PROLOG
Alkisah, adalah Shi Lang yang hidup pada saat kekuasaan Kaisar Khang Xi, Dinasti Qing (1621-1697). Lahir di sebuah desa bernama Jin Jiang Ya Kou, Tiongkok, Shi Lang merupakan laksamana ternama yang memimpin armada angkatan laut Kaisar Khang Xi di Fujian, China. Pada tahun 1683, saat penyatuan Taiwan ke Tiongkok, ia merupakan salah satu tokoh yang berandil besar. Jasa-jasanya dikenang masyarakat Tionghoa sampai saat ini, dan sejak saat itulah kisah maupun riwayat hidupnya menjadi legenda, dibicarakan dari mulut ke mulut. Dan semuanya berihwal dari sifat patriotiknya yang sangat mengagumkan.
***
Pada suatu ketika, ibunda Shi Lang sakit keras. Shi Lang, sebagai anak yang berbakti, berusaha mencari cara agar dapat menyembuhkan ibunya. Namun usahanya senantiasa kandas, dan obat mujarab yang sekiranya dapat menyembuhkan sakit ibunya tersebut selalu berbuah nihil. Pada suatu hari, ia mendengar bahwa di Yong Chun Bai Zhang Yan, pada sebuah vihara bernama Vihara Ma, ada seorang perempuan bermarga Ma yang mampu mengobati segala macam penyakit. Ia pun menghatur pamit pada istrinya, dan menyampaikan pesan agar istrinya merawat ibunya dengan sebaik-baiknya.
Shi Lang kemudian berangkat sendiri ke Gunung Bai Zhang Yan meski langit sudah menggelap dan sudah beranjak malam hari. Di dalam perjalanannya yang jauh dan sangat melelahkan, ia beristirahat di sebuah hutan. Saat tertidur karena kelelahan, ia bermimpi bertemu dengan seorang perempuan bermarga Ma—orang yang hendak dijumpainya di Gunung Bai Zhang Yan. Dalam mimpinya pula, perempuan beraura putih tersebut dengan kalimat bijak menyampaikan padanya untuk bersabar. Sakit ibunya akan sembuh dalam tempo sepuluh hari. Pada saat Shi Lang bertanya, masih dalam mimpinya, obat apa gerangan yang dapat ia berikan untuk 'penyembuhan' itu, sosok perempuan serupa dewi itu menghilang seiring dengan sekerjap cahaya sinar matahari yang menyaput sepasang matanya. Rupanya, Shi Lang terbangun oleh usik matahari pagi yang mulai membenderang.
Dengan langkah gegas, ia melanjutkan perjalanan panjangnya untuk mencari obat bagi kesembuhan penyakit ibunya. Hari demi hari berlalu, akhirnya sampailah ia di Gunung Bai Zhang Yan. Setelah mencapai tempat yang ia tuju, Vihara Ma, ada seorang biksu yang tampak tergopoh-gopoh dan buru-buru mendatanginya.
"Apakah Anda Tuan Shi Lang?"
Shi Lang mengangguk dan menjawab. "Benar, Biksu."
Biksu itu pun mengeluarkan sembilan bungkusan berisi ramuan obat, dan mengajarkan pada Shi Lang bagaimana cara menggodok ramuan obat tersebut nantinya. Setelah itu ia menghilang. Shi Lang takjub bukan kepalang tanggung. Ia merasa seperti sedang bermimpi. Dua kejadian gaib dialaminya dalam tempo yang hampir bersamaan. Ia tak sempat berterima kasih karena 'sosok biksu' itu telah menghilang seperti ditelan cahaya. Tanpa membuang-buang waktu lagi, ia segera pulang membawa 'obat' untuk ibunya. Serangkaian perjalanan panjang kembali dilaluinya tanpa merasa letih. Ia demikian bersemangat. Ia yakin dewata di Langit berupaya menolong keluarganya dengan menampakkan mukjizatnya dalam bentuk mimpi serta jejelma 'biksu' di Gunung Bai Zhang Yan.
Setelah tiba di rumahnya, Shi Lang langsung menginstruksikan istrinya untuk menggodok ramuan obat mujarab yang berasal dari 'dedewa' tersebut. Setelah diminum tiga kali, sakit ibunya berangsur membaik. Sesuai instruksi dari 'biksu' di Gunung Bai Zhang Yan pula, godokan obat diminum tiga kali lagi sebagai pengobatan terakhir, maka benar-benar sembuhlah ibunya itu.
***
Aplikasi kebajikan dan kebatilan merupakan hal yang seiring dan sejalan, bagai fenomena alam siang dan malam. Dalam ranah yang tercabik-cabik, timbullah manifesto yang merupakan perwujudan kebaikan, dan merupakan kontrakejahatan.
Setelah ibunda Shi Lang sembuh, ia memanggil anaknya untuk mengawalnya ke Vihara Ma di Gunung Bai Zhang Yan. Perempuan tua itu bermaksud menyampaikan terima kasihnya kepada dedewa. Namun Shi Lang pada saat bersamaan mendapat tugas dari Kaisar Khang Xi untuk melatih pasukan dari armada angkatan laut, maka ia mengundurkan jadwal ibunya tersebut hingga setengah tahun mendatang.
Suatu ketika, pada saat berbaring di belakang rumahnya, di bawah sebatang pohon long yan nan rimbun, Shi Lang tertidur dibuai kantuk dari sepoi-sepoi angin. Dalam lelapnya, ia bermimpi tengah menyusuri suatu tempat serupa pegunungan berapi yang telah masif. Ia berjalan lamat, di antara tebing-tebing dan gigir kawah yang telah mengkristalkan aliran larva menjadi bebatuan. Di sana ia bertemu seorang lelaki paruh baya yang menyampaikan sebuah amanat kepadanya.
"Shi Lang, tempat ini bernama Xue Shan Yan, terletak di desa Yong Chun. Dulunya tempat ini adalah sebuah kawah berapi sebelum ditutupi rambun salju menjadi gunung es. Jauh di depan sana, ada sebuah arca batu hasil bentukan alam dari kumpulan larva yang telah membeku. Pindahkanlah 'batu' itu ke Gunung Bai Zhang Yan sebagai bukti baktimu kepada Dewata di Langit. Sekaligus membalas jasa-jasa baik Dewata yang telah memberi ibumu penyembuhan kala sakit dulu!"
Ketika terbangun dengan napas tersengal-sengal, Shi Lang terpekur lama sampai akhirnya menyadari kesalahannya. Ia memang telah mengabaikan ucapan dan bakti terima kasih kepada Langit. Betapa tidak, setelah kesembuhan ibunya, ia tidak pernah sekalipun berkunjung ke Gunung Bai Zhang Yan lagi sekedar mengucap syukur atau terima kasih. Mungkin semua ini hanya bunga tidurnya saja, namun hati kecilnya menggejolak baur dan mengatakan ada sesuatu yang telah dilalaikannya selama ini.
Mendadak pula, ia merasa sangat bersalah. Dan sejak saat itu pula, maka ia bertekad untuk 'membalas' apa yang telah dianugerahkan Langit kepadanya dengan sebentuk kebajikan. Maka esoknya, ia memutuskan pergi ke tempat seperti apa yang dilihatnya dalam mimpinya tersebut. Sebuah pegunungan dan kawah berapi masif bernama Xue Shan Yan, di desa Yong Chun. Keyakinannya akan mukjizat totem membuncah saat ia mendapati jawaban pasti bahwa tempat yang ia tuju memang ada, saat ia bertanya ke salah seorang penduduk desa. Ini memang bukan mimpi biasa!
Perjalanan panjangnya memakan waktu tiga hari tiga malam. Tibalah ia di tempat yang diamanatkan orangtua bijak dalam mimpinya tempo hari. Alangkah takjubnya ia. Segalanya persis dengan apa yang telah ia lihat dalam mimpinya. Disusurinya kemudian tebing curam berambun salju yang lembab dan licin. Lalu ketika sudah cukup jauh berjalan, ia berhenti di sebuah gigir bekas aliran larva. Sontak tubuhnya mengejang. Matanya tersita pada sebuah batu besar menyerupai lilin raksasa, tegak berdiri di hadapannya. Inilah arca batu hasil pembekuan larva yang dimaksud dalam mimpinya. Namun Shi Lang bergidik untuk sesaat. Dengan kekuatan dan kemampuan terbatas seperti ini, mana mungkin ia dapat memboyong 'batu' itu menuju ke Gunung Bai Zhang Yan yang jauhnya tak terkira itu?
Tetapi Shi Lang tak berputus asa. Ia harus menepati ikrarnya untuk 'membalas' jasa-jasa baik Dewata terhadap keluarganya. Maka ia turun lagi ke kaki gunung tanpa merasa lelah, dan menghampiri sebuah dusun terdekat untuk meminta bantuan penduduk yang dapat membantunya. Berbekal beberapa orang lelaki muda dan seorang pengrajin kayu yang membawa muntik atau sejenis gerobak kayu, maka Shi Lang kembali mendaki dan menyusuri gunung. Mereka bahu-membahu menggotong 'batu' tersebut. Mulanya 'batu' itu sama sekali tidak bergerak karena bobotnya yang sangat berat. Namun dengan niatnya yang sungguh-sungguh dan tulus, setelah berdoa kepada Dewata di Langit, maka keajaiban seperti menaungi mereka. 'Batu' berbentuk serupa lilin raksasa tersebut akhirnya dapat digotong dengan mudah. Tiga hari tiga malam mereka menyururi lanskap alam yang keras dan cadas tanpa sekalipun mengeluh karena kelelahan.
Akhirnya, seperti yang diamanatkan dalam mimpinya, Shi Lang pun dapat tepat waktu mempersembahkan 'batu' itu di depan Vihara Ma. Ketika tepat 'batu' itu diletakkan di serambi Vihara Ma, tiba-tiba keajaiban seperti kembali diturunkan Dewata dari Langit. Hujan lebat yang mengguyur di siang hari tanpa awan dan mendung, seolah-olah mencuci 'batu' tersebut. Saat hujan reda, 'batu' itu sudah bersih dari tanah dan debu. Orang-orang yang melihat kejadian mistis tersebut takjub seakan tak percaya. Bagaimana mungkin hanya dengan kekuatan manusia biasa, 'batu' yang demikian beratnya berton itu dapat diboyong dengan mudahnya?! Dan keheranan mereka bertambah saat melihat fenomena gaib barusan! Ruap keheranan akan kegaiban itu disambut dengan sorak gempita yang membahana di sekitar Vihara Ma.
Fenomena gaib tidak berhenti sampai di situ. Malamnya, pada saat gulita menyergap sekeliling, 'batu' yang menjulang serupa lilin raksasa itu seperti memancarkan sinar keemasan nan kilau dari sebuah lubang kecil pada hulu 'batu'. Cahaya itu senantiasa bersinar bagai pendar lentera emas, dan tidak pernah pudar disaput angin dan hujan.
Maka legenda pun kembali menyeruak di ranah Tiongkok. Orang-orang lalu menyebut batu raksasa itu dengan 'Lilin Dewa'. Beberapa lagi menyebutnya dengan Xiang Tian Zhu—Lilin yang Menghadap ke Langit!
Namun apa pun penyebutannya, batu besar yang merupakan salah satu lanskap megah Vihara Ma di Gunung Bai Zhang Yan tersebut merupakan monumen yang menyimpan histori tentang ketulusan, loyalitas, dan wujud ikrar rasa syukur terhadap segala karunia Langit.
Laksamana Shi Lang adalah tokoh di balik berdirinya Xiang Tian Zhu, sebuah tonggak hidup bernama pengabdian dan ketulusan tanpa pamrih, yang senantiasa dikenang sepanjang masa.
Malam itu, sekarang, dan esok nanti, ia tetap akan menjadi panutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar