Ibarat terbenamnya surya di ufuk langit yang berarti terbitnya mentari di bagian lain dunia ini, demikian pula kematian makhluk hidup di suatu alam berarti kelahiran kembali di alam yang sama atau alam lainnya. Ini berlangsung terus hingga makhluk itu meraih Pembebasan Sejati dari daur Samsara atau kelahiran dan kematian yang berulang-ulang. Dalam Agama Buddha dipercayai adanya 31 Alam Kehidupan yang secara garis besarnya terbagi atas: 1. Empat Alam Kemerosotan (ap?yabh?mi), 2. Satu Alam Manusia (manussabh?mi), 3. Enam Alam Dewa (devabh?mi), 4. Enam Belas Alam Brahma Berbentuk (r?pabh?mi), dan 5. Empat Alam Brahma Nirbentuk (ar?pabh?mi). I. Empat Alam Kemerosotan (Ap?yabh?mi) Istilah 'ap?yabh?mi' terbentuk dari tiga kosakata, yakni 'apa' yang berarti 'tanpa, tidak ada', 'aya' yang berarti 'kebajikan', dan 'bh?mi' yang berarti 'alam tempat tinggal makhluk hidup'. Ap?yabh?mi adalah suatu alam kehidupan yang tidak begitu ada kesempatan untuk berbuat kebajikan. Delapan jenis suciwan tidak akan terlahirkan di alam ini, dan tidak ada satu makhluk pun dalam alam ini yang mampu meraih kesucian dalam kehidupan sekarang. Alam ini juga sering disebut sebagai 'dugga-tibh?mi'. 'Duggati' terbentuk dari dua kosakata, yakni 'du' yang berarti 'jahat, buruk, sengsara', dan 'gati' yang berarti 'alam tujuan bagi suatu makhluk yang akan bertumimbal lahir'. Duggatibh?mi adalah suatu alam kehidupan yang buruk, menyengsarakan. Walaupun kerap dipakai se-bagai suatu padanan, duggatibh?mi sesungguhnya tidaklah sama persis cakupannya dengan ap?yabh?mi. Ap?yabh?mi terdiri atas empat alam, yakni: a) Alam Neraka (Niraya), b) Binatang (Tiracch?na), c) Setan (Peta), d) Iblis (Asurak?ya). Karena tidak semua binatang hidup dalam kesengsaraan, alam ini tercakup dalam duggatibh?mi secara tidak menyeluruh dan langsung. Empat Alam Kemerosotan, alam manusia dan enam alam dewa termasuk sebagai Alam Nafsu Inderawi (k?mabh?mi). a) Alam Neraka 'Niraya' terbentuk atas dua kosakata, yaitu 'ni' yang berarti 'bukan, tidak ada' dan 'aya' yang berarti 'kebajikan, kebahagiaan, perkembangan'. Niraya atau neraka adalah suatu alam kehidupan yang penuh derita dan siksaan, tanpa kesempatan untuk berbuat kebajikan, tanpa kebahagiaan, tanpa perkembangan. Neraka dalam pandangan Agama Buddha bukanlah suatu alam kehidupan yang bersifat kekal. Apabila akibat buruk dari suatu kejahatan telah terlunasi, mereka yang terjatuh ke dalam neraka akan dapat terlahirkan kembali di alam-alam lain yang lebih tinggi tergantung perbuatan-perbuatan lain yang pernah mereka lakukan sepanjang kehidupan-kehidupan lampau. Konon dikisahkan bahwa Mallik?, yang pernah melakukan perzinahan dengan seekor anjing, berada dalam alam neraka hanya dalam waktu tujuh hari. (Mallik? adalah permaisuri kesayangan Raja Pasenadi Kosala). Atas kematiannya, raja bertanya kepada Sang Buddha ke alam manakah gerangan istrinya terlahirkan kembali. Beliau tidak menjawab meskipun ditanya setiap hari selama seminggu penuh karena khawatir kalau raja akan bersedih hati mengetahui penderitaan yang harus ditanggung oleh Mallik?. Baru setelah Mallik? keluar dari neraka Av?ci dan terlahirkan kembali di Surga Tusita, Beliau memberikan jawaban.) Tidaklah 'adil' untuk menjebloskan suatu makhluk sepanjang hidup (selamanya) dalam neraka hanya karena suatu kejahatan yang pernah dilakukannya dengan mengabaikan semua kebajikannya dan tanpa memberi peluang sedikit pun untuk memperbaiki kehidupannya. Neraka bukanlah suatu tempat pelampiasan kesewenang-wenangan suatu Pencipta Adikodrati yang murkah karena diabaikan atau dikhianati oleh makhluk-makhluk ciptaannya. Neraka terbagi menjadi dua bagian, yaitu Neraka Besar (Mah?-niraya) dan Neraka Kecil (Ussadaniraya). Neraka besar terdiri atas delapan alam: 1) Sa?j?va alam kehidupan bagi makhluk yang secara bertubi-tubi dibantai dengan pelbagai senjata; begitu mati langsung terlahirkan kembali di sana secara berulang-ulang hingga habisnya akibat kamma yang ditanggung. Mereka yang suka mempergunakan kekuasaan yang dimiliki untuk menyiksa makhluk lain yang lebih lemah atau rendah kebanyakan akan terlahirkan di alam ini. 2) K??asutta alam kehidupan bagi makhluk yang dicambuk dengan cemeti hitam dan kemudian dipenggal-penggal dengan parang, gergaji dan sebagainya. Mereka yang suka menganiaya atau membunuh bhikkhu, s?ma?era atau pertapa; atau para bhikkhu-s?ma?era yang suka melanggar vinaya kebanyakan akan terlahirkan di alam ini. 3) Sa?gh?ta alam kehidupan bagi makhluk yang ditindas hingga luluh lantak oleh bongkahan besi berapi. Mereka yang tugas atau pekerjaannya melibatkan penyiksaan terhadap makhluk-makhluk lain, misalnya pemburu, penjagal dan lain-lain kebanyakan akan terlahirkan di alam ini. 4) Dh?maroruva alam kehidupan bagi makhluk yang disiksa oleh asap api melalui sembilan lubang dalam tubuh hingga menjerit-jerit kepengapan. Mereka yang membakar hutan tempat tinggal binatang; atau nelayan yang menangkap ikan dengan mempergunakan racun dan sebagainya kebanyakan akan terlahirkan di alam ini. 5) J?laroruva alam kehidupan bagi makhluk yang diberangus dengan api melalui sembilan lubang dalam tubuh hingga meraung-raung kepanasan. Mereka yang suka mencuri kekayaan orangtua atau barang milik bhikkhu, s?ma?era atau pertapa; atau mencoleng benda-benda yang dipakai untuk pemujaan kebanyakan akan terlahirkan di alam ini. 6) T?pana alam kehidupan bagi makhluk yang dibentangkan di atas besi membara. Mereka yang membakar kota, vih?ra, sekolahan dan sebagainya kebanyakan akan terlahirkan di alam ini. 7) Pat?pana alam kehidupan bagi makhluk yang digiring menuju puncak bukit membara dan kemudian dihempaskan ke tombak-tombak terpancang di bawah. Mereka yang menganut pandangan sesat bahwa pemberian d?na tidak membuahkan pahala, pemujaan kepada Tiga Mestika tidak berguna, penghormatan kepada dewa tidak berakibat, tidak ada akibat dari perbuatan baik maupun buruk, ayah-ibu tidak berjasa, tidak ada kehidupan sekarang maupun mendatang, dan tidak ada makhluk yang terlahirkan dengan seketika kebanyakan akan terlahirkan di alam ini. 8) Av?ci alam kehidupan bagi makhluk yang direntangkan dengan besi membara di empat sisi dan dibakar dengan api sepanjang waktu. Mereka yang pernah melakukan kejahatan terberat, yakni membunuh ayah, ibu atau Arahanta, melukai Samm?sambuddha, atau memecah-belah pasamuan Sa?gha niscaya akan terlahirkan di alam ini. Av?ci kerap diang-gap sebagai alam kehidupan yang paling rendah. Neraka kecil terdiri atas delapan alam: 1) Ang?rak?su alam neraka yang terpenuhi oleh bara api 2) Loharasa alam neraka yang terpenuhi oleh besi mencair 3) Kukkula: alam neraka yang terpenuhi oleh abu bara 4) Aggisamohaka alam neraka yang terpenuhi oleh air panas 5) Lohakhumbh? alam neraka yang merupakan panci tembaga 6) G?tha alam neraka yang terpenuhi oleh tahi membusuk 7) Simpalivana alam neraka yang merupakan hutan pohon ber-duri 8) Vettaran? alam neraka yang merupakan air garam berisi duri rotan b) Alam Binatang 'Tiracch?na' terbentuk atas dua kosakata, yaitu 'tiro' yang berarti 'melintang, membujur', dan 'acch?na' yang berarti 'pergi, berjalan'. Tiracch?na atau binatang adalah suatu makhluk yang umumnya berjalan dengan melintang atau membujur, bukan berdiri tegak seperti manusia. Dengan pengertian lain, binatang disebut Tiracch?na karena merintangi jalan menuju pencapaian Jalan dan Pahala. Binatang sesungguhnya tidak mempunyai alam khusus milik mereka sendiri melainkan hidup di alam manusia. Binatang memiliki hasrat untuk menikmati kesenangan inderawi serta berkembang-biak; naluri untuk mencari makan, bersarang, dan sebagainya; dan perasaan takut mati, mencintai kehidupannya. Binatang tidak mempunyai kemampuan untuk membedakan kebajikan dari kejahatan, kebenaran dari kesesatan, dan sebagainya (dhammasa???, conscience) kecuali kalau terlahirkan sebagai calon Buddha (bodhisatta) yang sedang memupuk kesempurnaan. Bodhisatta tidak akan terlahirkan sebagai binatang yang lebih kecil dari burung puyuh [semut misalnya] atau lebih besar dari gajah [dinosaurus misalnya]. Binatang mempunyai banyak jenis yang tak terhitung jumlahnya, namun secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi Empat Macam, yakni: 1. yang tak berkaki seperti ular, ikan, cacing dan lain-lain (apada), 2. yang berkaki dua seperti ayam, bebek, burung dan lain-lain (dvipada), 3. yang berkaki empat seperti gajah, kuda, kerbau dan lain-lain (catuppada), 4. yang berkaki banyak seperti kelabang, udang, kepiting dan lain-lain (bahuppada). Dalam pandangan Kristen serta beberapa agama Theistik lainnya, semua binatang akan musnah setelah kematian. Binatang tidak mempunyai roh. Binatang hanya diakui memiliki naluri (instinct), tanpa akal budi. Karena itu, mereka tidak perlu mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka. Kebahagiaan maupun penderitaan yang dialami bukan ditentukan oleh perbuatan mereka baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan kehidupan yang lampau; melainkan merupakan wewenang serta kehendak Tuhan. Binatang diciptakan semata-mata untuk kepentingan umat manusia yang lebih luhur. Tidak ada surga maupun neraka bagi binatang. Ini menimbulkan dilemma bagi umat Kristen yang menginginkan agar binatang peliharaannya dapat hidup bersama lagi di surga sebagaimana di bumi. c) Alam Setan 'Peta' terbentuk atas dua kosakata, yaitu 'pa' yang berarti 'ke depan, menyeluruh', dan 'ita' yang berarti 'telah pergi, telah meninggal'. Berbeda dengan makhluk yang berada di alam neraka yang menderita karena tersiksa, peta atau setan hidup sengsara karena kelaparan, kehausan dan kekurangan. Kejahatan yang membuat suatu makhluk terlahirkan sebagai setan ialah pencurian dsb. Seperti binatang, setan tidak mempunyai alam khusus milik mereka sendiri. Mereka berada di dunia ini dan bertinggal di tempat-tempat seperti hutan, gunung, tebing, lautan, kuburan, dan sebagainya. Beberapa jenis setan mempunyai kemampuan untuk menyalin rupa dalam wujud seperti dewa, manusia, pertapa, binatang, atau hanya menampakkan diri secara samar-samar seperti bayang-bayang gelap dan lain-lain. Setan terbagi menjadi empat jenis, yakni: 1. yang hidup bergantung pada makanan pemberian orang lain dengan cara penyaluran jasa dan sebagainya (paradattupaj?vika), 2. yang senantiasa kelaparan, kehausan dan kekurangan (khupp?p?sika), 3. yang senantiasa terberangus (nijjh?mata?hika), 4. yang tergolong sebagai iblis atau makhluk yang suram (k?laka?cika). Jenis yang pertama itu dapat menerima penyaluran jasa karena mereka bertinggal di sekitar atau di dekat manusia, sehingga dapat mengetahui pemberian ini dan beranumodan? [menyatakan kenuragaan atas kebajikan yang diperbuat oleh makhluk lain]. Apabila tak tahu dan tak beranumodan?, penyaluran jasa ini tidak dapat diterima. Orang yang pada saat-saat menjelang kematian mempunyai ke-31 melekatan yang amat kuat pada kekayaan, harta benda, sanak-keluarga, dan sebagainya niscaya akan terlahirkan di alam setan ini. Dalam Vinaya dan Lakkha?a-samyutta, disebutkan adanya 21 macam setan, yaitu: 1. yang hanya bertulang tanpa daging (a??hisa?kha-sika), 2. yang hanya berdaging tanpa tulang (ma?sapesika), 3. yang berdaging benjol (ma?sapi??a), 4. yang tak berkulit (nicchavirisa), 5. yang berbulu seperti pisau (asiloma), 6. yang berbulu seperti tombak (sat-tiloma), 7. yang berbulu seperti anak panah (usuloma), 8. yang berbulu seperti jarum (s?ciloma), 9. yang berbulu seperti jarum jenis kedua (duti-yas?ciloma), 10. yang berpelir besar (kumbha??a), 11. yang terbenam dalam tahi (g?thak?panimugga), 12. yang makan tahi (g?thakh?daka), 13. yang berjenis betina tanpa kulit (nicchavitaka), 14. yang berbau busuk (duggandha), 15. yang bertubuh bara api (ogilin?), 16. yang tak berkepala(as?sa), 17. yang berperawakan seperti bhikkhu, 18. yang berperawakan seperti bhikkhun?, 19. yang berperawakan seperti calon bhikkhun?(sikkham?na), 20. yang berperawakan seperti s?manera, 21. yang berperawakan seperti s?maner?. Sementara itu, Kitab Lokapa??atti serta Chagatid?pan? menyebutkan adanya 12 macam setan, yaitu: 1. yang makan ludah, dahak dan mun-tahan(vant?sik?), 2. yang makan mayat manusia atau binatang(ku?p?sa), 3. yang makan tahi (g?thakh?daka), 4. yang berlidah api(ag-gij?lamukha), 5. yang bermulut sekecil lubang jarum (s?cimukha), 6. yang terdorong keinginan tiada habis (ta?ha??ita), 7. yang bertubuh hitam pekat (sunijjh?maka), 8. yang berkuku panjang dan runcing (sattha?ga), 9. yang bertubuh sangat besar (pabbata?ga), 10. yang bertubuh seperti ular piton (ajagara?ga), 11. yang menderita di siang hari tetapi menikmati kesenangan surgawi di malam hari (vem?nika), 12. yang memiliki kesak-tian(mahiddhika). d) Alam Iblis 'Asurak?ya' terbentuk atas tiga kosakata, yaitu 'a' yang merupakan unsur pembalik, 'sura' yang berarti 'cemerlang, gemilang', dan 'k?ya' yang berarti 'tubuh'. Namun, yang dimaksud dengan 'tak cemerlang' di sini bukanlah tidak adanya cahaya yang memancar dari tubuh, melainkan suatu kehidupan yang merana dan serba kekurangan sehingga membuat batin tidak berceria. Istilah 'asura' mungkin juga berasal dari kisah kejatuhan dari Surga T?vatimsa [terkalahkan oleh Sakka dan pengikutnya] akibat minuman memabukkan (sur?). Sejak itu, mereka bersumpah untuk tidak meminumnya lagi. Karena sebelumnya pernah bertinggal di alam kedewaan, asurak?ya kadangkala juga disebut sebagai 'pubbadev?'. Asurak?ya atau iblis terbagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. iblis berupa dewa(deva-asur?) 2. iblis berupa setan (peti-asur?), 3. iblis berupa penghuni neraka (niraya-asur?). Deva-asur? terdiri atas vepacitti, r?hu, subali,pah?ra, sambarat?, dan vinip?tika. Peti-asur? terdiri atas k?laka?cika,vem?nika, dan ?vuddhika. Niraya-asur? hanya terdiri atas satu jenis, yaitu yang menderita kelaparan dan hidupnya bergelantungan seperti kelelawar. II. Satu Alam Manusia (manussabh?mi) Manussa' terbentuk atas dua kosakata, yaitu 'mano' yang berarti 'pikiran, batin' dan 'ussa' yang berarti 'tinggi, luhur, meningkat, berkembang'. Manussa atau manusia adalah suatu makhluk yang berkembang serta kukuh batinnya [mano ussanti etesanti=manuss?], yang tahu serta memahami sebab yang layak [k?ran?karanam manatij?n?t?ti=manusso], yang tahu serta memahami apa yang bermanfaat dan tak bermanfaat [atth?nattam manati j?n?t?ti=manusso], yang tahu serta memahami apa yang merupakan kebajikan dan kejahatan [kusal?kusalam manati j?n?t?ti=manusso]. Manusia bertinggal di empat tempat, yaitu Uttarakurud?pa, Pubbavidehad?pa, Aparagoy?nad?pa, dan Jambud?pa. Umat manusia yang berada di Uttarakurud?pa berusia sampai seribu tahun, yang berada di Pubbavidehad?pa berusia sampai tujuh ratus tahun, yang berada di Aparagoy?nad?pa berusia sampai lima ratus tahun, sedangkan yang berada di Jambud?pa berusia tidak menentu, tergantung kadar kebajikan serta kesilaan yang dimiliki. Pernah terjadi bahwa umat manusia tidak begitu mengindahkan kebajikan serta kesilaan sehingga usia rata-rata umat manusia menjadi sependek 10 tahun. Pada zaman Buddha Gotama, usia rata-rata umat manusia ialah 100 tahun. Diprakirakan bahwa setiap satu abad, usia manusia memendek selama satu tahun. Karena Buddha Go-tama telah mangkat sejak dua puluh lima abad yang lampau, usia rata-rata umat manusia pada saat sekarang ini ialah 75 tahun. Seorang Samm?sambuddha tidak akan muncul apabila usia rata-rata manusia lebih pendek dari 100 tahun karena kesempatan bagi kebanyakan orang untuk dapat memahami kebenaran Dhamma terlalu singkat, tetapi juga tidak akan muncul apabila lebih panjang dari 100,000 tahun karena kebanyakan orang akan merasa sulit untuk dapat menembus hakikat ketakkekalan atau kefanaan hidup. Beliau hanya terlahirkan di Jambud?pa, tidak pernah terlahirkan di tiga tempat lainnya apalagi di alam-alam kehidupan selain alam manusia. Kitab Majjhima Nik?ya bagian M?lapann?saka memberikan penjelasan secara terinci mengapa manusia mempunyai keadaan yang berbeda. Orang yang dalam kehidupan lampau suka membinasakan atau membunuh makhluk lain niscaya akan terlahirkan sebagai manusia dengan umur pendek; yang suka menganiaya atau menyiksa makhluk lain niscaya akan dihinggapi banyak penyakit; yang suka murkah atau marah niscaya akan berparas buruk; yang suka cemburu atau irihati nis-caya akan tak berwibawa; yang suka berdana atau murah hati niscaya akan memiliki kekayaan melimpah; yang suka bersikap angkuh atau sombong niscaya akan terlahirkan di keluarga yang rendah; yang tak gemar menimba ilmu pengetahuan atau memperdalam pengertian Dhamma niscaya akan terlahirkan dengan sedikit kebijaksanaan. Demikian pula kebalikannya. Selaras dengan ilmu pengetahuan modern, dalam Agga??a Sutta disebutkan bahwa umat manusia di bumi ini adalah suatu hasil evolusi yang panjang. Manusia bukanlah suatu makhluk yang pada saat pertama kali muncul / lahir di dunia ini sudah berbentuk, berupa atau berwujud sebagaimana yang tertampak pada saat sekarang ini. Dalam wejangan tersebut juga dijelaskan bahwa bumi beserta isinya ini terbentuk dalam suatu proses yang amat panjang, bukan diciptakan secara gaib selama enam hari pada sekitar 6,000 tahun yang lampau sebagaimana yang ditafsirkan dari Alkitab. III. Enam Alam Dewa (devabh?mi) Ada tiga macam deva atau dewa dalam pandangan Agama Buddha, yaitu 1. Upattideva dewa sebagai makhluk surgawi berdasarkan kelahirannya, 2. Sammutideva dewa berdasarkan persepakatan atau perandaian misalnya raja, permaisuri, pangeran dan sebagainya, 3. Visud-dhideva dewa yang suci terbebas dari segala noda batin yang tidak lain ialah Arahanta. Dewa yang dimaksud dalam pembahasan ini hanyalah merujuk pada pengertian yang pertama, Upattideva, yakni makhluk surgawi yang mengenyam kenikmatan inderawi. Makhluk surgawi dalam pandangan Buddhis tidaklah bersifat kekal. Mereka bisa mati karena salah satu dari empat sebab: genapnya usia, habisnya kebajikan, terlena dalam kenikmatan hingga lupa makan, murkah atau irihati. Dalam kebanyakan agama Theistik, surga dipercayai sebagai suatu alam kehidupan yang bersifat kekal. Kepercayaan atas 'kekekalan' alam surga ini sempat menjadi topik perdebatan yang panjang. Dipercayai bahwa manusia jatuh dari Taman Eden dan mengalami pelbagai penderitaan di dunia ini karena ketakpatuhan nenek-moyang mereka, Adam dan Hawa, terhadap perintah serta larangan Tuhan. Hidup bersama Tuhan di alam surga adalah idam-idaman mereka; menjadi tujuan akhir. Manusia pernah bertinggal di Taman Eden, dan kemudian diusir dari sana. Pertanyaan yang perlu dijawab sekarang ialah: Kalau seandainya kita telah masuk surga, apakah mungkin suatu waktu nanti kita akan diusir lagi dari sana? Jika demikian, bagaimana mungkin surga dianggap sebagai suatu alam yang kekal? Apa makna kekekalan itu sendiri? Dalam pandangan Theistik tersebut, manusia adalah suatu makhluk yang penuh dengan kelemahan serta kekurangan. Sangatlah mustahil bagi seseorang untuk dapat memiliki 'kesempurnaan' batiniah. Bahkan, Tuhan yang dipercayai sebagai Pencipta yang Mahasempurna sendiri sering dikatakan masih memiliki sifat 'cemburu', 'irihati', 'murkah' dan sebagainya. Yang perlu direnungkan ialah, apabila dalam sanubari manusia masih terdapat kekotoran batiniah semacam itu, seandainya nanti mereka bertinggal di surga yang kekal, apakah tidak mungkin bahwa akan timbul permasalahan yang berbuntut pada perbuatan-perbuatan berdosa, misalnya membunuh, mencuri, berzinah, berdusta dan sebagainya? Jika kemungkinan ini benar-benar terjadi, lalu bagaimana nasib manusia nantinya? Apa hukuman bagi pelaku dosa? Dijebloskan ke dalam neraka? Diusir dari surga kekal? Dalam pandangan Agama Buddha, alam surga di mana para dewa-dewi bertempat tinggal dalam kurun waktu yang berbatas [tidak kekal, tidak selamanya] terbagi menjadi enam alam, yaitu: 1. C?tu-mah?r?jik?, 2. T?vatimsa, 3. Y?m?, 4. Tusita, 5. Nimm?narat?, 6. Para-nimmitavasavatt?. 1) Alam C?tumah?r?jik? adalah suatu alam surgawi paling rendah yang berada dalam kekuasaan empat raja dewa, yakni: Dhatara??ha, Virudhaka, Vir?pakkha, dan Kuvera. Empat raja dewa ini juga dipercayai sebagai pelindung alam manusia, dan karenanya dikenal dengan sebutan 'Catulokap?la'. Dalam Kitab Lok?yapakara?a, empat dewa pelindung dunia ini dipanggil sebagai Inda, Yama, Varu?a dan Kuvera. Berdasarkan tempat tinggalnya, para dewa-dewi tingkat C?tumah?r?jik? terbagi atas tiga, yaitu: 1. yang berada di daratan (bhumattha), 2. yang berada di po-hon(rukkha).Dalam Kitab Ulasan atas Dhammapada dan Buddhavamsa, para dewa-dewi yang hidup di pohon dimasukkan dalam kelompok bhummattha. 3. yang berada di angkasa (?k?sa??ha). Empat raja dewa serta beberapa dewa lainnya mempunyai 'istana' (vim?na) khusus bagi diri mereka masing-masing. Bagi yang tak mempunyai istana secara khusus, gunung, sungai, lautan, pohon yang ditinggali itulah istana bagi mereka. Kehidupan di C?tumahar?jik? berlangsung selama 500 tahun dewa atau kira-kira sembilan juta tahun manusia (Perbandingan usia di alam-alam surga tidaklah sama, tergantung tingkatannya. Satu hari di alam surga tertentu berbanding satu abad di alam manusia, dan ada pula yang lebih lama lagi). Para dewa-dewi di tingkat C?tumah?r?jik? ada yang cenderung berhati jahat, yaitu: 1. Gandhabbo/Gandhabb?: yang berada di pohon-pohon berbau harum, yang belakangan mungkin dikenali oleh orang-orang Jawa sebagai 'gondoruwo'. Makhluk halus ini sangat melekati tempat tinggalnya. Walaupun pohon tempat tinggalnya ditebang, ia masih tetap mengikuti ke mana pohon itu dipindahkan tidak seperti rukkhadeva lainnya, yang akan mengungsi ke pohon lain yang masih hidup, 2. Kumbhanno/Kumbhann?: penjaga harta pusaka, hutan, dan sebagainya, 3. N?go/N?g?: naga yang memiliki kesaktian, yang mampu menyalin rupa dalam wujud makhluk lain seperti manusia, binatang dan sebagainya, 4. Yakkho/Yakkhin?: raksasa yang gemar menganiaya para penghuni neraka. 2) Alam T?vatimsa adalah alam surgawi tingkat kedua. Alam ini sebelumnya merupakan tempat tinggal para asurak?ya. Nama 'T?vatimsa' baru dipakai setelah 33 pemuda di bawah pimpinan M?gha, yang terlahirkan kembali di sini akibat kebajikan yang dilakukan bersama-sama, berhasil menyingkirkan para asurak?ya. Para dewa-dewi di T?vatimsa terbagi menjadi dua kelompok, yaitu 1) Bhumma??ha: Sakka beserta 32 dewa pembesar, 2) ?k?sa??ha: yang bertinggal dalam istana di angkasa. Ibukota T?vatimsa ialah Masakkas?ra. Balai Sudhamma menjadi tempat bagi para dewa-dewi untuk memperbincangkan Kebenaran Dhamma di bawah asuhan Sakka (Beliau berhasil meraih kesucian tingkat Sot?patti setelah mendengarkan Brahmaj?la Sutta). Brahm? Sanamkum?ra kerap menjadi tamu pembabar Dhamma di sini. Buddha Gotama pernah berkunjung ke alam ini, dan bertinggal selama tiga bulan untuk mewejangkan Abhidhamma kepada ibunda-Nya, yang terlahirkan kembali sebagai putra dewa di alam Tusita. Moggall?na Thera juga pernah beberapa kali pergi ke alam ini, dan dari sejumlah penghuninya, beliau memperoleh kesaksian atas perbuatan-perbuatan bajik yang membawa mereka terlahirkan kembali di sini. Kebajikan ini antara lain ialah merawat ayah-ibu, menghormat sesepuh dalam keluarga, berbicara lemah lembut, menghindari penghasutan, mengikis kekikiran, bersifat jujur, menahan marah. Usia rata-rata para dewa-dewi yang terlahirkan di alam T?vatimsa ialah 1,000 tahun dewa atau kira-kira 36 juta tahun manusia. 3) Y?m?bh?mi adalah alam surgawi tingkat ketiga, menjadi tempat bagi para dewa-dewi yang terbebas dari segala kesukaran, yang terberkahi dengan kebahagiaan surgawi. Pemegang kekuasaan dalam alam ini ialah Suy?ma. Alam ini berada di angkasa. Dalam alam ini dan tingkat yang lebih tinggi, tidak ada dewa-dewi yang tergolong sebagai bhum-mattha yang bertinggal di daratan. Istana, harta serta tubuh para dewa-dewi di alam ini jauh lebih indah dan halus daripada yang bertinggal di T?vatimsa. Rentang hidup mereka ialah 2,000 tahun dewa atau kira-kira 142 juta tahun manusia. 4) Tusitabh?mi adalah alam surgawi tingkat keempat. Para dewa-dewi yang hidup di alam ini senantiasa berceria atas keberadaan yang dimiliki. Semua Bodhisatta, sebelum turun ke dunia dan meraih Pencerahan Agung, terlahirkan di alam ini untuk menanti waktu yang tepat bagi kemunculan seorang Buddha. Demikian pula mereka yang akan menjadi orangtua serta Siswa Utama (Aggas?vaka). Sekarang ini, Bodhisatta Metteyya yang akan menjadi Samm?sambuddha setelah ajaran Buddha Gotama punah dari muka bumi ini sedang berada di alam ini. Usia rata-rata di alam ini ialah 4,000 tahun dewa atau kira-kira 567 juta tahun manusia. 5) Nimm?narat?bh?mi adalah alam surgawi tingkat kelima. Para dewa-dewi di alam ini menikmati kepuasan inderawi sebagaimana yang diciptakan sendiri sesuka hati mereka. Rentang hidup para dewa-dewi di alam ini ialah 8,000 tahun dewa atau kira-kira 2,304 juta tahun manusia. 6) Paranimmittavasavatt? adalah alam surgawi tingkat terakhir. Apabila para dewa-dewi di alam Nimm?narat? menikmati kepuasan inderawi sebagaimana yang diciptakan sendiri sesuka hati mereka, para dewa-dewi di alam ini menikmatinya dari apa yang diciptakan atau disediakan oleh yang lain, yang tahu kebutuhan serta keinginan mereka. Usia rata-rata di alam ini ialah 16,000 tahun dewa atau kira-kira 9,216 juta tahun manusia. IV. Enam Belas Alam Brahma Berbentuk (r?pabh?mi) R?pabh?mi merupakan suatu alam tempat kemunculan 'r?p?vacaravip?kacitta' atau kesadaran akibat yang lazim berkelana dalam alam brahma berbentuk. Dengan perkataan lain, r?pabh?mi adalah suatu alam tempat kelahiran jasmaniah serta batiniah para brahma berbentuk. Yang dimaksud dengan brahma ialah makhluk hidup yang memiliki kebajikan khusus yaitu berhasil mencapai pencerapan Jh?na yang luhur. Jh?na dihasilkan dari pengembangan Samatha Kamma??h?na meditasi pemusatan batin pada satu objek demi tercapainya ketenangan. Alam brahma terdiri atas 16 alam, yakni: 1. tiga alam bagi peraih Jh?na pertama (pa?hama), 2. tiga alam bagi peraih Jh?na kedua (dutiya), 3. tiga alam bagi peraih Jh?na ketiga (tatiya), 4. dua alam bagi peraih Jh?na keempat(catuttha), 5. dan lima alam Suddh?v?sa. Pathamajh?nabh?mi, Tiga alam bagi peraih Jh?na pertama ialah: 1. P?risajj?: alam ke-hidupan bagi brahma pengikut, yang tidak memiliki kekuasaan khusus, 2. Purohit?: alam kehidupan bagi brahma penasihat, yang berkedudukan tinggi sebagai pemimpin dalam kegiatan-kegiatan, 3. Mah?brahm?: alam kehidupan bagi brahma yang memiliki kebajikan khusus yang besar. Dutiyajh?nabh?mi, Tiga alam kehidupan bagi peraih Jh?na kedua atau Jh?na ketiga ialah 1. Paritt?bh?: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya lebih sedikit daripada brahma yang berada di atasnya, 2. Appam???: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya cemerlang nirbatas, 3. ?bhassar?: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya menyebar luasdari tubuhnya. Tatiyajh?nabh?mi, Tiga alam bagi peraih Jh?na keempat ialah 1. Parittasubh?: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya indah tapi lebih sedikit daripada brahma yang berada di atasnya, 2. Appam??asubh?: alam kehidupan bagi brahma yang bercahaya indah nirbatas, 3. Subhaki?h?: alam kehi-dupan bagi brahma yang bercahaya indah di sekujur tubuhnya. brahma, alam ke tiga dari alam; 1. tiga alam bagi peraih Jh?na pertama (pa?hama), walau asyura, tidak semua asyura jahat, walau asyura tidak semua deva bisa menang lawan asyura, dunia gaib sunguh-luas ada 2 vara kita menyikapi 1, jika kita tidak paham, berpeganglah pada TIPITAKA/TRIPITAKA 2, jika ingin faham, Meditasilah dengan rajin lalu lihat diri sendiri (jujur) yang mana diantara 2 diatas kita berada, [Smilie] Catutthajh?nabh?mi, Dua alam bagi peraih Jh?na kelima ialah: 1. Vehapphal?: alam kehidupan bagi brahma yang berpahala sempurna, yang terbebas dari se-gala bahaya, 2. Asa??asatta: alam kehidupan bagi brahma yang bertumimbal lahir dalam wujud materi berasal dari perbuatan saja(kammajar?pa). Dalam alam ini sama sekali tidak ada unsur batiniah. Kelahiran di alam brahma ini terjadi karena pengembangan perenungan yang memacak terhadap unsur batiniah yang menjijikkan sehingga tak menghasratinya (sa???vir?gabh?van?). Karena tidak dilengkapi dengan unsur-unsur batiniah, di alam ini sama sekali tidak ada kesempatan untuk mengembangkan kebajikan. Makhluk-makhluk yang terlahirkan secara jasmaniah hanya sekadar menghabiskan akibat perbuatan lampaunya. Delapan jenis suciwan tidak akan terlahirkan dalam alam ini. Suddh?v?sabh?mi adalah suatu alam kehidupan bagi mereka yang telah terbebas dari nafsu birahi (k?mar?ga) dan sebagainya, yaitu para An?g?m? yang berhasil meraih pencerapan Jh?na kelima. Makhluk-makhluk lain yang belum mencapai kesucian tingkat An?g?m?, meskipun berhasil meraih pencerapan Jh?na kelima, tidak akan terlahirkan di alam ini. Di sinilah para An?g?m? akan meraih kesucian tingkat Arahatta. Para Bodhisatta tidaklah pernah terlahirkan di alam ini sebab makhluk-makhluk yang terlahirkan di alam ini tidak akan terlahirkan kembali di alam-alam lain yang lebih rendah. Kadangkala, ketika tidak ada Buddha yang muncul dalam kurun waktu yang lama, alam ini kosong melompong tanpa penghuni. Alam ini terbagi menjadi lima tingkat, yaitu: 1. Avi h?: alam kehidupan bagi brahma yang tidak meninggalkan tempat tinggalnya hingga habisnya usia, 2. Atapp?: alam kehidupan bagi brahma yang se-nantiasa berada dalamketenangan yang menyejukkan, 3. Sudass? alam kehidupan bagi brahma yang tubuhnya bercahaya sangat indah menawan hati, 4. Sudass?: alam kehidupan yang lebih sempurna dalam penglihatan daripada alam Sudass?, 5. Akanitth?: alam kehidupan bagi brahma yang terlengkapi dengan harta surgawi serta kebahagiaan yang tak ter-tandingi oleh alam mana pun. Ini merupakan alam tertinggi bagi para suciwan. Para An?g?m? yang berkemampuan menonjol dalam bidang keyakinan (saddhindr?ya) niscaya terlahirkan kembali di alam Avih?; semangat (viriyindr?ya) di alam Atapp?; penyadaran jeli (satindr?ya) di alam Sudass?; pemusatan (sam?dhindr?ya) di alam Sudass?; kebijaksanaan (pa??indr?ya) di alam Akanitth?. V. Empat Alam Brahma Nirbentuk (ar?pabh?mi) Ar?pabh?mi merupakan suatu alam tempat kemunculan empat unsur batiniah yakni kesadaran akibat yang lazim berkelana dalam alam brahma nirbentuk (ar?p?vacaravip?kacitta). Dengan perkataan lain, ar?pabh?mi adalah suatu alam tempat kelahiran batiniah para brahma nirbentuk. Meskipun disebut sebagai suatu 'alam' yang mengacu pada tempat atau bentuk, di sini sesungguhnya sama sekali tidak ada unsure jasmaniah sehalus apa pun dan dalam wujud apa pun. Sebutan ini terpaksa dipakai untuk dapat mengacu pada kemunculan serta keberadaan unsur-unsur batiniah tersebut. Kelahiran di alam brahma nirbentuk ini terjadi karena pengembangan perenungan yang memacak terhadap unsur jasmaniah yang menjijikkan sehingga tak menghasratinya (r?pavir?gabh?van?). Ar?pabh?mi terbagi menjadi empat alam, yakni: 1. ?k?s?na?c?yatanabh?mi: alam kehidupan bagi brahma nirbentuk yang berhasil meraih meditasi tingkat pathama-ar?pajh?na yang berobjek pada angkasa yang nirbatas, 2. Vi???na?c?yatanabh?mi: alam kehidupan bagi brahma nirbentuk yang berhasil meraih meditasi tingkat dutiya-ar?pajh?na yang berobjek pada kesadaran yang nirbatas, 3. ?ki?ca???yatanabh?mi: alam kehidupan bagi brahma nirbentuk yangberhasil m eraih meditasi tingkat tatiya-ar?pajh?na yang berobjek pada kehampaan, 4. Nevasa???nasa???yatanabh?mi: alam kehidupan bagi brahma nirbentuk yang berhasil meraih meditasi tingkat catuttha-ar?pajh?na yang berobjek pada bukan ingatan bukan pula tanpa-ingatan. | |
Pages - Menu
▼
Pages
▼
Tidak ada komentar:
Posting Komentar