Semenjak SLTP sampai sekarang, beberapa kali orang non Buddhist bertanya kepada saya mengenai Buddha Dhamma, mereka mungkin merasa penasaran dan bertanya-tanya setelah menonton serial Kera Sakti yang ditayangkan di televisi. Kadang yang non Buddhist, khususnya Muslim, bertanya siapa Pencipta Alam Semesta dalam ajaran Buddha dan siapa itu Buddha. Saya bisa memahami mengapa seorang Muslim suka bertanya demikian. Bagi Muslim pemahaman akan Pencipta dan ciptaanya sangatlah penting. Namun umumnya pertanyaan ini tidak dijawab atau dijawab seadanya oleh seorang Buddhist dan akhirnya malah membuat seorang Muslim tambah bingung. Hal ini wajar, karena pemahaman ajaran Buddha sangat kompleks. Melalui artikel ini saya akan mencoba untuk menjelaskan lebih jelas dan terperinci.
Bila seorang Muslim bertanya kepada saya “Siapakah Pencipta Alam Semesta dalam ajaran Buddha?” maka jawabannya TIDAK ADA PENCIPTA dalam ajaran Buddha. Biasanya seorang Muslim setelah mendengar jawaban ini akan terkejut dan menganggap bahwa Ajaran Buddha sama seperti Ateis. Perlu saya tegaskan bahwa ada perbedaan antara Ateis dengan ajaran Buddha walaupun keduanya menyangkal konsep Pencipta dan Ciptaannya. Selain itu, kaum yang disebut sebagai Ateis sudah ada semenjak zaman Sang Buddha, tapi mereka lebih dikenal sebagai kaum skeptik yang mana mereka selalu menyangkal apapun yang diyakini orang.
Ateis menyangkal konsep Pencipta dan Ciptaannya didasarkan pada argumen atau teori yang sifatnya paradoks dari paham-paham yang diyakini oleh orang-orang yang percaya adanya Pencipta. Misalnya, orang yang percaya adanya Pencipta, meyakini bahwa Pencipta itu Maha Pengasih. Dan atas keyakinan tersebut orang Ateis akan membuat pertanyaan yang sifatnya paradoks dari paham tersebut, seperti: “Kalo Pencipta Maha Pengasih kenapa Dia ciptain Neraka yang kekal, memangnya kejahatan manusia yang dilakukan seumur hidup sekalipun sebanding dengan hukuman yang kekal tersebut?”. Dari sini kita bisa melihat bahwa kaum Ateis berusaha menyangkal pemahaman Pencipta dan Ciptaannya berdasarkan argumen-argumen yang menjadi lawannya/paradoks.
Hal ini berbeda dengan Sang Buddha, Sang Buddha menyangkal paham Pencipta dan Ciptaannya, karena Sang Buddha mengetahui secara pasti bahwa memang tidak ada Pencipta. Sang Buddha pernah menyatakan bahwa dengan kemampuannya sebagai seorang Sammasambuddha, Dia bisa melihat secara jelas segala peristiwa yang terjadi di 10.000 sistem dunia/galaksi baik pada saat itu maupun masa lalu, dan jika mau bisa lebih dari itu. Sang Buddha juga menyatakan Dia mampu melihat 4 alam rendah dengan jelas (Niraya/Neraka, Tiracchana/Binatang, Peta/Hantu Gentayangan dan Asura/Jin), 6 tingkat Dewa dengan 5 alam Surga-nya, dan bahkan 20 Alam Brahma yang lebih tinggi dari dunia Dewa. Tetapi pada saat itu, Sang Buddha tidak melihat satu pun sosok/individu yang dikenal manusia pada zamannya sebagai Pencipta walaupun mereka yang disebut-sebut kadang ada. Dalam artian mereka kalah dalam kemampuan dan pengetahuan jika dibandingkan dengan Sang Buddha. Ketika Sang Buddha menelusuri Alam Semesta, Dia menyadari bahwa bukan cuma Dia saja yang adalah seorang Sammasambuddha. Ternyata di sistem dunia/galaksi lain ada juga yang seperti Dia, seorang Sammasambuddha, dengan kata lain ada manusia di sistem dunia/galaksi lain. Dan menariknya anda mungkin pernah mendengar Buddha tersebut, Dia adalah Buddha Amithaba dari sebuah dunia/planet yang disebut Sukhavati. Bisa dikatakan Buddha Amithaba adalah Buddha dari sistem dunia lain yang paling populer di dunia Saha ini, tempat dimana Sang Buddha Gotama berada.
Lalu yang menjadi pertanyaan “Jika tidak ada Pencipta, lalu bagaimana bisa ada Alam Semesta ini?” Jawaban Buddhistme sangat simpel: karena apa yang ada di Alam Semesta ini tidak pernah tidak ada. Dalam pengertian yang lebih jelas: tidak ada suatu zaman dimana Alam Semesta ini dulunya tidak ada. Mengapa demikian? Ada dua hal yang bisa saya sampaikan yang pertama dari Penjelasan Sang Buddha dan Pengembangan penjelasan Sang Buddha.
Penjelasan Sang Buddha
Sang Buddha pernah menjelaskan bahwa ketika Dia duduk dibawah pohon bodhi sebelum mencapai pencerahan sempurna. Beliau melihat dengan jelas bagaimana bumi ini terbentuk, bagaimana manusia bisa ada dibumi ini, bagaimana galaksi bisa seperti sekarang. Tetapi yang menjadi hal yang penting dalam bahasan ini adalah bahwa galaksi-galaksi yang ada di Alam Semesta ini bukan sekali ini saja terbentuk. Tapi sudah berkali-kali hancur dan terbentuk kembali. Setelah Dia melihat itu, Beliau kemudian berhenti di satu titik. Dalam penjelasan lainnya Sang Buddha menyatakan bahwa unsur-unsur utama yang membentuk semesta tidak akan musnah, dengan kata lain unsur-unsur utama ini kekal. Berdasarkan ketentuan yang kita pahami bersama,sesuatu yang kekal tidak punya awal. Pernyataan Sang Buddha ini dapat ditemukan dalam Kevaddha Sutta, dimana dikisahkan ada seorang Bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha “Dimana Keempat unsur utama lenyap tanpa sisa?”. Pada saat itu, Sang Buddha mengoreksi pertanyaan Bhikkhu tersebut dengan mengatakan “tidak seharusnya bertanya dengan cara ini: ‘Di manakah empat unsur utama – unsur tanah, unsur air, unsur api, unsur angin – lenyap tanpa sisa?’ melainkan, beginilah seharusnya pertanyaan itu diajukan: ‘Di manakah tanah, air, api, dan angin tidak menemukan landasannya?’”. Dalam Brahmajala Sutta dengan tegas Sang Buddha menyangkal pandangan yang menyatakan jika kita mati, maka kita musnah tanpa sisa, begitu juga pandangan yang menyatakan tidak ada dunia lain setelah kematian yang mana pandangan ini populer di kalangan kaum yang sekarang disebut Athies.
Sang Buddha pernah menjelaskan bahwa ketika Dia duduk dibawah pohon bodhi sebelum mencapai pencerahan sempurna. Beliau melihat dengan jelas bagaimana bumi ini terbentuk, bagaimana manusia bisa ada dibumi ini, bagaimana galaksi bisa seperti sekarang. Tetapi yang menjadi hal yang penting dalam bahasan ini adalah bahwa galaksi-galaksi yang ada di Alam Semesta ini bukan sekali ini saja terbentuk. Tapi sudah berkali-kali hancur dan terbentuk kembali. Setelah Dia melihat itu, Beliau kemudian berhenti di satu titik. Dalam penjelasan lainnya Sang Buddha menyatakan bahwa unsur-unsur utama yang membentuk semesta tidak akan musnah, dengan kata lain unsur-unsur utama ini kekal. Berdasarkan ketentuan yang kita pahami bersama,sesuatu yang kekal tidak punya awal. Pernyataan Sang Buddha ini dapat ditemukan dalam Kevaddha Sutta, dimana dikisahkan ada seorang Bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha “Dimana Keempat unsur utama lenyap tanpa sisa?”. Pada saat itu, Sang Buddha mengoreksi pertanyaan Bhikkhu tersebut dengan mengatakan “tidak seharusnya bertanya dengan cara ini: ‘Di manakah empat unsur utama – unsur tanah, unsur air, unsur api, unsur angin – lenyap tanpa sisa?’ melainkan, beginilah seharusnya pertanyaan itu diajukan: ‘Di manakah tanah, air, api, dan angin tidak menemukan landasannya?’”. Dalam Brahmajala Sutta dengan tegas Sang Buddha menyangkal pandangan yang menyatakan jika kita mati, maka kita musnah tanpa sisa, begitu juga pandangan yang menyatakan tidak ada dunia lain setelah kematian yang mana pandangan ini populer di kalangan kaum yang sekarang disebut Athies.
Lalu bagaimana bisa Alam Semesta seperti sekarang? Sang Buddha menjelaskan bahwa di Alam Semesta ini ada suatu hukum, Sang Buddha menyebutnya Dhamma Niyama. Dhamma Niyama ini adalah sifat dari Alam Semesta itu sendiri. Seperti air dengan sifatnya, jika kena panas bisa menguap, bila kena dingin bisa membeku. Air dan sifatnya merupakan satu bagian demikian juga Alam Semesta dengan Dhamma Niyama adalah satu bagian. Karena Alam Semesta punya sifatnya sendiri oleh sebab itulah Alam Semesta ini menjadi sebagaimana sifatnya itu. Orang-orang yang percaya paham Penciptaan dan Ciptaannya, selalu menganggap bahwa Hukum Alam diciptakan. Mereka meyakini ini disebabkan karena pola penilainnya bersifat mundur, dari masa sekarang ke masa lalu. Mereka akan selalu memulai pertanyaan seperti berikut: (Tidak mungkin Alam Semesta yang begitu luar biasa ini (Sekarang) terjadi begitu saja, jika kita tarik mundur (Masa Lalu) pasti kita akan menemukan penyebab utama yang dengan kehendaknya jadilah apa yang seperti sekarang (karena terjadi berdasarkan kehendaknya maka disebut Pencipta)”. Tetapi kenyataannya tidak demikian, dalam ilmu ekonomi ada yang namanya hukum ekonomi. Hukum ini menyatakan “Jika permintaan bertambah maka harga akan naik”. Jika seseorang ditanya siapa yang ciptain hukum ini, secara sepintas mereka akan menjawab para pedagang dan pembeli lah yang ciptain. Tetapi benarkah demikian? Apakah ada pedagang dan pembeli pada saat bertransaksi mereka kemudian berpikir “Aku akan menciptakan hukum ekonomi”, sehingga atas dasar kehendak ini mereka disebut Pencipta? Dari sini, kita bisa menyadari mengapa Sang Buddha menyangkal pandangan yang menyatakan adanya Isvara (Sosok Tunggal Yang Atas Kehendaknya Menciptakan Alam Semesta Sehingga disebut Pencipta). Semua agama besar yang didalam ajarannya menjelaskan tentang dunia lain, meyakini adanya Isvara:
Islam:
HR Muslim, Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya.
HR Muslim, Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya.
Kristen dan Yahudi:
Bilangan, Keluaran Dan Yehezkiel
Bilangan, Keluaran Dan Yehezkiel
Hindu:
Upanishad dan Bhagawadgita
Upanishad dan Bhagawadgita
Kebanyakan Muslim mungkin akan menyangkal keterangan yang tercatat dalam HR Muslim, dengan mengatakan bahwa keterangan ini terdapat hanya pada Hadist bukan pada Al-Quran, Muslim berpatokan kepada Al-Quran bukan Hadist. Namun bagi saya argumen ini mengada-ngada, mengapa? karena kitab sebelumnya seperti yang tertulis didalam Alkitab, juga menjelaskan hal yang sama, dan andai kata di Al-Quran tidak tertulis, mungkin karena itu bukan bagian dari apa yang hendak diwahyukan seperti juga perintah Shalat 5 waktu yang tidak dituliskan dalam Al-Quran. Selain itu, perjumpaan Muhammad dengan Allah itu sendiri terjadi sekali yaitu pada saat Mi’raj, jadi wajar kalo orang-orang pada waktu sebelumnya mengira bahwa Allah tidak punya ciri-ciri fisik. Kemungkinan lain justru sebenarnya ada tapi dihilangkan (Penyusunan Mushaf Kedua)/tidak tertulis (Penyusunan Mushaf Pertama) pada saat penyusunan Mushaf Al-Quran dan kemungkinan terjeleknya ajaran Islam sudah terkontaminasi. Namun apapun kemungkinannya, menolak Hadist apalagi Hadist Sahih sama saja dengan menyangkal Al-Quran karena Hadist isinya adalah riwayat, bukan tafsir, sehingga jika Hadist disangkal, lalu siapa ulama islam pada masa lalu yang bisa dipercaya? dengan sendirinya kesahihan Al-Quran pun turut dipertanyakan, karena sepengetahuan saya Al-Quran yang dari jaman nya Muhammad sudah tidak ada.
Dalam Kitab Buddhist sebenarnya ada juga kisah mengenai “Pencipta” yang ciri-cirinya mirip dengan yang tertulis dalam ajaran Kristen, Islam maupun Hindu. Kisah ini dapat ditemukan dalam Kevaddha Sutta, Brahmanimantanika Sutta, Brahmajala Sutta, dll. Tapi disini Sang Buddha justru meluruskan pandangan salah dari Maha Brahma bernama Baka yang mengira dirinya adalah Pencipta.
Pengembangan Penjelasan Sang Buddha
Sekarang mari kita membahas “Mengapa tidak ada Pencipta?” dari pengembangan penjelasan Sang Buddha tersebut diatas. Saya pernah membandingkan pandangan Sang Buddha dengan Non Buddhist khususnya agama Abrahamik dalam hal proses Alam Semesta. Saya kemudian membuat beberapa hipotesa, salah satunya sebagai berikut:
Sekarang mari kita membahas “Mengapa tidak ada Pencipta?” dari pengembangan penjelasan Sang Buddha tersebut diatas. Saya pernah membandingkan pandangan Sang Buddha dengan Non Buddhist khususnya agama Abrahamik dalam hal proses Alam Semesta. Saya kemudian membuat beberapa hipotesa, salah satunya sebagai berikut:
1. Bila Alam Semesta ini diciptakan baru sekali, seperti yang dinyatakan agama lain (agama Abrahamik), katakanlah Alam Semesta ini diciptakan 1000 tahun yang lalu. Namun mau bagaimana pun waktu 1000 tahun tidak sebanding dengan keberadaan Pencipta yang tidak punya awal. Lalu apa yang Pencipta lakukan sebelum ciptain Alam Semesta? Andaikan Alam Semesta diciptakan dalam waktu 1.000.000.000.0001.000.000.000.000 (Satu Trilliun pangkat Satu Trilliun) sekalipun tetap saja tidak sebanding dengan tanpa awal, lalu apa yang dilakukan pencipta sebelum 1.000.000.000.0001.000.000.000.000 (Satu Trilliun pangkat Satu Trilliun)?
2. Jika Alam Semesta ini diciptakan dan andai kata Ruang Angkasa meliputi semua bagian, lalu pertanyaannya dimana Pencipta sebelum dia menciptakan Ruang Angkasa? segala sesuatu yang exist pasti menempati Ruang mau wujud ataupun gaib.
(Mengingat Sang Buddha pernah menyatakan bahwa Alam Semesta sangat luas, seorang Sammasambuddha berkuasa atas 10.000 sistem dunia. Bahkan Sang Buddha menyatakan dalam kesempatan terpisah ada 4 hal yang tidak bisa dibayangkan manusia biasa, yaitu Alam Semesta, Hukum Karma, Nibbana, Seorang Sammasambuddha).
Dari hipotesa diatas kemudian muncul pertanyaan: seseorang tidak mungkin mengatakan bahwa tongkat besi diciptakan oleh besi, jika besi punya sifat-sifat tertentu (hukum) yang memampukan terbentuknya bentuk tongkat, maka bisa dipastikan tidak ada Pencipta, lalu mengapa pandangan mengenai Pencipta dan Ciptaannya bisa ada? Sang Buddha menjelaskan bahwa itu semua akibat salah berpikir dan juga adanya sosok tertentu yang salah berpikir mengenai dirinya, contohnya Maha Brahma Baka, dan pengikutnya seperti yang tertulis dalam Kevaddha Sutta, Brahmanimantanika Sutta, Brahmajala Sutta, dll
Dari penjelasan diatas mungkin timbul pertanyaan “Jika tidak ada Pencipta, lalu untuk apa kita hidup? Apa tujuan kita didunia?”. Mau bagaimanapun saya menyadari bahwa paham Pencipta ada kaitannya dengan keberadaan manusia. Didalam ajaran Buddha, diajarkan bahwa tidak ada tujuan khusus yang harus dicapai semua manusia, tetapi secara umum manusia mengharapkan kebahagiaan, terbebas dari penderitaan. Jika di agama non Buddhist, mereka cenderung ingin masuk surga agar bahagia dan bisa menyembah serta berada dekat dengan “Penciptanya”. Lalu bagaimana dengan umat Buddha? Dalam ajaran Buddha dikenal alam Surga dan alam Brahma, namun kedua alam ini, yang keadaanya jauh lebih menyenangkan dari manusia, tetap berada dalam lingkaran Samsara. Sang Buddha menuturkan bahwa ada 4 hal yang membuat seorang makhluk di alam surga maupun brahma terlahir kembali ke alam lain yang lebih rendah, salah satunya adalah kejatuhan yang sudah dicontohkan dengan sangat baik dalam ajaran Kristen, Islam dan Hindu. Oleh karena itu, kedua alam ini bukan tujuan umat Buddha. Sang Buddha sampai akhir hayatnya justru mendorong agar semua makhluk mencapai/merealiasasi Nibbana/Nirvana
Aku tidak mengajar untuk menjadikanmu sebagai murid-Ku
Aku tidak tertarik untuk membuatmu menjadi murid-Ku
Aku tidak tertarik untuk memutuskan hubunganmu dengan gurumu yang lama.
Aku bahkan tidak tertarik untuk mengubah tujuanmu,
karena setiap orang ingin lepas dari penderitaan.
Cobalah apa yang telah Kutemukan ini, dan nilailah oleh dirimu sendiri.
Jika tidak, janganlah engkau terima
Aku tidak tertarik untuk membuatmu menjadi murid-Ku
Aku tidak tertarik untuk memutuskan hubunganmu dengan gurumu yang lama.
Aku bahkan tidak tertarik untuk mengubah tujuanmu,
karena setiap orang ingin lepas dari penderitaan.
Cobalah apa yang telah Kutemukan ini, dan nilailah oleh dirimu sendiri.
Jika tidak, janganlah engkau terima
Sang Buddha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar