SIWA PURANA IV
Manu, Manvantara, Posisi dan Rsi
Swayambhu
adalah Manu yang pertama. Ia adalah pemimpin- penegak hukum dan waktu
hidupnya disebut dengan Swayambhu Manvantara. Dalam Manvantara ini tujuh
putra spiritual (manasaputra) Brahma- Marichi, Atri, Pulaha, Kratu,
Pulatsya dan Vishista tinggal sebagai rsi yang agung di Utara.
Yang
kedua adalah Swarochisha Manvantara dengan Swarochisha sebagai Manu.
Rochana akan menempati tempat Indra. Para dewa disebut dengan Tushita.
Urdhwasthambhu, Parasthambhu, Rishabha, Vasumantha, Jyotismanta,
Dyutimanta, Rochishmanta adalah tujuh rsi.
Uttama
manvantara adalah yang ketiga. Uttama adalah seorang Manu. Satya
(kebenaran), Veda (Weda) dan shruti (kitab agung) adalah dewanya.
Satyapita adalah Indra. Urthwasthambha dan yang lainnya adalah tujuh
rsi.
Manu
yang keempta adalah Tamas dan Manvantaranya disebut dengan Tamasa
manvantara. Tamasa adalah Manu. Trishanku adalah Indra. Devabahu dan
yang lainnya adalah tujuh rsi sementara itu Bhutarajaska adalah dewanya.
Indra akan menjadi Dewa Wisnu.
Yang
keenam adalah Chakashusha manvantara dengan Chakshu sebagai Manu dengan
Medharhidhi, Paulatsya, Vasu, Kashyapa, Jyotishmantha, Bhargawa dan
Dhritimantha sebagai tujuh rsi.
Mannvantara
yang ketujuh adalah Vywaswata manvantara. Vywaswata adalah Manu.
Kashyapa, Atri, Vashistha, Vishwamitra, Gautama, Jamadagni, Bharadwaja
adalah tujuh rsi. Sadhwi, Rudra, Vishwadewa, Vasumata, Aditya, Ashwini
Kumara adalah para dewa. Pakashasana adalah Indra.
Sarvarni
adalah delapan nama dalam sarvarni manvantara. Kashyapa, Bharadwaja,
Angirasa, Vasishta, Atreya, Havya, Pulaha adalah para rsi. Keturunan
Rohita adalah para dewa.
Ruchi
adalah Manu yang kesembilan. Rauchya manvantara memiliki Rama, Vyasa,
Atreya, Diptimanta, Subahu, Shruti, Bharadwaja, Ashwathama adalah tujuh
rsi. Dalam manvantara ini, Balichakravarti adalah Indra.
Manvantara
yang kesepuluh adalah Brahma Savarni Manvantara. Brahma Savarni adalah
Manu. Harishmantha, Pulaha, Prakirti dan empat belas yang lainnya adalah
enam belas rsi. Dwishamantha adalah para dewanya. Indra adalah Shambhu.
Yang
berikutnya adalah Dharma Savarni manvantara. Harishmantha, Kashyapa,
Vapushmanta, Varuni, Atreya, Vasishta Anaya, Angirachara, Dhrushya
Paulatsya Nishwarah. Agniteja adalah tujuh rsi. Dewanya adalah para
vidhruta.
Yang
keduabelas adalah Rudra Savarni Manvantara. Dyuti, Vashisthaputra,
Atreya, Sutapa, Angira, Tapomurti, Tapovashvi, Kashyapa, Tapodhana,
Paulatsya, Pulaha, Taporati, Bhargawa adalah tujuh rsi. Putra spiritual
Brahma adalah para dewa. Rutadharma adalah Indra.
Yang
ketigabelas adalah Devasavarnika manvantara. Angirasa, Dhritimantha,
Paulatsya, Ahavyavana, Paulaha, Tatwadarshi, Bhargawa, Nirutsava,
Nishprapancha, Atreya, Nirdeha, Kashyapa, Vasistha adalah para rsinya.
Trividha adalah dewanya. Divashpati adalah Indra.
Yang
terakhir adalah Indrasavarni manvantara. Agnidhra, Kashyapa, Paulatsya,
Magadha, Bhargawa, Atibahya, Shuchi, Angirasa, Yukta, Atreya, Pautra,
Vasistha, Ajita, Pulaha adalah para rsi. Pavitra dan Chakshushu adalah
para dewa. Shuchi adalah Indra.
Penggambaran tentang Chayapurusha
Setelah
mandi, menggunakan pakaian yang bersih, memakai kalungan bunga dan
mengucapkan Shiva Panchakshari stotra, berdiri dihadapan matahari atau
bulan dan yang dipandang adalah bayangannya. Setelah beberapa saat,
seseorang itu bisa melihat bayangan itu di langit putih. Inilah yang
disebut dengan Chayapurusha. Setelah mempelajari bayangan itu, seseorang
akan mendapatkan Shivadarshana. Melalui hal ini seseorang bisa tahu
kejadian yang akan datang. Jika bayangan itu nampak tanpa kelapa maka ia
akan meninggal dalam jangka waktu enam bulan lagi. JIka kulit tubuh
nampak putih, akan terjadi pertumbuhan Dharma. Jika nampak hitam,
dosanya yang bertambah. Jika berwarna merah, maka akan terjadi masalah
atau menemui kesulitan. Jika berwarna kuning, maka akan ada kebencian.
Jika tanpa leher, maka keluarga akan meninggal. Jika melengkung maka
istri yang akan meninggal. Jika kaki tidak menyentuh tanah maka
perjalanan sangat diperlukan. Inilah Chayapurusha melalui yang mana
seseorang itu bisa melihat masa depan.
Menghaturkan oblasi (persembahan) pada leluhur
Sementara Muni menjawab pertanyaan mengenai arti oblasi pada leluhur, Suta Muni berkata:
Oblasi ini harus dipersembahkan seperti yang digambarkan dalam Kalpa (prosedur upacara).
Dimasa
lalu ketika Shantanu meninggal, Bhisma menghaturkan persembahan
(oblasi) untuk mengenangnya. Ia menyimpan bola dari nasi pada sebuah
tempat. Pada saat itu, tangan Shantanu muncul dari tanah dan menerima
persembahan itu. Bhisma menangis atas kejadian itu, ia menaruh bola nasi
itu pada sebuah tempat tanpa menghaturkannya pada ayahnya. Shantanu
sangat bahagia karena putranya mengikuti prosedur upacara yang benar.
Kemudian Shantanu memberi putranya anugerah bahwa ia akan mati apabila
ia menginginkannya.
Jadi upacara oblasi pada orang yang meninggal harus diberikan sesuai dengan prosedur yang tertulis dalam Kalpa (Kalpokta vidhi).
Kelompok leluhur tujuh berada di surga. Dari ketujuh itu, empat memiliki wujud dan yang lainnya tanpa wujud.
Akan
lebih baik jika kita menggunakan alat-alat persembahan dari perak jika
berhubungan dengan orang yang mati. Karenanya keturunan bisa berlanjut.
Karena upacara ini semuanya akan senang bahkan tumbuhan juga akan subur.
Itulah mengapa manusia harus melanjutkan melakukan upacara ini.
Prosedur dalam upacara bagi mereka yang telah meninggal: beberapa penjelasan
Setelah mendengarkan Suta Muni para rsi bertanya pada mereka lagi.
Manusia
pergi ke surga atau ketempat lain sesuai dengan perbuatannya sendiri.
Ia juga bisa terlahir kembali dan lagi. Apabila begitu bagaimana upacara
atau hasil pahala dari upacara ini bisa sampai pada mereka?
Suta
Muni tersenyum dan berkata bahwa mereka sangat bingung. Bagi yang masih
hidup disini para lelulur yang telah mendahului sulit untuk diketahui.
Itulah mengapa pada saat upacara, persembahan harus dilakukan dengan
enam cara.
1. Agnikarma - melalui inilah apapun yang dihaturkan dalam upacara mencapai loka yang lebih tinggi.
2. Jika leluhur berada di dunia sana (yama loka), haturkanlah sedikit biji wijen.
3. Jika mereka berada di neraka atau ditempat hukuman, nasi yang dimasak dihaturkan pada mereka.
4. Jika mereka berada di surga, annadana (sedekah makanan, nasi yang dimasak) adalah hal yang tepat.
5. Jika mereka berada di dunia manusia, uang yang diberikan sebagai amal (dakshina) akan membuat mereka berkenan.
Walaupun
kita tidak mengetahui dimana mereka, kita harus mempersembahkan
persembahan ini. Para nenek moyang memiliki kemampuan untuk memberikan
anugerah. Walaupun mereka mungkin mengalami penderitaan di dunia sana,
namun mereka masih bisa memberikan kita berkah. Kita harus membuat
mereka berkenan dengan persembahan kita. Kemudian Suta Muni memberitahu
mereka tentang cerita Saptavyadha (tujuh vajadha).
Cerita tentang tujuh pemburu (Saptavyadha)
Dalam
Vamsa (keluarga besar) Bharadwaja, ada seorang brahmana yang bernama
Kaushika. Ia memiliki tujuh putra yang bernama: Vaghushth, Krodhan,
Himsru, Pishunu, Kavi, Swaprushtha, Pitruvarthi. Ketujuh putra ini
menemui Garga sebagai muridnya dan mempelajari semua. Ketika semua ini
terjadi, suatu hari Kaushika meninggal. Karena hal ini para putranya
hidup dengan guru Garga. Ketika hari memperingati hari kematian ayahnya,
para putra ini tidak memiliki keinginan sama sekali mengadakan upacara
peringatan. Mereka dengan santai menggembala sapi gurunya. Walaupun yang
lain mencoba mencegah, dua putra diantaranya Kavi dan Swaprustha
membunuh sapi dan memakainya sebagai persembahan pada ayah mereka yang
telah meninggal. Keduanya berbohong bahwa seekor singalah yang telah
membunuh sapi itu. Brahmana yang polos ini percaya dengan apa yang
mereka katakan. Walaupun ia percaya, keduanya telah melakukan dosa pada
guru – selain juga karena membunuh seekor sapi.
