Sila, Dakini dan Yidam
Fendy Chan
Tashi Deleg,
Ini sedikit sharing dari seorang sahabat yg sedang study di Dharamsala.
semoga berguna.
sarva mangalam,
effendy
effendy wrote:
Bro,ini ada email di mabindo,dari bro.chuang.Please help.
jun:
okeh, mencoba untuk memberi pendapat saja, bukan sesuatu yg betul2 valid, karena saya juga masih dlm tahap belajar.
sorry tidak melihat mabindo, karena terlalu byk milist yg hrs diperhatikan,jadi cuman memperhatikan beberapa milst internal diskusi grup kita dan bbrapa milist doang.
Apakah ada rekan2 di MABINDO yg telah membaca buku "Riwayat Hidup Milarepa"(RHM) dan tahu ttg Buddhisme Tibet? Jika ada, saya ingin mencaritahu beberapa hal:
1. Apakah Buddhisme Tibet mengenal Panca Sila Buddhis yg salah satu silanya berisi tekad utk menghindari makanan/minuman yg dapat memabukkan?
Jun:
Tentu saja mengenal, karena itu basic ethic buddhisme, jadi tidak heran kalau aliran apapun punya sila demikian, 5 sila, 8 sila, 10 sila, vinaya, sumpah bodhisattva, sumpah tantra dan berbagai sumpah dan komitmen pribadi yg diambil dengan persetujuan guru atau pemberian guru.
Chuang:
Jika ya,dlm buku RHM saya membaca ttg Lama Marpa--guru dari Milarepa--yg digambarkan sebagai orang yg telah cerah/suci. Menurut apa yg saya ketahui, seseorang yg telah mencapai tingkat kesucian paling rendah pun (Sotapanna) tidak mungkin lagi melanggar sila dgn mengkonsumsikan zat2 yg dpt menyebabkan mabuk.
Tetapi di dlm buku tsb beberapa kali disebutkan ttg minuman bir yg diminum oleh Lama Marpa. Saya dapat yakin bir yg dimaksud disini adalah minuman bir yg kita kenal sebagai minuman beralkohol yg dpt menyebabkan seseorang mabuk,
krn dlm buku tsb juga disebutkan bahwa dlm suatu pesta ritual Lama Marpameminum bir dlm jumlah yg cukup banyak sampai beliau menjadi mabuk.
Jun:
Marpa bukanlah seorang biksu, jadi tidak masalah mau minum sampai mabuk sekalipun :) kalaupun melanggar sila, ya katakanlah pancasila Buddhis,yah..Marpa harus menerima akibatnya kelak. Pencapaian sotapana ataupun tidak,
blom bisa dipastikan, yg perlu kita ketahui adalah pada pencapain tertentu apakah melewati hinayana setahap demi setahap menuju arahat atau melalui jalur bodhisattva dengan sumpah bodhisattva yg ada 10 tingkat (dasa bhumi), seseorang
bodhisattva yang telah memasuki bhumi pertama saja bahkan minum sampai mabuk sudah tidak berpengaruh (karena ada unsur skillfull means, tapi bukan berarti saya mencari dalih, atau bodhisattva tersebut berbuat semena-mena atas sila-nya),
seorang bodhisattva demi mencapai tujuannya bahkan merelakan badan jasmani, harta kekayaan, semua yang ia miliki, tidak hanya kehidupan ini saja, bahkan seluruh kehidupannya untuk membantu semua makhluk. dalam kondisi demikian, dikisahkan Lama Marpa telah mencapai tingkat tertentu seorang bodhisattva yang telah mampu mengendalikan mentalnya dengan sempurna (tapi belum menyingkirkan sempurna total seperti seorang Buddha, CMIIW).
kasus lain, apabila seorang bodhisattva telah mampu mengendalikan mentalnya, ia mampu mepertahankan mentalnya secara murni utk membantu makhluk lain tanpa terganggu, bahkan terus menerus murni dan suci, hingga suatu tindakan selesai, contoh melihat seseorang yg sudah jelas akan meledakkan BOM di suatu tempat ramai, seorang bodhisattva tidak akan ragu mencegahnya dgn cara mahir, kalaupun juga terbunuh, ia tidak mendapatkan akibat buruk dari membunuh, karena kekuatan stabilisasi mentalnya murni (walaupun ada, tapi saya tidak tahu seberapa banyak), dan kalaupun bodhisattva tersebut sudah tahu akan masuk neraka, atau
menerima karma buruk, ia bahkan rela mendapatkan karma buruk membunuh, kemudian tetap mencegah orang tesebut dengan segala cara, atau bahkan terpaksa harus membunuh.
Jadi tidak masalah minum, jadi ada sedikit perbedaan jalan bodhisattva menuju pencerahan sempurna dengan mengkmbinasikan skillfull means dan bodhicitta, dng kendaraan sravaka yg menuju tingkat arahat.
2. Sebelum ini saya sudah pernah membaca informasi bahwa dlm Buddhisme Tibet tidak semua pendeta adalah orang2 yg menjalani praktik selibat. Contohnya
spt Lama Marpa yg tetap berumah tangga (punya istri dan anak). Dlm buku RHM disebutkan ttg murid2 Lama Marpa yg berstatus bhiksu. Menurut saya, kata "bhiksu" atau "bhikkhu" cenderung merujuk kepada rahib Buddha yg menjalani praktik hidup selibat dan menjalani sila yg lebih banyak daripada seorang umat awam. Pertanyaan: Apakah memang lazim dlm Buddhisme Tibet seorang Lama
yg berumahtangga memiliki murid2 para bhiksu yg menjalani praktik hidup selibat?
Jun:
tidak ada masalah sama sekali, seorang yg berkualitas tinggi seperti Lama Marpa telah mencapai berbagai realisasi, mereka (para biksu bisa melihat sendiri), jika memang Lama Marpa tidak punya 'sesuatu', tentu saja para biksu juga bisa meninggalkan beliau. dalam Dhammapada juga disebutkan, kesucian seseorang tidak dilihat dari apakah itu berstatus biksu/i, atau tidak
tergantung tampak luarnya, ganteng, cantik, dan sebagainya.
Para praktisi yakin bahwa para guru2 besar dan bodhisattva bisa
bermanifestasi menjadi seorang manusia biasa utk membantu mereka yg membutuhkan, mereka akan pikir cara paling efektif utk membantu kemajuan spiritual orang lain, bahkan terlahir menjadi seekor anjing juga bisa, tapi barangkali bukan anjing di amerika ato di keluarga kaya yg menikmati berbagai kemewahan :)
Kultur yg kita tahu lebih cenderung seorang biksu memiliki murid biksu atau umat biasa, jadi kalau terjadi sebaliknya sedikit kurang 'wajar' bagi kita, namun di Tibet tidak menjadi masalah.
3. Apa itu Dakini dan Yidam? Dlm buku tsb hanya terdapat penjelasan samar2.
Dakini adalah makhluk yg terbebas dari samsara. ada Daka (male) dan Dakini (female), mereka bisa berupa pelindung dharma (Dharmapala), praktisi dharma, dan sebagainya, atau yg berkiatan dgn praktik tantra.
Yidam adalah makhluk khusus yg digunakan utk meditasi, biasanya harus ada petunjuk seorang guru, dan guru yg memberi petunjuk atas Yidam, karena Yidam berarti satu keluarga atau keluarga yang sama dengan sang praktik meditasi, dan proses-nya panjang. memang metode seperti Daka-Dakini atau Yidam perlu memiliki pengetahuan-pengetahuan dasar dan latihan tertentu, sebagai tahap awal utk
memasuki praktik khusus ini, jadi setelah siap barulah boleh berlatih praktik seperti ini, dan sekali lagi, ini tergantung pada guru.
namun jaman sekarang ini lebih banyak open, jadi byk yg sudah membukanya, walaupun byg orang yg belum siap, banyak buku menuliskan yg seharusnya belum boleh di buka lebar-lebar, perlu persyaratan tertentu. ooo well, saya tidak berhak juga tidak qualified utk mengkomentari mereka yg di dunia barat atau
bahkan para Rinpoche atau lama2 besar tibet sendiri membuka praktik tantra secara luas, itu kebijaksanaan mereka, kalaupun itu memunculkan berbagai polemik, yah...memberi penjelasan berimbang yg sangat hati-hati yg bisa saya bantu.
tapi secara umum begitulah penjelasannya secara umum, kalau penjelasan panjang, saya pikir akan menjadi artikel khusus.
saya pikir, hanya sekian yg bisa saya share, mohon cek dan re-check, saya pribadi bukanlah praktisi tantra, karena memang secara pribadi saya belum diijinkan, saya hanya mempelajari berbagai dasar2 buddhisme theravada dan mahayana, mahayana terutama dari tibetan dan guru2 besar buddhis dari India.
Terima kasih.
Salam
Chuang
http://chuang. blogs.friendster .com
Chuang" <[EMAIL PROTECTED]>
Silakan bertanya lagi kalau memang ada yg kurang jelas, atau ada yg salah, saya bersedia utk memperbaiki dan memberi penjelasan selanjutnya.
J u n a i d i
Tibetan Language & Buddhist Philosophy
Library of Tibetan Works & Archives
Centre for Tibetan Studies & Researchs
Gangchen Kyishong Dharamsala - 176215
Himachal Pradesh - I n d i a
Phone.: Tel: +91 189 2222 467
Fax.: +91 189 2223 723
"May I become at all times, both now and forever; a protector for those without
protection; a guide for those who have lost their way; a ship for those with
oceans to cross; a bridge for those with rivers to cross; a sanctuary for those
in danger; a lamp for those without light; a place of refuge for those who lack
of shelter; and a servant to all in need"---Bodhicharyavatara~ Shantideva
0 komentar:
Posting Komentar