Fu Tze (551-479), dan di Jepang berbenturan dengan Shintoism, dan perbenturan itu menimbulkan saling-pengaruh di dalam sejarah perkembangan aliran-aliran Mahayana di Tiongkok dan di Jepang.[3]
Mahayana pertama kali diperkenalkan ke Jepang lewat Korea, ketika raja Kudara mengirimkan Kitab-kitab dan Arca-arca Budhis kepada Kaisar Jepang pada mulanya agama baru ini ditentang, akan tetapi lambat laun diterimaSejak tahun 552 Masehi Buddhisme telah masuk ke Jepang dari Korea dan Tiongkok Ajaran-ajaran Budhisme dapat tersiar di jepang dengan cepat setelah timbul anggapan bahwa dewa-dewa Buddhisme dapat dipersamakan dengan dewa-dewa Shintoisme. Sebenarnya ada dua pendirian dalam Budhisme Jepang ini yaitu di satu  pihak ingin mencapai kelepasan dengan usaha sendiri. Pendirian inilah yang disebut Zen Budhisme, Sedang dipihak lain ingin melepaskan diri atas dasar kepercayaan bahwa kelepasan itu dapat ditolong oleh yang maha gaib (dewa-dewa). Pengikut Zen, berusaha mencapai ilham tertinggi dengan kontemplasi (latihan-latihan rohaniah yang mendalam) Untuk itu orang yang berkontemplasi harus dapat mendisiplinir diri serta memiliki ketenangan batin setinggi-tingginya[4]
Mahakasyapa mentransmisikan jiwa Dharma kepada Ananda, yang telah menjadi siswa langsung Sang Buddha selama dua puluh tahun kehidupannya di dunia.Ananda meneruskannya kepada Sanakavasa, muridnya dan seterusnya. Dari mahakasyapa di abad ke-5 SM hingga kepada Bodhidharma di abad ke-6 M, transmisi ini dilanjutkan dalam satu garis guru-guru spiritual, sebagian kurang dikenal dan sebagian lagi merupakan nama-nama paling top dalam sejarah agama Buddha di India. Daftar nama-nama guru ini, yang secara tradisional dikenal sebanyak Dua Puluh Tujuh Dua Puluh Delapan dengan Bodhidharma Sesepuh Zen dari India adalah sebagai berikut : Mahakasyapa, Ananda Sanakavasa Upagupta Dhritaka Michchaka Vasumitra Buddhanandi Buddhamitra Parshva Punyayashas Ashvaghosha Kapimal Nagarjuna Kanadeva Rahulata Sanghanandi Gayasata Kumarata Jayata Vasubandhu Monorhita Haklena Aryasimha Basiasita Punyamitra Prajnatara dan Bodhidarma.
Studi dafta ini mengungkapkan hubungan yang sangat dekat antara Zen dan apa yang dikenal sebagai tradisi pusat Agama Buddha India. Dialah Bodhidharma yang termahsyur, sesepuh kedua puluh delapan dari India—yang dalam lukisan kuno digambarkan sebagai seorang yang menyebrangi lautan dengan daun bambu—yang membawa Zen ke Cina, dengan sendirinya menjadi sesepuh pertama dari Cina. Apa yang ia bawa ke Cina bukanlah Zen dalam bentuk seperti yang kita kenal saat ini bersama dengan doktrin-doktinnya, kitab suci, dan organisasi viharanya, melainkan semangat atau jiwa yang ia turunkan kepada muridnya Hui Ko, yang kemudian menurunkannya pada muridnya lagi hingga sesepuh  yang ke-6. Master-master ini dikenal sebagai Enam Sesepuh Aliran Zen dari Cina, Yakni :
1.         Bodhidharma (lahir sekitar 440 - meninggal sekitar 528)
2.         Hui K`o (lahir 487 - meninggal 593)
3.         Jianzhi SengTs`an (meninggal 606)
4.         Dayi Tao Hsin(lahir 580 - meninggal 651)
5.         Hung Jen (lahir 601 - meninggal 674)
6.         Hui Neng / Wei Lang(lahir 638 - meninggal 713)
            Karena kejeniusan Hui Neng, ia mengajarkan kembali kepada 43 orang. Sesudah itu banyak sekali garis transmisi, namun ada dua diantaranya yang sangat berperan hingga sekarang.Kedua garis keturunan ini diwakili oleh aliran Sotodan aliran Rinzai.[5]
            Aliran Chan / Zen itu bersikap agak bebas terhadap mempelajari berbagai Mahayana-Sutras, tidak hendak mengikatkan diri kepada Sutras tertentu.Begitupula terhadap berbagai aliran filsafat dan theogoni didalam madzhab Mahayana.Bahkan tidak hendak memperbincangkannya secara serius.Aliran ini lebih mengutamakan pendekatan secara kerohanian (intuitif) untuk mencapai kesadaran tertinggi.
Sifat kepribadian pada aliran Zen itu amat kuat hingga kurang menaruh hormat terhadap patung-patung pujaan.Dengan begitu aliran ini dapat dikatakan bersifat iconoclastic, yakni menantang pemujaan patung-patung berhala itu, karena pujaan-pujaan lahiriah itu tidak membawa kepada tujuan tertinggi.
Titik berat ajaran ini lebih mengutamakan disiplin, yakni : ketaatan dan kidmat yang sepenuh-penuhnya kepada sang guru, Cuma sang guru saja resmi dan pasti dapat menuntun seseorang murid kepada pencerahan dan kebenaran, guna mencapai kepribadian-Budha. Karena aliran ini berkeyakinan bahwa kepribadian Budha itu hidup membenam dalam diri manusia, dan melalui renungan di dalam Samadhi, maka kepribadian-Budha itu dapat dilihat. Samadi yang dilakukan terbagi menjadi dua yaitu[6] :
§  Tathagatha-Meditation, yaitu cara Samadhi dari Buddha Gautama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan.
§  Patriarchal-Meditation, yaitu cara Samadhi yang diajarkan Patriarch Bodhidharma, yaitu meniadakan pikiran dan memusatkan kesadaran rohani bagi mencapai kepribadian-Budha.
Menurut aliran ini, bukanlah dengan kepercayaan yang dapat membawa manusia identik dengan Budha, melainkan dengan tafakkur yang dalam.Aliran ini berfaham Pantheistis (kesatuan dewa dengan alam semesta).Manusia dapat menjadi identik (sama) dengan Budha bilamana ia melakukan Meditasi yang dalam berdasarkan intuisi. Meditasi demikian kemudian dipengaruhi oleh Taoisme. [7] Meditasi adalah latihan yang diterima secar universal oleh semua filsuf, orang suci, dan petapa India dan Budha tidak memiliki alasan untuk menolaknya.Sebenarnya praktik meditasi merupakan salah satu ciri kebudayaan moral di Timur.[8]
        Dalam perkembangannya, Zen di Jepang terbagi dalam aliran Soto Zen dan Rinzai Zen. Aliran Soto mengembangkan ajaran pencerahan yang hening.Ciri aliran ini adalah ketenangan, menekankan kerja dalam keheningan serta kepatuhan. Metode yang dilakukan untuk mencapai ketenangan adalah melalui Za-zen, yaitu meditasi dalam posisi duduk bersila.
        Aliran Rinzai berusaha mencapai penerangan dengan menggunakan penerangan cara Koan dan Mondo. Koan dan Mondo merupakan usaha untuk mencapai penerangan secara aktif.Aliran ini sifatnya lebih dinamis dan aktif dibanding aliran Zen.[9]Koan adalah suatu problem semacam teka-teki, kecuali untuk pikiran yang sadar koan biasanya terdiri dari satu kata atau frasa tanpa arti, atau sebyah pernyataan yang tampaknya nonsense dari sudut pandang umum.Namun koan bertindak sejenis cantelan yang dengan itu pikiran dapat terkait sendiri sejenis cantelan yang dengan itu pikiran dapat terkait sendiri sehingga dapat menyisihkan pemikiran-pemukiran yang ngawur dan pertimbangan-pertimbangan intelektual. Contoh-contoh koan yang diberikan kepada para pemula adalah Mu, yang secara literal berarti “tidak ada apa-apa”, Sekishu, yang berarti “suara satu tangan”, soku shin souk butsu, artinya “satu pikiran, satu budha” Honrai-nomemmoku “bagaimana wujud aslimu sebelum ayah dan ibumu memperanakkan kamu?” dan Nanimono ka immoni kitaru?, yang berarti “darimana Anda datang?[9]
2.      Aliran Amida
Sekte Amida, atau sering disebut dengan nama ‘Tanah Suci’, mengemukakan ajaran keselamatan dengan cara mempercayai Buddha secara mutlak dan menyebut Amida, seseorang yang akan mendapat keselamatan. Objek pemujaannya adalah patung Amida Buddha serta dilengkapi dengan patung Bodhisatwa Kwan On dan patung Deiseishi.
Kita mengenal adanya Amitabha Buddha berdasarkan sabda Sakyamuni Buddha yang tercatat didalam beberapa kitab suci, antara lain : Amitayurdhyana Sutra, Maha Sukkhavativyuha Sutra, Sukhavativyuha Sutra, dan sutra-sutra lainnya. Ketiga sutra ini adalah sutra pokok bagi agama Buddha Mahayana aliran Tanah Suci (Pure Land).
Amitabha/Amitayus Amita Buddha mengandung falsafah beliau yang telah mengatasi ruang dan waktu, juga merupakan lambang dari cinta kasih, berkah karunia dan kebijaksanaan yang tak terbatas. Didalam Maha Sukhavativyuha Sutra dikatakan bahwa sebelum menjadi Buddha Amitabha, dulunya beliau adalah seorang bhiksu bernama Bhiksu Dharmakara, yang hidup dijaman Buddha Loke vara-raja, dimana Bhiksu Dharmakara telah mengikrarkan 48 prasetya agung/janji suci tentang negeri Buddha-Nya yang akan terwujud apabila Dia mencapai penerahan sempurna (Amuttara Samyaksambodhi).
Dari sabda Sakyamuni Buddha kita mengetahui bahwa Bhiksu Dharmakara telah mencapai pencerahan sempurna, dikenal sebagai Amitabha Buddha) dan surganya bernama Sukhavati (Kebahagiaan Yang Terluhur) atau disebut juga Tanah Suci yang letaknya di sebelah barat dari dunia saha.Berdasarkan kenyataaan ini, Sakyamuni Buddha memberikan rekomendasi kepada umat manusia untuk memuja-Nya dan bertekad untuk bertumimbal lahir di Surga Sukhavati. Didalam Vihara aliran Sukhavati, dijumpai gambar/rupa amitabha Buddha yang diapit oleh bodhisattva Avalokitesvara di sebelah kirinya dan Bodhisattva Mahasthamaprata di sebelah kanannya, kadang-kadang dilukiskan pula bersama-sama dengan 25 Bodhisattva Mahasattva pengikutnya[10].
3.      Aliran Nichiren Sozu
Agama Buddha menyebar dari India ke Tiongkok, lalu ke Korea, dan dari Korea lalu masuk ke Jepang. Berbeda dengan agama lain, agama Buddha sangat terbuka alias terus terang mengungkapkan dasar pokok pendirian sektenya, atau alasan Buddhaloginya. Dalam terminologi buddhisme dinamakan dasar sutra. Sutra adalah catatan tertulis dari ajaran sang Buddha Sakyamuni, dan jumlahnya mencapai puluhan ribu buah. Secara logika tentunya teramat sulit untuk mengetahui apa lagi memahami dan menguasai semua sutra-sutra itu. Sehingga secara aktual penganut awan Buddhisme biasanya mengacu kepada Bhikku sebagai guru dharma pribadi masing-masing. Setelah Sang Buddha Sakyamuni meninggal, Air Dharma diwariskan kepada Ananda, dan Ananda mewariskan kepada penerus-penerus berikutnya antara lain Nagarjuna, Vashubandu, Tien Tai, Dengyo dan seterusnya. Kalau dilihat dari dasar buddhalogi, Nichiren Shoshu berawal dari Saddharma Pundarika Sutra versi terjemahan dari Kumarajiva, serta Sastra Ichinen Sanzen, Hokke Mong-gu, dan Hokke Geng-gi, karya maha guru Tien Tai, maha guru Mio Lo, maha guru Dengyo.
Setelah lebih dari 20 tahun mempelajari berbagai sutra dari sekte-sekte di berbagai kuil, maka beliau berkesimpulan hanya Saddharma Pundarika Sutra yang merupakan sebagai ajaran terpokok dari Buddha Sakyamuni yang bisa menyelamatkan umat manusia dari berbagai penderitaan hidup dan mati. Sejak itu beliau menyebut diri Nichiren.
Yang bertujuan untuk mengembalikan ajaran Budha kepada bentuk yang murni yang akan menjadikannya dasar bagi perbaikan masyarakat jepang, dan menolak ritualisme dan sintementalisme aliran tanah suci, melawan semua kesalahan, agresif, patriotis tetapi eksklusif[11]
2.      Ajaran Dasar Nichiren Daishonin
Nichien Daishonin melakukan pembaharuan yang radikal terhadap ajaran-ajaran dari seluruh sekte yang ada, kecuali pada sekte Tendai, ia tidak menolak ajarannya secara keseluruhan. Karena alirannya memang baerdasar dari ajaran Buddha Sakyamuni melalui jalur sekte Tientai.
a.       Tiga Hukum Rahasia Agung (San dai hi ho), yakni dengan mengucapkan mantra Tiga Hukum Rahasia Agung dimulai dalam “Jangka Waktu Hidup Tathagata,” Bab XVI
Saddharma Pundarika Sutra. Diantaranya adalah[12]:
1.      Honmon no Honzon adalah Yang Patut Dimuliakan, kita harus memuja Buddha Sakyamuni Abadi, yang telah menyelamatkan semua mahluk dari penderitaan dan ikatan siklus lingkaran kelahiran dan kematian. Dalam Bab XVI Saddharma Pundarika Sutra, Buddha Sakyamuni membabarkan bahwa hanya Ia seorang Buddha yang telah mencapai Penerangan Agung sejak masa lampau yang tak terhingga (Kuon Ganjo). Selanjutnya Ia menjelaskan bahwa hanya ia yang dapat menyelamatkan, dan terus menyelamatkan, dan juga akan menyelamatkan seluruh umat manusia dan mahluk hidup lainnya pada masa mendatang.
2.      Honmon no Daimoku adalah "Myo-Ho-Ren-Ge-Kyo," Judul Suci dari Saddharma Pundarika Sutra yang mengungkapkan Kebenaran yang belum pernah diungkapkan sebelumnya dalam sutra-sutra lainnya. Odaimoku atau Judul Suci itu telah diwariskan kepada kita sebagai Bodhisattva Muncul Dari Bumi. Kita menerima, memelihara, mempercayainya, dan menyebut Odaimoku. Odaimoku adalah penghubung antara Buddha Abadi dan mereka yang menyebutnya.
3.      Honmon no Kaidan adalah tingkatan atau tempat dimana hubungan antara Buddha (Subjek) menyatu dengan umat manusia (Objek).
DAFTAR PUSTAKA
Ø Beatrice Lane Suzuki. Agama Budha Mahayana (Karaniya : 2009)
Ø Harun Hadiwijono, Dr. “Agama Hindu Buddha” (Jakarta: Gunung Mulia, 2008)
Ø Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta: wijaya, 1989.
Ø HM. Arifin.Menguak Misteri Ajaran Agama-agama, (Jakarta : 1986)
Ø Joesoef Sou`yb, Agama-agama Besar di Dunia, (Al Husna Zikra : 1996)
Ø Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, Yokyakarta: IAIN SUNAN KALIJAGA PRESS,1988
Ø Y.A Maha Sthavira Sangharakshuta, ZEN : Inti Sari Ajaran (Yayasan Buddhis Karaniya : 1991)
Ø http://www.oocities.org/sutra_online/bacaan_sukhavati.htm
Ø www.nshi.org. YM.Bhiksu. Shokai Kanai, Tiga Hukum Rahasia Agung (San Dai Hi Ho), PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar