• KONDISI HIDUP
Pernahkah
kita merenungi hakekat hidup & mati ? mengapa kita dilahirkan yang
kemudian diakhiri dengan kematian? Lalu setelah mati, kita akan menuju
kemana? Apakah hanya ada dua pilihan saja surga atau neraka? Dan disaat
mengalami proses kematian tersebut, punyakah kita kemampuan menentukan
sekehendak hati kita, menuju kemana? Dibalik misteri hidup dan mati,
adakah hidup yang kekal? Apakah hanya ada pilihan saja yaitu surga atau
neraka. Kalau begitu kemana orang-orang yang dalam kehidupannya, ada
berbuat kebajikan tetapi ada juga berbuat kejahatan? Ke Surga atau ke
Neraka ?
Pertanyaan-pertanyaan diatas telah muncul sejak zaman
dahulu dan tetap aktual hingga masa sekarang, ada orang yang menjawab
dengan gelengan kepala pertanda tidak tahu, sebagian lagi bersikap masa
bodoh terhadap apa yang telah dan akan terjadi di dalam hidupnya, dan
menganggap kalau mati ya sudah. Bila tidak ada sesuatu lagi sesudah
mati, alangkah enaknya hidup ini. Tetapi ada beberapa manusia yang
mencari kebenaran hakekat hidup dan mati, baik itu melalui perenungan,
bertapa maupun dengan berbagai cara pencarian yang lain.
Pangeran Siddharta Gautama adalah salah seorang
manusia yang mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan diatas, beliau
telah berhasil memahami hakekat misteri hidup dan mati dan mampu
memberikan petunjuk kepada semua makhluk bagaimana jalan keluar dari
lingkaran sengsara tumimbal lahir yang tiada habis-habisnya. Beliau
telah mencapai pencerahan sempurna Buddha (makhluk yang telah
sadar/makhluk yang telah menaklukkan kelahiran dan kematian) dan
bergelar Sakyamuni Buddha.
Hyang Buddha mengajarkan kepada kita bahwa sebagai
manusia kita terikat oleh 3 kondisi, yaitu adanya Dukkha (penderitaan),
Anicca (ketidak-kekalan) dan an-atman (tanpa inti). Tentang penderitaan
dapat digolongkan dalam 4 penderitaan yang bersifat fisik dan 4
penderitaan yang bersifat rohani/mental, perlu diperhatikan antara
penderitaan fisik dan penderitaan mental mempunyai hubungan yang terkait
secara erat dan langsung sehingga total ada 8 jenis penderitaan, yaitu:
Yang termasuk penderitaan fisik:
1. KELAHIRAN
Kelahiran sebagai manusia tidaklah mudah, karena harus
melalui beberapa proses dan didukung oleh kondisi yang menunjang.
Menurut ilmu kedokteran modern, terjadilah pembuahan dimulai dari
perlombaan berjuta-juta sperma yang saling berebut untuk dapat membuahi
sebuah atau beberapa sel telur dan setelah terjadi pembuahan masih
diperlukan kondisi yang bagus untuk pertumbuhan janin selanjutnya.
Dalam agama Buddha dikatakan, proses tumimbal lahir
menjadi janin manusia harus melewati 8 keadaan panas dan dingin,
sehingga bagi mereka yang karma baiknya tidak cukup, tak akan dapat
melewatinya, hanya mereka yang cukup karma baiknya untuk menjadi
manusia, dapat melewati dan masuk ke dalam kandungan ibu. Dan pada saat
dilahirkan, sentuhan/kontak pertama dengan udara membuat bayi langsung
menangis untuk mengekspresikan penderitaannya (baik penderitaan yang
bersifat fisik maupun mental).
2. USIA TUA
Ketika seorang menjadi tua, semua fungsi organ
tubuhnya menjadi mundur dan lemah, ingatannya berkurang, segala
gerak-geriknya lamban dan tidak leluasa, kecantikan dan keindahan
tubuhnya memudar, jiwanya mudah merasa kesepian, tak berdaya dan
terasing, keberadaan secara alamiah perlahan-lahan tersisih oleh
generasi baru yang menggantikannya, energinya seperti lampu yang
kehabisan bahan bakar, mulai meredup….
3. SAKIT
Penyakit bisa tiba-tiba datang tanpa permisi, tidak
memilih siapa yang bakal menjadi korbannya, dia bisa menyerang orang
kaya atau orang miskin, tua atau muda, raja maupun pengemis, tak
seorangpun dapat menghindar darinya, biar dia itu seorang dokter
sekalipun, akibat penyakit yang dideritanya, manusia menjadi lemah dan
mudah putus asa, semua fungsi organ dan metabolisme tubuhnya menjadi
kacau-balau, aktifitas sehari-hari terhenti, bahkan kadang-kadang
penyakit menjadi berkepanjangan, yang menyebabkan penderitaan lahir dan
batin, baik bagi si sakit maupun keluarganya. Tiada seorangpun yang
dapat menghindar dari penderitaan sakit, karena sakit adalah proses
alamiah berdasarkan karma.
4. MATI
Adakah manusia yang dapat menghindari kematian? Cepat
atau lambat saat itu pasti akan tiba, doktrin Buddhis tentang anicca
(ketidak-kekalan) menjelaskan bahwa semua hal yang berbentuk/dilahirkan
pasti akan mengalami kelapukan, usia tua dan akhirnya musnah mati. Ada
yang menganggap kematian sebagai proses yang wajar dan siap
menghadapinya (terutama bagi mereka yang menghayati agama Buddha dengan
benar), tetapi ada yang demikian takutnya, merasa cemas karena tak tahu
akan kemana dan menjadi apakah setelah dia mati nanti? Segalanya serba
gelap, diliputi misteri, bagi anda yang masih kuatir serta tidak tahu
tentang proses kematian atau takut menghadapi saat kematian, silahkan
membaca buku ini lebih lanjut, karena didalam buku ini dijelaskan
berbagai cara yang bermanfaat yang dapat anda pergunakan pada saat anda
berada di ambang batas antara hidup dan mati.
Yang termasuk penderitaan rohani/mental:
1. BERPISAH DENGAN YANG DICINTAI
Bagaimana rasanya bila kekasih, orang atau sesuatu
yang sangat kita cintai (orang tua, anak, suami/istri, saudara, sahabat,
harta-benda, kedudukan ataupun hewan kesayangan kita) tiba-tiba pergi
meninggalkan kita ?
Entah perpisahan ini terjadi sewaktu masih sama-sama
hidup (misalnya: karena perceraiaan, ditinggal pergi, kondisi perang,
dirampas orang, masuk ke penjara dan sebagainya) maupun perpisahan yang
disebabkan oleh kematian, semua ini amatlah memilukan hati,
kadang-kadang rasa sedih ini dapat berlarut-larut, sehingga menyebabkan
depresi, membuat hidup terasa hambar, kosong seakan-akan jiwa kita juga
ikut pergi bersamanya
2. BERTEMU DENGAN YANG DIBENCI
Sebaliknya jika seseorang berada di lingkungan yang
tidak dia sukai (kawin paksa, pekerjaan yang tidak menyenangkan, tempat
tinggal dan lingkungan sosial yang tidak cocok dan sebagainya) serta tak
ada pilihan lain sebagai jalan keluarnya, maka hari demi hari berlalu
dan terasa kelabu, gairah hidup menjadi padam, tak ada tawa riang, tak
ada kegembiraan. Yang dihadapi hanyalah rasa jenuh dan membosankan.
3. KEINGINAN TIDAK TERCAPAI
Tidak semua yang kita idam-idamkan selalu terwujud,
seringkali antara keinginan dan kenyataan bertolak belakang hasilnya.
Cita-cita atau keinginan ini meliputi aspek yang sangat luas (misalnya:
rumah tangga, perjodohan, percintaan, karier, pekerjaan, kedudukan,
jabatan, nama baik, kehormatan, sekolah, pendidikan, politik dan
sebagainya). Jika gagal meraih apa yang diharapkan, seseorang akan
merasa sedih dan menderita batinnya, bisa menjadi stress dan frustasi,
bahkan bila kegagalan demi kegagalan selalu menimpanya, dia mudah
menjadi putus asa, ada yang menjadi gila/sakit jiwa, tak sedikit pula
yang mengambil tindakan nekat yaitu bunuh diri.
4. TERIKAT OLEH KONDISI PANCA SKANDHA
yang disebut panca skandha adalah rupa (bentuk),
vedana (perasaan), samyojana (persepsi), samskara (bentuk-bentuk
pikiran) dan vijnana (kesadaran). Karena terikat ole hkebutuhan panca
skandha, maka kita akan merasa lapar bila tidak makan, mengantuk bila
kurang tidur, juga kebutuhan untuk diperhatikan, dicintai, mencintai,
semangat untuk belajar segala sesuatu, rasa egois, demikian pula
munculnya berbagai macam perasaan, kesan dan kesadaran….
Ajaran Hyang Buddha mengungkapkan hakekat hidup yang
berupa dukha, tidak kekal dan tanpa inti, yang mana sering menimbulkan
salah pengertian bagi orang awam sehingga mereka menuduh ajaran Hyang
Buddha adalah bersifat pesimis, pandangan demikian salah besar, memang
benar didalam hidup kadang-kadang kita mengalami peristiwa yang
membahagiaakan hati, tetapi bertahan beberapa lamakah kebahagiaan
tersebut? Suatu saat kebahagiaan itu akan lenyap bersama tibanya saat
kematian, karena kebahagiaan duniawi terikat oleh kondisi yang tidak
kekal (anicca) dan tanpa inti (an-atma), sehingga Hyang Buddha
mengatakan bahwa hidup adalah DUKKHA
B. HAKEKAT KEMATIAN
Mati adalah satu kata yang mengerikan bagi kebanyakan
orang, sesuatu yang menimbulkan rasa cemas dan takut, dan akan dihindari
andaikata mungkin. Sejarah mencatat, demikian banyak orang, pertapa,
raja, yang telah berupaya menghindari kematian ( pencarian pil/air abadi
), bahkan ada yang berharap untuk dapat hidup kembali suatu hari kelak
setelah kematiannya, misalnya obsesi raja mesir kuno dengan mumminya.
Kenyataannya, kita melihat bahwa semua usaha ini sia-sia belaka. Tak ada
seorangpun yang dapat menghindari kematian, kematian adalah proses yang
harus dijalani oleh manusia biasa, suka atau tidak suka, siap atau
tidak siap.
Agama Buddha memandang kematian sebagai hal yang wajar
terjadi merupakan rangkaian dari proses kelahiran, usia tua, sakit dan
mati, sesuai dengan dorongan karmanya. Semua yang terbentuk pasti akan
lenyap, semua yang terlahir pasti akan mati. Jika kita menginginkan
tiada kematian, hanya mungkin diperoleh dari tiada kelahiran (tidak
tumimbal lahir).
Sekarang jelaslah bahwa kematian adalah suatu yang
tidak dapat dihindari dan harus dijalani oleh setiap makhluk sebagai
akibat dari kelahirannya. Lalu yang dapat kita lakukan hanyalah
mengadakan persiapan yang baik dalam menghadapi proses kematian,
sehingga bila saat itu tiba, kita tidak menjadi takut, cemas, bingung,
serta panik, bahkan kita mempunyai daya kemampuan untuk memilih akan
tumimbal lahir di alam mana sesuai dengan yang kita inginkan.
Ibarat seorang yang akan melakukan perjalanan jauh,
jika tanpa persiapan sebelumnya, dia tentu akan mengalami hal-hal yang
tidak menyenangkan, seperti kehabisan bekal, tak ada tempat untuk
menginap dan sebagainya. Demikianlah pula dengan manusia yang akan
melakukan perjalanan terakhir dalam hidupnya (wafat), jika tanpa
persiapan yang baik, dia pasti akan tersesat dan menderita.
Renungkan, kita sering melihat kadang-kadang kematian
itu datang secara mendadak, bisa terjadi pada hari ini, hari esok maupun
lusa, mengingat hal itu, mengapa kita tidak mempersiapkan diri mulai
sekarang?
Buku ini membahas perihal kematian berdasarkan ajaran
Buddha aliran Tantrayana dan aliran Sukhavati. Meskipun saat ini anda
bukan pemeluk agama Buddha, bila anda membaca, memahami dan
mempraktekkan petunjuk-petunjuknya, maka anda akan memperoleh
pengetahuan berharga yang pasti bermanfaat sebagai bekal disaat anda
menjalani proses kematian nanti.
2. MANUSIA
A. HAKEKAT MANUSIA
Hyang Buddha mengajarkan kepada kita bahwa hakekat
manusia sesungguhnya terdiri dari nama dan rupa, yang merupakan
perwujudan dari panca skandha (rupam; vedana; samjna; samskara dan
vijnana).
Badan jasmani manusia (rupam) terbentuk dari 4 macam
unsur (catur-mahabhuta) yaitu unsur panas/api (teja-dhatu), unsur
gerak/angin (vaya-dhatu), unsur tanah dan air. Sedangkan badan rohani
manusia (nama) terdiri dari perasaan (vedana), persepsi (samjna),
bentuk-bentuk pikiran (samskara) dan kesadaran (vijnana).
Didalam perjalanan hidupnya, manusia pasti melakukan
aktifitas/kegiatan, baik itu melalui pikiran, ucapan maupun
perbuatannya. Semua aktifitas yang baik (kusala karma) atau aktifitas
yang buruk (akusala karma), disengaja maupun tidak disengaja, yang
dilakukan sejak manusia itu lahir hingga saat meninggalnya, akan
tercatat didalam alajnavijnana (gudang kesadaran). Alajnavijnana dapat
diibaratkan suatu gudang yang sangat besar, yang mampu menyimpan seluruh
memori perbuatan seorang manusia dan kondisinya bersifat dinamis,
alajnavijnana inilah yang akan berperan/menentukan dan ikut dibawa serta
dalam proses tumimbal lahir berikutnya.
MANUSIA ALAJNAVIJNANA
Manusia melakukan aktifitas melalui pikiran,
ucapan dan perbuatannya (dulu&sekarang) yang akan disimpan didalam
gudang kesadaran (alajnavijnana)
• KEBODOHAN MANUSIA
Didalam Saddharma Pundarika-Sutra bab III yaitu
tentang perumpamaan, dijelaskan bahwa kondisi dunia ini ibarat rumah
yang sedang terbakar hebat, dimana kepala keluarganya adalah seorang
yang sangat kaya raya dan bijaksana. Didalam rumah yang sedang terbakar
itu, dilihatnya anak-anaknya sedang asyik bermain-main tanpa
menghiraukan kobaran api yang semakin lama semakin bertambah besar,
kemudian orang tua yang bijak tersebut memanggil anak-anaknya : “Hai
anak-anakku, segeralah keluar dari rumah yang sedang terbakar itu”.
Namun sang anak tidak menghiraukan himbauan dan perintah ayahnya, mereka
tetap asyik dengan permainannya bahkan tidak merasa cemas dan takut,
mereka tidak mengerti dan tidak peduli dengan bahaya kobaran api yang
mengancamnya.
Kemudian ayah yang bijak tersebut berpikir, Rumah ini
sedang terbakar oleh nyala api yang besar, bila anak-anakku tidak segera
keluar, niscaya mereka akan terbakar juga, baiklah akan kuusahakan cara
yang bijaksana agar mereka terhindar dari bencana”.
Mengetahui kesukaan anak-anak terhadap berbagai macam
barang permainan, ayah tersebut lalu berkata : “anak-anakku, berbagai
barang yang menarik ayah sediakan di luar sana, bila kalian tidak segera
keluar mendapatkannya, kalian akan menyesal nanti. Lihatlah
bermacam-macam kereta domba, kereta rusa, dan kereta lembu tersedia di
luar pintu untuk kalian pakai bermain-main. Kalian harus segera keluar
dari rumah ini dan akan kuberikan mana yang kalian sukai”.
Mendengar hal itu, anak-anaknya menjadi gembira dan
bersemangat sehingga berhasil keluar dari rumah yang terbakar tersebut,
sesampainya di luar, mereka bertanya: “Ayah manakah barang yang ayah
janjikan tadi, kereta domba, kereta rusa, dan kereta lembu?”
Sang Ayah lalu memberikan kepada setiap anaknya
masing-masing sebuah kereta yang besar, indah dan menarik, dihiasi
dengan berbagai barang yang bagus dan berharga; diberi tempat duduk
bersandaran; digantungi genta-genta pada ke empat sisinya; semuanya
dihiasi dengan tabir yang penuh dengan benda-benda bagus dan mahal; yang
dikaitkan dengan tali-temali penuh batu permata; digantungi bunga
rampai serta dialasi tikar yang indah lengkap dengan bantalan merah.
Kereta tersebut ditarik oleh seekor lembu yang putih bersih, tampan dan
kuat yang berjalan dengan langkah tegap secepat angin, disertai dengan
pembantu dan pengiring yang menjaganya.
Ayah dalam cerita diatas adalah Hyang Buddha, yang
datang ke dunia (triloka) ini, yang diumpamakan seperti rumah yang
sedang terbakar hebat oleh tiga jenis api yang berbahaya, yaitu api
keserakahan (lobha), api kebencian (dosa) dan api kebodohan (avidya).
Beliau datang karena cinta-kasihnya yang demikian besar untuk
menyelamatkan semua makhluk agar mereka bebas dari penderitaan jasmani :
kelahiran, usia tua, sakit, dan mati, serta bebas dari penderitaan non
fisik yaitu : berpisah dengan yang dicintai, bertemu dengan yang
dibenci, keinginan tidak tercapai dan keterikatan pada panca skandha.
Beliau membebaskan semua mahkluk dengan menggunakan 3
jenis kereta, yaitu kereta domba (jalan Sravaka); kereta rusa (jalan
Pratyeka Buddha) dan kereta lembu (jalan Bodhisattva).
Apakah adanya ketiga jenis kereta ini karena Hyang
Buddha masih membeda-bedakan atau bersifat pilih kasih? Jawabannya
adalah tidak, pandangan demikian salah sama sekali, justru dengan cara
ini menunjukkan kebijaksanaan Hyang Buddha yang tiada taranya dalam
menolong semua makhluk agar mereka bebas dari lautan samsara. Munculnya
perbedaan-perbedaan di atas disebabkan karena masing-masing mahkluk
mempunyai karma yang berbeda-beda, sehingga cara untuk menyelamatkannya
juga memakai jalan yang berbeda-beda pula.
Bagi mereka yang memiliki kebijaksanaan yang mendalam,
mengikuti Buddha yang dipuja dunia, mendengarkan dharma, menerimanya
sebagai kepercayaan dan rajin memperoleh kemajuan, tetapi ingin
cepat-cepat terlepas dari triloka dan memperoleh Nirvana bagi dirinya
sendiri, mereka akan keluar dengan menggunakan jalan Sravaka.
Bagi mereka yang mengikuti Hyang Buddha yang dipuja
dunia, mendengarkan dharma, menerimanya sebagai kepercayaan dan rajin
menggalang kemajuan, berkeinginan memperoleh kebijaksanaan yang mendalam
seorang diri, menikmati keseimbangan pribadi serta menguasai hukum
sebab-musabab yang saling bergantungan, mereka ini keluar dengan
menggunakan jalan Pratyeka Buddha.
Sedangkan bagi mereka yang mengikuti Hyang Buddha yang
dipuja dunia, mendengarkan dharma, menerimanya sebagai kepercayaan dan
rajin melaksanakannya, maju penuh semangat, mencari kebijaksanaan Buddha
yang murni, menaruh rasa welas-asih kepada semua mahkluk yang tak
terhitung jumlahnya dna berniat meringankan penderitaan serta
menolongnya, mereka keluar dengan menggunakan jalan Bodhisattva.
Seperti sang ayah yang mula-mula menarik perhatian
anak-anaknya dengan 3 jenis kereta, lalu memberikan sebuah kereta yang
besar dan bagus, demikian pula Hyang Buddha telah melakukan tindakan
bijaksana dengan menarik perhatian semua mahkluk dengan tiga macam
kendaraan dan kemudian demi keselamatan mereka hanya memberikan sebuah
kendaraan yang besar saja. Untuk alasan ini, kita mengetahui bahwa Hyang
Buddha dengan kebijaksanaan dan kekuatannya yang tidak terbatas, maka
dengan satu kendaraan Buddha membedakan dan menguraikannya menjadi tiga
yang berbeda.
Dari perumpamaan cerita diatas pula, kita mengetahui
bahwa ada 3 jenis api yang menyebabkan dunia terbakar dan menimbulkan
penderitaan bagi umat manusia. 3 macam api beracun ini bagaikan rentetan
bunga api yang memercik kemana-mana, menyebabkan dunia penuh dengan
angkara murka; kemarahan; dendam; kejam; rasa iri-hati; cemburu;
curiga;kesalah-pahaman; kesombongan; egoistis; tak pernah merasa puas;
malas; kemelekatan dan berbagai kegelapan batin yang lain. Pada akhirnya
manusia kehilangan akal sehatnya dan terseret untuk berbuat jahat
(akusala-karma), yang mana akan menyebabkan berkurangnya akar kebajikan,
sehingga mereka sulit berjodoh dengan Buddha Dharma dan memperoleh
kebahagiaan, seandainya bertemupun mereka akan gagal mendengar dan
memahami serta percaya ajaran Hyang Buddha.
Manusia memiliki kecendrungan mementingkan dirinya
sendiri, mereka tidak menyadari bagaimana seharusnya mengasihi dan
menghargai orang lain. Mereka berdebat dan bertengkar hanya karena ego
dan fenomena/khayalan, yang akhirnya menimbulkan kebencian dan
permusuhan. Inilah api dari kebencian (dosa), cara memadamkannya
hanyalah dengan mengembangkan cinta-kasih (maitri), kasih-sayang
(karuna) dan kebijaksanaan (prajna) terhadap semua makhluk.
Terlepas apakah orang itu kaya atau miskin, mereka
yang kaya raya takut kehilangan seluruh harta yang dimilikinya: rumah
mewah, uang, permata, dan segala kenikmatan duniawi lain yang diperoleh
berkat fasilitas kekayaannya. Sedangkan si miskin selalu merasa cemas
dan kuatir serta merenung apakah yang dapat dimakan untuk esok hari ?
kesimpulannya, baik si kaya maupun si miskin sama-sama tidak merasa
tenang dan puas dengan apa yang mereka miliki, semua ini karena sifat
serakah (lobha), yang mudah terjebak menjadi prasangka buruk, iri hati,
kecemburuan sosial yang pada akhirnya menyebabkan penderitaan juga.
Untuk mengatasi hal ini, kembangkanlah sifat simpati (mudita) dan
keadaan batin yang seimbang (upekkha).
Ketidak-mampuan manusia untuk membedakan mana yang
baik dan buruk. Kemelekatannya terhadap belenggu-belenggu duniawi yang
bersifat khayal (tidak kekal) ketidaktahuan atas ajaran Hyang Buddha
menyebabkan manusia bertindak bodoh (avidya), mereka membunuh, mencuri,
berjinah, berbohong, memfitnah, berlidah dua, berkata kasar, jahat,
kehilangan kesadaran diri dan mempunyai berbagai pikiran buruk/sesat.
Mereka tidak merasa menyesal dengan perbuatan buruk
yang dilakukannya, kadang-kadang bahkan timbul rasa bangga dan gembira
dalam melakuakn hal itu, mereka tidak takut pada Hukum Karma / Hukum
Sebab-Akibat. Oleh karena itu dikatakan kejahatan yang dilakukan karena
ketidak-tahuan kebodohan kegelapan bathin (avidya), sungguh sangat sukar
diatasi.
Hanya dengan yakin dan sepenuh hati percaya kepada
ajaran Hyang Buddha, didalam hati timbul perasaan menyesal dan bertobat,
kemudian menyatakan diri berlindung kepada Triratna (Buddha, Dharma,
Sangha), maka akan terbukalah pintu dharma baginya.
Jangan merasa bimbang dan ragu, Dharma Hyang Buddha
tak ada dustanya, segeralah memohon Triratna menyatakan diri berlindung
kepada Triratna. Sebab inilah awal dari kesempatan membina diri untuk
memperoleh kemajuan, sehingga dapat menciptakan hidup baru yang lebih
baik, tentram dan bahagia, penuh kedamaian, bebas dari rasa cemas,
ketakutan, kesengsaraan dan penderitaan.
3. KEMATIAN
Bila kematian tiba, tak ada yang kubawa serta,
Harta, kemewahan bukan lagi milikku.
Kedudukan, nama dan kekuasaan, semua t'lah sirna.
Siapa mengiringi perjalananku ?
Lenyap sudah tali ikatan,
Teman, sahabat, keluarga tercinta, hanya tinggal kenangan
Kini kuteringat
48 janji besar Amitabha Buddha,
Tekad mulia menolong semua makhluk,
Bebas dari derita,
Untuk lahir di Surga Sukhavati.
Kepada-Nya aku berlindung,
Sepenuh hatiku berseru :
Namo Amitabha Buddha ( berulang-ulang )
Agama Buddha mengajarkan bahwa kematian bukanlah akhir
dari segalanya, kematian hanyalah satu fase peralihan antara hidup yang
sekarang dengan kehidupan di alam tumimbal lahir yang baru.
Kalau kita mengambil perumpamaan dengan TV atau radio,
ibaratnya perubahan channel / frekuensi, misalnya hidup kita sekarang
berada di channel 1, ketika channel 1 dimatikan dan diganti dengan
channel yang lain, maka akan berganti pula gambar di layar TV tersebut.
Bagi mereka yang sewaktu masih hidup rajin berlatih
membina diri, menghayati dan melaksanakan ajaran Hyang Buddha, maka dia
akan mengetahui kapan saat ajalnya tiba, bahkan ada yang mengetahui jauh
sebelum waktunya, bisa beberapa tahun, bulan, minggu atau 1-2 hari
sebelumnya, tergantung dari ketekunan dan kemantapannya didalam
menghayati Buddha Dharma. Sehingga menjelang saatnya tiba, dia dapat
melakukan persiapan seperlunya, yaitu membersihkan diri dan menukar
pakaian, lalu bermeditasi sambil menyebut Namo Amitabha Buddha. Begitu
nafas terakhir dihembuskan, masih dalam keadaan samadhi dia akan
dijemput oleh Amitabha Buddha dan Bodhisattva-Bodhisattva pengiringnya,
langsung tumimbal lahir di surga Sukhavati. Tanpa rasa sakit, bebas dari
derita terurainya 4 elemen penyusun tubuh jasmani, dan jenazahnya
tampak seperti orang yang tertidur nyenyak, tenang dan damai.
A. PROSES PENGHANCURAN BADAN JASMANI & ROHANI
Terurainya 4 elemen besar dimulai dari unsur tanah,
unsur tanah ini akan turun ke unsur air, yang menyebabkan badan terasa
sesak, seakan-akan menanggung beban yang sangat berat, seluruh otot
terasa kaku dan kram, pada saat ini dianjurkan agar sanak saudara jangan
menyentuh atau memijatnya, karena akan menambah penderitaan jasmaninya.
Setelah itu unsur air akan turun ke unsur api yang menyebabkan seluruh
tubuh bagaikan diselimuti hawa dingin yang amat sangat, beku, sakit
bukan kepalang. Dan dilanjuti dengan turunnya unsur api ke unsur angin,
rasa sakit bertambah hebat, seluruh badan terasa panas bagaikan
terbakar. Elemen terakhir yang terurai adalah unsur angin, badan rasanya
seperti ditiup angin kencang, tercerai berai dan hancur lebur. Saat ini
4 elemen besar telah terpisah, badan jasmani tak dapat dipertahankan
lagi, inilah yang disebut mati dalam ilmu kedokteran. Tetapi menurut
teori Buddhis indra ke 8 (alajnavijnana) dari orang tersebut belum
pergi, karenanya belum boleh disentuh, dia masih dapat merasa sakit,
bahkan ada yang bisa mengeluarkan air mata, walaupun secara medis sudah
dinyatakan mati.
Jika ada sanak saudaranya yang telah belajar Buddha
Dharma ingin menolong dia, ambillah sikap duduk yang tenang dan berilah
motivasi kepada almarhum untuk menuju Surga Sukhavati. Lalu dengan penuh
konsentrasi membaca Namo Amitabha Buddha berulang-ulang ( ©À ¡R «n
µLªüÀ±ªû¦ò ). Hal ini akan membantu mengurangi penderitannya. Bahkan
bila semasa hidupnya almarhum pernah menyebut Namo Amitabha Buddha. Pada
saat ini akan menunjukkan manfaatnya, karena disaat ajal tiba, ingatan
manusia menjadi 9 kali lebih kuat dari pada biasanya, sehingga bila ada
orang yang lebih penuh konsentrasi membaca Namo Amitabha Buddha untuk
dirinya, maka getaran suci ini kontak ke dalam alajnavijnana-nya,
apalagi jika dia ikut mengulang Namo Amitabha Buddha sebanyak 10 kali
penuh rasa sujud, seketika akan dijemput untuk tumimbal lahir di Surga
Sukhavati.
Ketika membaca tulisan ini, mungkin saudara tertawa
dan tidak mempercayainya, tetapi ada baiknya anda tetap membaca lebih
lanjut buku ini hingga selesai, mudah-mudahan di kala ajal tiba, dimana
ingatan anda menjadi sedemikian kuat, anda masih dapat mengambil manfaat
dari hasil membaca buku ini, dan memperoleh pertolongan gaib Amitabha
Buddha.
• 49 HARI PERJALANAN BADAN MEDIO (ALAJNAVIJNANA)
Setelah seluruh 4 elemen besar terurai, maka indra ke 8
pun (alajnavijnana) mulai meninggalkan badan jasmani, masa ini disebut
masa medio (peralihan). Alajnavijnana yang sudah terlepas dari badan
jasmani disebut juga dengan istilah badan medio.
Jangka waktu sebelum badan medio tumimbal lahir ke
alam yang lain adalah selama 49 hari (7x7 hari). Menurut aliran
Sukhavati dihitung sejak saat dia meninggal hingga hari ke 49. Sedangkan
menurut aliran Tantrayana, setelah terlepas dari badan jasmani, badan
medio akan pingsan dan baru sadar 3,5 - 4 hari kemudian, sehingga masa
49 hari dihitung mulai 3,5 - 4 hari sesudah hari kematiannya.
Kondisi umum badan medio :
Pada mulanya badan medio belum menyadari bahwa dirinya
telah meninggal dunia, seandainya kita dapat melihat keberadaanya, akan
terlihat terang dan lincah. Dia merasa semua indranya lengkap : mata,
telinga, hidung, lidah, badan dan pikirannya bekerja sangat baik. Orang
yang semasa hidupnya buta dapat melihat kembali, yang bisu dapat
berbicara, yang tuli dapat mendengar, badannya pun dapat melanglang
buana, bebas tiada yang merintangi.
Jika pada waktu itu ada sanak keluarganya mengadakan
upacara kematian dan memanggil namanya, maka dia akan mendekati
jenazahnya dan menjadi sadar bahwa dia telah tiada.
Bisa juga ketika dia berada di depan cermin dan tidak
terlihat bayangan dirinya, tahulah dia bahwa dirinya telah meninggal
dunia, sesaat dia menjadi galau dan tersentak kaget. Karena
kemelekatannya terhadap duniawi masih tebal, dia mencoba berkomunikasi
dengan orang-orang yang dikenal semasa hidupnya, ternyata tidak ada
hasilnya. Dalam keadaan bingung dia mencari badan kasarnya dan ingin
masuk kembali, itupun sia-sia belaka, proses penghancuran badan
jasmaninya telah berjalan, dia hanya dapat berharap ada suatu tempat
untuk menampungnya, badan apapun akan dihampiri untuk mengakhiri
penderitaannya.
Apabila keluarganya ada yang membantu dengan ©À¦ò
(membaca berulang ulang nama Buddha), maka badan medio dapat merasakan
getaran suci tersebut, dan bila badan medio ikut menyebut Namo Amitabha
Buddha, kekuatan Buddha segera datang menolong menuju Surga Sukhavati
dan langsung tumimbal lahir di alam Surga Sukhavati.
Jika pada saat itu keluarga almarhum mengadakan
upacara kematian dengan menyajikan sajian hasil pembunuhan hewan,
misalnya : babi, ayam, ikan dan sebagainya hal itu bukannya menolong,
justru semakin menambah penderitaan badan medio, bagaikan mendorong
badan medio masuk ke 3 alam sengsara (binatang, preta dna neraka), sebab
hawa amarah binatang yang mati penasaran tersebut akan dapat mengganggu
perjalanan badan medio, sehingga badan medio merasa jengkel, kesal dan
marah. Kondisi yang buruk ini tidak menunjang badan medio agar tumimbal
lahir di alam yang lebih baik, tetapi justru menjerumuskannya ke alam
yang rendah.
Oleh sebab itu dianjurkan untuk memberikan sajian
bukan dari hasil pembunuhan, sebaiknya adalah : buah-buahan, bunga, hio
wangi, air, pelita dan makanan vegetarian saja.
Mudah-mudahan para pembaca percaya dan memesan
keluarganya, agar disaat meninggal nati, jangan sekali-kali memberikan
sajian yang berasal dari hasil pembunuhan, karena hal ini dapat
memberatkan perjalanan orang yang meninggal.
Jika pembaca yang beragama Buddha tetapi keluarganya
tidak ada yang beragama Buddha, sehingga tidak ada yang membaca pujian
Amitabha Buddha ( ©À ¡R «n µL ªü À± ªû ¦ò ) untuknya, sebaiknya memesan
sanak keluarganya untuk membunyikan rekaman kaset yang berisi nien
fuo/nien cing. Tetapi yang terbaik adalah bila pihak keluarga ikut pula
membantu dengan melakukan pujian Namo Amitabha Buddha untuk meringankan
penderitaannya, karena getaran suara yang penuh perasaan dari manusia
lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan getaran alunan kaset.
Bila kondisi ekonomi keluarga cukup, sebaiknya berbuat
jasa dan pahala atas nama almarhum, dengan cara mengamalkan uang yang
diperoleh dari sumbangan dukacita ke yayasan sosial (vihara, mencetak
buku sutra Buddha) atau untuk disalurkan kembali kepada mereka yang
lebih membutuhkan.
Kontak rasa badan medio pada 14 hari pertama :
Apabila semasa hidupnya badan medio tidak pernah
berjumpa, berjodoh dan tidak mengerti Buddha Dharma dan pertolongan dari
pihak keluargapun tidak ada maka badan medio hanya mengandalkan
karmanya sendiri dalam perjalanan kematiannya.
Mula-mula badan medio akan berkontak rasa dengan 6
cahaya yang muncul sebagai akibat dari karmanya sendiri. Jika karmanya
berkontak rasa dengan alam
Dewa, akan tampak sinar putih redup
Manusia, akan tampak sinar kuning redup
Asura, akan tampak sinar hijau redup
Binatang, akan tampak sinar biru redup
Preta (setan gentayangan), tampak sinar merah redup
Neraka, akan tampak asap berkabut hitam.
Manusia, akan tampak sinar kuning redup
Asura, akan tampak sinar hijau redup
Binatang, akan tampak sinar biru redup
Preta (setan gentayangan), tampak sinar merah redup
Neraka, akan tampak asap berkabut hitam.
Jangan menghampiri semua cahaya di atas, jika badan
medio terpikat oleh salah satunya (tergantung dari dorongan karma
masing-masing) maka ia akan tersedot dan masuk ke dalam arusnya dan
tumimbal lahir di alam itu. Disaat kritis ini, Hyang Buddha yang penuh
welas asih akan muncul dengan menampakkan 5 sinar yang cemerlang. Sangat
terang tetapi tidak menyilaukan, guna menolong badan medio agar
terbebas dari tumimbal lahir.
Sinar-sinar gaib ini adalah : sinar biru yang menyala
mulia, sinar kuning yang indah, sinar merah yang cemerlang, sinar putih
yang suci murni, sinar hijau atau oranye yang laksana api unggun.
Jika badan medio mengenal dan tertarik salah satu
sinar suci di atas, serta mengucapkan pujian Namo Amitabha Buddha, maka
segera akan diserap dan terlahir di Surga Sukhavati.
Tetapi badan medio yang karma buruknya kelewat banyak,
melihat sinar suci ini justru takut, menyingkir dan menjauhi. Perlu
diketahui sinar-sinar ini tidak muncul serentak melainkan bertahap. Pada
tulisan selanjutnya akan dijelaskan tahapan-tahapan munculnya
sinar-sinar ini hari demi hari.
Pada umumnya, tanda berkontak rasa dengan dunia baik,
sesaat setelah meninggal dunia, setengah badan ke bawah akan dingin
lebih dahulu, sedangkan jika berkontak rasa dengan dunia buruk, setengah
badan ke atas yang menjadi dingin lebih dahulu. Acarya parampara
(sesepuh) mengatakan : jika bagian wajah terakhir menjadi dingin akan
tumimbal lahir di alam dewa, jika bagian tenggorokan yang terakhir
dingin akan tumimbal lahir di alam asura, jika yang terakhir dingin
adalah bagian bawah perut akan menjadi setan gentayangan, jika dengkul
kaki yang terakhir dingin akan menjadi binatang dan jika yang terakhir
dingin adalah telapak kaki, maka akan masuk ke alam neraka. Bagi mereka
yang tidak tumimbal lahir di 6 alam kehidupan, pada saat seluruh badan
telah menjadi dingin, bagian kepala tetap hangat.
Hari ke 1 :
Badan medio akan melihat warna biru cerah seperti biru
langit, ditengahnya bertahta Buddha vairocana (Pilucena-fo) di atas
singgasana singa. Pada saat itu terdapat pula sinar putih redup,
segeralah masuk kedalam sinar biru, karena sinar putih redup adalah
sinar dari alam dewa. Jika ke dalam sinar biru cerah badan medio akan
terlahir di Surga Sukhavati bagian tengah.
Hari ke 2 :
Terdapat sinar putih suci yang menyinari badan medio,
sinar ini adalah sinar dari Buddha Aksobhya (Buddha Vajrasattva/ Cing
Kang Fo) yang bertahta di atas singgasana gajah, di sampingnya terdapat
Bodhisattva Ksitigarbha dan Bodhisattva Maitreya. Pada saat yang
bersamaan munul sinar yang menyerupai kabut, sinar itu adalah sinar
neraka, jangan sekali-kali terpikat olehnya. Segera bangunkan semangat,
sepenuh hati menghormati Hyang Buddha dan kemudian masuk ke dalam sinar
putih cemerlang agar terlahir di Sukhavati bagian timur.
Hari ke 3 :
Terdapat sinar kuning indah yang merupakan sinar dari
Buddha ratnasambhava (Pao Sen Fo) yang bertahta di atas kuda sakti,
disampingnya terdapat Bodhisattva Akasagarbha (Si Kung Cang Po Sat) dan
Bodhisattva Samantabhadara (Phu Sien Po Sat). Pada saat itu dari alam
manusia juga menyorotkan sinar kuning bercampur biru redup. Jangan
perhatikan sinar ini, sebaliknya dekatilah sinar kuning cemerlang dari
Hyang Buddha. Dengan tekad yang kuat menghormati Hyang Buddha, agar
terbebas Dari penderitaan tumimbal lahir dan masuk ke Sukhavati bagian
Selatan.
Hari ke 4 :
Terdapat sinar merah yang bagaikan api unggun suci,
inilah sinar dari Amitabha Buddha dari Surga Sukhavati di sebelah barat,
yang bertahta di singgasana burung merak, langsung menyinari badan
medio, di sampingnya terdapat Bodhisattva Avalokitesvara (Kuan Se Im
Po-Sat) dan Bodhisattva Mahasthamaprata (Ta Se Ce Po Sat) yang berdiri
dengan wajah penuh welas asih. Disaat yang sama muncul pula sinar merah
redup yang berasal dari alam preta (setan gentayangan), yang juga
menyinari badan medio. Jangan terpesona dengan sinar ini, sebaliknya
kuatkan keyakinan, jangan takut pada sinar merah yang cemerlang,
walaupun sinar dari alam preta tersebut kelihatan lembut, tetapi
munculnya sinar itu disebabkan oleh karma buruk lobha serakah.
Seharusnya dengan penuh keyakinan dan sujut berlindung serta menyebut
Namo Amitabha Buddha dengan penuh hormat, maka badan medio segera akan
tersedot oleh sinar merah cemerlang dan terakhir di Surga Sukhavati
sebelah Barat.
Hari ke 5 :
Terdapat sinar hijau terang bagaikan pelangi suci. Ini
adalah sinar dari Buddha Amoghasiddhi (Pu Kung Cen Fo) yang bertahta
pada singgasana makhluk yang berbadan manusia dan berkepala burung.
Sinar itu langsung menyinari badan medio. Di sampingnya terdapat
Bodhisattva Vajrasattva (Cing Kang Sen Po Sat) dan Bodhisattva Cu Kang
Cang. Pada saat yang sama muncul pula sinar hijau yang meresahkan dari
alam asura. Sinar ini timbul akibat akusala karma yaitu kebencian , rasa
iri hati, marah serta dendam ketika berkontak rasa. Jangan terpengaruh
dan masuk ke dalamnya. Sebaliknya segera hormat kepada Hyang Buddha dan
bersungguh hati timbul perasaan menyesal dan bertobat agar segera tiba
di surga Sukhavati sebelah utara.
Hari ke 6 :
Jika hari ke 6 badan medio belum dapat menemukan
penjemputan, tentulah karena akusala karma yang telah diperbuatnya, atau
selama hidupnya tidak pernah mengenal Buddha Dharma, sehingga tidak
yakin atas pertolongan gaib Buddha dan Bodhisattva. Pada saat ini ke 5
Buddha yang sebelumnya telah mengeluarkan sinar, sekali lagi
mengeluarkan sinar panca warna yang cemerlang secara serentak.
Ketahuilah, sinar-sinar Buddha ini sesungguhnya dikeluarkan oleh
benih-benih kebhodian diri sendiri. Segera kenalilah salah satu sinar
ini, karena apabila badan medio tersedot, maka bebaslah dari proses
tumimbal lahir. Namun pada saat yang sama, ke 6 sinar dari alam tumimbal
lahir akan datang lagi menyinari badan medio, jangan mendekati sinar
redup ini, karena bila tersedot ke dalamnya badan medio akan kembali ke 6
alam tumimbal lahir.
Seharusnya badan medio sungguh-sungguh hati
menghormati dan berlindung pada Hyang Buddha, segeralah menyebut Namo
Amitabha Buddha, maka badan medio akan tersedot ke dalam sinar merah
cemerlang dan terlahir di Surga Sukhavati.
Hari ke 7 :
Jika badan medio melewatkan 6 hari pertama, maka pada
saat hari ke 7 akan muncul 5 penjemput yang menduduki posisi timur,
selatan, barat, utara dan tengah. Masing-masing mengangkat tangan
kanannya membentuk mudra penaklukkan dan mengeluarkan sinar yang
menyoroti badan medio. Pada saat yang sama, dari alam binatang
memancarkan sinar biru redup, jangan terpikat pada sinar ini, karena
munculnya sinar redup ini sebenarnya akibat kebodohan diri sendiri.
Segeralah hormat dan berlindung pada Hyang Buddha. Sebutlah Namo
Amitabha Buddha, maka badan medio masih dapat tertolong untuk terlahir
di Surga Sukhavati.
Seandainya karma buruk badan medio sangat berat, maka
dia akan kehilangan kesempatan pada 7 hari pertama. Dimana penampakan
wajah yang penuh welas asih dari Buddha dan Bodhisattva akan mengubah
wajahnya yang welas asih itu menjadi wajah yang marah dan bengis untuk
menyadarkan badan medio (menurut keyakinan Tantrayana).
Pembaca jangan salah paham dengan kondisi ini,
ketahuilah bahwa bagi mereka yang senang berbuat jahat dan dosa, jika
melihat wajah yang marah atau bengis, justru merasa lebih familiar. Para
Buddha dan bodhisattva mengetahui sifat buruk ini, maka menjelmalah
beliau dalam wajah yang buruk rupa untuk menarik perhatian mereka, agar
para makhluk yang berat karma buruknya mau mendekati dan mentaatinya
sehingga masih dapat tertolong.
Inilah perwujudan welas asih dan kebijakan (karuna dan
prajna) yang luar biasa dari pada Buddha dan Bodhisattva, yang
kadang-kadang tak terjangkau oleh alam pikiran manusia biasa.
Walaupun para Buddha dan Bodhisattva menggunakan
berbagai upaya untuk menolong semua makhluk, jika mahkluk tersebut tak
ada jodoh/keyakinan kepada Hyang Buddha, semua usaha ini akan sia-sia
belaka. Oleh karena itu kehilangan akar kebajIkan sungguh amat
menakutkan, untuk memperkuat akar kebajikan ini, dianjurkan kepada umat
manusia agar setiap saat mengbangkitkan tekad untuk berbuat baik, tidak
berbuat jahat dan mensucikan hati dan pikiran. Salah satu cara yang
mudah dalam mengikat jodoh dengan Amitabha Buddha adalah dengan membaca
namanya berulang-ulang semasa kita masih hidup. Agar puji-pujian ini ada
hasilnya, cara mengucapkan harus dengan konsentrasi segenap pikiran,
ucapan dan perbuatan menjadi satu, disertai tekad untuk terlahir di
Surga Sukhavati.
Hari ke 8 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah,
bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4 dan bermata 9. Bagian kanannya
berwarna putih, sedang kirinya berwarna merah dan bagian tengahnya
berwarna coklat merah tua. Gigi taringnya menonjol dan alisnya bersinar
bagaikan listrik. Seluruh badannya bercahaya dan berteriak keras
menggelegar. Malaikat ini sebenarnya adalah penjelmaan dari Buddha
Vairocana (Pilucena-Fo) yang datang menjemput, jangan takut dan kaget,
bersujudlah kepadanya dan masuklah ke dalam sinar bijak Hyang Buddha,
jika disaat itu sepenuh hati menyebut Namo Amitabha Buddha, masih dapat
terlahir di Surga Sukhavati bagian barat.
Hari ke 9 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah merah,
bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4. Bagian kirinya berwarna putih, sedang
bagian kanannya berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna biru tua.
Malaikat ini sebenarnya adalah penjelmaan dari Buddha Aksobhya
(Vajrasattva/ Cing Kang Fo), yang muncul akibat kontak rasa indra
sendiri, jika disaat itu menyebut Namo Amitabha Buddha dengan sepenuh
hati, badan medio dapat tiba juga di Surga Sukhavati bagian barat.
Hari ke 10 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah,
bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4, bagian kirinya berwarna putih, sedang
bagian kanannya berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna kuning
tua. Malaikat ini sebenarnya adalah penjelmaan dari Buddha Ratnasambhava
(Pao Sen Fo) dari selatan. Jika mengenalnya dan menyebut namanya dengan
sepenuh hati niscaya bebaslah dari penderitaan. Tetapi jika saat itu
badan medio menyebut Namo Amitabha juga akan segera tiba di surga
Sukhavati bagian barat.
Hari ke 11 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah,
bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4. Bagian kanannya berwarna putih,
sedang bagian kirinya berwarna biru dan bagian tengahnya berwarna merah
tua. Malaikat ini sebenarnya adalah penjelmaan dari Buddha Amitabha ( ªü
À±ªû ¦ò ). Jika mengenal dan menyebut namanya dengan sepenuh hati maka
akan segera tumimbal lahir di surga Sukhavati sebelah barat.
Hari ke 12 - 13:
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah,
bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4. Bagian kananya berwarna putih, sedang
bagian kirinya berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna hijau tua.
Malaikat ini sebenarnya penjelmaan dari Buddha Amoghasiddhi (Pu Kung Cen
FO). Sebutlah namanya dan segeralah masuk ke dalam sinar Buddha, jika
saat itu menyebut Namo Amitabha Buddha. Maka terbebaslah dari pengaruh
karma buruk dan tiba di Surga Sukhavati bagian barat.
Hari ke 14 :
Pada hari ke 14, badan medio akan melihat berbagai
bayangan malaikat wanita dengan bentuk rupa yang marah dan menyeramkan.
Semua penampakkan ini timbul karena kontak rasa dari indra sendiri. Ke
28 malaikat ini akan mengelilingi badan medio dalam 2 lapisan (luar dan
dalam), yang berkedudukan sebagai penjaga pintu 4 penjuru.
Lapisan sebelah dalam :
Timur :
• Berkepala kerbau dengan warna coklat merha tua, memegang tongkat dan mangkok dari tengkorak manusia.
• Berkepala ular warna merah kuning memegang bunga teratai.
• Berkepala macan tutul warna biru hitam memegang tombak bercula tiga.
• Berkepala monyet warna hitam memegang roda.
• Berkepala beruang es warna merah memegang tombak pendek.
• Berkepala beruang putih warna merah memegang tali yang terbuat dari usus manusia.
Barat :
• Berkepala elang warna hijau kehitaman memegang tongkat kecil.
• Berkepala kuda warna merah memegang kaki tangan mayat.
• Berkepala elang warna putih memegang tongkat kayu.
• Berkepala anjing warna kuning memegang tongkat dan belati.
• Berkepala burung pelatuk warna merah memegang busur panah.
• Berkepala rusa warna hijau memegang hiolo.
Utara :
• Berkepala serigala warna biru memegang bendera kecil.
• Berkepala kambing hutan warna merah memegang tongkat kayu runcing.
• Berkepala babi hutan warna hitam memegang tali urat gigi.
• Berkepala burung gagak warna merah memegang jenazah anak kecil.
• Berkepala gajah warna hijau hitam memegang jenazah dan mangkok tulang manusia.
• Berkepala ular warna biru memegang tali ular.
Selatan :
• Berkepala kelelawar warna kuning memegang pisau belati.
• Berkepala singa warna merah memegang hiolo.
• Berkepala kalajengking warna merah memegang bunga teratai.
• Berkepala burung warna putih memegang tongkat.
• Berkepala musang warna hitam kehijauan memegang tongkat kayu.
• Berkepala macan warna kuning kehitaman memegang cawan babi berkepala manusia.
Lapisan sebelah luar :
Timur : berkepala burung warna hitam memgang kail besi.
Barat : berkepala singa warna merah memegang rantai besi.
Utara : berkepala ular warna hijau memegang klenengan/bel.
Selatan : berkepala kambing hitam warna kuning memegang tali.
Melihat penampakkan malaikat wanita yang serba
menyeramkan tersebut, badan medio seharusnya segera tersadar. Dan jika
saat itu menyebut Namo Amitabha Buddha masih dapat tertolong untuk
tumimbal lahir di alam Surga Sukhavati.
Hari ke 15 sampai 49 :
Jika sampai hari ke 14 badan medio belum dapat
menggunakan kesempatan yang ada untuk masuk ke dalam alam Buddha, badan
medio akan mendengar teriakan-teriakan yang memilukan dan menyeramkan,
terasa angin yang besar kencang meniup dari arah belakang dan
sekelilingnya menjadi gelap gulita. Di saat itu muncullah raja setan dan
seluruh prajuritnya, bentuk badnnya besar dan berwajah menakutkan, siap
meminum darah manusia. Jika badan medio melihat keadaan ini, janganlah
takut, sadarlah bahwa segala wujud atau rupa itu pada hakekatnya adalah
kosong. Sebutlah Namo Amitabha Buddha, maka semua gambaran yang
menakutkan tersebut akan lenyap dan badan medio segera tumimbal lahir di
Surga Sukhavati.
Jika badan medio gagal menggunakan kesempatan yang
terakhir ini, maka badan medio akan jatuh kembali ke salah satu dari 6
alam tumimbal lahir sesuai dengan karmanya masing-masing.
4. TUMIMBAL LAHIR
A. DASA DHARMA DHATU
Didalam agama Buddha dikenal adanya 10 alam besar (Dasa Dharma Dhatu) yang dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu :
Kelompok yang tidak tumimbal lahir lagi :
• Alam Buddha (Buddha Dhatu)
• Alam Bodhisattva (Bodhisattva Dhatu)
• Alam Pratyeka Buddha (Pratyeka Buddha Dhatu)
• Alam Arahat (Arahat Dhatu)
Kelompok yang masih tumimbal lahir :
• Alam Dewa (Dewa Dhatu)
• Alam Manusia (Manusya Dhatu)
• Alam Asura (Asura Dhatu)
• Alam Binatang (Triyak Dhatu)
• Alam Setan Gentayangan (Preta Dhatu)
• Alam Neraka (Naraka Dhatu)
• Alam Buddha :
Alam Buddha adalah alam yang maha sempurna. Makhluk yang terlahir di alam ini telah melaksanakan Sad Paramita
dengan sempurna sehingga memperoleh tingkat pencerahan Bodhi yang tiada
taranya (Anutaranya Samyaksambodhi), jasa dan pahalanya telah
berlimpah-limpah serta mempunyai kemampuan membimbing semua makhluk agar
memperoleh kesadaran bodhi. (Jika kemampuannya didalam menolong semua
mahkluk diberi nilai, score:100)
2. Alam Bodhisattva :
Alam Bodhisattva dihuni oleh makhluk yang telah
melaksanakan Sad Paramita dengan baik, tetapi pahalanya belum
berlimpah-limpah dan mempunyai kemampuan untuk menolong dirinya sendiri
serta semua makhluk yang lain agar bebas dari alam sengsara (score :
80-90)
• Alam Pratyeka Buddha :
Makhluk yang dengan usaha dan pengetahuan sendiri telah melatih dan berhasil memutuskan dengan sempurna 12 rantai sebab-musabab yang saling bergantungan (Dvadasanga Pratityasamutpada) akan memperoleh pencerahan Pratyeka Bodhi dan berdiam di alam Pratyeka Buddha (score :70)
4. Alam Arahat :
Alam Arahat dihuni oleh mahkluk yang telah sempurna melaksanakan 4 kesunyataan mulia (Catur Arya Aryasatyani)
dan sempurna pula dalam melaksanakan Sila, Samadhi, Prajna dengan
mengikuti ajaran Samyaksambuddha sehingga mencapai pencerahan Sravaka
Bodhi untuk dirinya sendiri (score:60).
5. Alam Dewa :
Alam Dewa diliputi oleh kegembiraan, usia panjang dan
kemakmuran yang berlimpah-limpah. Makhluk yang dapat dilahirkan di alam
ini, telah sempurna menjalankan 10 perbuatan bajik (DasaKusala Karma) dan melakukan dana demi kepentingan orang banyak (score:50).
6. Alam Manusia :
Alam manusia bersifat derita, tidak kekal dan tanpa
inti (Dukha, Anitya, An-atman) dan setelah mati dapat berproses tumimbal
lahir di salah satu dari 10 besar sesuai dengan karmanya. Untuk dapat
dilahirkan sebagai manusia, makhluk tersebut harus menjalankan Pancasila
dan Dasa Kusala Karma (score:40)
7. Alam Asura :
Makhluk yang dilahirkan di alam Asura ini, tidak
menjalankan Panca Sila dan Dasa Kusala Karma, akan tetapi melatih diri
dengan Samadhi, sehingga memperoleh kekuatan gaib serta penuh dengan
angkara murka. Alam Asura mempunyai nafsu keinginan dan emosi yang luar
biasa, serta mempunyai kesaktian seperti dewa, tetapi alam ini diliputi
dengan kegelisahan, ketidak-tentraman, kemarahan dan jangka waktu
hidupnya lebih panjang dari pada alam manusia. (score:30)
8. Alam Binatang :
Alam binatang diliputi oleh ketidakkekalan, kegelisahan, kebodohan, serta tidak mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya.
Makhluk yang terakhir di alam ini karena semasa hidupnya ia tidak menjalankan Panca-Sila
dan Dasa Kusala Karma, selalu melakukan tindakan yang negatif (Akusala
Karma), tidak dapat membedakan mana yang benar dan salah, tidak
menggunakan akal budi dan tidak mau belajar dharma (sore:20).
9. Alam Setan Gentayangan :
Makhluk yang dilahirkan di alam preta karena dia telah
melanggar Panca Sila dan Dasa Kusala Karma serta pikirannya selalu
diliputi dengan dosa, moha dan lobha (kebencian, kebodohan dan
keserakahan). Alam setan gentayangan penuh dengan penderitaan,
kepanasan, kehausan, kegelisahan dan kelaparan dan jangka waktu hidupnya
lebih panjang dari pada alam manusia (score:10).
10. Alam Neraka :
Makhluk yang dilahirkan di alam neraka karena dia
telah melanggar Panca Sila dan Dasa Kusala Karma, serta pikirannya
selalu diliputi degan kebencian, kebodohan dan keserakahan yang tiada
taranya, semasa hidupnya tidak berbakti dan menyusahkan orang tua.
Demikian juga dengan makhluk yang telah melakukan 5 perbuatan buruk (Pancanantarya-papakarma) akan langung tumimbal lahir di alam neraka (score: 0)
• TANDA-TANDA BERKONTAK RASA DENGAN BERBAGAI ALAM
1. Alam Surga Sukhavati :
Mereka yang semasa hidupnya belajar dan membina diri
dengan metode memasuki lautan samadhi Surga Sukhavati dan semua ucapan,
pikiran, perbuatannya selaras dengan Buddha Dharma, maka sewaktu
menjalani proses kematian, dia akan terbebas dari derta terurainya 4
elemen besar. Tanda-tanda baik berkontak rasa dengan alam Surga
Sukhavati adalah sebagai berikut :
• Hatinya mantap, tidak takut dan idak cemas.
• Mengetahui sebelumnya kapan dia akan wafat (bulan,hari,jam)
• Tekadnya sudah mantap untuk terlahir di surga Sukhavati, tidak melekat pada keduniawian.
• Melakukan persiapan dengan membersihkan diri dan bertukar pakaian.
• Menyebut Namo Amitabha Buddha saat menghembuskan nafas terakhir.
• Duduk bersila dan beranjali, bila saatnya tiba, akan datang utusan dari Surga Sukhavati untuk menjemputnya.
• Ruangan penuh dengan harum wangi-wangian gaib.
• Sinar terang menyinari seluruh badan dan ruangan.
• Terdengar suara musik yang merdu dari langit.
• Meninggalkan syair-syair yang bermanfaat bagi orang lain agar berjalan di jalan Buddha.
Ke sepuluh tanda-tanda ini tidak semuanya muncul pada
diri seseorang, bisa hanya satu, dua, tiga atau lebih tanda yang nampak,
hal ini tergantung dari penghayatannya dalam Buddha Dharma masa orang
tersebut masih hidup.
2. Alam Neraka :
Saat akan tumimbal lahir di alam neraka, badan medio
mendengar suara-suara yang sedih, menjadi tertarik dan mengikutinya,
badan medio akan masuk ke umah batu dan goa berwarna hitam dan putih,
selanjutnya memasuki terowongan yang gelap.
Kemudian akan tertampak gambaran-gambaran yang serba
menyeramkan, bencana angin topan, halilintar menyambar, gunung runtuh,
kebakaran besar, dikejar-kejar binatang buas dan prajurit setan, serta
kondisi neraka panas dan dingin siap dihadapinya.
Tanda-tanda buruk berkontak rasa dengan alam neraka adalah sebagai berikut :
• Melotot pada sanak saudara dan pada suami/istrinya.
• Menghembuskan nafas terakhir dalam kondisi marah, kecewa atau menangis sedih.
• Badan dan mulut berbau busuk.
• Tidur tertelungkup.
• Biji mata bergerak bagai berlompatan dan berwarna merah.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal
dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian,
kemarahan, iri hati, rakus dan berbagai kegelisahan batin yang lain
disertai dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
3. Alam Setan Gentayangan (Preta) :
Alam Setan Gentayangan disebut juga alam setan
kelaparan, karena selalu merasa lapar, tak pernah puas, keinginan tak
bisa tercapai, dia hanay menunggu adanya upacara ulambana atau upacara
persembahan puja makanan yang dilakukan oleh orang suci, barulah ia
dapat makan dan tertolong. Hal ini adalah akibat sifat yang sangat pelit
dan serakah sewaktu masih hidup.
Sebelum tumimbal lahir di alam ini, badan medio akan
tertarik dan mendekati padang pasir atau padang rumput kering dan masuk
kedalamnya. Tanda-tanda buruk berkontak rasa dengan alam preta adalah
sebagai berikut :
• Badan merasa panas bagaikan terbakar.
• Sewaktu meninggal kedua mata terbuka/melek, tidak mau terpejam.
• Mata dan mulut kelihatan kering.
• Selalu merasa haus dan lapar.
• Sering menjilati bibir.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan mennggal
dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian,
kemarahan, iri hati, rakus dan kegelisahan batin yang lain disertai
dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
4. Alam Binatang :
Sebelum tumimbal lahir di alam binatang, badan medio
akan melihat suatu padang rumput yang luas, beberapa goa dan gunung,
jika badan medio tertarik dan masuk ke dalamnya, maka akan tumimbal
lahir menjadi binatang. Tanda-tanda buruk berkontak rasa menjelang ajal :
• Rasa rindu yang sangat pada istri/suami, terus menerus memandanginya dan tidak ingin berpisah.
• Jari-jari tangan dan kaki tertekuk melingkar.
• Seluruh badan berkeringat.
• Suaranya serak dan mulutnya berbau busuk.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal
dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian,
kemarahan, iri hati, rakus dan berbagai kegelisahan batin yang lain
disertai dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
5. Alam Asura :
Badan medio akan melihat hutan kayu yang indah dan 2
roda api berputar mengagumkan, bila tertarik dan mendekatinya, maka akan
segera tumimbal lahir di alam asura. Tanda-tanda berkontak rasa
menjelang ajal.
• Penuh raa tidak puas.
• Ingin memaksakan kehendak dengan menggunakan kekuasaan kekuatan.
• Bagian tenggorokan yang terakhir dinginnya.
• Tidak rela melepaskan harta benda yang ditinggalkan.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal
dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian,
kemarahan, iri hati, rakus dan berbagai kegelisahan batin yang disertai
dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
6. Alam Manusia :
Mula-mula badan medio akan melihat ayah dan ibunya
bermesraan dan bersenggama, bila tertarik dan jodohnya berat ke sebelah
ibu maka akan terlahir sebagai laki-laki, sedangkan bila lebih berat ke
pihak ayah akan terlahir sebagai wanita. Setelah memasuki kandungan ibu,
meskipun menyesal dia tak dapat keluar lagi, segera terbentuklah badan
jasmaninya. Tanda-tanda berkontak rasa menjelang ajal :
• Hati tenang, tentram dan mantap.
• Tiada rasa sakit pada tubuh.
• Merasa rindu kepada ayah dan ibu.
• Merasa kasihan kepada suami/istri dan orang yang dikasihinya.
• Meninggalkan pesan-pesan keluarga.
• Hatinya sujud dan mau menerima Trisarana.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal
dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian,
kemarahan, iri hati, rakus dan berbagai kegelisahan batin yang disertai
dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
7. Alam Dewa :
Badan medio akan mendengar musik kayangan yang merdu,
menampak istana yang indah dan megah, kemudian akan dijemput oleh
bidadari kayangan yang cantik dan dewa petugas yang tampan. Badan medio
merasa bahagia dan gembira, sehingga melupakan dunia dan mengikuti para
dewa menuju alam kayangan. Tanda-tanda berkontak rasa menjelang ajal :
• Hati merasa senang dan gembira.
• Wajah berseri-seri dan sinar mata bening bercahaya.
• Badan tidak berbau.
• Tidak rindu pada harta dan keluarga.
• Timbul niat baik dan rasa welas asih terhadap keluarga.
• Tertawa bahagia menanti datangnya jemputan.
Oleh karena itu usahakanlah sewaktu akan meninggal
dunia dalam keadaan tenang, tentram, lenyapkan semua kebencian,
kemarahan, iri hati, rakus dan berbagai kegelisahan batin yang disertai
dengan melakukan pujian Amitabha Buddha.
5. KEKUATAN GAIB AMITABHA BUDDHA
A. AMITABHA BUDDHA
Kita mengenal adanya Amitabha Buddha berdasarkan sabda
Sakyamuni Buddha yang tercatat didalam beberapa kitab suci, antara lain
: Amitayurdhyana Sutra, Maha Sukkhavativyuha Sutra, Sukhavativyuha
Sutra, dan sutra-sutra lainnya. Ketiga sutra ini adalah sutra pokok bagi
agama Buddha Mahayana aliran Sukhavati/¯Â¤g/Vimalaloka/Tanah Suci (Pure
Land).
Amitabha Buddha dikenal juga dengan nama Amitabha
Buddha, Amida Butsu (Jepang), ªü À±ªû ¦ò (China) atau Amitayus Buddha,
berasal dari bahasa sansekerta yang artinya : a= tidak, mita= ukuran,
abha= cahaya, dan ayus= kehidupan. Sehingga Amitabha berarti Cahaya yang
tak terukur/cahaya tanpa batas/cahaya abadi. Hal ini berkaitan dengan
konsep ruang. Sedangkan Amitayus artinya Kehidupan tanpa batas, yang
berkaitan dengan konsep waktu.
Amitabha/Amitayus Amita Buddha mengandung falsafah
beliau yang telah mengatasi ruang dan waktu, juga merupakan lambang dari
cinta kasih, berkah karunia dan kebijaksanaan yang tak terbatas.
Didalam Maha Sukhavativyuha Sutra dikatakan bahwa
sebelum menjadi Buddha Amitabha, dulunya beliau adalah seorang bhiksu
bernama Bhiksu Dharmakara, yang hidup dijaman Buddha Loke vara-raja,
dimana Bhiksu Dharmakara telah mengikrarkan 48 prasetya agung/janji suci
tentang negeri Buddha-Nya yang akan terwujud apabila Dia mencapai
penerahan sempurna (Amuttara Samyaksambodhi).
Dari sabda Sakyamuni Buddha kita mengetahui bahwa
Bhiksu Dharmakara telah mencapai pencerahan sempurna, dikenal sebagai
Amitabha Buddha ( ªü À±ªû ¦ò ) dan surganya bernama Sukhavati
(Kebahagiaan Yang Terluhur) atau disebut juga Tanah Suci (Pure land/¯Â
¤g /Vimalaloka) yang letaknya di sebelah barat dari dunia
saha.Berdasarkan kenyataaan ini, Sakyamuni Buddha memberikan rekomendasi
kepada umat manusia untuk memuja-Nya dan bertekad untuk bertumimbal
lahir di Surga Sukhavati.
Didalam Vihara aliran Sukhavati, dijumpai gambar/rupa
amitabha Buddha yang diapit oleh bodhisattva Avalokitesvara di sebelah
kirinya dan Bodhisattva Mahasthamaprata di sebelah kanannya,
kadang-kadang dilukiskan pula bersama-sama dengan 25 Bodhisattva
Mahasattva pengikutnya.
Untuk menghormati dan mengikat jodoh dengan Amitabha
Buddha, sesuai dengan prasetyanya yang ke 18 s/d 20, maka dianjurkan
kepada semua makhluk untuk membaca berulang-ulang nama-Nya dengan
gembira dan penuh rasa sujud serta konsentrasikan segenap pikiran,
perasaan dan perbuatan didalam alunan suara : Namo Amitabha Buddha/Namo
Amita Buddha/ Namo Omito-Fo.
Janganlah anda berpikir bahwa melakukan pengucapan
Namo Amitabha Buddha adalah sesuatu hal yang mudah, hanya apabila
rintangan karma kita tidak terlampau besar, barulah hal itu mudah kita
ucapkan. Mereka yang mempunyai rintangan karma yang berat, tak akan
dapat mengucapkannya walaupun mereka ingin melakukannya. Sebagai contoh,
Devadatta, ia hanya mampu mengucapkan Namo saja, rintangan karmanya
begitu besar sehingga tak dapat mengucapkan kata Buddha.
Diantara pembaca pasti ada yang bertanya-tanya,
benarkah dengan hanya mengucapkan Namo Amitabha Buddha ,maka akan dapat
diselamatkan ? Raja Milinda ( kurang lebih 115 SM ) pernah bertanya
kepada Nagasena, bahwa tak masuk akal bila seseorang yang begitu buruk
karmanya dapat diselamatkan jika orang tersebut menyerahkan
kepercayaannya kepada Buddha menjelang kematiannya. Lalu Nagasena
menjawab bahwa bagaimanapun kecilnya sebuah batu, dia akan tenggelam di
dalam air, akan tetapi batu yang beratnya ratusan ribu ton jika
diletakkan di atas kapal, ia akan terapung/ terangkat.
Nagarjuna (100 - 200 M) kembali menyatakan, bahwa ada 2
jalan untuk mencapai ke Buddha-an, yang satu sulit dan yang lainnya
mudah. Yang satu dengan berjalan di atas kaki dan yang lainnya dengan
kapal yang terbesar, juga merupakan cara yang paling mudah, cocok dan
aman untuk siapa saja di jaman berakhirnya dharma ini.
Hyang Buddha bersabda : “Surangama Sutra adalah sutra
pertama yang akan lenyap dari permukaan bumi pada jaman akhir dharma,
kemudian satu persatu sutra-sutra yang lain akan menyusul juga, dan yang
terakhir lenyap adalah Amitabha Sutra. Pada jaman itu, manusia hanya
dapat mengucapkan “Namo Amitabha Buddha”, kalimat inipun akan lenyap
pula, tinggal “Amitabha Buddha”, bila hal inipun telah dilupakan oleh
manusia, maka ajaran Sakyamuni Buddha akan hilag sama sekali dari dunia,
tibalah jaman kegelapan dharma. Setelah itu mulailah kalpa baru dengan
Maitreya Buddha yang datang darii surga Tusita untuk mengajarkan Buddha
Dharma/kesunyataan dharma kepada semua makhluk.”
Karena dipercayai Amitabha Sutra adalah sutra yang
terakhir lenyap, maka kedudukan sutra ini menjadi penting sekali. Master
Zen yang ternama, yakni Yung Ming Sou berkata : “Tanpa Zen dan tanpa
Sukhavati adalah sia-sia, dengan Zen saja tanpa Sukhavati, sembilan dari
sepuluh orang akan menuju jalan yang salah. Tanpa Zen tetapi dengan
Sukhavati, selaksa orang berjalan semuanya akan berhasil. Setelah
bertemu dengan Amitabha Buddha, kesempurnaan dapat dipastikan. Namun
dengan Zen dan Sukhavati seorang ibarat seekor harimau yang bertanduk,
dia akan menjadi guru dharma pada saat itu dan menjadi Buddha pada
kehidupan yang akan datang.”
Sukhavati adalah identik dengan Namo Amitabha Buddha”
dan Zen identik dengan meditasi/dhyana. Mantera untuk memuja Amitabha
Buddha agar kita terlahir di Surga Sukhavati adalah Sukhavativyuha
Dharani :
Namo amitabhaya tathagataya. Tadyatha : Amite
Amitobhave. Amita sambhave.
Amita, bikrana tamkare,
Amita bikranata. Amita gagana kritikare, Svaha.
Amitobhave. Amita sambhave.
Amita, bikrana tamkare,
Amita bikranata. Amita gagana kritikare, Svaha.
B. ALAM SURGA SUKHAVATI
Didalam Sukhavativyuha Sutra, Sakyamuni Buddha
bersabda : “Oh, Sariputra, berlalu dari sini melewati ratusan ribu koti
negeri Buddha (Buddha Ksetra), di penjuru Barat, terdapatlah sebuah alam
yang disebut Surga Sukhavati. Didalam alam tersebut seorang tathagata,
Arahat, Samyaksambuddha yang bernama Amitayus (Amitabha), bertahta,
berdiam dan tinggal di sana membabarkan Dharma.”
“Oh, Sariputra, mengapa alam tersebut disebut
Sukhavati ? Sebab mahkluk-makhluk yang terlahir di alam Sukhavati, tak
ada yang mengalami penderitaan jasmani maupun rohani. Surga Sukhavati
adalah suatu alam yang damai, penuh kegembiraan dan kebahagiaan, usia
panjang tak terbatas, tiada usia tua, tiada penderitaan dan tiada
kesusahan. Oleh karena itu, alam tersebut kuberi nama Sukhavati
(Kebahagiaan Terluhur).
Kebahagiaan dan keindahan di alam Surga Sukhavati itu
tak terukur, tak terjangkau oleh pikiran manusia dan tak dapat
dilukiskan dengan kata-kata, merupakan tempat ideal untuk belajar Buddha
Dharma, sampai tercapainya pembebasan tertinggi (Pencerahan
Sempurna/Anuttara Samyaksambodhi).
Pakaian, makanan dan semua barang-barang yang indah
akan muncul dengan sendirinya seketika makhluk penghuni alam tersebut
menginginkannya, sehingga para Buddha dari 10 penjuru dunia memuji jasa
dan kebajikan dari Amitabha Buddha, serta menganjurkan umat untuk
memujaNya.
“Barang siapa yang mendengar pujian “Namo Amitabha
Buddha”, menerimanya dengan sukacita, ikut mengulang melakukan pujian
dan menyatu didalam batinnya, maka ia akan terlahir di Surga Sukhavati
dengan segala kegembiraan, kebahagiaan, keajaiban serta kegaibannya”.
Didalam Amitayurdhyana Sutra, Sakyamuni Buddha bersabda :
“Tak tahukah engkau oh, Vaidehi, bahwa Amitayus itu
berada tidak jauh dari sini ? Engkau hendaknya memusatkan segenap
batinmu dan bermeditasi dengan sungguh-sungguh dengan alam-Nya”.
Keberadaan Hyang Amitabha Buddha tidak jauh dari kita
semua, Tanah Suci-Nya dilukiskan jauh sekali di kawasan barat, yang
dapat dicapai melalui ratusan ribu kesadaran Buddha, akan tetapi
keberadaannya dapat dirasakan didalam batin mereka yang sungguh-sungguh
bertekad untuk terlahir di sana.
Orang-orang yang bertekad untuk dapat dilahirkan di negeri Buddha, harus dapat mengembangkan 5 rangkaian ini :
• Pagi dan malam selalu melakukan pujian Namo
Amitabha Buddha, bahkan dalam kondisi batin yang bagaimanapun tetap
melakukannya, baik dalam duka, gembira, takut, ragu-ragu, sukses, mulai
berusaha dan sebagainya, senantiasa melakukan pujian Buddha, baik 1x
atau 10x serta bertekad untuk lahir di surga Sukhavati.
• Mereka harus melaksanakan catur bhakti kepada orang
tua dan membantu kehidupannya, melayani dan menghormati para guru dan
sesepuh mereka, penuh kasih-sayang, tidak berprilaku kejam, serta
melaksanakan 10 perbuatan bajik (Dasa Kusala Karma).
• Mereka harus mempelajari, menghayati dan bertekad untuk selalu berlindung menyatu kepada Triratna (Buddha, Dharma, Sangha).
• Mereka harus membaktikan segenap usaha batin pada
pencapaian Bodhi (Pencerahan Sempurna), yakni kepada Hukum Karma,
memepelajari dan melafalkan sutra-sutra Mahayana dan mengajukan serta
mendorong mahkluk lainnya agar bersama-sama menuju pantai bahagia
(Nirvana).
• Melaksanakan 5 pintu smrti : sembahyang, puji, tekad, samadhi/instropeksi diri, penyaluran jasa.
• KESIMPULAN
• SEMANGAT BUDDHA DHARMA DALAM MENOLONG SEMUA MAKHLUK
Cinta kasih dan kasih sayang (maitri-karuna) Hyang
Buddha terhadap semua makhluk adalah demikian luhur, tak terkira dan
tiada batasnya yang diwujudkan dalam maitri, karuna dan prajna. Sifat
inilah yang menjadi landasan semangat Bodhisattva, semangat tanpa pamrih
untuk menolong semua makhluk agar bebas dari lautan sengsara, bebas
dari penderitaan, sampai tercapainya pantai bahagia. Penderitaanmu
adalah penderitaanku, kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku juga. Perbuatan
tersebut di atas, pada hakekatnya merupakan tahap pengumpulan dana
karma baik disertai kesadaran Buddha.
Dalam menjalankan tekad Bodhisattva ini, Hyang Buddha
menggunakan berbagai upaya bijaksana, yang kadang-kadang sulit
dimengerti oleh pikiran manusia biasa yang masih penu dengan ego, dosa,
moha, dan lobha.
Apakah cinta-kasih dan sayang Hyang Buddha terbatas
pada kehidupan sekarang saja ? Tidak, cinta kasih dan kasih sayang Hyang
Buddha tidak terikat oleh ruang dan waktu, selalu abadi, tidak
membeda-bedakan, demikian adanya (tathata). Kondisi karma dari para
mahkluk itu sendirilah yang menciptakan perbedaan-perbedaan, sehingga
dalam menerima karunia sinar cinta-kasih Hyang Buddha yang sama,
hasilnya pun tampak berbeda-beda, sesuai dengan karma mereka
masing-masing.
Didalam Saddharma Pundarika-Sutra bab V, dikatakan
bahwa cinta-kasih dan kasih sayang Hyang Buddha laksana awan tebal yang
menyelimuti bumi, mencurahkan hujan seara serentak dan merata
dimana-mana, membasahi dan menyuburi bumi, segala tanaman, pepohonan,
semak-belukar dan hutan. Semuanya menyerap air hujan sesuai dengan
kebutuhannya menjadi segar dan berkilauan, tumbuh dan berkembang secara
alamiah sesuai dengan jenisnya masing-masing, sehingga hasil panen dan
waktu masak dari berbagai tanaman itupun menjadi berbeda-beda pula.
Banyak manusia diliputi oleh ketidaktahuan (avidya),
sehingga menghasilkan kebodohan (moha), kebecian (dosa) dan keserakahan
(lobha), mereka tidak mengerti dan tidak merasakan semangat cinta-kasih
Hyang Buddha yang demikian agung dan mulia. Mereka selalu mengeluh,
kecewa dan menderita rasa tidak puas yang timbul karena nafsu keinginan
mereka sendiri tiada habis-habisnya. Sungguh sangat menyedihkan.
Semangat Buddha Dharma dalam menolong semua makhluk
adalah bersifat universal, tidak dibatasi oleh agama, suku bangsa,
status sosial dan atribut-atribut khayal duniawi yang lain, bahkan
prasetya mulia-Nya tidak terbatas hanya pada makhluk manusia saja,
melainkan meliputi seluruh makhluk di 6 alam tumimbal lahir, baik itu
alam binatang, preta, neraka, asura, dewa, maupun manusia, semua makhluk
akan ditolongnya agar semua bebas dari siklus penderitaan tumimbal
lahir, sampai tercapainya pantai bahagia Nirvana.
Oleh karena itu, siapapun anda, jangan merasa ragu
untuk mendekatkan diri dan menyampaiakn keluh-kesah anda kepada Hyang
Buddha. Beliau sudah tidak terikat/melekat pada bentuk rupa, dia adalah
hakekat yang sebenarnya, tidak pergi ataupun datang, yang telah
mengatasi ruang dan waktu, di luar arus kehidupan dan kematian.
Kedatangan Hyang Buddha ke dunia saha ini adalah untuk
memberikan berkah karunia, sebagai petunjuk jalan sekaligus
menyelamatkan umat manusia dari kebodohan yang dimilikinya. Tanpa
cinta-kasih dan kasih-sayang Hyang Buddha, manusia sulit untuk memahami
dharma yang sangat halus dan lembut serta tidak terkira dalamnya, hanya
dengan melalui jalan Buddha Dharma, manusia dapat mencapai Pencerahan
Sempurna.
Keragu-raguan merupakan rintangan batin yang sangat
besar, sehingga walaupun sudah mendengar, mengetahui kebesaran dan
kebenaran Buddha Dharma, namun manusia tetap merasa sulit untuk percaya
dan melaksanakan ajaran Hyang Buddha dalam praktek kehidupan nyata
sehari-harinya.
Bagaimanapun bagusnya suatu ajaran dan besarnya rasa
welas asih Hyang Buddha kepada anda, adalah sia-sia belaka dan kosong
adanya jika tidak dipraktekkan, karena hal itu tidak akan membawa
kemajuan, manfaat dan perubahan, maka keputusan terakhir tetap berada di
tangan diri anda sendiri, apakah anda mau mengikuti, meyakini dan
melaksanakannya ? Hanya anda sendiri yang dapat menjawabnya.
Beberapa Prasetya Agung :
1. Amitabha Buddha :
“Siapa yang menyebut nama-Ku dengan penuh sujud, dan
bersungguh-sungguh hati ingin terlahir di negeri Buddha-Ku, jika akau
tidak dapat menyeberangkannya, maka aku tidak akan menjadi Buddha”. (Maha Sukhavativyuha Sutra)
2. Avalokitesvara Bodhisattva :
“Jika terdapat makhluk-makhluk yang menderita
kesedihan yang tak tertangguhkan, mereka menyebut nama-Ku, jika aku
tidak dapat menolongnya, maka aku tidak mau menjadi Buddha”.
“Jikalau dalam kesukaran, dengan penuh sujud memuja
nama-Ku, Aku akan segera memperhatikan suara mereka, maka terbebaslah
penderitaanya”. (Saddharma Pundarika Sutra bab XXV).
3. Ksitigarbha Bodhisattva :
“Jika neraka belum kosong aku belum mau menjadi Buddha”.
“Jika aku tidak pergi ke neraka untuk menyelamatkan makhluk-makhluk yang berada di sana, siapa yang akan pergi ke sana ?.
“Jika semua makhluk sudah terselamatkan barulah aku mau mencapai kebodhian”. (The Sutra of The Past Vows of the Earth Store Bodhisattva)
• BANGUN TIDUR BERBUAT DAN MATI DI DALAM BUDDHA
Apakah menjadi umat Buddha yang saleh cukup hanya dengan percaya dan melakukan sembahyang (tancap hio) saja ?
Itu sama saja dengan kita mempunyai makanan,
memandanginya dan tahu bahwa makanan tersebut dapat mengenyangkan perut
serta diperlukan oleh tubuh jasmani, tapi kita tidak melakukan aktifitas
makan, lalu apakah kita menjadi kenyang karenanya ? tentu saja tidak
kenyang bukan ?
Oleh karena itu, bila kita ingin merubah kondisi hidup
kita ke arah yang lebih baik, lebih bahagia dan lebih makmur, tidak
cukup hanya dengan yakin, bersembahyang dan mempelajari Buddha Dharma
saja. Disamping mengerti dan menghayati Buddha Dharma, kita harus
melaksanakannya dalam wujud perbuatan/praktek nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Ini adalah kunci yang terpenting, tetapi justru paling
banyak dilupakan oleh umat manusia itu sendiri.
Kita mengharapkan kondisi berubah, tetapi kita tidak
melakukan aktifitas yang berarti untuk mengubah kondisi tersebut, apakah
hanya dengan berharap, merenung, dan berkhayal saja akan terjadi
perubahan ? Bukanlah hal ini berarti mengingkari hukum sebab-akibat ?
Jika tidak ada sebabnya bagaimana pun akan muncul akibatnya ? Jika tidak
ada awal, bagaimana dapat terbentuk akhir ?
Bukan berarti sembahyang tidak ada manfaatnya.
Sembahyang adalah awal dapat disebut menciptakan kondisi atau jodoh.
Melaksanakan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari adalah sebab. Dan
memperoleh kegembiraan, kesuksesan atau kebahagiaan adalah
hasilnya/buah.
Mulailah aktifitas sehari-hari dengan bangun secara
Buddha artinya begitu bangun kita harus sadar dan berikan waktu kurang
lebih 10 menit untuk berdoa memotivasi diri sendiri dengan tekad yang
baik, dan bermeditasi dengan menyebut Namo Amitabha Buddha sebanyak 10
kali, setelah itu barulah melakukan kegiatan sehari-hari baik itu makan,
membaca, belajar, bekerja dan sebagainya. Lakukanlah dengan penuh
kesadaran, selalu ingat kepada perbuatan Buddha, selanjutnya akhirilah
aktifitas, timbulkan perasaan menyesal dan bertobat jika membuat
kesalahan serta berjanji untuk merobahnya setelah melakukan pujian Namo
Amitabha Buddha barulah kita tidur dalam kesadaran Buddha. Untuk dapat
melaksanakan hal ini dengan baik, sudah tentu kita harus menerima
Trisarana dan belajar meditasi dalam pujian Buddha (masuk agama Buddha).
Dengan melakukan hal ini secara terus-menerus, maka
bila saat kematian tiba, niscaya kondisi kita sudah siap untuk menjalani
fase terakhir dalam hidup kita, yakni mati didalam hembusan nafas
Buddha, langsung menuju alam Surga Buddha.
Demikianlah tulisan ini kami akhiri, semoga anda dapat
mengambil manfaat dari arti tersirat didalam kata-kata, dan bukannya
terpaku pada bentuk suratnya.
Sad Paramita : artinya 6 perbuatan kesempurnaan agung, yaitu (1)
kemurahan hati (dana); (2) disiplin moral (sila); (3) kesabaran
(ksanti); (4) semangat ketekunan untuk maju (virya); (5) meditasi
(dhyana) dan (6) kebijaksanaan (prajna)
• Adanya Avidya (kegelapan bathin/ketidak-tahuan) akan menimbulkan Samskara (bentuk-bentuk karma/perbuatan)
• Adanya Samskara akan menimbulkan Vijnana (kesadaran)
• Adanya Vijnana akan menimbulkan Namarupa (rohani dan jasmani)
• Adanya Namarupa akan menimbulkan Sadayatana (6 landasan indra)
• Adanya Sadayatana akan menimbulkan Sparsa (kontak/sentuhan)
• Adanya Sparsa akan menimbulkan Vedana (perasaan)
• Adanya Vedana akan menimbulkan Trisna (kegemaran/kegiuran)
• Adanya Trisna akan menimbulkan Upadana (kemelekatan)
• Adanya Upadana akan menimbulkan Bhava (penjelmaan)
• Adanya Bhava akan menimbulkan Jati (kelahiran)
• Adanya Jati akan menimbulkan jaramarana (usia tua dan mati)
• Adanya Dukha (derita)/ Dukha Aryasatya
• Sebab Musabab timbulnya Dukha/Dukha Samudaya Aryasatya
• Terhentinya Dukha/Dukha Nirodha Aryasatya
• Jalan untuk menghentikan Dukha/Marga/Dukha Gamini Pratipad Aryasatya
• Tidak membunuh
• Tidak mencuri 3 karma dari tubuh
• Tidak berjinah
• Tidak berbohong
• Tidak berkata buruk 4 karma dari mulut
• Tidak berkata kasar
• Tidak memfitnah
• Tidak serakah (lobha)
• Tidak benci (dosa) 3 karma dari pikiran
• Tidak bodoh (moha)
Panca Sila adalah sila pokok yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh
umat Buddha yang saleh, ke 5 sila ini adalah : (1) dilarang membunuh (2)
dilarang mencuri (3) dilarang berjinah (4) dilarang berdusta (5)
dilarang kehilangan kesadaran diri/bermabuk-mabukan.
Perbuatan
buruk adalah 5 karma buruk yang akan menghasilkan akibat langsung
digolongkan dalam kategori karma berat, karena jika hal ini dilakukan
akan langsung jatuh ke dalam alam neraka. Ke 5 perbuatan ini adalah (1)
membunuh ibu atau ayah (2) membunuh guru(3) membunuh seorang arahat(4)
memecah belah sangha (5) melukai Sang Buddha
Terima kasih banyak teman...
BalasHapussaya berharap saya bisa melihat papa saya sekali lagi. saya amat merindukannya, saya mohon berikan saya petunjuk terbaik parita apa yang saya musti lafalkan setiap hari untuk buat ayah saya bahagia dialam sana?
BalasHapusmohon beritahukan dengan mengirim saya email di : budimayang92fix@gmail.com . terimakasih
BalasHapus