Pages - Menu

Pages

Sabtu, 11 Februari 2012

Pertanyaan Seorang Pendeta (dikutip dari Buku ke-196_Catatan Teduh Karangan Master Lu Sheng Yen)

Ada seorang pendeta, ia pernah membaca buku tulisan saya "Mengarungi Samudera Hidup dan Mati", si pendeta meminta saya menjawab beberapa pertanyaan:

"Sejak dahulu kala, tak seorang pun baik raja atau bangsawan, pahlawan yang gagah berani, bahkan orang sakti seperti petapa dapat luput dari dewa kematian dan bebas dari kematian, tidak terkecuali Sang Buddha Sakyamuni, bagaimana Anda membuktikan bahwa Sang Buddha telah mencapai kebuddhaan?"

"Di dalam kitab suci Agama Buddha menyebutkan tentang nirvana, nirvana adalah tingkat tertinggi. Sepengetahuan saya, nirvana sama dengan meninggal dunia. Jika nirvana adalah tingkat tertinggi, berarti semua orang bisa mencapai nirvana, bagaimana Anda menjelaskannya?"

Terakhir si pendeta bertanya:

"Laozi dari Taoisme berkata, hari ini saya wafat, berarti kembali ke awal, samar-samar dan menghilang. Wafat berarti meninggal dunia, Ia tidak ditemukan bangkit."

"Zhuangzi walau telah mencapai keberhasilan tinggi, ketiadaannya, berarti kematian, Ia tidak ditemukan bangkit."

"Sang Buddha nirvana, setelah mangkat dikremasi, walaupun ada sarira, namun itu hanya tulang-belulang saja, Ia tidak ditemukan bangkit."

"Hanya Tuhan Yesus Kristus yang bangkit, nyatalah bahwa Yesus Kristus nomor satu, bagaimana Anda Buddha Hidup Lu Sheng-yen menjawab pertanyaan saya ini?"

*

Saya lebih dulu menjawab pertanyaan tentang "nirvana":

Di dalam Agama Buddha, nirvana tidak sama dengan meninggal dunia, menurut saya "nirvana" mempunyai dua pengertian:

1. Bebas dari kerisauan..

2. Kebuddhaan yang kekal.

Kematian orang biasa pada hakikatnya tidak sama dengan pencapaian "nirvana", "nirvana" boleh dikatakan "mencapai penerangan sempurna".

Menurut saya, "nirvana" dalam Agama Buddha adalah:

Proses mengarungi samudera hidup dan mati, meninggalkan dunia fana, dan masuk ke tanah suci yang damai dan bahagia, atau cahaya nirvana abadi, yang ditandai dengan lenyapnya semua rintangan karma, bebas dari enam alam tumimbal lahir, bebas leluasa sepenuhnya dalam menyeberangkan para insan, atau boleh disebut "spontanitas".

Sementara "kematian" orang biasa menyebabkannya bertumimbal lahir di enam alam kehidupan berdasarkan karma baik dan karma buruk yang diperbuatnya.

Makanya:

"Nirvana" dan "kematian" itu tidak sama.

*

Mengenai Yesus Kristus bangkit dan naik ke surga, saya tahu semuanya.

Saya menjawab pertanyaan si pendeta, mengenai apakah Sang Buddha mencapai kebuddhaan atau tidak? Dan fenomena-fenomena nirvana Sang Buddha.

Sang Buddha berkata:

"Misi saya telah berakhir, kesucian pun telah lama saya tegakkan, semua tugas telah terlaksana, tidak melekat pada keberadaan berikutnya."

Hanya berdasarkan kalimat ini saja menunjukkan bahwa Sang Buddha telah "mencapai kebuddhaan". Saya minta si pendeta merenungkan sendiri kalimat ini, apa yang dimaksud "tidak melekat pada keberadaan berikutnya."

Setelah Sang Buddha nirvana, Beliau juga bangkit, bacalah "Sutra Nirvana", "Sutra Maya", dan "Sutra Garbha-gatasyātmabhāva"

"Sang Buddha bangkit dari peti" (bangkit).

"Peti emas melayang" (bangkit).

"Sang Buddha menjulurkan kedua kaki-Nya" (bangkit).

Jika si pendeta menyimak "Sutra Nirvana", "Sutra Maya", dan "Sutra Garbha-gatasyatmabhava", ia pasti akan menemukan bahwa Sang Buddha Sakyamuni bangkit berkali-kali, tidak hanya sekali saja.

Sarira Sang Buddha dapat bersinar pada malam hari.

Kebahagiaan surgawi tetap berkesinambungan.

Ajaran Sang Buddha, tentu saja tidak hanya bangkit dan naik ke surga, pencapaian Mahanirvana-Nya mencakup "langit", "bumi", dan "kebenaran sejati", tidak hanya naik ke surga saja!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar