(Intisari Ceramah Dharma Dharmaraja Liansheng Pada Upacara Akbar Homa Cherenzig Tanggal 21 Januari 2011 di Taiwan Lei Tsang Temple)
Setelah Guru memperoleh Dharma dari Huangmei, Guru kembali ke Dusun Caohou - Shaozhou, tidak ada orang mengenalnya. Ada seorang Konghucuis Liu Zhilue, menerimanya dengan penuh hormat. Zhilue mempunyai seorang bibi yang menjadi bhiksuni, bernama Wujincang, sering memanjatkan MAHAPARINIRVANA SUTRA. Guru mendengar sebentar, langsung mengetahui arti mulia, dan menjelaskan satu per satu. Bhiksuni menanyakan kata-kata dalam Sutra, Guru bersabda, "Saya buta huruf, silahkan menanyakan artinya." Bhiksuni berkata, "Anda buta huruf, bagaimana mengerti artinya?" Guru bersabda, "Kebenaran mulia dari Para Buddha, tidak berhubungan dengan kata-kata."
Bhiksuni terkejut, sehingga memberitahu warga dusun, "Orang ini adalah sadhaka yang memiliki kebenaran, sebaiknya memberinya persembahan."
Ada seorang cicit Wei Wuhou yang bernama Cao Shuliang, bersama warga, berbondong-bondong datang memberikan penghormatan. Saat itu, sejak Vihara Tua Baolin habis terbakar, kemudian dibangun lagi dari awal, guru dibujuk tinggal di sana. Setelah dijadikan vihara, Guru tinggal di sana 9 bulan lebih, lalu dikejar lagi oleh gerombolan penjahat, guru pun sembunyi di gunung depan. Hutan di gunung depan pun dibakar, guru pun mengasingkan diri di dalam gua. Batu tempat guru bersila ada bekas lutut dan kisut baju, sehingga dinamakan Batu Pengungsian. Guru teringat Patriak V pernah berpesan untuk bersembunyi, sehingga Guru pun menyepi di dua dusun. Bhiksu Fahai, Orang Qujiang-Shaozhou. Pertama kali mengunjungi Guru Sesepuh dan bertanya, "Mohon beri petunjuk mengenai hati adalah Buddha." Guru bersabda, "Pikiran yang lampau tidak timbul adalah hati, pikiran yang akan datang tidak musnah adalah Buddha; menjadikan segala wujud adalah hati, meninggalkan segala wujud adalah Buddha. Jika saya menjelaskan keseluruhan, tidak ada habis-habisnya."
Pertama-tama, sembah sujud pada guru-guru silsilah: Bhiksu Liaoming, Guru Sakya Dezhung, Gyalwa Karmapa XVI, Guru Thubten Dhargye, sembah sujud pada adinata homa Cherenzig, sembah sujud pada Triratna Mandala.
Gurudhara, Para Acarya, Dharmacarya, Lama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, para umat se-Dharma, umat se-Dharma di internet, dan tamu agung kita hari ini -- my father Sdr. Er-shun Lu, my older sister Bibi Guru Sheng-mei Lu, my third sister Bibi Guru Guo-ying Lu and her husband, NAVAL ACADEMY R.O.C. Kaoshiung Prof. Qiu-ju Chen, pengusaha terkemuka Bpk. Feng-yi Lei, anggota parlemen Kabupaten Hualian Mei-yun You, Camat Tsaotun Bpk. Guo-hao Hong, sekjen Bpk. Bing-zai Lin, ketua bendahara Ibu Shu-mei Lin, ketua fasilitas umum tempat penampungan anak-anak Kecamatan Tsaotun Ibu Xue-ying Pan, anggota parlemen Kabupaten Nantou Zhuang Xu, Ketua Perintis Asosiasi Pengembangan Wanita Kota Taichung Ibu Shu-zhu Wei, Ketua Perintis Asosiasi Kasih Bunga Randu Kota Taichung Ibu Hui-mei Chen, akademisi Academy of Sinica Prof. Hsi-yi Chu dan istri Ibu Wen-wen Chen.
Sore ini, Gurudhara juga menyampaikan kata sambutan. Semua orang menyambut Gurudhara kembali ke Taiwan Lei Tsang Temple, sekaligus selamat buat Gurudhara bisa naik ke puncak tertinggi, kemudian melampauinya, semenjak itu, Beliau telah memandang terbuka, memandang tawar, bahkan mampu memahami sepenuhnya, Beliau adalah Gurudhara kita untuk selamanya. (Hadirin tepuk tangan)
Selanjutnya, perintah personalia, pertama, Shi Liancong dari Lianhu Leizang Si, Tawau - Malaysia Timur akan diberikan abhiseka Vajracarya. (Hadirin tepuk tangan) Lianchong, yaitu cong dari kata conglin (mahavihara), Lama Liancong kelak menjadi Acarya Liancong. Kedua, mengumumkan pendirian Persatuan Vihara Cabang Taiwan, kelak, di Taiwan ada 3 organisasi: Taiwan Lei Tsang Temple, True Buddha Vajrayana Association of ROC, ada lagi Persatuan Vihara Cabang Taiwan. Persatuan Vihara Cabang Taiwan adalah satu organisasi yang baru berdiri, kita berdoa semoga persatuan ini benar-benar memberikan kontribusi.
Mulacarya akan melakukan abhiseka Pancadhyani Buddha dan abhiseka Acarya kepada acarya baru, tergantung waktu Acarya Liancong dan Acarya Lianshi, sesuaikan waktu kalian untuk melakukan abhiseka.
Hari ini kita mengadakan homa Cherenzig. Seluruh kawasan Tibet, hampir semua adalah tempat ibadah Cherenzig. Ini juga ada alasannya, karena Tsongkhapa adalah perintis Gelugpa, Ia lahir di Qinghai - Huangzhong, sampai akhirnya, Ia belajar banyak Dharma Eksoterik dan Dharma Esoterik, Ia punya banyak karya tulis yang tak terhitung, malah Ia punya 8 murid utama yang dekat. Dalam Tantra disebut "Putra Hati", yaitu murid sejati di hati Mulacarya, bagai hubungan ayah dan putra disebut "Putra Hati", yaitu putra dalam Buddhadharma, disebut "Putra Hati". Putra Hati Tsongkhapa yang pertama bernama Khedrup Je, Khedrup Je adalah seorang Putra Hati yang paling awal berguru, belakangan berinkarnasi turun-temurun menjadi Panchen Lama, Putra Hati utama pertama adalah Panchan Lama; Putra Hati kedua mewakili Tsongkhapa bertemu Ming Cheng Zu -- Kaisar Yong Le, sementara yang tinggal di sisi Kaisar Yong Le, adalah Putra Hati kedua Tsongkhapa, bernama "Sakya Yeshe", belakangan inkarnasi menjadi "Zhang Jia Rinpoche"; Putra Hati ketiga Tsongkhapa, bernama Gedun Drupa, saat Tsongkhapa berumur 57 tahun, Ia datang bersarana, berlindung pada Tsongkhapa baru 5 tahun. Tsongkhapa umur 63 tahun parinirvana. Gedun Drupa ini, belakangan inkarnasi menjadi Dalai Lama. Dalai Lama adalah murid bungsu Tsongkhapa. Murid sulung adalah Panchen Lama; murid yang di tengah itu adalah Zhang Jia Rinpoche.
Karena perubahan realita, Panchen di Tibet belakang, Dalai di Tibet depan, hingga akhirnya berubah menjadi, orang nomor satu adalah Dalai Lama, orang nomor dua barulah Panchen Lama, secara teori, padahal murid sulung yang sebenarnya adalah Khedrup Je -- Panchen Lama, ini juga perubahan di dunia ini. Sesungguhnya, kita tahu, Panchen Lama adalah titisan Kalachakra, juga titisan Buddha Amitabha, sedangkan Dalai Lama adalah titisan Cherenzig. Karena titisan Cherenzig, seluruh bumi Tibet menjadi tempat ibadah Cherenzig, justru karena Cherenzig paling banyak menyeberangkan insan, sehingga, siswa junior malah besar, siswa senior malah kecil. Karena, hari ini kita menekuni homa Cherenzig, jadi, saya jelaskan mengapa di seluruh kawasan Tibet adalah Cherenzig, semua "Om Mani Padme Hum", setiap orang japa "Om Mani Padme Hum".
Buddha Kanjurwa dan Buddha Zhang Jia merupakan pecahan dari Jetsun Dhampa, Mahaguru dalam silsilah Gelugpa adalah Jetsun Dhampa Buddha Kanjurwa -- Thubten Nima (Thubten Lama) -- Thubten Dali (Thubten Lama) -- Thubten Dhargye -- Thubten Qimo (baca buku Sheng-yen Lu ke-198 MENYINGKAP TABIR MISTERI LANGIT dalam artikel yang berjudul Guru Thubten Dhargye), Mahaguru adalah Thubten Qimo. (Hadirin tepuk tangan) Pada asal muasal Gelugpa yang paling awal adalah Kanjurwa, Zhang Jia, Jetsun Dhampa -- titisan Sakya Yeshe, merupakan murid Tsongkhapa, Ia mewakili Tsongkhapa pergi ke tempat Ming Cheng Zu (Kaisar Yong Le), setelah itu, Zhang Jia Rinpoche dan Kanjurwa Rinpoche terus berhubungan dengan Tantra Daratan Cina, justru karena hubungan ini.
Sebelum berceramah Dharma, lebih dulu cerita sebentar tentang Cherenzig, kedua tangan di depan-Nya menopang ratnamani, ratnamani bisa memberikan segala pusaka kepada insan, dengan kata lain bisa menjelmakan segala pusaka kepada para insan, dapat mengabulkan harapan para insan. Satu tangan-Nya lagi (tangan kiri), memegang tertai, satu tangan lagi (tangan kanan) memegang mala; teratai melambangkan kesucian, mala melambangkan ketekunan, masing-masing ada lambangnya. Hari ini, Cherenzig dapat hadir di Taiwan Lei Tsang Temple kita, kita membabarkan Dharma Tantra dan mengabulkan harapan insan, kelak dapat mengabulkan harapan kita semua. (Hadirin tepuk tangan) Kita berterima kasih kepada adinata homa hari ini Cherenzig. (Hadirin tepuk tangan)
Kita jelaskan SUTRA ZEN PATRIAK VI (juga disebut Sutra Altar Patriak VI), Bab VII -- Jodoh dan Kesempatan, di dalam banyak bahasa umum, jadi, saya baca sekali, Setelah Guru memperoleh Dharma dari Huangmei, Guru kembali ke Dusun Caohou - Shaozhou, tidak ada orang mengenalnya. Ada seorang Konghucuis Liu Zhilue, menerimanya dengan penuh hormat. Zhilue mempunyai seorang bibi yang menjadi bhiksuni, bernama Wujincang, sering memanjatkan MAHAPARINIRVANA SUTRA. Guru mendengar sebentar, langsung mengetahui arti mulia, dan menjelaskan satu per satu. Bhiksuni menanyakan kata-kata dalam Sutra, Guru bersabda, "Saya buta huruf, silahkan menanyakan artinya." Bhiksuni berkata, "Anda buta huruf, bagaimana mengerti artinya?" Guru bersabda, "Kebenaran mulia dari Para Buddha, tidak berhubungan dengan kata-kata."
Bhiksuni terkejut, sehingga memberitahu warga dusun, "Orang ini adalah sadhaka yang memiliki kebenaran, sebaiknya memberinya persembahan."
Ada seorang cicit Wei Wuhou yang bernama Cao Shuliang, bersama warga, berbondong-bondong datang memberikan penghormatan. Saat itu, sejak Vihara Tua Baolin habis terbakar, kemudian dibangun lagi dari awal, guru dibujuk tinggal di sana. Setelah dijadikan vihara, Guru tinggal di sana 9 bulan lebih, lalu dikejar lagi oleh gerombolan penjahat, guru pun sembunyi di gunung depan. Hutan di gunung depan pun dibakar, guru pun mengasingkan diri di dalam gua. Batu tempat guru bersila ada bekas lutut dan kisut baju, sehingga dinamakan Batu Pengungsian. Guru teringat Patriak V pernah berpesan untuk bersembunyi, sehingga Guru pun menyepi di dua dusun. Bhiksu Fahai, Orang Qujiang-Shaozhou. Pertama kali mengunjungi Guru Sesepuh dan bertanya, "Mohon beri petunjuk mengenai hati adalah Buddha." Guru bersabda, "Pikiran yang lampau tidak timbul adalah hati, pikiran yang akan datang tidak musnah adalah Buddha; menjadikan segala wujud adalah hati, meninggalkan segala wujud adalah Buddha. Jika saya menjelaskan keseluruhan, tidak ada habis-habisnya."
Huangmei berarti Gunung Huangmei, Patriak VI justru mendapatkan Dharma dari tempat Patriak V di Huangmei, dengan kata lain, mendapatkan Dharma dari Huangmei. Ia kembai ke Dusun Caohou, Shaozhou, tidak ada orang yang tahu Ia telah mendapatkan kebenaran Dharma -- memahami hati dan menyaksikan Buddhata, tidak ada seorang pun yang tahu. Sesungguhnya, penampilan Patriak VI, juga sama dengan orang biasa, setiap orang memiliki Buddhata, namun, penampilan setiap orang, juga tidak menunjukkan bahwa ia memiliki Buddhata, yang di dalam tidak dapat ditunjukkan. Jadi, ada orang bertanya, "Anda mau mempersunting istri cantik atau jelek?" Ada yang mengatakan, "Saya mau mempersunting yang cantik." "Mengapa sebagian besar mau mempersunting yang cantik? Tidak memilih yang jelek?" Orang itu pun menjawab, "Karena jelek itu seumur hidup, cantik juga bisa berubah menjadi jelek! Namun, cantik tetap ada saatnya cantik!" Orang lain bertanya padanya, "Mengapa Anda tidak mempersunting istri yang punya kecantikan dalam?" "Karena, orang yang punya kecantikan dalam tidak terlihat!" Setiap orang mempersunting istri, sebagian besar juga mempersunting penampilan; menikahi seorang pria juga menikahi penampilan, yang berperawakan tinggi tampan. Awalnya saya menikah, Gurudhara mengatakan ia sangat menyesal, karena perawakan saya tidak tinggi, juga tidak begitu tampan, biasa-biasa saja! Masih lumayan, menyesal, sulit dikatakan juga! Yang berperawakan tinggi, belum tentu berhasil! (Hadirin tepuk tangan) Karena, kita lebih dekat ke permukaan bumi, jadi, kita lebih mudah mendapatkan kebijaksanaan bumi! Perawakan tinggi belum tentu cerdas! Benar tidak? Seperti Mahaguru, terlalu cerdas.
Patriak VI begitu tiba di Dusun Caohou, Shaozhou, tidak ada orang yang kenal Patriak VI, tidak ada satu pun yang kenal, hanya ada seorang Konghucuis, yaitu penekun Konghucuisme pada saat itu, penganut paham Konghucuisme, bernama Liu Zhilue, sangat baik terhadap Patriak VI. Liu Zhilue punya seorang bibi adalah bhiksuni, nama Dharmanya Wujincang, Wujincang juga sangat bijaksana, ia sering memanjatkan MAHAPARINIRVANA SUTRA. Saya pernah mengatakan, MAHAPARINIRVANA SUTRA adalah sutra panjang di dalam PARINIRVANA SUTRA, PARINIRVANA SUTRA adalah sutra ringkas; MAHAPARINIRVANA SUTRA yang lebih ringkas lagi adalah VAJRACHEDIKA PRAJNAPARAMITA SUTRA; sedangkan VAJRACHEDIKA PRAJNAPARAMITA SUTRA yang lebih ringkas lagi adalah PRAJNAPARAMITA HRDAYA SUTRA, MAHAPARINIRVANA SUTRA adalah satu kitab sutra yang paling panjang di dalam Tripitaka dan 12 tipe kitab suci. Ia sering memanjatkan MAHAPARINIRVANA SUTRA. Setelah Patriak VI mendengar ia membaca MAHAPARINIRVANA SUTRA, langsung mengerti apa yang dijelaskan dalam MAHAPARINIRVANA SUTRA, sekali mendengarkan, langsung paham dan tahu arti mulianya, Ia pun menjelaskan MAHAPARINIRVANA SUTRA untuk Wujicang. Namun, bhiksuni ini bertanya pada-Nya arti kata-kata di dalam MAHAPARINIRVANA SUTRA, Patriak VI bersabda, "Saya buta huruf, namun, saya tahu kebenaran pertama atau arti mulia di dalamnya." Bhiksuni tidak percaya, ia berkata, "Anda buta huruf, bagaimana bisa memahami artinya?" Patriak VI pun bersabda, "Kebenaran mulia Para Buddha tidak berhubungan dengan kata-kata." Pernyataan ini, saya mau jelaskan pada Anda semua, "Walau buta huruf, mana mungkin mengerti arti?" Patriak VI berkata, "Kebenaran mulia Para Buddha, tidak berhubungan dengan kata-kata." Tidak berhubungan dengan kata-kata, mengenai ini, kita semua tidak jelas.
Kita dari TK, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi, master, doktor, yang kita pelajari di sekolah adalah kata-kata, "Tidak bersekolah, bagaimana mengerti kebenaran Buddha?" Ketahuilah, kebenaran mulia dari Tathagata yang sesungguhnya tidak berhubungan dengan kata-kata, namun, Anda mau mengetahui kebenaran mulia dari Tathagata, Anda harus baca buku, baca Sutra, setelah baca Sutra, lewat petunjuk Mahakalyana-mitra, Anda baru tahu "Oh! Ini baru kebenaran mulia!" "Ini baru kebenaran yang mendalam!" "Ternyata, ini adalah kebenaran pertama Buddha! Aneh sekali, Anda belajar kata-kata, hingga akhirnya tak disangka tidak berhubungan dengan kata-kata, inilah yang saya katakan: memahami hati dan pencerahan tidak berhubungan dengan kata-kata.
Saya menyuruh Anda menuliskan kata-kata untuk melihat maksud yang mendalam di dalam kata-kata Anda, arti mendalamnya, bukan melihat Anda menulis satu karangan panjang, dari awal menulis sampai akhir, dari Pan’gu menciptakan langit dan bumi, hingga sekarang, hingga melahirkan anak, cucu, segala pengalaman ditulis di atasnya, filosofi pun ditulis semua! Bukan ini, beberapa kata saja beres, karena di dalam beberapa kata saja, ada kebenaran yang mendalam, ada kebenaran mulia, tidak perlu disampaikan dengan kata-kata, tidak berhubungan dengan kata-kata. Mari kita cerahi ini! Banyak hal berhubungan dengan kata-kata, namun, kebenaran mulia yang sesungguhnya tidak berhubungan dengan kata-kata, siapa teragung, "menyatu dengan kebenaran adalah agung", ini tidak perlu berebut! Siapa teragung? Asalkan tahu kebenaran mulia, tahu kebenaran yang mendalam, Anda pun teragung dan duduk di Dharmasana tertinggi.
Ada sebuah joke tentang berebut tempat duduk, ada seorang buta, seorang pendek, seorang bungkuk, ketiganya berebut duduk di tempat tertinggi. Setiap orang harus menyampaikan satu pernyataan, pernyataan mana yang paling hebat, dia lah yang duduk di tempat tertinggi. Si buta lebih dulu bicara, "Tidak ada orang yang saya pandang, jadi saya adalah kakak sulung, saya harus duduk tempat tertinggi." Tidak ada orang yang dia pandang, tentu saja dia tertinggi! Si pendek pun berkata, "Saya bukan orang biasa (tinggi)." "Chang" (biasa) selafal dengan "Chang" (tinggi), si pendek mengatakan semua orang kalah dengannya, jadi ia tertinggi. Si bungkuk pun berkata, "Kalian semua adalah generasi keponakan (lurus) saya." Semua adalah keponakan, "Zhi" (keponakan) dan "Zhi" (lurus) juga selafal, kalian semua adalah generasi "keponakan" (punggung lurus), hanya saya "bungkuk", "Zhi=keponakan (zhi=lurus) tentu saja lebih kecil, jadi ia tertinggi. Ini hanya sebuah joke tentang pelafalan.
Yang benar-benar tertinggi, di sini dikatakan, adalah Patriak VI. Belum tentu pernah membaca MAHAPARINIRVANA SUTRA, namun Ia tahu arti mendalam dari MAHAPARINIRVANA SUTRA, Ia telah memahami hati dan menyaksikan Buddhata, sangat mengejutkan! Tidak mengerti kata-kata, tidak perlu baca Sutra, tak disangka Ia dapat memperoleh arti mendalam. Justru Patriak V Hongren langsung menyingkap-Nya, Ia pun mengerti segala kebenaran yang mendalam, di sinilah maknanya.
Di sana, Patriak VI juga bisa menjelaskan kebenaran Buddha kepada Bhiksuni Wujicang, Ia tidak makan gratis di sana. Di sini ada sebuah joke, ada seseorang pergi ke rumah orang lain minum arak, terus minum tidak ada habis-habisnya, hingga larut malam, tuan rumah terus berpikir ingin mengusirnya, ia tidak pergi-pergi, melihat di luar awan gelap menyelimuti, sepertinya hampir turun hujan, ia pun berkata pada orang yang minum arak tersebut, "Di luar sudah hampir hujan." Orang itu berkata, "Hujan, kebetulan, saya tidak perlu beranjak." Ia tetap terus minum arak di dalam. Tak lama kemudian, awan gelap hilang, agak cerah, tidak ada tanda-tanda turun hujan, namun, malam sudah sangat larut. Tuan rumah pun berkata padanya, "Tidak akan turun hujan lagi." Orang yang minum arak tersebut berkata, "Lebih baik tidak turun hujan, sehingga saya tidak perlu kuatir akan turun hujan, lanjut lagi minum arak."
Maksud saya menceritakan ini bukan berarti Patriak VI makan dan minum gratis di sana, Ia tetap mencoba menjelaskan arti mendalam dari MAHAPARINIRVANA SUTRA kepada Bhiksuni Wujicang. Bhiksuni sangat terkejut, memberitahu seluruh warga desa, mengira Patriak VI adalah orang yang memiliki kebenaran, seharusnya memberi-Nya persembahan, "Seharusnya memberikan persembahan kepada orang ini." Jadi, mengapa kalian memberikan persembahan kepada Mahaguru? Memberikan persembahan kepada Mulaguru? Karena Mahaguru mengerti arti mendalam, mengerti kebenaran mulia. (Hadirin tepuk tangan) Tidak makan dan minum gratis! Saya makan dan minum gratis lalu menginap di rumah Anda, pangan, sandang, papan, transportasi yang Anda persembahkan pada saya, saya mesti memberikan sesuatu kepada Anda, sesuatu yang saya berikan pada Anda adalah kebenaran mulia Para Buddha, itulah kebenaran yang mendalam. (Hadirin tepuk tangan)
Ketahuilah! Kebenaran yang mendalam "tidak berhubungan dengan kata-kata", jika kalian memanah, tidak boleh tulis keempat kata ini. Mahaguru telah mengatakan, jika ada yang menulis "tidak berhubungan dengan kata-kata", memang benar! Saya tahu "tidak berhubungan dengan kata-kata", tidak berhubungan sedikit pun dengan kata-kata, mengapa? Sang Buddha juga mengatakan, Buddha Sakyamuni berceramah 49 tahun, namun tidak mengucapkan sepatah kata pun, inilah "tidak berhubungan dengan kata-kata"! Patriak VI juga bersabda, "Tidak berhubungan dengan kata-kata"! Anda memanah tidak boleh menulis keempat kata ini, memang benar, "tidak berhubungan dengan kata-kata", memang "tidak berhubungan dengan kata-kata". Dapatkah Anda mencerahi arti yang lebih dalam dari "tidak berhubungan dengan kata-kata"? Maksud saya bhiksu-bhiksu yang duduk di bawah, jika dapat menulis arti yang paling dalam dari "tidak berhubungan dengan kata-kata" itu apa, tulis dan perlihatkan pada saya, hari ini tulis dan berikan pada saya, besok diangkat jadi Vajracarya. Mengapa "tidak berhubungan dengan kata-kata"? Di manakah kebenaran yang mendalam? Mesti diresapi sendiri, dipecahkan sendiri, dicerahi sendiri, Anda dapat mencerahinya, Anda pun duduk di Dharmasana tinggi, menerima persembahan dari para insan.
Buddha juga "layak diberikan persembahan", pratyeka juga "layak diberikan persembahan", Bodhisattva juga "layak diberikan persembahan", Arahat juga "layak diberikan persembahan", karena Mereka telah mampu mencapai pembebasan, baru dapat menerima persembahan dari para insan. Jika tidak mampu mencapai pembebasan, berarti "Sangha awam"; yang mampu mencapai pembebasan, berarti "Arya Sangha". Buddha juga dijuluki "layak diberikan persembahan" -- selayaknya diberikan persembahan, Bodhisattva juga "layak diberikan persembahan", Sravaka juga "layak diberikan persembahan", Pratyeka juga "layak diberikan persembahan", boleh menerima persembahan.
Di sini disebutkan, ada seorang cicit Wei Wuhou, Cao Shuliang, yakni keturunan Cao Cao pun datang memberi penghormatan dan persembahan kepada Patriak VI, kemudian memberikan tempat tinggal. Patriak VI tinggal di sana 9 bulan, "dikejar oleh gerombolan penjahat", apa itu gerombolan penjahat? Repot! Setelah Ia memperoleh kebenaran, ia pun harus kabur ke mana-mana, setiap orang menginginkan Patriak VI, orang-orang yang ingin mendapatkan silsilah pun memburu-Nya, orang-orang itu disebut gerombolan penjahat.
Patriak VI memperoleh kebenaran yang mendalam, setelah Patriak V Hongren mewariskan Dharma kepada-Nya, Ia bawa jubah silsilah lalu kabur, di belakang ada orang mengejar, orang-orang yang mengejarnya ini adalah gerombolan penjahat, yaitu ingin membunuh-Nya, kemudian dirinya menjadi Patriak VI. Setelah Patriak VI memperoleh kebenaran, Ia pun kabur, Ia menyepi di gunung depan, bahkan dibakar oleh gerombolan penjahat ini, benar-benar sangat kejam, ini disebut jealous, iri! Iri Ia telah mencapai pencerahan dan memahami hati, memahami hati dan menyaksikan Buddhata! Iri padanya! Lantas mau memburu-Nya, sungguh sangat menakutkan. Saat ini, Patriak VI mengasingkan diri di sebuah gua, supaya terhindar dari maut. Hari ini, batu itu, masih ada bekas Patriak VI duduk bersila di sana, serta terjiplak kisut bajunya, batu itu dinamakan "batu pengungsian".
Acarya Changzhi sekampung dengan Patriak VI, wajahnya juga kurang lebih sama dengan Patriak VI, perawakan juga kurang lebih sama, Patriak VI juga kurus, wajah juga kurang lebih sama, apakah Patriak VI tetangga Anda? Pernahkah Anda melihat "batu pengungsian"? Ada! Lihat, benar apa kata saya! Changzhi pernah melihat "batu pengungsian"! Seberapa jauh rumah Anda dari Vihara Baolin? Dari Guangzhou ke sana sekitar 1 jam, sejam lebih bisa sampai di Vihara Baolin. Sekarang Vihara Baolin disebut juga Vihara Nanhua, Acarya Changzhi yang mengatakan, daya ingat Changzhi sangat kuat! Ia ada hubungan dengan Patriak VI! Banyak Buddhadharma, kalian tanya Beliau, apapun Buddhadharma yang Anda tanyakan pada Beliau, tidak bisa mempersulitnya, ia adalah pusaka pelindung vihara Taiwan Lei Tsang Temple! (Hadirin tepuk tangan) Pusaka pelindung di sini.
Saat ini, Patriak VI teringat, Patriak V sempat mengucapkan satu gatha untuk-Nya, saat bertemu apa harus berhenti, saat bertemu apa harus mengasingkan diri, Patriak V sempat berpesan seperti itu. Jadi, Ia pun menyepi di 2 dusun kecil. Di dalam dusun kecil ada seorang bhiksu, bernama Fahai. Fahai ini, bukan Acarya Lianhai kita, melainkan Fahai, bukan Bhiksu Fahai dari Vihara Jinshan yang bertarung bersama Bai Suzhen -- Bai Niangniang (siluman ular putih) itu, tidak sama. Fahai ini adalah Orang Qujiang - Shaozhou, datang sembah sujud pada Patriak VI, "Mohon beri petunjuk tentang hati adalah Buddha ", "Mohon Anda mengajari saya" apa artinya hati adalah Buddha. Patriak VI pun bersabda, "Pikiran yang lampau tidak timbul adalah hati, pikiran yang akan datang tidak musnah adalah Buddha", ada yang salah paham dengan kalimat ini. Ada orang mengira "pikiran yang lampau" telah berlalu, "pikiran yang akan datang" belum terjadi, di antaranya adalah Buddhata. Ini salah paham, Patriak VI bukan bermaksud demikian. Patriak VI bersabda, dulu yang sudah berlalu, semua sudah berlalu, jangan taruh di hati, yang akan datang, Anda juga tidak perlu hiraukan, saat ini, tidak ada "pikiran yang lampau", "pikiran yang akan datang", yang akan datang juga sama, akan berubah menjadi sekarang dan masa lalu, semua akan musnah, karena tidak ada "pikiran yang lampau", juga tidak ada "pikiran yang akan datang", saat ini barulah Buddha; bukan di antara "pikiran yang lampau" dan "pikiran yang akan datang". Banyak orang salah paham kedua kalimat ini. Demi kedua kalimat ini, dari dulu terus berdebat sampai sekarang, tidak tahu di mana arti sesungguhnya, sekarang hanya Mahaguru Lu yang tahu. (Hadirin tepuk tangan)
Yang telah berlalu, semua telah berlalu, yang akan datang juga akan menjadi sekarang, kemudian, akan menjadi masa lalu juga, semuanya tetap tidak ditaruh di hati, saat ini, Andalah Buddha. Inilah maksud dari sabda Patriak VI. (Hadirin tepuk tangan) Dengan kata lain, semua pikiran, tidak ditaruh di hati, semua dibiarkan berlalu; jika Anda mampu tidak menaruh di hati semua lingkungan luar, semua pikiran dibiarkan berlalu, sama dengan tiada pikiran, saat ini, Andalah Buddha, inilah sabda Patriak VI. Dengarkan baik-baik! Banyak penekun Zen mengira di antara "pikiran yang lampau telah berlalu, pikiran yang akan datang belum terjadi", itulah Buddha, it's wrong! Mistake! Wrong! I say true, not kidding.
Buddha adalah tiada pikiran. Mengapa bisa tiada pikiran? Karena semua pikiran tidak ditaruh di hati, ini barulah Buddha, inilah satu sabda Patriak VI yang sangat penting. Anda semua jangan bego, dibohongi penekun Zen. Sebenarnya, banyak orang sangat bego, dibohongi pun tidak tahu, sungguh, Anda mendengar bhiksu menjelaskan Sutra, lalu ikut dia! Anda tidak tahu telah dibohonginya. Ia berkata, "Di antara pikiran yang lampau telah berlalu, pikiran yang akan datang belum terjadi, itulah Buddha." Mistake! Anda ikut belajar seperti itu, Anda pun salah. Semua pikiran, tidak ditaruh di hati, sama dengan tiada pikiran, tiada pikiran adalah Buddha.
Ada seorang ayah mau bepergian jauh, anaknya sangat bodoh, ia pikir, "Anak saya begitu bodoh, bagaimana jika teman saya datang berkunjung?" Ia pun menulis sebuah memo menerangkan: ayah bepergian, jika teman ayah datang berkunjung, tolong tuangi teh untuk mereka, layani mereka menginap di rumah kita. Ia berpesan pada anaknya, "Layani baik-baik teman saya, saya bepergian, tiga hari kemudian baru pulang." Anak berkata, "Baik." Lalu menunggu temannya datang berkunjung. Menunggu sehari, menunggu 2 hari, menunggu 3 hari, begitu si anak melihat, wah! Sudah tiga hari, tidak ada teman datang berkunjung, bagus sekali! Lalu memo ini dibakar. Begitu ia habis membakarnya, hari ketiga sorenya, teman-teman ayahnya pun datang. Ia berkata, "Habis! Habis!" Ia mau mencari memo itu untuk membaca bagaimana melayani teman-teman ayahnya, teman itu berkata, "Siapa habis? Kapan ayah kamu habis?" Ia menjawab, "Sudah terbakar." Inilah anak bodoh! Menuruti kata-kata, bicara menuruti ucapan Anda, ini keliru. Kita harus mengerti maksud Patriak VI, "Pikiran yang lampau tidak timbul itulah hati, pikiran yang akan datang tidak musnah itulah Buddha" kedua kalimat ini, kita diskusi, menurut saya "tidak menetap pada pikiran yang lampau itulah hati, tidak menetap pada pikiran yang akan datang itulah Buddha", diganti seperti ini, maka jelaslah. (Hadirin tepuk tangan)
"Menjadikan segala wujud adalah hati, meninggalkan segala wujud adalah Buddha", kedua kalimat ini juga menarik. "Meninggalkan segala wujud adalah Buddha", sebenarnya sama dengan yang saya katakan sebelumnya. Ada satu orang, tinggal di tengah, di kanan tinggallah seorang tukang besi, di kiri tinggallah seorang tukang tembaga, setiap hari berisik minta ampun, di sini tempah besi "Tingtang! Tingtang! Tingtang!", di sana tempah tembaga "Tingtong! Tingtong! Tingtong!" Setiap hari berisik minta ampun. Ia pun berkata pada kedua tetangganya, "Mari kita berunding sebentar! Saya traktir." Sehabis minum arak, ia berkata, "Kalian pindah ke tempat lain, ya?" Keduanya berunding sebentar, lalu kembali dan berkata pada orang yang tinggal di tengah, "Baiklah! Kami memutuskan untuk pindah." Orang itu sangat gembira! "Besok kami pindah." Oh! Lebih senang lagi, akhirnya melihat tukang besi pindah, tukang tembaga juga pindah. Keesokan harinya begitu bangun tidur, di sebelahnya tetap tempah besi, di sebelahnya lagi tetap tempah tembaga, "Bukanlah kalian mau pindah? Mengapa masih belum pindah?" "Saya sudah traktir, mohon kalian pindah, uang juga sudah dibayar, biaya pindah rumah juga sudah dibayarkan, mengapa kalian belum pindah?" "Kami saling pindah rumah, ia pindah ke rumah saya, saya pindah ke rumahnya."
"Menjadikan segala wujud adalah hati, meninggalkan segala wujud adalah Buddha", kalimat ini sama dengan kalimat yang sebelumnya. Mengertikah kalian? "Menjadikan segala wujud adalah hati", yaitu ada pikiran di dalam hati Anda disebut "menjadikan segala wujud", sedangkan "meninggalkan segala wujud" adalah semua pikiran tidak ada lagi, semua wujud tidak timbul lagi. "Itulah Buddha", bukankah sama? Jadi dikatakan, "tidak menetap pada pikiran yang lampau adalah hati, tidak menetap pada pikiran yang akan datang adalah Buddha", "menjadikan segala wujud adalah hati, meninggalkan segala wujud adalah Buddha". Di dalam hati menanggung segala wujud, wujud insan, Anda melihat orang ini sangat cantik, Anda pun sangat senang; melihat orang ini sangat jelek, Anda pun merasa sangat muak; Anda mencium wangi, sangat suka; Anda mencium bau, menutup hidung dan lari secepatnya, inilah "wujud" di hati Anda. Anda bertemu lingkungan yang tidak baik, namun bisa tetap tenang, tidak menetap di hati, tetap bisa melewati.
Banyak bhiksu/ni Lama berkata pada saya, "Saya mesti meninggalkan tempat ibadah itu." Kemudian pergi ke tempat ibadah lain, "tempat ibadah ini juga tidak baik, saya mau meninggalkan tempat ibadah ini." Lalu meninggalkan tempat ibadah ini, pergi ke tempat ibadah lain, "Tempat ibadah ini juga tidak baik." Seharian sampai malam keliling tempat ibadah, mencari tempat ibadah, mencari sana mencari sini, semua tidak baik. Saya bertanya pada Anda! Di dunia ini mana ada yang sempurna? Anda carikan untuk saya, saya tinggal di sana. Dunia ini! Mana ada yang sempurna, tidak ada satu pun tempat yang baik. Ketahuilah, sungguh. Tempat ibadah mana yang sepenuhnya sesuai dengan kriteria Anda? Tidak ada. Hati Anda harus sepenuhnya tiada hati, tidak menetap pada segala wujud, di tempat mana pun bisa beradaptasi, Anda barulah Buddha sejati. Jika Anda tidak bisa adaptasi di sana, itu berarti sedang melatih diri Anda sendiri. Tempat mana pun adalah tempat ibadah, insan mana pun adalah Buddha, tempat manapun adalah istana Buddha. Jika Anda berhasil mencapai "Yoga satu rasa", semua kerabat adalah Buddha Bodhisattva, tempat tinggal Anda adalah istana langit, tempat Anda berpijak adalah tanah pusaka dari emas. Begitulah yoga satu rasa, semua insan adalah Buddha Bodhisattva, inilah sabda Patriak VI, penting sekali, Anda harus bisa biasa-biasa saja walau berada di dalam lingkungan yang tidak baik.
Yang paling kita takuti, mempersunting istri yang sangat galak, ini paling ditakuti, inilah takut istri. Ada orang, begitu mendengar suara istri, sekujur badan gemetaran. Ada orang melihat bayangan istri, seluruh tubuh gemetaran. Ada lagi satu orang, "Saya melihat ceret pun sekujur tubuh gemetaran." "Mengapa Anda melihat ceret sekujur tubuh gemetaran?" "Tidak tahukah Anda? Ceret ini begini (Mahaguru meniru ceret)!" Melihat ceret! Sekujur tubuh gemetaran. Ada seorang takut istri, istri menghukumnya berlutut, "Berlutut!" Ia berlutut, beranjali di sana. Kebetulan teman kerjanya masuk, begitu melihat ia berlutut di sana dan beranjali, bertanya ada apa? "Saya sedang berdoa untuk kedamaian dunia", sebenarnya dihukum berlutut oleh istrinya.
Ada sekawanan suami takut istri sedang rapat, saat semuanya sedang berunding cukup seru, ada sekawanan istri datang setelah mendengarkan kabar, semua orang berlarian, hanya ada satu yang duduk tidak bergerak. Semua mengira dia paling berani, ternyata dia sudah mati ketakutan.
Di Vancouver, Canada ada PTT Buddhist Society, disingkat menjadi PTT, Temple adalah T, Bodhi adalah T, apa artinya P? Saya juga tidak jelas, mereka sebut PTT, yaitu "Asosiasi Takut Istri". Sepertinya pernah menceritakan sebuah cerita lucu, Tuhan ingin tahu siapa takut istri, siapa tidak takut istri, Ia pun pasang sebuah plakat, "Takut istri berdiri di sini", "tidak takut istri berdiri di sana", alhasil barisan takut istri sangat panjang, tidak takut istri hanya satu orang. Tuhan sangat terharu, memuji orang yang tidak takut istri ini, Ia berkata, "Mengapa Anda tidak takut istri? Sebutkan alasan Anda." Orang yang berdiri di bagian tidak takut istri pun berkata, "Justru istri saya yang menyuruh saya berdiri di sini." Ternyata tetap takut istri. Feng-yi Lei yang duduk di bawah, ia tertawa paling bahagia! Saya tahu alasan Anda bahagia, karena istri Anda tidak datang.
Sebenarnya, sungguh, Gurudhara juga pernah mengucapkan kalimat, "Segalanya tidak apa-apa." Mahaguru juga sama, "Segalanya tidak apa-apa." Jika "segalanya tidak apa-apa", Anda bisa tenang. Hari ini ada seorang bhiksu Lama bertanya pada saya, "Bagaimana saya menenangkan hati? Mohon Mahaguru mengajarkan saya bagaimana menenangkan hati." Hari ini, saya akan menjawab Anda, Anda harus "segalanya tidak apa-apa", hati Anda pun tenang; belajarlah "segalanya tidak apa-apa", Mahaguru juga segalanya tidak apa-apa! Gurudhara sekarang juga "segalanya tidak apa-apa", loh! (Hadirin tepuk tangan) Gurudhara adalah selamanya adalah Gurudhara, selamanya adalah "ibusuri" (hadirin tepuk tangan) Ia pernah mengatakan lho! Ia "segalanya tidak apa-apa"! Sekarang Mahaguru akhirnya tenang!
Patriak VI bersabda, jika semuanya diungkapkan, segala kebenaran Buddha diungkapkan, sesungguhnya, tidak ada habis-habisnya diungkapkan, tidak ada batasnya, kebenaran Buddha tidak ada batasnya, tiada awal maupun akhir, tidak ada awal juga tidak ada akhir. Kebenaran Buddha yang sesungguhnya, juga tidak ada awal, juga tidak ada akhir, segala kebenaran Buddha berada di dalamnya. Sekian hari ini. Om Mani Padme Hum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar