KATA PENGANTAR
Didalam menjalankan kehidupan ini, kadang begitu banyak masalah yang harus dihadapi oleh umat manusia. Kehidupan mereka di dunia ini tidaklah selalu berjalan dengan baik dan lancar. Semua itu karena karma baik dan buruk yang mereka sendiri tanamkan pada kehidupan yang lalu. Tapi tidak semua manusia menyadari adanya karma itu sendiri, dan tidak percaya adanya reinkarnasi dan kehidupan yang lain diluar kehidupan yang sekarang ini.
Banyak dari mereka telah terjebak dalam keduniawian dan tidak rela untuk melepaskannya. Sehingga ibadah yang mereka lakukan dikehidupan ini kebanyakan hanya suatu kewajiban saja dan tidak menjalaninya dengan setulus hati. Sesungguhnya banyak manusia di dunia ini yang memiliki benih yang baik untuk bisa membina diri dan mencapai pencerahan, sehingga mereka bisa menjalani kehidupan didunia ini dengan lebih baik dan tenang, tiada kekuatiran dan penderitaan.
Tapi mereka takut untuk menjalaninya, karena mereka menganggap bahwa membina diri dan mendekatkan diri pada Buddha-Bodhisattva sama artinya dengan meninggalkan semua kesenangan dan keluarga, hingga bisa mengarahkan mereka menjadi Biksu/Biksuni nantinya. Banyak dari mereka berusaha menghindari diri dari para Dewa.
Aku sungguh menyayangkan mereka, yang awalnya membina diri, tapi saat mulai terbuka dan mulai bisa menyatu dengan alam semesta, mereka kembali terjebak dalam keduniawiannya. Yang awalnya bersemangat untuk membina diri, saat telah mendapatkan kontak batin dan mengetahui jati diri, ketika mereka disibukkan lagi oleh keduniawian, mereka tidak bersemangat lagi dan menjauhkan diri dari para Dewa. Kadang kala mengetahui jati diri belum tentu bisa membuat mereka tetap dijalan Buddha-Bodhisattva. Walau dalam pembinaan diri mereka telah mendapatkan kelebihan tertentu, mereka tidak berani untuk mempergunakan kelebihan mereka dalam jalan dharma, takut, tidak percaya diri ataupun tidak mau mempergunakannya dalam jalan Dharma karena mereka merasa tidak mendapat manfaat, dan tidak mendapatkan apa-apa.
Sebenarnya pembinaan diri yang benar, bukanlah untuk menjadi orang suci ataupun mencari kesaktian. Tapi untuk melepaskan rantai tumimbal lahir, terlahir di alam Sukhavati dan mencapai keBuddhaan. Bukan keBuddhaan pada kulit luar, dengan berusaha merubah diri dan penampilan menjadi lebih baik. Bukan tubuh dan pakaian yang harus berubah, tapi hati dan pikiranlah yang harus berubah menjadi lebih baik. Karena berubahnya penampilan luar bisa membohongi manusia, tapi berubahnya hati dan pikiran ke arah yang baik hanya Buddha-Bodhisattva yang mengetahuinya.
Aku menuliskan buku ini, semata-mata bukan untuk memamerkan kelebihanku ataupun mencoba mempengaruhi semua orang untuk mengikuti jalanku sekarang ini, tapi hanya ingin berbagi pengalaman, agar mereka bisa mengetahui diri mereka sendiri dan tidak perlu takut menjalani pembinaan diri, karena semua yang kita pikirkan tidaklah yang sebenarnya. Kelebihan yang aku dapatkan, aku tidak pernah membanggakannya apalagi memanfaatkannya untuk diriku sendiri, karena semua yang aku dapatkan asalnya dari para Buddha-Bodhisattva.
OM MANI PADME HUM
Penulis
Pendahuluan
Ini adalah buku kedua yang aku tulis, isinya agak jauh berbeda dengan isi buku pertamaku. Penemuan jati diri kehidupan lalu yang telah kuketahui selama ini ternyata baru sebagian kecil terbuka. Semakin mendalami jalan hidupku saat ini, aku semakin diperlihatkan banyak hal-hal baru dan tidak masuk akal menurut pemahamanku sebagai manusia awam. Aku kira setelah aku mengetahui jati diriku, itu sudah selesai sampai disitu dan aku hanya menjalankan kehidupanku dengan baik saja, tidak berbuat hal-hal yang jahat dan banyak berbuat kebajikan.
Ternyata semakin mengikuti bimbingan ada rencana lain yang telah digaris padaku, yang tidak bisa aku pahami dan tidak masuk akal. menurut petunjuk Guru-Guruku dari angkasa, semua ini telah diatur dari awal dan masih rahasia langit dan kedepannya banyak tugas yang harus aku jalankan. Aku diminta untuk menjalankan hidup dengan baik, selalu mendengarkan petunjuk para Dewa, terlebih bimbingan Guru-Guruku maka aku tidak akan tersesat dan salah jalan.
Dalam buku pertamaku, aku tidak menceritakan jati diriku karena para Dewa belum mengizinkan aku menulisnya. Dan pada buku keduaku ini, disamping tugas dan tanggung jawabku dalam menjalankan misi lebih berat, agar semua orang tidak bertanya-tanya dan berprasangka, maka dibuku keduaku ini aku akan kembali menceritakan apa yang kualami selama mendapatkan kontak batin dengan para Dewa dan misi apa yang sedang aku jalankan.
Mungkin keluarnya buku kedua ini akan banyak memicu pertentangan dan kritikan yang lebih keras, karena mungkin banyak orang yang tidak percaya dengan tulisanku ini. Tapi aku tidak bisa menutupi kebenaran yang telah kudapatkan, langit sudah memberi petunjuk padaku bahwa aku harus menulis semuanya, itu pesan para Dewa kepadaku.
Saat ini, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya jika tulisan buku ke-2 ini tidak sesuai dengan pemahaman dan keinginan para pembaca dan para umat se-dharma. Aku tidak dapat berbuat banyak, apalagi berusaha untuk menghindar dari tanggung jawab yang telah diberikan kepadaku. Aku harus menjalankan jalan hidupku ini sesuai dengan arahan dan bimbingan para Dewa. aku tak mungkin lagi berbalik dan menentang kehendak langit. Kehidupanku yang sekarang, adalah kesempatan untuk bisa kembali ketempat asalku. Jika aku melewatkan kesempatan ini dan tidak menghiraukannya, mungkin aku harus kembali mengalami tumimbal lahir dan harus menunggu kesempatan untuk bisa kembali yang tidak diketahui kapan waktunya.
Setelah sekian lama aku bertemu dengan banyak orang yang menanyakan tentang kehidupan mereka, sebagian banyak dari mereka yang punya jati diri/roh asal yang tidak biasa, punya bibit yang baik untuk membina diri dan mencapai keBuddhaan, tapi mereka sama sekali tidak mengetahui hal ini, kadang aku berpikir apakah aku harus mengatakan yang sebenarnya mengenai roh asal mereka, kata orang rahasia langit tidak boleh dibocorkan, tapi jika mereka tidak mengetahuinya, bagaimana mungkin mereka bisa terlepas dari lingkaran tumimbal lahir dan termotivasi untuk membina diri mengikuti jalan Bodhisattva. Bibit-bibit baik itu kadang terlahir bukan dari orang berada, di zaman sekarang untuk mendapatkan jalan dharma saja harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit, orang yang susah kadang tidak bisa ikut ambil bagian dalam ritual keagamaan untuk mendapatkan berkah rejeki bahkan juga untuk menolong keluarganya agar bisa tersebrangkan, karena untuk bisa mengikuti ritual keagamaan itu harus punya dana untuk bisa ikut, kadang aku tidak bisa membedakannya lagi, jalan dharma sepertinya bisa dibeli dengan uang.
Tapi kadang pula orang-orang tersebut tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya ataupun dari lingkungannya, kadang ada juga yang takut, ketika mereka mulai membina diri rohnya bereaksi, sehingga mereka menarik diri dan tidak menjalaninya, kadang ada juga orang yang dari lahir sudah membawa kelebihan dalam dirinya, yang seharusnya bisa digunakan untuk berbuat kebajikan menolong orang tanpa pamrih agar bisa kembali ke tempat asal, tapi mereka mempergunakan kelebihan mereka dengan sombong dan mengutamakan materi semata.
Jujur saja, sesungguhnya aku pernah bimbang menjalankan jalan dharmaku saat ini, sesuatu yang diluar pikiranku sebagai manusia. Kadang sulit untuk mempercayai semua yang aku alami. Tapi aku bersyukur dan masih beruntung karena aku tidak sendirian menjalaninya. disaat aku mulai bimbang dan ragu, suami memberikan pandangan yang baik padaku, selalu meyakinkan aku dan tidak membiarkan aku bingung sendiri.
Apa yang dikatakan para Dewa kepadaku, walaupun aku belum menceritakannya pada suamiku, tapi dia sepertinya sudah tahu, dan mengatakan kata-kata yang sama dengan kata-kata para Dewa. Kadang terasa aneh, kenapa suamiku bisa punya pandangan sama dengan para Dewa, dan kadang dia sudah mengetahui maksud dari setiap perkataan para Dewa kepadaku. Sehingga yang tadinya aku mulai keluar dari jalur bimbingan, mendengar perkataannya aku kembali bersemangat dan kembali yakin.
Dari sekian banyak orang yang datang padaku untuk berkonsultasi, ada orang-orang yang punya kelebihan-kelebihan yang tidak dipunyai orang awam, aku berpandangan mereka itu pasti bukan orang biasa, bisa saja mereka memiliki jati diri yang khusus hasil dari pembinaan diri dikehidupan lalu. Tidak sedikit dari mereka yang tidak bisa menjalaninya dengan baik, selama ini tidak mendapatkan bimbingan, dukungan dan kepercayaan dari orang terdekat mereka, sehingga jalan dharma mereka tidak bisa berjalan dengan baik. Malah ada yang dihalangi dan tidak diarahkan dengan baik sehingga mengakibatkan mereka pesimis, frustasi dan takut menjalaninya, bahkan banyak dari mereka yang terjebak dalam keduniawiannya.
Sesungguhnya menjalani dharma memang tidak mudah, semua tergantung pada hati. Jika hati memandangnya mudah, maka akan menjadi mudah. Tapi jika hati memandangnya sulit, maka akan menjadi sulit untuk dijalani, yang penting bisa memandang setiap masalah dengan tenang, maka apapun yang terjadi dalam kehidupan ini walaupun baik atau buruk tidak ada kekuatiran di dalam hati.
Berusaha meredam keinginan-keinginan dan mengkoreksi pikiran, sikap dan tingkah laku buruk kita, agar pendekatan yang kita lakukan kepada para Dewa bisa mendapatkan respon yang baik dan bisa mendapatkan kontak batin dengan para Dewa, karena mereka melihat ketulusan hati kita.
Demikianlah kata-kata yang bisa kuungkapkan disini, semoga buku ke-2 ini, bisa mendatangkan kebaikan dan bisa membuat banyak orang lebih mengenal jati diri masing-masing, berusaha mendapatkan pencerahan dan tidak mengejar keinginan duniawi. Karena semua kesenangan duniawi, harta, nama, jabatan dan pemuasan akan indra tubuh kita hanyalah halangan bagi kita dalam membina diri, semakin kita tergantung pada hal itu, kita semakin sulit mendapatkan kebahagiaan yang abadi, dan terlebih lagi harus kembali menjalani kehidupan didunia ini yang penuh dengan penderitaan dan kesulitan.
DAFTAR ISI...
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
1 . JATI DIRI / ROH ASAL
2 . BERKAT DI MALAM TAHUN BARU
3 . KEDATANGAN BODHISATTVA
4 . HARI PARA DEWA NAIK KE LANGIT
5 . GADIS YANG MENJADI TUMBAL
6 . TERBAKARNYA RAMBUTKU DAN KEHADIRAN BODHIDHARMA
7 . BERTEMU DENGAN MURID MASA LALU
8 . BIMBANG PADA ANUGRAH YANG DIBERIKAN
9 . DIYAKINKAN OLEH BUDDHA
10. MEMBINA DIRI HARUS BENAR
11. KERTAS MANTERA KSITIGHARBA BODHISATTVA
12. MENDAPAT RUPANG DAN JAPAMALA DARI GURU SEJATI
13. AURA BUDDHA DAN BODHISATTVA
14. MENGUCAPKAN SUMPAH BODHI
15. MAHAGURU DATANG MEMBERI PERLINDUNGAN
16. MEMPERSIAPKAN ANUGRAH DATANG
17. ROH-ROH YANG MENEMPEL DI KAKI
18. DIYAKINKAN UNTUK MEMBAWA ALIRAN TANTRA
19. PERTAMA KALINYA MENJALANKAN RITUAL WAISAK DAN BERTEMU DENGAN RATU MAHAMAYA
20. MEMBENTUK CETYA SUKHAVATI PRAJNA
21. MENJEMPUT RUPANG BUDDHA SAKYAMUNI
22. SHADANA RAJA NAGA
23. BERYOGA DENGAN PARA DHARMAPALA
24. WANITA PARANORMAL
25. DIKECEWAKAN MANUSIA DAN DIHIBUR DEWA
26. MENDAPAT GELAR VAJRA ACHARYA DAN MENJALANKAN HOMA
27. PERESMIAN CETYA SUKHAVATI PRAJNA
28. KE CHINA DARATAN
29. MENDAPATKAN PENCERAHAN
30. TITAH KAISAR LANGIT SUNGGUH PUNYA KEKUATAN BESAR
31. DITUNTUN UNTUK MANDIRI
32. PERTAMA KALI BERCERAMAH DHARMA
33. PERGI KE GUNUNG KHU LUN
34. ROH BERBEDA KEYAKINAN MEMINTA TOLONG
35. SEORANG ANAK YANG BERKORBAN UNTUK ORANG TUANYA
36. KEBENARAN ADA DIDALAM DIRI SENDIRI
PENUTUP
1. JATI DIRI / ROH ASAL
Dalam buku pertama, aku pernah menuliskan bahwa aku telah mengetahui jati diriku / roh asalku yang sebenarnya. Aku telah mengalami 2 kali kelahiran, kehidupan sebelumnya dan kehidupan yang sekarang, Guru sejatiku yang mengatakannya dan aku telah mengetahui kehidupanku itu dari meditasi. Dan dalam kelahiranku itu aku harus mengalami penderitaan dan kesulitan hidup di dunia ini. Aku beruntung karena dikehidupanku yang sekarang, bisa mendapatkan kesempatan untuk membina diri sehingga bisa mengetahui jati diriku yang sesungguhnya dan bisa memutuskan rantai tumimbal lahir.
Aku berusaha melatih diriku untuk bisa mencapai penerangan dan mencapai keBuddhaan dikehidupan saat ini juga. Dengan adanya pertolongan dari Guru sejatiku, juga para Dewa yang membimbing dan mendukungku, juga dari suami dan keluarganya selalu memberikan kekuatan dan dorongan kepadaku, sehingga aku bisa menjalankan kehidupanku yang agak berbeda ini. Penemuan jati diriku berawal dari mulainya menjalankan kepercayaan agama Buddha, sebelumnya aku beragama Kristen, saat mulai menjalankan agama Buddha bersama suamiku, aku agak canggung. Karena aku tidak mengerti tata cara sembahyang, kadang aku merasa risih jika harus sembahyang dan memegang dupa hio didepan banyak orang. Tapi, sejak mulai belajar membaca mantera Dewa Bumi, hatiku mulai bisa menerima dan tulus menjalani agamaku, walaupun kehidupanku saat itu masih diiringi dengan pemuasan keinginan duniawi.
Suatu kali aku bermimpi pergi ke suatu vihara dengan membawa bunga melati, bersujud di hadapan rupang seorang Dewi, saat itu aku melihat mata rupang Dewi tersebut bergerak dan melirik kekanan wajahnya, aku melihat ada api yang membakar rambutnya, aku segera memadamkan api tersebut dan membersihkan wajah kanannya dari noda hitam.
Kejadian mimpiku ini terjadi dalam kehidupan nyataku. Disaat aku bersembahyang disalah satu vihara di daerah Tangerang, seperti sudah diatur, aku tiba-tiba saja membersihkan pipi kanan salah satu rupang Dewi di vihara itu. Saat itu aku belum sadar, kalau itu adalah pertanda untukku dan awal kontak batin dengan Guru sejatiku. Hanya saja sejak kejadian itu aku ingin selalu membaca “Maha Karuna Dharani.”
Sejak kejadian itu, aku seperti dituntun untuk bertemu dengan Guru sejatiku, yaitu Bodhisattva yang berjodoh denganku yang selama ini mendampingiku tapi aku tidak mengetahuinya. Hanya saja aku berulang kali memimpikan Bodhisattva itu, dan sepertinya memberikan petunjuk dalam mimpiku.
Sejak sering membaca mantra Dewa Bumi, entah sudah berapa banyak, aku mulai mendapatkan penglihatan gaib setiap membaca mantera dan ditunjukkan tempat bertemu dengan Guru sejatiku itu. Sampai saat itu, aku belum bisa berkomunikasi dengan Guru sejatiku itu apalagi dengan para Dewa.
Hanya karena sudah dapat penglihatan, aku bisa meminta petunjuk melalui penglihatan saja disaat membaca mantera Dewa Bumi, jadi saat ada sesuatu yang ingin aku tanyakan, aku tidak minta jawaban melalui pua pue, tapi memohon agar bisa diberi penglihatan saat membaca mantra, dan percaya tidak percaya, aku bisa mendapatkan jawaban dari para Dewa atas pertanyaan-pertanyaanku itu.
Setelah bertemu dengan rupang Guru sejatiku di salah satu toko penjual rupang para Dewa di daerah Jakarta, aku memasang rupang Guru sejatiku itu dirumah, saat itu hanya menempatkannya sebagai pajangan biasa saja, karena aku belum menyadari kalau aku berjodoh dengannya.
Setelah tiga hari rupang Guru sejatiku itu terpajang dirumah keanehan terjadi, suster dirumahku ingin memakai telpon tapi saat dia menempelkan telpon di telinganya, terdengar suara mantera ditelpon itu, suaranya sama dengan mantera yang ada di rupang Guru sejatiku itu.
Kejadian aneh itulah awal mulanya aku memutuskan untuk menjalani meditasi, walaupun tidak yakin atas apa yang kulakukan, aku tetap mencoba untuk menjalani keinginanku. Beberapa teman menyarankan agar aku tidak melakukannya karena katanya bisa kemasukan/kerasukan roh jahat, awalnya aku sedikit takut juga, tapi entah kenapa aku tak menghiraukannya lagi dan tetap menjalani meditasi. Karena aku percaya para Dewa pasti melindungi, karena sebelum meditasi aku membaca sutra & mantra terlebih dahulu.
Sesuatu terjadi pada hari ke-21 aku menjalani meditasi, sebelum ke-21 hari itu tak ada pengalaman apapun dalam meditasi yang aku jalani. Tiba-tiba saja saat aku selesai meditasi dan berniat untuk tidur, jantungku berdetak sangat kencang, sepertinya dadaku di pukul-pukul dari dalam, hal itu kurasakan kurang lebih 1 menit saja dan begitu jelas. Aku bertanya-tanya dalam hati, karena tidak mengerti apa yang terjadi padaku, aku bertanya pada suamiku mengenai apa yang kurasakan, suamiku mengatakan “mungkin di suruh meditasi lagi”, walaupun kata-kata suamiku terdengar tidak masuk akal, karena baru saja aku selesai meditasi. Tapi aku ikuti saja sarannya untuk kembali bermeditasi. Benar saja, saat aku meditasi beberapa lama, mulai ada sensasi yang aneh yang tidak pernah aku rasakan selama meditasi, aku seperti mencapai suatu kekosongan dan bisa menenangkan pikiranku.
Setelah sensasi itu dalam hati aku mendengar ada orang yang memanggil namaku, aku kira itu suamiku jadi aku tidak menghiraukan panggilan itu. Tapi suara itu kembali memanggilku lagi 2 kali, aku mulai merasa aneh apa iya itu suara suamiku, tapi kedengarannya suara seorang wanita, aku tidak bisa membedakannya karena saat itu mata batinku belum terbuka. Akhirnya aku menjawab panggilannya ;
“ ya...”
“Desi... aku adalah Dewi Seribu Tangan Seribu Mata. Karma kehidupan masa lalumu telah selesai, rohmu telah terbangunkan dengan sendirinya. Sejak saat ini kau akan bisa berkomunikasi dengan Dewa dan roh, bisa mengetahui kehidupan masa lalu dan masa yang akan datang. Aku memberi anugrah benda pusaka untuk melindungi dirimu. Jalanilah kehidupanmu dengan baik “.
Guru sejatiku itu meminta aku mengulurkan tangan kepadanya, tapi aku belum bisa melihat Dia dengan mata batinku, jadi aku hanya mengikuti intruksi darinya saja. Sejak itulah, perubahaan demi perubahan kualami dalam diriku, mulai bisa berkomunikasi dengan Dewa dan roh, aku mengalami pancaroba/perubahan, dari manusia awam menjadi manusia yang bisa berinteraksi dengan Para Dewa seperti yang dikatakan Dewa Bumi padaku. Setiap ada tugas yang diberikan oleh Guru sejatiku itu, aku pasti merasakan tubuhku berubah, hal ini hanya aku yang bisa merasakannya sendiri.
Sampai suatu hari aku mengetahui jati diriku, dari mana asal rohku sebelum turun menjadi manusia dan mengalami berulang kali tumimbal lahir. Dalam meditasi aku melihat suatu kejadian kehidupanku, dari saat masih sekolah di bangku SMA bergerak mundur ke SMP, terus mundur saat aku masih kecil, saat masih dikandungan ibuku, lalu mundur lagi kesuatu tempat entah dimana, aku melihat seorang wanita yang mengalami penderitaan, lalu mundur lagi melihat seorang wanita yang lain yang seperti seorang Dewi. Penglihatan itu berhenti sampai disitu, aku mencoba untuk merenungkan apa yang kulihat, tapi mungkin karena aku bukan orang yang pintar menganalisa, aku tidak menemui jawabannya.
Mungkin Guruku mengetahui hal ini, sehingga dia datang dan memberiku petunjuk.
“Desi... kau sudah mengetahui jati dirimu, roh asalmu adalah seorang Dewi di alam Sukhavati Surga Barat Buddha Amithaba, yang berada ditingkat ke-27. Kau adalah Dewi keindahan di alam Sukhavati. Alam Sukhavati ada 28 Tingkat, dan masing-masing tingkat ada Dewi Sukhavati yang mengurus keindahan alam tersebut, yang terdiri dari masing-masing warna, kau sendiri adalah Dewi Sukhavati kuning ”.
“Apakah seperti itu Guru...tapi bagaimana mungkin ?”
“Desi...kau turun ke dunia karena ada kesalahan yang pernah kau lakukan, sehingga harus mengalami penderitaan hidup didunia manusia. Di alam Dewa, kita sering bertemu dan bercengkrama. Oleh karena itu aku sudah menunggu waktunya kau terbuka, sehingga bisa membimbingmu untuk bisa kembali ketempat asal “.
“Guru...apa kesalahan yang pernah saya lakukan saat menjadi Dewi Sukhavati.“
“Ini masih rahasia langit aku tidak bisa mengatakannya kepadamu, nanti kau akan mengetahuinya sendiri. Kau harus mulai mengumpulkan jasa pahalamu dan berbuat banyak kebajikan agar bisa kembali ke tempat asalmu, ikutilah setiap petunjuk yang diberikan oleh para Dewa.”
Begitulah, Dewi Seribu Tangan Seribu Mata adalah Guru sejatiku, yang selama ini selalu datang setiap hari membimbing, memberi nasehat, memberi petunjuk dan menjagaku. Sehingga aku bisa menjalani kerohaniaanku dengan begitu cepat. Dan mulai menuntun diriku menuju jalan kebenaran. Melalui Guru sejatiku itu pula, misi dari langit diberikan kepadaku, yaitu “Menjalankan Kebenaran dan Menolong Orang “.
Semoga saja, misi yang telah diturunkan kepadaku itu bisa aku jalani dengan setulus hati, bisa menjalani kehidupanku dengan baik dan membina diri dengan bershadana, membaca mantera, berbuat kebajikan dan bermeditasi, itulah yang kulakukan saat ini. Walaupun baru aku jalani tapi entah mengapa aku sepertinya nyaman melakukannya.
2. BERKAT DI MALAM TAHUN BARU
Pada malam tahun baru 2010, aku diminta oleh Guru sejatiku untuk bermeditasi pukul 10 malam. Entah mengapa dia menyuruhku seperti itu, dan saat itu aku tidak tahu apa maksudnya. Tapi aku tetap menjalani petunjuk yang dia berikan.
Saat itu aku melihat para Dewa turun dari langit, mereka berkumpul dihadapanku dan memancarkan sinar hijau kepadaku secara bersamaan dan setelah itu mereka satu persatu menghampiri aku dan menopangkan tangannya di kepalaku seperti memberkati. Aku agak bingung melihat hal ini, mengapa mereka datang dan memberikan berkat, apa maksudnya? tapi dari semua Dewa yang hadir aku tidak melihat Guru sejatiku juga Guru-Guru pembimbingku.
Setelah selesai memberkati mereka pergi, tinggal aku sendiri kebingungan dan tidak mengerti. Lalu Guru sejatiku memberi petunjuk bahwa para Dewa telah memberikan anugrah kepadaku, jadi disaat aku mengalami kesulitan dimanapun aku berada, para Dewa itu akan datang menolongku.
Ini hadiah tahun baru yang paling indah yang aku dapatkan, para Dewa begitu baik dan memperhatikan aku, tapi kenapa? aku kan manusia biasa, yang tidak memiliki kelebihan apa-apa, mendapatkan berkat dari para Dewa seperti itu, apakah pantas ku terima. Apa maksud dari semua ini …???
Pada tanggal 7 bulan 1 saat aku hendak menghadap Mahadewi Yao Chi untuk menerima bimbingan setiap harinya, Guru sejatiku memanggil, disamping beliau ingin membantu menjawab beberapa pertanyaan orang yang diajukan kepadaku, dia juga mengatakan sesuatu yang tidak bisa kupercaya. Petunjuk yang diberikan membuat aku agak bingung dan takut sehingga membuat aku menangis. Guruku berkata;
“Desi... Aku beritahukan kepadamu, bahwa akan ada Bodhisattva yang turun ke dunia demi menjalankan ikrar dan misiNya menjadi Buddha demi menyelamatkan semua makhluk. Dan dari sekian banyak umat manusia, kau telah dipilih untuk menjalankan amanat dan akan menerima anugrah dariNya.”
Aku terkejut mendengar perkataan Guruku itu.
“Guru, ini pasti bukan yang sebenarnya, mana mungkin Bodhisattva berkenan memberikan anugrah kepadaku.”
“Desi, ini atas petunjuk Bodhisattva itu sendiri, Dia sudah memilih dirimu untuk menjalankan amanat ini, karena memang sudah saatnya bagi Dia untuk terlahir ke dunia.”
“ Tapi aku ini bukan orang yang bersih dan tidak layak menerima anugrah itu, aku pasti sedang berkhayal. Guru, aku tidak berani menerimanya.”
“Semua ini sudah ditakdirkan, karena itu persiapkanlah dirimu untuk kedatanganNya dan ikuti lah setiap petunjuk yang aku berikan.”
Dengan hati gundah aku menghadap Mahadewi Yao Chi, tapi Beliau tidak langsung memberikan bimbingan seperti biasanya, Beliau malah membahas apa yang dikatakan Guru sejatiku itu. Mahadewi Yao Chi juga mengetahui hal ini dan katanya berkat yang diberikan para Dewa waktu itu, yang memberkatiku dengan sinar warna hijau dan menopangkan tangan mereka di kepalaku satu persatu adalah untuk hal ini. Semua itu agar aku layak menerima anugrah dari Bodhisattva tersebut. Oleh sebab itu, para Dewa akan menolong jika aku mengalami kesulitan dimanapun aku berada.
Aku sungguh tidak percaya hal ini, tapi Mahadewi Yao Chi malah mengajari aku mantra untuk mempersiapkan kedatangan Bodhisattva tersebut untuk aku baca setiap hari sampai waktunya tiba.
Perasaan hatiku begitu gundah saat ini, mengapa aku harus mengalami hal ini, benarkah yang kualami ini. Tapi jauh hari sebelum Guruku mengatakan hal itu, aku pernah mendapatkan penglihatan lebih dulu. Saat aku hendak beranjak tidur, aku tahu kalau aku belum tidur saat itu, tapi saat aku hendak memejamkan mata, aku melihat kejadian-kejadian menyedihkan dan menyenangkan yang pernah aku alami dalam kehidupanku sekarang ini, setiap kejadian demi kejadian begitu jelas dimataku.
Aku melihat seseorang yang kakinya sakit telah sembuh dan dia datang menemuiku, entah apa yang kami bicarakan. Hanya saja beberapa waktu kemudian dia datang lagi ketempatku bersama banyak orang lainnya, sepertinya dia sedang mengatur pekerjaan untuk membangun sesuatu. Setelah jadi baru terlihat kalau bangunan itu sebuah Vihara, Vihara itu sama persis dengan yang kulihat dalam meditasi saat aku mengetahui masa depanku. Aku juga melihat diriku dalam keadaan mengandung dan dari langit turun Bodhisattva masuk kedalam perutku.
Penglihatan ini ku alami dalam keadaan sadar dan bukan sedang bermimpi, dengan adanya petunjuk Guruku mengenai turunnya Bodhisattva tersebut, begitu berhubungan dengan penglihatanku itu. Hal ini membuat aku serba salah, ini seperti khayalan tapi aku tidak pernah mengharapkannya.
Anugrah ini datang begitu saja tanpa bisa aku hindari, hanya perasaan takut dan merasa tidak pantas menerimanya. Bisa berkomunikasi dengan Kaisar Langit saja sudah membuat orang tidak percaya, aku tidak bisa membayangkan jika ada Bodhisattva yang berkenan memberi anugrah, pasti aku akan dikecam dan dianggap sudah gila.
Tgl. 7-1-2010 pkl 10 pagi, Guru sejatiku memanggil dan berkata;
“Desi, kau sudah mengerti dan memahami mengenai anugrah yang akan diberikan Bodhisattva kepadamu bukan. Kau harus mempersiapkan dirimu dengan baik. Malam ini bermeditasilah untuk menghadap para Buddha, karena Mereka akan memberkatimu.”
“ Aku mengerti, tapi saat ini saya sedang berhalangan.”
“Tidak apa-apa, tetap bisa menghadap. Dan ingat, setelah berhalanganmu selesai kau tidak boleh menundanya lagi, biarkan apa adanya.”
“Baiklah Guru.”
Besoknya kira-kira pkl. 11:15 WIB, tanpa sengaja telunjukku memegang bara hio yang aku pasang saat ingin sembahyang di altar Dewa Bumi, aku takut ini pertanda buruk, jadi aku coba bertanya pada Dewa Bumi.
Ternyata Dia ingin memberitahukan kepadaku, karena hari ini para Buddha akan datang memberkatiku, Dia dan para Dewa Bumi akan membantu membukakan jalan untukku. Mara dan setan penggoda pasti akan berusaha menganggu dan menggagalkan. Karena jika aku sudah diberkati, mereka akan sulit untuk merajalela.
Setelah aku pulang dari salah satu vihara di Jakarta , aku bermeditasi sesuai petunjuk Guru sejatiku. Aku melihat para Dewa Bumi datang, mereka semua menyebar kesegala penjuru seperti membuka dan melapangkan jalan, baru setelah itu aku melihat kehadiran Buddha Sakyamuni, Buddha Amithaba dan Buddha Bhaisajyaguru menghampiriku dan menopangkan tangan mereka dikepalaku, dan banyak Buddha di belakangnya, seperti ikut memberkati dari kejauhan, setelah itu semua Buddha itu menghilang.
Hari ini juga Guru sejatiku meminta agar aku pergi ke salah satu vihara di daerah Jakarta, tapi aku ragu apa hari ini ada puja bakti, karena aku tidak tahu jadwal pujabakti di vihara itu. Untuk meyakinkan hatiku aku mencoba menghubungi salah satu umat yang ada di vihara itu, darinya aku mengetahui kalau hari ini adalah hari perayaan ulang tahun vihara itu, jadi aku baru sadar kalau Guruku meminta aku kesana agar bisa menghadiri acara ulang tahun vihara itu. Akhirnya aku, suamiku, anakku dan mertuaku pergi ke vihara itu, sesampai disana aku sudah terlambat, acara pujabaktinya sudah selesai.
Saat itu sedang ada lomba membaca mantra, bagi umat yang hadir dan ingin ikut lomba boleh mengangkat tangan. Aku melihat banyak yang maju untuk ikut, satu persatu umat maju untuk membacakan mantera Ta Pei Cou, mantera Kao Wang Kwan Se Im, dan disaat pembacaan mantera Sin Cing (Sutra Hati) entah dorongan dari mana mengisyaratkan aku untuk maju kedepan, aku berusaha menolaknya, tapi dorongan itu begitu kuat, dan tanpa bisa kutahan, tanganku dengan sendirinya terangkat dan akhirnya aku dipanggil kedepan untuk ikut lomba.
Perasaanku bercampur aduk, tapi tubuh ini terasa begitu ringan saja maju kedepan, sepertinya kepercayaan diriku tumbuh begitu saja, dan tidak memperdulikan lagi semua yang hadir disitu, padahal saat itu ada mertuaku dan biasanya aku paling tidak bisa menampilkan diriku didepan banyak orang, dan terlebih lagi aku bukanlah umat di vihara itu.
Aku membaca mantera Sin Cing seperti biasa aku membacanya di rumah saat bersembahyang, sepertinya hanya aku sendiri yang berbeda melantunkan mantera itu, dan anehnya malah aku menang lomba.
Aku merasa aneh sendiri, selama ini dari sejak remaja sampai aku Dewasa aku sering ikut lomba-lomba menyanyi, tapi saat itu lomba menyanyi lagu-lagu duniawi.
Aku tidak pernah bisa menang menyanyikan lagu-lagu duniawi dan tidak ada jalan menuju dunia hiburan/penyanyi, walaupun teman-temanku dahulu pernah mengatakan bahwa suaraku bagus. Anehnya sekali ikut lomba baca mantera aku malah bisa menang. Aku pikir mungkin suaraku ini memang hanya diperuntukkan untuk kerohaniaan, mungkin para Dewa tidak mengizinkan aku tenggelam dalam kesenangan duniawi, sehingga tidak pernah diberi kesempatan untuk berhasil dalam ajang keduniawian agar aku tidak lupa diri.
3. KEDATANGAN BODHISATTVA
Tgl.18/1/2010
Hari ini aku di tegur oleh Guru sejatiku karena kemarin malam tidak konsentrasi dalam meditasi. Guru sejatiku memang menyuruhku meditasi, tapi saat itu aku sudah terlalu lelah pulang dari membersihkan rumah orang di daerah Bogor.
Saat aku tiba di rumah sudah hampir pukul 12 malam, aku mencoba untuk meditasi, tapi mataku sudah berat karena mengantuk dan tidak bisa konsentrasi dengan baik, hingga ketika melihat ada Bodhisattva datang dan berbicara padaku, aku tidak mendengarnya lagi dan tidak tahu lagi apa yang dibicarakan.
Karena itu, malam ini aku diminta untuk meditasi kembali. Aku juga hampir terlupa petunjuknya karena pada saat itu sedang menerima tamu untuk konsultasi, kira2 pkl. 11 malam Guru sejatiku memanggil dan meminta agar aku meditasi karena Bodhisattva yang kemarin sudah menunggu.
Aku segera masuk ke ruang altar pribadiku untuk meditasi. Benar saja aku melihat kedatangan satu Bodhisattva, wujudnya sama dengan rupang yang ada dialtar rumahku dengan warna kulit dan jubah yang sama. Dia tersenyum melihatku, kemudian kami berkomunikasi.
Bodhisattva bertanya padaku apakah aku sudah siap? Aku katakan iya, dan Dia memberitahukan agar aku tidak perlu takut. Bodhisattva itu juga membicarakan satu rahasia padaku, katanya akan ada sesuatu di tahun 2012. aku tidak bisa menuliskannya disini karena ini rahasia langit. Setelah mengatakan hal itu Bodhisattva itu pergi dan aku keluar dari meditasi.
Pagi harinya sekitar pkl. 3 pagi, seperti biasa aku turun kelantai dasar rumahku menuju ruang altar pribadi untuk meditasi. Saat itu hujan turun dengan derasnya dan tidak berhenti-henti tapi aku tetap konsentrasi dalam meditasi, tapi dalam meditasi ada sedikit kekhwatiran dalam hatiku, jika hujan terus seperti ini bisa-bisa daerahku banjir seperti tahun-tahun sebelumnya.
Meditasi pagi ini aku merasakan kekuatan roh besar menggerakkan tubuhku, begitu kuat sekali tidak seperti biasanya, walaupun aku seperti berada dialam yang lain dan gerakan tangan dan tubuhku begitu cepat dan kuat. Sekitar pelipis mata sampai hidung juga mulut dan dagu, seperti ada gerakan menekan yang kuat, ini pasti prana, tapi aku terus berkonsentrasi dan membiarkan proses pergerakan itu berhenti dengan sendirinya.
Setelah selesai meditasi, aku kembali ke lantai atas menuju kamar tidurku. Tapi saat dipertengahan tangga naik, Guru sejatiku memanggil dan berkata;
“Desi, aku minta kau mengikuti petunjukku karena hari ini adalah saatnya.”
“Apa maksud Guru? ”
“Desi, kau sudah dipilih untuk menjalankan amanat ini, dan ini adalah saat dimana aura Bodhisattva menyatu dengan dirimu. Jadi lakukanlah.”
“Tapi diluar hujan deras sekali dan tidak berhenti-henti, aku takut akibatnya kurang baik.”
“Tidak apa-apa, jika kau melakukan petunjukku, maka hujan akan berhenti dengan sendirinya.”
“Apa bisa begitu Guru?”
“Cuaca dan keadaan alam belakangan ini tidak teratur dan selalu berubah-ubah dengan cepat, itu semua karena mara mencoba untuk menghalangi. Jadi, jangan tunda lagi, ikutilah petunjuk yang ku berikan.”
“Baiklah Guru.”
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, tapi aku kembali kekamar tidurku saja dengan agak bingung. Aku berfikir, apakah petunjuk Guruku itu harus kujalani atau tidak, karena petunjuk kali ini agak sedikit aneh dan tidak masuk akal bagiku dan aku tidak berani melakukannya. Tapi hujan diluar tidak berhenti-henti, jika terus seperti ini, daerahku bisa kebanjiran.
Akhirnya aku kuatkan hatiku untuk melakukannya, petunjuk Guruku lebih penting dari sekedar rasa takut yang kualami. Dan benar saja, saat aku menjalankan petunjuk itu hujan langsung berhenti. Tapi air hujan sempat masuk keteras rumahku, dan walaupun hujan benar benar berhenti aku melihat langit masih mendung.
Aku memohon pada para Dewa untuk tidak menurunkan hujan lagi, karena jika tidak tempatku pasti tidak bisa diselamatkan dari banjir. Setelah selesai sembahyang, tiba-tiba angin bertiup kencang, awan hitam yang tadinya menyelimuti daerahku tersapu pergi, langit kembali cerah, matahari bersinar dengan sangat terik dan tidak turun hujan lagi saat itu.
Ini adalah keajaiban yang aku terima dari para Dewa. aku percaya, aku dan keluargaku selalu dalam perlindunganNya. Hari ini aku sadar, bahwa segala yang aku alami ini adalah garis hidup yang harus aku jalani, yang arahnya menuju ketempat asalku, awalnya aku tidak mengerti maksud dari semua ini, dari beragama Kristen menjadi beragama Buddha, sama sekali tidak terfikirkan dan seiring berjalannya waktu aku mendekatkan diri dan dibimbing oleh para Dewa.
Aku telah bertemu dengan orang-orang yang belum pernah kukenal sebelumnya, mengetahui permasalahan dan kehidupan mereka. Ada yang karmanya berat, ada juga yang berjodoh kuat dengan Dewa. Dari yang tua sampai anak berumur 3 tahun memiliki aura keDewaan.
Aku baru mengetahuinya, bahwa setiap orang itu tidak sama, bukan hanya fisik dan sifat mereka, tapi roh yang ada dalam diri mereka ternyata tidak sama. Aku merasa dingin dan tidak nyaman jika berhadapan dengan orang yang tubuhnya ditempeli roh yang tidak baik, aku merasa biasa-biasa saja jika berhadapan dengan orang yang memiliki roh biasa yang terjebak pada keduniawian, aku merasa takjub dan tubuhku bereaksi kuat jika berhadapan dengan orang yang memiliki roh kedewaan atau pernah membina diri di kehidupan lalu dan rajin membaca mantra atau dilindungi oleh Dewa.
Ternyata aku diarahkan oleh para Dewa untuk membimbing orang lain, menuntun mereka untuk menjalani kehidupan dengan baik dan mendekatkan diri kepada para Dewa agar mereka bisa kembali ketempat asal atau bisa naik ketanah Suci Sukhavati dan tidak mengalami tumimbal lahir kembali.
Aku telah diberikan misi dari langit dan mendapatkan tugas-tugas yang agak berat. Menjalankan kebenaran dan menolong orang adalah misiku. Perasaan ku pasang surut menjalaninya, kata suamiku aku seperti air laut, kadang semangat menjalaninya kadang semangat hilang mengikuti perasaan hatiku yang tidak karuan.
Menjalankan misi ini begitu banyak rintangan dan cobaan, tapi sesungguhnya rintangan itu datangnya dari diriku sendiri, bukan dari mana-mana. Sendiri yang malas, lelah dan bosan, atau merasa terbeban dengan misi itu. kadang suka merasa dipermainkan oleh para Dewa, karena perkataan dan petunjuk yang Mereka berikan penuh dengan teka-teki yang kadang sulit kuketahui maksud dan maknanya, tapi aku bersyukur ada suamiku, dia yang selalu memberikan pandangan baik padaku, sehingga aku sedikit demi sedikit mengetahui maksud para Dewa.
Seharusnya aku menjalani semua ini dengan keyakinan penuh dan percaya bahwa para Dewa tidak akan berbohong, karena jika seperti itu bagaimana mungkin ada keajaiban dan mukjizat yang terjadi didunia ini jika para Dewa tidak mengatakan kebenaran. Dan tidak adalagi manusia yang percaya pada kebesaran Tuhan.
Aku harus tetap menjalankan misi dan tugasku, tidak boleh memikirkan diriku sendiri, apapun yang terjadi padaku, semua kuserahkan kepada para Dewa. Apalah artinya tubuh ini, pada akhirnya akan kembali menyatu dengan tanah, jadi untuk apa kusayangi dan kutakutkan terjadi pada diriku.
Para Dewa telah melindungiku dan menjagaku. Tidak semua orang bisa seberuntung diriku, yang punya kekayaan lain yang tidak dimiliki oleh orang awam. Tapi aku tidak boleh sombong, harus tetap rendah hati. Karena semua kelebihan yang diberikan para Dewa padaku adalah bukan untuk diriku sendiri melainkan untuk menolong orang lain juga.
4. HARI PARA DEWA NAIK KE LANGIT
Tgl. 6/2-2010 / lunar 23/12
Hari ini tamu dari luar kota datang kerumahku, salah satunya punya roh yang tidak biasa, tapi dia tidak percaya diri dan terombang ambing menjalani kehidupan dan jalan dharmanya, karena ada yang mengatakan kalau dia beraura yin dan diikuti oleh roh yang tidak baik, patung Dewa dialtarnya dikatakan kotor dan harus dihancurkan.
Saat dia datang dan bertanya kepadaku mengenai hal itu aku mengatakan bahwa dia tidak yin, dan dia dibimbing oleh roh yang baik. Perkataanku itu membuat dia semakin bingung, sesungguhnya yang mana yang benar pikirnya. Tapi aku katakan padanya, kebenaran itu tidak ada dimana-mana, dan tidak perlu dicari kemana-mana.
Kebenaran itu ada dalam diri sendiri, jadi percayalah pada diri sendiri bahwa bimbingan yang diterima adalah benar. Untuk mengetahuinya adalah dengan cara melihat dan merasakan setiap bimbingan yang diterima mengarah ke baik atau ke arah yang jahat, seharusnya diri sendiri bisa mengetahuinya.
Semua tergantung pada keyakinan dan keteguhan hati, jika tidak ada semua itu akan sulit menjalani hidup apalagi menjalani dharma menolong manusia. Karena sejak dulu, para Dewa menjalani jalan dharma mereka dengan keyakinan selama hidup didunia.
Saat aku sedang makan dengan tamuku itu di restoran dekat rumahku, Guruku memanggil, dia menyuruhku untuk bermeditasi malam ini.
Setelah kembali kerumah aku mandi dan meditasi, aku melihat para Dakini/Dewi-Dewi khayangan sedang menari-nari dengan indahnya, setelah itu aku melihat Guru-Guruku dari, Dewa Kwan Kong, Mahaguru Tay Sang Lo Kun, Buddha Chikung, Buddha Sun Go Kong, Dewi Kwan Im, Mahadewi Yao Chi, Dewa Hian Tian Shang Tee dll, turun satu persatu dan berbaris kesamping, dan terakhir aku melihat Guru sejatiku Dewi Seribu Tangan Seribu Mata datang dengan wujud yang lebih besar dan berhenti diatas para Guru yang lain. Aku mendengar mereka berbicara bersama-sama:
“Desi, saat ini kami semua akan naik kelangit untuk memberikan laporan, untuk sementara bimbingan para Guru diliburkan dan kau tidak perlu menerima konsultasi sementara waktu, tapi jika ada hal yang mendesak kau boleh meminta petunjuk, setelah tanggal 5 bulan 1 lunar baru akan mendapat bimbingan, dan kembali seperti biasa. Tapi kau tetap harus menjalani meditasi dan membaca mantera, walaupun para Dewa naik, bukan berarti tidak melihat semua yang kau lakukan. Jalankanlah hidupmu dengan baik. ” Lalu semua Guru-Guruku itu pergi.
Ternyata para Guru memperhatikan aku, padahal aku lupa kalau hari ini mereka akan naik kelangit, mereka semuanya datang menemuiku dan berpamitan denganku, perhatian mereka itu membuatku terharu, aku sempat menangis saat itu, beginikah rasanya ditinggal Guru, ada kehilangan didalam hati.
Selama para Dewa naik kelangit, aku merasakan tubuh agak ringan, biasanya banyak Dewa mendampingiku kemanapun aku pergi. Tapi hari ini, aku merasakan kekosongan dalam hatiku. Biasanya aku merasakan keberadaan mereka di dekatku, tapi beberapa hari ini aku seperti kembali seperti orang awam dan tidak ada keanehan pada diriku. Tapi walaupun begitu, Guruku kadang masih datang menemuiku jika ada sesuatu hal yang penting, jadi sama sekali tidak membiarkan aku dan meninggalkanku.
Pada hari dimana para Dewa naik, dalam perjalanan aku melihat ke angkasa, di situ aku melihat sebuah garis agak lebar dan panjang seperti sebuah jalan, aku berpikir apakah mungkin para Dewa lewat jalan itu karena hari ini langit kulihat berbeda sekali.
Setiap tahun para Dewa naik ke langit untuk melaporkan setiap kejadian yang ada di bumi, setiap perbuatan manusia baik atau jahat sepanjang tahun ditulis dan dilaporkan ke langit, karena itulah karma manusia selalu berjalan dan berputar, kadang manusia menuai karma baik kadang juga karma buruk, semua itu tergantung pada apa yang dilakukan manusia itu di kehidupan lalu dan kehidupannya saat ini.
Aku baru mengetahui, kalau sesungguhnya jika karma buruk yang telah tertanam tidak langsung terhapuskan jika kita berbuat baik dan membina diri. Tapi dengan membina diri dengan membaca mantera, meditasi dan berbuat kebajikan, akan mematangkan karma buruk kita sehingga karma buruk bisa terkikis dengan cepat.
Hal ini berbeda dengan manusia yang tidak membina diri, memang dia tidak langsung menerima karma buruknya, tapi tanpa dia sadari dia telah menumpuk karma buruk semakin banyak, sehingga disaat buahnya matang, dia tidak bisa menghindar dari karmanya yang berat itu dan tidak ada yang bisa menolong dia baik dikehidupan ini maupun dikehidupan yang akan datang.
Banyak manusia yang takut membina diri, karena mereka menganggap bahwa membina diri itu sama artinya menjadi biksu dan harus meninggalkan keduniawian, tidak boleh ini dan itu, hidup terikat dengan sila dan lain sebagainya. Padahal sesungguhnya tidak seberat yang dipikirkan manusia, justru dengan membina diri dan mendekatkan diri pada para Dewa, kita akan mendapatkan kebahagiaan yang abadi, terhindar dari segala kesulitan dan penderitaan, karena kita akan dilindungi oleh para Dewa.
Tidak harus menghindari diri dari dunia ini, semua yang ada di dunia ini masih bisa dinikmati, hanya saja tidak terikat dan melekat terhadap segala kesenangan duniawi, bisa berpikir lebih jernih dan bijaksana, bahwa semua yang ada di dunia ini adalah kosong. Kita datang dan lahir di dunia ini dengan kekosongan dan nantinya saat meninggalkan dunia ini juga dengan kekosongan pula, jadi apa yang harus dirisaukan dan apa yang harus diharapkan. Karena sesungguhnya betapa berat dan besarnya usaha kita mengumpulkan harta, menaikkan jabatan dan mengejar hal-hal duniawi itu, pada akhirnya kita tidak mendapatkan apapun di dunia ini.
5. GADIS YANG MENJADI TUMBAL
Pada suatu hari suamiku bermimpi, dia menceritakan mimpinya itu padaku. Dalam mimpi itu saat dia sedang berjalan-jalan dengan keluarga, Dia dikagetkan oleh jatuhnya seorang gadis berseragam sekolah dari sebuah gedung bertingkat tepat didepannya, dia tidak tau kenapa gadis itu bisa jatuh dari atas gedung itu, sampai dia bangun dari tidur masih mengingat mimpi itu.
Guru sejatiku memberi petunjuk kalau nanti akan ada anak gadis sekolahan yang meminta tolong, karena dia sedang mengalami kesulitan. Benar saja, esok harinya saat waktu menunjukan pukul 4 pagi, ada anak gadis menghubungiku dia bernama Yanti, ini bukan nama sebenarnya.
Nada bicaranya terlihat panik dan tidak karuan, seperti sedang mengalami ketakutan. Katanya sudah beberapa tahun ini dia tidak bisa tidur, semakin hari dia merasa banyak hantu mengganggunya. Jika dia tidur lebih cepat maka akan terbangun di tengah malam dan tidak bisa tidur lagi, karena dia melihat banyak hantu di kamarnya.
Dari nama dan tanggal lahirnya, aku mengetahui kalau dia sedang ditempeli oleh roh jahat, tapi roh jahat ini bukan berasal dari dirinya, dia telah menjadi tumbal roh-roh jahat itu. Awalnya aku tidak mengerti mengenai hal ini, tapi Guruku mengatakan kalau demi usaha lancar dan tidak kesulitan uang orang tuanya pergi ke orang pintar dan tidak menyadari tempat yang mereka datangi itu tidak bersih.
Setiap kali mereka ke tempat itu selalu disuruh memakan sesuatu dari orang pintar itu dan membawa pulang sesuatu yang diberikannya. Usahanya memang lancar, tapi rumah yang mereka tempati tidak nyaman dan Anaknya yang bernama Yanti ini terganggu dengan adanya roh-roh itu, sehingga dia tidak bisa berkonsentrasi di sekolah dan dijauhi teman-teman sekolahnya. Roh-roh itu menunggu sampai Yanti berusia 17 tahun baru membawanya.
Yanti dan orang tuanya datang kerumahku untuk meminta petunjuk apa yang harus dilakukan agar bisa menjalani hidup dengan baik, selama ini orang tuanya susah menghadapi Yanti karena sudah tidak bisa diatur. Aku pergi kerumahnya dan membersihkan rumah itu dari roh-roh pengganggu, serta melakukan kias untuk Yanti.
Ini adalah pertama kalinya aku membersihkan rumah orang dari gangguan roh-roh jahat. Sampai-sampai setelah pulang dari rumahnya, tubuhku benar-benar lelah dan terasa berat, sepertinya aura roh-roh jahat itu mengikuti dan menempel padaku dan aku sampai bermimpi diganggu mereka, tapi entah kenapa dalam tidur itu aku seperti tidak pernah putus melafal mantera dalam hati, sehingga roh-roh itu tidak bisa mendekatiku.
Esok paginya aku merasa tidak enak lalu duduk bermeditasi untuk mengetahui ada apa. Ternyata dihadapanku muncul banyak sekali makhluk-makhluk menyeramkan, ada yang berwujud kelabang, kalajengking, jin dll. Mereka marah padaku karena telah menganggu, mereka mengatakan kalau Yanti sudah menjadi jatah mereka dan menyuruhku agar tidak ikut campur. Mereka menyerangku bersama-sama, dengan cepat aku mengaktifkan mustika dari Guruku. Mereka terpental satu-persatu tidak bisa mendekatiku dan hilang menjadi asap.
Setelah itu Yanti sudah bisa tidur dikamarnya saat malam hari dan mulai berangsur-angsur mendapatkan teman disekolahnya, lingkar matanya yang gelap saat pertama kali kami bertemu tidak terlihat lagi saat kami bertemu untuk kedua kalinya setelah berkurangnya gangguan roh-roh itu.
Kita harus bersyukur bisa dilahirkan sebagai manusia, karena ini adalah kesempatan kita untuk bisa membina diri menjadi lebih baik dengan mengikuti Buddha-Bodhisattva. Jangan mengotori diri kita dengan menjadi pengikut roh-roh kegelapan, karena itu akan membuat kita tersesat dan roh kita dikuasai oleh roh-roh kegelapan itu.
Jalan terang dan jalan gelap, sulit untuk dibedakan. Jika kita tidak berhati-hati dalam menjalani kehidupan kita maka kita akan tersesat dan tidak tahu jalan untuk kembali. Janganlah hanya karena menginginkan sesuatu yang berlebihan dalam dunia ini, kita menjadi hamba kegelapan dan harus mengorbankan kebahagiaan dan keluarga kita.
6. TERBAKARNYA RAMBUTKU DAN KEHADIRAN BODHIDHARMA.
Tgl. 10-2-2010 / lunar 27/12
Saat pagi hari aku membersihkan altar Dewa Bumi, entah kenapa tiba-tiba rambutku yang panjang terbakar terkena pelita altarnya, apinya sampai merambat begitu cepat di rambutku membuat aku kaget setengah mati. Aku pikir ini karena keteledoranku, tapi aku mencoba mengingat hari apa ini, setelah kuhitung-hitung seharusnya Kongco Ho Tek Ceng Sin sudah turun kembali kebumi, aku mencoba untuk berkomunikasi, ternyata benar ada jawaban padahal kemarin tidak ada. Dalam komunikasi kami ;
“Dewa Bumi, apakah Kongco telah kembali, mohon petunjukmu?.“
“Ya, Aku telah kembali, aku melihat apa yang terjadi padamu. Rambutmu terbakar ?”
“Iya, Kongco mengetahuinya?”
“Tentu, apa yang kau pikirkan setelah mengalami hal itu?”
“Aku hanya berpikir untuk memotong rambutku ini.”
“Kau memang harus memotongnya, karena jika rambutmu panjang akan membuat kau kesulitan saat sedang menjalankan tugas, kau akan sibuk dengan rambutmu itu, jadi potonglah. Kedepannya kau akan lebih sibuk lagi dari sebelumnya. Janganlah melekat pada tubuhmu yang sekarang karena itu bukan dirimu yang sebenarnya.”
“Baiklah, aku akan memotong rambutku ini.”
Mendengar perkataan Dewa Bumi aku mengerti, memang untuk apa aku menyayangi tubuh ini, ternyata aku masih melekat pada tubuh palsu, dan belum rela melepaskan semuanya.
Malam harinya aku diminta Guruku untuk meditasi, katanya ingin memperlihatkan sesuatu padaku. Saat meditasi, anehnya aku malah melihat Buddha Sun Go Kong sedang beraksi, lalu berganti dengan Guru sejatiku dengan tangan-tangannya yang bergerak-gerak, kemudian berganti lagi Dewi Kwan Im berdiri diatas naga (tidak biasanya). Lalu aku melihat sekelompok orang berkepala botak dan mengenakan celana saja (seperti shaolin) sedang membentuk formasi, dan mereka satu persatu mempertunjukan gerakan masing-masing yang berbeda-beda. Setelah bayangan itu menghilang berganti dengan kehadiran seperti Tatmo Cosu/ Bodhidharma. Aneh sekali, aku kira akan berganti lagi dengan penglihatan lain, tapi terbuka komunikasi antara aku dengan Bodhidharma.
“Desi, aku adalah Tatmo Cosu.”
“Mahaguru Tatmo, mengapa engkau datang menemuiku?”
“Aku tahu kalau pemahamanmu tentang ajaran Buddha tidak begitu kuat sedangkan kau harus menjalankan dharma, karena itu aku datang untuk membantumu. Aku akan mengajarimu ajaran Buddha, filsafat dan meditasi. Apakah kau bersedia dibimbing olehku?”
“Saya merasa bersyukur bisa mendapatkan anugrah ini, tapi saya ini orang bodoh, apakah saya layak mendapatkan bimbingan dari Mahaguru Tatmo?”
“Kau jangan merendahkan dirimu, jika Bodhisattva saja berkenan memilihmu untuk menerima anugrahNya, bagaimana mungkin kau tidak layak menerima bimbinganku.”
“Baiklah, saya siap.”
Mahaguru Tatmo memberikan aturan-aturan sebelum dibimbing dan selama menjalani bimbingannya. Dalam ajaran Mahaguru Tatmo, dalam meditasi aku tidak dipekenankan untuk duduk beralas bantal/matras, tapi harus di atas papan kayu. Katanya kalau sudah terbiasa meditasi diatas alas yang empuk, maka jika saat bermeditasi dialam terbuka dan beralas keras akan sulit berkonsentrasi. Tapi jika terbiasa duduk meditasi dialas keras, maka meditasi dimana saja, baik beralas keras atau empuk tetap bisa berkonsentrasi. Mahaguru Tatmo memberikan bimbingan padaku setiap penanggalan ganjil lunar.
Akhirnya sampai sekarang ini aku selalu menghadap Mahaguru Tatmo untuk belajar, setiap dia membacakan filsafat yang harus kutulis, kepalaku berputar-putar mengikuti kata-kata filsafatnya, seperti pelajar tiongkok zaman dulu yang membaca filsafat sambil memutar kepala. setiap waktu bimbingannya, aku selalu menyalakan dupa khusus untuk mengundang kehadirannya, dan dia selalu datang dengan mengunakan jubah putih, mengunakan tongkat dan rambutnya agak panjang diatas pundak, lalu duduk posisi meditasi dihadapanku, saat itu cakra dahiku tertekan kuat. Tekanan itu berangsur hilang ketika dia selesai membimbing dan pergi dari hadapanku.
7. BERTEMU DENGAN MURID MASA LALU
Hari ini aku pergi ke vihara di daerah Jakarta untuk sembahyang kias anakku agar tahun ini terhindar dari segala mara bahaya, sekaligus menjalankan petunjuk Mahaguru Tatmo Cosu.
Pada malam harinya aku duduk meditasi, aku melihat seorang wanita dengan rambut terkuncir dan memakai baju sutra warna abu-abu gaya wanita tiongkok Zaman dulu, aku mencoba untuk tak menghiraukannya karena kupikir itu hanya ilusiku, tapi setiap kucoba hilangkan dan ku abaikan, wujud wanita itu selalu saja datang dalam konsentrasi meditasiku sampai 3 kali, lalu tiba-tiba aku merasakan cakra mahkotaku terbuka seperti bunga teratai merekah dan rohku keluar dari tubuhku dalam sekali hentakan, mengikuti wanita itu entah kemana.
Akhirnya kami tiba disuatu tempat yang tidak asing bagiku dan rasanya aku pernah kesitu, tapi saat ini banyak orang berlalu lalang dan setiap orang yang berpapasan denganku selalu membungkukkan badan seperti memberi hormat, kami menuju kesebuah rumah yang agak besar, aku masuk kedalamnya dan melihat ada lukisan seorang Dewi mengenakan baju surgawi berwarna kuning tepat ditengah rumah tersebut, aku pernah melihat perwujudan Dewi itu dalam meditasi. lalu terbuka komunikasi antara aku dan wanita itu.
“Guru, aku Wei Siu Ling“
“Siapa kau, aku tidak mengenalmu”
“Guru, aku muridmu. Aku sudah menunggu Guru lama sekali, selama kau pergi aku menjaga tempat ini untukmu. Apakah Guru tahu tempat apa ini ?.”
“Aku sepertinya pernah ke alam ini.”
“Ini adalah tempatmu, alam Sukhavati tingkat ke-27, tempat tinggalmu.”
“Begitukah? mengapa kau memanggilku Guru, kapan aku punya murid?”
“Aku muridmu satu-satunya di alam Sukhavati ini, aku mohon kembalilah guru, kembalilah...”
Dengan perasaan bingung aku pergi meninggalkannya. Dan suaranya memintaku kembali masih terdengar olehku. Setelah itu aku masih dalam konsentrasi meditasi karena sepertinya masih ada sesuatu, tak lama kemudian tanpa aku harapkan sama sekali, aku melihat kedatangan Buddha, aku semakin bingung mengapa ada Buddha datang, Buddha itu berkata;
“Desi, aku Buddha Sakyamuni. Bagaimana keadaanmu?"
“Saya baik-baik saja, ada apakah Buddha sakyamuni datang menemui saya?”
“Apakah kau percaya bahwa saat ini, kau sedang mendapat amanat dan anugrah besar?”
“Aku percaya, walaupun kadang masih ada kebimbangan dalam hati. ”
“Apa yang dikatakan para Dewa adalah kebenaran, jika Dewa berbohong, bagaimana mungkin bisa mempercayai Dewa lagi, dan tidak akan mungkin ada keajaiban-keajaiban, kau telah mendapatkan anugrah dari Bodhisattva, pada waktunya berikanlah dia nama “ xxx ”. Ini adalah nama Buddha yang aku berikan. Ikutilah setiap petunjuk yang diberikan para Dewa kepadamu.”
Itulah perkataan Buddha Sakyamuni padaku, walaupun aku masih dalam keadaan bingung, aku mencoba meyakinkan hatiku kalau perkataan Buddha Sakyamuni dan para Dewa adalah kebenaran, apa yang terjadi padaku aku serahkan kepada para Dewa, aku percaya setiap bimbingan dan petunjuk yang diberikan kepadaku tidak akan salah.
Bertemu dengan seorang wanita yang mengaku muridku dan kehadiran Buddha Sakyamuni memberi petunjuk hari ini, membuat aku semakin yakin, bahwa kontak batin yang aku alami dengan para Dewa adalah kebenaran. Semua yang diberikan kepadaku, baik perlindungan, pertolongan, bimbingan, arahan dan perhatian dari para Dewa membuat aku semakin termotivasi untuk setulus hati menjalankan jalan dharmaku ini, ini semua semata-mata bukan hanya untuk diriku sendiri, tapi juga untuk semua orang yang berjodoh dengan jalan dharma Buddha yang sedang diamanatkan kepadaku. Semoga saja aku bisa bertemu dengan orang-orang yang berjodoh untuk bersama sama mengembangkan jalan dharma ini sesuai dengan kehendak para Buddha dan Bodhisattva.
8. BIMBANG PADA ANUGRAH YANG DIBERIKAN
Tgl. 21-2-2010
Hari ini tanggal 9 bulan 1 lunar perayaan bagi warga keturunan China, sembahyang tebu pada tepat jam 12 malam untuk mengucapkan terima kasih atas pertolongan Kaisar Langit, karena telah melindungi dan memberikan keselamatan.
Aku sembahyang pada pkl.12 malam. Dan hari ini pertama kalinya aku menjalankan po’un (cap baju). aku memohon kepada Kaisar Langit agar disaat aku sembahyang pkl. 12 malam ini tidak turun hujan, karena aku telah memasang altar diteras atas, jika hujan maka altar itu akan basah dan berantakan. Permohonanku dikabulkan, pkl. 8 malamnya turun hujan rintik, dan kemudian berhenti langit kembali cerah, bintang bermunculan, sampai aku selesai sembahyang hujan tidak turun, dan baru pkl.12 siang esok harinya setelah altar dibereskan hujan baru turun.
Aku tahu sejak aku mendapatkan kontak batin dengan para Dewa, permohonanku sering kali dikabulkan, banyak bukti nyata diberikan kepadaku. Seperti tahun ini, bencana dimana-mana, yang biasanya setiap tahun daerahku selalu mengalami kebanjiran, tapi tahun ini terhindar dari hal itu, ini semua berkat pertolongan para Dewa dan Kaisar langit yang begitu murah hati dan selalu melindungi umatnya.
Tapi, disamping bukti-bukti nyata itu, sesungguhnya aku punya kegundahan hati yang dalam. Sejak awal para Dewa mengatakan bahwa aku telah diberikan anugrah besar dari Bodhisattva untuk menjalankan amanat khusus. Tapi tanda-tanda itu belum aku rasakan, kadang timbul rasa tidak percaya atas semua yang kualami. Kadang aku berpikir apakah aku telah mengalami cobaan dan telah masuk kedalam perangkap Mara. Suamiku mengatakan supaya aku yakin saja apa yang dikatakan Guru sejatiku, karena buku ke-2 yang akan kutulis telah suamiku mengerti maksudnya, bahwa akan ada keajaiban yang terjadi dalam diriku, jika peristiwa yang kualami wajar dan seperti pada umumnya, itu bukan keajaiban. mengapa suamiku selalu saja satu pandangan dengan para Dewa?, mengapa para Buddha juga mengatakan hal yang sama? Padahal jelas-jelas dilihat dengan mata duniawi/ilmiah itu sesuatu yang tidak mungkin. aku diminta mempercayai yang tidak mungkin itu !.
Tapi, jika dipikir dengan lebih dalam makna dari semua petunjuk yang diberikan kepadaku mengandung arti yang penuh dengan teka-teki, mungkin rencana langit belum boleh diketahui. Guruku bilang bahwa semua sudah direncanakan dan sudah diatur, mana mungkin tidak benar. Keyakinanku saat ini sedang diuji, sebuah dilema yang sama yang dialami beberapa orang wanita tapi dalam situasi yang agak berbeda, tapi intinya adalah sama yaitu keyakinan dan kepercayaan pada kebesaran dan kekuatan alam semesta.
Guruku sejatiku bilang, Yakinlah pada petunjuk yang diberikan para Dewa kepadamu, keyakinan dalam jalan dharma paling penting, ketulusan hati bisa mengetarkan langit, hati yang tulus bisa mengundang Buddha dan Bodhisattva berkenan memberkati. Aku telah mengalami beberapa kali tumimbal lahir menjadi manusia, aku selalu mengulang kembali kejadian yang aku alami pada kehidupan-kehidupan sebelumnya, selama aku belum menyadari dan mengendalikan diriku, karmaku pada saat itu tidak bisa terhapus.
Kini karma masa laluku telah terkikis, tapi tentunya aku masih punya karma buruk yang telah kutanam dikehidupan sekarang ini, bisa terbuka dan mendapatkan kontak batin dengan para Dewa, akan dapat membantuku untuk secepatnya menghapus karma burukku itu, membina diri dengan bimbingan para Dewa aku mendapatkan banyak kemudahan, dibantu menuju kearah yang benar, dituntun untuk berbuat banyak kebajikan bagi semua makhluk, hal itu akan mempercepat proses pencucian karmaku. Tapi karma buruk yang telah kulakukan dikehidupanku sekarang ini bukan sama sekali hilang, tapi dipercepat kematangannya, sehingga dengan pertolongan Buddha dan Bodhisattva, karma burukku bisa terkikis segera dikehidupan ini.
Menurut Guru sejatiku dan juga para Buddha dan Dewa, hidupku saat ini sudah diatur dan digariskan, aku harus selalu mengikuti petunjuk yang mereka berikan. Karena pada kehidupanku sekarang inilah aku sudah ditentukan akan kembali ketempat asalku, dialam Sukhavati.
Aku hanya bisa pasrah, menyerahkan semua kepada para Dewa, setiap rencana dan jalan hidup yang diberikan, aku percaya ada maknanya dan tentunya mengandung makna yang baik.
9. DIYAKINKAN OLEH BUDDHA
Tgl. 23-2-2010
Datang bulanku kali ini agak berbeda, banyak sekali dan bercampur dengan gumpalan-gumpalan, aku agak takut melihatnya, seperti mengalami keguguran/pendarahan saja. Aku meminta petunjuk pada Guruku, katanya tidak apa-apa, tubuhku sedang dalam proses pembersihan sehingga aura Bodhisattva mendapatkan ruang yang bersih. Tidak perlu ke dokter karena akan berhenti dengan sendirinya.
Dan entah kenapa mendadak aku merasakan aneh pada tubuhku, Guruku meminta agar aku bermeditasi, Dalam meditasi aku melihat ada Bodhisattva datang tapi dia tidak berbicara denganku, lalu rohku keluar mengikuti dia naik kelangit entah kemana. Sampai akhirnya aku tiba di suatu tempat, ada satu Buddha sedang duduk bersila dan berkata;
“Desi, Aku Sakyamuni.”
“Buddha Sakyamuni, mengapa saya kesini.”
“Aku mengutus Bodisattva yang berjodoh denganmu itu untuk menemuiku. Kau adalah orang pilihannya dan semua telah ditentukan dan telah diatur, kau akan menjalani tugas ini. Aku, Julai hut, Mile hut dan Bodhisattva ini adalah Satu. Hanya saja aku turun kedunia beberapa kali dengan tubuh fisik yang berbeda-beda berdasarkan perkembangan zaman. Didunia ini hanya kau dan Mahagurumu yang bisa berkomunikasi denganKu, kebanyakan mereka hanya menjalankan jalan dharma berdasarkan tradisi dan buku, tidak ada petunjuk langsung dariku karena mereka tidak ada ketulusan hati dan Menganggap Aku tidak ada. Kau dan Mahagurumu mempunyai tugas meluruskan ajaran-ajaranku. Desi, kau harus mendengarkan perkataan Guru-Gurumu karena itu adalah kebenaran. Apakah kau sanggup menjalani tugas ini?”
“Saya akan berusaha. Tapi kenapa saat ini saya datang menemuiMu? Maafkan saya yang bodoh ini tidak mengerti maksud Buddha Sakyamuni.”
“Aku ingin meyakinkanmu dan memintamu untuk meneguhkan hatimu, sekaligus memperlihatkan padamu bahwa Aku ada, dan semua ini adalah nyata benar-benar kau alami.”
“Baiklah, saya percaya.”
Lalu aku kembali diantar Oleh Bodhisattva yang menjemputku tadi, setelah itu Diapun pergi.
Guru sejatiku mengatakan, memang tidak mudah menjalani jalan dharma, menuntun orang dan memberi petunjuk pada mereka tidak pernah ada habisnya, satu masalah teratasi datang masalah yang lain, membuat mereka menderita dan sedih, walaupun banyak hal yang mereka tanyakan mengenai masalah mereka, aku tidak perlu takut ataupun kesal melihat semua itu, dengarkan saja setiap petunjuk yang diberikan, jika ada jawaban bagi pertanyaan mereka aku harus menyampaikannya.
Sesunguhnya semua masalah yang mereka kuatirkan dari besar sampai kecil, jawabannya hanya satu, yaitu mendekatkan diri kepada para Dewa, maka semua kekuatiran mereka akan bisa lebih ringan.
Guruku juga bilang, ada rahasia langit yang ingin dia beritahukan padaku mengenai rencana Buddha Sakyamuni. (aku tidak bisa menulisnya disini dan belum saatnya untuk diketahui). Aku bilang pada Guru sejatiku kalau ini bukan rahasia lagi karena Buddha Sakyamuni telah memberitahukan hal ini kepadaku.
Guru sejatiku berkata;
“Desi, masih ada satu lagi rahasia langit yang ingin aku sampaikan padamu, aku telah meminta izin pada Kaisar Langit dan para Buddha untuk mengatakannya padamu, karena aku melihat kau sudah mulai paham dan mulai mempersiapkan buku ke-2.”
“Apakah itu Guru?”
“Desi, selain anugrah yang diberikan kepadamu sebelumnya dari Bodhisattva ada satu anugrah lagi yang akan datang kepadamu, sesuatu hal yang tidak akan kau percaya, ini adalah anugrah baru yang akan diberikan kepadamu. Anugrah ini tidak begitu saja diberikan, semua karena kau selalu mengikuti petunjuk yang diberikan oleh para Dewa, Buddha dan Boddhisattva”
Aku kaget mendengar hal itu, rasanya begitu banyak rahasia langit yang dibukakan padaku, membuat aku tidak bisa bernafas. Jika orang yang berambisi dan mengejar keduniawian diberikan anugrah ini mungkin bisa menjadi tinggi hati, tapi aku merasa kebalikannya, karena hal ini terlalu tinggi dan diluar logika manusia. Siapakah diriku ini hingga mendapatkan anugrah-anugrah yang begitu besar. Apakah ini semua ilusi ataukah godaan yang harus aku alami dalam menjalankan dharma.
Aku tidak mau terpancing, aku tidak mau keluar dari jalur yang benar. Aku serahkan semua kepada para Dewa, aku mencoba untuk berpikir bijaksana menyingkapi apapun yang diberikan kepadaku, aku tidak mau takabur dan juga tidak mau terlena, aku hanya akan berusaha menjalani kehidupanku dengan baik saja.
Hari ini aku mendengar kabar yang kurang baik lagi, kasus bayi tidak berkembang kembali terjadi, entah mengapa belakangan ini banyak terjadi kasus seperti ini, dunia begitu luas mengapa kasus seperti ini terus berkembang cepat, dan dialami oleh orang-orang yang aku kenal. Padahal zaman dulu, jarang sekali aku mendengar kasus ini dan kalaupun ada orang yang mengalaminya bukan dari orang-orang yang aku kenal.
Hal ini menimbulkan ketakutan yang dalam dihati manusia khususnya seorang ibu, apakah ini karma yang harus mereka terima? ataukah keyakinan mereka kepada Tuhan saat ini sedang diuji, karena dengan semakin berkembangnya teknologi didunia membuat mereka tidak mau mengandalkan kebesaran Tuhan, tapi terikat dengan kesenangan duniawinya?.
Bencana alam terjadi dimana-mana, gempa bumi, banjir, tanah longsor dll datang silih berganti. Apakah kiamat/akhir zaman benar-benar akan terjadi ditahun 2012 seperti yang diramalkan orang?. Tapi, setiap aku memohon petunjuk mengenai hal ini, para Dewa selalu meyakinkan aku untuk percaya, bahwa tidak akan terjadi hal itu, karena Bodhisattva akan turun kedunia untuk menjadi Buddha demi menolong umat manusia dari kesulitan dan penderitaan.
Banyak calon ibu yang mengalami dilema dengan keadaan bayi yang tidak berkembang dalam rahimnya, sesuatu kebahagiaan yang seharusnya mereka dapatkan berganti dengan kesedihan dan duka yang teramat dalam dihati mereka, dengan begitu cepatnya vonis jatuh pada mereka, sehingga harus ada pengguguran kandungan (aborsi). Kesalahan terletak dimana? iman ibu yang tidak kuat ataukah terlalu canggihnya alat kedokteran zaman sekarang yang sudah bisa melihat keadaan janin lebih awal ?
Sejak aku mendapatkan kontak batin dengan para Dewa, sudah terjadi beberapa kasus bayi tidak berkembang terjadi. Membuat hatiku sendiri sedih, apa yang bisa aku lakukan melihat semua ini. Sebagai manusia awam mungkin aku tidak percaya pada apa yang para Dewa katakan kepadaku, tapi tubuhku jalan hidupku memang menunjukan banyak perubahaan. Banyak keajaiban-keajaiban yang telah diberikan kepadaku selama ini, perlindungan, pertolongan dan berkah.
Apakah yang aku alami ini memang untuk menguji keyakinanku kepada para Dewa? Aku hanya bisa menyerahkan dan menjalankan setiap petunjuk yang diberikan kepadaku, aku percayakan semuanya kepada para Dewa dan tidak ingin menentangnya, aku berusaha meyakinkan hatiku dan percaya sepenuhnya, bahwa semua yang kualami ini memang telah digariskan dan diatur.
10. MEMBINA DIRI HARUS BENAR
Hari ini juga aku mendapat pembuktian atas petunjuk yang diberikan oleh Guruku, kemarin aku sempat kesal dan menangis karena apa yang kuharapkan tidak menjadi kenyataan.
Ada seorang yang bernama Yeni menghubungiku, dia mendapatkan telponku dari saudaranya, dia meminta tolong untuk membantu ayahnya karena 2 hari yang lalu ayahnya mendadak muntah lalu tidak sadarkan diri, dia membawanya kerumah sakit, dokter mengatakan bahwa ayahnya terkena penyumbatan otak/batang otak, gejala struk awal, tapi dokter sudah angkat tangan dan meminta untuk dibawa saja ke luar negeri dan sementara waktu ayahnya diberi obat penenang agar tidak merasakan sakitnya.
Aku mencoba meminta petunjuk Guruku, katanya ada roh yang masuk keotaknya dan membuat ayahnya seperti sekarang. karena ada dendam roh wanita bernama Ayi pada kehidupan yang lalu, ayahnya itu telah berbuat tidak baik padanya sehingga dia tidak bisa menjalani hidup dan membunuh dirinya. Aku mencoba berkomunikasi dengan Ayi, dia bilang sebenarnya dia tidak mau mengikuti ayahnya Yeni, tapi dendam masa lalu itu yang membuat dia tidak bisa pergi dari ayahnya, jika dia keluar maka akan ditangkap oleh Raja Akhirat, karena itu Guruku menganjurkan agar memasukkan Ayi kedalam pagoda saat dikeluarkan dari tubuh ayah Yeni. Suamiku mencari pagoda itu kemana-mana, katanya jika Ayi telah keluar dari tubuh maka ayah Yeni akan bisa sembuh.
Akhirnya aku menjalankan ritual yang diajarkan Guruku, dan memanggil Dewa Pencari Arwah, aku memohon agar ayah Yeni ditemukan dan dikembalikan ketubuhnya agar bisa tertolong. Malam harinya aku menunggu kabar Ayen mengenai ayahnya, tapi dia tidak menghubungiku dan telah berangkat ke luar negeri membawa ayahnya. Besoknya aku menghubungi Yeni tapi ayahnya telah meninggal di sana. Aku sedih mendengar hal itu, kenapa bisa seperti itu, kenapa Dewa tidak membantu, bukankah aku telah menjalankan semuanya dengan tulus. Aku menangis sejadi-jadinya, merasa kecewa dengan para Dewa atas kejadian ini.
Disaat aku lebih tenang Guruku memanggil dan memberitahukan bahwa aku sudah melakukan apa yang seharusnya aku jalankan, aku telah berbuat kebaikan. tidak semua bisa sesuai yang aku ingin, segala sesuatunya bisa saja berubah, tapi itu semua bukan kesalahanku. Roh ayah Yeni telah ditemukan oleh Dewa Pencari Arwah dan sudah ingin mengembalikan kedalam tubuhnya, tapi ayahnya tidak mau kembali, dia telah menyadari kesalahan dimasa lalu dan merasa bersalah, dia siap menerima hukuman atas kesalahannya dan tidak mau kembali lagi ketubuhnya yang sekarang.
Mendengar hal itu, para Dewa melihat ketulusan hatinya dan memberikan kesempatan padanya untuk reinkarnasi kembali. Dendam masa lalu telah terselesaikan, masing-masing telah mendapatkan kebaikan, ayah Yeni pergi reinkarnasi dan Ayi telah kubantu menyebrangi rohnya.
Beberapa waktu kemudian Yeni dan keluarganya datang kerumahku. Dia bercerita kalau dia sebelum menghubungiku untuk meminta tolong, telah lebih dulu menghubungi orang pintar yang lain dan orang pintar itu juga mengatakan hal yang sama, kalau roh ayahnya gentayangan dan dia sedang ditempeli penagih hutang. Mereka menemukan surat tulisan ayahnya yang memberitahukan bahwa hidupnya tidak lama lagi, dan dia menyesali semua kesalahan yang dia lakukan. Karena ayah Yeni juga seorang praktisi meditasi, mungkin dia sudah mengetahui masa lalunya dan telah menyadari, sehingga dia telah pasrah akan hidupnya.
Tapi disini aku berpikir, pasti ayah Yeni tidak ada perlindungan dalam meditasinya, tidak ada perlindungan dari Dharmapala dan Dewa sehingga tidak bisa keluar dari karma buruknya dan tetap menerima pembayaran karma sesuai dengan takdirnya. Mungkin dia tidak membina diri dengan membaca mantera-mantera, tapi hanya menjalani meditasi saja. Jika kita menjalani meditasi tanpa membaca mantera hati kita harus benar-benar bersih dari segala kilesa, jika kita tidak rajin membaca mantera dan membuat perlindungan saat bermeditasi, akan bisa membahayakan diri kita, kita akan mudah diganggu oleh Mara dan kita tidak mendapatkan perlindungan para Dewa dan para Dharmapala.
Karena itu, kita tidak mengetahui karma apa yang kita tanam di kehidupan yang lalu, jika karma baik maka kita akan mendapat kebaikan dikehidupan sekarang, tapi jika karma buruk maka akan mendapat hal yang buruk pula di kehidupan sekarang. Karma itu benar-benar ada, semua karena perbuatan kita sendiri, karma tidak diturunkan oleh orang tua kita, atau tertular dari keluarga atau orang lain yang berada di sekitar kita.
Kita sendiri yang berbuat maka kita sendiri yang mendapatkan akibat, jadi jangan menyalahkan siapapun terlebih menyalahkan alam semesta. Tapi introspeksi diri dan renungkanlah segala yang terjadi di sekeliling kita agar kita bisa menyadari bahwa hidup di dunia ini begitu penuh dengan penderitaan dan kesulitan karena kita yang menciptakannya sendiri.
11. KERTAS MANTERA KSITIGARBHA BODHISATTVA
Tgl. 5 maret 2010
Malam harinya Guruku meminta agar aku meditasi pukul 10 malam, katanya ada yang ingin bertemu denganku. Tapi karena aku terlalu lelah bertemu dengan tamu, saat meditasi aku tidak bisa konsentrasi dan tidak bisa masuk dalam samadhi, jadi aku baru bisa meditasi esok malamnya.
Aku kira akan ada Guru roh baru yang akan mengantikan Dewa-Dewa langit yang telah selesai membimbingku, dalam konsentrasi meditasi aku melihat perwujudan seorang pangeran dengan baju putih berbarengan dengan munculnya seekor naga putih yang melesat cepat dan berputar, aku amati saja semua itu dan membiarkan berjalan karena kupikir itu hanya ilusi, tapi alurnya semakin jelas, dengan secara tiba-tiba muncul Cu Pat Kai dengan wajahnya didepan mukaku, lalu muncul Sa Cie dan Sun Go Kong.
Aku merasa aneh... kenapa mereka semua muncul dalam meditasiku hari ini. Pertanyaan dalam hatiku terjawab dengan munculnya Ksitigarbha Bodhisattva dengan mengenakan jubah kebesarannya lengkap dengan Mahkota dan tongkatnya. Aku berpikir apakah kedatangan Ksitigarbha Bodhisattva adalah untuk mengangkat aku menjadi murid? apa yang akan di ajarkannya? seiring dengan pertanyaan dalam hatiku, terbuka tanda komunikasi antara aku dengan Ksitigarbha Bodhisattva.
“Desi... aku Tong Sam Cong, Te Co Ong, Te Cang Wang Pusa, Ksitigarbha Bodhisattva. Aku datang menemuimu untuk memberikan petunjuk padamu“
“Ksitigarbha Bodhisattva, saya bersyukur mendapatkan berkah ini, apa yang ingin engkau sampaikan.”
“Aku tahu pada saat ceng beng nanti banyak arwah dan leluhur yang akan kau sebrangkan, karena itu aku datang hari ini untuk membantumu agar pelimpahan jasa bisa berjalan dengan baik.”
“Mohon petunjuknya.”
“Pada Ritual penyebrangan roh nanti, saat membaca sutra tidak perlu terus menerus tidak berhenti, tapi bacalah setiap bab dengan di selingi istirahat, karena hasilnya tetap sama. Buatlah teratai dari kertas Perak untuk para arwah dan leluhur, tidak perlu satu nama pada satu teratai, tapi satu kelopak teratai satu nama, jadi satu teratai bisa beberapa nama arwah. Aku juga ingin memberikan kertas mantera, dengan kertas mantera ini semua arwah dan leluhur yang kau lakukan penyebrangannya bisa terangkat semua dan bisa naik tingkat tidak ada yang tertinggal. Bakarlah setelah selesai membaca sutra dan satu hari sebelumnya kertas mantera itu harus diletakan di bawah dupa altar.”
“Terima kasih atas petunjuk dan kebaikan yang Ksitigarbha Bodhisattva berikan pada saya.”
Lalu Beliau dan murid-muridnya pergi, inilah pertama kalinya aku dikunjungi oleh Ksitigarbha Bodhisattva dan mendapatkan petunjuk dariNya, disaat aku akan menjalankan ritual penyebrangan roh untuk yang pertama kalinya.
Aku menjalankan petunjuk yang diberikan oleh Ksitigarbha Bodhisattva, dan menjalankan ritual penyebrangan roh dengan setulus hati. Walaupun lelah aku senang menjalaninya, apalagi setelah melihat reaksi alam terjadi saat itu. Aku melihat kehadiran Ksitigarbha Bodhisattva di antara langit dan bumi duduk diatas teratai, mustika api yang berada ditangannya memancarkan sinar emas menyorot ke bumi, secara perlahan roh-roh yang telah mendapatkan bekal dari keluarga yang melakukan pelimpahan jasa pada saat itu, terangkat naik melewati sinar itu dan mereka semua yang telah terangkat berdiri mengelilingi Ksitigarbha Bodhisattva.
Hujan juga tidak turun saat itu, setelah selesai ritual langit memerah sampai menyinari bumi, seperti warna sorotan mustika Ksitigarbha sedang mengangkat para roh keatas untuk disebrangkan.
Aku bahagia melihat kejadian itu, menandakan apa yang kulakukan diterima oleh para Dewa, dan mereka berkenan terhadap apa yang ku lakukan. Aku akan terus menjalani semua ini dengan tulus, membantu Ksitigarbha Bodhisattva menyelamatkan para roh yang tersesat. Semoga aku bisa menjalankan setiap petunjuk yang diberikan para Dewa dengan baik.
12. MENDAPAT RUPANG DAN JAPAMALA DARI GURU SEJATI.
Pada suatu malam aku merasakan perubahan aneh pada diriku. Aku merasakan tubuhku ringan dan rohku seperti bangkit, sehingga aku seperti merasakan kulit dan tulangku berpisah. Merasakan hal itu aku segera menuju keruang khusus dan mulai mencoba untuk masuk ke dalam meditasi, karena aku merasa seperti akan ada sesuatu yang kualami.
Setelah beberapa lama masuk dalam samadhi, aku melihat seorang anak remaja perempuan sedang bermain ayunan, kemudian dia masuk kedalam rumah yang berada didekat tempat dia bermain itu, lalu menuju kesuatu kamar di lantai atas rumah itu. ternyata itu kamarnya, diatas tempat tidur dia berniat nonton televisi, tapi acara tidak ada yang bagus kemudian dia mematikan televisi itu dan berniat untuk tidur, tapi dia seperti terlupa sesuatu lalu bangkit dari tempat tidurnya menuju sebuah lemari baju, dia mengambil sebuah japamala dari lemari itu.
Kemudian dia turun melewati sebuah tangga spiral dan masuk kedalam suatu ruangan, sepertinya ruangan altar, disana terpasang gambar Guru sejatiku Dewi Seribu Tangan Seribu Mata berukuran agak besar. Gadis itu bersujud dan membaca mantera sambil memutar japamala, aku melihat gambar Guru sejatiku itu hidup dan menopangkan tangannya kekepala gadis itu yang sedang bersujud didepannya. Setelah selesai bersembahyang, gadis itu kembali kekamarnya dan tidur.
Saat dia tidur, rohnya keluar dari tubuh dan pergi kelangit melalui jendela, ternyata dia pergi ke alam Sukhavati, disana dia bertemu dengan Guru sejatiku, Dewa Ganesha dan para Dewi lainnya, Guru sejatiku itu memberi sebuah japamala bergambar dirinya kepada gadis itu, setelah itu gadis itu kembali kedalam tubuhnya.
Saat gadis itu bangun, dia kembali keruang altar tadi untuk bersembahyang, tapi tiba-tiba saja gadis itu jatuh pingsan, aku melihat Guru sejatiku keluar dari gambarnya itu dan menolong gadis itu dengan memasukan sesuatu (seperti permata kecil) kedalam dahinya, kemudian gadis itu siuman kembali.
Awalnya aku tidak mengerti mengapa aku melihat hal itu dalam meditasi hari ini, apakah ini suatu petunjuk atau hanya ilusiku saja. Aku menanyakan mengenai hal ini pada Guruku, Guruku bilang bahwa dia pernah memberikan japamala kepadaku pada kelahiranku yang lalu dan akan mendapatkan dariNya melalui orang yang berjodoh juga denganNya . Dan Guru sejatiku juga mengatakan, karena aku belum memiliki rupang diriNya sampai saat ini, aku diminta untuk pergi kesuatu toko didaerah Jakarta disana aku bisa bertemu dengan rupangNya yang berjodoh denganku.
Mendengar itu aku senang sekali, aku segera mengatakan hal ini pada suamiku. Dan kami pergi ketoko tersebut. Ternyata benar apa yang dikatakan Guruku, saat aku masuk ketoko itu aku melihat ada rupang Guru sejatiku sama seperti gambar yang aku miliki sebelumnya, melihat rupang itu aku merasakan perasaan yang berbeda, dan memang di toko itu rupang Guruku cuma ada satu-satunya. Dan anehnya lagi harga rupang itu jumlahnya pas sekali dengan uang yang kami bawa dari rumah padahal sebelumnya tidak kami hitung dulu.
Selang beberapa hari, tiba-tiba saja datang seorang tamu yang sudah pernah kukenal dan berjodoh dengan Dewi Seribu Tangan Seribu Mata kerumahku, dia memberikan sebuah japamala kepadaku sebagai oleh-oleh.
Apakah ini suatu kebetulan, aku rasa tidak. Aku percaya bahwa aku bisa mengetahui apa yang akan kualami dalam kehidupan ini, walaupun belum terjadi. Karena pembinaan diriku selama inilah yang telah membuat aku bisa mendapatkan kelebihan itu, aku sungguh amat bersyukur.
Pada sore harinya, setelah aku mengalami kebenaran dalam meditasi, saat aku sedang diteras lantai atas rumahku, aku merasa tubuhku agak goyang, sedikit melayang dan ada sesuatu yang naik turun dibelakang kepalaku. Merasakan keganjilan ini aku segera masuk kedalam meditasi. Aku melihat sesuatu yang kuncup dengan ukuran besar, didalamnya seperti ada sesuatu yang bersinar, lalu kuncup itu terbuka, semakin diperhatikan seperti bunga teratai mekar, dan ditengahnya muncul Guru sejatiku dengan seluruh tangannya yang bergerak-gerak duduk diatas teratai itu.
Lalu dibawah teratai itu muncul sebuah tangga yang terbuka turun kebawah satu demi satu, tidak lama kemudian rohku keluar dari tubuh dan naik keatas melalui tangga tersebut. Sesampainya diatas, Guru sejatiku turun dari teratai dan menghampiriku, dia menuntunku untuk duduk disampingnya dan berkata;
“Desi... percayalah pada perkataanku, semua sudah ditetapkan, kau tidak perlu berpikir macam-macam, yang penting jalanilah hidupmu dengan baik dan semua tugas-tugasmu. Biarkan semua berjalan sesuai rencana.”
“Tapi Guru... kenapa sampai saat ini tidak ada tanda apapun?“
“Sesungguhnya itu untuk mengecoh Mara, agar Mara tidak menyadari kalau kau telah mendapat anugrah itu. Jadi alam membuat dirimu seperti orang biasa, karena semua ini masih rahasia.”
“Oh begitu... baiklah Guru saya percaya.”
Akhirnya Guru sejatiku menyuruh aku kembali, dan Dia menghilang.
Sejak mendapatkan anugrah ini, telah sering Guru sejatiku dan para Dewa meyakinkan aku, walaupun aku merasa sedikit bimbang, tapi Guru sejatiku dan para Dewa meminta agar aku mempercayainya. Karena keyakinanku kepada para Dewa harus teguh, dengan begitu jalan dharma bisa berjalan dengan baik.
Aku amat berterima kasih kepada para Buddha, karena berkenan memilih aku untuk menjalankan amanat ini. Walaupun aku sadar, aku bukanlah manusia yang suci dan bersih, tapi merupakan keberuntungan besar bagiku, bisa mendapatkan perlakuan khusus dalam pembinaan diriku selama ini. Semoga segala petunjuk dan bimbingan yang mereka berikan padaku, bisa aku jalankan dengan baik.
13. AURA BUDDHA DAN BODHISATTVA
Pada tanggal 20 Maret 2010, aku diminta oleh Guru sejatiku untuk bermeditasi. Disitu aku melihat ada stupa-stupa, apa yang kulihat pada saat itu tidak bisa kuteruskan, karena aku terlalu lelah sehingga tidak bisa berkonsentrasi, aku memohon maaf pada Guru sejatiku.
Esok harinya, aku kembali diminta untuk meditasi karena kemarin tidak menjalaninya. Karena hari ini tubuhku agak segar, aku lebih bisa berkonsentrasi dan bisa memasuki samadhi.
Apa yang kulihat sama seperti kemarin, ada stupa-stupa dan patung Buddha, stupa-stupa itu tersusun dari yang paling tinggi di tengah dan stupa lainnya mengelilingi stupa yang diatas, membentuk sesuatu seperti sebuah candi, entah candi apa? aku melihat disitu diriku sedang bermeditasi di bawah pohon menghadap candi itu. Stupa-stupa itu terbelah dua dan patung Buddha yang ada didalamnya terangkat keatas, bergabung menjadi satu memancarkan cahaya hijau kearahku yang sedang meditasi di bawah pohon.
Penglihatan itu hilang dan berganti dengan sebuah vihara di daerah Jakarta, daerahnya tidak asing bagiku karena aku pernah ke vihara itu sebelumnya. Dalam meditasi aku pergi ke vihara itu, dialtar utama duduk rupang Buddha Maitreya besar dan didepannya ada beberapa rupang Buddha Maitreya juga yang agak kecil. Aku meditasi di depan altar itu dan rupang-rupang Buddha Maitreya yang ada disitu bergabung menjadi satu dan memancarkan sinar kuning kearahku.
Penglihatan itu hilang lagi dan berganti dengan sebuah vihara dengan pintu gerbang masuknya yang melengkung bertuliskan vihara Sukhavati, aku masuk kedalam dan melihat altar bersinar emas dan terang. Lalu itupun menghilang. Aku tidak mengerti dengan apa yang kulihat itu. Guruku berkata;
“Desi... kau harus pergi ke Candi Borobudur di Yogya dan ke vihara Maitreya yang ada di Jakarta untuk mendapatkan berkat dari Buddha Sakyamuni dan Buddha Maitreya“
[Candi Borobudur]
“Kenapa harus ke Borobudur Guru, saya sudah pernah kesana sebelumnya.”
“Saat itu kau belum terbuka, disana ada kekuatan yang besar, karena merupakan peninggalan dari Buddha Sakyamuni, setiap Waisak selalu diadakan ritual sembahyang, tapi hanya orang-orang seperti kau yang bisa menyerap energi murni ditempat itu, banyak dari mereka yang tidak merasakan apa-apa dan tidak mendapatkan apa-apa, karena kebanyakan dari mereka hanya mengikuti tradisi saja dan tidak benar-benar mendapatkan berkat dari tempat itu.”
“Tapi ... itu ada diluar kota.”
“Carilah waktu untuk kesana, karena ini sangat penting. Apa kau mengerti?”
“Baiklah... saya akan berusaha.”
Aku mencoba untuk menjalankan petunjuk itu, yang paling mudah untuk pergi adalah ke Vihara Maitreya di Jakarta karena tempatnya dekat. Disana saat bermeditasi aku melihat cahaya kuning bersinar dan merasakan cakra mahkotaku terbuka, aku kira rohku akan keluar, tapi ternyata salah satu rupang Buddha Maitreya yang ada dialtar terangkat menuju kearahku dan masuk kedalam tubuhku melalui cakra mahkotaku yang terbuka itu.
Satu petunjuk telah aku jalankan, tinggal satu lagi dan agak sulit karena tempatnya jauh. suatu hari dalam meditasi, aku melihat seekor gajah berwarna putih yang cantik dan diatasnya ada seseorang yang duduk bersila di atas teratai, melihat hal ini aku sempat keluar dari meditasi, karena kupikir aku sedang berkhayal dan tidak berkonsentrasi dengan baik.
Aku mencoba menenangkan pikiran sejenak dan kembali masuk dalam meditasi, tapi aku melihat hal yang sama, seekor gajah dan seseorang yang duduk diatasnya, kemudian muncul lagi seekor singa dengan orang duduk diatasnya juga, aneh siapa mereka? aku mencoba menerka-nerka dalam hati, lalu terbuka komunikasi antara kami;
“Desi... kami adalah Bodhisatva Manjusri dan Bodhisatva Samantabadra, kau akan pergi menemui Buddha Sakyamuni ke Candi Borobudur, kami ingin memberikan petunjuk padamu mengenai kepergianmu kesana. Buddha Sakyamuni adalah Buddha tertinggi dan paling diagungkan, ada hal-hal yang harus kau lakukan.”
“Apakah itu?”
“Saat kau sampai disana, ada beberapa stupa yang paling dekat dengan stupa utama Buddha Sakyamuni, pada setiap stupa kau harus menempelkan dahimu dan membaca mantera “GATE GATE PARAGATE PARA SAMGATE BODHI SVAHA“ sebanyak 3 kali. Keliling stupa memutar searah jarum jam, setelah itu pada stupa utama bernamaskara dan membaca mantera yang sama lalu mundur kebelakang sebanyak 35 langkah, kemudian turunlah kebawah untuk bermeditasi menghadap candi, itulah yang harus kau lakukan. Apakah kau bisa?”
“Bisa... saya akan mengikuti petunjuk yang Bodhisattva berikan. Terima kasih.”
Lalu Manjusri Bodhisattva dan Samantabadra Bodhisatva menghilang, dan aku masih bingung akan kedatangan Mereka memberi petunjuk, apa hubungan mereka dengan Buddha Sakyamuni, sehingga Mereka datang menemuiku?, aku mencoba mencari tahu mengenai Mereka, ternyata Mereka berdua adalah 2 pembantu utama Buddha Sakyamuni, ini pengalaman yang membuat aku takjub. Percaya atau tidak ini benar-benar terjadi, hanya kadang merasa aneh saja bisa mengalami hal ini.
Pada tanggal 9 April 2010, aku, suamiku dan anak pertamaku tiba di Yogya menjalani petunjuk ke Candi Borobudur. Karena pamanku yang tinggal disana hanya tinggal ditempat kerjanya, jadi kami memutuskan untuk menginap dihotel. Saat mencari hotel aku tidak ikut mereka dan tidak tahu kalau hotel itu tidak bersih, suamiku menyewanya selama 2 malam, saat sampai dikamar hotel aku sudah terlalu lelah dan ketiduran, saat itu masih pukul 9 malam, suamiku juga masih mengobrol dengan pamanku.
Pada jam 3 pagi aku bangun dan berniat untuk shadana dan meditasi seperti biasa, dan mempersiapkan tempat menghadap pintu kamar dan duduk bersila disana. Saat mulai membaca mantra aku mendengar sesuatu, aku membuka mataku sambil tetap melafal mantera tapi menunggu beberapa saat tidak ada apa-apa, lalu aku menutup mata lagi dan berkonsentrasi kembali pada pembacaan mantera, tapi ada suara lagi kudengar, aku kembali membuka mata. Saat buka mata tidak ada suara, tapi saat tutup mata ada suara-suara yang menganggu konsentrasiku. Aku mencoba tak menghiraukan suara itu dan tetap berkonsentrasi, tapi saat aku menutup mata kembali untuk yang ketiga kalinya bukan suara aneh lagi yang aku dengar, tapi ada roh berada didepanku dan mengeluarkan suara ssssssttttt...., sepertinya dia menyuruh agar aku diam dan tidak membaca mantera.
Mendengar itu konsentrasiku pecah, aku tak bisa lagi meneruskan pembacaan mantera dan bermeditasi dikamar itu, banyak arwah yang masuk kekamarku. Aku bergerak mundur dan mencoba untuk tidur, tapi saat aku pejamkan mata arwah-arwah itu muncul, sepertinya ramai sekali, aku berpikir tempat apa ini, kenapa banyak hantu disini? aku tidak bisa tidur lagi, suamiku merasakan kegelisahanku dan bertanya ada apa? aku bilang padanya kalau tempat ini tidak bersih. Dia bilang dia sudah tahu karena saat pamanku pulang pukul 12 malam saat ingin tidur, ada suara-suara aneh dikamar itu.
Ini salahku juga, karena aku tidak memeriksa tempat ini sebelumnya, kalau tahu dari awal aku pasti memilih tempat lain untuk menginap, memang kadang-kadang aku tidak mempergunakan kelebihanku untuk berjaga, sehingga harus mengalami hal ini. Guruku bilang kalau tempat ini dulunya adalah tempat pemakaman umum, pantas saja begitu ramai, Guruku bilang agar tidak perlu memperhatikannya, dan bersikap seolah aku tidak merasakan keberadaan mereka, nanti mereka akan pergi sendiri.
Aku masih menginap di hotel itu satu malam lagi, dan memagari kamarku dengan perlindungan yang diajarkan Guruku, agar hantu-hantu itu tidak masuk kekamarku. Dengan tidur sambil membaca mantera didalam hati di malam kedua, aku merasa diselimuti oleh cahaya Buddha-Bodhisattva sehingga tidak terganggu dan bisa tidur dengan nyaman. Saat kami pulang dengan mengunakan taxi, supir taxi itu juga mengatakan kalau tempat itu bekas kuburan umum.
Tanggal 10 april 2010, aku pergi ke Candi Borobudur dan mengikuti petunjuk yang diberikan Manjusri Bodhisattva dan Samantabadra Bodhisattva, saat meditasi menghadap candi aku melihat stupa-stupa teratas yang mengelilingi stupa utama terbuka dan patung-patung Buddha didalamnya terangkat keatas dan berputar cepat searah jarum jam mengelilingi stupa utama yang paling besar yang perlahan terbuka dan Patung Buddha disitu naik, saat Mereka sedang berputar cakra mahkotaku terbuka, dan patung Buddha yang paling besar menghampiriku dan masuk ke dalam diriku melalui cakra mahkotaku yang terbuka. Kemudian patung-patung Buddha yang berputar, kembali kestupa masing-masing dan stupa-stupa itu tertutup kembali. Setelah itu datang Manjusri Bodhisattva dan Samantabadra Bodhisattva bekata;
“Desi... aura Buddha dan Bodhisattva telah masuk kedalam dirimu. Jalanilah hidupmu dengan baik agar kedatangan mereka bisa berjalan dengan baik dan tiada cela“
Akhirnya kedua petunjuk telah aku jalankan dengan baik, aku serahkan semua kepada para Dewa. Segala kebenaran yang terjadi padaku, biarlah nantinya bisa memberi kebaikan bagi semua makhluk.
14. MENGUCAPKAN SUMPAH BODDHI
Tanggal 14 april 2010, aku kembali ke Jakarta. Setelah selesai menjalankan petunjuk para Dewa untuk ke Candi Borobudur di Yogya. Kami pulang dengan mengunakan pesawat terbang, saat pesawat kami landing di bandara Soekarna Hatta, Guru sejatiku memanggil dan meminta agar aku pergi ke salah satu vihara di Tangerang untuk mengikuti ritual api homa, karena ada sesuatu yang akan aku lakukan di sana.
Sebenarnya aku tidak ada rencana untuk ke vihara itu, karena baru kembali dari Yogya dan tidak tau acara api homa itu jam berapa, kami berpikir pasti tidak akan keburu waktunya. Kami harus pulang dulu kerumah untuk mandi dan bersiap ke vihara itu. Ternyata memang para Dewa sudah mengatur waktunya, sehingga saat kami sampai di sana acara pujabakti baru saja dimulai.
Pada saat itu ada 3 orang Biksu yang memimpin pujabakti, aku tidak mengenal mereka semua, katanya mereka dari luar negeri. Saat mulai ritual api homa yang di pimpin oleh salah satu Biksu itu, aku merasakan kehadiran para Buddha-Bodhisattva karena Biksu itu punya konsentrasi yang sangat baik, sehingga para Buddha-Bodhisattva berkenan untuk turun dan memberkati api homa hari itu.
Saat sesi meditasi, Ksitigarbha Bodhisattva datang memberikan petunjuk cara meletakan rupangnya di altar rumahku, apa saja yang harus aku siapkan. Ksitigarbha Bodhisattva tahu kalau aku baru saja membeli rupang dirinya juga rupang Mahadewi Yao Chi di vihara itu.
Setelah api homa dan meditasi selesai, disaat ceramah dharma Guru sejatiku memberitahu, kalau aku harus kerumah salah satu Biksu yang memimpin pujabakti di vihara itu, aku sempat kaget dan bingung kenapa begitu. Untuk apa aku ketempatnya, apa lagi mereka semua dari luar negeri, mengapa aku harus pergi ke rumahnya.
Banyak pertanyaan dalam hatiku, tapi aku tidak menolak petunjuk yang diberikan oleh Guruku, karena aku percaya dia tidak akan menyusahkan aku.
Guruku memberitahu kalau aku harus pergi kerumah salah satu dari tiga biksu yang duduk di depan, untuk bernamaskara dan mengucapkan sumpah bodhi/ikrar dihadapan altar Buddha-Bodhisattva dirumahnya. Biksu itu duduk dipaling kanan, setelah aku menyelidiki dan mencari tahu mengenai Biksu itu, ternyata dia bukan orang luar negeri dan tinggalnya di Jakarta. Aku sungguh bersyukur untuk semua ini, karena Guruku memang tidak menyulitkan aku.
Akhirnya di akhir acara, aku dan suamiku menghampiri Biksu itu dan meminta izin untuk datang kerumahnya, aku ceritakan petunjuk yang diberikan oleh Guru sejatiku padanya. Awalnya dia tidak mengizinkan, karena altar pribadi tidak boleh dimasuki oleh orang lain. Aku memahami kesulitannya tapi tugas Guruku harus kujalankan, karena aku selalu berusaha untuk tidak melewatkan satu tugaspun yang diberikan oleh Guruku. Aku menitipkan buku pertamaku padanya agar paling tidak jika dia berkenan membacanya mungkin sedikit mengetahui dan memahami apa yang kujalani saat ini.
Aku harus tiga kali menemui Biksu itu di beberapa vihara, di saat dia memimpin ritual. Akhirnya dia mengizinkan aku kerumahnya untuk bernamaskara di depan altar rumahnya.
Tepatnya tanggal 25 mei 2010, aku datang kerumah Biksu yang di tunjuk oleh Guru sejatiku, bernamaskara di altar rumahnya dan mengucapkan sumpah bodhi/ikrar di hadapan Para Buddha, Boddhisattva, Dewa, Dharmapala dan Dakini.
Isi ikrar itu adalah;
1. Menjalankan misi yang diberikan sejak awal mendapatkan kontak batin dengan para Dewa, yaitu “menjalankan kebenaran dan menolong orang“.
2. Membantu Ksitigarba Bodhisattva untuk mengosongkan neraka dengan melakukan Penyebrangan Roh.
3. Menjalankan ajaran dharma sesuai petunjuk yang diberikan oleh para Guru dharma dari angkasa untuk menyelamatkan para insan, agar terlepas dari tumimbal lahir dan bisa terlahir di tanah suci Sukhavati, surga barat Buddha Amithaba.
Itulah ketiga sumpah bodhi yang aku ucapkan di hadapan para Buddha, para Bodhisattva, para Dewa, Para Dharmapala dan Para Dakini. Aku telah menyerahkan kehidupanku ini untuk mengikuti jalan para Bodhisattva, melepaskan ke-aku-an dalam diriku. Mengabdikan hidupku saat ini untuk menjalankan dharma Buddha dengan setulus hati.
Aku sangat berterima kasih pada Biksu itu, atas bantuannya sehingga aku bisa menjalankan tugas dan petunjuk Guruku dengan baik. Aku percaya kalau Guru sejatiku juga para Buddha dan Bodhisattva memilih dia itu dan juga tempatnya untuk datang memberkati aku saat mengucapkan sumpah bodhi, pasti telah melihat sisi baik dalam dirinya dan Buddha-Bodhisattva berkenan padanya.
Dalam menjalankan tugas ini, sempat membuat aku gemetar dan berdebar-debar. Manusia tidak sembarangan mengucapkan sumpah, apa lagi sumpah yang diucapkan dihadapan para Buddha. Tapi aku merasakan sisi positif dari mengucapkan sumpah bodhi ini, karena setiap aku mulai sedikit menyimpang dari ajaran Buddha, dengan sendirinya mengingat sumpah bodhiku, dengan segera kembali pada jalan dharma.
15. MAHAGURU DATANG MEMBERI PERLINDUNGAN
Pada saat peluncuran buku Mahaguru di sebuah pertokoan di Jakarta, aku pergi ke pameran itu untuk membeli beberapa buku tulisan Mahaguru yang belum aku miliki dan aku membeli 3 buah buku karyanya dan membawanya pulang.
Pada keesokan harinya, saat aku hendak pergi bersama dengan suami dan anakku, aku membaca salah satu buku Mahaguru di mobil dalam perjalanan ke sebuah mall untuk menemani anakku bermain. Baru saja membaca beberapa halaman tiba-tiba saja mataku terasa berat seperti mengantuk, aku berusaha untuk tetap membaca buku itu tapi rasa berat pada mataku sulit kutahan, aku mencoba menutup mata dan berniat untuk tidur sesaat karena kupikir aku memang ingin tidur.
Beberapa lama memejamkan mata ternyata aku tidak bisa tidur, pikiranku seperti melayang entah kemana tapi secara samar aku melihat perwujudan Mahaguru. Mungkin aku hanya berhalusinasi, lalu aku kembali membuka mataku, tiba tiba saja Guruku memberitahu, kalau Mahaguru ingin berkomunikasi denganku dan aku di minta untuk berkonsentrasi meditasi sejenak.
Aku mengikuti petunjuk Guruku itu, dan dalam keadaan mobil yang sedang berjalan, aku memposisikan tubuhku untuk bermeditasi, walau mobil bergoyang tapi aku sudah terbiasa dan sudah bisa berkonsentrasi dalam meditasi. Setelah beberapa saat aku melihat kedatangan Mahaguru, dia duduk bersila memegang genta ditangan kirinya dan vajra ditangan kanannya dan mengenakan jubah kebesaran dengan Mahkota Panca Dhyani Buddha berwarna merah. Mahaguru semakin jelas kulihat sedang mengoyang-goyangkan genta, suara genta kudengar secara samar.
“Desi... Aku sudah mengetahui mengenai dirimu, bahwa kau telah dipilih untuk menjalankan amanat yang besar dari Buddha Sakyamuni dan Buddha Maitreya. Buddha Sakyamuni telah memberitahukan hal ini padaku. Kedatanganku adalah sekaligus untuk membuktikan kebenaran ini. Mulai hari ini aku akan melindungi dan menjagamu, karena waktunya sudah tidak lama lagi. Kau tidak boleh mengatakan kalau kau bukan bagian dari aliranku, kau dan aliranku memiliki garis silsilah yang sama, kau dan aliranku akan bersama-sama saling mendukung menjalankan dan mengembangkan jalan dharma.
Jangan berpikir sama terhadap semua umat, karena tidak semua umat tidak tulus dan salah, tapi ada juga yang tulus dan benar. “
“Baiklah, saya mengerti Mahaguru.”
“Jagalah dirimu dengan baik dan ikutilah setiap petunjuk yang diberikan oleh para Dewa. Aku meminta agar kau membaca mantera hatiku setiap hari ”.
Lalu Mahaguru menghilang seiring dengan redanya tanda komunikasi antara kami.
Aku agak sedikit aneh dengan pengalamanku ini, kenapa Mahaguru mendadak datang, apakah ini sungguhan? apakah Mahaguru benar-benar telah tahu siapa diriku? ataukah ini hanya ilusiku saja?
Guru sejatiku meminta agar aku mempercayai apa yang kualami barusan, aku agak tegang dan was-was menghadapi hal ini. Apakah kebenaran ini akan terjadi? apakah akan ada mukjizat yang ku alami? aku hanya bisa berserah diri kepada para Dewa, hidup dan mati bukan milikku.
Aku akan berusaha agar misi yang telah diturunkan dari langit bisa berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan kehendak para Dewa. Aku hanya sebagai perantara dan media penyebaran jalan dharma agar banyak makhluk dimuka bumi ini dan di 4 alam kehidupan terselamatkan dari penderitaan.
Aku bersyukur bisa berjodoh dengan Mahaguru, tubuh dharmakayanyalah yang selalu datang membimbing. Beliau mengajarkan visualisasi dan beberapa mudra, beliau juga yang membantu rohku bisa keluar dari tubuh fisik dan membawaku berkeliling ke nirwana dan neraka.
Aku percaya beliau bukan orang biasa, benar-benar seorang Buddha Hidup yang tingkat pencapaian meditasinya sudah mencapai samyaksambodhi. Beliau telah sama dengan Buddha-Bodhisattva, karena disaat aku mendapatkan kontak batin dan bimbingan dari Buddha-Bodhisattva, Mahaguru juga datang membimbingku. Walaupun aku mendengar kata-kata tidak baik mengenai dirinya, aku tidak terpengaruh sebab aku sendiri telah mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak.
16. MEMPERSIAPKAN ANUGRAH DATANG
Tanggal 8 Agustus 2010, saat aku dalam perjalanan pulang dari sebuah mal, aku merasakan sisi kanan kepalaku terasa memanas dan seperti ada arus listriknya. Aku rasakan hanya sesaat saja, karena itu aku tidak terlalu menghiraukan keanehan pada diriku itu.
Sampai di rumah anakku meminta untuk memasakkan sesuatu untuk dia makan, dan saat memasak itu, aku merasakan perubahan aneh pada tubuhku, rasa melayang, ringan dan kelembutan yang aku rasakan membuat aku memutuskan untuk turun keruang altar. Tapi aku tidak langsung meditasi karena berharap Guru sejatiku memberikan petunjuk mengenai yang kualami ini, tapi aku tidak tahan untuk masuk kedalam meditasi.
Dalam meditasi aku merasakan kenyamanan dan keringanan dalam tubuhku, tapi ada tekanan kuat pada ujung hidungku, tekanan itu perlahan lahan naik ke atas sampai kecakra dahiku dan menyebar di sana, setelah itu aku merasakan tanda komunikasi. Perlahan aku melihat kehadiran Buddha Sakyamuni dan Buddha Maitreya, aku juga melihat tubuhku memancarkan cahaya terang bersamaan dengan kehadiran Mereka. Buddha Sakyamuni berkata;
“Desi... Aku tahu kau ragu dengan apa yang kau alami, Aku beritahukan kepadamu, semua yang kau alami adalah kebenaran, Buddha dan Boddhisattva tidak akan berbohong mengenai dirimu. Teguhkanlah hatimu, ikutilah semua petunjuk yang diberikan oleh Gurumu dan para Dewa.
“Tapi, Saya merasa takut apa yang dikatakan Buddha dan Dewa tidak sesuai dengan kenyataan yang hamba terima. Hamba takut telah salah jalan dan masuk dalam perangkap Mara.“
“Percayalah kau tidak salah jalan, kau telah mendapat berkat dariKu dan juga para Bodhisattva serta perlindungan dari para Dharmapala. Kau sudah di pilih untuk menjalankan amanat ini. tidak perlu berpikir yang tidak-tidak, yang penting jalankanlah hidupmu dengan baik dan ikutilah selalu petunjuk yang diberikan oleh para Dewa.”
“Baiklah Buddha sakyamuni aku akan berusaha.“
Lalu Buddha Maitreya dan Buddha Sakyamuni menghilang, setelah aku keluar dari meditasi, Guruku memberikan petunjuk lagi padaku.
“Desi, Kau harus percaya terhadap setiap petunjuk yang telah diberikan kepadamu. Kau adalah Dewi Sukhavati ke-27. Roh yang masuk kealam Sukhavati tidak mudah untuk bisa mencapai tingkatan ke-27, kebajikan yang mereka tanam haruslah besar. kebanyakan dari mereka berada dialam Sukhavati tingkat ke-5. hanya kau Dewi Sukhavati yang turun kedunia fana. Jalan hidupmu sudah diatur sejak kau mulai membina diri dan kau telah dipilih. Jadi jangan menganggap dirimu tidak berarti dan tidak berharga.”
“Guru ... apa yang harus aku lakukan?“
“Persiapkanlah semua dengan baik dan jangan ragu lagi. Waktunya tidak lama lagi, semua ini kau lakukan agar tidak tergesa-gesa nantinya.“
Aku bingung apa yang harus aku lakukan, mengikuti petunjuk Guruku atau tidak? dalam jalan dharma, keyakinan adalah iman kita. Karena disitulah letak ketulusan hati, bukankah aku telah berikrar mengikuti jalan Bodhisattva. Seharusnya aku punya keteguhan hati, apapun resikonya aku harus teguh pada keyakinanku, percaya sepenuhnya pada perkataan dan petunjuk Guruku dan para Dewa, bahwa semua itu adalah kebenaran.
Akhirnya aku membulatkan hatiku untuk mempersiapkan semuanya dan aku yakin pada perkataan Guruku, yakin pada perkataan para Buddha dan yakin pada perkataan para Dewa. Aku tidak perduli lagi terhadap apa yang dikatakan orang nantinya, yang mungkin menganggap aku sudah gila dan aneh, mempersiapan sesuatu hal yang tidak mungkin menurut mereka.
Aku percaya pada kekuatan Alam semesta, percaya kepada Guru, percaya kepada Buddha Sakyamuni. Semua ini telah diatur, jalan hidupku telah diatur kearah yang baik. Mereka tidak akan menuntunku ke jalan yang salah. Aku yakin selama hati terdalamku tidak ternoda oleh kekotoran batin aku pasti tidak akan salah jalan.
Sebagai seorang yang telah mendapatkan kontak batin dan selalu berusaha membina diri dengan baik, aku tidak ingin ragu sedikitpun. Aku tidak ingin melekat pada keakuan, keegoisan dan amarah. Segala ketakutan dan kekhwatiranku selama ini tidak beralasan, karena sesungguhnya aku hanya takut dinilai oleh orang lain, takut dikatakan orang lain kalau aku hanya mengada-ada. Kejadian dan pengalaman batin dengan para Dewa benar-benar aku alami dan begitu bermakna bagiku.
Hari ini juga aku teguhkan hatiku kembali, berkat bimbingan suamiku, keyakinan yang diberikan oleh Guru sejatiku dan perhatian Para Buddha, Bodhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini kepadaku, tidak akan aku abaikan. Aku akan tetap dijalan yang diberikan oleh Mereka, dan tidak ingin berpaling lagi.
Mengapa aku begitu yakin akan petunjuk Guruku, karena tanpa aku harapkan dalam mempersiapkan segala petunjuk aku mendapatkan berkah dan kemudahan serta pertolongan dari Mereka.
17. ROH-ROH YANG MENEMPEL DI KAKI
Ada seorang yang bernama Wawan, ini bukan nama sebenarnya. Kakaknya telah membaca buku yang kutulis dan menghubungiku untuk membantu adiknya, yang telah 5 hari berada di rumah sakit didaerah Jakarta. Kaki kanannya bengkak, dokter telah memberi macam-macam obat tapi bengkak pada kakinya tidak sembuh.
Aku dijemput oleh kakaknya pada malam hari untuk pergi kerumah sakit melihat keadaan adiknya itu. tapi sebelumnya aku sudah mengetahui kalau ada roh jahat yang menempel pada kakinya. Ini adalah pengalaman pertamaku kerumah sakit membantu orang, Guruku mengatakan kalau dia tidak sengaja menginjak persembahan para roh, hingga setan-setan kelaparan yang sedang memungguti persembahan itu marah dan menempel serta menggigit kakinya.
Saat tiba dirumah sakit dan melihat sendiri keadaannya, kaki kanannya memang bengkak sekali dan merah seperti terbakar. Dia mengatakan kalau sejak dia sembahyang kuburan orang tuanya di kampung halaman, Dia sempat melompati kuburan-kuburan lainnya karena pada saat itu dia sibuk mencari letak kuburan orang tuanya, jadi tanpa dia sadari telah menginjak sesuatu, setelah dia pulang dari kuburan pada malam harinya mendadak kakinya bengkak dan sakit.
Sebelum membakar hu dan membaca mantera pada kakinya, aku mencoba untuk berkomunikasi dulu dengan roh-roh yang masuk kedalam kakinya itu, salah satu roh mengatakan kalau dia sudah tidak sopan menginjak persembahan yang sedang mereka ambil.
Aku mencoba meminta roh-roh itu untuk keluar dari kakinya dan akan memberikan persembahan yang baru untuk mereka, mereka menyetujuinya. Setelah itu aku membasuh kaki kanannya yang bengkak dengan air Maha Karuna Dharani dan Hu. Dengan mata batin aku melihat roh-roh berbentuk sinar keluar dari kakinya, maka dengan segera aku menuntun para roh itu untuk keluar dari rumah sakit dan membakar persembahan baru untuk mereka, mereka senang dan akhirnya pergi.
Esok harinya, kakaknya memberi kabar kalau kaki kanan adiknya yang bengkak itu telah kempes banyak sekali, aku bersyukur mendengarnya. Tapi aku juga mendengar pada hari itu dia memutuskan pindah rumah sakit karena tidak puas dengan penangganan rumah sakit itu, dia pindah kerumah sakit di luar negeri. Tapi sesampainya disana, saat dokter melihat keadaan kakinya, dokter memutuskan untuk mengamputasi kakinya itu. mendengar hal itu dia dan keluarganya kaget dan menangis.
Kakaknya kembali menghubungiku dan meminta petunjuk harus bagaimana, apakah kakinya harus diamputasi atau tidak. Aku sedih mendengar hal ini, dan memohon petunjuk Guru sejatiku. Guru sejatiku mengatakan kalau kakinya tidak boleh diamputasi, kakinya akan sembuh hanya proses penyembuhannya agak lama karena dia punya penyakit diabetes/gula.
Aku memberitahu petunjuk Guru sejatiku kepada kakaknya dan meminta agar adiknya membaca mantra yang aku tunjukkan sebanyak mungkin. Aku ikut merasakan penderitaannya dan mencoba membantunya membaca mantera di altar utama dan memohon pertolongan para Dewa.
Pada saat itu roh ku bergerak sangat kuat, tanganku membentuk mudra-mudra dengan sendirinya, sepertinya rohku sedang berkomunikasi dengan Buddha dan Bodhisattva. Dan dalam meditasi aku melihat wawan sedang tidur dirumah sakit, ada dokter dan suster yang menangani kakinya, diatasnya muncul Buddha Bhaisajyaguru meneteskan air pengobatan pada kakinya.
Esok harinya dokter melakukan ronsen pada kakinya, ternyata keajaiban datang, kakinya tidak apa-apa, hanya bagian kulit luar saja yang terbakar karena dokter rumah sakit sebelumnya telah mengoleskan sesuatu pada kakinya dan kakinya tidak perlu diamputasi, tapi hanya melakukan operasi kecil untuk mengeluarkan sedikit nanah pada tumit kakinya. Aku bahagia mendengarnya, dan bisa melihatnya dalam keadaan sehat.
Kejadian ini memberikan pelajaran bagiku, bahwa kita tidak boleh sembarangan dalam melakukan sesuatu. Kita hidup berdampingan dengan roh di alam bardo, kita tidak bisa melihat keberadaan mereka bukan berarti mereka tidak ada, kadang kita tidak sengaja menganggu mereka saja, mereka tetap mengejar kita.
Karena itu, untuk menghindari diri dari gangguan-gangguan roh yang tidak terlihat mata kita itu, kita harus rajin berdoa dan membaca mantera setiap hari, agar bisa mendapatkan perlindungan dari para Dewa, kapanpun dan dimanapun kita berada.
18. DIYAKINKAN UNTUK MEMBAWA ALIRAN TANTRA
Tgl. 7-5-2010 pkl. 09:30 WIB.
Aku merasakan keanehan pada tubuhku dan mencoba mencari tahu melalui meditasi, disitu aku melihat sesuatu yang berjalan dan melesat cepat seperti perwujudan seekor naga, tapi tidak begitu jelas. Serta melihat seperti pusaran-pusaran cahaya yang berputar-putar.
Setelah itu aku melihat sesuatu yang berbentuk seperti mahkota yang dipakai para Acharya, yaitu Mahkota Panca Dhyani Buddha berukuran agak besar, lalu muncul Vajrasattva Bodhisattva. Aku mengenali perwujudannya dengan memegang Genta dan Vajra.
Aku merasa sedikit aneh terhadap apa yang aku lihat, kenapa Vajrasattva Bodhisattva tiba-tiba datang. Lalu terbuka komunikasi antara aku dengan Beliau.
“Desi, aku adalah Vajrasattva.”
“Ada apakah Bodhisattva datang menemui saya hari ini? ”
“Desi, aku datang ingin memberikan Abhiseka kepadamu untuk menjalankan aliran Tantra, dan menganugrahkan Mahkota Panca Dhyani Buddha berwarna kuning. Dengan begitu kau tidak perlu takut lagi untuk menjalankan aliran Tantra. Aku akan mengajarimu cara menjalankan Api Homa dan penggunaan Genta-Vajra. Datanglah menghadap kepadaku setiap hari pukul 9 atau 10 malam agar aku bisa membimbingmu. Mahadewi Yao Chi hanya mengajarkan shadana-shadana rahasia dan liturgi pujabakti, jadi ritual api homa aku yang akan mengajarkannya. Kau siap menerima Transmisi Ajaran dariku?“
“Baiklah, saya siap“
Aku diminta untuk menundukkan kepala, dan Vajrasattva Bodhisattva memasangkan Mahkota Panca Dhyani Buddha itu kekepalaku. Kemudian Dia pergi. Tinggal aku agak bingung sendiri, sungguhkah ini? suatu pengalaman baru lagi terjadi padaku, membuat aku tak bisa berkata-kata dan agak terharu akan peristiwa ini. Tapi esok dan seterusnya Vajrasattva benar-benar datang memberi bimbingan padaku seperti apa yang dikatakanNya.
Tgl. 17-5-2010 pkl.10 malam, dalam meditasi Mahadewi Yao Chi datang menemuiku. Dia memperlihatkan kepadaku beberapa benda. Ada uang logam emas, perhiasan, baju-baju bagus dan perlengkapan pemimpin homa. Disitu juga ada Buddha Sakyamuni, Buddha Amithaba dan Budha Bhaisjyaguru datang menyaksikan. Lalu Guru sejatiku Dewi Seribu Tangan Seribu Mata muncul dan berkata kepadaku;
“ Desi, dari sekian benda ini manakah yang akan kau pilih?”
Aku berpikir sejenak, saat ini Vajrasattva Bodhisattva datang membimbing api homa, jadi aku memutuskan untuk memilih perlengkapan homa saja.
“Guru, saya memilih perlengkapan pemimpin homa.”
Lalu seiring dengan perkataanku itu, benda-benda yang lain menghilang.
“Kau sudah memilih. Untuk sementara benda ini aku simpan, sampai waktunya baru akan kuberikan kepadamu, saat kau sudah selesai belajar dan sudah siap.”
“Baiklah Guru.” Setelah itu semuanya menghilang.
Suatu hari saat aku sedang dalam kebimbangan karena ajaran Tantra yang aku terima. Tiba-tiba Vajrasattva Bodhisattva datang dan meminta aku untuk bermeditasi, disitu aku melihat orang-orang yang sedang duduk bersila dan pakaian yang mereka pakai seperti para Karmapa, Lhama atau Rinponce. Salah satunya, yang wujudnya agak besar bicara kepadaku, katanya aku harus percaya dengan apa yang aku alami, bahwa aku telah mendapatkan transmisi ajaran Tantrayana sama halnya dengan mereka semua, mereka adalah para pendahulu yang mendapatkan ajaran dari angkasa, jadi antara aku dan mereka merupakan satu garis silsilah dalam aliran Tantrayana. Aku berpikir aneh, mereka semua dari Tibet sedangkan aku di Indonesia, kenapa ajaran Tantra diturunkan kepadaku?.
Mereka mengatakan bahwa aku mempunyai misi yang berbeda dan akan membentuk aliran sendiri. Aku diarahkan untuk membentuk cetya yang diberi nama Sukhavati Prajna, logo/lambang cetya telah diberikan oleh Mahadewi Yao Chi, dan aku diminta agar segera mengurus izin cetya ditempatku.
Aku agak bingung dengan petunjuk ini, baru hari ini aku selesai mengucapkan sumpah bodhi, begitu cepatnya hari ini juga sudah diminta menjalani hal itu. aku jadi sedikit agak pusing, kenapa begitu cepat dan rasanya seperti tergesa-gesa?. Mahadewi Yao Chi bilang bahwa waktunya memang dipercepat.
Tgl. 4-6-2010
Dalam meditasi aku melihat kehadiran Buddha Sakyamuni tapi dengan tubuh yang berwarna hitam, aku hanya melihat tangannya memegang pindapata, ada banyak Arahat dan Guru-Guru silsilah juga datang. Lalu terbuka komunikasi dengan salah satu dari Arahat.
“Desi, aku Mahakasyapa.”
“Mahakasyapa? ada apakah gerangan hingga semua datang hari ini ?”
“Desi, kau akan menjalankan aliran Tantra, aliran ini bermula dari ajaran Buddha Sakyamuni, lalu turun kepadaku dan murid-muridnya, lalu ke Padmasambava, Tilopa, Naropa, Milarepa ,Nagarjuna, Vajrasattva, para Rinponce, Para Karmapa dll. Selama ini ajaran Tantra sebagian besar diturunkan di Tibet, lalu di Taiwan melalui Mahaguru Lu Sheng Yen dan sekarang di Indonesia melalui dirimu. Untuk itu aku ingin memberikan pratima Hevajra, agar kau bershadana kepada Hevajra selama 7 hari berturut-turut. kau akan melakukan penyatuaan dengan Hevajra, karena Hevajra adalah gabungan dari seluruh Guru-Guru Tantra “.
“Baiklah Mahakasypa, terima kasih aku akan menjalankan petunjukmu.”
Setelah mendengar perkataanku mereka semua memberkatiku, aku merasakan sesuatu yang damai dan nyaman. itulah yang aku alami, aku tak bisa mundur lagi. Dan akan menjalankan setiap petunjuk dengan keteguhan hati. Semoga saja segalanya bisa berjalan dengan baik.
19. PERTAMA KALINYA MENJALANKAN RITUAL WAISAK DAN BERTEMU DENGAN RATU MAHAMAYA
Tgl. 10-4 2010
Hari ini aku melakukan pemandian rupang Buddha Sakyamuni untuk memperingati hari Trisuci Waisak, bahan dan tata cara telah ditunjukkan oleh Mahadewi Yao Chi dan Buddha Sakyamuni datang memberikan petunjuk-petunjuk kepadaku. Ini adalah pengalaman baru bagiku. Sekarang ini dalam satu hari aku dibimbing oleh 4 Dewa, Mahadewi Yao Chi, Mahaguru Tatmo Cosu, Semien Fo dan Vajrasattva.
Hari-hariku agak sedikit padat, belum lagi menjawab pertanyaan orang lewat sms, e-mail dan yang datang ketempatku. Kadang membuatku sulit untuk bernafas. Tapi ikrar yang telah kuucapkan dihadapan para Buddha-Bodhisattva selalu menyadarkan aku disaat mulai timbul rasa lelah. Aku juga amat berterima kasih pada seorang Biksu, jika bukan karena bantuan darinya aku pasti tidak bisa menjalankan tugas dan petunjuk dengan sempurna, dan sumpah bodhi tidak bisa aku ikrarkan dihadapan para Buddha-Bodhisattva sesuai dengan keinginan mereka.
Hari ini juga sempat hujan besar, kata Dewi Kwan Im langit bereaksi, karena ikrar itu diketahui oleh langit baik Buddha ataupun Mara, tapi aku tidak perlu kuatir karena tidak akan terjadi banjir di daerah tempatku karena sudah terlindungi. Saat aku shadana kepada Buddha Amithaba hari ini, dalam meditasi aku melihat kehadiran seorang wanita dengan pakaian sedikit aneh, dia berubah-ubah gerakan dengan gemulai seperti wanita zaman kerajaan, dari pakaiannya terlihat bukan dari Tiongkok tapi sepertinya dari India. Kenapa saat shadana kepada Buddha Amithaba muncul penglihatan seperti ini. Dan lebih aneh lagi terbuka komunikasi dengan wanita itu.
“Desi, aku Maya Chandravati.”
“Maya Chandravati siapa?“
Aku sama sekali tidak mengenalnya. Lalu dia berkata lagi;
“Aku Mahamaya, Ibu dari Buddha Sakyamuni”
Aku agak kaget mendengarnya dan mencoba untuk tenang.
“Ada apakah ratu Mahamaya datang menemui saya, Bukankah saya sedang bershadana kepada Buddha Amithaba.?”
“Desi, aku telah meminta izin pada Buddha Amithaba untuk bertemu denganmu, hari ini langit gempar karna ikrarmu. Aku datang ingin melihat seperti apakah dirimu. Ternyata kau memang selalu menjalankan setiap petunjuk dengan baik. Pantas saja Buddha-Bodhisattva telah memilihmu untuk menjalankan amanat dari langit.”
“Ratu Mahamaya, saya hanya orang biasa dan tidak pantas menerima berkah. Apakah ada pesan yang ingin disampaikan?“
”Desi, kau telah mendapatkan anugrah yang amat besar. Kau tak perlu binggung dengan keadaanmu, Pesanku kepadamu supaya kau bisa menjaga dirimu dan janganlah mengotori dirimu dengan hal-hal yang tidak baik, agar kesucian Bodhisattva tetap terjaga dengan baik pula.”
“Baiklah ratu Mahamaya, saya akan mengingat pesanmu.” Lalu ratu Mahamaya pergi.
Dihari perayaan waisak, banyak hal baru yang aku alami. Dari mempersiapkan ritual pemandian rupang Buddha Sakyamuni yang pertama kali, diberikan hu/kertas mantera oleh Ksitigarba Bodhisattva untuk menolong arwah yang masuk kealam setan, mengelilingi pagoda silsilah dan menghadiri acara waisak yang dihadiri oleh Bapak Presiden RI.
Aku yang dulunya tidak pernah bergabung dengan orang-orang yang menjalankan kerohanian dan lebih banyak menjalani hidup keduniawian yang kental. Suatu terobosan baru yang membuatku tidak bisa habis berpikir. Guruku mengatakan, kalau aku nantinya juga akan tergabung dengan mereka dalam membabarkan dharma.
Hari waisak kali ini begitu bermakna dalam bagiku, biasanya aku melewati hari waisak dengan biasa saja. Aku yang baru saja berjodoh dengan agama Buddha, secara demikian cepat mulai memahami sedikit ajaran Buddha, tapi tidak melalui ceramah dharma yang ada di vihara-vihara tapi melalui pengalaman hidup yang aku jalani sejak mendapatkan kontak batin, dan mempelajari banyak hal yang dialami oleh setiap orang yang datang padaku. Semoga saja pengetahuanku akan dharma bisa semakin berkembang, dan aku bisa menjalankan tugas-tugasku dengan baik dan dengan setulus hati. Yang terpenting aku bisa meredam ego, keakuan dan kemelekatan.
20. MEMBENTUK CETYA SUKHAVATI PRAJNA
TGL. 10-5-2010
Pagi ini aku dikagetkan dengan adanya keanehan yang terjadi di rumahku. Saat itu aku sedang sibuk mengurus usaha dikantorku yang terletak dilantai dasar. Aku mendengar beberapa orang diluar agak ribut berbicara seperti sedang aneh melihat sesuatu.
Mendengar itu aku beranjak keluar rumah, ternyata didepan rumahku banyak sekali capung-capung, jumlahnya mungkin ratusan. Mereka berterbangan dan hanya berputar-putar saja didepan rumahku, capung-capung itu sudah dari pagi disitu dan sudah hampir 4 jam tidak pindah-pindah ataupun pergi menghilang.
Aku merasa aneh dengan pemandangan ini, kenapa bisa ada capung yang demikian banyaknya. Biasanya capung hanya terlihat satu atau dua ekor saja, tapi ini jumlahnya ratusan. Melihat hal itu aku sempat terpikir sepertinya capung-capung itu sedang berada ditaman bunga yang penuh dengan bunga dan tumbuhan, tapi didepan rumahku sama sekali gersang, tidak ada pohon ataupun bunga, tapi kenapa capung-capung itu berkumpul dan berterbangan didepan rumahku. Ini pertanda baik atau buruk?
Saat aku masih dalam kebingungan Guruku berkata, capung-capung itu memberi tanda kalau para Buddha- Bodhisattva telah berkenan untuk turun kerumahku dan akan menjadikan rumahku sebagai vihara. Aku diminta untuk segera merenovasi rumahku untuk menjadi cetya dan mengurus izinnya. Dan nama cetya itu nantinya adalah Sukhavati Prajna.
Mendengar petunjuk Guruku, aku jadi semakin takut, apakah aku bisa menjalankan petunjuk ini, aku sama sekali tidak paham dengan pembentukan cetya apalagi untuk mengurus izinnya. Dan aku sama sekali tidak tahu harus memulainya dari mana, karena memang aku sama sekali tidak pernah menjalani hal ini. Guruku bilang tidak perlu cemas, ikuti saja setiap petunjuk yang diberikan oleh para Dewa, maka aku akan bisa menjalaninya dengan baik.
Sudah beberapa hari ini Mahadewi Yao Chi dan Vajrasattva Bodhisattva tidak membimbingku, karena tugas yang diberikan belum aku jalankan, yaitu merenovasi rumahku menjadi cetya dan mengurus izinnya, dan juga harus mempelajari mudra, mantra dan visualisasi untuk ritual api homa yang nantinya akan aku jalankan.
Mahadewi Yao Chi bilang waktuku tidak banyak, harus segera menjalankan petunjuk agar dia bisa melanjutkan bimbingannya. Vajrasattva Bodhisattva juga meminta agar aku menghafal mudra dengan sempurna dulu baru menghadapnya lagi. Wah lumayan berat juga, kali ini tidak ada toleransi, aku memang dipersiapkan dengan ketat. Akhirnya aku hanya bisa menghadap Mahaguru Tatmo Cosu dan Semien Fo saja.
Aku dan suamiku membuat surat permohonan untuk pembentukan cetya. Kami agak kuatir tidak bisa menjalankan petunjuk ini, karena daerah sekitar rumahku mayoritas beragama kristen. Ada beberapa orang yang mengatakan kalau susah mendapatkan izin vihara, bahkan sampai bertahun-tahun izin tidak keluar. Mendengar hal itu kami sedikit putus asa, apakah benar seperti apa yang mereka katakan, kalau benar mana mungkin aku bisa mendapatkan izin juga.
Surat permohonan yang kami buat, aku mohon para Dewa memberkati, saat sedang berkonsentrasi memohon berkat, aku melihat sinar memberkati surat permohonan itu dan muncul Bodhisattva yang berbaju putih duduk diatas teratai dan diatas seekor burung Merak. Aku mengira itu Guruku yang memberkatinya lalu keluar dari meditasi dan menyerahkan surat itu pada suamiku. Tapi tubuhku mendadak bergoyang-goyang, saat membaca majalah dharma tubuhku terbawa kekiri dan kekanan seperti naik perahu yang digoyang ombak.
Aku memutuskan untuk meditasi kembali mungkin ada petunjuk yang aku dapatkan dengan keanehan tadi. Benar saja aku kembali melihat kehadiran Bodhisattva yang kulihat tadi, ternyata bukan Guruku. Kekuatannya kembali mengerakan rohku, aku dibimbing gerakan. Gerakannya agak berbeda dengan Hevajra dan Kalacakra. Kalau kuperhatikan gerakannya lebih gemulai dan penuh dengan energi. Aku bingung melihat hal ini tapi tetap mengikuti setiap gerakannya sampai berhenti sendiri.
Akhirnya Guruku memberitahu kalau aku telah diabisheka oleh Bodhisattva Mahamayuri Vidyarajni dan meminta agar aku bershadana kepadanya selama 7 hari berturut-turut agar permohonan pembentukan cetya yang sedang aku ajukan bisa sukses dan berjalan lancar.
Aku menjalankan shadana kepada Bodhisattva Mahamayuri sesuai petunjuk, tapi saat itu kami masih belum berniat merenovasi rumah kami menjadi cetya, karena masih tidak begitu yakin bisa menjalani dan kami merasa tempat kami belum layak untuk dijadikan cetya, karena tempatnya sempit dan tidak tahu bagaimana menata cetya itu sendiri.
Mungkin Guruku mengetahui apa yang kami pikirkan, sehingga pada suatu hari dia menyuruh kami untuk pergi kesatu vihara yang ada di Jakarta yang pernah kudatangi sebelumnya. Aku berpikir untuk apa Guruku memintaku pergi ke vihara itu lagi, kata Guruku untuk mendapatkan berkat dalam rangka pembentukan cetya.
Walau Guruku bilang seperti itu aku tetap saja ragu dan mencoba untuk mengalihkan petunjuknya kevihara yang lain yang letaknya tidak jauh dari vihara yang ditunjuk Guruku, tapi Guruku mengatakan bahwa bukan vihara itu. akhirnya kami pergi juga ke vihara yang ditunjuk, saat kami datang ke sana tidak ada kebaktian, tapi kami boleh bersembahyang. Jadi aku putuskan untuk bermeditasi didepan altar vihara itu. dalam meditasi Guruku muncul dan berkata.;
“Desi, aku memintamu kesini agar kau bisa memperhatikan vihara ini. Vihara ini awalnya kecil seperti yang kau datangi sekarang, tapi pada saat ini akan membangun vihara yang besar. Didalam vihara ini tidak ada yang bisa berkontak batin denganku walaupun mandala utama adalah rupangku, tapi bisa membangun vihara yang besar sekali. Bagaimana dengan kau yang bisa berkontak batin dan sudah menyatu denganku, pasti akan bisa membangun vihara yang besar juga. maka teguhkanlah hatimu, yang penting selalu mengikuti setiap petunjuk, karena jika tidak kau akan tersesat.“
“Tapi Guru, apakah itu bisa?”
“Tentu saja bisa. Percayalah bahwa kau akan menuju kesana jika selalu mengikuti petunjuk para Dewa.”
“Baiklah Guru saya percaya.”
“Kau boleh kembali “
Lalu Guruku itu menghilang, dan kami pulang kembali kerumah. Dalam perjalanan saat aku ingin memberitahukan hal itu pada suamiku, anehnya suamiku sudah mengetahuinya kenapa kami disuruh ke vihara itu, dan dia sudah berpikir apa yang harus dia lakukan, sesampainya dirumah kami mulai menyusun rencana renovasi dan ternyata bisa berjalan dengan lancar, yang tadinya kami berpikir sulit dan tidak mudah, tapi mendadak bisa berjalan sempurna.
Akhirnya rumahku mulai direnovasi untuk dijadikan cetya bertepatan dengan tanggal ulang tahun Mahaguru. Dan lebih membuatku takjub lagi. Pengurusan izin cetya yang semula dikatakan orang susah didapat dan kalaupun dapat pasti tidak bisa cepat dan butuh waktu bertahun-tahun, tapi kami bisa mengurusnya dengan hanya dalam beberapa hari saja izin bisa keluar.
Dari sini kami percaya bahwa semuanya telah diatur oleh para Buddha-Bodhisattva, disaat kami mengalami kesulitan dan merasa tidak sanggup, mereka datang memberikan bantuan dan pertolongan sehingga semua tugas bisa berjalan dengan baik. Aku dipertemukan dengan orang-orang yang bisa membantuku dan tidak akan pernah melupakan jasa-jasa mereka.
Sebenarnya sebelum rumahku direnovasi untuk menjadi cetya, pada awal kontak batin dengan Guru sejatiku, Beliau sudah mengatakan dari awal kalau tempatku akan menjadi vihara, tapi aku tidak begitu percaya saat itu dan hanya menjalani saja setiap petunjukNya. Aku pernah pergi ke dasar tanah dan melihat para Dewa Bumi membersihkan tanah disekitar rumahku, Mereka mempersiapkan tempatku dengan mengangkat kotoran didalamnya, banyak sekali Dewa Bumi yang bekerja pada saat itu.
Ini adalah kejadian yang nyata, sama sekali tidak terpikirkan akan bisa terjadi. Kami memang diarahkan kejalan dharma, dan Mereka tidak membiarkan kami tersesat dan mengalami kesulitan dalam menjalankan jalan dharma kami. Bodhisattva Mahamayuri Vidyarajni telah membantuku melancarkan tugas ini.
21. MENJEMPUT RUPANG BUDDHA SAKYAMUNI
Suatu hari Guru sejatiku menyuruhku melakukan sesuatu, dia meminta kesediaanku untuk pergi kesuatu tempat untuk mengambil sesuatu. Dia meminta agar aku pergi kesuatu Vihara yang ada makam didalamnya di daerah Jakarta Utara untuk mengambil sebuah batu.
Aku jadi bingung kenapa Guruku menyuruh aku pergi ke Vihara seperti itu, disitu pasti berhawa yin, jika mengambil sesuatu disana pasti sudah terkontaminasi. Apalagi aku harus meletakan batu itu di altar dalam. Apakah ini benar? apakah aku sedang tersesat hingga petunjuk yang kudapatkan hari ini begitu aneh dan menakutkan?.
Guruku bilang bahwa aku hanya mengambil batu itu dan tidak memohon disitu, hanya menghormati dan meminta izin para Dewa disana untuk mengambilnya. Aku bertanya pada Guruku untuk apa aku harus kesana mengambil batu itu. tapi Guruku tidak mengatakan apapun karena masih rahasia katanya, aku diminta untuk mengambilnya dulu.
Akhirnya aku mencari informasi mengenai tempat itu, aku menemukan suatu vihara yang ada kuburannya, terletak di daerah Jakarta Utara, vihara itu merupakan peninggalan Laksamana Cheng Ho (Sam Po Kong). Guruku meminta agar sesampainya disana aku harus memperhatikan sekeliling vihara itu dan memang vihara itulah yang dia maksud. Aku sedikit takut dengan hal ini, tapi Guruku meyakinkan aku bahwa tidak apa2. Aku yakinkan hatiku bahwa Guruku tidak akan menyesatkan aku.
Tgl 20/6/2010
Setelah aku selesai membantu orang memasang altar dirumahnya, aku dan suamiku segera pergi ke vihara tersebut, sesuai petunjuk aku memperhatikan sekeliling vihara itu mencari keberadaan batu yang dimaksud. Mungkin karna aku merasa tidak enak, jadi aku bersembahyang sambil mata mencari kesana-kemari.
Tapi sampai keliling kebagian belakang vihara, batu yang dimaksud itu tidak aku temukan, hal ini membuat aku agak bingung. suamiku menyuruh aku untuk minta petunjuk pada Dewi Kwan Im. Dan dialtar Dewi Kwan Im aku duduk meditasi dan berharap bisa diberi petunjuk olehNya.
Dewi Kwan Im memberitahukan kalau batu yang dimaksud Guruku adalah rupang yang terbuat dari batu dan Dewi Kwan Im juga meminta agar aku memperhatikan sekitar meja altar. Aku baru tersadar, ternyata rupang, aku malah mengira akan mendapatkan batu cincin yang bisa timbul sendiri di vihara itu.
Mendengar petunjuk itu aku segera memberitahu suamiku, lalu kami mulai mencari rupang yang terbuat dari batu itu. tapi sudah dicari dibagian meja altar juga tidak ada, apa petunjuknya salah? tapi saat aku masuk ruang altar Dewi Kwan Im tubuhku agak aneh.
Suamiku dengan teliti memeriksa, dan tanpa sengaja dia melihat di bagian belakang rupang Buddha Sakyamuni yang berukuran besar berwarna emas, ternyata ada rupang beberapa Buddha dan Dewa tersembunyi disitu dan salah satunya rupang Buddha Sakyamuni yang terbuat dari batu berwarna hitam, tingginya kurang lebih 45 cm. Suamiku bertanya pada penjaga vihara itu;
“Pak... ini apa ya, patung dari batu?“
“Iya patung itu terbuat dari batu sudah lama sekali di situ.”
“Boleh diminta untuk sembahyang pak?”
“Boleh, mau dibawa hari ini juga boleh.”
“Iya, soalnya sudah dikasih petunjuk untuk ambil patung disini.”
“Pantas saya lihat dari tadi seperti mencari sesuatu, kalau begitu saya siapkan patungnya untuk dibawa pulang.”
Dengan mudahnya aku membawa pulang rupang Buddha Sakyamuni, ternyata batu ini yang harus aku ambil dan dibawa pulang untuk diletakan dialtar rumahku. Saat merasakan aura patung itu, aku melihat perwujudan Buddha Sakyamuni berwarna emas dengan posisi meditasi berputar-putar. Guruku mengatakan memang batu itu yang dia maksud.
Awalnya aku sedikit ragu karena rupang itu berada di vihara yang ada kuburannya, tapi saat aku pertama kali masuk ke vihara itu anehnya tidak ada aura yin ataupun merasakan makhluk kotor berada ditempat itu, aku yakini saja perkataan Guruku dan mencoba menghilangkan kekhwatiranku itu.
Lalu kami membawa pulang rupang Buddha Sakyamuni itu, dalam perjalanan pulang kami melihat pelangi di siang hari padahal sama sekali tidak hujan, yang lebih anehnya ujung pelangi itu berada tepat di atas rumahku. Mungkin ini pertanda baik. Sebelum meletakkannya di altar dalam aku membersihkan rupang itu terlebih dulu, tapi aku agak kurang nyaman karena warna rupang itu hitam sekali. Setelah dibersihkan aku meletakkannya di altar dalam sebelah kanan.
Pada esok hari, pukul 3 pagi saat aku ingin bershadana Mahamayuri Vidyarajni untuk kesuksesan pembentukan dan perizinan cetya, aku tidak dapat berkonsentrasi. Karena saat aku mulai menutup mata dalam melafal mantra aku merasakan energi yang begitu kuat dan agak berbeda dari biasanya sejak rupang Buddha Sakyamuni itu ada diruang altar.
Saat hendak meditasi aku merasa tidak begitu nyaman dan tidak bisa fokus dengan benar. Hal ini berlanjut beberapa hari. Guruku mungkin mengetahui perubahan dalam diriku, dan dia munyuruh agar aku mewarnai rupang Buddha Sakyamuni dengan warna emas, karena jika tidak aku tidak bisa membina diri dengan baik katanya.
Akhirnya suamiku mengecat rupang itu dengan warna emas, aku melihat memang agak berbeda dan tidak terlihat seram seperti warna asalnya, tapi auranya tetap saja tidak berubah, setiap masuk ke ruang altar dalam aku pasti merasakan energi itu.
Aku mencoba menghilangkan rasa takut itu dengan lebih berkonsentrasi pada pelafalan mantera hati Buddha Sakyamuni, dan ternyata ketakutanku itu tidak beralasan karena dalam meditasi aku dibimbing posisi-posisi meditasi yang benar. Sejak rupang Buddha Sakyamuni berada dirumahku, banyak hal yang terjadi, keajaiban, kemajuan dalam pembinaan diri dan terwujudnya segala keinginan dalam jalan dharma.
22. SHADANA RAJA NAGA
Suatu hari aku diminta oleh Guruku untuk mengikuti shadana Raja Naga yang akan dilangsungkan 8 hari di salah satu vihara di Jakarta, akan ada pembacaan sutra, membuang botol naga kelaut dan api homa pada acara itu. tapi aku merasa tidak enak karena aku bukan umat di vihara itu, jika pengurus vihara itu banyak bertanya, apa yang harus aku jawab, lagi pula aku juga tidak mau dianggap bermaksud mencuri dharma. Jadi aku tidak berniat untuk ikut.
Tapi satu hari menjelang acara ritual itu aku bermimpi, dalam mimpi itu aku dan beberapa orang terdampar disuatu pulau karena kapal kami tengelam, kami semua berdiri dipinggir laut, tapi tidak tahu apa yang harus kami lakukan dan kami tidak bisa menyebrang lautan untuk kembali pulang karena lautnya begitu luas dan dalam, tapi kami bisa melihat pulau tempat kami dari kejauhan. Dalam keadaan panik itu, aku mendengar ada yang mengajari aku untuk mengucapkan sesuatu, seperti pembacaan mantra yang diulang-ulang. Mendengar petunjuk itu aku segera melafalnya, dan mereka yang terdampar bersamaku itu juga ikut melafalnya, maka terdengarlah lafalan mantra yang sangat ramai.
Tiba-tiba saja aku melihat ada ikan yang sangat besar terapung dikejauhan dan sepertinya dia mendengar mantera kami, lalu ikan besar itu seperti memberi isyarat kepada semua isi lautan, dan seketika itu juga seluruh isi laut kecuali air terangkat dan berterbangan menuju kearahku, seakan-akan benda-benda itu masuk kedalam tubuhku. Setelah itu air laut yang berada disekeliling kami tiba-tiba surut sampai kedasarnya, air laut itu membelah membentuk jalan yang mengarah kepulau tempat tinggal kami, kami semua bisa berjalan didasar laut itu menuju kepulau rumah kami dan sama sekali tidak ada air laut yang menghanyutkan kami. Mengalami mimpi itu aku teguhkan hatiku untuk ikut shadana Raja Naga di vihara itu dan tak memperdulikan resikonya.
Hari pertama mengikuti shadana, Raja Naga datang berkomunikasi. Dia bilang bahwa Dia telah memberi abhiseka kepadaku melalui mimpi, sehingga aku pantas untuk mengikuti shadana Raja Naga. Ternyata mimpiku itu adalah tanda abhiseka dari Raja Naga langsung, hari ke-4 shadana, Raja Naga memberiku Mutiara Alam Laut, sebagai tanda inisiasi darinya karena nantinya bisa membawakan shadana dan homa Raja Naga di cetya yang akan kubentuk dan Dia akan menjadi Dewa pelindung cetya.
Aku senang mendapat anugrah ini, bisa berjodoh dengan Raja Naga tidak mudah. Karena Raja Naga mempunyai karakter yang agak keras, tapi bukan emosi. Mengikuti shadananya saja tidak boleh terlewat harus ikuti terus sampai selesai, sampai suatu kali pada hari ke-6 ada cobaan menghalangi, yang sepertinya bisa membuat kami tidak pergi mengikuti shadana, tapi kami berusaha meneguhkan hati dan tetap jalan terus, lalu cobaan itu hilang begitu saja.
Sekarang rupang Raja Naga telah berada di cetya Sukhavati Prajna dan kami berlindung padaNya. Mengikuti jalan para Dewa memang harus punya keteguhan hati dan ketulusan hati. Hal itulah yang membuat mereka berkenan untuk memberkati dan melindungi kita.
23. BERYOGA DENGAN PARA DHARMAPALA
Menjalani petunjuk untuk membentuk cetya dan mengurus izinnya, aku semakin sering mendapatkan berkah. Satu persatu para Dharmapala datang memberikan dukungan, baik bimbingan, pertolongan dan perlindungan. Mereka semua sepertinya bersatu padu membantuku dalam menjalankan tugas ini.
Dari mulai kedatangan Mahacundi Boddhisattva memberikan bimbingan menyerap energi murni alam semesta, yang meminta agar aku pergi kesuatu tempat yang kekuatan alamnya begitu nyata dan kuat kurasakan. Aku pergi ketempat itu setiap tanggal 12 lunar selama 3 kali pertemuan. Banyak pengalaman yang aku dapatkan selama menjalani bimbingannya. Mahacundi Bodhisattva selalu memancarkan sinar putih yang terang benderang dan berhawa hangat.
Lalu Dharmapala Kalacakra juga datang meminta agar aku bershadana padanya selama 7 hari berturut-turut, karena dia ingin membantu membangkitkan bodhicitta dan perkembangan cetya Sukhavati Prajna. Aku beryoga dengan Kalacakra, gerakannya hampir menyerupai gerakan yoga Hevajra namun agak sedikit berbeda karena tidak ada getaran pada tubuh tapi agak lebih pada hentakan.
Kemudian Bodhisattva Kurukule juga datang untuk penyatuan denganku selama 7 hari, untuk membantu menumbuhkan cinta kasih dalam diriku. Gerakan yoganya begitu luwes dan bertenaga, seperti gerakan-gerakan yoga yang ada ditempat pelatihan yoga.
Sampai pada menyatu dengan Dewi Marici, dia membantuku agar bisa mendapatkan kesuksesan dalam jalan dharma dan keduniawianku. Gerakan yoganya begitu keras sampai seluruh badanku sakit semua saat awal bershadana, tapi setelah beberapa hari berangsur-angsur normal kembali.
Pengalaman ini membuat aku tahu bahwa para Dewa saling bergandengan tangan dalam tujuan menolong manusia, tidak ada pertikaian ataupun saling mendominasi dalam membimbing manusia, tapi mereka malah saling melengkapi dan saling bergantian memberikan bekal untuk manusia yang membina diri, manusia yang awalnya tidak bisa apa-apa, karena telah mendapatkan kontak batin dan mata ketiganya terbuka, menjadi memiliki kelebihan yang tidak bisa dimiliki oleh manusia awam.
Sebenarnya para Dewa dalam membimbing tidak pernah mau menyusahkan manusia, mereka juga terlihat bijaksana dan begitu memahami kesulitan manusia, tapi malah manusia yang merasa takut sendiri, takut Dewa marah atau murka, padahal yang ku tahu para Dewa begitu welas asih. Hanya karakter mereka berbeda-beda tapi tidak punya rasa dendam, tinggi hati, emosi dalam diri mereka.
Manusia di dunia saling membanding-bandingkan kepercayaan mereka, membenarkan ajaran mereka sendiri dan menganggap keyakinan orang lain tidak baik dan tidak bisa menyelamatkan. Kepercayaan pada agama yang dianut boleh-boleh saja, justru jika memiliki keyakinan yang teguh itu sangat baik. Tapi hendaknya tidak perlu terlalu fanatik pada kepercayaannya itu, karena dilangit para Dewa dan Juru Selamat saling bahu-membahu dalam penyelamatan, kenapa kita di dunia saling berselisih paham dan memperdebatkan ajaran mana yang paling baik.
24. WANITA PARANORMAL
Tgl. 10-8-2010
Hari ini adalah hari Tay Shang Lo Kun mendapat gelar. Beberapa vihara merayakan hari besarnya itu, aku sendiri mempersiapkan persembahan yang diajarkan Guruku, yaitu sesuatu yang saling berhubungan/saling melengkapi, seperti ada panas ada dingin, pahit/manis, besar/kecil dll dan bershadana padanya.
Dalam meditasi Mahaguru Tay Shang Lo Kun datang memberi aku Pil Dewa Pelindung dari segala gangguan yang dimasukan kedalam mulutku, saat pil itu melewati hidungku tercium aroma obat yang kuat. Kata Mahaguru Tay Shang Lo Kun walaupun aku menjalankan dharma tidak mencampuri masalah orang lain tapi akan ada saja orang yang berniat tidak baik padaku, agar terhindar dari mara bahaya Mahaguru Tay Shang Lo Kun memberi aku pil Dewa Pelindung itu.
Esokan harinya ada tamu yang datang ketempatku dengan maksud berkonsultasi, tapi salah seorang dari mereka kulihat gelagatnya kurang begitu baik, saat aku mengeceknya ternyata dia punya aura yang kurang nyaman. Ternyata dugaanku tidak salah, secara diam-diam dia menghubungi teman wanitanya yang ternyata seorang paranormal.
Tidak lama kemudian muncul wanita itu, tanpa permisi langsung masuk ke ruang kerjaku dengan wajah tidak senang dan dengan mata yang agak melotot. Aku agak bingung kenapa mendadak datang wanita ini aku kan tidak ada janji dengannya, ternyata teman prianya yang telah menghubunginya.
Wanita itu minta aku lihat dirinya, tapi melihat sikapnya yang tidak begitu bersahabat aku tidak berniat untuk mengikuti permintaannya. Tapi dia memaksa, aku bersikap setenang mungkin menghadapinya karena ini pertama kalinya aku berhadapan dengan orang yang menganggap dirinya punya kedekatan dengan Dewa.
Akhirnya aku berkonsentrasi merasakan aura dirinya, ternyata dia ditempeli oleh roh jahat. Setelah aku mendapat petunjuk itu aku hanya bilang padanya kalau dia ditempeli oleh roh jahat. Mendengar kata-kataku dia marah dan emosi, merasa tidak terima dengan perkataanku. Dia mengatakan sudah bertahun-tahun menjadi paranormal, dia kemasukan Dewi Kwan Im dan menolong orang juga, dan katanya lagi dia juga membaca mantera. Tapi aku tak merasakan sama sekali kenyamanan aura dalam dirinya.
Wanita itu masih ingin tahu lagi mengenai dirinya, dengan sikap agak kasar memaksa aku untuk mengatakannya. Aku tak mau melanjutkannya, karena baru kukatakan satu saja, dia sudah semakin tidak terima apalagi jika aku mengatakan yang lainnya lagi. Aku bilang cuma itu saja dan aku tak mau melanjutkan pembicaraan kami. Dia masih tidak senang dan keluar ruang kerjaku dengan mengoceh, dia tunjukan sikap acuhnya dengan merokok didepan kami dan didepan altar cetya, lalu pergi meninggalkan cetya tanpa permisi.
Aku berusaha menguatkan hatiku melihat sikap dan tingkah lakunya yang tidak sesuai. Jika Dewi Kwan Im berkenan kepadanya dan telah menjadikan dia sebagai kepanjangan tangan Dewi Kwan Im untuk menolong orang, mengapa sikapnya sama sekali tidak mencerminkan Dewi Kwan Im yang welas asih dan penuh tata krama. Aku sempat tidak mengerti dan bersedih melihat semua ini, apakah para Dewa berkenan menuntun orang seperti itu untuk menjalankan dharmaNya.
Esok paginya setelah aku selesai mempersiapkan anakku untuk pergi ke sekolah, aku berniat untuk tidur kembali. Tapi baru saja mau berbaring di ranjang mendadak saja setengah dari tubuhku sebelah kiri terasa sakit, semakin lama kudiamkan semakin sakit, seperti ada gerombolan binatang kecil bergerak-gerak cepat, dan aku merasa setengah tubuhku seperti lumpuh dan tidak bertenaga. Yang tadinya aku mengantuk menjadi tidak bisa tidur merasakan hal itu. Ini firasat tidak baik, aku segera turun ke altar cetya dilantai bawah dan masuk kedalam meditasi.
Aku baru tahu kalau ternyata tubuh sebelah kiriku berkerumunan cacing-cacing kecil yang hidup dan bergerak-gerak, pantas saja aku merasa aneh. Melihat hal itu aku segera mengaktifkan kedua mustika pelindung dari ilmu hitam yang diberikan Mahaguru Hian Tian Shang Tee. Dengan sendirinya kedua mustika itu memancarkan sinar terang menyelimuti tubuh luar dan tubuh bagian dalamku, membuat semua cacing-cacing itu keluar dan kumuntahkan, aku memuntahkannya beberapa kali, setelah itu sakit dan kelumpuhan pada tubuh sebelah kiriku pelan-pelan memudar.
Ternyata kejadian yang aku alami itu adalah reaksi dari roh yang ada pada wanita paranormal yang datang ketempatku sebelumnya, karena semalam bertepatan dengan malam jumat. Para Dewa sudah memberiku tanda-tanda, aku tidak menyadarinya karena pada saat itu aku sudah terlalu lelah dan tidak memperhatikan tanda-tanda itu, tapi segera beranjak tidur.
Sehingga kejadian yang tidak enak itu sempat menggangguku. Aku sungguh amat berterima kasih atas perlindungan yang diberikan oleh Mahaguru Tay Shang Lo Kun, Mahaguru Hian Tian Shang Tee serta para Dewa yang selalu melindungi, menjaga dan memberiku anugrah bimbingan.
Sehingga aku bisa melewati segala mara bahaya yang datang. Tanpa bantuan dan bimbingan mereka aku tidak bisa berbuat apa-apa jika hal seperti itu terjadi padaku.
Segala anugrah dan bimbingan yang mereka berikan selama ini begitu berarti dan nyata kurasakan manfaatnya. Dan aku percaya jika aku tulus menjalani jalan dharma ini, maka para Buddha, Boddhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini akan selalu ada bersamaku dan tidak akan membiarkan aku mengalami kesulitan dan penderitaan.
Dalam menjalani jalan dharma ini mungkin tidak mudah bagiku, banyak hal yang terjadi dan sebagian besar menghadapi bahaya. Tujuan untuk menolong orang bisa berubah menjadi bumerang bagi diriku sendiri, kebaikan kadang dibalas dengan kejahatan, pada awalnya aku tidak mempunyai keberanian untuk menerima resiko jalan ini, tapi aku kembali berpikir bahwa dimana ada penderitaan pasti akan mendapatkan kebahagiaan.
Rela menderita demi menolong orang lain apakah tidak pantas??? pertanyaan ini yang pernah diajukan oleh Mahacundi Bodhisattva kepadaku, membuat aku kembali merenungi makna dari semua pengalaman ini.
Aku tidak bisa berbalik dan tak bisa memilih untuk menolak, karena aku sudah mengetahui dengan pasti bahwa jalan inilah yang harus kutempuh agar aku bisa kembali ketempat asalku dan bisa mendapat pencerahan mencapai keBuddhaan, aku percaya dengan perkataan Mahaguru bahwa kita bisa mencapai keBuddhaan dalam kehidupan sekarang ini juga asal giat melatih dan membina diri, teguh pada keyakinan dan tulus menjalaninya. Karena dengan begitu kita akan selalu dilindungi dan diberkati para Buddha, Bodhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini.
25. DIKECEWAKAN MANUSIA DAN DIHIBUR DEWA
Renovasi cetya telah selesai, altar yang berwarna merah terang dan terdiri dari lima tingkat juga telah siap untuk diletakan rupang-rupang para Dewa. Karna aku tidak begitu paham menyusun altar, aku selalu minta petunjuk kepada Guru sejatiku cara menyusunnya. Sebagian rupang para Dewa sudah ada sebelumnya, tapi karena rupang yang harus diletakan di altar agak banyak, aku harus mencari rupang-rupang yang belum ada. Masih kurang 20 lebih rupang yang harus kucari agar altar terisi.
Guru sejatiku mengatakan untuk rupang para Guru yang membimbingku harus mengambil dari vihara tidak boleh beli di toko. Aku mengikuti petunjuk Guruku lalu pergi kevihara yang pertama kali berjodoh denganku, pemimpin vihara itu punya hati yang baik dan mengizinkanku untuk menjemput 6 rupang Dewa diviharanya.
Dari awal memang aku berjodoh baik dengan vihara itu, aku diangkat murid oleh Mahaguru juga di vihara itu, banyak bantuan yang diberikan oleh pemimpin vihara itu, tapi karena tidak semua rupang yang kuinginkan ada divihara itu, aku harus mencari ke vihara lain yang punya aura baik.
Ternyata tidak semua vihara yang auranya baik itu memiliki pengurus yang baik pula. Karena saat Guruku menyuruh agar aku ke vihara yang ada di Jakarta Barat untuk menjemput rupang Dewa Hian Tian Shang Tee, sama sekali tidak mendapat perlakuan yang baik, padahal aku sampai menyempatkan dua kali pergi kevihara itu pagi-pagi demi untuk bertemu dengan pengurusnya, berharap bisa diizinkan menjemput rupang Dewa yang dimaksud.
Pengurus vihara itu sama sekali tidak memandang kami dan bersikap angkuh, bernada suara keras, sama sekali tidak mengizinkan aku untuk menjemput rupang Dewa ditempatnya, dan tanpa menghargai kami sama sekali dia segera membalikan badan dan meninggalkan kami begitu saja. Aku begitu kecewa dengan sikapnya itu, kenapa pengurus vihara bisa begitu angkuh, tidak bisakah dia berbicara dengan baik-baik, padahal dialtar viharanya rupang Dewa Hian Tian Shang Tee ada lebih dari sepuluh rupang.
Akhirnya kami pergi dari vihara itu dengan rasa galau dan memberitahukan hal ini pada Guru sejatiku bahwa aku gagal menjalankan tugas ini. Lalu aku diminta untuk ke satu vihara lagi yang berada di Jakarta Pusat, di vihara itu juga banyak sekali rupang Dewa, melihat sikap pemimpin vihara itu kelihatannya baik mungkin dia bisa mengizinkan aku mengambil beberapa rupang Dewa disitu, tapi ternyata dugaanku salah. Dia juga tidak mengizinkannya, padahal aku sudah melihat Dewa yang mau aku ambil ada kembarannya atau lebih dari satu, dia bilang kalau dia juga mau pakai buat sembahyang.
Aku agak kecewa sekali saat itu, kenapa Guruku menyuruhku kevihara-vihara itu untuk mengambil rupang Dewa padahal sama sekali tidak ada tanggapan baik dari mereka. Dalam perjalanan pulang aku bertanya-tanya dalam hati, apa arti semua ini, mengapa tidak ada kebaikan yang kudapatkan hari ini? Dewa mengizinkan kenapa manusia tidak mengizinkan? sepertinya ada kesalahan dalam hal ini. Tapi dimana letak salahnya? dan apa makna dari kejadian ini?
Dalam keadaan masih bertanya-tanya, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke vihara di daerah itu juga untuk mengikuti api homa Kalacakra, tapi kami berniat untuk ke vihara yang ada di pancoran terlebih dulu dengan harapan bisa bertemu dengan rupang Dewa yang berjodoh untuk diletakan di altar cetya, tapi anehnya saat mobil kami menyusuri jalan kearah vihara itu, gang yang biasanya kami lewati tidak terlihat oleh suamiku, sehingga kami melewatinya dan tidak mungkin lagi kembali karena harus memutar jalan lebih jauh lagi.
Kami malah diarahkan kesuatu pertokoan yang berada didaerah itu, entah kenapa dengan sendirinya suamiku mengarahkan mobil kami kesana seperti ada dorongan saja. Ternyata disana kami melihat banyak rupang Dharmapala, aku Takjub melihatnya dan bercampur senang.
[Altar Cetya Sukhavati Prajna]
Aku memilih rupang-rupang Dharmapala yang aku inginkan, ada sekitar 20 rupang yang aku turunkan dari etalase toko itu, dan meminta petunjuk Guru untuk memilihkan yang mana yang boleh aku beli. Guruku memilih 9 rupang Dharmapala yang boleh, karena sebagian belum ada penyatuan dan belum bershadana padanya jadi tidak boleh dibeli dulu.
Setelah memisahkan 9 rupang itu, aku kembali berpikir bagaimana aku bisa membelinya, harganya pasti mahal, rupang Dharmapala ini biasanya mahal harganya, dengan jumlah 9 rupang berapa yang harus aku bayarkan? mana bisa aku membelinya? jika begini bagaimana altar cetya bisa terisi?.
Suamiku bertanya pada pemilik toko itu berapa harganya, ternyata harganya jauh lebih murah, tidak seperti yang aku pikirkan. Dan lebih aneh lagi uang yang dibawa suamiku dari rumah yang tidak dihitung lagi, jumlahnya bisa pas.
Kebahagiaanku tidak sampai disitu saja, setelah mengikuti homa Kalacakra kami diarahkan lagi ke satu toko yang ada di Jakarta Utara disana ada 8 rupang yang kami inginkan, suatu kebetulan juga pemiliknya ada ditempat dan bertemu dengan kami, pemilik toko itu bertanya untuk apa membeli rupang Dewa, suamiku bilang kalau untuk altar cetya.
Mendengar perkataan suamiku itu pemilik toko menanggapi kami dengan baik, dia bersikap ramah dan memberi kami kebebasan memilih rupang di tokonya, bahkan rupang-rupang yang khusus yang disimpan didalam kantornyapun boleh kami pilih dan dia memberikan harga yang sangat murah kepada kami, padahal rupang-rupang itu terbuat dari keramik buatan tangan dan ada cap pembuatnya.
Aku baru mengerti makna dari semua kejadian hari ini, para Dewa menguji ketulusanku mengikuti petunjuknya, sekaligus belajar memahami sikap dan tingkah laku orang lain, karena tidak semua orang tidak baik tapi ada juga orang yang baik, aku sadar ini adalah ujian untukku apakah hatiku tegar menghadapi perlakuan orang dan tetap mengikuti petunjuk para Dewa, walaupun aku dua kali dikecewakan orang tapi dua kali pula para Dewa menolongku dan tidak membiarkan aku tengelam dalam kekecewaan.
Esok paginya aku membersihkan semua rupang itu dan meletakannya di altar dan hampir terisi penuh, aku memohon kehadiran para Buddha, Bodhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini untuk memberkati rupang-rupang itu, dengan membaca mantra hati mereka dan bershadana penuh.
Hari ini pengalaman baru kembali kudapatkan, Guru sejatiku yang selama ini selalu datang memberiku petunjuk melalui meditasi ataupun telepati, hari ini telah menyatu denganku bersamaan telah terisinya rupang-rupang dialtar utama cetya Sukhavati Prajna.
Hari ini aku baru mengetahui apa arti kata-kata Mahaguru mengenai, “Saya adalah Buddha, Buddha adalah Saya. Saya adalah Vairocana, Vairocana adalah Saya, Inilah kemanunggalan“. Aku semakin yakin dengan ajaran Mahaguru, karena aku sendiri telah mengalaminya.
Banyak orang merasa takut menjalani jalan dharma, karena mereka tidak ingin meninggalkan kesenangan duniawinya, banyak orang salah pengertian terhadap para Dewa, menganggap mengikuti jalan Bodhisattva adalah harus meninggalkan keluarga. Hal ini yang menyebabkan banyak orang tidak mau membina diri.
Padahal jalan dharma selalu mengikuti perkembangan zaman, para Dewa memahami isi hati manusia. Selama manusia itu tulus dan menjalani kehidupan dengan baik dan mau mengikuti jalan para Dewa, maka mereka akan mendapatkan banyak kebaikan dan tidak akan membiarkan mereka mengalami penderitaan.
Di zaman sekarang tidak dituntut untuk benar-benar meninggalkan keluarga untuk membina diri, tapi tetap bisa bersama dengan keluarga dan membina hubungan dengan baik, yang penting tidak melekat dan tidak terikat akan hal itu.
26. MENDAPAT GELAR VAJRA ACHARYA DAN MENJALANKAN HOMA
Suatu hari dalam meditasi Guru sejatiku, Mahadewi Yao Chi, Dewi Kwan Im, Ksitigarba Bodhisattva, Manjusri Bodhisattva, Samantabadra Bodhisattva, dan 3 Buddha datang. Aku tidak mengerti akan kehadiran Mereka dalam meditasiku ini, karena pada saat itu aku sedang menjalankan shadana kepada Mahadewi Yao Chi.
Buddha Sakyamuni berkata kepadaku, kedatangan mereka adalah untuk melihat dan memberikan ku gelar, anugrah ini di berikan karena aku telah menjalankan semua petunjuk mereka dengan baik. Gelar itu Vajra Acharya Varita Sukhavati Prajna, artinya adalah pemimpin wanita pertama pembawa aliran Tantra bernama Sukhavati Prajna.
Jubahku berwarna kuning emas dan para pengikut aliran Sukhavati-Tantra mengenakan jubah berwarna merah. Aku juga telah memiliki mantera hati yaitu, “OM, SUKHAVATI PRAJNA .HUM“ karena saat ini rohku telah bisa berjalan sendiri menolong orang dan masuk kedalam mimpi orang. Wujud rohku memegang Toya berkepala burung hong dan membentuk mudra pengikat/memegang vajra.
Aku sudah diizinkan menjalankan ritual api homa dan harus memakai atribut lengkap saat ritual, pada saat ulambana Ksitigarbha Bodhisattva aku sudah harus menjalankan homa, karena Beliau menghendaki aku melakukan hal itu. Buddha Sakyamuni mengalungkan japamala dari mutu manikam keleherku.
Sejak mendapat anugrah itu, aku telah 2 kali menjalankan homa, salah satunya homa Buddha Amithaba. Tujuan menjalankan homa itu adalah untuk melimpahkan jasa kebajikan kepada mereka yang telah banyak membantu terbentuknya cetya Sukhavati Prajna dan memohon Buddha Amithaba memberkati mereka semua. Banyak keajaiban yang terjadi selama homa berlangsung, dari bentuk api dan bentuk abu sisa pembakaran yang menyerupai kepala Naga yang kepalanya menghadap kegerbang cetya.
Juga terlihatnya banyak lingkaran sinar-sinar beraneka bentuk yang turun dari langit dari camera foto dan satu keajaiban juga munculnya sepasang tangan anak kecil mengambil persembahan yang dikirimkan orang tuanya di tempat pembakaran. Karena pada saat itu juga aku melimpahkan jasa kebajikan seorang anak yang baru saja meninggal, dan secara tidak langsung dia telah membantuku mendapatkan izin cetya melalui kedua orang tuanya.
Semua terasa bahagia karena banyak kejadian-kejadian nyata yang kami dapatkan saat itu. dan aku sangat berterima kasih atas segala dukungan mereka semua. ketulusan hati mereka dan bimbingan para Dewa membuat semua berjalan dengan lancar.
Seiring dengan berjalannya waktu, aku mencoba untuk membimbing mereka yang berjodoh dengan para Dewa, agar mau membina diri dengan baik. Sehingga bisa mendapatkan kontak batin dengan para Dewa juga seperti diriku. Sudah berapa orang juga telah terbangkitkan rohnya dan mulai mendapatkan bimbingan atas arahan yang aku berikan. Semoga mereka yang berjodoh dengan Buddha-Bodhisattva bisa menjalani pembinaan dirinya dengan baik dan setulus hati mengikuti jalan Bodhisattva.
27. PERESMIAN CETYA SUKHAVATI PRAJNA
Hari ini adalah hari peresmian cetya Sukhavati Prajna, aku telah mempersiapkan jauh-jauh hari. Walau cetya masih baru, tapi sudah ada beberapa orang yang siap membantu acara. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, dari awal mendapatkan kontak batin, mendapatkan bimbingan, menjalankan misi, membentuk cetya dan peresmiannya hari ini.
Aku agak sedikit lega, karena beberapa tugas yang diberikan kepadaku telah aku selesaikan. Aku selalu berusaha untuk tidak melewatkan satu tugaspun yang diberikan. Semua ini berkat bantuan suamiku yang selalu mendampingi dan memberikan aku motivasi juga memudahkan jalan dharma ini.
Dalam acara itu ada pemotongan pita, pemukulan tambur , penyalaan petasan , membunyikan pindapata , pecah kendi, buka papan nama yang diwakili oleh mereka yang paling berpengaruh dalam terbentuknya cetya. Juga kami mengadakan ritual shadana penuh kepada Buddha Amithaba. Semua acara berjalan lancar, sampai setelah acara selesai suatu keajaiban kembali terjadi. Langit tiba-tiba mendung, angin begitu kencang bertiup dan tidak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Tapi aneh angin sama sekali tidak mengoyangkan tenda-tenda yang berada dikiri kanan, tapi terpal yang menutupi papan nama cetya tertiup angin dengan kencangnya hingga terlepas seluruhnya dan terbuka lebar, sehingga cetya terbuka dan terlihat dari langit. Aku mengira itu pertanda para Dewa tidak berkenan atas peresmian ini karena itu menurunkan hujan demikian kerasnya dan membuat agak berantakan.
Tapi Guruku mengatakan kalau para Buddha, Boddhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini berkenan dan mereka semua turun memberkati, jadi hujan ini adalah berkah. Suamiku tidak membuang kesempatan kejadian ini, dia segera mengabadikan sekeliling cetya dengan kamera. Ternyata benar apa yang dikatakan Guru sejatiku, para Dewa benar-benar turun. Hal ini terlihat dalam kamera lingkaran sinar-sinar beraneka bentuk banyak sekali disekitar cetya Sukhavati Prajna dan terlihat bertumpuk-tumpuk, ini lebih banyak dari biasanya saat aku bershadana atau saat menjalani 2 kali api homa. Biasanya sinar itu tidak bertumpuk-tumpuk, tapi ini terlihat banyak sekali. Ternyata kekuatan merekalah yang telah melepas terpal yang menutupi cetya, agar bisa terlihat dari langit, sehingga mereka bisa hadir dan memberkati dengan lebih mudah.
Para undangan juga banyak yang datang saat itu, kami semua mengalami hal baru hari ini. Membuat kami semua agak gemetar dan tidak percaya diri, tapi berkat dorongan para Dewa kami semua bisa menjalani tugas kami masing-masing dan terlihat begitu sempurna.
Akhirnya tugas berat telah aku jalankan, tapi mungkin ini hanya permulaan saja. Kedepannya masih banyak hal dan tugas lain yang mungkin diberikan kepadaku, tapi sudah mencapai saat ini aku sudah begitu bahagia, karena sama sekali tidak pernah kami bayangkan akan seperti ini. Perubahannya begitu nyata dan berbanding terbalik, tapi aku sangat bahagia dan sangat bersyukur atas segalanya. Aku hanya berharap, aku bisa menjalani misi dengan baik melalui cetya Sukhavati Prajna, bisa membimbing banyak orang menuju kejalan yang benar dan menuntun mereka menjalani kehidupan dengan baik. Aku sadar sebelumnya aku bukanlah orang yang suci, aku pernah berbuat banyak kesalahan dan saat ini aku berusaha untuk menyadarinya dan tidak kembali kejalan yang salah.
Aku amat bersyukur bisa kembali berjodoh dengan Guru sejatiku, dia telah menungguku ribuan tahun. Menunggu aku terbuka dan bisa mendapatkan kontak batin dengannya, sehingga dia bisa menuntun aku kembali. Aku bisa merasakan kesedihan Guru sejatiku, bagaimana dia kuatir jika aku salah jalan dan selalu menguatkan hatiku dan menasehatiku. aku akan berusaha untuk tidak mengecewakannya dan akan selalu berusaha mengikuti petunjuknya.
Terbentuk dan berdirinya cetya Sukhavati Prajna tentunya dikarenakan banyaknya dukungan yang aku dapatkan dalam jalan dharma ini, ternyata masih banyak orang yang punya ketulusan hati. Walaupun sebagian dari mereka belum lama aku kenal, tapi entah kenapa kami begitu merasa akrab dan seakan sudah kenal lama. Mungkin kami dipertemukan karena jodoh, dikehidupan lalu mungkin kami pernah menjadi satu keluarga.
28. KE CHINA DARATAN
Suatu hari, tepatnya tanggal 6 Nopember 2010. Guru sejatiku memberi petunjuk agar aku pergi menjalankan tugas ke China daratan, yaitu ke Guangzhou untuk mengunjungi salah satu vihara yang mandala utamanya adalah Guru sejatiku.
Aku sempat kaget dan bersedih saat diberi tugas itu, bagaimana tidak, China itu kan jauh. Butuh waktu dan banyak dana yang harus dikeluarkan. Bagaimana mungkin aku bisa pergi kesana, aku mencoba memohon kepada Guru sejatiku agar jangan menugaskan aku kesana. Tapi Guru sejatiku tetap mengharuskan aku pergi, karena ini berhubungan dengan kenaikan tingkatku.
Tapi aku masih mempermasalahkan mengenai biaya yang akan aku gunakan untuk kesana, dari mana aku bisa mendapatkan dana. Guru sejatiku mengatakan agar aku tidak perlu kuatir mengenai hal itu, semua akan berjalan dengan baik, yang penting aku mau menjalankannya dan mengikuti petunjuk yang diberikan. Akhirnya aku menyetujuinya walaupun dalam hatiku begitu kacau.
Beberapa hari kemudian entah kenapa tiba2 ada orang yang akan berangkat ke China, melalui dia aku mencoba meminta informasi mengenai vihara yang ditunjuk oleh Guru sejatiku, menurut keluarganya yang ada di sana mengatakan ada Vihara itu. Dan dia bertanya padaku apa ada tugas kesana? Aku katakan iya, tapi aku masih ragu apa bisa pergi kesana, karena paspor yang kumiliki telah lewat jatuh tempo lama, masih harus urus visa, dan lagi aku tidak tahu daerah sana. Orang tersebut mengatakan akan membantu mengurusnya, dan benar saja pengurusan paspor, visa dan tiket bisa selesai dalam 2 hari saja. Tadinya aku hendak pergi dengan suamiku, tapi entah kenapa paspor suamiku tidak ada, padahal biasanya disimpan dengan paspor milikku juga.
Saat ada tugas ini mendadak paspornya tidak tahu ada dimana, mungkin aku tidak diijinkan pergi dengan suamiku dan sepertinya diharuskan pergi sendiri. Aku agak bimbang menjalani hal ini, karena aku tidak terbiasa pergi kemana-mana sendiri dan selalu didampingi oleh suamiku, mendengar akan pergi sendiri ke Guangzhou membuat aku semakin gundah. Aku dalam kebingungan antara pergi dan tidak, apa yang harus aku putuskan saat itu aku tidak tahu, hanya terpaku saja dan tidak sanggup mengambil keputusan apapun. Akhirnya suamiku sendiri yang memutuskan agar aku pergi saja, dan dengan cepatnya semua dokumen, akomodasi dan perlengkapan disiapkan. Dengan berat aku terima saja nasibku itu, harus jauh dari keluarga selama 9 hari.
Saat semua surat-surat diurus, kami sudah menyiapkan dana untuk membayar biaya perjalananku. Sampai telah menukar uang rupiah menjadi mata uang di sana untuk berjaga-jaga jika ada yang harus aku keluarkan. Tapi anehnya, kalau dihitung perjalananku dari pergi sampai pulang aku tidak mengeluarkan uang sama sekali. Dari tiket, urus paspor, membeli barang-barang untuk cetya, semuanya bukan aku yang keluarkan, aku mendapatkan banyak berkah menjalankan tugas ini dari beberapa orang yang membantuku tanpa aku harapkan.
Tgl. 16-11-2010 pkl. 09:45 WIB, aku berangkat ke China mengunakan pesawat, perjalanan dari Jakarta ke China butuh waktu kurang lebih empat jam. Saat pesawat sudah mau dekat landing, aku merasakan keanehan pada tulang rusukku sebelah kiri, seperti tertusuk-tusuk. Aku meminta petunjuk Guru sejatiku, katanya aku sudah dekat dengan tempat kelahiranku yang lalu.
Setelah sampai dibandara, masih harus mengunakan taksi melewati perbatasan Hongkong-China, baru dari perbatasan itu naik bis menuju satu kota kecil, perjalanan kurang lebih 6 jam. Tiba di kota kecil itu pukul 12 malam, dan menginap diapartemen yang kalau di Jakarta mirip rumah susun tapi apartemen di China besar-besar, seperti rumah pada umumnya.
Aku tinggal di kota kecil itu selama 3 hari, selama disana aku tetap menjalankan shadana dan meditasi, pengalaman pertama meditasi di China begitu berbeda sensasinya, gerakan rohku begitu halus dan nyaman, seperti tidak dipaksakan. Berbeda dengan di Indonesia yang masih terasa berat gerakan rohnya.
Selama di kota kecil itu aku tidak mendapatkan petunjuk apa yang harus aku lakukan, Guru sejatiku mengatakan nanti akan ada petunjuk kembali saat aku sampai di Guangzhou. Benar saja setibanya aku di Guangzhou dan menginap di sebuah apartemen, di tempat itu tanpa aku ketahui sudah ada seorang wanita yang menungguku, dia berniat untuk meminta petunjuk dariku.
Seperti biasa aku meminta nama lengkap dan tanggal lahirnya agar aku bisa melihatnya, saat dia menuliskan datanya dan aku membacanya, ternyata dia bermarga Chen. Aku agak kaget membacanya, dan dengan segera juga Guru sejatiku memberi petunjuk bahwa dia adalah cucuku di kehidupan lalu, dia adalah generasi ketiga dalam keluargaku.
Aku seakan tak percaya dengan semua ini, karena aku sendiri agak lupa dengan nama margaku di kehidupan lalu, aku mencoba mengingat-ingat apa namaku dikehidupan lalu saat aku terlahir di China dan menjadi seorang guru anak-anak sekolah dasar, penglihatanku dalam meditasi mengenai kehidupan masa laluku. Masih terngiang di telinga saat salah satu Dewa menangkap rohku yang naik kelangit, Dewa itu menyebut namaku dengan “Chen Siau Fei“.
Aku terharu atas pertemuan kami, tapi sayangnya aku tidak bisa berbahasa mandarin, sehingga tidak bisa bertanya-tanya tentang keluarganya yang lain. Dia mengantar ku pergi ke vihara yang ditunjuk Guru sejatiku, yaitu vihara Gunung Bunga Teratai (Lien Hua Shan) juga mengantar kebandara saat aku akan kembali ke Jakarta. Vihara Lien Hua Shan begitu indah. Aku tidak pernah melihat vihara seperti itu, begitu luas, asri dan rupang-rupangnya berukuran besar. Saat berjalan disekitar vihara itu, tubuhku begitu ringan seperti berjalan diatas awan. Aura vihara itu benar-benar bagus dan bersih. Aku pergi menuju altar utamanya. Benar saja dialtar utamanya aku melihat rupang Guru sejatiku Dewi Seribu Tangan Seribu Mata yang telah bersatu dengan Dewi Kwan Im, aku takjub melihatnya. Dan seakan tidak percaya dengan apa yang aku lihat, aku sama sekali belum pernah melihat rupang seperti itu. Guru sejatiku mengatakan, rupang ini memberikan pembuktian kepada diriku bahwa, antara Dia dengan Dewi Kwan Im benar telah ada penyatuan. Dia berbeda dengan Dewi Kwan Im, Dia berasal dari India dan Dewi Kwan Im dari Tiongkok. Saat Guru sejatiku mengatakan hal itu aku masih ragu-ragu, apa iya. Bukankah semua orang mengetahui bahwa Dia adalah Dewi Kwan Im juga.
Akhirnya Guru sejatiku meminta aku duduk bermeditasi dihadapan rupang dirinya yang ada disamping rupang utama.
Tidak lama aku menutup mata dan memasuki samadhi, aku melihat suatu kejadian, ada seorang gadis seperti seorang putri, dari pakaian dan daerah serta bentuk kerajaannya aku tahu kalau itu di India. Putri itu sangat cantik dan orang tuanya ingin menjodohkan dirinya dengan seorang pangeran, tapi dia tidak mau dan dengan diam-diam pergi dari istana dengan menunggang kuda.
Putri itu sampai disuatu tempat dan turun dari kuda, lalu dia menganti baju putrinya dengan jubah berwarna kuning. Dia menyusuri jalan dengan memegang pindapata menuju sebuah gua, lalu masuk kesana duduk bermeditasi. Dia bermeditasi dengan tekun sehingga mendapatkan banyak anugrah benda pusaka, tapi karena terlalu kerasnya menjalani meditasi, kepalanya sampai hancur.
Dari langit turun Buddha Amithaba menolongnya, dan membuatnya memiliki 1000 tangan dan 1000 mata, kepalanya yang hancur tumbuh kepala-kepala Buddha, lalu dia menjadi Bodhisattva dan naik kelangit bersama Buddha Amithaba.
Apa yang kulihat tidak berhenti disitu, sepertinya zaman berganti, dan berada di daerah lain. Seperti didaerah Tiongkok, juga ada seorang putri yang pergi dari istananya dan bermeditasi di gua, Dia sangat menghormati Buddha Amithaba, Buddha Amithaba mengetahui hal itu dan mengutus Bodhisattva Seribu Tangan Seribu Mata turun kebumi membimbingnya dan dalam pembinaan diri putri itu menyatu dengan Bodhisattva Seribu Tangan Seribu Mata menolong banyak umat manusia.
Setelah itu tak ada lagi yang kulihat, berganti dengan datangnya energi yang kuat dalam diriku, aku mengerakan rohku untuk menyerap energi murni dan tidak menghiraukan orang-orang yang melihatku pada saat itu.
Dari pengalaman meditasi di vihara itu, aku jadi mengetahui perjalanan Guru sejatiku. Aku ditugaskan ke China disamping kembali ke masa lalu aku juga diberi pembuktian dalam pembinaan diriku selama ini, dari sini aku baru mengerti mengapa sebelumnya Guru sejatiku mengatakan kalau Dia dan Dewi Kwan Im telah menyatu, Dia adalah Dewi Kwan Im dan Dewi Kwan Im adalah Dia. Itu semua terbukti dari rupang dirinya di mandala utama vihara ini.
Esok harinya, aku pergi ke Vihara Nan Hua She (Vihara Master Hui Neng patriak ke-6 di China) awalnya aku tidak mengerti mengenai vihara itu, tapi Guru sejatiku memberi petunjuk agar aku meditasi di sana nantinya.
Ada satu suhu/biksu yang mendampingi kami, dia menjemput kami dipintu utama, tapi karena tidak tahu kami lewat pintu samping, suhu itu mengajak makan bersama dengannya diruang makan khusus, ternyata dimeja tersebut sudah ada beberapa orang yang menunggu suhu itu untuk makan bersama, aku duduk disebelah salah satu orang tersebut.
Tiba-tiba orang disebelahku itu langsung bertanya apa aliranku, aku katakan TAO. Dia agak terkejut dan bertanya lagi apa rohku bisa keluar dari tubuh, aku katakan bisa. Mendengar hal itu dia langsung mengajak aku untuk ikut dengannya dan sama-sama rohnya keluar, aku kaget mendengar perkataannya, untuk apa seperti itu, aku tidak begitu suka dengan permintaannya, tapi aku tetap bersikap biasa saja.
Saat dikamar menginap aku meminta petunjuk Guru sejatiku apakah aku boleh mengikuti permintaan orang tadi, Guruku menjawab tidak boleh. Beliau mengatakan bahwa TAO ada dua macam, yang suka memamerkan diri dan yang tidak, mendapatkan dan berjodoh dengan ajaran TAO tidak perlu dipamerkan.
Tapi aku katakan pada Guru sejatiku kalau dia mengatakan akan memberikan petunjuk-petunjuk padaku jika ada yang tidak aku ketahui. Guru sejatiku bilang, lebih baik berguru pada Guru roh dari pada Guru manusia, Guru manusia masih ada niat tertentu dalam memberi bimbingan, tapi Guru roh tidak ada niat lain selain jalan dharma, kecuali Guru manusia itu telah mencapai pencerahan, baru boleh berguru padanya. Aku ikuti perkataan Guru sejatiku.
Malam itu kira kira pukul 8 malam, suhu membawa kami berkeliling melihat bagian-bagian vihara, bernamaskara dihadapan altar Master Hui Neng dan diberi kesempatan untuk memasang dupa di altarnya serta melihat pagoda Master Hui Neng.
Saat itu sekitar vihara sudah gelap jadi tidak semuanya bisa kulihat dengan jelas, tapi tiba-tiba saja saat aku sedang berjalan di samping pagoda, telinga kiriku mendengar bunyi lonceng/genta besar dipukul dengan keras satu kali tapi gaungnya agak panjang terdengar, aku mencari-cari dari mana asal bunyi genta itu tapi tidak ada, dan hanya aku yang mendengarnya.
Setelah itu suhu tersebut mengatakan kalau ditempat yang baru saja aku lewati ada kuburan kuno, tempat disemayamkannya seorang Master TAO yang bermarga Chen. Aku agak tertarik mendengarnya karena bunyi ditelingaku tadi, aku mencoba berkomunikasi dengan roh Master TAO itu dengan harapan ada jawaban darinya walau agak sedikit takut saat memejamkan mata di depan kuburan itu.
Saat aku memohon izin dan minta petunjuk, rohku bergerak begitu saja membentuk jurus-jurus kungfu, aku merasakan tenaga yang sangat besar sampai-sampai nafasku tersenggal-senggal, pergerakan itu terjadi beberapa menit, baru kemudian terbuka komunikasi dengannya.
Master TAO itu senang bertemu denganku, dia mengatakan kalau dia adalah leluhurku, karena itu bisa berjodoh bertemu, aku baru menyadarinya kalau marganya sama dengan margaku dikehidupan yang lalu. Dia meminta agar aku melakukan meditasi didepan kuburannya jam 3 pagi karena dia akan mengajarkan jurus-jurus padaku, aku agak ragu tapi sepertinya dia tahu apa yang ada dalam pikiranku, dan memberikan keyakinan padaku bahwa tidak apa-apa, dia hanya membimbingku saja. Aku menuruti permintaannya karena Guruku mengizinkan.
Saat hendak tidur aku merasakan suasana dan aura berbeda menginap di vihara, aura kuat seperti menghampiriku dan aku merasa ringan seperti melayang, secara sendirinya roh ku keluar dari tubuh dan ternyata Master Hui Neng telah menungguku, kami menuju pagodanya, disitu kami duduk bermeditasi ZEN saling berhadapan, setelah beberapa lama dia bangkit dan menopangkan tangan dikepalaku, dia mengatakan bahwa dia telah menungguku dan dia yakin kalau aku pasti akan datang kesini dan bertemu dengannya, semua ini karena jodoh. Beliau mengatakan aku boleh berkeliling di viharanya.
Setelah itu dia mengantar aku kembali kekamar dan kemudian aku tidur dengan nyenyak. jam 3 pagi, Aku bangun dan membasuh diriku lalu pergi kekuburan Master TAO yang ternyata leluhurku itu dan meditasi disana mengikuti petunjuknya, dan benar saja rohku digerakkan membentuk jurus-jurus kungfu penuh dengan tenaga, semua itu berlangsung beberapa menit, sesudahnya aku merasakan segar dan bersemangat.
Dengan datangnya aku ke vihara itu, banyak yang ku ketahui. Mengapa saat ini aku berjodoh dengan TAO, ZEN dan Tantra. Dari buku yang diberikan oleh suhu, disitu aku ketahui kalau ajaran Buddha bermula dari Buddha Sakyamuni lalu turun ke muridnya Arya Mahakasyapa, Arya Ananda, Bodhidharma dan seterusnya sampai ke Master Hui Neng, karena saat aku diyakinkan untuk menjalankan aliran Tantra Arya, Mahakasyapa datang bersama Buddha Sakyamuni, Lhama, Karmapa, Rinponce dll, mengabhisekaku dan mengatakan hal yang sama seperti dibuku Sutra Master Hui Neng tersebut, bahwa patriak bermula dari Buddha Sakyamuni kemudian turun kepada Mahakasyapa.
Mengapa Mahaguru Bodhidharma datang membimbing, karena leluhurku Master Tao itu adalah murid dari Master Hui Neng patriak ke-6, yang adalah murid dari Mahaguru Bodhidharma. Ini bukan suatu kebetulan, tapi memang ada garis silsilahnya. Jika tidak ada karma baik dan karma jodoh di masa lalu, tidak mungkin bisa berjodoh dengan TAO, ZEN, Tantra.
Aku benar-benar bersyukur mengalami hal ini, banyak hal baru dan berkah kudapatkan selama perjalananku ke Guangzhou China, bertemu leluhur dan juga cucu di kehidupan lalu, mendapat bimbingan dan petunjuk yang berharga dari para Luohan/Arahat, salah satu Arahat berkata kepadaku, ketika aku duduk meditasi dihadapan altarnya; “Tao dan ZEN sesungguhnya adalah sama, untuk bisa bermeditasi ZEN, roh juga harus terbangkitkan, jika roh tidak bangkit maka tidak akan mungkin bisa tahan duduk bermeditasi lama“. Itulah petunjuk yang diberikan salah satu Arahat padaku, sekaligus memberikan motivasi pada meditasi yang aku jalani.
Aku sadar semua rahasia langit adalah kebenaran, hanya saja belum bisa dibuka jika belum sampai waktunya. Aku bersyukur dengan waktu yang sesingkat ini telah banyak yang kuketahui dan kudapatkan, jika aku tidak membina diri maka aku tidak akan mengetahui jatidiri dan rahasia langit. Sehingga saat ini aku sudah mengerti apa arti dan tujuan hidupku yang sesungguhnya, yaitu bukan mengejar kekayaan, nama dan lain sebagainya yang berhubungan dengan nafsu tubuh fisik, tapi lebih menjalankan hidup dengan baik, mengikuti jalan Bodhisattva dan membina diri untuk bisa kembali ketempat asal. Banyak manusia takut membina diri dan membaca mantra, karena berpikir bahwa kehidupan mereka akan kesulitan materi jika mereka melakukan hal itu, bahkan berpikir takutnya akan meninggalkan keluarga untuk menjadi biksu/biksuni dan tidak bisa bersenang-senang lagi. Banyak manusia selalu memikirkan kesenangan-kesenangan mereka, terjebak dan tergantung pada kebiasaan buruknya. Aku berpikir apakah itu yang di cari manusia dan apakah mereka benar-benar bahagia.
Aku telah mengalami hal itu, tidak ada kebahagiaan yang abadi dengan berhura-hura dan bersenang-senang, juga tidak ada ketenangan batin yang didapat dalam hal itu. Kebahagiannya hanya sesaat dan kembali mengalami penderitaan yang dibuat sendiri.
29. MENDAPATKAN PENCERAHAN
Hari ini aku begitu kecewa, kesal dan sedih. Mengapa kebenaran tidak terjadi, yang dikatakan para Buddha dan Bodhisattva tidak terjadi. Apakah semua ini hanya kebohongan, ataukah hanya khayalanku?
Hari inipun Guru sejatiku tidak menjelaskan apapun, membuat aku semakin gusar. Bagaimana mungkin aku bisa menolong orang lain, jika kebenaran yang diberikan kepadaku tidak terbukti. Suamiku menyuruh aku menghadap Mahadewi Yao Chi, Vajrasattva Bodhisattva dan Mahaguru Tatmo Cosu, tapi aku tidak bisa berkonsentrasi sehingga tidak bisa memasuki samadhi, hatiku kacau dan tak merasakan getaran ataupun keberadaan para Dewa. Hal ini membuat aku putus asa.
Dalam kegundahanku suamiku mencoba memberiku pengertian, tapi aku tak bisa menerimanya. Lalu secara tak sengaja aku mengambil buku tulisan Mahaguru yang berjudul Menyingkap Tabir Misteri Alam. Pada kata pendahuluan aku membaca beberapa kata, disitu ditulis; Misteri Alam adalah, tiada keakuan, tiada manusia, tiada makhluk hidup, tiada kehidupan, ini adalah abijna.
Ajaran Mahaguru Tatmo Cosu mengenai meditasi, yaitu melihat cahaya dari tidak ada menjadi ada, cahaya kecil semakin membesar, diri sendiri menyusuri cahaya itu dan tiba disuatu alam yang tidak ada manusia, tidak ada hewan, tidak ada tumbuhan, tidak ada kehidupan, disaat itulah akan bisa mengendalikan roh sendiri.
Kata-kata yang ditulis Mahaguru menjadi kata perenungan hari ini, aku mencoba untuk mendekatkan hatiku lagi pada para Dewa, membaca mantera hati mereka dan masuk kedalam meditasi merenungi kata-kata itu. dalam perenunganku itu, muncul Buddha Amithaba yang keluar dari kelopak bunga teratai dan Dia menjawab renunganku.
“Desi, sesungguhnya anugrah yang diberikan kepadamu adalah takdir yang telah diberikan kepadamu. Tapi sesungguhnya semua itu adalah sunya. Tak ada harapan, tak ada yang diraih, tak ada keinginan, tak ada yang didapat, tak ada keakuan, tak ada suami, tak ada anak, tak ada orang tua, tak ada keluarga, tak ada harta, tak ada nama, tak ada bersih, tak ada kotor, tak ada apapun didunia ini, semua adalah sunya. Jadi janganlah kau harapkan, karena memang tak ada yang harus kau harapkan.”
Mendengar perkataan Buddha Amithaba aku tersadar, bahwa selama ini aku telah melekat dan masih ada ke-aku-an dalam diriku, masih ada pementingan diri sendiri, terpengaruh perkataan dan perbuatan orang lain. Aku yang sempat tidak bersemangat hari ini karena berpikir telah dibohongi dan dipermainkan, sebenarnya aku yang telah berbuat salah. Aku telah menumbuhkan kekotoran batinku sendiri dan saat ini aku telah mendapatkan pencerahan dari Buddha Amithaba.
Setelah tersadarkan Guru sejatiku baru datang menemuiku dan mengatakan bahwa aku telah melewati cobaan ke-aku-an tingkat ke-2 yang lebih sulit dilewati dari cobaan ke-aku-an yang pertama. Biasanya manusia akan sulit melewati tahap ini, dia bahagia melihat aku bisa melewatinya. Aku mengucapkan terima kasih kepada Buddha Amithaba atas petunjuknya, ini adalah salah satu pencerahan yang aku dapatkan. Aku telah mengerti dan telah menyadari kesalahanku.
30. TITAH KAISAR LANGIT SUNGGUH PUNYA KEKUATAN BESAR
Setelah aku tersadarkan, esok harinya saat sore hari mendadak langit didaerah cetya tertutup awan gelap, hujan belum turun tapi kilat, angin, dan petir yang begitu kuat telah muncul lebih dulu, aku sudah menduganya pasti akan turun hujan deras. Melihat alam seperti itu aku segera memasang dupa dan mulai bersembahyang, lalu hujan benar-benar turun dengan sangat deras.
Aku membaca mantera dan sutra untuk memohon perlindungan dan berharap hujan bisa sedikit mereda, tapi sudah begitu banyak mantera dan sutra yang aku baca hujan tidak reda-reda malah semakin deras, air hujan telah tergenang dijalanan cetya, aku mengkuatirkan bahaya banjir. Apakah para Dewa tidak mendengar permohonanku? biasanya hujan akan segera berhenti bila aku mulai memasang dupa dan memohon, tapi saat ini tidak ada reaksi sama sekali.
Air semakin penuh dijalanan, aku tidak punya jalan lain dan segera masuk kedalam meditasi, aku merasakan cakra mahkotaku terbuka, rohku keluar melesat kelangit dan sampai diatas awan-awan. Dikejauhan aku melihat Dewa Hujan, Dewa Angin dan Dewa Petir sedang bertugas, pantas saja di bumi cuaca begitu tidak bersahabat. Aku segera menghampiri para Dewa itu, mereka melihat kehadiranku dan bertanya;
“Desi, kenapa kau kesini?” salah satu Dewa bicara padaku, ternyata mereka mengenalku.
“Maafkan saya karena telah menganggu, saya mohon kepada para Dewa untuk meredakan hujan, karena dibumi air sudah meluap.“
“Tidak bisa, kami sedang menjalankan tugas“
“Apakah Kaisar Langit yang memberi tugas ini“
“Bukan, kerabat Kaisar Langit yang memberi perintah, tapi Beliau juga mengetahuinya. Ini semua karena banyak manusia telah salah jalan, langit sudah murka atas perbuatan mereka yang tidak memperhatikan diri sendiri dan alam semesta.”
“Tolonglah para Dewa, saya mohon redakanlah hujan.”
“Kami tidak bisa melakukannya, kecuali ada amanat, kami baru bisa menghentikannya”
Mendengar perkataan Dewa Hujan sejenak aku berpikir apa yang harus aku lakukan, sudah tidak ada banyak waktu lagi, banjir akan segera terjadi. Dengan cepat aku teringat dengan Titah Kaisar Langit yang pernah diberikan kepadaku pada saat aku naik tingkat dalam pembinaan diri. Tanpa berpikir panjang segera mengeluarkannya dari balik bajuku lalu memperlihatkan pada Mereka
“Saya punya amanat itu, apakah ini bisa mengabulkan permohonan untuk meredakan hujan?”
Dewa Hujan mendekatkan wajahnya melihat Titah itu dan berkata;
“Benar ini titah Kaisar Langit, Desi kau bukan orang biasa, buktinya kau memiliki Titah itu. Baiklah kami hentikan tugas kami.“
Ketiga Dewa itu langsung menghentikan tugasnya menurunkan hujan, angin dan petir lalu melesat pergi dengan cepat entah kemana. Seiring dengan berhentinya tugas Mereka, dibumi hujan langsung berhenti dengan cepat secepat melesat perginya para Dewa itu. Aku keluar dari meditasi dan melihat keajaiban ini dan merasa sedikit lega karena tidak terjadi banjir didaerahku.
Aku menceritakan hal ini pada suamiku, tapi dia malah berkata kalau aku telah berbuat kesalahan dan meminta agar aku menghadap Dewi Kwan Im, karena telah lancang mengeluarkan Titah Kaisar Langit demi menghentikan hujan, padahal ketiga Dewa tadi sedang menjalankan tugas.
Aku baru sadar telah berbuat kesalahan, padahal hal ini aku lakukan secara spontan dan tidak aku rencanakan sama sekali. Tapi aku jalani petunjuk suamiku dan kembali bermeditasi, dan memohon petunjuk dari Dewi Kwan Im apa yang harus aku lakukan.
Saat itu cakra mahkotaku kembali terbuka dan rohku keluar, entah menuju kemana. Ternyata aku pergi ke Istana Langit . Aku mengenali pintu gerbang masuknya yang besar dan dijaga dua penjaga. Dengan bersujud 3 kali aku memohon untuk diizinkan masuk, terdengar suara Kaisar Langit menyuruhku untuk masuk. Aku berjalan cepat menuju istananya dan disana Dia sedang duduk disinggasananya, aku segera menuju kehadapannya dan bersujud 3x.
“Aku mohon maaf karena telah lancang mengeluarkan Titah yang Kaisar Langit berikan kepadaku.”
“Desi, mengapa kau mengeluarkan Titah itu?”
“Aku terpaksa melakukan itu, sesungguhnya itu bukanlah untukku sendiri.”
“Bisa kau jelaskan kepadaKu?”
“Aku tahu bahwa manusia dibumi banyak yang berbuat kesalahan, sehingga langit dan bumi bereaksi. Tapi aku melakukan itu untuk cetya Sukhavati Prajna yang baru saja diresmikan. Bukankah para Buddha dan Bodhisattva berkenan untuk menjadikan cetya Sukhavati Prajna sebagai alam Sukhavati juga dan melalui cetya ini aku akan berusaha untuk merubah hati manusia agar bisa sadar atas kesalahan mereka dan mulai menjalani hidup mereka dengan baik. Jika daerah cetya terjadi bencana, bagaimana aku bisa menjalankan misi ini.”
“Aku bisa menerima penjelasanmu itu, tapi lain kali sebelum kau mengeluarkan Titah yang aku berikan, kau harus menghadap padaku lebih dulu, apa kau mengerti ?”
“Aku mengerti dan mengaku bersalah. Jika Kaisar Langit ingin memberi hukuman aku siap menerimanya.”
“Desi... kau tidak perlu kuatir, Aku tidak akan menghukummu, karena apa yang kau lakukan semata-mata bukan untuk dirimu sendiri. Baiklah, kau boleh kembali.”
“Terima kasih, sebelum aku pergi bolehkah memohon satu permintaan?”
“Katakanlah.”
“Aku mohon lindungilah cetya Sukhavati Prajna dari mara bahaya dan bencana alam, seperti gempa bumi, banjir dll. Agar cetya bisa berkembang dengan baik.”
“Baiklah, kau tidak perlu cemas, aku akan mengabulkan permohonanmu. Kembalilah.”
“Terima kasih, semoga Kaisar Langit selalu berbahagia”
Aku segera beranjak pergi dari Istana Langit dengan perasaan lega karena telah mendapatkan kemurahan hati Kaisar Langit. Dewi Kwan Im juga mengatakan kepadaku, agar pengalaman ini bisa membuat aku semakin bijaksana. semua anugrah yang telah diberikan kepadaku, sungguh-sungguh berguna dan punya kekuatan yang besar tapi aku tidak boleh menyalahgunakan dan sembarangan mengunakannya, harus punya tujuan yang baik untuk orang banyak dan tidak untuk diriku sendiri.
31. DITUNTUN UNTUK MANDIRI
Sekembalinya aku dari Guangzhou China, aku mendapatkan kabar duka. Ayah dari orang yang bernama Melia meninggal dunia pada hari kembalinya aku ke Jakarta. Ayahnya itu sudah masuk rumah sakit karena gagal ginjal sebelum aku pergi ke China, aku pernah datang kerumah sakit untuk menengoknya dan memohon para Buddha dan Bodhisattva menolong dia dari penderitaan itu serta menyembuhkannya.
Tapi kata Guruku sudah tidak bisa ditolong dan waktunya tidak akan lama lagi, karmanya terlalu berat pada kehidupan lalu dan kehidupan saat ini dia tidak melatih dirinya untuk mengikis karma. Oleh karena itu pada kehidupan ini dia mengalami kekurangan pada beberapa bagian tubuhnya, tapi dia masih beruntung bisa berkeluarga dan mempunyai anak, sehingga dikehidupan ini dia bisa mendapatkan pahala kebajikan yang ditanamkan anak, istri dan keluarganya walaupun dia tidak bisa berbuat apapun.
Aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada keluarganya saat mereka ingin tahu bagaimana keadaannya dan apakah bisa disembuhkan. Aku hanya bisa mengatakan bahwa bagaimanapun hasilnya kita tetap harus berusaha untuk membantunya agar bisa mendapatkan kebaikan, dengan mengumpulkan pahala kebajikan untuknya agar karma masa lalunya bisa terkikis. Ayahnya harus menjalani cuci darah selama dirumah sakit.
Saat Guruku memberi tugas untuk pergi ke China, aku ragu untuk pergi karna satu hal ini. Aku tidak ingin terjadi sesuatu hal yang tidak baik, tapi Guruku mengatakan agar aku tidak perlu kuatir. Memang selama aku di China aku tidak mendapatkan kabar-kabar buruk, aku bisa menjalankan tugasku dengan tenang. Tapi sekembalinya aku ke Jakarta, aku harus mendapatkan kabar duka ini. Aku amat bersedih, dan sedikit kecewa mengapa Buddha – Bodhisattva tidak bisa menolongnya dan menyembuhkan penyakitnya, walaupun aku tahu hal ini akan terjadi.
Guruku mengetahui kesedihanku dan dia mengatakan bahwa ayah Melia akan direinkarnasi kembali, karena keluarganya telah mengumpulkan pahala kebajikan untuknya, dan pahala kebajikan tertinggi yang dia dapatkan sehingga karma buruknya bisa seimbang dengan karma baiknya saat ini adalah, ketika ada seseorang yang memberikan jasa pahala dengan mendanakan rupang Ksitigarbha Bodhisattva untuk dialtarkan di cetya Sukhavati Prajna atas namanya.
Itulah yang membuat dia diberi kesempatan oleh Buddha-Bodhisattva untuk reinkarnasi kembali menjadi manusia dengan kondisi tubuh yang sempurna tidak kekurangan, agar dikehidupan yang akan datang dia bisa membina dirinya sehingga bisa terlahir di Tanah Suci Sukhavati. Mendengar hal itu aku menjadi bersemangat dan bahagia, ternyata tidak sia-sia keluarganya berbuat kebajikan untuknya, sehingga dia bisa mendapatkan kebaikan ini.
Mendapatkan kesempatan untuk mengikis karma adalah keberuntungan manusia, bisa terlahir menjadi manusia adalah keberuntungan besar, karena dengan menjadi manusia baru bisa membina diri untuk mencapai keBuddhaan dan terlepas dari tumimbal lahir. Tidak mudah terlahir kembali menjadi manusia, paling tidak karma buruk dan baiknya harus seimbang, jika karma buruk lebih besar maka harus menjalani penghukuman di alam neraka, jika penghukuman di alam neraka sudah selesai belum tentu bisa langsung terlahir menjadi manusia, tapi mungkin masih harus terlahir di alam binatang, bukankah itu sangat menyedihkan.
Aku merasa sejak kembali dari China, cuaca tidak menentu. Seperti hari ini, aku melihat langit gelap, hujan turun lumayan keras dan gemuruh guntur sepertinya tidak biasa. Aku merasakan para Dharmapala melindungiku, tapi aku belum mengerti untuk apa hari ini mereka begitu melindungi aku.
Aku diberi petunjuk untuk memasang hio 5 batang di altar Chi Thien Ta Sen, dan 8 batang di altar Dewa Bumi. Karena sepulang aku dari China, alam Dewa, alam Buddha dan juga alam Mara kegelapan mengetahuinya dan mara kegelapan tidak senang akan hal itu. Mereka mencoba mempengaruhiku dangan membuat cuaca mendung dan bunyi guntur dan petir terus menerus.
Tadinya aku mengira Dewa Hujan dan Dewa angin sedang menjalankan tugas, atau Dewa Naga sedang menurunkan hujan hari ini. Tapi saat aku mencoba mencari tahu kebenarannya, ternyata bukan seperti yang aku pikirkan karena aku tidak melihat ada Dewa Angin dan Dewa Hujan apalagi Dewa Naga.
Ternyata yang kutemukan saat aku naik ke langit adalah sekawanan makhluk-makhluk bertampang menyeramkan sedang berbuat onar dilangit dan terlihat senang dengan apa yang mereka lakukan. Salah satu makhluk itu ada yang berwujud seperti ular dan terlihat besar, makhluk itu bicara padaku;
“Desi... akhirnya kau naik juga“ ternyata dia mengenalku. Lalu kenapa dia bilang begitu. Apakah dia memang sedang menungguku. Aku balik bertanya padanya.
“Ada apa ini, kenapa kalian semua membuat cuaca seperti ini?“
“Ha.. ha.. ha.. kami tahu kau baru kembali dari China daratan, dan kami ingin menghalangimu, karena kau telah mengikuti Buddha.”
“Memangnya kenapa, apa masalahnya dengan kalian?”
“Tentu membuat masalah, karena jika kau menjalani hal itu maka pengikut-pengikut kegelapan akan berkurang.”
“Oh... bukankah itu lebih baik?”
“Tidak bisa, kami akan menghalangimu untuk bisa mengikuti Buddha“
Lalu mereka semua berniat menyerangku, aku bingung tak tahu apa yang harus aku lakukan, dan pada saat itu tidak mungkin mengeluarkan Titah Kaisar. Aku berpikir sejenak dan mencoba mengingat benda apa saja yang pernah diberikan oleh Guru-Guruku untuk menghalau mereka.
Akhirnya aku memutuskan untuk mengunakan Rebana dari Dewa Hian Tian Shang Tee yang diberikan saat aku berulang tahun. Rebana itu aku bunyikan dan muncullah sekumpulan Dewa Perang, aku meminta Para Dewa Perang itu membantuku menghadapi makhluk-makhluk Mara kegelapan itu.
Tapi sepertinya tidak bisa menghalangi mereka, lalu aku mengeluarkan Boneka Giok yang diberikan oleh Giok Hong Shang Tee, sinar hijau yang terpancar dari Boneka Giok itu membuat semua makhluk Mara kegelapan itu terpental dan pergi. Setelah itu suara guntur, petir dan hujan berhenti.
Dupa hio yang aku pasang tidak boleh putus dalam beberapa hari sampai keadaan membaik, aku diminta untuk mengingat semua yang diajarkan oleh Guru-Guru Dharmaku, semua benda-benda pusaka yang mereka berikan harus kuingat dan kuketahui kegunaannya. Karena aku akan memerlukannya.
Kejadian ini membuat aku tersadarkan, sejak aku kembali dari China, aku merasa diarahkan untuk bisa mandiri dalam menjalankan Dharma. Selama ini aku selalu mengandalkan Guru sejatiku dan Buddha selalu menolongku disaat aku terdesak dalam menghadapi cobaan dan rintangan, saat ini sepertinya aku dituntun untuk punya inisiatif sendiri dalam menjalani Dharma, supaya bisa berpikir sendiri apa yang harus dilakukan jika aku berada dalam situasi apapun. Dalam menghadapi kasus, dalam menghadapi Mara, dan dalam menghadapi diriku sendiri.
Walaupun aku telah menyatu dengan Guru sejatiku, juga telah menyatu dengan Buddha-Bodhisattva dan para Dharmapala, bukan berarti aku hanya mengandalkan mereka. Aku harus dengan sendirinya peka terhadap segala situasi dan keadaan, kapanpun dan dimanapun aku berada.
Kadang aku tidak begitu cepat bertindak dan spontanitas melihat situasi, kadang aku hanya menunggu petunjuk saja dari Guru sejatiku atau para Dewa yang memanggilku. Tapi ternyata aku salah, aku harus menumbuhkan kepekaan dalam diriku, baik itu kewelas-asihan, tanda-tanda alam dan perubahaan pada tubuh. Agar aku bisa cepat mengetahui apa yang harus aku lakukan.
Sekembalinya aku dari China, beberapa Dharmapala seperti Vajrapani, Yamantaka dan Acalanatha Bodhisattva menyatu denganku, aku bershadana kepada mereka semua, masing-masing selama 7 hari berturut-turut. Energi dan kekuatan mereka sangat besar aku rasakan, aku bersyukur mereka berkenan padaku dan perlindungan Mereka selalu menyertaiku dimanapun aku berada, jika ada roh-roh tidak bersih didekatku, maka para Dharmapala ini dengan segera membantuku untuk membersihkannya.
32. PERTAMA KALI BERCERAMAH DHARMA
Ulang tahun Buddha Amithaba tahun ini aku diminta untuk menjalankan api homa oleh Guru sejatiku, dengan Buddha Amithaba sebagai adinata api homa. Upacara ini akan diadakan pada hari minggu, tanggal 26 Desember 2010. Dan pada upacara itu aku diharuskan mengunakan Mahkota Panca Dhyani Buddha dan berceramah dharma.
Aku begitu cemas memikirkan hal ini, aku merasa tidak percaya diri dan tidak berani untuk melakukannya. Tapi Panca Dhayani Buddha, yang terdiri dari Vairocana Buddha, Aksobhya Buddha, Amoghasidi Buddha, Amithaba Buddha dan Ratnasambava Buddha datang memberkatiku dengan memancarkan sinar 5 warna kepadaku. Mereka telah memberi restu padaku untuk mengenakan Mahkota Panca Dhyani Buddha itu.
Walau Vajrasattva Bodhisatva telah menganugrahkannya padaku, dan Buddha Sakyamuni telah memberikan gelar Vajra Acharya aku tetap cemas. Aku berpikir apakah aku pantas mendapatkan semua ini. Dan apakah aku bisa menjalankan kehendak Buddha-Bodhisattva untuk berceramah dharma, sedangkan aku tidak pandai berbicara didepan orang banyak, dan tidak ada pengalaman berceramah apapun. Hal ini membuat aku begitu kuatir.
Tapi Guru sejatiku berpesan agar saat homa berlangsung harus mengabadikan setiap momentnya dan tidak melewatkan sedetikpun, karena akan banyak Buddha-Bodhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini yang akan hadir memberkati.
Ksitigarbha Bodhisattva juga datang memberi petunjuk beberapa hari sebelum homa diadakan, dia meminta agar disaat itu juga melakukan penyebrangan roh. Karena ini adalah homa Buddha Amithaba, jadi tidak perlu membaca Sutra Ksitigarbha dan hanya membakar Kertas Mantera darinya saja.
Melihat reaksi dari para Buddha-Bodhisattva seperti itu, aku berusaha menguatkan hati dan tetap menjalani petunjuk yang diberikan, dan mulai menyusun kata-kata untuk ceramah nanti.
Aku mencoba mengetik naskah ceramah dengan harapan bisa menghafalnya, tapi kata-kata yang kupersiapkan sama sekali tidak bisa masuk kedalam otakku, aku tidak bisa menghafalnya dan rasanya tidak lucu jika ceramah dharma harus melihat teks. Sampai besoknya upacara homa diadakan aku tetap tidak bisa mengingat satu katapun, Aku benar-benar putus asa.
Akhirnya pada malam hari sebelum homa diadakan, aku menghadap para Buddha-Bodhisattva dan mengutarakan keterbatasanku itu, aku benar-benar tidak bisa berceramah dharma. Dan memohon pertolongan Mereka. Saat meditasi didepan altar utama aku merasakan kekuatan besar hadir dan membimbingku.
Gerakan rohku berbeda hari ini, aku merasakan kepala belakangku berdenyut-denyut, setelah itu badanku berputar-putar, seiring dengan berputarnya tubuhku dalam hati aku berbicara sendiri dan mengucapkan kalimat-kalimat dharma yang akan aku bawakan besok.
Aku sungguh tak habis pikir, dengan mudahnya bisa mengingat kalimat dharma yang aku tulis sebelumnya. Dari awal sampai selesai kalimat-kalimat meluncur dalam hatiku begitu teratur.
Setelah hatiku berceramah dharma, Guru sejatiku datang dan memberitahu bahwa aku tidak perlu takut dan cemas dengan homa besok, aku akan bisa berceramah dharma dengan sendirinya, Buddha-Bodhisattva telah membantuku membuat otakku mengingat apa yang akan aku ucapkan nanti, dan aku tak perlu takut mengenakan Mahkota Panca Dhyani Buddha karena aku telah menjadi Vajra Acharya dan Buddha Sakyamuni sendiri yang telah memberikan gelar itu, jadi sudah diakui oleh Buddha-Bodhisattva. Mendengar Guru sejatiku memberikan motivasi aku kembali tenang, Dia juga berpesan agar setelah homa selesai aku harus masuk kedalam meditasi.
Besoknya upacara api homa Buddha Amithaba dilangsungkan, banyak yang hadir mengikuti upacara ini. Aku menguatkan hatiku dan berusaha tidak bergeming, dengan menggunakan Mahkota Panca Dhyani Buddha aku memimpin homa hari ini, Vajrasattva Bodhisattva sudah berpesan agar mengunakan Tongkat Vajra untuk mengetuk 4 sisi tungku homa agar tungku homa dilindungi empat Raja Langit. Tungku homa dipasang tepat didepan cetya.
Saat homa dimulai aku membentuk mudra-mudra untuk berkomunikasi dengan Buddha-Bodhisattva, Dharmapala dan yang lainnya. Pada awal dan pertengahan mudra kekuatan roh dalam diriku tidak terlalu kuat, tapi pada saat mudra penutup, aku merasakan kekuatan besar datang menghampiriku dan menyatu denganku.
Aku tahu, Dewi Kwan Im, Hevajra, Yamantaka, Kalacakra, Acalanantha datang. Karena kami telah menyatu, pada saat itu langit yang terang benderang dengan segera turun hujan rintik, lalu terdengar gemuruh dilangit, aku benar-benar merasakan kehadiran mereka semua. Saat itu pula kamera mengabadikan moment itu sesuai petunjuk Guru sejatiku.
Setelah seluruh bahan dipersembahkan, aku duduk bermeditasi. Terlihat Burung Hong berwarna emas dan agak besar melesat dihadapanku dan masuk kedalam diriku melalui cakra dahi, dan secara spontan pula rohku keluar dari tubuh dengan bermahkotakan Burung Hong, memegang Toya Mas berkepala Burung Hong ditangan kiri dan Vajra ditangan kanan. Lalu turun Buddha Amithaba, Dewi Kwan Im, Mahastamaprapta Bodhisattva dan memancarkan sinar putih. Buddha Amithaba datang menghampiriku dan membimbing aku naik keatas Padmasana (singgasana teratai), aku duduk diatas Padmasana itu. dan Buddha Amithaba berkata;
“Desi... kau telah kembali kepada jati dirimu, tubuh dharmakayamu telah muncul dan aktif, kau akan bisa menolong umat manusia disegala penjuru, baik yang berlainan pulau ataupun berlainan negara, karena tubuh dharmakayamu akan bisa datang menolong mereka yang percaya kepadamu. Kau telah sama dengan Bodhisattva, jalankanlah tugas dan misimu dengan baik, Aku akan selalu memberkatimu.”
Setelah berkata itu, mereka semua pergi dan tubuh dharmakayaku kembali kedalam tubuh jasmaniku, aku merasa terharu dan bahagia.
Setelah pujabakti ditutup, saatnya aku mulai ceramah dharma, awalnya aku agak tegang, tapi kata-kata dalam hatiku semalam meluncur begitu saja dari mulutku, satu persatu kalimat aku ucapkan dengan bersemangat dan tak terasa aku telah selesai berceramah.
Aku bersyukur dan lega, aku berpikir tidak bisa melakukannya, atas pertolongan dan bimbingan Buddha-Bodhisattva aku bisa melakukannya dengan sempurna. Itulah kekuatan Buddha-Bodhisattva yang tidak terhingga, segala hal baik yang terkecil sampai yang terbesar sekalipun, mereka akan memberikan bimbingan dan tidak membiarkan aku tidak berdaya dengan keterbatasanku. Yakin kepada Mereka maka segalanya akan berjalan dengan baik dan sempurna.
33. PERGI KE GUNUNG KHU LUN
Hari ini cuaca yang tadinya panas dan terik mendadak berubah menjadi gelap dan turun hujan disertai angin kencang tak tentu arah, sesekali bunyi guntur terdengar dan secepat itu pula aku merasakan perubahan dalam diriku, seperti biasanya rohku terpanggil untuk duduk bermeditasi.
Aku duduk bersila didepan altar utama dan mulai bershadana dari awal, dan sampai mulai menjapa mantera hati aku belum terpikir ingin menjapa mantra hati apa, tapi secara spontan tubuh, mulutku dan tanganku dengan sendirinya tegak membentuk mudra dan melafal mantera hati Yao Che Cin Mu, agak sedikit aneh bisa bergerak sendiri.
Setelah menjapa 108x aku masuk kedalam meditasi dan melihat kehadiran Mahadewi Yao Chi dengan memegang Camara ditangan kanan, Buah Persik ditangan kiri dan duduk diatas Kursi Naga, beliau meminta agar aku segera mencetak buku ke-2 yang aku tulis, karena ini sudah waktunya.
Dia memintaku mencetak sebanyak 2.000 buku, setelah itu Dia pergi. Aku termenung sendiri mendengar petunjuknya, bagaimana aku mencetaknya, mengapa Mahadewi Yao Chi cepat sekali pergi, padahal masih banyak yang ingin aku tanyakan padanya mengenai buku ke-2 itu. Dalam kebingunganku itu suamiku memberi tahu agar aku duduk bermeditasi kembali untuk meminta petunjuk mengenai buku ke-2 itu.
Aku mengikuti petunjuknya dan mulai duduk bermeditasi kembali dengan harapan akan ada Dewa yang menolongku memberi petunjuk mengenai buku ke-2, bagaimana aku harus menulisnya, karena buku ke-2 ini dilihat dari judulnya saja sudah begitu sensitif sekali, aku tidak ingin berbuat kesalahan.
Dalam meditasi aku mengerakkan rohku dan tubuh dharmakayaku muncul, melesat pergi kesuatu tempat yang aku tidak tahu tempat apa itu, setelah mengamati beberapa saat aku baru tersadar telah pergi ketempat Mahadewi Yaochi di Gunung Khu Lun. Aku bingung kenapa pergi kesini, bukankan aku ingin minta petunjuk mengenai penulisan buku ke-2, kenapa malah ketempat Mahadewi Yao Chi. Tapi aku tetap menghadapnya dan bernamaskara padanya.
“Mahadewi Yao Chi, maafkan kelancanganku telah datang ketempatmu ini.”
“Desi... justru aku menunggu kau datang sendiri kesini. Selama ini kau tidak pernah menemuiku di sini, kau sudah bisa menjelajahi banyak alam, kenapa kau tidak pergi berkelana dan mengetahui alam-alam yang lainnya agar dharmamu semakin berkembang? “
“Bukan begitu Mahadewi Yao Chi, walaupun kadang timbul rasa enggan, bukankah dalam jalan dharma tidak boleh ada keinginan, karena jika ada keinginan maka tidak bisa mengetahuinya. Seperti pada saat ulang tahun Dewi Kwan Im, saya punya keinginan untuk melihat tempat kediamanNya, tapi malah tidak mendapatkan apa-apa bahkan tidak dapat memasuki samadhi.”
“Jangan hanya karena satu hal, membuat kau tidak mau mencoba yang lainnya. Satu tidak bisa kau ketahui, tapi yang lainnya pasti bisa. Asalkan keinginanmu untuk pergi ke alam lain adalah untuk menolong orang dan bukan untuk keinginan dirimu sendiri, kau pasti bisa mengetahuinya dan rahasia langit akan dibukakan untukmu.”
“Begitukah Mahadewi Yao Chi, lalu mengapa disaat saya ingin meminta petunjuk mengenai buku ke-2 saya malah ketempatMu.”
“Tidak ada yang bisa memberi petunjuk mengenai buku ke-2 kepadamu kecuali Aku, karena Aku yang membimbingmu untuk menulisnya, jadi jika kau mengalami kesulitan dalam penulisan dan ingin mendapatkan petunjuk maka dengan sendirinya akan kembali lagi kepadaKu. Tulislah sesuai petunjuk yang aku berikan dan cetaklah segera. Kau boleh kembali.”
“Terima kasih Mahadewi Yao Chi, aku akan mengikuti petunjukMu.”
Lalu tubuh dharmakayaku kembali, dan aku mulai menyusun kembali buku ke-2 ini dan mempersiapkan untuk mencetaknya. suatu kali aku sempat ingin menyerah saja menjalani tugas yang diberikan oleh Mahadewi Yao Chi karena sempat mengalami keraguan, tapi dengan cepatnya Mahadewi Yao Chi memanggilku ketempatnya di Gunung Khu Lun itu, Dia mengetahui aku sedang ingin mundur dari tugas yang Diberikan. Dia berkata;
“Desi... aku tahu kau sedang gundah saat ini, Aku tidak ingin kau berbuat hal itu.”
“Aku minta maaf Mahadewi Yaochi, Sungguh aku tidak berani menulis dan mencetak Buku ke-2 itu.“
“Apakah kau ingin menentang petunjuk yang Aku berikan?“.
Aku terdiam mendengar Mahadewi Yao Chi berkata dengan nada suara yang agak tegas.
“Kau tidak perlu takut, jalankan saja sesuai petunjuk yang aku berikan, kau tidak akan salah dan akan dilindungi oleh Buddha-Bodhisattva“.
Begitulah, setiap kali aku dalam kebimbangan para Dewa akan memberikan kekuatan, disaat aku cemas dan takut, Mereka memberikan perlindungan. Dan disaat aku mengalami kesedihan, Mereka memberikan penghiburan dan tidak membiarkan aku hanyut dalam kesedihanku.
Segalanya yang terjadi padaku berjalan begitu saja tanpa aku harapkan, tanpa aku inginkan sama sekali. Semuanya mengalir begitu saja, aku tak bisa menghindar dan juga tak ingin menghindar, karena aku bukanlah untuk diriku sendiri lagi, aku telah menyatu dengan alam semesta, telah mengikuti jalan Bodhisattva dan telah mengucapkan sumpah bodhi dihadapan Buddha-Bodhisattva. Dan berusaha memperbaiki diriku menjadi lebih baik dari sebelumnya, menuntun para insan untuk membina diri dikehidupan ini agar bisa terlahir di Tanah Suci Sukhavati serta bisa mencapai keBuddhaan.
36. ROH BERBEDA KEYAKINAN MEMINTA TOLONG
Pada tgl 30 bulan 7 lunar, aku pergi bersama keluargaku ke sebuah vihara di daerah Tangerang untuk mengikuti acara ritual ulambana/cioko. Saat aku tiba disana sudah banyak sekali orang yang datang untuk melihat acara itu, di lapangan samping vihara telah berdiri sebuah perahu besar dan sebuah Dewa Pelindung terbuat dari kertas, didalam dan diluar perahu kertas itu telah diletakan barang-barang persembahan dan bekal bagi arwah dan leluhur yang akan disebrangkan. Ada 3 orang Biksu sedang menjalankan ritual dan membaca mantera dan sutra.
Saat aku sedang serius melihat acara itu, aku dihubungi oleh seseorang, dia mendapat nomor telponku dari saudaranya yang bernama Kian yang sudah pernah bertemu denganku, dan orang yang menghubungiku itu sebelumnya pernah berkonsultasi saat ibunya sakit.
Di dalam rumahnya telah dibuat sebuah kolam air yang agak besar, aku mengatakan padanya jika di dalam rumah ada orang tua sangat pantang sekali untuk membuat kolam air atau sejenisnya didalam rumah, karena bisa menganggu kesehatan orang tua, karena air berunsur dingin dan tubuh orang tua tidak akan bisa menahan unsur itu.
Tapi pada saat itu dia tidak segera menutup kolam air itu, sampai akhirnya Ibunya yang bernama Sani, yang telah berumur 80 tahun lebih masuk rumah sakit di daerah Tangerang, dia meminta agar aku mau datang kerumah sakit untuk melihat keadaan ibunya. Ibunya telah dirawat dirumah sakit lebih dari 7 hari dan keadaannya sangat mengkuatirkan.
Akhirnya aku putuskan untuk pergi juga kerumah sakit itu, walau pada saat itu aku sedang mengikuti acara cioko di vihara. Saat sampai di rumah sakit waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, orang yang menghubungiku itu sudah menungguku dilobby rumah sakit dan mengajakku untuk keruang ibunya dirawat.
Sesampainya diruang itu, keluarganya telah banyak berkumpul, kebanyakan dari mereka berbeda keyakinan denganku. Anak-anaknya ingin mengetahui keadaan ibunya padaku, aku mencoba berkonsentrasi melihat keadaannya.
Sangat disayangkan, aku melihat ada dua Dewa Penjemput Arwah, yang satu berbaju putih dan satunya lagi berbaju hitam, Mereka sedang menunggu disisi ibunya itu, jika roh ibunya keluar maka kedua Dewa penjemput arwah itu akan menangkapnya dan membawanya untuk diadili. Aku berpikir pasti ada karma yang telah dilakukan ibunya tersebut, sehingga bukan Juru S’lamat atau Buddha-Bodhisattva yang menjemputnya, ini merupakan pertanda tidak baik.
Sepertinya ibunya tidak bisa meninggalkan raganya karena dia masih melekat pada dunia ini, sehingga dia harus mengalami penderitaan di akhir hayatnya. Aku mendekatinya, memegang tangannya dan membacakan mantera untuknya.
Aku memohon kepada Buddha-Bodhisattva agar melepaskan dirinya dari penderitaan yang berkepanjangan, jika memang tidak bisa ditolong lagi, biarlah dia bisa pergi dengan tenang dan melepaskan dirinya dari kemelekatan terhadap dunia ini. Selama aku membaca mantera, aku mendengar ibunya itu bersuara beberapa kali seperti mengetahui apa yang aku lakukan.
Setelah selesai, aku mengatakan apa adanya pada keluarganya walaupun aku tahu mereka tidak akan percaya pada apa yang aku katakan karena mereka berbeda keyakinan denganku. katanya mereka sudah pasrah jika sesuatu terjadi pada ibunya itu. Lalu aku dan keluargaku kembali kerumah. Esok harinya Aku dihubungi oleh Kian, bahwa Ibu saudaranya itu telah pergi pada pukul 3 paginya, dan kepergiannya itu begitu tenang sekali.
Tapi aku mengalami keanehan pada hari ke-8 meninggal ibunya itu, pada malam hari mendadak kaki kananku kesemutan dan terasa berat, saat aku berjalan aku seperti menyeret kaki kananku itu. Rasa kesemutan dan berat pada kaki kananku itu semakin kuat aku rasakan, aku segera menuju ke altar utama dan duduk bermeditasi.
Setelah beberapa lama memasuki meditasi, Dharmapala Kalacakra datang dan menyatu denganku, tanganku bergerak dan memukul-mukul kaki kananku dengan keras. Awalnya aku tidak mengerti kenapa kaki kananku dipukul-pukul, tapi setelah dipukul beberapa lama aku merasakan seperti ada yang terlepas dari kaki kananku itu, dan aku baru mengerti kalau ternyata ada satu roh yang muncul dihadapanku. Aku bertanya padanya;
“Siapa kau? kenapa menempel padaku?”
“Saya Sani. Saya ingin minta tolong.”
Ternyata roh itu seorang ibu yang pernah aku datangi beberapa hari yang lalu. Aku bertanya lagi padanya;
“Kenapa kau bisa masuk ketempatku, bukankah banyak Dewa yang menjaga tempatku ini?“
“Iya, Mereka mengizinkan aku masuk karena aku hanya ingin meminta bantuanmu.“
“Oh begitu, baiklah. Apa yang bisa kubantu?“
“Aku ingin minta tolong kepadamu untuk memberitahukan kepada keluargaku, agar mereka mau melakukan pahala kebajikan agar aku bisa terhindar dari hukuman. Selama ini tidak ada yang melakukan kebajikan itu untukku, Waktuku hanya 49 hari saja, jika tidak ada yang melakukan pelimpahan jasa aku pasti akan masuk neraka.“
“Tapi keluargamu berbeda keyakinan denganku, apa mereka mau percaya dan mau menjalankan petunjuk yang aku berikan?“
“Aku mohon, tolong sampaikanlah pada keluargaku.”
“Baiklah.“ lalu roh Sani menghilang.
Esok harinya aku menghubungi Kian dan menceritakan apa yang aku alami serta menyampaikan pesan dari Sani untuk keluarganya, tapi Kian mengatakan kalau keluarganya tidak akan percaya dan tidak akan menjalankannya, karena dalam ajaran kepercayaan mereka orang yang telah meninggal pasti akan masuk Surga. Dan Kian juga mengatakan bahwa saat ini semua keluarganya sedang pergi jalan-jalan keluar kota untuk menikmati liburan hari raya.
Aku kaget mendengarnya, Apa yang dikatakan Sani benar, tidak ada yang berbuat kebajikan untuknya, karena semua keluarganya sedang pergi berjalan-jalan. Aku merasa sedih, mengapa bisa seperti itu.
Apakah jika ada salah satu keluarga meninggal, itu artinya dia sudah benar-benar tidak ada dan tidak perlu diperdulikan lagi keadaanya? Apakah hubungan baik seseorang dalam keluarga hanya disaat masih hidup saja dan disaat orang itu meninggal hubungan keluarga terputus? walaupun orang itu ibunya, ayahnya, kakeknya ataupun neneknya sendiri.
Banyak manusia tidak menyadari kalau alam roh itu ada, roh-roh menderita juga ada. Tidak semua roh langsung masuk Surga, jika tidak benar-benar mengikuti jalan Juru S’lamat dan jalan Bodhisattva mana mungkin disaat ajal Juru S’lamat dan Bodhisattva datang menjemput dan membawanya masuk ke alam Surga.
Jika tidak menjalankan hidup dengan baik dan banyak berbuat kesalahan, maka akan dijemput Dewa penjemput roh untuk diadili dan memasukannya ke alam neraka. Tidak mudah untuk bisa masuk ke Surga ataupun Tanah Suci Sukhavati, disaat roh manusia keluar dari tubuh fisiknya, dia harus sudah mempunyai pahala kebajikan yang besar, sehingga bisa terlahir di salam Surga ataupun Alam Sukhavati.
35. SEORANG ANAK YANG BERKORBAN UNTUK ORANG TUANYA
Ada seorang laki-laki yang bisa kemasukan roh, selama ini dia mengetahui bahwa yang masuk kedalam dirinya adalah roh Dewa. Dirumahnya ada altar Dewi Kwan Im dan juga Dewa lainnya.
Banyak orang datang kerumahnya, kadang ada yang minta tolong disembuhkan dari sakit, tapi kadang ada juga orang yang meminta dia kemasukan roh Dewa agar bisa mendapatkan nomor, dia sering memenuhi permintaan orang-orang seperti itu. Kelebihannya itu dia jadikan sebagai pekerjaannya dan dia tidak melakukan pekerjaan yang lainnya, dia sudah merasa nyaman dengan pekerjaannya ini, karena disaat orang yang meminta tolong padanya untuk menanyakan nomor dan nomornya keluar, dia bisa mendapatkan beberapa persen dari kemenangan orang itu.
Pekerjaannya itu berlangsung cukup lama, dan sama sekali tidak menyadari kalau dia telah salah jalan dan telah membuat aura dirinya serta tempatnya dipenuhi oleh roh-roh kegelapan.
Keluarganya secara bergantian sakit-sakitan, saat isterinya sakit dan diambang kematian, para Dewa masih memberikan kesempatan kepadanya dan menyembuhkan sakit isterinya, Disaat seperti itu banyak biaya yang harus dia keluarkan dan hasil dari pekerjaannya itu sama sekali tidak mencukupi biaya rumah sakit. Tapi dia sama sekali tidak mencoba untuk meninggalkan pekerjaannya itu, karena dia berpikir jika dia tidak kemasukan Dewa lagi, dia tidak dapat uang, dan dia merasa tidak punya keahlian untuk bekerja.
Sampai suatu hari, salah satu anaknya sakit keras. Di samping anaknya itu sangat pengertian pada orang tuanya dan tidak ingin membebani orang tuanya, anak itu hanya menahan sakit dan penderitaannya sendiri. Anaknya ini rajin pergi ke sekolah minggu di salah satu vihara di Tangerang. Dan disaat dalam keadaan sakitnya itu, Dewi Kwan Im telah datang menemuinya dan memberinya kekuatan.
Dihadapan orang tuanya dia begitu tegar dan tidak ingin membuat orang tuanya kuatir dan bersedih atas keadaannya, karena dia tahu orang tuanya tidak memiliki uang untuk membawanya kerumah sakit, karena belum lama ini baru saja menghabiskan banyak uang untuk ibunya yang sebelumnya baru masuk rumah sakit juga.
Ayahnya yang bisa kemasukan Dewa itu mencoba menghubungi orang-orang yang pernah dibantunya selama ini untuk meminjam uang dari mereka, tapi tidak ada satupun yang berkenan membantu. Sampai akhirnya anaknya itu meninggal dirumah sakit karena kehabisan darah. Mereka sekeluarga amat bersedih dan terpukul.
Disaat itu tidak ada yang bisa mengurus biaya rumah sakit dan prosesi pemakaman anaknya, ayahnya hanya diam seribu bahasa dan tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya ada seseorang dari lembaga sosial yang besar datang berkenan membantunya. Akhirnya jenazah anaknya itu bisa mendapat tempat di salah satu rumah duka di Jakarta dan ada dari umat salah satu vihara di daerah Tangerang yang melakukan prosesi pemakaman.
Saat dirumah duka, tidak ada satupun orang-orang yang dulu kerumahnya hadir, sampai berangkat menuju tempat kremasi hanya umat vihara dan keluarganya saja yang mengantar. Orang-orang yang sering datang kerumahnya dan memintanya untuk kemasukan Dewa itu, dalam situasi sekarang ini tidak ada yang mau membantunya, bahkan satu orangpun tidak ada yang kelihatan.
Anak itu telah berkorban untuk orang tuanya, dan berharap orang tuanya bisa meninggalkan kebiasaan buruknya serta mau membaca mantera, agar kehidupan mereka bisa menjadi lebih baik. Dewi Kwan Im telah datang menjemput anaknya itu untuk menjadi pengikutNya dalam membabarkan Dharma.
Kejadian ini amat membuat aku terharu, aku sempat mengeluarkan air mata melihat peristiwa ini. Dari sinipun aku belajar untuk bisa menjalankan hidup dengan baik, berusaha menghindari diri dari gangguan-gangguan roh kegelapan, mendekatkan diri kepada Buddha-Bodhisattva. Agar aku tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang fatal dalam hidup ini.
Hidup di dunia ini, bertemu dan berkumpul dengan keluarga yang terjalin karena karma jodoh di masa lalu, memang seharusnya tidak saling melekat. Tapi setidaknya, disaat kita semua berjodoh bertemu dan berkeluarga dalam kehidupan ini, kita bisa menjaga, melindungi dan menghindari keluarga kita dari segala hal yang tidak baik. Agar mereka semua bisa mendapatkan kebaikan dikehidupan ini dan dikehidupan yang akan datang.
36. KEBENARAN ADA DIDALAM DIRI SENDIRI
Suatu hari aku membaca buku tulisan Mahaguru mengenai pembina diri yang kesurupan, beberapa cerita sempat membuat hatiku goyah dan sempat berpikir kalau anugrah dan bimbingan yang diberikan kepadaku adalah bukan dari Buddha dan Bodhisattva yang sesungguhnya.
Buku itu menceritakan bahwa ada roh tingkatan tinggi yang bisa mengubah dirinya menjadi Mahadewi Yao Che Cin Mu dan Dewi Seribu Tangan Seribu Mata, membimbing seorang shadaka/pembina diri. Roh tingkatan tinggi itu awalnya memang menuntun ke hal yang baik, untuk menghormati Mahaguru dan alirannya, juga mendorong dia membina diri dengan baik, memurnikan makanan yang tidak vegetarian dan sebelumnya menyebrangkan roh sebelum memakannya.
Dihadapan altar utama cetya aku menangis dan mengatakan tak ingin dibimbing oleh roh-roh seperti itu. Aku mengira bahwa aku telah salah jalan juga dan telah dibimbing oleh Buddha-Bodhisattva palsu dan terperangkap godaan Mara. Aku menangis sejadi-jadinya.
Walau bershadana malam ini, aku tidak menutup mata dan tidak memandang rupang-rupang Buddha-Bodhisattva di atas altar. Aku terus saja menangis dan meratapi kesedihanku. Disaat bersamaan dengan tangisanku, tiba-tiba turun hujan sedang dan terdengar gemuruh yang tidak besar, seakan langit ikut menangis bersamaku.
Saat itu aku sempat berpikir, kalau terlukanya tangan kakak iparku terkena bara api ketika mengabadikan moment api homa Buddha Amithaba, adalah karena roh-roh jahat yang berada didekatku tidak senang telah diketahui oleh kakak iparku itu melalui kamera foto, karena hanya dia yang bisa mendapatkan foto perubahan wujudku menjadi Dewi Marici, walaupun Guruku mengatakan para Dharmapala berkenan pada kakak iparku terlebih lagi Dewi Marici dan memberikan tanda pada tangannya, aku sempat meragukannya. Aku juga sempat meragukan Mahadewi Yao Chi yang menuntunku untuk menulis dan mencetak buku ke-2 ini.
Malam ini setelah bershadana aku tidak berniat sama sekali untuk menjalankan meditasi, karena aku telah tengelam dalam kesedihanku. Saat itu yang kusedihkan adalah jika yang telah membimbingku selama ini adalah roh-roh yang jahat, sama artinya aku telah menyesatkan banyak orang.
Melihat sikapku itu, suamiku menyuruh agar aku mencari kebenaran itu sendiri, karena menurutnya pembina diri yang tersesat dan salah jalan tidak bisa mencari dan mendapatkan kebenaran dari bimbingan yang diterimanya.
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, kecuali kembali menangis di depan altar utama. Setelah agak lebih tenang, aku memutuskan untuk mengumpulkan beberapa foto perubahan wujudku itu dan yang ada sinar-sinarnya serta cover buku ke-2. Aku meletakkan semua itu dihadapanku dan aku memperhatikannya. Tapi selama memperhatikan foto-foto itu aku tidak merasakan aura tidak baik didalamnya. Dan disaat seperti inipun Guruku tidak datang dan aku tidak merasakan tanda-tanda untuk duduk meditasi seperti biasanya jika ada sesuatu yang akan dibukakan padaku.
Aku berpikir, aku memang harus punya inisiatif sendiri untuk bermeditasi mencari kebenaran dan mendapatkan jawaban atas keraguan hatiku. Lalu aku duduk bersila didepan altar utama dan bermeditasi.
Dengan segera cakra dahiku beraksi dan begitu tenang, lalu prana naik keatas membuka cakra mahkotaku seperti bunga teratai mekar, rohku keluar dan melesat dengan cepat entah kemana, karena aku sama sekali tidak memikirkan kemana arah tujuanku mencari kebenaran.
Aku tiba di suatu alam dan melihat ada burung merak yang sangat indah, rusa yang begitu mempesona dan binatang-binatang lain yang tidak kalah indahnya. Aku tiba di kolam yang terbagi dua dan berjalan ditengahnya, kolam itu tumbuh bunga-bunga teratai besar dan didalam kelopak bunga teratai itu muncul anak-anak kecil, satu teratai satu anak kecil, aku terus berjalan sampai ditempat Buddha Amithaba, Dewi Kwan Im dan Mahastamaprapta. Mereka bersama-sama berkata, bahwa Mereka adalah pelindung Alam Sukhavati ini. Dan ini adalah alam Sukhavati tingkat ke-28. Ternyata aku telah sampai ke Alam Sukhavati di tingkat tertinggi. Buddha Amithaba berkata;
“Desi, semakin tinggi tingkatanmu, maka akan semakin banyak godaan yang harus kau lalui, teguhkan hatimu dan jangan tergoda oleh Mara. Perubahan wujud saat kau menjalankan api homa, benar adalah Dewi Marici. Aku, Dewi Kwan Im, Mahastamaprapta juga turun memberkati homa saat itu. Anugrah yang diberikan kepadamu, walaupun nantinya akan menjadi kebenaran, tapi hendaknya kau tidak melekat padanya. Ingat, jangan melekat.“
Buddha Amithaba berulang kali mengucapkan kata “Jangan Melekat“ kepadaku, seiring dengan kembalinya rohku ke dalam tubuh.
Aku masih belum begitu yakin terhadap apa yang aku dapatkan, aku kembali masuk kedalam samadhi, rohku kembali melesat pergi dengat cepat kelangit dan sampai diatas awan. Aku melihat ada Naga berwarna Emas sedang terbang kesana kemari, saat Naga itu melihatku Dia turun dan berubah ke wujud aslinya dan Dia berkata;
“Desi, akhirnya kau kesini.“
“Raja Naga, apakah Kau yang telah menurunkan hujan?”
“Ya, aku yang telah membuat hujan hari ini.“
“Kenapa?“
“Saat ini Buddha dan Bodhisattva sedang bersedih, karena kau meragukan Mereka. Teguhkanlah hatimu. Saat kau menjalankan Api Homa Aku juga datang untuk memberkatinya, karena kau berjodoh denganKu. Aku ingin kau jangan mundur dan teruslah maju.“
“Baiklah Raja Naga“
Aku kembali ketubuhku dan baru saja mengetahui mengapa saat ini turun hujan yang tidak deras tapi tidak berhenti-henti.
Setelah mendapatkan jawaban dari keraguanku, tapi aku merasa masih ada satu lagi yang belum kuketahui kebenarannya. Yaitu mengenai buku ke-2. Aku kembali memutuskan untuk meditasi dan tak mau satu halpun tidak kuketahui jawabannya.
Aku kembali berkonsentrasi, dan rohku telah keluar dan melesat pergi untuk ketiga kalinya. Aku tidak tahu akan pergi kemana, tapi dari situasi yang kulihat sepertinya aku kembali ketempat Mahadewi Yao Chi, aku tidak ingin ketempat Mahadewi Yao Chi untuk mendapatkan kebenaran buku ke-2 itu, aku katakan keinginan itu di dalam hatiku, dengan segera rohku yang awalnya terarah ketempat Mahadewi Yao Chi berbalik melesat pergi ketempat yang lain yang tidak aku ketahui.
Aku tiba disuatu alam yang lain, dialam ini aku begitu tenang, dikejauhan ada satu Buddha sedang duduk bersila, semakin aku mendekatiNya, aku semakin melihat cahaya yang terang. Buddha itu berkata;
“Desi, Aku Buddha Sakyamuni. Aku yang telah mengutus Yao Che Cin Mu dari Gunung Khu Lun untuk membimbingmu menulis buku.“
“Jadi yang membimbing saya menulis buku selama ini apakah Mahadewi Yao Chi yang sebenarnya?“
“Yao Che Cin Mu diutus olehKu, dari sini kau pasti sudah bisa mengetahui, apakah itu benar atau tidak.“
“Saya mengerti.“
“Desi, Melekat sama dengan tidak melekat, tidak melekat sama dengan melekat. Ada berarti tidak ada, tidak ada berarti ada. Kosong adalah isi, isi adalah kosong. Kosong belum tentu tidak berisi, berisi belum tentu tidak kosong. Cobalah memahami perkataanku ini.”
Lalu rohku kembali ketubuh. Dari pengalamanku hari ini mencari kebenaran didalam meditasi, seakan mendapatkan jawabannya padahal tidak mendapatkan jawaban, tidak mendapatkan jawabannya padahal telah mendapatkan jawabannya.
Apa yang dikatakan Buddha Sakyamuni terlalu dalam maknanya, aku yang bodoh ini sulit sekali untuk bisa memahami perkataannya. Tapi paling tidak sudah kembali menguatkan aku.
Menjalankan dharma dibutuhkan keteguhan dan keyakinan, yakin bahwa Buddha itu ada, maka Buddha akan muncul. Tidak yakin Buddha itu Ada, maka Buddha tidak akan menampakan dirinya, Itulah hukum sebab akibat.
Hari ini aku berkata kepada Buddha dan Bodhisattva, walau aku harus masuk ke dalam neraka demi menjalankan dharma yang benar, aku rela mengorbankan diriku.
Semoga Buddha dan Bodhisattva tidak bersedih lagi karena perbuatanku, aku akan berusaha sekuat tenaga menjalankan dharma ini dan tidak akan membiarkan diriku dipengaruhi oleh Mara dan roh-roh yang jahat.
Setelah aku mengatakan hal itu, hujan perlahan-lahan berhenti.
PENUTUP
Aku telah menyelesaikan tugas dari Mahadewi Yao Chi, menulis buku ke-2 ini. Awalnya tidak ada keberanian sedikitpun dalam diriku untuk menulis dan membaginya kepada umat se-dharma. Tapi ini adalah amanat yang tidak bisa aku tolak, karena ini adalah sebagian dari jalan dharma yang sedang aku jalankan saat ini.
Ketika aku mengalami dilema dalam penulisan dan pencetakan, para Dewa memberi kekuatan dan dorongan kepadaku. Aku selalu diberi motivasi untuk tetap maju dan memberiku keberanian untuk tidak gentar menghadapi segala cobaan dan rintangan.
Setiap harinya, aku selalu mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. Dan dari pengalaman-pengalamanku itu aku bisa menuliskannya kedalam buku ini serta membagikan sebagian dari pengalaman kontak batinku itu kepada umat se-dharma.
Kalau dipikir secara manusiawi, apa yang aku tuliskan sepertinya tidak masuk akal, tapi begitulah rahasia alam semesta, karena aku sendiri kadang terkesima dan terkaget-kaget mendapatkan pembuktian dari pembinaan diriku.
Semoga buku yang kutulis ini, bisa memberikan manfaat untuk umat se-dharma, dan bisa memberikan kebahagiaan bagi semua makhluk, dan semoga juga, bisa semakin menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan kita kepada para Buddha-Bodhisattva, bahwa jika kita tulus hati memohon, pasti akan ada keajaiban. Segala kesedihan dan penderitaan hilang, dan segala permohonan yang kita panjatkan kepada Mereka bisa terkabulkan.
~ *** ~
KESEMPATAN BERDANA
Bagi mereka yang ingin menanam benih kebajikan dan beramal baik dikehidupan ini, kami tidak menutup niat baik mereka untuk turut serta dalam penyebarluasan buku ini, ikut ambil bagian dengan berdana dalam pencetakan buku-buku selanjutnya.
Dukungan saudara-saudara se-dharma baik dari sisi tenaga dan pikiran, juga dana sangat kami butuhkan agar tujuan kami dalam menyebarkan dharma seluas-luasnya, dapat tercapai dan berjalan dengan baik. Para donatur yang tergerak hatinya dapat ikut ambil bagian/berpartisipasi dengan mentransfer dana amal ke rekening:
A/n. RIZAL
No. A/C. 594-0175781
BCA cabang Poris Indah Tangerang
Mohon bukti pengiriman dana di fax ke no. (021) 55743104
Email: desi0875@ymail.com
Semoga para Buddha, para Bodhisattva dan para Dewa selalu memberikan berkah dan perlindungan kepada mereka yang telah berbuat kebajikan. Semoga kami dapat terus bertahan, terus berkarya di dalam penulisan buku-buku dharma, dan semoga buku-buku yang kami terbitkan dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia serta dapat menyadarkan para pembacanya akan keagungan jalan dharma.
“ Daftar Nama Para Donatur “
Pencetakan Buku Dharma Ke-2
- MULYONO
- TANTO
- LIE TEK SEN & KELUARGA
- LIE KIM MIN & KELUARGA
- TJONG KIM SIA & KELUARGA
- TAN TJUN KAUW
- YENNI & KELUARGA
- WAN LUNG
- HANS ANANDA LIAUW
- PHANG SIAT JUN
- ANTONIUS
- LAURENCIA
- STEFANUS
- CATHERENE HO
- MICHELY HO
- CEN KUEN YUEN
- CUNG KIT HONG
- HO PHUI KIN
- PUI LINA
- HO KIAT SIU
- PUI NYIT KHIONG
- CHIA PIT SUI
- CHI SIN PHIN
- XU WU HANG
- CAI YUE FANG
- XU ZON GUAN
- XU XIU QING
- WANG ZHI ZHENG/TZE CHEAN
- XU XIU PING
- WANG ZHI XING
- WANG JIA YING
- KEL. SUHENDRI ALAMRI
- NANY ASTAGUNA
- ANTON
- DENNY & KELUARGA
- OW YANG LIK HIONG
- TJONG KIM GEK
- TJONG SIANG LIN
- GO SIOK TIEN
- TJONG KIM HO & KELUARGA
- TEE TAT KIONG
- LIM AI CEN
- ZHENG JIA HUI
- ZHENG JIA PEI
- FRANKY & KELUARGA
- TJONG KIM KIAT
- SUSANY
- EVELYN FELICIANA
- TJIE BIE SENG
- NG BIE CHU
- NG CONG KIONG
- VINCENT JEVON
- GILBERT JUSTIN
- CLARISSA JOCELYN
- OEY TANG ENG
- MERY LIANA
- FREDY KURNIAWAN
- ALBERT DARIUS KURNIAWAN
- JOICE NOLEEN
- AGUNG SALIM WIJAYA
- CHRISTINE / SIE SIK CIN
- LEONARDUS CUNG MARCANA ROISATIA
- BUNARTO WIDJAYA
- PT. TIGA RODA UTAMA
- TENG UN LAY
- KIKIS / CHRISTIAN
- ONG DEH NIO / DEMAWATI
- TENG LIONG ONG & KELUARGA
- TENG TJIN SIONG
- CUNG FUNG SIEN/WILLY LIMOERTY
- LIU KIE KIUN/TIO KIM SEN
Semoga amal kebajikan yang dilakukan segenap umat bisa membantu memajukan Buddha dharma dan memberikan sukacita bagi semua makhluk.
“ Daftar Nama Leluhur / Pelimpahan Jasa “
Pencetakan Buku Dharma Ke-2
- ALM. THENG IN TJENG
- ALMH. THENG SIAT NIO
- ALM. XU RUI CHEN/XU WAN SHAN
- ALMH. CAI SEN MEI
- ALM. CAI LIANG HUI
- ALMH. GU CHUN XI
- ALM. SUHAIDI/LIM SOE HUA
- ALM. LIM ING LAM
- ALM. ONG TJONG SIOE
- ALM. LIE GIOK LAN
- ALM. XU DIN XI
- ALMH. ZHUAN SHUN MEI
- ALM. XU TIAN AI
- ALMH. SUN YU XIN
- ALM. TAN KIM JONG
- ALMH. JO GO NIE
- ALM. JO TJAY WIE
- ALM. JO HOK LIM
- ALM. XU WU XION/BUYUNG
- ALM. SOEWANDI TANUWIDJAJA
- ALM. GO THIEN SU
- ALM. ANG WI KIE
- ALM. CHEE KIN WUN
- ALMH. LIM A HOEY
- ALMH. CHAI SIU IM
- ALM. JOSSIS THEOFERUS KILALA
- ALMH. SANTJE INARAY
- ALM. TJONG CUI CUAN
- ALMH. CUAN CIEN LU
- ALM. TJONG TEK SEN
- ALMH. LIM SEK YET
- ALM. PHAN JIE HWA
- ALM. ING KIONG
Semoga jasa pahala yang dilimpahkan semua umat kepada para leluhur bisa menambah pahala kebajikan mereka sehingga bisa terlahir di Tanah Suci Sukhavati dan mendapatkan kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar