Menurut legenda, Hok Tek Ceng Sin ( Fu-de Zheng-shen ) Hok Kian = Hok Tek Cin Sin adalah Dewa Bumi yang secara umum disebut pula sebagai 土地公 Tu Di Gong (Hok Kian = Thoa Pek Kong ) dahulunya adalah seorang pejabat yang bernama Thio Hok Tek ( Zheng Fu De ), yang lahir pada tahun 1134SM. Ia hidup pada zaman Dinasti Chao ( Zhou ) pada masa pemerintahan Kaisar Chao Bu Ong ( Zhou Wu Wang ). Ia adalah seorang pandai dan bijaksana serta berhati mulia.
Ketika ia menjabat sebagai menteri urusan pemungutan pajak, ia selalu bertindak bikalsana dan tidak memberatkan rakyat, sehingga rakyat pun sangat menghormatinya.
Namun setelah ia meninggal dunia pada usia 102 tahun, penggantinya adalah seorang yang berwatak kejam, selalu bertindak kasar dalam menarik pajak rakyat, sehingga rakyat sangat menderita dan banyak yang pergi meninggalkan kampung halamannya.
Dalam masa penderitaan itu, mereka sangat mendambakan seorang bijak dan welas asih seperti Thio Hok Tek. Walau dalam keadaan bongung dan susah, orang-orang desa tidak pernah melupakan kebaikan Thio Hok Tek. Dari sinilah kemudian muncul gelar Hok Tek Ceng Sin.
Dikisahkan ada satu keluarga miskin yang mendambakan Hok Tek Ceng Sin kembali memimpin desa seperti semula yang menjadikan desa damai dan makmur. Kemudian dengan cara yang sederhana, ia mengambil empat buah batu bata untuk membuat sebuah rumah-rumahan kecil; satu untuk atapnya dan tiga buah untuk temboknya. Lalu ia membuat tulisan Hok Tek Ceng Sin yang diletakkan di dalamnya, dan mengambil pecahan tempayan untuk tempat dupa. Setiap pagi dan sore ereka sekeluarga bersembahyang memohon kepada Hok Tek Ceng Sin.
Mendengar hal itu, Raja Wie menyuruh pengawalnya untuk menyelidiki, setelah tahu apa yang diperbuat oleh keluarga miskin itu, raja menertawakan dan mengejeknya. Namun keluarga miskin itu tidak memperdulikannya. Ia mengatakan, "Ada uang tinggal di gedung besar, tidak punya uang tinggal di tempayan pecah pun jadi." Sungguh ajaib, ternyata orang yang dengan sungguh-sungguh bersujud kepada Hok Tek Ceng Sin itu tidak lama kemudian menjadi kaya raya.
Berkat permohonan dan ketulusan hatinya, tanaman padi dan palawija di desa itu mengalami panen besar, hewan ternak bertambah banyak, sehingga masyarakat pun menjadi makmur dan terhindar dari malapetaka. Orang-orang desa yang percaya kepada kemuliaan Hok Tek Ceng Sin senantiasa terlindungi dan mendapat berkah. Akhirnya mereka semua sepakat untuk membangun kelenteng sebagai tanda terima kasih atas kebaikan dan berkah Hok Tek Ceng Sin.
Dipercayai bahwa tugas dewa bumi adalah menjaga agar kehidupan rakyat aman, bahagia dan banyak rejeki. Akan tetapi ia juga mencatat perbuatan-perbuatan jahat dan maksiat yang dilakukan setiap orang, dan kemudian melaporkannya kepada Seng Hong (Cheng Huang-Dewa Penjaga Kota), agar nantinya menjadi bahan pemeriksaan pada waktu orang tersebut meninggal.
Seperti juga 城隍爺 Seng Hong Ya , Hok Tek Cin Sin mempunyai masa jabatan yang terbatas. Jabatan Hok Tek Cin Sin biasanya diduduki oleh orang-orang yang selama hidupnya banyak berbuat kebaikan dan berjasa bagi masyarakat. Setelah meninggal tokoh pujaan rakyat itu lalu diangkat sebagai Hok Tek Cin Sin . Oleh karena itu tiap tempat mempunyai Hok Tek Cin Sin tersendiri.
Di semua tempat, Hok Tek Cin Sin ditampilkan dalam bentuk yang hampir sama, yaitu seorang tua, berambut dan berjenggot putih, dengan wajah yang tersenyum ramah. Biasanya Hok Tek Cin Sin tampak menggenggam sebongkah uang emas di tangan kanannya.
Kemudian pada jaman dinasti Siang / Shang (1783 SM– 1134 SM), seorang penasehat agung kaisar yang bernama Ie In (Ou Hing atau A Hang) memberikan makna pesta panen raya tersebut dengan istilah Hok Tek Ceng Sin, yang berarti ‘Memperoleh rejeki ( Hok / Fu ) dalam kebajikan ( Tek / De ) dengan tetap menegakkan ( Ceng / Zheng ) nilai-nilai rohani ( Sin / Shen ).
Makna atau istilah ini kemudian menjadi populer dan mengakibatkan munculnya tokoh baru yaitu Hok Tek Ceng Sin sebagai dewa rejeki, yang seolah-olah berbeda atau lain sama sekali dengan Thouw Te Kong si dewa bumi / tanah.
Pemujaan kepada Dewa Bumi biasanya dilakukan sehabis panen raya, dimana para petani bersyukur atas rejeki yang diperoleh dari hasil panen tersebut. Para petani dan pedagang di Taiwan dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, setiap bulan tanggal 2 dan tanggal 16 penanggalan Imlek sembahyang kepada Hok Tek Cin Sin, agar usaha dan bisnisnya lancar. Upacara sembahyang ini disebut 做牙 Zuo Ya ( Hok Kian = Cuo Ge ).
Sembahyang pada tanggal 2 bulan 2 Imlek disebut sembahyang 頭牙 Tou Ya ( Thao Ge ). Kemudian sembahyang tanggal 16 bulan 12 Imlek disebut sembahyang 末牙 Mo Ya ( Be Ge ).
Jadi Hok Tek Cin Sin Be Ge berarti sembahyang kepada Hok Tek Cin Sin di akhir tahun ( Menurut penanggalan Imlek ), menyatakan syukur atas berkah yang diperoleh selama tahun tersebut. Dalam 1 tahun sembahyang Thao Ge dan Be Ge ini dilaksanakan dengan besar dan meriah. Pada saat Hok Tek Cin Sin Be Ge, para pedagang juga mengundang para pelanggannya ( pembeli ) dan para karyawannya untuk menghadiri jamuan pesta.
Kaum petani menganggap Hok Tek Cin Sin sebagai Dewa Pelindungnya. Kaum pedagang memandangnya sebagai Roh Suci yang mendatangkan rezeki. Masyarakat umum memandangnya sebagai Pelindung Keselamatan. Oleh karena itulah perayaan dan sembahyang kepada Hok Tek Cin Sin paling banyak dilakukan dalam setahun.
Sembahyang kepada Dewa Bumi ini sangat luas wilayahnya. Di seluruh negeri, dapat dikatakan 土地廟 Tu Di Miao ( Hok Kian = Tho Tek Bio = Kelenteng Tu Di Gong )-lah yang paling banyak jumlahnya baik besar maupun kecil. Tu Di Miao kecil umumnya terdapat di dusun-dusun, di tepi pematang sawah, dan bahkan di halaman rumah.
Di desa terpencil yang melarat, sembahyang Tu Di Gong dilakukan di dalam sebuah jembangan air yang telah pecah. Jembangan itu dibalik dan dari bagian dinding yang pecah ditempatkan sebuah arca Tu Di Gong, dan dianggap sebagai kelenteng ! Sebab itu ada pemeo di kalangan rakyat yang mengatakan : 有屋住大堂,沒屋住破缸 You Wu Zhu Da Tang, Mei Wu Zhu Po Gang , yang artinya : "Kalau ada rumah tinggal di dalam ruangan besar, kalau tak ada rumah jembangan pecah pun jadi." Kecuali kelenteng khusus, di kelenteng-kelenteng lain, biasanya disediakan altar pemujaan Tu Di Gong sebagai pelengkap.
Ketika ia menjabat sebagai menteri urusan pemungutan pajak, ia selalu bertindak bikalsana dan tidak memberatkan rakyat, sehingga rakyat pun sangat menghormatinya.
Namun setelah ia meninggal dunia pada usia 102 tahun, penggantinya adalah seorang yang berwatak kejam, selalu bertindak kasar dalam menarik pajak rakyat, sehingga rakyat sangat menderita dan banyak yang pergi meninggalkan kampung halamannya.
Dalam masa penderitaan itu, mereka sangat mendambakan seorang bijak dan welas asih seperti Thio Hok Tek. Walau dalam keadaan bongung dan susah, orang-orang desa tidak pernah melupakan kebaikan Thio Hok Tek. Dari sinilah kemudian muncul gelar Hok Tek Ceng Sin.
Dikisahkan ada satu keluarga miskin yang mendambakan Hok Tek Ceng Sin kembali memimpin desa seperti semula yang menjadikan desa damai dan makmur. Kemudian dengan cara yang sederhana, ia mengambil empat buah batu bata untuk membuat sebuah rumah-rumahan kecil; satu untuk atapnya dan tiga buah untuk temboknya. Lalu ia membuat tulisan Hok Tek Ceng Sin yang diletakkan di dalamnya, dan mengambil pecahan tempayan untuk tempat dupa. Setiap pagi dan sore ereka sekeluarga bersembahyang memohon kepada Hok Tek Ceng Sin.
Mendengar hal itu, Raja Wie menyuruh pengawalnya untuk menyelidiki, setelah tahu apa yang diperbuat oleh keluarga miskin itu, raja menertawakan dan mengejeknya. Namun keluarga miskin itu tidak memperdulikannya. Ia mengatakan, "Ada uang tinggal di gedung besar, tidak punya uang tinggal di tempayan pecah pun jadi." Sungguh ajaib, ternyata orang yang dengan sungguh-sungguh bersujud kepada Hok Tek Ceng Sin itu tidak lama kemudian menjadi kaya raya.
Berkat permohonan dan ketulusan hatinya, tanaman padi dan palawija di desa itu mengalami panen besar, hewan ternak bertambah banyak, sehingga masyarakat pun menjadi makmur dan terhindar dari malapetaka. Orang-orang desa yang percaya kepada kemuliaan Hok Tek Ceng Sin senantiasa terlindungi dan mendapat berkah. Akhirnya mereka semua sepakat untuk membangun kelenteng sebagai tanda terima kasih atas kebaikan dan berkah Hok Tek Ceng Sin.
Dipercayai bahwa tugas dewa bumi adalah menjaga agar kehidupan rakyat aman, bahagia dan banyak rejeki. Akan tetapi ia juga mencatat perbuatan-perbuatan jahat dan maksiat yang dilakukan setiap orang, dan kemudian melaporkannya kepada Seng Hong (Cheng Huang-Dewa Penjaga Kota), agar nantinya menjadi bahan pemeriksaan pada waktu orang tersebut meninggal.
Seperti juga 城隍爺 Seng Hong Ya , Hok Tek Cin Sin mempunyai masa jabatan yang terbatas. Jabatan Hok Tek Cin Sin biasanya diduduki oleh orang-orang yang selama hidupnya banyak berbuat kebaikan dan berjasa bagi masyarakat. Setelah meninggal tokoh pujaan rakyat itu lalu diangkat sebagai Hok Tek Cin Sin . Oleh karena itu tiap tempat mempunyai Hok Tek Cin Sin tersendiri.
Di semua tempat, Hok Tek Cin Sin ditampilkan dalam bentuk yang hampir sama, yaitu seorang tua, berambut dan berjenggot putih, dengan wajah yang tersenyum ramah. Biasanya Hok Tek Cin Sin tampak menggenggam sebongkah uang emas di tangan kanannya.
Kemudian pada jaman dinasti Siang / Shang (1783 SM– 1134 SM), seorang penasehat agung kaisar yang bernama Ie In (Ou Hing atau A Hang) memberikan makna pesta panen raya tersebut dengan istilah Hok Tek Ceng Sin, yang berarti ‘Memperoleh rejeki ( Hok / Fu ) dalam kebajikan ( Tek / De ) dengan tetap menegakkan ( Ceng / Zheng ) nilai-nilai rohani ( Sin / Shen ).
Makna atau istilah ini kemudian menjadi populer dan mengakibatkan munculnya tokoh baru yaitu Hok Tek Ceng Sin sebagai dewa rejeki, yang seolah-olah berbeda atau lain sama sekali dengan Thouw Te Kong si dewa bumi / tanah.
Pemujaan kepada Dewa Bumi biasanya dilakukan sehabis panen raya, dimana para petani bersyukur atas rejeki yang diperoleh dari hasil panen tersebut. Para petani dan pedagang di Taiwan dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, setiap bulan tanggal 2 dan tanggal 16 penanggalan Imlek sembahyang kepada Hok Tek Cin Sin, agar usaha dan bisnisnya lancar. Upacara sembahyang ini disebut 做牙 Zuo Ya ( Hok Kian = Cuo Ge ).
Sembahyang pada tanggal 2 bulan 2 Imlek disebut sembahyang 頭牙 Tou Ya ( Thao Ge ). Kemudian sembahyang tanggal 16 bulan 12 Imlek disebut sembahyang 末牙 Mo Ya ( Be Ge ).
Kaum petani menganggap Hok Tek Cin Sin sebagai Dewa Pelindungnya. Kaum pedagang memandangnya sebagai Roh Suci yang mendatangkan rezeki. Masyarakat umum memandangnya sebagai Pelindung Keselamatan. Oleh karena itulah perayaan dan sembahyang kepada Hok Tek Cin Sin paling banyak dilakukan dalam setahun.
Sembahyang kepada Dewa Bumi ini sangat luas wilayahnya. Di seluruh negeri, dapat dikatakan 土地廟 Tu Di Miao ( Hok Kian = Tho Tek Bio = Kelenteng Tu Di Gong )-lah yang paling banyak jumlahnya baik besar maupun kecil. Tu Di Miao kecil umumnya terdapat di dusun-dusun, di tepi pematang sawah, dan bahkan di halaman rumah.
Di desa terpencil yang melarat, sembahyang Tu Di Gong dilakukan di dalam sebuah jembangan air yang telah pecah. Jembangan itu dibalik dan dari bagian dinding yang pecah ditempatkan sebuah arca Tu Di Gong, dan dianggap sebagai kelenteng ! Sebab itu ada pemeo di kalangan rakyat yang mengatakan : 有屋住大堂,沒屋住破缸 You Wu Zhu Da Tang, Mei Wu Zhu Po Gang , yang artinya : "Kalau ada rumah tinggal di dalam ruangan besar, kalau tak ada rumah jembangan pecah pun jadi." Kecuali kelenteng khusus, di kelenteng-kelenteng lain, biasanya disediakan altar pemujaan Tu Di Gong sebagai pelengkap.
0 komentar:
Posting Komentar