Mengenal Kitab Purana & Pengantar Kitab Siwa Purana
Semua umat Hindu diseluruh dunia pasti tak asing lagi dengan Kitab Purana, seperti yang sering kita dengar kitab Purana ini berisikan tentang ramalan-ramalan penciptaan bumi beserta isinya, seperti cerita-cerita Dasa Awatara yang sangat melegenda dan umat Hindu percaya dengan segala kisah yang diceritakan dalam kitab Purana tersebut.
Walaupun kita sering dengar kutipan-kutipan cerita dari kitab Purana namun secara jelas mungkin masih banyak yang belum tahu, nah bagi yang belum tahu tentang kitab Purana berikut uraian dan sekaligus menjadi tulisan paling baru di situs ini :
Kitab purana merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan.
Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme(Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga
Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.
Purana juga dikenal dengan nama “pancama Veda” yaitu Veda kelima karena kitab ini memberikan penjelasan ajaran veda di dalam bentuk cerita yang sangat mudah dipahami oleh masyarakat umum khususnya di jaman Kali yuga ini. Di dalam bahasa sansekerta, kata purana berarti “tua atau kuno”. Dalam hal ini kata purana berarti kitab yang menguraikan suatu kejadian di masa lampau yang disajikan di dalam bentuk cerita da ajaran ajran mulia kemanusyaan. Jika ditinjau dari pengertian puitis, kata purana juga bisa diambil dari kata ”purä –nawa” ( kuno-baru ). Dengan kata lain purana adalah suatu kitab yang menguraikan suatu kejadian yang telah terjadi dimasa lampau di dalam bentuk cerita yang berisi ajaran ajaran yang sesuai dengan ajaran Veda ysng selalu baru dan bersifat segar serta tidak pernah membosankan.
Selalu segar dan tidak pernah membosankan maksudnya adalah meskipun jika cerita ini didengarkan atau diceritakan berulang kali, namu kisah kisah di dalam purana selalu akan menarik karena didalam kisah tersebut terklandung nilai rohani yang sangat kuat dan memberikan kepuasan kepada sang roh yang bersemayam di dalam badan.
Secara umum, ketika seseorang membaca atau mendengarkan sebuah novel material atau menulis novel material, facta telah membuktikan bahwa novel tersebut suatu hari akan membosankan si pembaca sehinga pada akhirnya hilang tanpa jejak. Maksimal novel novel sperti itu akan tenar atau tersedia di pasaran selama 100 tahun atau mungkin sedikit lebih dan setelah itu tidak akan laku lagi alias kadaluwarsa. Tetapi purana, meskipun sudah dibacakan dan di dengar oleh orang orang sejak beribu ribu tahun silam, namun kisah di dalam purana tidak pernah membosankan para pembaca yang serius untuk mempelajari Purana.
Mereka yang dengan serius untuk mempelajari purana dibawah bimbingan yang benar akan selalu mendapat keinsapan baru yang dikupas dari kalimat kalimat di dalam purana. Keinsapan baru bukan berarti menemukan teory baru seperti para ilmuwan modern tetapi suatu hal yang sebenarnya sudah ada namun belum pernah dirasakan atau dipahami oleh si pembaca. Hal ini disebabkan oleh kekuatan rohani sang penulis. Selain itu, hal yang paling utama yang menyebabkan purana tidak pernah kadaluwarsa adalah karena cerita ini mengandung kegiatan tuhan yang maha kuasa yang selalu bersifat segar dan baru. Meskipun yang maha kuasa merupakan kepribadian tertua atau orang pertama yang ada di alam semesta namun beliau selalu segar.
Di dalam kitab Brahma samhita diuraikan “advaitam acyutam anädim ananta-rüpam ädyam puräna-purusam nava-yauvanam ca.” “Beliau adalah tiada duanya, tidak pernah gagal, tanpa awal, yang memiliki bentuk yang tak terhinga, awal dari segala sesuatu dan Meskipun beliau adalah kepribadian tertua ( purana purusa) namun beliau selalu segar dan kelihatan muda ( nava yauvanam ).”
Berdasarkan beberapa sumber termasuk kamus ‘amara kosa’, secara umum purana menguraikan 10 pokok bahasan namun ada beberapa purana yang hanya menguraikan 5 dari sepuluh pokok bahasan tersebut. Menurut Matsya Purana bab 53 ayat 65, suatu kitab bisa disebut sebagai purana jika kitab tersbut menguraikan paling tidak lima pokok bahasan sebagai berikut :
Sargasca pratisargas ca
vamso manvantaräni ca
vamsyänucaritam caiva
puränam panca-laksanam
lima poko bahasan yang memenuhi syarat sebagai purana adalah :
1. proses ciptaan (sargah)
2. peleburan (pratisargah)
3. silsilahketurunan raja raja yang mulia (vamsah)
4. masa pemerintahan para manu (manvantara)
5. kegiatan para raja yang agung (vamsya anucarita)
Ketika kitab menguraikan kelima pokok bahasan, maka kitab tersebut bisa dimasukan kedalam katagory upa-purana. Jika sebuah purana mengandung lebih dari lima pokok bahasan ini, yaitu sepuluh pokok bahasan maka purana tersebut digolongkan kedalam golongan maha-purana. Sepuluh pokok bahasan purana diuraikan didalam Srimad Bhagavata Purana skanda dua belas bab tujuh sloka nomor sembilan dan sepuluh sebagai berikut :
sargo ‘syätha visargas ca
vrtti-raksantaräni ca
vamso vamsänucaritam
samsthä hetur apäsrayah
dasabhir laksanair yuktam
puränam tad-vido viduh
kecit panca-vidham brahman
mahad-alpa-vyavasthayä
Para otoritas dalam sastra mengerti bahwa purana mengandung sepuluh pokok bahasan. Beberapa ahli menguraikan bahwa maha purana menguraikan sepuluh sedangkan yang menguraikan kurang dari sepuluh di sebut alpa-purana atau upa-purana. Sepuluh pokok bahasan yang disebutkan didalam sloka diatas adalah sebagai berikut:
1.Proses ciptaan alam semesta ( sargah )
Proses ciptaan ini maksudnya adalah proses ciptaan yang diciptakan oleh tuhan yang maha esa Sri Visnu atau Narayana. Pada awalnya yang ada hanya Kepribadian tuhan yang maha esa, Sri Visnu. Kemudian beliau menciptakan unsur dari alam semesta material. Saat ini yang tercipta adalah bahan bahan dari alam semesta yaitu mahat tatva termasuk panca maha bhuta.
2. proses ciptaan kedua ( visarga )
Proses ciptaan kedua yang dimaksud disini adalah ciptaan yang dilakukan oleh Deva Brahma. Pertama tama tuhan yang maha esa Sri visnu menciptakan unsur dasar dari alam semesta (sarga). Beliau juga menciptakan deva brahma yang lahir dari bungan padma yang keluar dari pusar padma beliau. Karena itu Sri Visnu juga dikenal dengan nama “Padma nabha”. Kemudian deva brahma yang dikenal sebagai Vidhi (hyang Vidhi) yang artinya makhluk hidup pertama yang diciptakan oleh yang maha kuasa, mulai merancang unsur unsur tersebut kedalam berbagai bentuk dibawah bimbingan yang maha kuasa, Sri Narayana.
Seperti halnya bahan bangunan sudah disediakan oleh alam namun para arsitek mengolah bahan tesebut menjadi bentuk sebuah rumah dan sebagainya. Seperti itu pula deva brahma menciptakan alam semesta dari bahan bahan yang sudah disediakan oleh tuhan. Proses ciptaan kedua yang dilakukan oleh deva brahma yang di sini disebut Visarga.
3. Pemeliharaan dan perlindungan alam semesta beserta isinya (Vrtti)
Setelah alam semesta diciptakan kedua kalinya atau dengan kata lain setelah alam semesta ditancang sedemikiaan rupa oleh deva brahma, maka alam semesta tersebut perlu dipelihara. Didalam kehidupan sehari hari kita mengalami bahwa untuk memelihara sesuatu adalah hal yang paling sulit. Untuk membuat dan menghancurkan adalah hal yang tidak begitu sulit tetapi untuk memelihara memerlukan keahlian dan kesabaran. Hanya tuhan yang mampu untuk memelihara, karena itu beliau mengexpansikan diri beliau sebagai Ksirodakasayi Visnu (paratmatma) dan memelihara semua makhluk hidup. Kepribadian tuhan dalam bentuk ini dikenal dengan nama Sri Visnu di dalam Tri Murti. Di dalam Upanisad, ada sebuah sloka yag sangat umum yang menguraikan pemeliharaan yang dilakukan oleh tuhan kepada para makhluk hidup. “ nityo nityanam cetanas cetananam eko bahunam vyadadati kaman” beliau seorang yang memenuhi keperluan dari semua makhluk hidup di dalam berbagai bentuk. Diulas dari kata narayana sendiri, kata tersebut bisa diartikan sebagai berikut, “narasya ayanam pravrttih yasmat sah iti narayanah” “Narayana adalah beliau yang merupakan tempat perlindungan ( ayana) bagi para makhluk hidup atau beliau yang merupakan sumber dari makhluk hidup.
4. Perlindungan (posana)
Posana dengan Vrtti mempunyai kemiripan yaitu sama sama memelihara dan melindungi. Tetapi didalam hal ini, proses perlindungan yang diuraikan di dalam purana maksudya adalah perlindungan yang diberikan oleh tuhan kepada para penyembahnya yang murni. Sedangkan Vrtti merupakan perlindungan secara umum kepada setiap makhluk hidup seperti yang diuraikan di atas.
Seperti misalnya Prahlada yang dilindungi oleh Sri Narasimha dari cengkraman raksasa Hiranyakasipu. Uraian ini disebut Posana di dalam purana. Kenapa perlindungan kepada penyembah murni dipisahkan dengan perlindungan secara umum karena penyembah murni memiliki peran yang sangat penting di dalam kemunculan tuhan ke bumi ini sebagai avatara. Tujuan tuhan beravatar bukan hanya untuk menegakkan dharma dan menghancurkan adharma tetapi hal yang lebih penting dari itu semua adalah untuk memuaskan keinginan penyembah beliau yang tulus dan murni.
5. Penyebab kehidupan yang berupa keinginan material (hetu)
Para makhluk hidup ( sang roh ) berkeliling dari satu badan yang satu ke badan yang lain di sebabkan oleh keinginan mereka yang material untuk menikmati di dunia mateial ini. Namun sangat disayangkan sekali bahwa dunia material ini bukanlah tempat untuk kenikmatan yang sejati bagi sang roh.
Seperti halnya ikan tidak akan bisa menikmati kemewahan daratan sama halnya sang roh tidak akan bisa menikmati kemewahan hidup di dunia material karena kedudukan dasar dari sang roh adalah sebagai percikan terkecil tuhan yang maha esa seperti uraian bhagavad gita“ mama eva amsah jiva loke jiva bhuta sanatanah.” Karena itu untuk mencapai kenikmatan sejati, sang roh harus kembali pulang ke alam tuhan. Dengan kata lain, mereka harus mencapai moksa. Jadi hetu ( penyebab) mempunyai peranan yang sangat penting di dalam kehidupan semua makhluk hidup yang sangat berhubungan erat dengan hukum karma phala.
6. Masa pemerintahan Manu (manvantara/antarani)
Di dalam satu kalpa ( satu hari bagi deva brahma) diuraikan terjadi pergantian manu sebanyak 14 kali. Satu hari bagi brahma diuraikan di dalam bhagavad gita sebagai berikut :
sahasra-yuga-paryantam
ahar yad brahmano viduh
rätrim yuga-sahasräntäm
te ‘ho-rätra-vido janäh
“Berdasarkan perhitungan manusya, seribu kali perputaran jaman ( satya, treta, dvapara, kali yuga) merupakan satu hari bagi brahma. Dan satu malam juga mempunyai masa yang sama”.
Berdasarkan perhitungan di dunia ini, setiap kali yuga berlangsung selama 432.000 tahun, dvapara yuga selama 864.000 tahun, treta yuga selama 1.296.000 tahun dan satya yuga 1.728.000 tahun. Jika keempat jaman ini berputar sebanyak seribu kali maka itu merupakan satu hari bagi dewa brahma dan satu malam juga mempunyai waktu yang sama. Jika dipikirkan berdasarkan pemikiran kita yang terbatas, kelihatannya ini hanyalah sekedar suatu hayalan. Mana mungkin ada orang yang hidup sekian lama? Pemikiran seperti ini sama seperti pemikiran seekor nyamuk yang hidup selama satu mingu. Kalau misalnya kita bisa berbicara dengan si Nyamuk dan bilang bahwa kami manusya hidup 1 x 4 x 12 x 100 mingu, maka nyamuk itu ngak akan percaya dengan pembicaraan kita karena mereka tidak perah mengalami hidup sepanjang itu. Bagi kita mungkin seratus tahun sudah cukup lama tapi di planet lain, seratus tahun di bumi ini bagi mereka hannya sekejap mata. Kalkulasi dari kehidupan dewa brahma ini bukan kalkulasi oleh seorang yang berspekulasi pikiran tetapi kalkulasi yang dibenarkan oleh berbagai sastra paling tidak berdasarkan bhagavad gita yang merupakan himpunan inti sari dari semua ajaran kitab suci Veda.
Berdasarkan uraian sastra yang sama, saat sekarang ini, pemerintahan berada di bawah Vaivasvata manu yang merupakan manu yang ke-7 dari empat belas manu. Uraian manu manu lainya diuraikan lebih mendalam didalam purana. Karena purana menguraikan kejadian di dalam berbagai pemerintahan manu, maka kadang kadang ada beberpa cerita yang tidak cocok antara purana yang satu dengan purana yang lain . Seperti contoh, di dalam beberapa purana mungkin diuraikan bahwa begitu pariksit dikutuk oleh brahmana Srengi, pariksit menjadi marah dan mulai membangun bangunan dari batu untuk menghindari masuknya ular taksaka sedangkan di purana lain diuraikan bahwa pariksit maharaj menerima kutukan itu dan duduk di tepi sungai Ganga mendengarkan Bhagavata purana dari Sri Sukadeva Gosvami.
Menurut para acarya dan resi penerima wahyu Veda menguraikan bahwa dalam hal ini, perbedaan terjadi karena kejadian tersebut terjadi didalam waktu berbeda. Dengan demikian, kepribadian pariksit pun merupakan kepribadian berbeda antara yang satu dengan yang lain dilihat dari sudut pandang perbedaan manvantara dan perbedaan yuga. Kepribadian yang berbeda tetapi mengambil posisi yang sama. Seperti misalnya permainan drama, saat ini si A berperan sebagai pariksit dan besok si B yang berperan sebagai pariksit. Karena karakter yang berbeda maka aksi pun sedikit berbeda namun tujuan dari kemunculan kepribadian itu semua adalah sama yaitu untuk memberikan jalan kepada yang maha kuasa untuk ikut berperan di dalam suatu kejadian untuk menegakan dharma. Perbedaan seperti ini biasanya terjadi didalam purana yang berbeda judul dan biasanya tidak di dalam purana dalam satu judul.
7. Uraian dynasty raja raja yang agung dan kegiatannya (Vamsänucarita)
Vamsanucarita adalah kisah para raja yang memerintah di berbagai tempat di bumi ini. Ini juga menyangkut keterunan dan kegiatan dari masing masing keturunan raja raja yang mulia tersebut.
8.Peleburan (samsthä)
Ada beberapa jenis peleburan. Peleburan pertama disebut dengan kanda pralaya yaitu peleburan yang terjadi di malam hari bagi deva brahma. Saat ini peleburan yang terjadi hanya dari planet bumi sampai ke tujuh susunanan planet bagaian bawah sedangkan tujuh susunan planet keatas tidak akan terlebur. Kanda pralaya terjadi setiap malam hari brahma tiba dan kemudian setelah deva Brahma terbangun dari tidur di pagi hari ( setelah tertidur selama seribu perputaran yuga ) maka beliau melihat segala sesuatu telah terlebur dan beliau mulai menciptakan lagi bagian alam semesta yang terlebur tersebut sehinga para makhluk hidup memilik tempat untuk hidup kembali.
Kemudian yang kedua adalah maha pralaya. Maha pralaya terjadi setelah deva brahma mencapai umur 100 tahun. Ketika deva brahma mencapai umur seratus tahun, maka beliau harus mengakhiri post beliau sebagai deva brahma dan kembali pulang ke alam rohani melayani kepribadian tuhan yag maha esa Sri Narayana. Sat ini terjadi peleburan seluruh alam semesta yang berada di bawah tinjauan deva brahma masing masing. Kedua peleburan bhuana agung ini dilakukan oleh deva siva yang berfungsi sebagai pelebur di dalam Tri Murti.
Itu merupakan peleburan di dalam bhuana agung alam semesta. Kemudian purana juga menguraikan peleburan bhuana alit yang juga dibagi menjadi dua. Peleburan pertama (khanda pralaya bagi bhuana alit) adalah perpindahan sang roh dari masa kanak kanak ke masak devasa dan ke masa tua. Berdasarkan sastra, perubahan ini termasuk kedalam katagory perpindahan badan karena badan yang sebelumnya sudah diangap meningal. Hal ini bahkan dibuktikan oleh para ilmuwan secara ilmiah bahwa setiap 7 tahun, tidak satu sel pun yang menyusun badan kita masih hidup. Dengan demikian sel penyusun badan kita yang sekarang adalah berbeda dengan sel penyusun badan kita tujuh tahun yang lalu. Srimad Bhagavad gita juga menguraikan :
Dehino ‘smin yathä dehe
kaumäraà yauvanaà jarä
tathä dehäntara-präptir
dhéras tatra na muhyati
sang roh yang berada di dalam badan secara terus menerus berpindah dari masa kanak kanak ke masa remaja dan dari masa remaja ke usia tua. Sama halnya, sang roh juga berpindah dari badan yang satu ke badan yang lain setelah meningal. Orang bijaksana tidak terbingungkan oleh perganttian seperti ini”.
Kemudian maha pralaya bagi bhuana alit adalah seperti bagian terakhir dari sloka di atas yaitu perpindahan dari satu badan ke badan yang lain setelah meninggal dunia. Sang roh akan menerima badan sesuai dengan keinginan yang mereka kembangkan selama berada di badan sebelumnya. Maka dari itu ada proses punar janma. Kadang kadang sang roh menerima badan binatang, kadang kadang menerima badan tumbuh tumbuhan dan kadang kadang menerima badan manusya dan bahkan kadang kadang sebagai apsara dan gandharva ( bidadari bidadara ) dan bahkan kadang kadang sebagai para deva. Ini terantung pada perkembangan keinginan dan aktivitas di dalam badan sebelumnya. Namun di dalam hal ini, badan halus yang sama ( Pikiran, kecedasan dan ego ) masih selalu bersama sang roh di dalam setiap badan. Yang terlebur hanyalah badan kasar yang tersusun dari lima unsur alam.
9.pembebasan (mukti/moksa/samstha)
Pada dasarnya, pembebasan atau mukti juga merupakan proses peleburan (samstha ) namun di dalam level yang lebih halus. Peleburan (Samstha ) yang termasuk kedalam katagory moksa adalah peleburan yang terjadi pada badan kasar dan badan halus. Dengan demikian sang roh mencapai kedudukannya yang sejati. Sastra menguraikan “ muktir hitva anyatha rupa svarupena samasthitih”, mukti adalah proses dimana seseorang meningalkan berbagai bentuk badan di dunia material ini ( anyatha rupa ) dan mengambil bentuk sejatinya di dunia rohani ( sva-rupa ). Kedudukan sang roh yang sejati di dunia rohani adalah sebagai pelayan yang maha kuasa, Sri Narayana. Ada berbagai rasa yang bisa dikembangkan di dalam hubungan seseorang denga tuhan.
Moksa bukan hanya berarti menyatu dengan tuhan. Menyatu dengan tuhan adalah pengertian yang masih dangkal tentang moksa atau dengan kata lain tahapan tersebut adalah tahapan awal dari moksa. Menyatu dengan tuhan maksudnya adalah menyatu dengan brahma Jyoti ( sinar suci tuhan). Kalau kita berbicara tentang sinar suci, maka mesti juga mengacu pada sumber dari sinar suci tersebut yang juga merupakan kepribadian yang maha suci. Kepribadian berarti berbentuk pribadi bukan tanpa bentuk. Seperti sinar matahari, adanya sinar matahari karena adanya bola matahari. Sama halnya adanya sinar suci maka mesti ada sumber yang berbentuk yang bersifat suci.
Menyatu dengan brahman adalah awalan dari kesempurnaan di dalam kehidupan rohani. Kesempurnaan tertingi di dalam kehidupan rohani adalah kembali ke dalam bentuk sejati ( svarupena samasthitih) dan melakukan pengabdian kepada yag maha kuasa. Ketika seseorang kembali ke dunia rohani atau alam tuhan maka mereka tidak akan kembali lagi ke dunia material ini yang penuh dengan penderiataan sedangkan kalau seseorang yang hanya mencapai tingkatan menyatu dengan brahman ( sinar suci tuhan ) masih ada kemungkinan seseorang untuk kembali ke dunia material ini. Tingkatan brahman, seseorang hanya akan mencapai sifat “Sat” yang berarti kekal, namun sifat “cid dan ananda” ( pengetahuan dan kebahagian ) hanya akan bisa dicapai di dalam alam rohani bukan di dalam sinar suci.
Sastra juga menguraikan bahwa moksa merupakan tujuan dari dharma. “ moksa artham jagadhitaya ca iti dharmah
10.Tempat perlindungan yang utama (apasraya)
Apasraya atau juga kadang kadang di sebut dengan ‘asraya’ merupakan pokok bahasasan yang paling penting di dalam semua purana karena ini merupakan tujuan kehidupan rohani. Tempat perlindungan yang paling tingi adalah kepribadian tuhan yang maha esa. Srimad Bhagavata Purana skanda kedua bab sepuluh sloka nomber tujuh menguraikan :
äbhäsas ca nirodhas ca
yato ‘sty adhyavasiyate
sa äsrayah param brahma
paramätmeti sabdyate
“ kepribadian yang satu yang dikenal sebagai kepribadian yang paling utama atau roh yang utama yag bersemayam di dalam hati setiap makhluk hidup merupakan sumber dari seluruh manifestasi semesta, juga sebagai wadah alam semesta serta sebagai akhir dari alam semesta. Dengan demikian beliau adalah sumber asli yang utama dan merupakan kebenaran mutlak”.
Di dalam veda diuraikan bahwa kepribadian yang merupakan sumber segala sesuatu adalah Narayana. Urian tersebut adalah sebagai berikut :
candrama manaso jatas caksoh suryo ajayata; srotradayas ca pranas ca mukhad agnir ajayata; narayanad brahma jayate, narayanad rudro jayate, narayanat prajapatih jayate, narayanad indro jayate, narayanad astau vasavo jayante, narayanad ekadasa rudra jayante.
” Deva bulan, candra, berasal dari pikiran Narayana. Deva matahari, Surya, berasal dari mata padma Sri Narayana, deva pengontrol pendengaran dan nafas kehidupan berasal dari Narayana. Deva api, Agni, berasal dari mulut padma Narayana, Prajapati dan deva brahma berasal dari Narayana, Indra berasal dari Narayana, delapan vasu berasal dari Narayana,sebelas rudra yang merupakan inkarnasi dari deva siva berasal dari Narayana, dua belas aditya juga berasal dari narayana”.
Uraian lain dari bagian kitab atharva veda juga mendukung pernyataan tersebut diatas sebagai berikut :
narayana evedam sarvam yad bhutam yac ca bhavyam
niskalanko niranjano nirvikalpo nirakhyatah
suddho deva eko narayanah
na dvitiyo’sti kascit
sa visnur eva bhavati
sa visnur eva bhavati
ya evam veda ity upanisa
Jadi berdasarkan sumber sumber diatas, menjelaskan dengan sangat jelas bahwa Narayana adalah sumber segala sesuatu yang merupakan kepribadian yang paling utama, kepribadian tuhan yang maha esa yang dikenal dengan sebutan ‘brahman’ oleh para yogi, ‘paramatma’ oleh para jnani dan ‘bhagavan’ oleh para bhakti yogi. Ini merupakan keputusan dan kesimpulan kitab suci yang otentik. Pernyataan apapun yang dinyatakan tanpa dasar sastra maka pernyataan tersebut tidak bisa dipakai dasar argument karena pernyataan tersebut sudah pasti memiliki kekurangan karena orang yang berpendapat sendiri tidak sempurna. Namun sastra Veda dan berbagai suplementnya merupakan sabda brahman atau merupakan wahyu tuhan yang ditulis oleh para resi yang mulia seperti Maha resi Vyasadeva dan lain lain
Pengantar Siwa Purana. Pustaka siwa
purana merupakan bagian dari pustaka suci
Satu sumber suci agama Hindu yang sangat kaya dengan ajaran
ketuhanan (Brahma Widya) adalah pustaka suci Purana. Adapun pustaka suci purana
yang dimaksud adalah Siwa Purana. Pustaka siwa purana merupakan bagian dari
pustaka suci Maha Purana yang jumlahnya delapan belas buah purana. Sebagaimana
diketahui pustaka suci Siwa Purana ada menguraikan mengenai Dewa Siwa dan Dewi
Parwati.
Dewa Siwa dan Dewi Parwati merupakan keberadaan Tuhan Yang
Maha Esa, yang diyakini oleh umat Hindu, yang memiliki beragam kemahakuasaan
yang bergelar Dewa Siwa serta memiliki kekuatan yang maha tinggi, yang bergelar
Dewi Parwati. Diketahui bahwa Dewa Siwa adalah esa atau tunggal. Namun beliau
memiliki banyak gelar atau nama. Sedangkan Dewi Parwati adalah seorang putri
Himawan yang diyakini juga sebagai salah satu kekuatan (sakti) atau istri Dewa
Siwa.
Sesuai pustaka suci Siwa Purana bahwa Dewa Siwa dan Dewi Parwati merupakan asal dari semua yang ada di dunia ini. Beliau merupakan pencipta segalanya. Beliau yang memberikan segala ciptaan-Nya suatu kekuatan untuk bisa eksis. Tanpa beliau, maka alam ini menjadi tanpa makna. Bisa saja alam beserta isinya menjadi makmur, subur, memberi manfaat serta berguna bagi segala kehidupan. Namun, pada sisi lain segala yang ada di dunia ini sesungguhnya tidak langgeng adanya.
Dewa Siwa dimuliakan oleh umat Hindu melalui pemujaan di tempat – tempat suci, seperti di mandir atau mandiram, pura, kuil, candi, parahyangan, sanggah, pemerajan, dan yang sejenisnya. Beliau diyakini oleh umat Hindu memiliki tempat yang mulia dinamai Siwalaya. Dalam keyakinan kuna, beliau berstana di Gunung Kailasa atau Gungung Himalaya yang ada di negeri Bharatiya atau di Jambhu Dwipa, yang pada jaman modern dikenal sebagai negara India. Akan tetapi, bagi umat Hindu di Indonesia, khususnya di Jawa, beliau diyakini bersthana di puncak gunung Semeru yang terletak di Senduro Jawa Timur. Namun umat Hindu di Bali berkeyakinan bahwa beliau bersthana di Puncak Gunung Agung, serta jika di pulau Lombok, beliau bersthana di puncak Gunung Rinjani.
Mengapa beliau bersthana di gunung atau giri (parwata)? Sesuai pustaka suci Siwa Purana bahwa beliau dipuja-puji oleh uamt Hindu dunia berupa lingga. Lingga merupakan lambang dari Dewa Siwa adalah gunung itu sendiri (giri atau parwata). Maka dari itu, gunung adalah tempat suci, tempat yang dikeramatkan oleh umat Hindu. Semua getaran atau vibrasi spiritual ataupun kemagisan tentang ketuhanan berpangkal dari beliau yang bersthana di gunung. Dalam kepercayaan tradisional di Bali misalnya, gunung juga tempat sthana para roh suci leluhur, karena itu umat Hindu juga meyakini gunung sebagai lingga sthana para leluhur yang telah suci yang bertujuan untuk memberikan penghormatan atau bhakti kehadapan leluhur yang telah suci dengan suatu upacara yang dinamai upacara nyegara gunung (laut dan gunung). Seperti dalam kenyataan, praktik keagamaan Hindu banyak dilakukan di segara Goa Lawah dan Pura Besakih, di segara Tanah Lot dan Pura Batukaru.
Dewa Siwa dan Dewi Parwati diyakini oleh Umat Hindu sesuai sumber suci purana memiliki putra bernama Karttikeya, Ganesa dan Hanoman. Kattikeya dikenal sebagai putranya yang pertama antara Dewa Siwa dan Dewi Parwati, yang juga sikenal dengan nama Skanda, yang memiliki keahlian untuk berperang, maka beliau juga dikenal sebagai dewa perang, sedangkan Ganesa dikenal sebagai dewa kebijaksanaan atau kearifan. Nama lain Ganesa dan Ghana atau Ghanapati. Beliau terkenal sebagai sumber kecerdasan, kearifan, kebijakan, memiliki kedisiplinan yang tinggi, serta taat kepada perintah ibunya, yakni Dewi Parwati. Beliau juga dikenal sebagai penyelamat dari mara bahaya. Tidak heran beliau digelari Wighneswara, yakni dewa dari segala kesulitan. Diyakini bahwa beliaulah sebagai penghalang dan penghalau segala kesulitan umat manusia di dunia ini.
Sesuai pustaka suci Siwa Purana bahwa Dewa Siwa dan Dewi Parwati merupakan asal dari semua yang ada di dunia ini. Beliau merupakan pencipta segalanya. Beliau yang memberikan segala ciptaan-Nya suatu kekuatan untuk bisa eksis. Tanpa beliau, maka alam ini menjadi tanpa makna. Bisa saja alam beserta isinya menjadi makmur, subur, memberi manfaat serta berguna bagi segala kehidupan. Namun, pada sisi lain segala yang ada di dunia ini sesungguhnya tidak langgeng adanya.
Dewa Siwa dimuliakan oleh umat Hindu melalui pemujaan di tempat – tempat suci, seperti di mandir atau mandiram, pura, kuil, candi, parahyangan, sanggah, pemerajan, dan yang sejenisnya. Beliau diyakini oleh umat Hindu memiliki tempat yang mulia dinamai Siwalaya. Dalam keyakinan kuna, beliau berstana di Gunung Kailasa atau Gungung Himalaya yang ada di negeri Bharatiya atau di Jambhu Dwipa, yang pada jaman modern dikenal sebagai negara India. Akan tetapi, bagi umat Hindu di Indonesia, khususnya di Jawa, beliau diyakini bersthana di puncak gunung Semeru yang terletak di Senduro Jawa Timur. Namun umat Hindu di Bali berkeyakinan bahwa beliau bersthana di Puncak Gunung Agung, serta jika di pulau Lombok, beliau bersthana di puncak Gunung Rinjani.
Mengapa beliau bersthana di gunung atau giri (parwata)? Sesuai pustaka suci Siwa Purana bahwa beliau dipuja-puji oleh uamt Hindu dunia berupa lingga. Lingga merupakan lambang dari Dewa Siwa adalah gunung itu sendiri (giri atau parwata). Maka dari itu, gunung adalah tempat suci, tempat yang dikeramatkan oleh umat Hindu. Semua getaran atau vibrasi spiritual ataupun kemagisan tentang ketuhanan berpangkal dari beliau yang bersthana di gunung. Dalam kepercayaan tradisional di Bali misalnya, gunung juga tempat sthana para roh suci leluhur, karena itu umat Hindu juga meyakini gunung sebagai lingga sthana para leluhur yang telah suci yang bertujuan untuk memberikan penghormatan atau bhakti kehadapan leluhur yang telah suci dengan suatu upacara yang dinamai upacara nyegara gunung (laut dan gunung). Seperti dalam kenyataan, praktik keagamaan Hindu banyak dilakukan di segara Goa Lawah dan Pura Besakih, di segara Tanah Lot dan Pura Batukaru.
Dewa Siwa dan Dewi Parwati diyakini oleh Umat Hindu sesuai sumber suci purana memiliki putra bernama Karttikeya, Ganesa dan Hanoman. Kattikeya dikenal sebagai putranya yang pertama antara Dewa Siwa dan Dewi Parwati, yang juga sikenal dengan nama Skanda, yang memiliki keahlian untuk berperang, maka beliau juga dikenal sebagai dewa perang, sedangkan Ganesa dikenal sebagai dewa kebijaksanaan atau kearifan. Nama lain Ganesa dan Ghana atau Ghanapati. Beliau terkenal sebagai sumber kecerdasan, kearifan, kebijakan, memiliki kedisiplinan yang tinggi, serta taat kepada perintah ibunya, yakni Dewi Parwati. Beliau juga dikenal sebagai penyelamat dari mara bahaya. Tidak heran beliau digelari Wighneswara, yakni dewa dari segala kesulitan. Diyakini bahwa beliaulah sebagai penghalang dan penghalau segala kesulitan umat manusia di dunia ini.
Putra Dewa Siwa yang ketiga dengan Dewi Mohini (yang
dilahirkan oleh Dewi Anjani istri raja monyet bernama Kesari) diyakini juga
oleh umat Hindu yang bernama Hanoman. Siapakan Hanoman itu? Hanoman dikenal
juga sebagai putra Dewa Bayu (Dewa Angin). Dalam jaman Rama, Hanoman dikenal
sebagai penyelamat Dewi Sita, istri Sang Rama. Hanoman dan Sugriwa secara
bersama-sama menjalin persahabatan baik dengan Sang Rama. Hanoman sebagai abdi
yang setia dan mulia kepada Sang Rama memiliki ilmu sastra, intelektual yang
tinggi, memahami segala ilmu pengetahuan serta menguasai bahasa sansekerta.
Jika di Bharatiya, bahwa di mandir Hanoman sangat disucikan dan dimuliakan
melalui sebuah patung Hanoman yang dilumuri minyak yang berwarna jingga yang
diyakini sebagai dewanya kekuatan dan penjaga maupun sebagai penakluk semua roh
jahat.
Selanjutnya mengenai Dewi Parwati adalah putri dari Himawan yang memiliki kekuasaan di Pegunungan Himalaya atau Gunung Kailasa. Dewi Parwati juga dikenal bernama Sati atau Uma atau Girija yang berarti putri gunung. Dewi Girija sangat tekun memuja dan memuliakan Dewa Siwa di kuil atau mandir Siwa yang selanjutnya bersuamikan dewa dari para dewa, yakni Dewa Siwa. Kisah awalnya, Dewa Siwa melakukan tapanya (tapasya) di Gunung Kaliasa dan ketika itu Dewi Parwati sangat tekun melakukan pemujaan dengan berbagai bunga-bungaan serta harum-harum. Ketika itu, Dewa Siwa yang tapanya sedang memuncak tetap diagungkan oleh Dewi Parwati. Saat itu, rupanya Dewa Siwa tahu tujuan Dewi Parwati, maka berubah wujudlah Dewa Siwa menjadi Sang Brahmana yang tampan sambil menggodanya. Ketika itu, sedikitpun Dewi Parwati tidak tergoda atas rayuan Sang Brahmana itu. Tahu akan ketulusan hati Dewi Parwati memuja Dewa Siwa, maka kembalilah beliau dalam wujud aslinya. Akhirnya, Dewa Siwa menerima Dewi Parwati. Beliau kemudian menghadap keapada ayah dan ibunya (Himawan dan Maina) untuk menjadi saksi dalam pawiwahan antara Dewa Siwa dengan Dewi Parwati.
Selanjutnya mengenai Dewi Parwati adalah putri dari Himawan yang memiliki kekuasaan di Pegunungan Himalaya atau Gunung Kailasa. Dewi Parwati juga dikenal bernama Sati atau Uma atau Girija yang berarti putri gunung. Dewi Girija sangat tekun memuja dan memuliakan Dewa Siwa di kuil atau mandir Siwa yang selanjutnya bersuamikan dewa dari para dewa, yakni Dewa Siwa. Kisah awalnya, Dewa Siwa melakukan tapanya (tapasya) di Gunung Kaliasa dan ketika itu Dewi Parwati sangat tekun melakukan pemujaan dengan berbagai bunga-bungaan serta harum-harum. Ketika itu, Dewa Siwa yang tapanya sedang memuncak tetap diagungkan oleh Dewi Parwati. Saat itu, rupanya Dewa Siwa tahu tujuan Dewi Parwati, maka berubah wujudlah Dewa Siwa menjadi Sang Brahmana yang tampan sambil menggodanya. Ketika itu, sedikitpun Dewi Parwati tidak tergoda atas rayuan Sang Brahmana itu. Tahu akan ketulusan hati Dewi Parwati memuja Dewa Siwa, maka kembalilah beliau dalam wujud aslinya. Akhirnya, Dewa Siwa menerima Dewi Parwati. Beliau kemudian menghadap keapada ayah dan ibunya (Himawan dan Maina) untuk menjadi saksi dalam pawiwahan antara Dewa Siwa dengan Dewi Parwati.
keren artikelnya izin share ya tuk referensi di blog saya; arya-bhairava.blogspot.com. suksma
BalasHapusizin Share ya Mas
BalasHapusizin Share ya Mas
BalasHapusTerima kasih, artikel yang luar biasa, enak dibaca dan perlu diketahui umat Hindu khususnya.
BalasHapus