Pages - Menu

Pages

Jumat, 25 Juli 2014

SIWA PURANA II

SIWA PURANA II


Cerita tentang Vajraangga

Kemudian Suta melanjutkan bercerita lagi tentang Vajrangga.
            Diti adalah istri Prajapati Kashyapa. Ia memiliki Vajrangga yang membuat Indra terpenjara. Tetapi Brahma dan yang lainnya meminta agar Indra dilepaskan. Vajrangga sebenarnya adalah orang yang satwika. Ia diajarkan jnaana sama seperti Brahma. Vajraanga menikah dengan Varaangi. Suatu hari Varaangi melayani suaminya dengan sangat baik dan suaminyapun memintanya untuk meminta anugerah. Ia meminta seorang putra yang akan membuat Dewa Wisnu (Hari) bersedih dan mampu menguasai ketiga dunia. Kemudian Vajraanga melakukan tapasya. Varaangi melahirkan seorang putra. Kashyapa memberinya nama Taraka. Ia diajarkan menjadi seorang raksasa yang tangguh baik oleh ibu maupun neneknya. Ia mewarisi kesaktian dari para leluhurnya dan iapun kemudian melakukan tapasya. Karena pengabdian dan juga tapasyanya, ketiga dunia mulai berguncang. Brahma muncul. Taraka meminta sebuah anugerah bahwa ia tidak akan bisa dibunuh oleh Dewa Siwa maupun Dewa Wisnu. Hanya ia yang terlahir dengan kesucian yang amat tinggi yang akan bisa membunuhnya. Tidak mampu mengatakan atau melakukan apapun, Brahma mengabulkan permohonan Taraka itu.
            Taraka mengalahkan Kubera, mengalahkan Chandra, menakuti Yama dan mengusir Indra dari Sabhanya. Semua dewa memohon perlindungan dari Brahma. Brahma menyuruh mereka menemui Wisnu. Mereka setuju dan kemudian mencari cara untuk membujuk Siwa untuk memiliki putra. Hanya Menaka, yang adalah istri Himavan yang bisa membantu. Mahamaya telah bersumpah bahwa jika Daksha bersikap kasar padanya atau pada Dewa Siwa ia akan terlahir menjadi putri Himavant. Semua meminta pertolongan Himavan.
            Himavan sangat berbakti pada Tuhan dan sangat disiplin. Ia mengambil Menaka sebagai istri dan mereka hidup berbahagia dan harmonis. Para dewa memuja dampatya (bersuami-istri dengan bahagia) mereka dan meminta mereka untuk melahirkan seorang putri. Pasangan ini melakukan tapasya setelah melalui sebuah inisiasi. Adishaktilah yang dipuja. Ia bermanifestasi dan memberikan anugerah bahwa mereka akan memberi mereka putra terlebih dahulu dan kemudian Ia akan berinkarnasi sebagai putrinya.
           
            Kelahiran Parwati
            Segera setelah Menaka diberkahi dengan seorang putra, Ia diberinama Mynak. Kemudian Menaka hamil kembali. Walaupun hamil, ia nampak bercahaya. Segalanya dijaga agar ia bahagia dan merasa nyaman. Ketika putri mereka lahir mereka sangat bahagia. Langit amat cerah dan para dewa memainkan musik yang indah. Para Gandharwa menyanyi. Apsara menari. Para dewi-dewi menyanyikan lagu tentang keagungan Ibu Mulia.
            Ibu Mulia terlahir sebagai seorang putri. Ia diberi nama Kali karena kulitnya yang gelap namun bercahaya. Ia adalah putra Parvata (gunung). Ia kemudian diberinama Parwati. Ia bermain dengan anak seusianya dan kemudian iapun mendapatkan pelajaran dari seorang guru.
            Suatu kali Narada mendatangi Himavant yang menerimanya dengan penuh penghormatan. Ayah yang sedang berbahagia ini meminta Narada untuk memberitahu mereka tentang masa depan putrinya. Narada sangat bahagia mendapatkan kesempatan menyentuh telapak tangan bayi mungil itu, untuk melihat masa depannya. Narada memberitahu orang-tua bayi itu bahwa putri mereka kelak akan berjodoh dengan Paramashiwa dan kemudian ia akan dikenal dengan nama Ibu Mulia. Tetapi Himavant khawatir. Bagaimana seorang Yogi dan juga seorang bujang menikah? Bagaimana Dewa Siwa bisa tertarik dengan seorang wanita, menikah dan menjalani hidup biasa?
            Kemudian ada juga keraguan lain. Anggap saja ia bisa melakukan semuanya, menikah dan yang lainnya, tetapi bagaimana ia bisa melupakan Dakshayani?
            Narada mengetahui keraguan Himavant, iapun tertawa. Sang rsi meyakinkan bahwa apapun yang terjadi di masa lalu mengarah akan perkawinan Dewa Siwa dan Parwati di masa depan.
            Setelah Narada pergi pasangan suami sitri ini mengajak putri mereka untuk memuja Dewa Siwa. Pada saat yang tepat, mereka membawa Dewi Parwati menemui Pashupati.

Kelahiran Kuja
            Karena merasakan kesedihan yang mendalam berpisah dengan Dakshayani, Dewa Siwa melakukan tapasya. Dari tetes keringat dari dahinya, seorang bayi terlahir dengan empat tangan, mengeluarkan cahaya merah yang menarik perhatian. Karena Dewa Siwa masih bersedih maka Ibu Bumi yang memberinya susu. Melihat hal ini, Dewa Siwa tersenyum dan meminta agar ialah yang membesarkan bayi itu.
            Bayi ini kemudian menjadi dewasa dan bernama Bhauma yang kemudian pergi ke Kashi dan memuja Siwa. Siwa memberkahinya dan memintanya untuk pergi ke Sukra Loka dan menjadi satu dengan sembilan planet. Kemudian muncullah Bhauma yang juga dikenal sebagai Angaraka, Mangala dan Kuja.
            Ketika Dewa Siwa kembali ke Himalaya, Himavant memujanya. Ia meminta ijin darinya untuk meninggalkan putrinya, Parwati. Ia ingin memuja Siwa. Siwa tidak setuju dan memberitahu hal ini pada Parwati. Tapi Parwati tidak buru-buru menjawab. Ia mmberitahu Siwa bahwa ia tidak berada diatas Prakurti. Prakurti bukanlah ilusi. Jika memang seperti itu, semua perenungan, semua tapasya harus dihentikan. Purusha tidak bisa berdiri sendiri tanpa Prakurthi.
            Kemudian Siwa mengatakan bahwa Ia hanya menggodanya. Ia bahagia mendengar penjelasan Parwati. Ia kemudian mengijinkannya menyiapkan kebutuhan tapasyanya.
            Walaupun Parwati telah menjaga Siwa dan semua kebutuhannya, tidak ada keinginan atau benih hasrat apapun diantara mereka. Parwati sedikit kecewa karena ini melukai egoismenya (ahamnya) tetapi ia tetap melakukan tugasnya dan melupakan keegoisannya.
            Waktu semakin lama berlalu, para dewa tidak sabar lagi. Mereka ingin pasangan ini melahirkan putra sehingga Taraka akan mati dan semuanya kembali baik.
            Indra mengirimkan Manmadha dan membujuknya untuk menemui Dewa Siwa dan membangkitkan hasratnya dengan panah bunganya. Madan (Manmadha) juga mengajak Vasanta dan juga istinya Rati dengan sebuah kereta yang ditarik oleh burung kakaktua.
            Dewa Siwa sedang melakukan tapasya di Oshadha prasta (tempat dimana tumbuh-tumbuhan obat tumbuh). Vasanta diminta untuk mengatur suasana agar indah untuk membangkitkan hasrat Dewa Siwa. Parwati datang ke tempat itu bersama dengan para pelayannya. Semua kecantikan alam sekitar bahkan tidak sebanding dengan sedikit kecantikan Parwati. Madan sendiri sangat terpesona dengan kecantikan Parwati.
            Kemudian Madan menembakkan panahnya. Dewa sangat terkejut karena ada yang mengganggu tapasyanya. Dalam waktu singkat, ia bisa melihat alasan kenapa Madan menembakkan panahnya – Kaama baan.
            Sangat bahagia karena panahnya mengenai sasaran, Madan menembakkan panah bertubi-tubi. Dewa Siwa sadar dari tapasyanya, maka panah bunga itu tidak bisa mempengaruhinya. Madan bisa melihat akhir hidupnya telah datang. Ia berdoa pada siapa saja yang bisa membantunya. Tetapi lirikan dari mata ketiga Dewa Siwa adalah tanda yang cukup bagi Madan. Dalam sekejap, Madan telah terbakar menjadi tumpukan abu. Rati menangis dengan pilu. Para dewa semua datang ke tempat itu. Rati disarankan agar menyimpan abu Madan pada ujung sarinya oleh para dewa sehingga jika Dewa Siwa berkenan, Ia bisa menghidupkan Madan kembali. Ia menyimpan abu itu pada sarinya.
            Para dewa membawa Rati menghadap Dewa Siwa dan berdoa serta memohon padanya. Kemudian Dewa Siwa berkenan dengan doa Rati dan iapun berkata bahwa Madan akan terlahir sebagai Pradyumna sebagai putra Rukmini dan Sri Krishna ketika Wisnu berinkarnasi sebagai awatara. Sampai saat itu Madan tidak akan memiliki tubuh. Setelah Pradyumna lahir ia akan mengalami kecelakaan. Rati juga harus berada di kota Sambashiva. Setelah mengatasi kecelakaan yang menimpa dirinya, Pradyumna akan membunuh Sambhava dan kemudian pasangan ini akan hidup bahagia selamanya.
            Setelah membakar Manmadha, api dari dahi Siwa tidak padam. Brahma mendekat. Ia mengarahkan api itu menuju lautan dimana api ini akan menjadi api bawah laut. Berada ditengah dalamnya laut maka api ini tidak akan membahayakan dunia.
            Parwati melihat Madan rubuh dan menjadi setumpukan abu yang sampai kerumahnya. Parwati sangat bingung. Ia menemui kedua orang-tuanya dan semua orang dan tanpa henti ia mengucapkan nama Siwa, Siwa, Siwa.
            Indra, yang mengirimkan Madan untuk memanah Siwa juga mengirimkan Narada untuk menemui Parwati. Ia kemudian menyarankan pada Parwati agar ia melakukan tapasya, hanya dengan cara seperti itulah Dewa Siwa bisa didekati.
Tidak ada kecantikan apapun yang bisa menarik perhatiannya. Ia hanya tertarik dengan kecantikan spiritual. Atas permintaan parwati Narada memberikannya mantra Panchaksari Siwa dan iapun menghilang.
            Parwati memulai tapasyanya yang kusyuk untuk memuja Siwa. Ia mengatur  tubuhnya agar bisa melalui berbagai yoga. Ia tidak makan. Perlahan semua makhluk disekelilingnya berhenti memakan daging. Mereka semua menjadi Satwik. Tetapi Siwa tidak berkenan. Himavant dan Menaka datang menemui putrinya. Mereka meminta putrinya untuk pulang, tetapi Parwati tidak mau mendengarkan. Himavant sangat terkejut dengan keteguhan niat putrinya. Setelah mmeberinya berkah, mereka berdua pergi. Ketiga dunia bergetar. Dengan dipimpin oleh Indra, para dewa pergi ke Kailasha. Mereka memohon pada Kailashpati Siwa untuk memberi mereka putra yang akan menghancurkan raksasa Taraka yang jahat. Sampai saat itu terjadi maka mereka tidak akan pernah meresakan kedamaian.
            Dewa Siwa berkata bahwa ia tidak akan pernah mengecewakan pemuja-Nya. Tujuh rsi dikirim untuk menemui Parwati. Mereka kembali pada Siwa dan menceritakan pada Siwa bahwa ia sedang menjalani tapasya selama enam ribu tahun. Parwati dan Siwa adalah dewa-dewi yang adalah tapaswis dengan tingkatan yang tertinggi, mereka harusnya saling memiliki. Tujuh rsi mengatakan, hanya penyatuan fisik keduanya yang bisa menyelamatkan dunia dan kebenaran dari raksasa jahat Taraka. Dewa Siwa sendiri ingin menguji Parwati.
            Parwati mulai putus-asa dan menyiapkan api untuk membakar dirinya. Kemudian Dewa Siwa muncul dengan menyamar menjadi seorang Brahmana. Parwati melayani Brahmana ini dengan baik. Ia kemudian bertanya siapakah dirinya. Ia kemudian menjawab bahwa ia hanyalah seorang tapaswi yang mengembara untuk membantu orang yang membutuhkan. Dewa Siwa memintanya menceritakan dirinya. Parwati menceritakan semuanya dan kemudian ia mengatakan bahwa ia ingin membakar dirinya. Ia menceburkan diri ke dalam api tetapi api itu sama sekali tidak membakar dirinya tanpa melukainya sedikitpun. Parwati terkejut, Brahmana itupun memintanya melupakan Siwa. Ia adalah dewa penghancur, penghuni kuburan dan dewa pengembara tanpa tempat tinggal yang jelas.
            Parwati memandang sang brahmana dengan rasa marah. Ia menyalahkannya brahmana karena berkata yang tidak baik tentang Dewa Siwa. Siwa Ninda (menyalahkan dan menghina Dewa Siwa) adalah dosa. Karena ia adalah seorang Brahmana Parwati masih menghormatinya. Kemudian Brahmana ini memperlihatkan dirinya sebagai Dewa Siwa. Karena malu, Parwati memujanya, menyembahnya. Dewa Siwa mengatakan bahwa ia sangat berkenan dengan yang Parwati lakukan. Dewa Siwa memberitahunya bahwa ia akan menerimanya sebagai pasangannya. Parwati meminta Dewa Siwa untuk meminangnya kepada kedua orang-tuanya.
            Dewa Siwa menuju kota dimana Himavanta tinggal dengan menyamar sebagai seorang penari. Dalam penyamarannya itu Siwa adalah seorang aktor yang hebat dan ia sangat terpukau oleh Siwa. Menaka sangat terkesan dengan penari itu dan ia memberinya secawan permata langka. Siwa berkata bahwa ia tidak menginginkan permata atau perhiasan terkecuali permata perawan. Menaka menjadi agak gusar. Pada saat itu, Siwa muncul dan menunjukkan Bhawanya. Kemampuannya dalam bidang menari, sebagai aktor membuat orang-tua Parwati setuju dengan pernikahan itu. Setelah itu Dewa Siwa pergi.
            Setelah ia pergi, pasangan ini merasa bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Himavant merasa sangat gelisah. Tetapi ia setuju dan mengijinkan putrinya menikah dengan Siwa. Ia akan mendapatkan moksha. Bersamanya pengikutnya dan seluruh Himalaya akan menuju ke Kailasha, yang akan menyebabkan terjadinya bencana. Hingga penciptaan berikutnya, semuanya tidak akan kembali.
            Para dewa menemui Brihaspati. Mereka meminta agar Brihaspati mempengaruhi Himavan dengan menjelek-jelekkan Siwa. Ketika Brihaspati menolak, mereka menemui Brahma. Ia berkata ini adalah hal yang tidak bisa ia lakukan. Kemudian Ia menyarankan agar mereka menemui Siwa, dan menyalahkannya atas apa yang telah terjadi. Para dewa mencapai Kailasha bersama dengan Brahma. Siwa mendengar hal ini, iapun tersenyum dan meminta mereka pergi.

Siwa bertemu dengan Himavant dengan
menyamar menjadi seorang vaishnawa

            Pada saat para dewa meninggalkan Siwa mereka menemui Himavant. Ia mengenakan baju berbahan sutra yang sangat indah berwarna kuning. Ia mengenakan batu salagram di  lehernya dan terus-menerus mengucapkan nama Wisnu.
            Ia mengatakan pada Himavant bahwa tidaklah adil membiarkan putrinya menikah dengan dewa yang tidak memiliki rumah atau tanah. Ia tinggal di kuburam tanpa ditemani siapapun. Dan lagi Dewa Siwa hanyalah seorang pengembara.
            Himavan kemudian berpikir. Menaka amatlah khawatir. Ia ingin pergi dan membawa putrinya pergi mengembara kemana saja daripada membiarkan Siwa menjadi menantunya. Kemudian iapun menangis menuju peraduannya.

                                    Tujuh rsi memberikan nasehat pada Himavant
            Siwa kembali ke Kailasha dan memikirkan tentang tujuh rsi (Sapta Rsi) yang seharusnya mendatanginya. Mereka kemudian datang kesana dan menyinggung tentang perkawinan putri Himavan. Himavant kemudian mengatakan bahwa perkawinan itu hanyalah akan diputuskan oleh para wanita. Kemudian Himavan merasa dipojokkan. Himavant mulai memberikan alasan kenapa ia tidak mengijinkan ia menikah dengan Dewa Siwa.
            Ketujuh rsi mengatakan adalah hal yang wajar apabila seorang ayah mempelai wanita khawatir. Mereka merasa sangat sedih dan tidak memiliki jalan keluar. Wasista kemudian menceritakan tentang cerita Aranya.
                                   
                                                 Cerita tentang Aranya

            Karena Himavant adalah penguasa gunung. Aaranya adalah penguasa hutan. Ia adalah putra dari seorang raja yang bernama Mandaranya yang adalah keturunan Indrasavarni. Ia memerintah tujug pulau. Dengan maharshi Bhrugu sebagai gurunya, ia melakukan seratus yajna. Semua dewa dan para bidadari datang dan memintanya mengganti Dewa Indra tetapi ia tidak mau. Ia memiliki lima istri dan sepuluh putra, namun hanya memiliki satu putri saja. Ia bernama Padma. Ia adalah gadis yang paling cantik. Adalah seorang maharshi yang agung yang bernama Pippalada. Sang rsi sangat kagum melihat dewa yang saling berpasangan sehingga timbul niatnya untuk menjalani kehidupan berumah-tangga (grihasta). Ia melihat Padma, dan ia sangat terpesona iapun kemudian menemui Aranyaka untuk memohon agar ia bisa menikahi putrinya.
            Bagi seorang raja, perintah seorang Brahmana adalah sangat kuat dan sama dengan perintah Dewa Siwa sendri (Shivaajna). Ketika sang raja terdiam, brahmana ini mengancam akan menghancurkan seluruh kerajaannya. Kelima ratu khawatir bagaimana pertapa yang tua ini akan menjadi pasangan yang tepat bagi putri mereka yang masih sangat muda dan sangat bersemangat dalam hidupnya.
            Aranya menghadap gurunya, penasehatnya yang bijaksana dan juga para tetua kerajaan. Para ratu juga memohon nasehat dari mereka. Mereka menyarankan daripada melihat ketujuh pulau kerajaan hancur karena kemarahan sang rsi akan lebih baik bagi sang raja apabila ia memenuhi keinginan sang rsi. Nasehat yang bijak ini diterima sang raja dan pernikahan itupun dirayakan dengan meriah.
            Setelah mendengarkan cerita dari Rsi Wasista, Himavan memohon pada sang rsi untuk menceritakan apa yang akan terjadi pada Padma setelah pernikahan itu.
            Rsi Wasista menceritakan bahwa Padma baik-baik saja bahkan ia amat termasyur karena pengabdian dan ketulusannya pada suaminya (paativratya).
            Wanita yang menikah dengan rsi dan juga orang suci adalah wanita yang mendapatkan berkah. Padma adalah seorang istri yang cantik, pengasih dan juga sangat setia.
            Suatu hari ia pergi ke air terjun untuk mandi. Dharmadevta muncul dengan menyamar menjadi seorang raja dan sangat kagum melihat kecantikan Padma. Ia memintanya menjadi pasangan hidupnya dan menjanjikan semua yang ia miliki untuk sang raja. Tetapi Padma adalah orang yang menjunjung kebenaran. Ia menolak permintaan itu. Ketika ia bersikukuh dan memaksa iapun mengutuknya agar ia tenggelam.
            Dharma sangat terkejut. Ia kemudian memperlihatkan wujudnya yang sebenarnya. Ia memuji kesetiaan Padma pada suaminya. Padma meminta ampun karena ia telah mengutuk tanpa mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya. Sang Dharma khawatir bahwa penciptaan yang terjadi di dunia ini tanpa dilandasi oleh Dharma yang kuat. Walaupun ia tidak bisa menarik kembali kutukan yang ada, ia bisa mengubahnya sedikit. Pada jaman Krita Yuga, Dharma dikatakan akan memiliki empat kaki, pada jaman Treta yuga maka Dharma akan memiliki tiga kaki, dan pada jaman Dwapara akan memilki dua kaki. Dan pada jaman Kaliyuga Dharma akan memiliki hanya satu kaki saja. Tetapi pada siklus berikutnya ketika Kritayuga datang, dharma akan kembali normal dengan keempat kakinya.
            Sebagai balasannya Dharma devta memberkahi suami Padma dengan kekuatan, awet muda dan juga keberanian. Ia akan abadi dan akan lebih kaya dari Kubera, lebih berani daripada Indra, ia akan lebih berbakti pada Dewa Siwa daripada Dewa Wisnu dan ia akan lebih banyak memiliki prestasi daripada Kapila, lebih bijaksana daripada Brihaspati, guru para bidadari.
            Karena anugerah ini, maka Padma memiliki umur yang panjang, ia bahagia dan sangat berbakti dengan semua keinginannya terpenuhi.
            Setelah mendengar cerita ini dari Wasista, Himavant dan Menaka menyetujui pernikahan Dewa Siwa dengan Parwati. Para rsi mengabarkan berita bahagia ini pada Shambu dan kemudian mereka minta diri untuk kembali pulang.
            Kemudian Suta Muni menceritakan pada para orang suci dan para rsi kejadian yang berhubungan dengan perkawinan Dewa Siwa dan Parwati, bagaimana Dewa Siwa mengubah dirinya menjadi seorang mempelai laki-laki yang sangat berwibawa, persiapan yang sangat baik dan juga ritual tradisional diadakan dengan sangat baik.
            Ketika Dewa Siwa sangat berbahagi, Ratipun, istri Manmadha datang menghadap dan memohon agar suaminya dihidupkan kembali. Siwa sangat tersentuh dan iapun melirik tumpukan abu yang dibawa oleh Rati. Saat berikutnya Madan telah muncul dan hidup kembali dalam keadaan yang sangat baik.
            Pada cerita itu Suta Muni menceritakan banyak sekali tentang perilaku bersuami istri yang baik.

Kamesh di Kailasha
            Kembali ke Kailasha dengan istrinya Parwati, Dewa Siwa merasa sangat bahagia.
            Para dewa dan juga bidadari merasa khawatir. Mereka menginginkan agar Dewa Siwa dan Parwati segera berputra, yang akan membunuh raksasa Taraka. Tetapi Dewa Wisnu menghibur mereka. Ia juga memberitahu mereka bahwa mereka mungkin harus menunggu selama beribu-ribu tahun.
            Dewa Wisnu memasuki peraduan Dewa Siwa. Para dewa semua mengikutinya. Dewa Siwa keluar dan mengatakan pada mereka bahwa mereka harus menunggu sebentar lagi. Atas desakan para bidadari Agni menyamar sebagai seekor burung merpati dan menelan ejakulasi Dewa Siwa.
            Setelah Parwati sadar dengan apa yang terjadi, iapun mengutuk semua bidadari bahwa mereka tidak akan pernah memiliki keturunan. Ia juga mengutuk Agni (api) yang telah menelan benih Dewa Siwa bahwa ia akan menjadi melalap segalanya (membakar) dan juga akan mengalami penderitaan. Akhirnya Dewa Siwa dan Parwati keluar dari peraduan mereka.
            Karena semua dewa telah berbagi buah-buahan dari ritual untuk Dewa api maka semuanya mengalami rasa sakit dan muntah-muntah. Ketika mereka memohon petunjuk dari Dewa Siwa, Ia meminta nasehat Narada. Narada kemudian menyarankan agar muntahan yang akan dikeluarkan bisa dimuntahkan pada para wanita yang mandi dengan air dingin pada saat musim dingin. Ketika para istri ingin mandi, Arundhati mencoba untuk menghalangi mereka. Tetapi keenam istri rsi ini mandi dengan air yang dingin dan benih Agni memasuki mereka melalui pori-pori kulit mereka. Mereka seketika itu juga hamil, padahal suami mereka tidak ada di rumah. Tidak mampu menahan sinar matahari yang tajam mereka meminta bantuan Dewa Vayu (angin). Dewa Vayu meniup benih-benih itu ke sungai Gangga. Dengan terkirimnya hawa panas menuju sungai,sungaipun menjadi panas. Benih-benih ini tercerai berai dan hingga mencapai semak-semak. Benih-benih itu menjadi seorang anak (pada hari keenam) bulan Marghashirsa.
            Saat bayi itu tergeletak disemak-semak Wiswamitra kebetulan lewat disana. Bayi ini memintanya untuk melakukan karma weda yang berhubungan dengan kelahiran. Tetapi Rsi Wiswamitra menolak melakukan yadnya ini karena ayahnya adalah seorang Kshatriya yang bernama Gaadhi dan ia bukan seorang brahmana. Tetapi kemudian ia akan menjadi purohitanya tetapi ia harus merahasiakannya. Dengan berkah Kumaraswami, Wiswamitra  memiliki pengetahuan tentang Ketuhanan dan juga kebijakan.
            Setelah ritual itu usai, iapun diberinama dan dibanyakan peruntungannya. Agni datang dan mencium bayi itu. Ia memberkahi bayi itu dan memberinya senjata, shakti. Anak bayi yang mengambil senjata itu menuju ke sebuah bukit, ia memotong ujung bukit itu hingga jatuh ke tanah.
            Taraka tahu bahwa Kumaraswami telah mengirimkan pasukan yang amat besar untuk membunuhnya. Tetapi puncak bukit yang telah dipukul oleh Kumara telah jatuh dan menghancurkan pasukan ini. Suara puncak bukit yang jatuh telah menciptakan suara yang menggelegar di tiga dunia. Dewa Indra datang dan melihat Kumara yang telah menjatuhkan puncak bukit. Ia memukul Kumara pada bagian kanan. Darisana muncullah Shaaka terlahir. Kemudian Indra menghantamnya di bagian kiri darisanalah muncul Vishakha. Pasukan para dewa sangat ketakutan.
            Indra, bingung ia memukul Kumara pada bagian dada. Sosok yang amat shakti muncul. Semuanya menyerang Indra. Brahma datang dan menenangkan Kumara.
            Kemudian istri keenam rsi- masing-masing meminta putra. Kumara amat mengerti akan hal ini, dan iapun mengubah dirinya hingga memiliki enam muka. Keenam ibu ini memanggil Kritika agar mengambil Kumara.
            Saat itu Parwati sedang bersama Dewa Siwa dan menanyakan apa yang terjadi dengan benihnya. Dewa Siwa menanyai semua dewa dan Karmasaksi (matahari) untuk menghadap dan menceritakan apa yang telah terjadi. Kemudian ia mengirimkan Nandishwara untuk mengundang Kumaraswami ke Kailasha.
            Nandiswara pergi ke tempat itu dan menemukan Kumara telah bertumbuh menjadi Kaartikeya. Setelah melihat hal ini, Nandishwara menyampaikan undangan pada Kumaraswami. Kartikeya setuju untuk pergi tetapi Kritika sangat berat menginjinkan putranya tercinta pergi.Kemudian Kartikeya, yang juga bernama Vadivel, memberikan jnananya. Dengan menaiki kereta dengan seribu roda yang dikirimkan Parwati, Kumara segera menuju ke Kailasha. Ia menemui orang-tuanya dan memberikan salam hormat dengan kusyuk. Dewa Siwa memeluknya. Parwati sangat bahagia bersatu dengan putranya. Dihadapan pada dewa melakukan upacara penobatan Kumara. Ia memberinya sebuah trisula, sebuah busur, sebuah kapak, Shakti dan kemudian Shambavi Vidya. Saat itu, Dewa Wisnu memberikan Kumara sebuah mahkota bertahtakan permata dan sebuah kalung yang bernama Vijayanti. Brahma memberinya Yajnopavita (benang suci) dan sebuah kamandala (tempat air). Masing-masing dewa penguasa lima unsur memberikan Kumara hadiah. Kakek dari pihak ibunya memberikannya perhiasan berharga dan juga pakaian yang sangat indah. Setelah menerima hadiah itu Kumara meminta semua dewa yang ada disana untuk memberikan sesuatu padanya. Semuanya setuju meminta Dewa Siwa agar mengirimkan Kumara untuk membunuh Taraka. Kumara yang juga bernama Shanmukha, berangkat untuk mengalahkan raksasa Taraka.
           
                                                Terbunuhnya Taraka  

            Pertama Vibhadra ingin membunuh Taraka. Tetapi kemudian Brahma memberitahunya bahwa Taraka telah mendapatkan berkah bahwa ia tidak akan dibunuh oleh siapapun kecuali oleh putra seorang rsi yang sangat suci. Sementara itu Wisnu datang dan membunuh Taraka. Dewa Wisnu kemudian tak sadarkan diri, setelah itu Taraka yang tidak sadarkan diri. Vibadhra ingin memukul Taraka. Tetapi Kartikeya memintanya untuk berhenti dan menyerang raksasa. Ia merubuhkan Kartikeya dengan satu pukulan velayuntha. Sinar dari tubuh Kartikeya memenuhi seluruh dunia. Shamukha yang memperoleh kemeangan pergi ke Kailasha dan membuat orang-tuanya sangat bangga.
            Kabar kepahlawanan Kumaraswami sampai ke telinga Krauncha, raja gunung. Ia telah diganggu oleh raksasa yang bernama Banasura. Krauncha meminta pertolongan Kumara. Kumara mengirimkan senjata Shaktinya yang kemudian membunuh Banasura dan kembali pada Shanmukha, pemiliknya. Untuk menandai saat itu Kumaraswami menanam tiga lingga Siwa dan  dan membuat tugu peringatan di tempat itu. Selain itu, ia juga menanamkan sebuah lingga yang bernama Sthambheshwara. Dewa Wisnu dan dewa yang lainnya datang kesana dan juga menanam lingga disana.
            Setelah itu Kumaraswami membunuh raksasa lain yang bernama Pralamba atas permohonan Kumuda, putra Adishesha. Setelah membunuh raksasa itu, Subrahmanyeshwara (nama lain Shanmukha dan Kartikeya) menebarkan Dharma dan memberikan beberapa anugerah pada para bidadari yang memujinya. Setelah itu ia mengunjungi Sambashiwa di Kailasha.

                                                Munculnya Ganapati

            Suatu hari saat Dewi Parwati sedang mandi, Dewa Siwa tiba-tiba masuk. Dewi Parwati merasa malu, ia berhenti mandi dan segera menuju ke peraduannya. Pengawal pribadinya Jaya dan Wijaya mengatakan bahwa mereka tidak bisa menghentikan Dewa Siwa karena mereka hanyalah pelayan. Akan lebih baik menurut mereka jika Dewi Parwati memiliki penjaga sendiri layaknya Siwagana. Jika ia memiliki pengawal pribadi, ia bisa menghentikan Dewa Siwa. Jika Dewa Siwa adalah raja, maka Dewi Parwati adalah ratu. Mendengar hal ini, Dewi Parwati menggosok kotoran dari tubuhnya dan dalam sekejap ia membuat figur maskulin dan menghidupkannya. Saat itu juga seorang anak laki-laki yang gemuk dan lucu muncul. Ia memberkatinya dan menyuruhnya menjaga pintu. Anak itu menjaga pintu.
            Ketika Dewa Siwa datang dan hampir akan masuk, anak ini menghentikannya dan mengatakan bahwa tanpa ijin Dewi Parwati tidak ada yang boleh masuk. Pertarungan terjadi. Pengikut Dewa Siwa tidak bisa mengalahkan anak ini. Tiga kali mereka berusaha masuk tetapi tiga kali pula mereka gagal.
            Dewi Parwati mengetahui hal ini, merasa senang. Iapun memberitahu anak ini untuk tetap melakukan tugasnya.
            Dewa Siwa tidak ingin berkompromi. Brahma datang dan meminta anak ini jangan sampai terpengaruh. Mungkin anak ini berpikir bahwa ia juga adalah bagian dari para gana dan iapun menarik kumis dan jenggot Brahma. Dewa Brahma, mengatakan bahwa ia adalah seorang brahmana dan tidak akan melawannnya, iapun kembali kekediamannya.
            Tidak ada yang bisa mengalahkannya kecuali Kartikeya. Dewa Wisnu merasa bahwa tulangnya telah patah karena pukulan Ganapati. Doa pada dewa Siwapun diucapkan. Dewa mengangkat trisulanya dan mengarahkannya pada leher anak itu. Kepala anak itu terpenggal dan dibawa kehadapan Dewa Siwa.
            Dewi Parwati sangatlah marah. Dari kemarahannya itu muncullah kekuatan yang amat dahsyat. Karati, Kubjuka, Kanza, Lambhashirsha dan yang lainnya. Bahkan Dewa Siwa sendiri sangatlah terkejut. Ia hanya melihat saja tapa melakukan apapun. Para bidadari dan juga para dewa memohon pada Dewi Parwati. Para rsi dan orang suci yang dipimpin oleh Narada menghadapnya. Rajajeshwari tetap bersikeras bahwa putranya harus dihidupkan kembali. Ia mengatakan pada Siwa bahwa ia tidak akan menarik Shakteya gananya.
            Dewa Siwa menyerah. Ia mengirimkan gananya untuk pergi ke utara dan mengambil kepala binatang apapun yang bisa mereka peroleh. Sementara itu tubuh anak tanpa kepala itu telah dimandikan dan dihias dengan perhiasan dan juga diwangikan dengan parfum. Dengan cepat para gana kembali dengan kepala gajah dan mereka memasngkannya pada tubuh anak itu. Para bidadari dan para dewa berdoa agar sinar dewa menyatukan kepala gajah dan tubuh anak itu. Dewa Siwa menjawab doa itu. Ganapati hidup dengan kepala gajah. Anak ini bercahaya kemerahan. Ibu Mulia sangat bahagia. Ia bahagia karena putranya telah hidup kembali walaupun hanya dengan kepala seekor gajah. Ia telah puas dan dunia kembali aman.

                                    Penobatan Vinayaka sebagai Ganadhipati (pemimpin para gana)

            Semua dewa dan bidadari melangsungkan penobatan Ganapati. Karena kulitnya seperti sindhur maka ia dipuja dengan sindhur. Diantara para dewa Ganapati akan menerima pemujaan pertama. Ia akan menjadi pemimpin Siwa Gana. Ia adalah dewa para vighna- halangan atau rintangan. Dewa Siwa mengumumkannya sebagai putranya. Ia diberkahi menjadi dewa yang akan selalu dipuja pertama pada awal semua pemujaan untuk mencapai keberhasilan.
            Eshwar juga memberkahinya. Ulang tahunnya (hari keempat bulan Bhadrapada) akan dirayakan sebagai Ganesha Chaturthi. Bagi mereka yang memuja Ganesha pada hari itu, tidak akan pernah mengalami kegagalan yang disebabkan oleh halangan atau rintangan.
            Suta Muni kemudian menceritakan cerita tentang Vighna Nayaka pada para rsi dan juga orang-orang suci. Para pendengar meminta agar pencerita lebih jauh lagi menceritakan tentang pertentangan yang terjadi antara Kumaraswami dan Ganapati mengenai perkawinan.
            Suta memulai cerita itu sebagai berikut:
            Dari waktu ke waktu, kedua putra Dewa Siwa semakin mendekati waktu untuk menikah. Keduanya menghadap orang-tua mereka dan meminta mereka untuk menyelenggarakan perkawinan. Masalah muncul ketika masing-masing ingin agar perkawinan merekalah yang dilaksanakan terlebih dahulu. Kemudian orang-tua mereka memutuskan siapapun yang berhasil kembali lebih dahulu setelah mengelilingi jagat-raya maka itulah yang akan menikah lebih dahulu. Kumaraswami segera menaiki burung meraknya. Tetapi Ganapati hanya duduk saja. Kendaraannya adalah seekor tikus. Ia menggunakan buddhinya dan setelah mandi di sungai suci iapun mengelilingi orang-tuanya tiga kali dan menyatakan dirinya sebagai pemenangnya.
            Ketika orang-tuanya bertanya padanya bagaimana bisa ia menang, ia memberitahu mereka dengan hormat dan menunduk bahwa menurut Sashtra siapapun yang mengelilingi orang-tuanya tiga kali dengan penuh ketulusan dan rasa bakti sama dengan mengelilingi jagat-raya ini tiga kali. Prajapati Wiswarupa membenarkan hal ini. Prajapati kemudian memberikan dua putrinya Siddhi dan Buddhi untuk dinikahkan dengan Ganesha.
            Saravana setelah kembali dari mengelilingi jagat-raya diberitahu oleh Narada bahwa Ganapati telah menang. Kumaraswami sangat marah. Setelah memohon pamit pada orang-tuanya ia pergi ke Gunung Krauncha. Itulah alasan kenapa orang yang memuja Kartikeya pada bulan Kartik pada saat purnama di bawah pengaruh bintang Kritikka akan terbasuh dari dosa-dosanya.
           
                                    Munculnya Shri Shaila
            Parwati sangat sedih karena putranya tercinta telah pergi darinya. Ia berdoa pada Dewa Siwa dan mereka berdua mengunjungi putranya di gunung. Disana Dewa Siwa menjadi Mallikarjuna, sebagai Jyotirlingga. Dewi Parwati kemudian mengubah dirinya menjadi Bhramarambika.
            Kumaraswami tidak menyukai hal ini. Ia ingin meninggalkan Krauncha sehingga iapun mendapat gelar Shri Shaila. Tetapi karena ia tidak merasa hal ini baik maka iapun hanya pindah sekitar tiga yogana dan tinggal disana. Itulah mengapa ia mendapat sebuat Shri Shailam.
            Kemudian atas permintaan orang suci dan para rsi, Maharshi Suta menceritakan cerita tentang terbunuhnya raksasa Tripara.
            Taraka yang telah dibunuh oleh Kumaraswami memiliki tig  a anak yaitu: Tarakasha, Vidyunmali dan Kamalaksha. Ketiga anak raksasa ini melakukan tapa brata untuk mendapatkan kesaktian. Ketika Brahma menampakkan dirinya masing-masing meminta satu kota. Satu raksasa meminta ‘ kota emas’ yang kedua meminta ‘kota perak’ dan yang ketiga meminta ‘kota besi’. Setelah seribu tahun dewa, pada malam hari ketika bulan dalam posisi Pushyami, ketika dua awan yang bernama Pushkala dan avarta turun hujan dengan lebat, maka ketiga kota ini akan hancur. Hanya raja para dewa dengan kendaraan kereta yang tidak diketahui akan membunuh mereka semua dengan satu panah saja.
            Brahma khawatir. Ia memikirkan Dewa Siwa sesaat dan meyakinkan mereka bahwa anugerah yang mereka minta akan dikabulkan. Maya ( Vishwakarma) membangun ketiga kota ini. Para pemimpin raksasa ini kemudian melatih pasukan raksasa lainnya disana.
            Dengan pasukan raksasa yang telah berkumpul, para raksasa menyerang para dewa. Para dewa ketakutan. Mereka menghadap Dewa Siwa untuk memohon bantuan, Dewa Siwa mengatakan selama para raksasa masih menjalankan Dharma maka mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Untuk membuat mereka menyeleweng dari Dharma, Dewa Wisnu menciptakan Arihan.
            Keturunan Arihan adalah seperti brahmana. Ia membawa buku di tangan. Ia meminta sedekah. Dewa Wisnu mengatakan bahwa mereka akan dipuja dimana Dewa Wisnu dipuja. Kemudian Dewa Wisnu meminta mereka membuatkan mantra yang salah sehingga para raksasa akan menyeleweng dari jalan dharma dan bisa dihancurkan. Dan mantra ini akan menyebar pada jaman Kaliyuga. Arihan melakukan apa yang diperintahkan. Narada berpura-pura menjadi penganut Arihan ia pergi kekota Tripura dan meyakinkan mereka bahwa apa yang dilakukan oleh Arihan adalah benar. Dengan mantra dari Dewa Siwa, seluruh tempat dipenuhi dengan wanita. Kekuatan tapasya raksasa kehilangan sinarnya. Melihat hal ini Dewi Kemiskinan (daridra devta) tiba di tempat ini.
            Para raksasa menyeleweng dari Dharma. Dewa Wisnu menemui Dewa Siwa dan Dewa Siwa memerintahkan pasukannya untuk bersiap-siap. Wiswakarma membuat sebuah kereta yang amat kuat dan indah dan iapun langsung menjadi kusirnya. Dewa Hari (Wisnu) mengubah dirinya menjadi panah. Dengan tujuh rsi yang membimbing kereta mereka menjadikan kelima weda sebagai kuda-kudanya, kereta ini sangat indah dan mengagumkan.
            Dewa Siwa menembakkan panah pada saat yang tepat setelah ia menunggu selama seratus tahun. Pada saat tengah hari bulan dala posisi Pushyami dan ketiga kota akan menjadi satu garis. Ketiga raksasa ini tebakar binasa.
            Kemudian Brahma dan yang lainnya meminta Arihan dan muridnya dan meminta mereka untuk tinggal di puncak gunung hingga Kaliyuga tiba. Pada jaman Kaliyuga, ia akan dipuja tetapi mereka yang tahu akan tetap berada pada jalan Dharma dan Kebenaran sehingga mendapatkan surga dalam kehidupan mereka.

Cerita tentang Jalandhara
           
            Atas permintaan para rsi dan juga orang suci Suta Muni menceritakan pada mereka cerita tentang Jalandhara.
            Suatu kali Purandara dan Brihaspati pergi bersama ke Kailasha. Hanya untuk menguji mereka Dewa Siwa menyamar menjadi Betala. Indra yang tidak mampu mengenalinya menanyakan pada Betala itu, siapa dia. Ia menanyakan tentang Dewa Siwa. Indra ingin membelah betala itu menjadi dua dengan senjatanya yang terbuat dari permata. Dewa Siwa menjentikkan jarinya dengan sebuah mantra dan senjata itupun menjadi tidak berguna. Dari ketiga matanya muncullah sebuah api yang sangat besar. Kemudian Dewa Indra menyadari kesalahannya dan memohon ampunan Dewa Siwa. Brihaspati meminta Dewa Wisnu memohon pada Dewa Siwa. Siwa menjadi berkenan dan mengarahkan api amarahnya ke lautan garam (lavan samudra) dan api itu hilang.
            Api itu kemudian diubah menjadi seorang anak, Jalandhara. Dengan berkah Brahma ia menjadi sangat kuat. Ia menikah dengan putri raja raksasa Brinda dan kemudian ia sendiri menjadi raja dan hidup berbahagia.
            Jalandhara meminta Guru Shukracharya menanyakan kenapa Rahu tidak memiliki kepala. Shukra menceritakan padanya tentang cerita pengadukan lautan (sagara manthana). Kemudian Jalandhara sangat marah pada para bidadari dan mengumumkan perang pada mereka. Para bidadari mengungsi di gua-gua Meru. Jalandhara menguasai Surga  dan pergi mencari para bidadari dan maklhuk surgawi yang meminta perlindungan Dewa Wisnu. Ketika Dewa Wisnu akan membunuh Jalandhara, Lakshmi, shaktinya memohon agar ia tidak membunuhnya, karena Jalandhara juga terlahir di lautan, sehingga ia adalah saudaranya juga. Peperangan terjadi cukup lama.
            Dewa Wisnu akhirnya meminta Jalandhara untuk meminta anugerah darinya. Jalandhara meminta Dewa Wisnu bersama Dewi Lakshmi untuk tinggal di Vaikuntha bersamanya. Para dewa dan makhluk surgawi lainnya sangat marah pada Jalandhara karena ia mengajak raksasa untuk tinggal di surga. Karena Dewa Wisnu tinggal bersamanya tidak ada kekacauan, semuanya hidup damai dan berkecukupan.
           
Narada Mempengaruhi Jalandhara – misi Rahu sebagai utusan

            Walaupun rakyatnya bahagia, bagi pada bidadari dan makhluk surgawi lainnya pemerintahan Jalandhara sangatlah menyiksa. Mereka berdoa pada Dewa Siwa. Diberikan petujunjuk oleh Dewa Siwa, Narada datang pada Jalandhara dan menyarankan ia agar meminta Dewi Parwati pada Dewa Siwa. Jalandhara berbicara terus terang pada Dewa Siwa. Ia mengirimkan Rahu sebagai utusan pada raja raksasa.
            Rahu menemui Dewa Siwa dan menyampaikan pesan dari Jalandhara. Dewa Siwa sangat marah hingga ia ingin menghukum Rahu. Rahu kemudian mengatakan bahwa ia hanyalah seorang utusan bukan seorang musuh. Dewa Siwa mereda amarahnya dan mengirim Rahu ke negara Barbara dan sejak saat itulah Rahu disebut sebagai Barbar. Barbar kembali pada Jalandhara mengatakan apa yang telah terjadi dan kemudian ia bersiap-siap untuk berperang dengan Ganggadhar. Pada saat diperjalanan mereka bertemu dengan beberapa raksasa jahat. Para dewa memakai kesempatan ini untuk memohon bantuan pada Dewa Siwa. Karena ia telah mengarahkan api amarahnya ke lautan, iapun akhirnya berjanji akan membunuh Jalandhara dengan tangannya sendiri.
            Terjadi perseteruan yang amat besar antara para dewa dan raksasa. Shukra menggunakan Mrita Sanjivani Vidya, sebuah seni atau ilmu yang bisa menghidupkan raksasa yang telah mati. Dewa Siwa sangat marah dan dari mulutnya ia menciptakan Kritya. Kritya memenjarakan Shukra di suatu tempat dan iapun terbang ke angkasa. Lebih banyak lagi raksasa yang maju menyerang tetapi Nandiswara, Vighneswara dan Kumaraswami mengalahkan mereka semua.
            Jalandhara mendapat kabar tentang perang itu dan iapun marah. Ia sangat marah. Dewa Siwa dengan senjatanya pinaka menyerangnya. Tetapi Jalandhara menembakkan tujuh puluh panah pada saat bersamaan pada Dewa Siwa. Dewa Siwa mematahkan seluruh panah itu dan menjadikannya setumpukan kayu. Dan kemudian Dewa Siwa melemparnya ke tempat yang jauh. Jalandhara merasa ia bisa menang melawan Dewa Siwa jika ia melakukan tipu daya. Ia memenuhi medan perang dengan nyanyian dan bidadari yang menari. Mengubah dirinya menjadi Dewa Siwa, Jalandhara mendekati Dewi Parwati. Hanya dengan memandang Dewi Parwati saja Jalandhara telah mabuk kepayang. Mengetahui niat jahat raksasa ini, Dewi Parwati meminta Dewa Wisnu untuk mengganggu Brinda, istri Jalandhara. Dewi Parwati menjamin bahwa karena itu hanyalah perintah, tidak ada dosa yang akan dapat menyentuh Dewa Wisnu karenanya.
           
                                                Dewa Wisnu menodai Brinda

            Istri Jalandhara mendapat mimpi buruk. Ia khawatir akan keselamatan suaminya. Ia bermimpi bahwa dalam mimpinya dari mata seorang pertapa muncullah dua ekor kera yang mengoyak kaki dan tangan Jalandhara dan kemudian membawa pergi satu persatu. Brinda berdoa demi keselamatan suaminya dengan doa ia mengembalikan kembali potongan tubuh suaminya dalam mimpi menjadi hidup lagi. Dan pertapa yang ada dalam mimpi itupun hilang. Ia kemudian bercinta dengan seorang pria yang ia kira suaminya. Mengetahui bahwa ia adalah Dewa Wisnu, Iapun mengutuk Dewa Wisnu suatu hari sitrinya akan diculik oleh raksasa dan ia akan mengembara mencarinya dengan ditemani oleh Nagasesha. Kemudian iapun mendekati api suci dan membakar dirinya. Dewa Wisnu sangat sedih dan iapun menangisi Brinda yang telah menjadi abu.
            Ketika Dewi Parwati muncul setelah mengutuknya, Jalandhara kembali ke medan perang. Ia menciptakan Dewi Parwati yang lain dengan mantra dan mengikatnya pada kereta Shumbha dan Nishumbha dan menuruh orang untuk memukulnya. Dewa Siwa sangat terkejut dan iapun menembakkan panahnya. Ia sangat berduka atas Parwati. Ia mengambil busurnya lagi. Melihat Dewi parwati dianiaya, Dewa Siwapun mengutuk mereka, bahwa dua raksasa kembar ini akan dibunuh oleh Dewi Parwati.
            Jalandhara kemudian memukul Dewa Siwa dengan Gada. Ketika kendaraan Dewa Siwa pergi, Dewa Siwa mengusap ibu jari kakinya di air dan muncullah roda yang sangat besar. Ia mengarahkannya pada Jalandhara. Dengan tubuh yang dijepit oleh roda itu Jalandhara dibuang ke dalam api oleh Dewa Siwa. Dunia tenang dan damai kembali.

                                    Cerita tentang Shankachuda

            Cucu laki-laki Kashyapa, Dambha adalah pemuja Dewa Wisnu yang taat. Di Pushkar Kshetra ia melakukan tapasya selama ratusan tahun. Ketika Dewa Wisnu menampakkan diri padanya ia bertanya pada Dhamba apa yang ia inginkan. Dhambha meminta putra yang pemberani, berbakti, kuat dan cukup sakti untuk mengalahkan dewa. Doanya terkabul.
            Kemudian seorang gembala yang bernama Sudama dikutuk oleh Radha dari Gauloka iapun terlahir menjadi putra Dhamba. Ia diberi nama Shankachuda. Anak ini melakukan tapasya yang sangat mendalam hingga Brahma memanifestasikan dirinya dan memberinya Krishna Kavacha. Ia diminta oleh Dewa Wisnu untuk menikah dengan Tulasi, putri Dharmadhwaja.
            Shankachuda pergi ke Badarikaasharama menikahi Tulsi dengan tradiri Gandharwa. Kemudian setelah mendapat pengaruh dari Shukra, ia menjadi benci pada para dewa yang melakukan kecurangan pada saat pengadukan lautan susu. Mengetahui kelahirannya sebelumnya, walaupun ia terlahir sebagai raksasa ia tidaklah jahat. Tetapi ia tidak suka dengan para dewa.
            Para dewa yang dipimpin oleh Brahma dan Dewa Wisnu, menemui Dewa Siwa untuk melaporkan tentang Shankachuda. Dewa Siwa menyatakan perang dengannya. Melihat Dewa Siwa mendekat, Shankachuda turun dari keretanya dan memberikan hormat pada Dewa Siwa, dan kemudian ia mulai bertarung lagi.
            Dalam sekejap perang ini menjadi sangat sengit. Bahkan Dewa Siwa terlihat mulai lelah. Kemudian langit berkata selama Shankachuda memiliki Krishna Kavaca tidak ada yang bisa mengalahkannya. Sesaat kemudian Dewa Wisnu datang dan menyamar menjadi seorang brahmana dan meminta kavacha (perlindungan) yang ia miliki. Setelah diberikan oleh Shankachuda iapun menemui Tulsi dan tidur dengannya. Dewa Siwa tahu bahwa pengabdian yang dimiliki wanita ini pada suaminya tidak akan ada artinya. Kemudian Dewa Siwa melempar Trisulanya Vijaya pada Shankachuda yang membakarnya hingga mati.
            Para dewa merasa sangat lega. Dewa Siwa kembali ke Kailasha.
            Ditanyai oleh para rsi dan orang suci tentang apa yang terjadi pada Tulsi, Suta Muni melanjutkan ceritanya kembali.
            Tulsi menyadari bahwa orang yang tidur dengannya bukanlah suaminya. Dewa Wisnu memperlihatkan dirinya. Iapun mengatakan bahwa Dewa Wisnu sangat kejam dan mengutuknya bahwa ia akan menjadi batu. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, Dewa Wisnu meminta pertolongan dewa Siwa. Dewa Siwa datang, menenangkan mereka berdua dan meminta Tulsi untuk pergi ke Vaikuntha dan hidup bahagia disana. Tubuh manusianya akan dibuang ke sungai Gandaki, sungai suci dan disanalah Dewa Wisnu menjadi batu. Dari tempat dimana ia meninggalkan badan kasarnya, sebuah tanaman muncul dan ini menjadi pohon tulsi. Basil adalah tanaman suci bagi semua. Sungai Gandaki adalah sungai yang sangat suci dan banyak memiliki batu salagrama.
            Kemudian Suta Muni menceritakan cerita tentang Andhakasura.
           
                                                Cerita tentang Andakasura

            Suatu hari Dewa Siwa dan Dewi Parwati menuju ke Mandaragiri. Ketika Dewa Siwa sedang melihat ke arah timur, shaktinya menutup matanya dari belakang. Terjadi kegelapan di seluruh jagat-raya. Dari tangan Ibu mulia keluarlah keringat. Dari keringat inilah muncul seorang anak yang buta. Ia bernama Andhaka. Parwati kemudian membesarkan anak ini.
            Saat itu, raksasa bersaudara Hiranyaksh dan Hiranyakashipu, melakukan tapasya agar Dewa Siwa menampakkan dirinya. Ketika raksasa ini meminta putra, Andhaka diberikan pada mereka. Ayah yang berbahagia ini kembali ke rumah dengan bahagia. Sejak saat itu ia terus memenangkan peperangan dan memiliki beberapa kerajaan. Para dewa dan orang suci khawatir. Kemudian Dewa Wisnu muncul sebagai seekor babi suci. Ia membunuh Hiranyaksh dan menyelamatkan bumi. Kemudian Andhaka melanjutkan ayahnya menjadi raja. Ia kemudian dikenal dengan nama Andhakasura.
            Indra dan yang lainnya berpikir karena Andhaka buta maka ia tidaklah berbahaya. Walaupun Andhaka sangat baik, Prahlada dan yang lainnya mengatakan bahwa ia tidak pantas menjadi raja karena ia bukan putra Hiranyaksh secara langsung. Ia adalah anak buangan dan tahta ini hanyalah kebetulan diberikan padanya. Andhaka yang buta ini pergi ke hutan. Kemudian ia melakukan tapsya hingga Dewa Brahma berkenan muncul. Ia memberkahinya dengan penglihatan, keberanian dan kekuatan. Pada saat itu Brahma memberikan anugerah bahwa ia tidak akan pernah takut hingga ia meminta sebuah anugerah yang tidak pantas untuk diminta.
            Andhaka kembali ke kerajaan dan menjalankan haknya menjadi raja. Ia memenangkan pertarungan melawan para dewa. Selama ribuan tahun, ia melakukan tapasya dan hidup dengan banyak wanita yang bisa ia sentuh.
            Ketika ia pergi ke Gunung Mandara dan melanjutkan kehidupan yang sama ketika ia ada dikerajaan, yaitu hidup dengan banyak wanita cantik, menterinya melaporkan bahwa ada seorang pertapa yang hidup dengan seorang wanita yang sangat cantik.
            Saat itu juga Andhaka meminta pada pertapa itu untuk menyerahkan istrinya. Pertapa ini tidak mau mendengarkan permintaan raksasa.
            Andhaka sangatlah marah dan iapun mabuk. Mendengar hal ini Prahlada dan yang lainnnya membuat keributan disana. Tapasya Dewa Siwa terganggu. Ia langsung bertarung melawan musuh-musuhnya.
            Pertarungan semakin sengit. Shukra menghidupkan raksasa yang telah mati. Kemudian Dewa Siwa menelan Shukra. Raksasa yang mati tidak bisa dihidupkan kembali. Dengan trisulanya yang telah tertanam di badannya, Dewa Siwa mengangkatnya ke udara.
            Entah hidup atau mati Andhaka tidak bisa seperti itu selamanya. Ia memohon pada Dewa Siwa. Dewa Siwa memberinya berkah bahwa ia akan menjadi pemimpin para gana.
            Suta mulai bercerita lagi.
            Shukra, juga dikenal dengan nama Bhargawa, berada di perut Dewa Siwa dengan sangat tak berdaya. Iapun berdoa pada Dewa Siwa dan terus menerus melakukan japa atas nama Dewa Siwa. Akhirnya, Dewa Siwa memberkahinya dan meminta ia keluar dari bagian repoduksinya sebagai sperma. Sejak itulah ia disebut dengan Shukra. Dewa Siwa memberkahinya dengan mengatakan bahwa ia akan menjadi putranya.
            Kemudian Suta Muni menceritakan tentang cerita Banasura

                                                Cerita tentang Banasura

            Banasura adalah keturunan Bali, raja yang telah memberikan semua kerajaannya dan membuat Dewa Siwa sangat berkenan. Meminta anugerah padanya, Bana meminta-Nya untuk tinggal bersamanya di Shonitapura. Saat tinggal disana Dewa Siwa merasa sangat nyaman dan ia merindukan shaktinya. Dan iapun mengirimkan pesan pada Nandishwara. Ia segera menghadapnya.
            Sementara itu putri Banasura, Usha menyamar menjadi Dewi Parwati dan menemuinya. Tetapi pada saat yang sama Dewi Parwati datang. Ia memahami niat wanita muda ini. Ia memberkahi Usha. Ia memberitahunya untuk melakukan puasa selama sehari dan berlaku suci. Pada hari kedua belas pada bulan Kartika, seorang pria akan datang padanya dan lelaki itu akan menjadi suaminya. Setelah mengatakan itu Dewi Parwati pergi.
            Setelah semua kejadian itu, suatu hari Banasura mendekati Dewa Siwa dan mengatakan bahwa Dewa Siwa tidak memberinya seorang musuh untuk dia lawan dengan tangan yang telah ia berikan.
            Dewa Siwa amat marah. Ia berkata pada raksasa itu bahwa ia telah menjadi sombong dan mengutuknya bahwa suatu kali keretanya akan jatuh begitu saja tanpa sebab apapun. Kemudian pertarungan yang sengit akan terjadi dan pemuja Dewa Siwa akan memenggal kepala raksasa ini. Bana diminta untuk menunggu hari itu tiba.
            Banasura pergi dan mengatakan bahwa itu semua adalah anugerah. Seperti yang dikatakan Dewa Siwa, suatu hari kereta Banasura jatuh begitu saja. Bana bahagia karena ia bisa menggunakan kekuatannya.
           
                                                Usha- Aniruddha

            Usha, seorang pengikut Dewa Siwa dari sejak ia kecil, berpuasa pada hari keduabelas bulan Kartika. Suatu kali ia tertidur, dan Aniruddha, cucu Krishna menyelinap ke tempat tidurnya dan tidur dengannya. Ia bahagia tetapi ia sadar bahwa ini terjadi sebelum upacara pernikahan. Ia mengakui apa yang telah ia lakukan pada Chitralekha. Chitralekha dengan kekuatan yoganya menculik Aniruddha dan menyembunyikannya di kamar Usha. Penjaga mengetahui hal ini dan Bana sangat gusar atas yang terjadi. Banasura ingin membunuh Aniruddha dengan Nagapashanya. Tetapi ketika ia akan membunuhnya sebuah suara keluar dari langit mencegahnya, kemudian Aniruddha dipenjara.
            Tidak mampu menahan jeratan dan juga gigitan ular, Anirudhha mulai berdoa pada Ibu Mulia. Pada hari keempat belas bulan kedua Jyesta, Ia bermanifestasi, melepaskan ikatannya dan membebaskannya. Setelah itu pasangan itu hidup bahagia menyatu.
            Dengan hilangnya Aniruddha, orang-orang di Dwaraka sangat sedih. Narada datang dan menceritakan apa yang telah terjadi. Shri Krishna dengan pasukan sejumlah akshaunhini melakukan pengepungan ke Shonitapura.
            Raksasa Bana sangat siap untuk bertarung. Dewa Siwa siap untuk melindungi Bana karena ia tinggal di istana Bana. Dewa Siwa dan Krishna bertatap muka. Krishna memberitahu Dewa Siwa bahwa ia datang kesana sesuai dengan kutukan Dewa Siwa pada Bana.
            Dewa Siwa tertawa dan mengatakan bahwa ia tidak ingin kutukannya tidak terjadi. Ia meminta Krishna untuk menggunakan astra (senjata panah) yang bernama jrumbhan tidak dipakai. Kemudian Krishna bisa melakukan apapun untuk membunuh Bana.
            Krishna melakukan serangan pada raksasa itu. Pertempuran ini berlangsung lama. Pada akhirnya Krishna menggunakan senjatanya dan memotong 996 tangan Bana. Kemudian ia mengarahkan senjata itu pada kepala raksasa itu. Dewa Siwa mengingatkan Krishna bahwa ia mengijinkan ia memotong tangan Bana tetapi tidak kepalanya.
            Sudharshana cakra, senjata Dewa Wisnu telah ditarik. Bana dan Krishna telah berbaikan. Usha dan Aniruddha menyatu dalam perkawinan suci. Sri Krishna dan cucunya bersama dengan pengantin wanita meninggalkan Dwaraka. Kemudian Bana diajarkan kebijaksanaan oleh Nandikkeshwara dan dengan berkah Dewa Siwa ia tinggal di Kailasha sebagai Mahakala.
           
                                    Cerita tentang Gajasura

            Diminta oleh para rsi dan juga orang suci Suta Muni melanjutkan ceritanya tentang Gajasura.
            Gajasura adalah putra dari Mahisasura. Ia melakukan tapa yang sangat kusyuk pada Brahma dan kemudian ia diberikan berkah agar ia tidak pernah dibunuh oleh manusia, wanita, dewa atau bidadari. Ia ingin menikmati semua yang ada dan juga kemewahan. Ia telah menguasai ketiga dunia. Ia mengusir mereka yang mengikuti kebenaran dan Dharma. Ia pergi ke Kashi untuk mengganggu para rsi yang ada disana- Dewa Siwa tidak bisa membiarkan ini terjadi. Kemudian ia bertarung dengannya dan memberinya pelajaran. Tubuh raksasa ini sekitar sembilan ribu yard. Dewa Siwa mengangkatnya ke udara dengan senjatanya. Raksasa ini nampak seperti sebuah payung yang sangat besar. Ia kemudian menyarankan Dewa Siwa untuk menggunakan tubuhnya untuk melindungi kulitnya, karena Dewa Siwa tidak memakai busana. Dewa Siwa kemudian memberikannya anugerah bahwa ia akan menjadi linggasiwa yang disebut dengan Krittivasheswara. Dewa Siwa kemudian dikenal dengan nama Krittivasheshwara sejak ia memakai busana dari gajah.
            Suta Muni menceritakan cerita tentang Vyaghreshwara. Hiranyaksha dan Hiranyakashipu memiliki ipar yang bernama Dundubhi Nishada, disebuah hutan yang bernama Jyeshthana. Pada hari Siwaratri seorang pemuja saat memuja Dewa Siwa sedang diganggu oleh raksasa yang menyamar menjadi seekor singa. Untuk menyelamatkan pemuja ini, Bharga bermanifestasi dan menghancurkan harimau ini dengan tangannya. Pemuja datang ketika mendengar raungan raksasa ini dan melihat Dewa Siwa secara langsung. Mereka memujanya dan ditempat itu sebuah lingga dipasang. Disana Dewa Siwa dipuja sebagai Vyaghreshwara.
            Kemudian Suta Muni menceritakan tentang Vidalotpala pada para rsi dan orang suci.
            Terdapat dua raksasa yang bernama Vidala dan Utpala. Mereka mendapatkan anugerah bahwa mereka tidak akan bisa dibunuh oleh manusia atau dewa. Narada, atas saran Dewa Siwa, menemui mereka dan memuji kecantikan Ibu Mulia. Mereka menuju angkasa mencari-Nya. Mereka menemukannya sedang bersama Dewa Siwa. Dewi Parwati begitu cantik. Melihat hal ini Dewa Siwa semakin kagum dan bercahaya dengan cinta.
            Saat ini terjadi kedua raksasa ini melihat mereka. Mereka menyamar sebagai pengikut Dewa Siwa dan mendekati Dewi Parwati. Dewi Parwati melihat hal ini dengan ujung matanya.
            Pasangan dewa ini sedang menikmati waktu mereka. Tiba-tiba Ibu Mulia melempar bola yang terbuat dari bunga pada dua raksasa itu dan kedua raksasa itu jatuh dari angkasa dan hingga mencapai Kashi. Bola yang menjatuhkan mereka, menggelinding hingga ke bumi dan berdiri di dekat Jyeshteswara lingga dalam wujud lingga yang lain. Lingga ini juga disebut sebagai Kandukeshwara lingga. Dewa Wisnu, Dewa Brahma dan dewa yang lain juga datang kesana dan memuja lingga yang ada disana.
            Sehingga berbagai nama yang diperuntukkan bagi Siwa tiada akhirnya dibuat sehingga menghasilkan karya sastra seperti Siwatatwa.
            Sehingga kitapun telah menyelesaikan Samhita yang kedua yang bernama Rudra Samhita. Mengatakan hal ini Suta Muni kembali melakukan pertapaan.



Akhir dari bagian kedua Rudra Samhita dalam Siwa Purana
yang terdiri atas Tujuh Samhita



           
Shata Rudra Samhita

Samhita yang ketiga

Lima Inkarnasi Brahma

            Kata Suta Muni
            Inkarnasi Dewa Siwa yang pertama muncul pada Swetalohita yang kesembilan belas. Swetalohita adalah waktu ketika Dewa Brahma melakukan meditasi, muncullah seorang putra yang bercahaya merah, putih dan hitam. Karena ia lahir ketika Brahma bermeditasi pada Dewa Siwa, anak ini kemudian dianggap sebagai inkarnasi Brahma yang terlahir. Darinya muncullah Nanda, Upananda, Sunanda dan Vishwananda sebagai murid dengan kulit yang amat putih. Sadyojata (terlahir sendiri) memberkahi Brahma dengan kemampuan untuk mencipta dan menghilang untuk menyebarkan Jnana Dewa Siwa.
            Pada Vartaka yang keduapuluh ketika Brahma yang mengeluarkan warna merah sedang berdoa pada Dewa Siwa- inkarnasi Vamadewa muncul dan bersamanya muncullah Viraja, Vivaha, Vishoda dan Vishwa Bhavana sebagai empat murid. Vamadewa dinberkahi oleh Brahma dengan kekuatan menciptakan dunia dan menghilang.
            Pada putaran yang kedua puluh satu yang disebut sebagai Petavasa, Dewa Siwa mengambil inkarnasi sebagai Tatpurusha Brahma yang memakai busana dari sutra. Dalam inkarnasi  ini,  Ia memberkahi Brahma dengan kemampuan dan juga keterampilan mencipta dan menghilang. Kemudian putra berbusana sutra terlahir darinya. Semuanya adalah guru yoga Marga, jalan yang diberkahi. Pada putaran berikutnya, ia terlahir sebagai Agha Brahma dengan busana hitam, kalungan bunga berwarna hitam, benang suci berwarna hitam (jahnu) dan juga mahkota hitam. Shivudu, Krishnasya, Krishnashikha, Krishna Kanthadhara adalah empat murid Brahma.
Mereka menghilang setelah menyempurnakan kemampuan Brahma.
            Inkarnasi yang kelima adalah Ishana. Dalam putaran waktu yang disebut dengan Wisnurupa, saat Brahma dalam meditasi yang mendalam untuk mendapatkan penyebab Purusha, sebuah nada yang besar muncul. Nada adalah sebuah suara yang suci dan harmonis. Dari suara itu muncul seseorang yang bersinar bagai kristal putih- dan berhiaskan perhiasan yang indah. Empat murid Ishana adalah Jati, Mundi, Shikandhi dan Arthamundi.
            Kelima inkarnasi itu adalah inkarnasi Brahma. Dari semuanya, Ishanalah yang paling penting- yang terletak diatas jiva. Ia juga adalah tatpurusha juga. Ia juga terdapat pada guna-satwa, rajas dan tamas. Aghora berada pada kualitas intelek. Vamadewa berada pada ahamkara dan Sadyojata ada pada manas. Yang kemudian penting untuk dibahas adalah delapan manifestasi Siwa.
            Delapan patung Dewa Siwa

            Dewa Siwa digambarkan dengan delapan murti (penampakan). Kesemuanya juga bermanifestasi. Sarva adalah yang pertama. Ia berada di bumi- yang artinya bahwa bumi adalah bentuk Dewa Siwa. Secara literal, Sarva artinya ia yang memiliki personalitas dan wujud seperti bumi. Dengan cara yang sama ia adalah juga dewa air- memiliki personalitas dan perwujudan air. Kemudian ia adalah udara, dan api, ‘Ugra’ dan ‘Rudra’. Ia adalah langit. ‘Bhima’- ia yang berada pada jiwatma sebagai ia yang mengetahui medan ‘Kshetrajajna’. Manifestasi keenamnya adalah Pashupati- ia yang menyerap pada matahari dan memberikan cahaya. Yang ketujuh adalah Ishana. Mahadewa, yang menguasai bulan adalah yang kedelapan, yang bisa dilihat. Berada dalam semua, menyerap ke dalam segalanya dan ada dimana-mana sebagai sat-chit-ananda, Dewa Siwa yang adalah cahaya ada disana dalam posisinya.
            Kemudian muncullah manifestasinya yang setengah laki-laki dan setengah perempuan yang melampaui lima Brahma dan delapan murti, ini adalah manifestasi yang keempat belas. Walaupun Brahma menciptakan manusia, tetapi tidak terdapat pertumbuhan dalam diri mereka. Tidak terjadi prokreasi. Suara angkasa (akashvani) memerintahkan seharusnya ada sepasang manusia – seorang laki-laki dan wanita. Brahma tidak paham. Ia berdoa pada Dewa Siwa. Dewa Siwa memberinya berkah dengan menampakkan diri sebagai setengah pria dan wanita. Ia mengeluarkan Shakti dari dalam dirinya dan Brahma berdoa padanya, “ Ibu, berkahilah aku dengan kekuatan untuk mencipta wanita!”. Kemudian dari tempat itu muncullah alis, seorang dewi yang amat cantik muncul. Melihat Shakti, Dewa Siwa memintanya untuk memberkahi Brahma yang memerlukan berkahnya. Setelah mengatakan hal itu iapun menghilang.
           
                                    Sembilan Awatara (inkarnasi)

            Dewa Siwa memanifestasikan diri sebagai Swetacharya mengenakan sebuah benang suci bersama dengan muridnya- Sweta, Swetasikha dan Swetalohita di Varaha pada manvantara yang ke tujuh yang bernama Vaishwata. Pada akhir jaman Dwapara. Tujuannya adalah untuk menyebarluaskan kebijaksanaan yang disebarkan oleh Rsi Wedavyasa.
            Kemudian setelah jaman Dwapara yang kedua Dewa Siwa muncul kembali untuk membantu Wedavyasa sebagai yogi yang bernama Sutara dengan empat muridnya yang bernama Dundhubha, Shatarupa, Hrishika dan Ketumantakhya.
            Pada Dwapara yang ketiga Ia muncul sebagai Damana yang diikuti oleh empat muridnya Vishaka, Visesha, Vipaga dan Papanashana.
            Pada Dwapara yang keempat Ia datang sebagai seorang yogi Suhotra yang agung. Tujuannya adalah untuk menunjang Sanatana Dharma seperti yang disebarkan oleh Wedavyasa. Pada tahap ini muridnya adalah Sumukha, Devmukha, Durdhara dan Duratirama.
            Pada Dwapara yang kelima Ia melanjutkan karyanya sebagai seorang yogi – Kanka – dengan muridnya Sanaka, Sanandana, Sanatana dan Sanata Kumara.
            Pada Dwapara yang keenam, dibantu oleh Vijaya, Viraja, Sudama dan Sanjaya sebagai muridnya, sebagai Yogi Lokakshi, Dewa Siwa akan mengisi dunia dengan ajaran-Nya. Pada Dwapara yang ketujuh ia lahir sebagai Jaigishavya dan menyebarkan Dharma bersama dengan muridnya Saraswata, Yogisha, Meghavaha dan Suvahaka. Pada Dwapara yang kedelapan ia menjadi yogi yang bernama Vaahana dengan Ashuri, Panchikha, Kapila dan Shalwala sebagai muridnya dan pada Dwapara yang kesembilan ia sebagai Rishabha yogi dengan Garga, Bhargava, Ghrisha dan Parasara sebagai muridnya. Ia akan lahir untuk menerangi dunia.
            Sehingga Dewa Siwa terlahir kedalam dua puluh delapan Dwapara. Pada Dwapara yang kesebelas sebagai Tapa, pada yang keduabelas sebagai Atri dan pada yang ketigabelas dan empatbelas sebagai Bali dan Gauthama dan pada yang kelima belas, enam belas dan tujuh belas sebagai Vedashiwa, Gokarna dan Guhavasa dan pada yang kedelapan belas, sembilan belas, dua puluh dan dua puluh satu sebagai Shikhandi, Mali, Attahasa, Daruka. Pada Dwaraka yang keduapuluh dua hingga dua puluh delapan, ia menjadi Swetayogi, Shuli, Dindi, Sahishnu, Somasharma, Lakulisa dan selalu menjaga dan menjungjung Dharma dan menjalani hidup Shaivite.
            Setelah mengatakan ini Suta Muni melanjutkan cerita tentang munculnya Nandishwara.

                        Inkarnasi Nandishwara

            Suatu hari hiduplah seorang pertapa yang bernama Shilada. Ia tidak memiliki keturunan. Atas saran Indra ia memuja Dewa Siwa. Setelah beberapa lama Ishwara muncul dan menanyakan berkah apa yang ia minta.
            Shilada meminta Dewa Siwa menganugerahkannya putra, tidak lahir dari seorang wanita dan ia agar sehebat Dewa Siwa. Ia akan abadi. Ini ia katakan dengan sangat bersungguh-sungguh.
            Dewa Siwa mengatakan Ia akan memberkahinya dengan anugerah yang ia minta. Permohonan ini sama dengan permohonan Dewa Brahma agar Dewa Siwa lahir sebagai manusia.
            Ketika Shilada melakukan upacara api, dari api itu muncullah seorang anak yang ia berinama Nandi. Ia melakukan upacara untuk menyambut kelahiran putranya.
            Suatu hari, diinspirasi oleh Dewa Siwa, Maitravaruna datang ke pertapaan Shilada. Mereka memanggil Nandi dan ia mengatakan padanya bahwa Nandi hanya akan hidup setahun lagi. Shilada amat sedih. Nandi menghiburnya dan mengatakan bahwa ia akan bertapa memuja Dewa Siwa dengan mengikuti sebuah tantra yang bernama Siwaradhana yang akan memberinya umur yang panjang. Setelah mengatakan hal ini ia pergi bertapa.
            Dewa Siwa sangat bahagia dengan ketulusan Nandi dan iapun menampakkan diri padanya.
            Dewa Siwa mengatakan pada sadhaka muda ini bahwa ia akan abadi. Ia akan hidup abadi- tidak hanya sendiri tetapi bersama ayahnya dan juga keluarganya. Ia akan tinggal di Kailasha dan menemani-Nya. Ia akan selalu menjadi Ganadhipati, pemimpin para gana. Dari air muncullah sebuah mahkota dan iapun menjadi pemimpin para gana.
            Saat memberkahinya, Dewa Siwa mengeluarkan kalungan bunga teratai dan memberinya pada Nandi. Ketika kalungan itu berada di leher Nandi saat itu juga ia menjadi seperti Dewa Siwa memiliki tiga mata dan sepuluh tangan seperti Dewa Siwa. Dari air dimana Dewa Siwa memandikan Nandi muncullah aliran air- Sutoya, Jatodaka, Trisrota, Vrishadhwani dan Jambuvu. Sungai-sungai ini dikenal dengan nama Panchanada- lima sungai.
            Setelah itu, Dewa Siwa memikirkan pemimpin Gana dan devta yang lain yang kemudian mereka muncul. Mereka memberikan selamat pada Nandi. Pada saat yang sama, tujuh Marut (angin) datang dan menawarkan putri mereka Suyasha untuk menikah dengan Nandi. Nandi dan Suyasha menjadi suami dan istri. Dewa Siwa memerintahkan pasangan ini untuk pergi bersama mereka ke Kailasha.
           
                                                Inkarnasi Bhairava

            Suatu kali rsi yang agung yang bernama Devarshi mendekati Brahma untuk memberikan pencerahan. Mereka meminta Brahma menjelaskan tentang Paramatma dan Parabrahma. Brahma salah mengucap sehingga Ia menyebut dirinya sebagai Paramatma. Dewa Wisnu juga ada disana. Ia ikut berbicara, “Ketika aku disini, ayahmu, bagaimana bisa kau mengatakan dirimu sebagai Paramatma, Aku adalah Yajnanarayana?” Ketika keduanya saling beradu muncullah cahaya yang amat terang, cahaya itu seperti api. Dalam cahaya itu, Rudra yang bersinar kebiruan dengan trisulanya muncul. Brahma tertawa dengan keras dan mengatakan pada Brahma:

            “ Oh! Ternyata dirimu. Bukankah kau lahir dari antara alisku? Saat kau mengangis aku memberimu nama Rudra. Bagaimana kau ingin bersaing denganku? Bijaksanalah dan berdoa. Aku akan melindungimu.”
            Rudra sangat terkejut dengan kata-kata yang diucapkan oleh Brahma. Saat itu juga ia menciptakan seseorang yang shakti dalam wujud Bhairawa. Kata Rudra padanya:
            “Kalabha! Raja waktu, hukumlah pertama Brahma. Karena engkau mengalahkan kejatahan maka engkau akan mendapat nama Amardaka. Engkau akan menelan dosa-dosa pemujamu dan dikenal dengan nama Papa Bhakshaka.
            Pada saat ia mendengar perintah ini, Bhairawa melakukan tugasnya. Atas perintah Dewa Siwa ia menghukum Brahma dengan memotong kepalanya yang kelima.
            Kremudian Brahma sadar. Ahamkaranya telah hilang. Bersama dengan Dewa Wisnu, Brahma berdoa pada Pashupati. Rudralah yang kemudian menjadi paling lembut dan juga sabar, Ia kemudian memberkahi mereka berdua. Ia memerintahkan Bhairava untuk menghormati mereka dan Brahma. Bhairawa kemudian diperintahkan membawa kepala kelima Brahma dan berkeliling dunia untuk mengajarkan Kapalavrata, sebuah tapa yang akan menghancurkan Brahmahatya Pataka, dosa yang disebabkan karena membunuh seorang Brahmana. Ia menciptakan seorang bidadari cantik yang bernama Brahmahatya dan memintanya untuk mengikuti Bhairawa hingga sampai di Kashi.
           
Mahima (Kekuatan dan Kejayaan) dari Kala Bhairawa

            Dengan kepala kelima Brahma, Kala Bhairawa mengelilingi ke tiga dunia dengan bidadari Brahmahatya mengikutinya. Pertama, ia pergi ke Vaikuntha. Dewa Wisnu menerimanya dengan senang hati dan memerintahkan pelayannya untuk segera menjamunya. Lakshmi menghaturkan ‘Manoradha Pati’ pada kepala Brahma. Dimulai dari Vaikuntha, Bhairawa meminta Dewa Wisnu untuk meminta anugerah. Dewa Wisnu meminta agar ia diberkahi dengan memberikan salam pada Bhairava. Bhairawa sangat berkenan dan memberkahi Dewa Wisnu dan mulai saat itu ia akan menjadi ‘pemberi’ bukan hanya pada manusia tetapi pada semua makhluk ataupun dewa.
            Kala Bhairawa sampai di Kashi. Saat ia menginjakkan kakinya disana, Brahmahatya pergi ke dunia bawah, Patala, iapun berteriak. Kepala Brahma yang kelima terjatuh. Tempat dimana ini terjadi disebut sebagai Brahmakalpa. Bhairawa menjadikan Kashi sebagai tempat tinggalnya dan ia pergi memenuhi keinginan dan doa pemujanya.
            Kala Bhairawa terlahir pada hari kedelapan pada saat bulan Margashirsha. Bagi mereka yang memujanya pada hari itu dan tetap terjaga pada malam harinya, akan dibebaskan dari segala dosa. Mereka yang tinggal di Kashi juga harus memujanya pada hari kedelapan dan hari keempatbelas dan juga pada hari Rabu. Bagi mereka yang tidak melakukan ini, dosanya akan berkumpul pada siang harinya. Bagi mereka yang membaca cerita ini dengan penuh pengabdian dan ketulusan, akan bebas dari semua ikatan.

                                                Ugra Narasimha

            Setelah mendengarkan cerita tentang Kala Bhairawa, para orang suci dan juga para rsi meminta Suta Muni untuk menceritakan pada mereka tentang cerita Sharabha.
            Suta menceritakan:
            Karena kutukan yang diberikan Sanaka, Sanandana dan yang lainnya, penjaga pintu surga, Jaya dan Vijaya, terlahir pada Diti dan Kashyapa sebagai Hiranyaksha dan Hiranyakashipu.
            Hiranyaksha menghancurkan dunia dan membuangnya ke dalam air. Srihari merubah wujudnya menjadi seekor babi dan membawa dunia kembali kebentuk semula. Hiranyakashipu bersumpah akan membelas dendam pada Dewa Wisnu dan ini membuat khawatir semua orang. Tetapi Prahlada, pemuja Dewa Wisnu, sejak ia berada dikandungan adalah putra kandungnya. Ayahnya tidak bisa menerima hal ini. Pengandian dan ketulusan Prahlada pada Dewa Wisnu tidak pernah berubah, walaupun ayahnya mencoba banyak sekali usaha yang kejam untuk membunuhnya, setelah semua usahanya untuk mendidiknya tidak membuahkan hasil.
            Tidak ada satupun yang dilakukan sang ayah yang bisa membuat Prahlada terbunuh. Suatu hari, karena keputusasaannya, raja raksasa ini memanggil putranya bertanya padanya apakah ia pernah melihat Dewa Wisnu. Putranya menjawab dimanapun ada dirinya, maka Dewa Wisnu akan selalu bersamanya. Raja raksasa bertanya apakah Dewa Wisnu ada di pilar bangunan istana? Maka putranya menjawab Dewa Wisnu ada disana. Kemudian dengan secepat kilat raja raksasa menendang pilar bangunan kerajaan dan dari pillar itu muncullah Narasimha dan membinasakan raja raksasa.
            Kejadian ini disaksikan oleh semua dewa. Semua memuji dan menyanyikan pujian pada Narasimha.

                                                Kemarahan Narasimha

            Walaupun semua dewa memujinya, kemarahan Narasimha tak terkendali. Ia mengalungkan tubuh raja raksasa itu. Ia mengolesi tubuhnya dengan darah. Tidak mampu menahan amarahnya iapun membawa mayat raja raksasa itu dengan mulut menganga yang seakan-akan siap untuk menelan dunia.
            Awan di langit retak hingga menjadi beberapa bagian. Burung yang terbang mati. Bintang-bintang bergemeretak. Planet tidak berada pada orbitnya. Lautan dipenuhi dengan gelombang besar. Matahari tak bersinar. Para dewa berlindung. Pegunungan runtuh. Dunia berguncang. Pertapaan orang suci dan para rsi terganggu. Semuanya bangun dari tapa mereka. Mereka semua mengucapkan mantra namun Ugra Narasimha- yang amarahnya tak terkendali- tidak bisa ditenangkan.
            Tuhan tidak bisa meminta bantuan siapapun. Narada atau bahkan Dewi Lakshmipun tidak bisa menenangkannya. Dewa Brahma tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka semua menghadap pada Dewa Siwa. Dewa Siwa berjanji akan membantu mereka dan mengirimkan Virabadhra pada Narasimha. Virabhadra mendekati Narasimha tetapi Narasimha tidak mau tenang. Ia menyuruhnya pergi. Ia memberitahu Virabhadra bahwa saat ini ia adalah Brahma. Ia ingin menelan jagat-raya. Kemudian Virabhadra berubah menjadi Sharabha.

                                    Inkarnasi Sharabha
            Dalam wujud itu, Virabhadra menyelimuti langit luas. Ia sangat terang seperti cahaya emas. Semua cahaya bersinar padanya. Dengan ribuan tangan dan telapan tangan yang besar, dengan bulan sabit pada rambutnya dan dua sayap yang amat lebar, paruh serta taring yang kuat. Ia juga memiliki kuku yang bisa mencakar apapun, dengan cahaya biru, empat kaki dan tiga mata ia ingin menghancurkan Narasimha.
            Virabhadra sebagai Sharabha memegang tangan Narasimha. Ia mengikatnya dengan ekornya. Pemuja Dewa Siwa meneriakkan ‘Assharabha, Sharabha!’  yang memenuhi langit. Ia mengangkat dan membawa Narasimha ke Kailasha dan memotong kepala dari badannya. Suksmarupanya menyatu dengan Dewa Siwa. Wujud badab kasarnya, ia kalungkan. Kepalanya, ia pakai sebagai kalungan pada kalungan tengkorak miliknya.
            Begitulah cerita itu.

                                    Gruhapati, seorang Vishwanara, mendapatkan posisi Agni

            Pada jaman dahulu, adalah sebuah kota yang bernama Dharmapuri di tepi sungai Narmada. Seorang brahmana yang bernama Vishwanara dari Shandilya gotra tinggal disana dengan istrinya Shuchismati. Ia sangat ortodok dan tidak mengenal hukum. Ia ingin memiliki putra dan iapun pergi ke Kashi dengan istrinya untuk memuja Dewa Siwa. Ia memuja Virashearalingga selama setahun penuh. Suatu hari seorang anak muncul dari tengah lingga. Brahmana memuja anak itu bagaikan Dewa Siwa sendiri. Nyanyian pujian brahmana itu terdengar oleh Dewa Siwa. Nyanyian itu adalah Abhilashashtaka (delapan sloka untuk pemenuhan keinginan). Dewa Siwa muncul sebagai seorang anak laki-laki, memberkahi brahmana itu dan mengatakan padanya bahwa ia akan terlahir sebagai anak laki-laki pada Shuchishmati.
            Dewa Brahma sendiri datang dan memberinama anak itu sebagai Grihapati. Vishwanara melakukan upacara untuk anaknya saat ia berusia lima bulan. Ia menyuruh putranya belajar Weda pada umur lima tahun. Ketika anak itu berusia sembilan tahun, Narada datang dan memberitahunya bahwa anak ini memiliki sifat yang sangat baik dan juga hal baik lainnya tetapi ia memiliki ‘ganda’ (bahaya kematian) pada saat ia berumur dua belas tahun.
            Grihatpati menghibur orang-tuanya dan mengatakan pada mereka ia akan dilindungi oleh Dewa Siwa, sehingga ia bebas dari bahaya kematian dan hidup abadi. Ia melakukan tapasya dan hidup dengan memakan akar-akaran selama enam bulan. Kemudian ia hanya meminum air saja dan kemudian ia hanya meminum setetes air dalam sehari.
            Grihapati berusia dua belas tahu. Pada hari kedua belas, Indra menemuinya dan memintanya untuk meminta anugerah. Anak ini tidak mau mengatakan apapun terkecuali Dewa Siwa sendiri yang datang. Dewa Indra mengeluarkan senajata permatanya. Mengingat ramalan Narada, anak ini segera meloncat, kemudian muncullah Dewa Siwa. Anak ini hanya bisa memandangnya dengan terpana. Dewa Siwa mengatakan bahwa ia bisa mengetahui apa yang ia pikirkan dan kemudian ia memberikan posisi Agni untuknya. Ia akan selalu ada dalam diri makhluk hidup sebagai api rasa lapar Jatharagni, api rasa lapar. Lingga yang ia tanam akan dikenal dengan nama Agniswara lingga. Siapapun yang memuja lingga itu tidak akan pernah takut api atau permata. Dewa Siwa memberinya dikapti dari timur laut dan menghilang ke dalam Agnishwara lingga. Itulah mengapa Agni dikenal dengan sebutan Vishwanara.
            Jadi telah disebutkan empat puluh tujuh awatara dalam seluruh cerita ini.
            Suta Muni kemudian memberitahu para rsi dan orang suci untuk menyebutkan inkarnasi Dewa Siwa sebelumnya. Mereka adalah : 1. Mahakala, pasangannya Mahakali; 2. Tara, pasangannya Tara Shakti; 3. Bala Bhuwaneshwara, pasangannya Bala Bhuwaneshwari; 4. Shodasha Shri Vidyeshwara, pasangannya Shodasha Shri Vidyeshwari, 5. Bhairawa, pasangannya Bhairawi; 6. Chinna Mastakeshwara, pasangannya Chinna Mastakeshwari; 8. Bagala Mukheshwara, pasangannya Bagala Mukhi; 9. Matangeshwara, pasangannya Matangi; dan 10. Komaleswara, pasangannya Komala Dewi.

                                                Yakshavatara

            Inkarnasi yang pantas untuk diceritakan berikutnya adalah Yakshavatara.
            Suatu kali pada saat perang antara dewa dan raksasa, para dewa menang. Melupakan bahwa kemenangan itu adalah berkat Dewa Siwa, mereka menyombongkan diri. Kemudian muncullah yaksha dihadapan mereka yang adalah jelmaan Dewa Siwa sendiri.
            Ia bertanya mengapa mereka tertawa dengan sangat keras. Mereka berkata bahwa mereka memenangkan peperangan atas para raksasa. Kemudian Dewa Siwa berkata bahwa tanpa berkahnya tidak akan ada yang bisa terwujud. Setelah mengatakan itu Dewa Siwa mengeluarkan sebuah rumput ilalang. Agni tidak bisa membakarnya; Dewa Bayu tidak bisa menggerakkannya, tidak ada yang berhasil melakukan apapun pada rumput itu. Bahkan senjata permata Indra tidak bisa juga.
            Kemudian para dewa berdoa pada Dewa Siwa dengan sepenuh hati. Dewa Siwa berkenan menampakkan diri dan memberkahi mereka.

                        Namo Rudrebhayah – Cerita lengkap tentang sebelas Rudra

            Sekarang dengarkan ceritaku, kata Suta Muni pada para rsi dan orang suci dan menggambarkan inkarnasi sebelas Rudra.
            Para dewa berdoa pada Kashyapa, ayah mereka, untuk menyelamatkan mereka dari raksasa. Kashyapa pergi ke Kashi, menanam sebuah lingga dan memulai tapasyanya. Dewa Siwa bermanifestasi dan mendengarkan ceritanya tentang perbuatan buruk para raksasa. Kashyapa memiliki sebelas putra melalui perkawinannya dengan Surabhi. Mereka adalah: 1. Kapali 2.Pingala 3. Bhima 4. Virupaksha 5. Vilohita 6. Shastha 7. Ajapaata 8. Ahirbhudnudu 9. Shambhu 10. Chanda dan 11. Bhava. Dalam kesemua wujud ini Dewa Siwa melawan para raksasa dan menang. Muncullnya tujuh Rudra telah mendapatkan pujian. Mereka tinggal di Timur Laut dan menjaga para pemuja. Mereka bertanggung-jawab atas mantra “Namo Rudrebhayah”

                                     Cerita tentang inkarnasi Durwasa

            Suatu kali Atri melakukan tapasya di sebuah gunung yang bernama Pratyakshakula. “ Wahai Paramatma! Yang ada diatas segalanya, berkahilah aku dengan seorang putra!” ia berdoa.
            Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Maheshwara bermanifestasi dan memberikan ia anugerah bahwa ia akan mendapatkan seorang putra dengan amsha yaitu memiliki kekuatan dan kemuliaan dari ketiga dewa trimurti. Seketika itu juga Anasuya, istri atri melahirkan ketiga putra: Chandra denan Brahmaamsha (aspek Brahma), Dutta atau Duttaatraya dengan amsha dari Dewa Wisnu dan Durwasa dengan Rudramsha. Dari ketiganya, Durwasa banyak sekali melakukan pembuktian keyakinan dan juga memberikan berkah pada pemuja. Methode yang dipakai oleh Durwasa sangat aneh. Inilah ceritanya.
            Setelah mengatakan itu Suta Muni menceritakan sebuah cerita tentang Durwasa dan Ambarisha.
            Suatu kali ada seorang raja yang bernama Ambarisha dari keturunan Surya. Ia biasa berpuasa selama sebelas hari dan pada hari berikutnya memberikan makanan pada banyak Brahmana. Mengetahui hal ini, Durwasa mengunjunginya bersama dengan muridnya ketika raja sedang melaksanakan upacara Dwadashi (upacara pada hari ke dua belas). Ambarisha menyambut sang rsi dan muridnya.
            Durwasa menuju ke sungai untuk mandi. Untuk menguji sang raja, ia menunda-nunda makan. Dwadasi tithi akan segera berakhir dan sang raja khawatir. Sang raja kemudian sang raja meminum setets air dan sambil terus menunggu. Durwasa tahu bahwa sang raja telah melanggar peraturan dengan meminun setetes air sebelum memberinya makan. Ia memperingatkan sang raja akan akibat yang akan ia terima.
            Teriakan sang rsi yang amat keras membangunkan chakra Sudarshana Dewa Wisnu. Chakra ini hampir saja menyerang Durwasa. Kemudian aakashvani (suara langit) memperingatkan Ambarisha bahwa chakra itu hampir melukai sang rsi yang bukanlah rsi biasa. Chakra itupun menyadari bahwa Durwasa adalah Dewa Sankara sendiri yang sedang menyamar. Ambarisha berdoa pada Durwasa. Durwasa memberikan berkah pada sang raja.
            Kemudian Suta Muni menceritakan tentang sebuah cerita tentang Krishna dan  Durwasa.
            Suatu hari Krishna melakukan sebuah upacara memberikan makanan pada Brahmana. Durwasa pergi kesana untuk menguji Krishna. Ia meminta pada Krishna agar keretanya ditarik bukan oleh kuda akan tetapi oleh dirinya dan pasangannya. Keduanya menurutinya. Sangat terkesan dengan hal ini Durwasa memberkahi Krishna dengan permata- tubuh yang kuat dan kekuatan yang tiada taranya.
            Suatu kali Durwasa sedang mandi di Akash Gangga, pakaian dalamnya terhanyutkan oleh air. Draupadi yang kebetulan kesana merasakan ketidaknyamanan sang rsi, ia kemudian merobek sarinya dan memberikannya padanya. Merasa sangat berkenan Durwasa memberkahinya dengan pakaian yang tidak akan ada habisnya pada saat pertemuan para Kuru di kerajaan.
           

                                    Dewa Siwa muncul sebagai Hanuman

            Dewa Siwa memiliki inkarnasi yang tak terhitung jumlahnya. Suatu kali ketika Dewa Wisnu menjadi Mohini, seorang bidadari yang sangat cantik, Dewa Siwa sangat tergoda. Tujuh angin membawa benihnya dan meletakkannya di telinga Dewi Anjana, putri Rsi Gauthama. Sebagai akibatnya, ia melahirkan putra. Putra yang terlahir ini merasa sangat lapar sehingga iapun menelan matahari, yang ia kira sebuah buah-buahan. Para dewa tahu bahwa bayi ini lahir dengan Shiwamsha. Mereka menemuinya dan memintanya untuk memuntahkan matahari. Para dewa dan para rsi memberinya banyak anugerah. Kemudian Balanjaneya ( putra Anjaneya atau Hanuman) mengembara sesuai dengan perintah ibunya dengan kereta Dewa Siwa. Ia belajar semua seni dan dengan ijin Garuda, ia menjadi teman Sugriwa, dari dinasti matahari. Kemudian ia memainkan peranan yang sangat besar dalam Ramayana. Jadi Hanuman juga adalah inkarnasi Dewa Siwa.
           
                                    Inkarnasi Bhairawa sebagai Bhetala (vetala)

            Dewi Parwati dan Parameshwara, menjadikan Bhairawa sebagai penjaga pintu. Kemudian Dewi Parwati dan Dewa Siwa sedang bercanda. Dewi Parwati pura-pura menjadi seorang wanita yang mendatangi pintu. Bhairawa mengira bahwa ia adalah wanita biasa dan iapun menghentikannya. Ia marah dan kemudian ia mengutuk agar Bhairawa terlahir sebagai manusia ke bumi.
            Dengan penuh kasih untuk Bhairawa, Dewa Siwa dan Parwati ikut mengalami inkarnasi ke bumi sebagai Mahesha dan Sharada.
            Tidak hanya itu. Ketika para dewa dan para raksasa mengaduk lautan Dewa wisnu mengusir para raksasa, dan ia  menuju ke dunia bawah, Paatala. Disana ia bertemu dengan banyak wanita dan memiliki banyak anak. Karena anak-anak itu adalah putra Dewa Wisnu maka merekapun sangat kuat. Mereka menimbulkan banyak masalah dibumi maupun di langit. Para dewa meminta bantuan dari Dewa Siwa. Kemudian Dewa Siwa mengambil bentuk seekor lembu jantan dan turun ke bumi serta menghancurkan putra-putra Dewa Wisnu yang jahat. Ia mengeluarkan suara lembu jantan yang amat menakutkan. Dewa Wisnu keluar dan menemukan keturunannnya telah hancur. Kemudian ia menyerang lembu jantan dengan kuat. Lembu jantan itu menelan semua serangan itu. Kemudian Dewa Wisnu sadar bahwa lembu jantan itu adalah Dewa Siwa sendiri. Dewa Siwa mengajarkan kebaikan padanya dan memintanya untuk ikut ke Vaikunta. Tetapi Dewa Wisnu ingin mengambil chakranya yang tertinggal. Tetapi Dewa Siwa mengatakan bahwa ia akan memberikannya chakra yang baru. Mengambil chakra yang kedua, senjata yang menghancurkan moha, ia berdoa pada Dewa Siwa dan Dewa Wisnu kembali ke Vaikuntha.
           
                                    Pinaki menjadi Pippalada
            Dalam peperangan dengan Vrittasura, para dewa dikalahkan. Mereka bertanya pada Dewa Brahma bagaimana cara membunuh para raksasa itu. Kemudian Dewa Brahma memberitahunya tentang Rsi Dadichi yang mendapatkan anugerah tulang yang kuat dari Dewa Siwa. Jika mereka bisa mendapatkan tulang Dadhichi dan membuat sejata yang terbuat dari permata mungkin saja Vrittasura bisa dibunuh.
            Para dewa mengirimkan doa pada Dadhichi. Ia meminta mereka untuk melakukan puasa hingga mati (Prayopavesha) dan menyatu dengan Dewa Siwa. Para dewa sangat kagum bahwa seorang manusia bisa memberikannya tulangnya hanya karena para dewa memintanya. Para dewa menggali tulangnya dari Kamadhenu. Wiswakarma diminta untuk membuatkan sebuah senjata. Ia membuat Vajrayudha dengan tulang belakangnya.
            Istri Dadhichi Suvarcha, mendengar bahwa Dadhichi telah tewas, ia menceburkab diri dalam api pengorbanan. Tetapi suara langit mengingatkannya bahwa ia sedang mengandung benih dari Dadhichi dan oleh karena itu ia tidak boleh bunuh diri. Tetapi ia tidak bisa menunggu lagi. Kemudian ia menabrakkan diri ke sebuah batu dan keluarlah seorang bayi.
Setelah meletakkan bayi itu di bawah pohon Pipal, ia kemudian menghempaskan diri ke dalam api.
            Para dewa melakukan upacara kelahiran dan menamai anak itu Pippalada. Di tempat itu dimana ibunya meletakkan bayi itu, Pippalada melakukan sebuah tapasya yang agung.

                                    Pippalada mengutuk Shani
            Pipalada menyelamatkan para anak laki-laki dan anak perempuan hingga berumur enam belas tahun, terhindar menjadi mangsa Shani dan meninggal. Shani kemudian diancam. Jika ia mengganggu orang yang muda, Pippalada mengutuk bahwa ia akan dikutuk. Bahkan hari ini, untuk mengurangi pengaruh Shani, mereka yang tahu akan abhiseka untuk Shani. Shani tidak bisa mengganggu pemuja Dewa Siwa.
           
                                    Inkarnasi Vissyanadha
            Pada suatu hari, ada seorang prostitusi di desa Nandi yang bernama Mahananda. Semua orang jatuh hati padanya dan menginginkannya. Hanya dengan melihat sekilas saja ia akan membangkitkan Madan (Manmadha) hidup kembali. Tetapi ia adalah pemuja Dewa Siwa. Setelah ia bekerja, ia akan mandi dan ia akan memuja Dewa Siwa dengan penuh bakti. Ia sering sekali sangat kusyuk dan hingga tak sadar menari sendiri.
            Dewa Siwa ingin mengujinya. Ia kemudian menyamar menjadi seorang pedagang yang bernama Vysya dan mendekatiya. Ia mengenakan perhiasan dari permata. Mahananda pada saat melayaninya melihat kalung itu dan memintanya.
            Dewa Siwa akan memberikannya tetapi ia bertanya bagaimana ia akan membayarnya. Kemudian iapun menjawab bahwa sebagai prostitusi ia akan menjadi seorang istri yang setia selama tiga hari sesuai dengan harga kalung itu. Dewa Siwa meminta ia bersumpah. Kemudian ia memberikan lingga permatanya dan meminta agar ia menjaganya. Ia menyembunyikannya disebuah aula tempat menari dan melayani Vysya hingga malam.
            Pada malam hari, Vysya menghidupakan api di aula tari itu. Mahananda tidak bisa menyelamatkan lingga permata itu. Ketika ia sedang berusaha menyelamatkannya, sebuah pillar jatuh diatas lingga dan menjadikannya dua.
            Vysya sangat sedih. Ia berkata bahwa hidupnya tak berharga tanpa lingga itu. Ia memintanya menyiapkan api agar ia bisa membakar diri. Kemudian Mahananda akan membakar diri juga karena ia adalah seorang istri yang baik. Tetapi ia Cuma mengatakan bahwa ia akan menjadi istrinya hanya tiga hari saja. Tetapi sayang sekali seorang istri yang setia harus melakukan Sati Sahagamana, ia juga akan mengikuti suaminya.
            Kemudian bermanifestasilah Dewa Siwa dan memintanya untuk meminta sebuah anugerah. Ia berdoa agar Dewa Siwa mau memberinya salokya (tempat di lokanya). Dewa Siwa memberkahinya dan memberikannya sebuah anugerah yang ia minta.
            Suta Muni kemudian ia menceritakan pada para rsi dan juga orang suci sebuah cerita tentang inkarnasi tentang Dwijeshwara.
           
                                    Inkarnasi sebagai Dwijeshwara

            Ketika Dewa Siwa berinkarnasi sebagai Rishabhyogi, ia memberkahi seorang bidadari, putra Bhadrayuvu. Dengan berkah Dewa Siwa, Bhadrayuvu mengalahkan putranya dan menjadi seorang raja. Suatu hari ia bercinta dengan istrinya di taman.
            Dan kemudian untuk mengujinya Dewi Parwati dan Parameshwara mendekatinya sebagai pasangan brahmana dan meminta perlindungan dari seekor harimau yang ingin menyerang mereka. Sebelum ia mengambil panah dan busurnya, harimau itu menyeret istri brahmana. Brahmana tua itu  menyalahkan sang raja. Kemudian raja meminta seorang brahmana untuk mencari apa yang ia inginkan. Brahmana mengatakan bahwa ia menginginkan istrinya dan ia meminta sang raja memberinya istrinya (istri sang raja).
            Bhadravuyu menyiapkan api pembakaran. Ia memberikan iastrinya pada sang brahmana dengan sebuah upacara dan ia hampir saja melompat menuju api pembakaran.
            Kemudian Dewa Siwa memperlihatkan dirinya dan ia menyuruh sang raja untuk meminta anugerah. Sang raja ingin melakukan pelayanan di Kailasha untuk orang-tuanya, karena itulah Vysya disebut sebagai Padmakara dan putranya Sunayana. Sang ratu meminta hal yang sama pada orang-tuanya. Awatara yang memberikan semua ini pada pemujanya disebut dengan Dwijeswaraavatar.

                                    Inkarnasi Yatinadha dan Hamsa

            Hiduplah pasangan Bhilla, suku hutan di gunung yang berada di daerah Adbhuta. Mereka sangat berbakti. Suatu kali Dewa Siwa ingin menguji mereka. Dengan menyamar menjadi Yatinadha (yati adalah orang suci dengan tingkatan yang paling tinggi), Ia datang ke pondok Ahuka dan melayaninya dengan ramah. Ia meminta agar diijinkan untuk menginap satu malam. Pondok itu amat kecil hingga tidak bisa memuat tiga orang. Dengan mengatakan bahwa ia akan berjaga diluar, Ahuka mempersilahkan yati untuk tidur di dalam bersama istrinya. Tetapi malam itu Ahuka tewas oleh binatang buas, Ahuki, istrinya mempersiapkan sebuah api dan akan meloncat. Kemudian Dewa Siwa bermanifestasi dan memberitahu mereka ia hanya ingin mengujinya saja. Ia berjanji bahwa ia akan menyatukan mereka lagi dalam inkarnasinya berikutnya sebagai seekor Angsa. Kemudian disanalah ia menjadi lingga yang disebut dengan Achaleshwara lingga.
            Pada kelahiran berikutnya, Ahuka terlahir sebagai putra Nala seorang pemimpin Nishada yang bernama Virasena. Ahuki (istri Ahuka) terlahir sebagai Damayanti, putri seorang raja Vidharba yang bernama Bhimaraja. Dewa Siwa bermanifestasi sebagai seekor angsa dan menyatukan mereka berdua. Ia tidak hanya menyatukan pemujanya tetapi juga para kekasih diberkahi oleh Dewa Siwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar