Brahma
26-05-2008 07:35
Brahma yang dikenal sebagai salah seorang dewa TrimÅ«rti ini bila dibandingkan dengan dewa-dewa TrimÅ«rti lainnya, yaitu Siwa dan WiÅÅu, tidaklah sebesar dan sepenting keduanya. Tidak ada kuil atau bangunan suci untuk memujanya, juga tidak ada aliran yang khusus memuja Brahma seperti yang terjadi pada aliran-aliran Siwait maupun WiÅÅuit.
Walaupun tidak ada bangunan suci yang diperuntukkan kepadanya, dalam relung-relung kuil-kuil untuk Siwa dan WiÅÅu, umumnya di relung utara diletakkan arca Dewa Brahma yang kadang-kadang juga dipuja.
Brahma adalah dewa yang menduduki tempat pertama dalam susunan dewa-dewa Trimūrti, sebagai dewa pencipta alam semesta.
Mitologi tentang Brahma muncul pertama kali dan berkembang pada zaman BrahmÄna. Brahma dianggap sebagai perwujudan dari Brahman, jiwa tertinggi yang abadi dan muncul dengan sendirinya.
Menurut kitab Satapatha BrahmÄna, dikatakan bahwa Brahmalah yang menciptakan, menempatkan, dan memberi tugas para dewa. Sebaliknya, di dalam kitab Mahabharata dan Purana dikatakan bahwa Brahma merupakan leluhur dunia yang muncul dari pusar Wisnu. Sebagai pencipta dunia, Brahma dikenal dengan nama Hiranyagarbha atau Prajapati.
Pencipta dunia
Dalam ajaran-ajaran Weda dikatakan bahwa pada mulanya di saat dunia masih diselubungi oleh kegelapan, ketiak belum tercipta apa pun, Ia, makhluk yang ada dengan sendirinya yang tanpa awal dan akhir, berkeinginan mencipta alam semesta dari tubuhnya sendiri.
Mula-mula ia menciptakan air, kemudian menyebarkan bermacam-macam benih-benihan. Dari benih-benih ini kemudian muncul telur emas yang bersinar seperti cahaya matahari. Dari telur emas inilah Brahma lahir yang merupakan perwujudan dari Sang Pencipta itu sendiri. Menurut kitab WiÅÅu PurÄna, telur emas itu merupakan tempat tinggal Sang pencipta selama ribuan tahun yang akhirnya pecah, dan muncullah Brahma dari dalamnya untuk mencipta dunia dengan segala isinya.
Brahma, seperti juga Siwa dan WiÅÅu, memiliki bermacam-macam nama sebutan, di antaranya adalah Atmabhu (yang ada dengan sendirinya), AnnawÅ«rti (pengendara angkasa), Ananta (yang tiada akhir), Bodha (guru), BÅhaspat (raja yang agung), DhÄtÄ (pencipta), Druhina (sang pencipta), Hiranyagarbha (lahir dari telur emas), Lokesha (raja seluruh dunia), PrajÄpati (raja dari segala makhluk), dan SwayambhÅ« (yang ada dengan sendirinya). Di dalam mitologi Hindu dikatakan bahwa wahana (kendaraan) Brahma adalah hamsa (angsa).
Binantang-binantang yang dijadikan sebagai kendaraan para dewa pada kenyataannya merupakan manifestasi dari sifat-sifat para dewa itu sendiri. Hamsa adalah simbol dari “kebebasan” untuk hidup kekal. Sifat seperti ini dimiliki oleh Brahma. Hamsa merupakan binatang yang dapat hidup di dua alam, dapat berenang di air, dan terbang ke angkasa. Di air ia dapat berenang semaunya dan di angkasa ia dapat terbang ke mana saja ia suka. Ia mempunyai kebebasan, baik di bumi (= air) maupun di angkasa.
Dewa berkepala empat
Brahma dikenal juga sebagai dewa berkepala empat dengan masing-masing muka menghadap keempat arah mata angin. Keempat muka Brahma merupakan simbol dari empat kitab Weda, empat Yuga, dan empat warna. Karena memiliki empat kepala, brahma juga dikenal sebagai catur anana atau catur mukha atau asta karna (delapan telinga).
Kitab Matsya Purana menyebutkan bahwa kepala Brahma berjumlah lima, tapi tinggal empat karena dipotong Siwa. Dalam kitab ini diceritakan bahwa Brahma mencipta seorang wanita dari tubuhnya sendiri yang diberinya lima buah nama; SatarupÄ, Sawitri, SaraswatÄ«, GÄyatri, dan BrÄhmani. Karena cantiknya, Brahma merasa tertarik, sehingga sang dewi terus dipandang. SatarupÄ yang merasa terus diperhatikan menghindar ke sebelah kanan.
Dewa Brahma sebagai dewa besar malu untuk menoleh ke kanan dan karena itu muncul kepala Brahma ke dua di sebelah kanan. Begitu pula ketika SatarupÄ menghindar ke kiri, ke belakang, dan akhirnya muncul kepala Brahma yang kelima ketika SatarupÄ menghindar dengan terbang ke angkasa.
Menurut kitab Padma PurÄna, ketika terjadi perselisihan antara Brahma dan WiÅÅu, Siwa datang melerai keduanya dengan mengabulkan permintaan keduanya. Brahma sangat gembira, sehingga lupa memberi penghormatan kepada Siwa. Siwa merasa kurang senang lalu menghampiri Brahma dan kemudian memotong salah satu kepalanya dengan kuku jari kirinya dan berkata’ “Kepala ini terlalu terang, akan memberikan kesulitan kapada dunia karena sinarnya yang terang melebihi seribu cahaya matahari.”
Wisnu
26-05-2008 07:48
Dalam agama Hindu, WiÅÅu merupakan salah satu dewa Trimurti yang dianggap sebagai dewa pemelihara dunia. Pemujaan terhadap WiÅÅu telah disinggung dalam Åg-Weda, Yajur-Weda, Sama-Weda, dan Atharwa-Weda. Dalam kitab-kitab itu, WiÅÅu belum dianggap sebagai dewa yang tinggi kedudukannya seperti pada masa selanjutnya.
Dikatakan bahwa WiÅÅu mempunyai sifat sebagai matahari, dan telah mengunjungi tujuh bagian dunia. Ia mengelilingi dunia dengan tiga langkah (tiwikrama).
WiÅÅu merupakan dewa yang menjelma dalam tiga wujud; api, halilintar, dan sinar matahari. Ketiga wujud ini menunjukkan tiga wujud perjalanan matahari; terbit, mencapai cakrawala (zenit), dan terbenam.
Kedudukan WiÅÅu sebagai dewa matahari dalam agama Hindu masih dikenal dalam bentuk samar-samar. Penyembahan pada WiÅÅu dalam bentuk matahari biasanya disebut Surya Narayana.
Pemujaan Surya Narayana pada umumnya dilakukan pada hari Minggu dan pada hari-hari besar tertentu.
Dalam kitab Åig-Weda disebutkan bahwa WiÅÅu merupakan pelindung. Dari sinilah asal mula benih-benih yang kemudian berkembang menuju semakin tingginya kedudukan WiÅÅu di masa kemudian.
WiÅÅu kadang-kadang dianggap sebagai korban yajÅa, sehingga ia disebut sebagai YajÅa Narayana.
Tiga dewa serangkai yang disebut dalam kitab Weda sebagai prototype dari dewa Trimurti pada masa kemudian adalah Agni sebagai dewa dunia, Wayu sebagai dewa angkasa, dan Surya sebagai dewa langit. Hal itu didasarkan pada tugas Trimurti, yaitu membinasakan, yang biasa dilakukan oleh Siwa, yang intinya dapat ditemukan dalam kekuatan yang dimiliki oleh angin ribut (Wayu). Bersama dengan Dewa Wayu yang dianggap sebagai dewa angin, dipuja pula Dewa Indra sebagai dewa matahari atau dewa dari angkasa yang terang benderang. Angkasa yang terang benderang ini dikuasai oleh WiÅÅu dan Indra. Menurut kitab Weda, Wisnu menerima warna biru dari Indra. Berkat Indra pulalah WiÅÅu mendapat sebutan Wasudewa.
Demikian juga melalui Indra, dihubungkan dengan pahlawan dunia. Dari kitab MahÄbhÄrata dapat diketahui pertumbuhan WiÅÅu yang semakin meningkat. WiÅÅu yang mula-mula sebagai dewa matahari, kemudian meningkat menjadi salah satu dewa Trimurti dan kemudian menjadi tokoh sentral.
Sejarah perkembangan kedudukan WiÅÅu dapat diikuti dengan jelas dalam kesusastraan India Kuno. Dalam epik MahÄbhÄrata, Krsna dan Arjuna, meskipun tidak jelas hubungannya dengan Surya, dan berdasarkan sifat-sifat Indra yang menjadi dewa langit dapat diketahui dengan samar-samar hubungannya antara Surya dan WiÅÅu melalui Indra.
Kedudukan WiÅÅu yang tinggi dan anggapan bahwa WiÅÅu merupakan salah satu dari Dewa Trimurti dapat ditemukan dalam kitab-kitab Itihasa dan Purana serta kitab-kitab kesusastraan India yang membicarakan tentang ilmu arca.
WiÅÅu sebagai pemelihara dunia WiÅÅu sebagai pemelihara dunia kerap turun ke dunia untuk menolong dunia dari kehancuran. Dalam upaya menolong dunia, WiÅÅu turun ke dunia untuk beremanasi atau menjelma dalam bentuk manusia atau benda.
Dalam penjelmaannya ini WiÅÅu dapat menjelma penuh, sebagai manusia dan berlangsung dalam jangka waktu lama (umumnya disebut ber-awatÄra), sementara (umumnya disebut awesa), atau memancarkan sebagian kekuatannya pada benda-benda tertentu yang dianggap keramat (umumnya disebut amsa).
AwatÄra WiÅÅu misalnya turun sebagai Rama, Arjuna, dan KÅÅna. Sementara, awesa WiÅÅu adalah sebagai ParaƧurama yang turun ke dunia untuk menindas pemberontakan para ksatria. Dalam waktu yang relatif pendek, ParaƧurama dapat menyelesaikan tugasnya. Tidak lama sesudah dapat menyelesaikan tugasnya, ParaƧurama bertemu dengan Raghurama, kepada siapa ia menyerahkan segala “kedewataannya”, sehingga ia tidak mempunyai tugas lagi dan tidak dimasuki kekuatan Dewa WiÅÅu lagi.
WiÅÅu pun dapat memancarkan sebagian kekuatannya untuk menolong dunia ke dalam bentuk senjata, misalnya sankha dan cakra. Kedua senjata itu diyakini dapat memberikan perlindungan seperti layaknya Dewa WiÅÅu itu sendiri. Kedua benda itu mempunyai sifat-sifat kedewataan yang dijelmakan ke dunia sebagai benda keramat.
AwatÄra WiÅÅu Dalam beberapa kesusastraan, kita kenal bermacam-macam awatara WiÅÅu, diantaranya yang terkenal ada sepuluh yang lebih dikenal dengan sebutan DasawatÄra WiÅÅu, seperti yang terdapat dalam kitab Waraha Purana. Sebaliknya dalam kitab Bhagawata Purana disebutkan sebanyka 22 awatÄra. Menurut kepercayaan Hindu India, dasawatÄra dianggap berhubungan dengan sepuluh macam kejadian di dunia, ketika WiÅÅu bertugas menghancurkan berbagai rintangan yang menghalangi perputaran dunia. Kesembilan di antaranya sudah terjadi, sedangkan yang kesepuluh belum terjadi. Kesepuluh awatÄra WiÅÅu menurut Waraha Purana itu adalah:
1.
MatsyawatÄra – Sebagai ikan (matsya), WiÅÅu meolong Manu, yaitu manusia
pertama, untuk menghindarkan diri dari air bah yang menelan dunia.
2.
KurmawatÄra – Sebagai kura-kura (kurma), WiÅÅu berdiri di atas dasar
laut menjadi alas bagi Gunung Mandara yang dipakai oleh para dewa untuk
mengaduk lautan dalam usaha mereka mendapatkan amrta atau air penghidup.
3.
WarahawatÄra – Ketika dunia ditelan laut dan ditarik ke dalam kegelapan
patala (dunia bawah), WiÅÅu menjadi babi hutan (waraha) dan mengangkat dunia
kembali ke tempatnya.
4.
NarasimhawatÄra – Hiranyakasipu, seorang raksasa, dengan sangat lalimnya
menguasai dunia. Kesaktiannya yang luar biasa menjadikan ia tak dapat dibununh
oleh dewa, manusia, maupun binatang, tak dapat mati di waktu siang dan juga
malam. Maka, untuk memberantasnya, WiÅÅu menjelma menjadi singa-manusia
(narasimha) dan dibunuhnya Hiranyakasipu pada waktu senja.
5.
WamanawatÄra – WiÅÅu menjelma sebagai orang kerdil (wamana) dan meminta
kepada Daitya Bali yang denagn sangat lalim memerintah dunia supaya kepadanya
diberikan tanah seluas tiga langkah. Setelah diizinkan maka dengan tiga langkah
(tiwikrama) ini ia menguasai dunia, angkasa, dan surga. Di sini tampak WiÅÅu
sebagai Dewa Matahari, yang “menguasai” dunia dengan tiga langkahnya; waktu
terbit, waktu tengah hari, dan waktu terbenam.
6.
ParaƧuramawatÄra – WiÅÅu menjelma sebagai Rama bersenjatakan kapak (paraƧu) dan
menggempur golongan ksatria sebagai balas dendam terhadap penghinaan yang
dialami oleh ayahnya, seorang brahmana, dari seorang raja (kasta ksatriya).
Tampak suatu “reaksi” terhadap revolusi zaman Upanisad.
7.
RamawatÄra – Rama titisan WiÅÅu ini adalah yang terkenal dari cerita
Ramayana. Yang mengancam kerselamatan dunia adalah Rawana atau Dasamukha.
8.
KÅÅnawatÄra – KÅÅna ini terkenal dari MahÄbhÄrata, sebagai raja titisan
WiÅÅu yang membantu para Pandawa menuntut keadilan dari para Kurawa.
9.
BuddhawatÄra – WiÅÅu menjelma sebagai putra raja Sododana di Kapilawastu
India dengan nama Sidharta Gautama yang berarti telah mencapai kesadaran yang
sempurna. Budha Gautama menyebarkan ajaran Budha dengan tujuan untuk menuntun
umat manusia mencapai kesadaran, penerangan yang sempurna atau Nirwana..
10. Kalkya/KalkiawatÄra
– Keadaan dunia saat ini sangat buruk dan akan tiba saatnya nanti kejahatan itu
akan mencapai puncaknya, sehingga dunia terancam kemusnahan. Pada saat itulah
maka WiÅÅu akan menjelma sebagai Kalki dan dengan menunggang kuda putih dan
membawa pedang terhunus ia akan menegakkan kembali keadilan dan kesejahteraan
di atas dunia ini.
0 komentar:
Posting Komentar