Karena
kedua dosa ini, mereka terlahir sebagai putra pemburu burung (boya)
yang bernama Manaswi. Karena mereka melakukan hal baik dan juga
pelayanan tulus dalam kehidupan sebelumnya maka merekapun memiliki
kemampuan untuk melihat kelahiran mereka sebelumnya. Walaupun lahir
sebagai seorang pemburu, mereka adalah vegetarian. Mereka memuja Dewa
Siwa. Kemudian mereka terlahir sebagai dua burung bersaudara. Mereka
tidak menikah. Pada kehidupan mereka kemudian merekapun menjadi burung
lagi. Ada tujuh burung Chakravaka yang mengunjungi pulau Shari. Suatu
hari raja pulau itu datang berkunjung. Salah satu burung itu melihat
sang raja iapun ingin menjadi seorang raja. Satu burung yang lain ingin
menjadi pegawai kerajaan. Karena ketulusan mereka melakukan segalanya
berpuasa, tidak menikah dan lain-lainnya, mereka mendapat pahala dan
terkabul keinginannya. Setelah beberapa kelahiran, merekapun terlahir
dengan nama Brahmadatta dan nama baik yang lain di kota Kampilya. Kedua
burung ini lahir sebagai Brahmana sedangkan Brahmadatta lahir sebagai
Kshatriya. Raja Kampilya mengabdikan singgasana pada Brahmadatta dan
meninggalkannya untuk melakukan tapasya. Para Brahmana yang adalah para
menteri menjadikan putra mereka menjadi menteri lagi. Sehingga keinginan
Chakravaka terkabulkan.
Karena
ingatan tentang kelahiran sebelumnya, memikirkan kelahiran berikutnya,
mereka hidup dengan baik dan tulus dan selalu berdoa bahwa mereka akan
bebas dari perputaran kelahiran dan kematian.
Setelah
mengatakan ini Suta Muni mengatakan pada para orang suci bahwa
menceritakan kembali atau mendengar tentang cerita saptavyadha (tujuh
pemburu) akan menguatkan tubuh, kata-kata dan manas.
Kemudian atas keinginan para rsi dan orang suci Suta Muni menceritakan tentang cerita Parashara.
Cerita Parashara
Parashara
adalah cucu Brahma dari putranya Vasishta. Ia memiliki pengetahuan yang
tak terbatas. Karena ia menyukai astronomi, ia menjadi astrologi yang
termasyur. Ia menulis sebuah buku yang berjudul Parashara Samhita. Ia
terkenal bukan karena cucu Sakthi tetapi karena cucu Vashistha.
Setiap hari ia biasa menghitung pergerakan planet dan dengan itu ia bisa meramalkan apa yang akan terjadi.
Suatu
kali ia harus menyeberangi Yamuna. Ia menemui Dasaraja. Tetapi karena
Dasaraja sedang makan, ia menyuruh putrinya Satyawati untuk mengantar
sang raja menyeberangi sungai.
Satyawati dan Parashara
Perahu
itu lajunya pelan. Riak-riak sungai Yamuna bergerak dengan indah.
Walaupun itu tengah hari suasananya sangat indah. Satyawati menyanyi
dengan merdu. Parashara tiba-tiba merasakan perasaan aneh yang
membuatnya amat terkejut.
Karena
pergerakan plane, saat itu adalah hari mendekati hari kelahiran
Parashara. Apapun kastanya, jika seorang wanita itu masih murni,
cahayanya akan sangat indah. Lirikan Parashara terhempas pada Satyawati.
Kemudian ia bertanya padanya. Ia berkata bahwa ia masih perawan.
Parashara karena itulah ia ingin agar Satyawati mengandung anaknya.
Tetapi Satyawati takut keperawanannya hilang. Parashara mengatakan bahwa
keperawanannya akan tetap tak terganggu. Parashara mengatakan bahwa bau
amis akan hilang darinya berganti dengan bau yang sangat harum hingga
sampai di kejauhan. Jadi Matsyagandhi (Satyawati) menjadi Yojanagandhi.
Akhirnya malam itu Parashara menghamili Satyawati.
Kelahiran Vyasa
Pada
saat Sadyogarbha (saat melahirkan) Satyawati melahirkan seorang putra.
Setelah anak itu lahir ia kemudian menjadi Vatu ( seorang anak dengan
kulit rusa, dan kamandalu menggunakan pakaian yang sederhana). Karena ia
lahir di pasir dengan sedikit cahaya, ia kemudian diberinama
Krishnadwaipayana. Ia berdoa pada Satyawati untuk mengijinkannya
melakukan tapasya dan ia akan datang dihadapannya dengan cepat ketika ia
memanggilnya.
Setelah
semua yang ia lalui, Satyawati kembali ke kerajaannya. Tidak ada yang
bertanya apapun padanya. Setap orang bersikap biasa saja seakan ia tidak
pergi dengan pertapa ke tepi sungai.
Begitulah penulis purana, Rsi Vedavyasa lahir kedunia.
Cerita tentang Vyasa
Para
rsi dan orang suci bertanya: bagaimana kelanjutan cerita tentang anak
ituyang langsung bertapa setelah kelahirannya langsung melakukan
tapasya!
Jawab Suta Muni:
Pada
tapa itu, ia diberikan semua Weda oleh Brahma. Vyasa membaginya menjadi
empat. Ia mengumpulkan informasi penting dan menulis Purana yang
merangkum semua informasi penting dalam Weda.
Pada
saat itu, pikirannya melayang dan ingin memiliki putra. Saat mengaduk
arani ( untuk membuat api) ia melihat Grutachi, seorang apsara
(bidadari), dan iapun sangat tergoda. Karena takut akan dirinya, yang
bisa berbuat buruk, ia mengubah wujud menjadi seekor burung kakatua.
Dengan menjadi burung ia kemudian tanpa sengaja telah menjatuhkan
benihnya pada ‘arani’. Dari arani itu, bukan mengeluarkan api tetapi
seorang anak yang sangat tampan. Para bidadari menaburkan bunga. Brahma
sendiri turun ke bumi dan memberikan anak itu darbhasana, kulit rusa
(Krishnajina), sebuah sabuk, kamandalu dan juga paraphernalia untuk
tapasya (meditasi tingkat tinggi). Karena anak itu terlahir kari
kecantikan seekor burung kakatua (shuka) maka ia diberi nama shuka.
Kata Suta Muni kemudian:
Kalian semua terberkahi dengan mendengarkan cerita tentang seorang rsi yang telah menjadi seorang tapasi sejak lahir.
Shuka
menjadi murid Brihaspati. Vyasa ingin menikahkan putranya, Shuka. Shuka
tidak ingin menikah. Vyasa menulis purana yang sangat berharga dan
menyuruh Shuka membaca semuanya. Shuka tidak ingin terjebak dalam
‘samsara’ (ikatan kekeluargaan). Akhirnya Vyasa menuruh putranya pergi
ke Janaka. Tetapi Shuka kembali ke ashrama ayahnya.
Kemudian
dikatakan setelah gurunya mengumumkan bahwa ia telah melengkapkan
studinya, Shuka menika dengan seorang gadis, ia kemudian memiliki putra.
Cucunya Brahmadatta menjadi seorang raja dan kemudian menjadi bagian
lima unsur.
Vyasa
sangat sedih karena ia tidak bisa mencapai apa yang telah dicapai oleh
Shuka. Tetapi Vyasa tahu bahwa hanya dengan memikirkannya saja Shuka
akan memperlihatkan diri dihadapannya. Ketika Vyasa sedang memikirkan
hal ini, Satyawathi memikirkannya. Setelah Vyasa meninggalkannya sebagai
yojanagandhi, Shantanu menikah dengan Sathyawati. Shantanu memiliki dua
putra dari Satyawati. Yang sulung bertarung dengan gandharwa dan tewas.
Yang kedua dinikahkan dengan dua gadis perawan, Amba dan ambalika.
Bhisma menyelenggarakan pernikahan ini (Bhisma adalah putra Santanu dan
Gangga). Bhisma mengambil sumpah bahwa ia tidak akan menikah agar putra
Satyawati yang mewarisi Shantanu. Karena nafsunya yang tidak terkendali
suami Amba dan Ambalika meninggal. Kerajaan itu tanpa raja. Bhisma tidak
mau menjadi raja. Tetapi ia ingin agar Amba dan Ambika memiliki putra
dari Brahmana seperti yang disebutkan hukum suci.
Satyawati
tidak mau memberikan menantunya pada orang asing. Tetapi ia
menginginkan keturunan dan Vyasa memperlihatkan diri dihadapannya.
Satyawati mengatakan sebagai putranya ia akan menjadi pasangan yang
tepat bagi menantunya. Ia memintanya untuk menghamili Amba dan Ambalika.
Vyasa
yang sangat sedih karena kehilangan dua saudaranya, iapun setuju untuk
memberikan putera pada Amba dan Ambalika. Karena Amba menutup matanya
saat bersama Vyasa, putranya terlahir buta. Kemudian yang kedua,
Ambalika pucat melihat Vyasa dan untuk alasan itulah ia melahirkan putra
yang sakit-sakitan.
Ketika Satyawati meminta Amba untuk bersama dengan Vyasa, Amba yang ketakutan mengirimkan pelayan.
Satyawati sangat kecewa. Vyasa tidak mau melakukannya lagi.
Kemudian
Suta Muni memberitahu para orang suci dan orang suci bahwa putra Amba
melahirkan Dhristarashtra, Ambalika melahirkan Pandu dan pelayan itu
melahirkan Vidura.
Kemudian
Gandhari melahirkan putra Dhritarashtra Duryodhana, Dushasana dan
sembilan puluh tujuh putra dan seorang putri yang bernama Dushcala.
Istri Pandu Kunti dan Madri (melalui berkah Dewa Yama, Vayu, Indra dan
Ashwini) Dharma, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa dikenal dengan nama
Pandawa. Mereka yang dilahirkan Gandhari dikenal dengan nama Kaurawa.
Cerita Mahabharatha adalah cerita tentang Pandawa dan Kaurawa.
Vyasa datang ke Daksharana
Suatu
kali ketika Vyasa sedang ada di Kashi, suatu hari karena ia marah ia
mengutuk Kashi. Annapurna tidak keberatan. Dengan mengundangnya ia
menjamunya makan. Dewa Siwa tidak mempermaslahkan hal ini. Jadi
alih-alih mengutuk Vyasa, Dewa Siwa memerintahkannya untuk meninggalkan
Kashi, Vyasa sangat sedih. Ia berdoa pada Dewa Siwa untuk menunjukkan
tempat suci lainnya yang sama sucinya dan berharganya seperti Kashi.
Dewa Siwa memintanya untuk pergi ke Dakiremi di selatan. Dakiremi ini
tidak lain tidak bukan adalah Daksharama di dekat sungai Govadari.
Suta Muni menyatakan bahwa ia akan melanjutkan dan karena Vyasa adalah nitya, abadi dan selalu ada iapun tinggal disana.
Tatanan Penciptaan
Karena
Sat dan Asat, Dewa Siwa menciptakan air terlebih dahulu. Kemudian ia
mengeluarkan ‘Sankalpa’(keinginan). Dari percampuran itu muncullah
seorang putra – yaitu Narayana. ‘Nara’ artinya air. Karena ia terlahir
di air maka ia bernama Narayana. Pada saat yang sama Dewa Siwa
menciptakan sebuah telur yang besar. Dari telur itu muncullah Brahma. Ia
membagi telur itu menjadi dua. Yang lebih atas menjadi Swarga dan
bagian bawah adalah bumi. Ruang antara keduanya adalah Akasha (langit).
Perlahan-lahan bagian atas dan bagian bawah dibagi menjadi tujuh loka
(dunia) dan kemudian menjadi empat belas.
Sepuluh
arah (diksa) diciptakan. Empat arah dan empat (satu diantara
masing-masing), satu diatas dan satu dibawah, dibawahnya terdapat
sepuluh yang lainnya. Ketika batas demarkasi tercipta, Manas (pikiran-
intelek- hati), Vaka (wicara), Kama (keinginan), Krodha (amarah) dan
Prema (cinta) terlahir. Dari pikiran Brahma, tujuh rsi lahir: Marichi,
Atri, Angirasa Pulatshya, Pulaha, Krati, Vasistha- sapta rsi lahir
kebumi. Juga disebut sebagai Sapta- brahma. Kemudian muncullah sebelas
rudra.
Di langit, halilintar, awan, pelangi dan lain-lain tercipta. Demi keberhasilan Weda muncullah Weda.Mantra, doa juga tercipta.
Yang
tertua dari semuanya yaitu Brahma, menjadi Prajapati. Dari wajahnya,
muncullah Brahmana, dari dadanya, pitrudewata (para leluhur), dari
perutnya muncul manuisa dan dari tengah muncullah raksasa. Selain ini,
berbagai makhluk hidup lain juga muncul. Akibat berkah Dewa Siwa, Brahma
memiliki darshan dari Ardha Narishwara. Dengan itu ia mulai penciptaan
Manu dan bersamanya diciptakan Shatarupa. Brahma meminta mereka hidup
sebagai suami istri.
Manu
yang pertama adalah Swayambhu Manu. Ia memerintah hingga tujuh puluh
satu Mahayuga. Tujuh puluh satu Mahayuga terdiri dari satu Manvantara.
Dhruva melakukan tapa selama tiga ribu tahun dan mendapatkan sebuah
daerah dari tujuh rsi (saptarsi mandala). Cucu Dhruva adalah Chakshusha.
Pruthu
membentuk bumi sebagai seekor sapi dan iapun memerahnya. Dari itu
muncullah semua oshadhi (obat-obatan). Pruthu mengatur gaya hidup para
dewa,manusia dan raksasa. Salah satu dari empat putranya, Barhina
memiliki sepuluh putra dari istrinya Samudratanaya. Mereka disebut
dengan Prachitasa. Di tengah lautan, mereka melakukan tapasya selama
ribuan tahun untuk memuja Dewa Siwa.
Sementara
itu, Bumi dipenuhi dengan pohon. Populasi manusia mulai bertambah. Dewa
Siwa bermanifestasi, memberikan anugerah Prachitasa dan meminta mereka
untuk menjaga Bumi. Dengan pandangan untuk mengembangkan dan
menyelamatkan bumi, Prachita ini menciptakan api dan Udara. Pohon-pohon
tumbang karena angin. Api menghancurkan segalanya. Manusia kebingungan
dan menangis penuh dengan teriakan. Dewa Chandra datang. Ia menarik
perhatian udara dan api dengan berjanji menikahkan putrinya Anubhuti
pada mereka. Prachita sangat senang dan menikah dengan Anubhuti. Akibat
pernikahan ini lahirlah Daksha.
Daksha
adalah pencipta dan juga seorang prajurit yang handal. Hanya dengan
keinginan ia menciptakan banyak benda maupun makhluk yang bergerak. Ia
menikah dengan Virini yang memberinya sepuluh ribu putra yang bernama
Haryasva. Ia menjadi prajapati (penguasa manusia) dan menyuruh putranya
untuk mencipta. Tetapi karena dipengaruhi oleh Narada semuanya menjadi
pertapa (orang suci).
Daksha
yang mengetahui hal ini sangat sedih. Ia kemudian mencoba mencipta
seribu putra yang ia sebut sebagai para Subhala. Narada juga membuat
mereka menjadi orang suci dan mengenakan baju berwarna kuning kunyit.
Kemudian Daksha memiliki enam puluh anak gadis yang amat cantik jelita
Dari keenam puluh ini, ia memiliki sepuluh putrinya pada Dharmi, tiga belas Kashyapa, dua pada putra Brahma dan empat pada Aristanemi. Dari putri-putri inilah lahir semua raksasa dan manusia.
Pada
jaman Daksha, hanya dengan keinginan (sankalpa), penglihatan (darshana)
dan sentuhan (sparsha) makhluk hidup terlahir. Tetapi apabila
membicarakan tentang keturunan itu didapatkan melalui kopulasi
(pembuahan).
Vishwa,
putri Daksha, melahirkan Vishwa dewata, Sandhya, Sandhya, Marudwati,
Marudwanta, Vasu, Vasavu, Bhanu, para Bhanu dan Muhurta, Muhurtaja.
Lamba melahirkan Ghosa, Yami melahirkan seorang putri, Nagavidhi;
Arundati melahirkan Pruthvilashama dan Saukalpa melahirkan Sankalpudu.
Ayu,
Dhruva, Soma, Dharma, Anila, Analu, Pratyusha, Prabhanu adalah delapan
Vasu (ashta vasu). Ayu memiliki putra: Riwata, Shrama, Shantha dan
Dhruva memiliki satu putra Kala. Varcha adalah nama Soma. Dravina adalah
putra Dharma. Anila memiliki dua istri dan lima putra. Selain ini,
putra yang terlahir dari Anila diasuh oleh Kritika dan oleh karena itu
dipanggil dengan sebutan Kartikeya.
Daksha
adalah putra Pratyusha. Prabha adalah putra Devala.Prabha menikah
dengan adik Brihaspati, Yogaviddha. Viswakarma adalah putra mereka.
Cerita Kashyapeya – Penciptaan
Kashyapa
memiliki tiga belas istri. Dari mereka keturunan Aditi adalah para
aditya. Putra Diti adalah Detya (raksasa). Putra Danu adalah Danuja atau
raksasa. Vinata melahirkan Aruna, Garutmana dan mahatiryaksa lainnya,
binatang dan lain-lain (yang tidak berdiri tegak seperti manusia). Putra
Surasa adalah ular. Mereka bukanlah reptil biasa. Mereka berkeliaran di
mana saja. Surasa diberinama Nagamata (ibu para ular). Adisesha,
Vasuki, Takshaka adalah putra-putra Surasa. Krodhavasa lahir dari
taringnya. Mereka disebut dengan gana. Keturunan Surabhi menjadi ternak
dan kerbau. Ila melahirkan pepohonan dan tanaman merambat. Muni
melahirkan putri-putri saja sehingga mereka menjadi apsara. Kadruva juga
melahirkan ular. Arishtha melahirkan ular yang lebih kuat dari manusia.
Putra-putra
Khasha menjadi Yaksha dan Rakshasa. Tamra melahirkan Shanmukha dan yang
lainnya melahirkan putra-putra dan delapan putri Keki, Syeni, Bhasi,
Surgrivi, Shuki, Grudhrika, Ashmi, Vuluki. Dari semua ini, Kaki
melahirkan sapi-sapi, Syeni melahirkan burung elang, Bhasi ; bebek.
Sugrivi melahirkan burung dan Shuki melahirkan burung kakaktua yang
cantik. Gridhrika melahirkan burung elang. Vuluki melahirkan burung
hantu. Ashmi, yang termuda, melahirkan unta, kuda dan juga keledai.
Sehingga
tanah, udara, makhluk air selain manusia terlahir dari tiga belas putri
Kashyapa. Itulah mengapa Bumi dikenal sebagai ciptaan Kashyapa dan kita
semua adalah Kashyapeya.
Kemudian
Suta Muni berhenti meminta para rsi dan orang suci untuk menanyakan
cerita atau legenda yang lain yang mereka inginkan. Murid Suta Muni,
Shuka melanjutkan.
Sumedha Muni menceritakan tentang Lila Dewi
Raja
Suradha kehilangan kerajaannya dan terpisah dari istri dan
anak-anaknya. Ia dan seorang rsi yang bernama Samadhi pergi ke sebuah
pertapaan. Disana Muni Sumedha menghibur mereka dengan menceritakan
cerita tentang Shakti.
Pada
saat banjir yang menenggelamkan bumi, saat Dewa Wisnu sedang tidur dari
telinganya lahirlah dua raksasa Madhu dan Kaitabha. Ketika mereka
mengamuk di lautan, mereka melihat Brahma berada pada lotusnya. Mereka
mengganggunya. Brahma lari dan meminta perlindungan Dewa Wisnu. Dewa
Wisnu berada dalam keadaan Yoganidra dan tidak nampaknya tidak akan
bangun dalam waktu yang singkat. Kemudian Brahmapun berdoa pada
Mahamaya. Dengan berkah, pada malam bulan Phalguna pada hari kedua
belas. Ia kemudian bermanifestasi. Dengan kata-katanya yang penuh
kelembutan, Ia menenangkan Brahma. Ia membangunkan Dewa Wisnu yang
kemudian bertarung dengan dua raksasa itu selama lima ribu tahun. Bahkan
setelah itu ia tidak mati. Dewa Wisnu berdoa pada Vishwamaya. Mahakali
menggunakan mantranya pada para raksasa itu. Mereka tergoda dengan
mantra itu. Dengan kebodohan mereka, mereka meminta agar Dewa Wisnu
meminta sebuah anugerah. Dewa Wisnu meminta agar mereka mati
ditangannya. Mereka siap dibunuh asalkan tempat itu tidak basah. Dengan
berkah Mahamaya Dewa Wisnu melebarkan pahanya dan menaruh kepala mereka
disana dan membunuhnya.
Setelah
menceritakan cerita ini Sumedha Muni mengatakan siapapun yang mendengar
cerita tentang Adi Shakti dan Dewa Siwa tidak akan pernah gagal
mencapai tujuan mereka. Ia menceritakan pada mereka cerita tentang
inkarnasi Mahalakshmi.
Inkarnasi Mahalakshmi
Bagi
raksasa Rambha, seorang putra yang bernama Mahisha terlahir. Mahisha
melakukan tapa untuk memperoleh berkah Brahma. Ia meminta berkah agar
siapapun tidak bisa membunuhnya. Ia mengacau di bumi dan menakuti semua
orang. Ia menghukum orang yang baik dan menyiksa mereka. Ia membuat Dik
Palaka (penguasa arah angin) menderita. Para dewa juga diganggu. Bahkan
Dewa Seperti Dewa Indra takut. Semuanya meminta bantuan Brahma. Brahma
kemudian mengajak mereka pada Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Mereka berpikir
dengan berkahnya, hanya seorang wanita yang bisa membunuhnya. Dari wajah
Dewa Wisnu dan Dewa Siwa cahaya yang agung muncul.
Kemudian
cahaya semua dewa dan Tri Murthi menjadi satu Durgadewi. Wajahnya
muncul dari cahaya Dewa Siwa, rambutnya dari Yama, tangannya dari Dewa
Wisnu, pahanya dan betisnya dari Varuna, bagian belakangnya dari Bumi,
kakinya dari Brahma dan ibu jari dari matahari, jari-jari dari Vasawa,
telinganya dari Kubera, giginya dari Sandhya, telinganya dari Vayu, dan
cahaya dari semua dewa, tubuhnya duduk diatas bunga lotus. Dewa Siwa
memberinya trisulanya. Dewa Wisnu memberinya terompet kerangnya dan
chakranya dan Indra memberikan senjata permata (Chakrayudha). Indra juga
memberinya bel dan senjata lain. Varuna memberinya tali, kekuatan Agni,
Vayu memberikan busurnya. Yama Kaladandanya, Prajaspati memberinya
kalungan bunga, Brahma memberikan Kamandalu, Surya memberikannya permata
langka, Surya memberikan cahayanya dan Kala memberikan tamengnya. Dewa
Lautan memberikan permata langka, busana yang indah, anting-anting,
gelang dan ornamen yang lain. Vishwakarma memberikan tameng yang kuat.
Semua danau memberikan sebuah kalungan bunga dari lotus segar. Himavanta
memberikannya singa dan permata. Kubera memberinya anggur yang baik.
Adisesha memberikannya perhiasan ular. Semua dewa memberinya senjata,
kekuatan dan permata. Mereka meminta pertolongannya untuk membebaskan
mereka dari penderitaan dan juga kesengsaraan.
Amba
meyakinkannya bahwa mereka semua akan baik-baik saja. Dan kemudian
iapun mengeluarkan pekikan perang dan maju menyerang Mahisha.
Mahisha
yang mendengar pekikannya segera keluar dengan jutaan pasukan.
Bersamanya, keluarlah raksasa yang menakutkan seperti Chikshura,
Chamara, Udagra, Karala, Bashkala dan yang lainnya.
Mahisha dikalahkan
Kemudian
kedua pasukan berperang. Dalam sekejap, Devi membunuh raksasa seperti
Chikshura. Mahisha mengamuk dan dalam wujud seekor kerbau dan iapun
membunuh musuh-musuhnya. Para dewa ketakutan, walaupun mereka berada
dibawah naungan Sang Dewi. Dewi kemudian melempar tali dileher raksasa
dan menariknya. Ketika ia mengambil wujud seekor singa. Ia mengangkat
pedangnya. Ia juga mengangkat pedangnya dan mengarahkannya pada raksasa.
Dewi mengahtamnya dengan panahnya, pedangnya dan senjata lain pada saat
yang sama.
Kemudian
raksasa ini menjadi seekor gajah. Ia kemudian memotong belalai gajah
itu. Kemudian ia menggunakan kekuatan dirinya. Ia berteriak dan
menerjang. Raksasa ini jatuh tersungkur di tanah. Ia menginjaknya dengan
kaki pada lehernya. Ia menggunakan trisulanya dan mengangkatnya tinggi.
Itulah semua.
Pada
saat itu, ada suara kemenangan yang membahana. Pasukan Mahisha
menghilang. Semua dewa menyanyikan kejayaan Sang Dewi. Hujan bunga
ditebarkan dari langit. Dan hari inilah disebutkan sebagai hari
kelahiran Dewi. Mendengarkan cerita ini akan memberikan dorongan
keberanian. Cerita ini menghancurkan semua musuh. Bagi mereka yang
menceritakan dan mendengarkan cerita ini akan diberkahi dengan kebaikan.
Kaushiki – Dhumavati
Kemudian dengarkanlah cerita tentang Kaushiki:
&;nbsp;Terdapat
dua raksasa yang bernama Shumbha dan Nishumbha. Kedua raksasa ini sama
jahatnya dengan Mahisha tetapi tidak sama saktinya. Tidak mampu bertahan
dari gangguan yang mereka timbulkan para dewa pergi ke Kailasha. Sang
Dewi yang sedang bermanifestasi mendengar tangisan minta pertolongan.
Parwati menciptakan seorang wanita cantik dari ‘kosa’nya. Karena ia
lahir dari kosa, maka ia disebut dengan Kaushiki. Ia diminta untuk
dipuja sebagai Matangi. Mendengar kesesangsaraan dewa, Kaushiki
bermanifestasi dihadapan kota Shumbha dan Nishumbha.
Penjaga pintu gerbang melihat wanita yang cantik ini bersinar dan iapun memberitahu majikan mereka:
Ada
seorang wanita yang duduk diatas seekor singa. Banyak sekali dewi yang
melayaninya. Bahkan diantara para dewi itupun ia paling menawan. Ia
sangat mempesona. Ia lebih agung dari pasangan Dewa Indra, Sachi Devi,
lebih menarik dari Rambha, lebih mempesona dari Urvashi. Lebih polos
dari Menaka. Keagungan dan keindahan dapat dirasakan hanya dengan
memegang tangannya.
Shumbha
dan Nishumbha sangat tergoda. Mereka mengirim pesan pada wanita itu
untuk memilih salah satu dari mereka untuk menjadi suaminya. Ia berkata
siapapun yang bisa menyalahkannya maka ia akan menikah dengannya. Para
raksasa mendengar ini sebagai penghinaan. Mereka mengirim, Dhumraksha
diperintahkan untuk membawanya dengan paksa atau dengan cara yang baik.
Dhumraksha
mendekatinya dan ingin menyeretnya jika ia tidak mau ikut. Kaushiki
tidak mau dan dalam sekejap jenderal para raksasa ini menjadi setumpukan
abu. Sejak hari itu, Sang Dewi dikenal sebagai Dhumavathi. Bagi mereka
yang ingin mengalahkan musuhnya haruslah memujanya. Setelah itu raksasa
itu marah. Mereka mengepung kendaraan Sang Dewi, singa. Menunggu sampai
semua bisa ia rengkuh, Sang Dewi mengaum. Auman itu membuat musuh
berlari ketakutan. Shumba mendengar auman ini dan iapun mengutus
Chandasura, Mundasura, Raktabija dan yang lainnya. Bahkan merekapun
dibunuh oleh Sang Dewi. Kemudian Shumba dan Nishumba meju ke medan
perang. Mereka ingin Sang Dewi mau menikahi mereka.
Sang
Dewi ingin berperang. Raksasa ini menghujani Sang Dewi dengan panah dan
menggunakan semua senjata yang mematikan. Kemudian ia mengalahkan dua
raksasa ini. Bahkan, kendaraannya sang gajah, memangsa kedua raksasa
itu.
Ketika
Nishumba melemparkan gada pada Sang Dewi, Dewi Kaushiki melemparkan dua
buah gada padanya. Satu gada menghantam gada raksasa itu dan gada yang
lain menghantam tubuhnya. Ia jatuh tersungkur.
Kemudian
Kaushiki mengarahkan sebuah tongkat pada Shumbha. Tongkat itu menembus
tulang iganya dan menghancurkannya kemudian. Ia jatuh tersungkur seperti
pohon besar yang tumbang. Singa itu menelan raksasa yang mati itu.
Ada
kelegaan di hati semuanya. Mereka yang mendengarkan cerita Sang Dewi
ini adalah orang-orang yang diberkahi. Ia adalah dasar dan akar semua
ciptaan. Sangatlah baik apabila memuja-Nya, bermeditasi pada-Nya untuk
mendapatkan berkahnya. Ia adalah kekuatan, kejayaan dan cahaya yang
menyerap dalam segalanya. Tetapi tanpa berkahnya tidak ada yang bisa
dicapai, tidak ada yang bisa terjadi. Dalam konteks ini, Aku akan
menceritakan Yaksharupa, kata Suta Muni.
Wujud Yaksha
Suatu
hari ada peperangan yang sangat sengit antara dewa dan raksasa. Dalam
peperangan ini, para dewa menang. Para raksasa menyingkir hingga ke
dunia bawah.
Semua
dewa berpikir bahwa ini semua terjadi karena keagungan mereka. Ibu Dewi
yang menyerap dalam semua hal ingin membuat mereka sedikit rendah hati.
Ia menguji mereka dengan memperlihatkan diri di kejauhan dengan cahaya
yang sangat terang.
Kemudian
mereka mengutus Dewa Vayu untuk mengetahui siapa mereka. Yaksha itu
tidak menjawab pertanyaan Dewa Vayu. Tetapi ia bertanya padanya siapa
dirinya sebenarnya. Vayu kemudian mulai menyombongkan dirinya. Sang Dewi
tidak berkesan. Sang Dewi berkata: “ Oh Cuma itu saja!” Dewa Vayu
sangat marah dan pergi.
Kemudian
datanglah Dewa Indra. Pada saat ia datang, Sang Dewi menghilang. Indra
menghina dan merendahkannya. Kemudian ia merenung. Kemudian Sang Dewi
muncul begitu saja di depannya dan Dewa Indrapun berpikir bahwa ia
pastilah kekuatan primordial, Adi Shakti. Kemudian Indra merasa sangat
bodoh karena tidak bisa mengenalinya.
Kemudian
Dewi memanifestasikan diri sebagai cahaya yang sangat terang dan
menderang dan memberitahu para dewa siapa dirinya dan iapun memberitahu
mereka siapa dirinya sebenarnya. Ia akan memanifestasikan diri sebagai
wanita atau pria atas kehendaknya. Ia berada diatas segalanya, tak
terkalahkan, selalu menemui kemenangan.
Inilah
cerita tentang Sang Dewi yang memperlihatkan diri sebagai Yaksharupa.
Wujud Yaksha meringankan penderitaan para pemuja dan memberikan
kesenangan dan kenyamanan. Ia diberkahi dengan pengetahuan dan
kebijaksanaan.
Inkarnasi Shatakshi
Para
rsi dan orang suci sangat terpesona dengan cerita Suta Muni. Mereka
meminta Muni untuk menceritakan tentang cerita yang lain lebih banyak
lagi.
Suta Muni memulai:
Adalah
seorang raksasa yang sangat jahat yang bernama Durgama. Ia menguasai
ketiga dunia dengan kekuatannya. Brahma, yang dipuja kemudian memberikan
mereka empat Weda. Ia mempelajari semuanya. Ia memahami bagaimana para
dewa bisa menjadi lemah dan ia melakukan sesuatu yang merendahkan para
dewa. Ia menghidupkan semua api upacara, tapasya dan juga melakukan
amal. Para dewa tidak senang dengan apa yang ia lakukan.
Mereka
setelah bersatu dengan yang lainnya berdoa pada Sang Dewi. Mereka
mengeluh tentang raksasa Durgama. Tanpa air, tidak ada upacara yang bisa
dilakukan. Tanpa itu semua tidak ada makanan. Setelah mengatakan ini
para dewa meminta pertolongan-Nya.
Mahamaya
bermanifestasi pada saat itu juga dengan ratusan mata. Pada dua
tangannya ia mengeluarkan panah dan busur serta bunga lotus. Kemudian
muncullah sayuran dan juga umbi-umbian. Dari matanya, air mengalir.
Dengan banyak makanan yang diberikan olehnya, manusia merasa lega. Ibu
Dewi tetap seperti ini selama sembilan hari. Dengan air yang mengalir
dari matanya, Bumi yang sangat kering menjadi basah dan tumbuhan mulai
tumbuh. Sumur, tangki air dan danau terpenuhi. Semua orang tidak senang.
Para dewa sangat senang.
Dewi
kemudian memberitahu mereka bahwa semuanya telah baik dan meminta
mereka meminta anugerah lain. Para dewa meminta Weda dari Durgama. Para
brahmana juga berharap demikian.
Ibu
Dewi menghilang. Ia diberi gelar Shakambhari Devi dan Shatakshi untuk
memberikan sayuran dan makanan dan memiliki ratusan mata.
Bahkan
Durgama tidak memahami semua ini. Ia tidak bisa memahami bagaimana para
dewa mendapatkan kekuatan mereka kembali. Ia kemudian menyerang surga
kembali. Tetapi di depan Amaravati, Kota Indra, Ibu Dewi berdiri dengan
chakra yang bercahaya. Semua dewa berada di belakangnya. Dari tubuhnya
muncullah sepuluh kekuatan (Shakti) yang bernama Kali, Tara,
Chinnamastaka, Bhuvaneshwari, Shri Vidya, Bhairavi, Bagala, Dhumra,
Tripura Sundari, Matangi membuatnya menjadi Mahawidya. Kemudian kekuatan
ini memunculkan kekuatan yang lain. Semua ini menghancurkan pasukan
Durgama saat itu juga. Durga menghancurkan Durgama dengan satu pukulan
karena itulah ia diberi gelar Durga. Ia diberi gelar seperti itu karena
ia menjadikan hutan dan pegunungan sebagai tempat duduknya. Karena ia
telah mengalahkan raksasa, Ia diberi gelar sebagai Bhimadewi dan karena
ia membunuh Aruna dengan mengirimkan Bhramara, Ia disebut sebagai
Bhramani dan Bhramaramba.
Pemujaan terhadap Ibu Dewi
Suta Muni berkata:
Alam
adalah maya. Ini adalah Santana Brahma. Jika seseorang itu membangun
sebuah kuil dengan batu, kayu atau lumpur untuk Ibu Dewi, selama ribuan
generasi akan mendapatkan berkah Sang Dewi. Orang itu nantinya akan
menempati tanah Dewi Siwa, Shivaloka. Jika seseorang juga menempatkan
patung Shrichakra di tempat itu, orang itu akan mendapatkan manfaat yang
amat banyak. Bagi mereka yang memuja Dewi di tengah-tengah
Panchayatana, maka pahalanya amatlah banyak sehingga tak dapat
diungkapkan dengan kata-kata. Bermeditasi dan melakukan japa pada Sang
Dewi akan menghasilkan lebih banyak lagi manfaat daripada menyebutkan
nama Siwa sepuluh juta kali. Dengan berkahnya, tidak ada yang tidak
mungkin. Semua yang memuja-Nya adalah kelompoknya, para gana. Ia
memberkahi mereka yang memuja –Nya di kuil-Nya.
Terdapat
hari khusus dimana pemujaan akan sangat baik seperti misalnya
Krishnashthami, Navami (hari kesembilan ) atau Amavasya atau lima
parwadina, hari suci.
Bhavani
Vrata harus diadakan pada hari kedua pada bulan Chaitra. Pada hari ini,
Uma dan Shankara harus dipuja dalam sebuah ‘ perayaan ayunan’.
Pada
hari kedua pada bulan Vyaksha, Ambika Vrata haruslah dilakukan. Pada
bulan ketiga pada bulan ashada, perayaan keretanya harus dilakukan.
Banyak sekali terdapat hari dan upacara yang berbeda dilakukandan beberapa ritual pemujaan dilakukan.
Ini akan menjadi penuttup Umasamhita salam Shri Siwa Purana yang ditulis oleh Rsi Weda vyasa.
Akhir bagian kelima Umanama Samhita dalam
Siwa Purana yang terdiri dari tujuh samhita
Kailasha Purana
Samhita keenam
Penjelasan tentang Arti Pranawa
Para rsi dan orang suci meminta Suta Muni menjelaskan pada mereka arti Pranawa.
Kata Suta Muni:
Tidak
ada bedanya antara Pranawa dan penciptaan. Jika penciptaan (atau jagat
raya) kembali maka itu adalah Pranawa. Jika terbentang, itulah Pranawa.
Jnana yang tertinggi adalah untuk mengetahui Pranawa. Benih pengetahuan
adalah Pranawa. Pranawa, Keberadaan tertinggi, ada dalam ‘Om’. Karena
hubungan antara guna, segalanya adalah Pranawa. Dewa Siwa adalah Pranawa
dan Pranawa adalah Dewa Siwa. Pranawalah yang dimaksudkan dan
Pranawalah yang diekspresikan. Keduanya adalah Vachaka dan Vacha.
Brahmajnaji, mereka yang mengetahui pengetahuan tentang Dewa Siwa, tidak
membedakan antara Pranawa dan ‘Om”.
Pranawa
yang diajarkan oleh Dewa Siwa pada orang sebelum mati di telinganya
adalah Kashi. ‘A’ ‘U’ ‘M’- pada akhir nada- komposisi itu adalah
Pranawa. ‘A’ adalah rajoguna. Yang berisikan empat wajah (chatur mukha).
‘U’ adalah wujud dari Pranawa – inilah tamoguna. Yang berkuasa adalah
Dewa Wisnu. ‘M’ adalah wujud purusha yang memperkaya benih dan memiliki
sifat sattwa guna. Yang berkuasa adalah Mahadewa. Kemudian Bindu berada
dalam Maheswara dan Nada berada dalam Parama. Dengan cara yang sama kita
harus mengetahui Sadayojata (terlahir sendiri) dalam ‘A’, Vamadewa
dalam ‘U’ dan Aghora dalam ‘M’. Tatpurusha dalam bindu dan Ishana dalam
nada. Dalam ‘Om’ terdapat delapan Kala (cahaya). Mereka yang lahir
dengan Sadyojata jumlahnya adalah delapan. Lahir dari Vamadewa adalah
tiga belas dalam ‘U’. Dalam ‘M’ terdapat delapan yang diciptakan oleh
Aghora murthi. Bagi mereka yang terlahir dalam Tatpurusha adalah empat
dan lima dari Ishana berada dalam nada.
Mantra,
yantra, dewata, prapancha, guru dan sishya – keenam ini disebut sebagai
enam Padardha (enam zat atau substansi). Hanya lima huruf mantra yang
menjadi yantra. Yantra sendiri adalah wujud dari dewa. Dewa itu adalah
dunia (prapancha) dan juga dalam wujud guru. Tubuh guru adalah shishya.
Dalam
tubuh Sadhaka (pemuja) dalam Adharachakra ada ‘a’ ‘u’ dalam manipura
dan ‘m’ dalam hridaya. Dalam Visuddhi chakra terdapat Bindu dan berada
dalam Ajnachakra Nada. Yang paling kuat adalah Dewa Siwa dalam
Sahasrara. Yang mencapai tahap Vairagya (ketidakterikatan- tanpa
keinginan) bersama dengan kualifikasi – adhikara- untuk menerima
Pranawa.
Begitulah
seseorang itu seharusnya mengikuti aturan prinsip celibasi, tidak
melakukan kekerasan pada semua makhluk hidup, kebenaran, kebersihan,
kebaikan dan perbuatan yang suci (sadachara). Selain itu, ia harus
memakai abu suci dan Rudraksha sebagai bagian dari disiplin spiritual.
Ketika semua ini telah dicapai, ia harus mencari seorang guru yang
berbakti pada Dewa Siwa, yang mengetahui semua ilmun pengetahuan, seni
dan filsafat dan ia yang bijaksana dan mampu membedakan dengan keyakinan
bahwa tidak ada perbedaan antara guru dan Dewa Siwa. Murid harus
mengetahi Sang Guru. Kemudian guru menguji shishya. Jika Sishya berhasil
lulus ujian, atas ijin guru shisya harus makan dengan hati-hati (harus
memilih) dan mengikuti semua ini dengan penuh perhatian dan niat.
Setelah
mengadakan latihan, untuk sishya, guru memberikan abu suci dari upacara
api yang bernama girija homa dan menyuruhnya memakainya. Kemudian ia
harus menjelaskan makna Pranawa pada muridnya.
Kemudian
Suta muni menjelaskan pada para rsi dan orang suci tugas dari seorang
pertapa, kewajiban dan prosedur dalam ritual pemujaan Dewa Siwa,
pemujaan Panchavarana (lima putaran siklus) dan pemujaan harian.
Ajaran Kumaraswami
Suta Muni kemudian berkata:
Suatu kali Vamadewa bertanya pada Kumaraswami mengenai Sanyasashram dan vairagya (hidup tanpa keterikatan).
Aku akan memberitahumu, Wahai para rsi dan orang suci apa yang dikatakan oleh Shri Kumaraswami
pada Vamadewa.
Memuja lingga Dewa Siwa yang adalah wujud penyatuan antara Dewa Siwa dan Shakti akan memberikan kesejahteraan.
Vamadewa meminta Shri Kumaraswami memberitahunya tentang mantra Mahavakya dan Shri Kumaraswami memberitahunya sebagai berikut:
i. Om
prajnanam Brahma – prajnana adalah kebijaksanaan yang sempurna-
kebijaksanaan yang didapatkan melalui indera adalah prajnanam dan itulah
Brahma.
ii. Om aham Brahmasmi
Aku terlahir dari berkah Siwa dan Shakti, Aku adalah Brahma.
iii. Om tat twamasi
Kamu (twam) adalah aku.
iv. Om ayan atma Brahma
Ayam (dalam setiap waktu) mengatakan itulah aku, aku memperlihatkan Atma adalah Brahma.
v. Om ishavyasamidam sarvam
Keseluruhan jagat-raya ini hidup dalam Isha.
Vi Om Pranoka asmi
Pranama, memiliki kehidupan, kekuatan hidup.
Vii Om Prajnaatma
Percampuran dari semuanya dan gunanya maka akan membentuk sifat prajnaatma.
Dengan kata lain, prajnanama adalah ia yang didapatkan dari perwujudan, guna dan segalanya mendapatkan jnana yang lengkap.
viii. Tadevaham tadamutra Yadamutra danmiha
Kebahagiaan
yang terdapat dalam dunia ini juga terdapat di alam sana. Kebahagiaan
yang ada di dunia sana seperti surga dalam dunia ini.
ix. Anyadewa tadvidita dadho aviditadapi
Brahma yang terkenal melampaui yang diketahui dan tidak diketahui.
x. Om Yesha atmantaryamammrutah
Paramatma
itu termasyur dalam semua hal, dalam semua loka dan dalam weda yang
abadi dan bebas menjadi ia yang menempatkanmu dalam dirimu.
Xi Om Sayaschayama
Purusheyaschasavadityate sa ekah
Tempat Purusha di Mahanagara adalah Sukshma Sharira dan parama purusha yang ada dalam matahari adalah satu.
xii. Om ahamasmi Parabrahma
Ia yang menjadi Jiwa adalah Paramabrahma. Ini berarti bahwa Parabrahma adalah Dewa Siwa sendiri.
Xiii Om vedashastra gurutwattu
Swayamaanada lakshanam
Ia yang adalah guru dari semua Weda dan shastra dan merasakan kualitas Nityananda – kebahagiaan abadi Ananda.
Xiv Om Sarwabhutastitham Brahma
Tadevham na samshayah
Tidak diragukan lagi bahwa ‘satu’ yang ada dalam semua makhluk adalah aku.
xv. Om Tattwasya pranohamasm
Pridhiviyah pranohamasmi
Aku adalah kehidupan (prana) dalam semua tatwa seperti yang ada di Bumi. Dalam semua tatwa di bumi aku adalah prana (kehidupan).
Xvi Om apancha pranohamasmi
Tejasacha pranohamasmi
Aku adalah prana (kehidupan) dari air dan semua cahaya.
Xvii Om Vayocha prano hamasmi
Akasasya prano hamasmi
Aku adalah dasar terbentuknya Udara dan juga Akasha.
xix. Om Sarvoham, Sarwatmakoham Samsari, yadbhutam, yaccha bhavyam yadvartamanam,
Sarwatmaka twadadwitiyoham
Aku
adalah semua. Aku ada dalam segala zat. Aku adalah penguasa jagat-raya,
menjaga dan memelihara segalanya. Hal yang akan datang, yang ada dan
yang memiliki atman dari semua, yang adalah Brahma dan semuanya adalah
Aku.
xx. Om sarwakhalvidam Brahma
Semua ini memiliki Brahma didalamnya.
xi. Om Sarvoham vimuktoham
Yang ada dalam semua, Siwa itu adalah milikku. Aku bebas dari semua, bebas dari segala hal dan benar-benar bebas.
Kedua
puluh dua mantra ini dikenal dengan nama Mahavakya. Ia mengajarkan
mereka, haruslah disadari, tidak lain tidak bukan adalah Dewa Siwa.
Inilah yang harus dijunjung tinggi, harus dipuja dan diikuti.
Yati,
pertapa yang sesungguhnya atau seorang Avadhuta adalah orang-orang yang
unik. Upacara kematian seorang pertapa juga unik. Dengan mengatakan itu
pada para rsi dan orang suci Suta Muni menjelaskan tentang upacara yang
diadakan pada hari kesebelas dan keduabelas dari kematian seorang yati.
Ini adalah akhir dari Kailasha Samhita (Bagian keenam) dari Shri Siwa Purana.
Vayaviya Samhita
Samhita ke tujuh
Dewa Vayu menemui para rsi (orang suci)
Kata Suta Muni:
Wahai
para orang suci! Aku akan menceritakan sebuah cerita yang akan membuat
dosa-dosa yang mendengarkannya terbasuh dari semua yang ia lakukan.
Suatu
kali beberapa rsi dan orang suci menemui Dewa Brahma untuk memintanya
menjelaskan tentang Parabrahma Tatwa, sifat dan ajaran Brahma. Mereka
tidak mendapat jawaban yang diinginkan karena cara Dewa Brahma bercerita
tidaklah tepat (ia menggunakan methode Neti Vada, menegasikan semua
yang ia ceritakan).
Brahma
melemparkan manomaya chakra. Ia memberitahu para rsi untuk melakukan
sebuah satra yaga (upacara api) di tempat dimana chakra itu jatuh. Para
rsi mengikuti chakra yang melayang itu, sangat beruntung sekali karena
chakra itu jatuh di bumi. Hutan dimana chakra ini jatuh disebut dengan
Naimisha aranya, hutan Naimisha. Sebuah batu dimana chakra ini jatuh di
tempat itulah diberi nama Chakra tirtha.
Atas
jaminan yang diberikan oleh Brahma, Dewa Vayu datang kesana pada saat
satra yaga. Pada akhirnya, Vayu memanifestasikan diri dengan pengikutnya
yang berjumlah empat sembilan Vayu dan menjelaskan pada para rsi
tentang pengetahuan dan kesadaran akan Siwa Tatwa.
Semua
ciptaan adalah Rudra. Rudra adalah Parabrahma. Brahma dan yang lainnya
ada karena adanya diri-Nya. Ia abadi, konstan, menghancurkan kegelapan
dan ia bercahaya seperti cahaya matahari. Ia ada dalam segalanya dan
menyerap dalam segalanya. Ia adalah Ishana, penguasa segalanya. Ia tidak
memiliki mata tetapi mampu melihat semuanya. Ia tidak memiliki telinga
tetapi ia bisa mendengarkan semuanya. Ia tidak perlu tahu segalanya
tetapi ia mampu mengetahui segalanya. Ia ada dalam diri semua makhluk
hidup. Ia tidak memiliki keinginan. Ia adalah atom, bagian terkecil
dalam sebuah atom. Ia lebih besar daripada yang lebih besar. Ia tidak
memiliki keadaan atau kondisi; ia ada diatas segalanya. Ia adalah cahaya
terang. Ia memiliki shodasa kala (enam belas kekuatan cahaya). Ia tidak
memiliki pekerjaan. Ia tidak membutuhkannya. Ia tidak memiliki tanda
atau simbol. Ia harus dicari oleh semua orang.
Pembagian Waktu
Ketiga
bagian; Waktu, Kala, Kashta dan Nimisha adalah cahaya Dewa Siwa. Hanya
ia yang bisa memahami ketiga bagian ini akan mencapai pembebasan.
Tetapi, tidaklah mudah. Segalanya harus mengikuti waktu. Tidak ada yang
bisa melawan waktu. Waktu berada dalam kendali Tuhan. Ia sendiri adalah
Waktu.
Tidak
ada yang tersisa selain WAKTU. Sangatlah sulit mengetahui kala tatwa,
sifat waktu. Manusia menjadi agung atau sebaliknya, kuat atau lemah
karena pergerakan waktu. Semua keagungan adalah waktu dan semua
kegagalam adalah masalah waktu saja.
Para dewa bertanya pada Vayu bagaimana cara mengukur waktu dan bagaimana ini ditetapkan.
Vayu mulai berkata:
Kalamana
juga disebut dengan Ayushmana. Waktu mata berkedip, tiga kali disebut
sebagaI Nimisha. Lima belas Nimisha adalah satu Kastha. Tiga puluh
kastha adalah satu Kala. Tiga puluh kala adalah satu muhurta. Tiga puluh
muhurta adalah satu ahoratra, siang dan malam. Tiga puluh ahoratra
adalah satu bulan. Dalam satu bulan, lima belas hari adalah setengah
bulan (paksha) dan lima belas hari shukla paksha dan lima belas hari
adalah shukla paksha dan lima belas hari shukla paksha dan lima belas
hari krishna paksha. Enam bulan adalah ayana. Dua ayana adalah
uttarayana dan dakshinayana. Keduanya menjadi satu tahun manusia. Satu
tahun manusia adalah satu hari bagi dewa. Dakshinayana adalah malam. Dua
belas bulan Dhakshinayana akan menjadi satu tahun suci. Tiga ratus dan
enam puluh tahun bagi manusia adalah satu tahun dewa.
Berdasarkan
inilah, pembagian yuga dilakukan. Terdapat empat yuga. Yang pertama
adalah Krita yuga. Panjangnya adalah empat ribu tahun dewa. Untuk setiap
sandhyakala terdapat 400 tahun dewa.Kedua sandhya (saat matahari
terbenam dan terbit) menjadi delapan ratus tahun dewa. Yang berarti
Krita yuga terdiri dari 4800 tahun dewa. Dijadikan tahun manusia menjadi
17 lakh 28 ribu tahun (17,28000 tahun). Dengan penjumlahan ini Treta
yuga adalah 3600 tahun dewa. Dalam tahun manusia akan menjadi dua belas
lakh sembilan puluh enam tahun (12.96.000 tahun). Dwapara yuga adalah
2400 tahun dewa yang sama dengan 8.64.000 tahun manusia. Kaliyuga adalah
1200 tahun dewa. Ini akan menjadi 4.32.000 tahun. Keempat yuga akan
menjadi dua belas ribu tahun dewa yang berarti empat lakh dua puluh ribu
(4.20.000) tahun.
Keempat
yuga ini menjadi satu Maha yuga. Kasarnya 71 mahayuga sama dengan
manvantara. 14 manvantara ini (1000 mahayuga) adalah satu kalpa. Ribuan
kalpa adalah satu tahun Brahma. Satu tahun Brahma sama dengan delapan
ribu. Ketika delapan ribu yuga telah berlalu, itulah Brahma savan. Tahun
brahma adalah delapan puluh brahma savana. Satu tahu brahma adalah satu
hari Wisnu. Satu hari Dewa Wisnu sama dengan satu hari Rudra. Jika
Maheshwara terserap ke Nya- ini berarti bahwa satu hari Siwa telah
berlalu. Satu tahun Rudra adalah satu hari Maheswara. Jika kita terus
menghitung Panchamukheshwara, akan menjadi satu kalpa. Selama ciptaan
masih ada, ini adalah hari baginya. Bahkan ia tidak mengenal siang dan
malam. Kita mengatakan ini dengan pemahaman kita sendiri.
Penciptaan Brahma dan yang lainnya.
Sarveshwara
sendiri menciptakan Brahma dan memberikannya tugas untuk mencipta. Pada
awalnya, dengan berkah Dewa Siwa, Brahma mencipta dengan penuh
perhatian manas. Kemudian ia ingin agar semuanya berjalan dengan cepat
sehingga ia menginginkan teman dan iapun melakukan tapasya. Brahma
memuja-Nya. Sesuatu selain Purusha (pria). Ini membutuhkan bentuk
manusia yang lain. Dewa Siwa yang lembut menciptakan Shakti untuknya.
Kemudian Brahma memiliki ide tentang wujud wanita.
Brahma menciptakan manusia dan kemudian melakukan prokreasi. Dengan ini, kreasi dengan ‘manas’ dihentikan.
Dewa Siwa dan Dewi Parwati
Selain
manusia, bahkan para dewa sangat menyukai waktu bersama dengan
shaktinya. Tetapi dalam kehidupan pasangan dewapun juga terjadi sedikit
pertentangan.
Parameshwara
biasa menyebut Dewi Parwati sebagai Kali (kulit yang hitam). Ini sangat
menyakitkan, dan membuat marah Dewi Parwati. Suatu kali tidak mampu
menahan lagi ia melakukan tapasya pada Brahma.
Ia
melakukan tapasya dengan penuh bakti. Ia berkonsentrasi pada Parabrahma
dengan keinginan untuk diberkahi dengan kulit yang putih (Gauravarna).
Di
hutan dimana ia melakukan tapasya, ada seekor harimau yang kejam. Suatu
hari harimau ini tidak bisa menemukan mangsanya. Harimau ini pergi ke
pertapaan Parwati untuk memakannya dan memuaskan rasa lapar perutnya
yang mengganggu. Tetapi bagaimanapun kuatnya harimau ini melompat ia
tidak bisa menerkam Dewi Parwati. Dewi Parwati duduk memandangi harimau
ini. Ia merasakan kasih sayang pada binatang ini. Harimau ini tetap
berada di pondok itu untuk menjaga pertapaan. Harimau ini ikut melakukan
pemujaan seperti yang Parwati lakukan.
Saat
itulah terjadinya kekacauan yang disebabkan oleh Sumbha dan Nishumbha
terjadi. Brahma meminta pertolongan Sang Dewi. Ibu Dewi memperlihatkan
diri pada Dewa Brahma. Ibu Dewi menyampaikan keinginannya untuk memiliki
kulit yang putih (Gauravarna). Brahma berdoa pada-Nya jangan berubah
dulu sebelum para raksasa itu terbunuh.
Kalitatwa
yang muncul darinya disebut dengan Kaushiki. Brahma memberinya seekor
singa sebagai tunggangannya.Ia juga mempersiapkan makanan dan
minumannya. Kaushiki adalah dewi yang membunuh raksasa Shumbha dan
Nishumbha.
Cerita tentang Somanadi
Membiarkan
Kalitatwa Ibu Dewi muncul sebagai Gauri. Ia pergi ke Kailasha. Ia
mengambil harimau yang telah menjadi penjaga setianya bersamanya.
Ibu Dewi muncul dengan kulit yang putih yang membuat para pemuja dan pengikut Ibu Dewi terkejut.
Bahkan
Dewa Siwa sangat terkejut. Ia langsung menuju tempat peraduan Dewa
Siwa. Mereka menikmati kebersamaan dan kemudian Dewa Siwa menceritakan
cerita lengkap tentang Kaushiki.
Ia bertanya memohon padanya agar mengijinkannya memperlihatkan harimaunya pada Nandi.
Dewa
Siwa melihat harimau itu dengan senyuman pada wajahnya. Harimau itu
diubah menjadi seorang wanita dengan wajah yang sangat cantik. Dewa Siwa
dan Dewi Parwati menyebutnya “Somanandi”
Vayu
menjelaskan pada para rsi dan orang suci bagaimana Siwa diciptakan dan
memperlihatkan delapan yoga –Yama, Niyama, Asana, Pranayama, Pratyahara,
Dharana, Dhyana, Samadhi yang disebut sebagai Ashtanggayoga-
kedisiplinan dengan delapan aspek.
Dengan mengikuti disiplin ini, Shakti Siwa akan bercahaya dalam diri manusia dan dalam waktu yang singkat akan menuju jnana.
Bagi
mereka yang tidak berhasil menjalani disiplin ini bisa tetap berhasil
dengan mengulangi delapan nama Dewa Siwa, dan bisa juga mencapai siddhi –
pencapaian.
Delapan nama Dewa Siwa:
i) Shivanamah : Wahai Dewa Siwa yang menjadikan semuanya suci, penghormatan padamu!
ii) Maheshwarayanamah: Wahai, Penguasa yang akan menunjukkan pembebasan, salam penghormatan padamu!
iii) Rudrayanamah : wahai, yang perkasa yang bisa menghalau bencana, penghormatan padamu.
iv) Vishnavenamah : Wahai yang menyerap dalam semua hal, penghormatan untukmu!
v) Pitamahayanamah : Wahai asal muasal segalanya dan dunia, penghormatan padamu!
vi) Samsara bhishajenamah: Wahai penyembuh yang agung, penghormatan pada semua!
vii) Atmayanamah : Wahai atma semuanya, penghormatan pada dirimu!
viii) Paramatmanenamah: Wahai, yang transenden dan mengatasi semua, yang penuh welas asih, penghormatan padamu!
Lima
yang pertama adalah dasar dari pancha sadhana (lima cara memuja) dan
dasar bagi penciptaan, tiga yang berikutnya adalah pemberi pembebasan.
Tidak perduli betapa sedikitnya seseorang mempelajari ini semua, orang
tersebut akan lebih dekat dengan Dewa Siwa dan mendapatkan berkahnya.
Bagi
mereka yang tidak bisa memujanya secara fisik maka akan diberikan
sebuah alat yang bernama Pushpashataka Manasa puja pemujaan secara
mental dengan delapan sifat- i) tidak melakukan kekerasan (Ahimsa), ii)
pengendalian indera (Samyamana indriya chapalya), iii) Daya (kasih
sayang pada semua), iv) ketenangan (pengendalian diri), v) Kedamaian
(memberikan pengampunan dan memaafkan musuh), vi) Perenungan (tapasya),
vii) Dhyana (meditasi yang dalam), viii) Kebenaran diatas semua keadaan.
Kemudian Vayu menjelaskan tentang cara memuja lingga sesuai dengan kebiasaan masing-masing keluarga.
Dengan melakukan sebuah vrata (pemujaan keagamaan) saudara Dhaumya Upamanyu mendapatkan pengampunan atas dosanya.
Kisah Upamanyu
Ada
seorang rsi yang bernama Vyaghrapada. Upamanyu adalah putranya. Setelah
ayahnya meninggal, ia harus tinggal di rumah pamannya bersama dengan
ibunya.
Putra-putra
pamannya itu punya banyak sekali susu yang mereka bisa minum, namun
Upamanyu tidak punya susu yang cukup yang bisa ia minum. Ia biasanya
memandang ibunya dengan mata memelas. Ibunya juga tidak berdaya, ia
biasanya mencampur tepung jagung dengan air dan memberikannya padanya.
Ia tahu bahwa itu bukanlah susu. Ia sangat sedih.
Upamanyu
meminta ijin pada ibunya untuk melakukan tapasya dan memuja Dewa siwa.
Ia menjalani tapa yang sangat kusyuk. Ia melakukan tapa yang membuat
para dewa khawatir. Mereka menuju Kailasha, dengan dipimpin oleh Dewa
Wisnu. Dewa Siwa ingin menguji Upamanyu dan mendekati anak itu dengan
menyamar menjadi Indra. Upamanyu tidak perduli. Ia kemudian berkata
bahwa ia hanya menginginkan berkah dari Dewa Siwa dan tidak dari yang
lainnya.
Dewa
Siwa yang menyamar menjadi Dewa Indra marah. Ia mengatakan Dewa Siwa
adalah dewa tanpa tempat persemayaman, dan mengembara di kuburan.
Ini
membuat Upamanyu marah dan melemparkan aghorastra. Kemudian Dewa Siwa
memperlihatkan dirinya dihadapan Upamanyu. Upamanyu sangat terkejut. Ia
merasa sangat bahagia. Dewa Siwa memberi anugerah tanpa diminta oleh
Upamanyu. Dewa Siwa memeluknya demikian juga Dewi Parwati. Upamanyu
menjadi putra Dewa Siwa dan Dewi Parwati.
Upamanyu memberitahu Sri Krisna tentang Dewa Siwa
Kemudian
Upamanyu pergi ke Himalaya. Suatu hari Shri Krishna datang ke tempat
itu dan memberikan penghormatan pada Upamanyu. Ia memberitahu Shri
Krishna bahwa ia tahu siapa dirinya. Upamanyu menceritakan pada Krishna
tentang Dewa Siwa. Tidak ada yang lebih agung, lebih tinggi atau lebih
mendalam dari Dewa Siwa. Siwadhyana, bermeditasi pada Dewa Siwa, akan
memberikan semua yang ia minta. Yang paling penting adalah Bhakti.
Bhakti,
Upamanyu memberitahu Krishna ada tiga jenis Bhakti: Bahya (intisari),
Ananya (jenis yang lebih cepat) yang akan mengarah pada pencerahan yang
lebih cepat dan Ekanta Bhakti. Ekanta Bhakti adalah cara yang paling
cepat bagi sadhaka untuk mencapai pembebasan saat kelahiran ini. Ini
mungkin dikarenakan oleh pahala dalam kehidupan terdahulu. Ada perbedaan
atas kecepatan, namun pada akhirnya akan mengarah pada pembebasan cepat
atau lambat.
Kemudian Upamanyu memberitahu Krishna tentang Japa – pengulangan nama Tuhan secara terus menerus dengan disiplin.
Setelah
mendengarkan ini semua, Shri Krishna bertanya pada Upamanyu untuk
memberitahunya tentang lima cara beryoga yang disebut dengan yoga
pancakha.
Yoga Panchaka
Terdapat lima jenis yoga: 1) Mantra Yoga 2) Sparsha Yoga, 3) Bhava yoga, iv) Abhava yoga dan v) Maha yoga.
Anti
kekerasan, kebenaran, tidak tamak, tidak menikah, adalah yama.
Kebersihan, ketenangan, tapa, japa, doa adalah niyama (prinsip yang
telah ditanamkan). Padmasana adalah berbagai posisi duduk untuk
bermeditasi dan mengulangi nama Tuhan.
Yoga
adalah jenis disiplin atau latihan tubuh dan pikiran. Mereka yang ingin
berlatih yoga, pertama yang harus dipahami adalah tiga hal- Dhayana,
Dheiya dan Prayojana (perenungan/meditasi, tujuan dan pahala).
Kemudian
ada beberapa pantangan terhadap yoga yang disebut yoga vighna. Harus
dilakukan dengan kekuatan, ketahanan, komitmen dan ketulusan. Bahkan
tempat melakukan yoga harus dipilih dengan baik.
Kesimpulan
Itulah
ajaran yang diberikan oleh Vayu seluruh cerita dalam Siwa Samhita, para
rsi dan orang suci kemudian melakukan yajna pada hari berikutnya dan
setelah mengambil avabhrutasnana – mandi suci dan melakukan pemujaan
sesuai dengan Kalpa yang diceritakan oleh Brahma.
Sanata
Kumara telah menunggu Nandikeshwara. Nandikeshwara yang diliputi oleh
Siwamaya mengutuk Sanata Kumara karena tidak menjamunya dengan kutukan
bahwa ia akan menjadi seekor unta.
Kemudian
Sanata Kumara memperkenalkan semua rsi dan orang suci di Naimisha pada
Nandikeshwara. Atas perintah mereka Nandikeshwara mengajarkan pada
mereka Siwa tatwa/
Sehingga
tujuh samhita yang panjang dalam Siwa Purana telah diberikan pada Veda
vyasa oleh Sanata Kumara. Dan kemudian aku menceritakan pada kalian
semua- kata Suta Muni.
Suta
Muni kemudian mengatakan dan memperingatkan para rsi dan orang suci
agar mereka tidak menceritakan atau meneruskan cerita pada mereka yang
tidak memuja Dewa Siwa. Atau mereka yang tidak berhak atas Mahapurana
atau mereka yang bukan murid dan mereka yang tidak percaya pada Tuhan.
Dengan memberikan cerita ini, pada orang yang tidak tepat akan membuat
pencerita masuk ke neraka.
Kemudian Suta Muni memberikan salam penghormatan pada semua rsi dan orang suci.
Semua
orang yang mendengarkan Pravachana Suta Muni akan diberkahi oleh Suta
Muni dan iapun memohon diri untuk pergi dan para rsi mengantarnya hingga
perbatasan pertapaan.
Setelah kembali mereka melakukan ‘satra’- (sebuah yaga atas nama Rudra) memuja semua dewa dengan penuh bakti.
Kemudian
mereka menuju Kashi. Disana mereka tinggal untuk memuja Dewa Siwa dan
oleh karena itu diberkahi oleh Siwasayujya- kedekatan dengan Dewa Siwa.
Inilah akhir dari Vayaviya Samhita dalam Siwapurana.
Inilah
juga akhir dari cerita tentang Dewa Siwa dalam Siwa Purana yang dibuat
dengan berkah untuk semua manusia oleh Rsi Vedavyasa (yang juga disebut
dengan Shri Vyasa Bhagawan) oleh Kaundinyasa gotara – Vijaya Bhaskara
Rama Rao Vadapali dari Vizianagaram, dengan berkah dari Sadguru
Shivashri Sivanandamurti
OM Santih! Santih! Santih!!!!!
Margasirsha Bahula Chaturthi
Tahun telugu Swabhanu
12 Desember 2003
New Delhi.
Sumber : http://genitrirudrakshabali.blogspot.com/2011/12/siwa-purana-i.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar