Beberapa minggu setelah Sang Buddha wafat (483 sebelum Masehi) seorang bhikkhu tua yang tidak disiplin bernama Subhaddha berkata: "Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak lagi akan memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita; tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi"(Vinaya Pitaka II, 284). Mahâ Kassapa Thera, setelah mendengar kata-kata itu, memutuskan untuk mengadakan Pasamuan Agung (konsili) di Râjagaha.
Dengan batuan Raja Ajâtasattu dari Magadha, lima ratus orang arahat berkumpul di gua Sattapanni dekat Râjagaha untuk mengumpulkan ajaran Sang Buddha yang telah dibabarkan selama ini dan menyusunnya secara sistimatis. Yang Ariya Ananda, siswa terdekat Sang Buddha, mendapat kehormatan untuk mengulang kembali kotbah-kotbah Sang Buddha dan Yang Ariya Upâli mengulang Vinaya (peraturan-peraturan para bhikkhu). Dalam Pasamuan Agung Pertama inilah dikumpulkan seluruh ajaran yang kini dikenal dengan Kitab Suci Tipitaka (Pâli). Mereka yang mengikuti ajaran Sang Buddha seperti tersebut dalam Kitab Suci Tipitaka (Pâli) disebut Pemelihara Kemurnian Ajaran sebagaimana sabda Sang Buddha yang terakhir: "Jadikanlah Dhamma dan Vinaya sebagai pelita dan pelindung bagi dirimu".
Pada mulanya Tipitaka ini diwariskan secara lisan dari satu generasi ke genarasi berikutnya. Satu abad kemudian terdapat sekelompok bhikkhu yang berniat hendak mengubah Vinaya. Menghadapi usaha ini, para bhikkhu yang ingin mempertahankan Dhamma-Vinaya sebagaimana diwariskan oleh Sang Buddha menyelenggarakan Pasamuan Agugng Kedua dengan bantuan Raja Kâlâsoka di Vesali, di mana Kitab Suci Tipitaka (Pâli) diucapkan ulang oleh tujuh ratus orang arahat. Kelompok bhikkhu yang memegang teguh kemurnian Dhamma-Vinaya ini menamakan diri Sthaviravâda, yang kelak disebut Theravâda; sedangkan kelompok bhikkhu yang ingin mengubah Vinaya menamakan diri Mahâsanghika, yang kelak berkembang menjadi mazhab Mahâyâna. Jadi seabad setelah Sang Buddha Gotama wafat, agama Buddha terbagilah menjadi dua mazab besar yakni Theravâda dan Mahâyâna.
Pasamuan Agung Ketiga diadakan di Pattaliputta (Patna) pada abad ketiga sesuah Sang Buddha wafat (249 sebelum masehi) pada waktu pemerintahan Kaisar Asoka Wardhana. Kaisar memeluk agama Buddha dan dengan pengaruhnya banyak membantu penyebaran Dhamma ke seluruh wilayah kerajaan. Pada masa itu, ribuan bhikkhu gadungan (penyeludup ajaran gelap) masuk ke dalam Sangha dengan maksud menyebarkan ajara-ajaran mereka sendiri untuk menyesatkan umat. Untuk mengakhiri keadaan ini, Kaisar menyelenggarakan Pasamuan Agung dan membersihkan tubuh Sangha dari penyelundup-penyelundup serta merencanakan pengiriman para Duta Dhamma ke negeri-negeri lain.
Dalam Pasamuan Agung Ketiga ini seratus orang arahat mengulang kembali pembacaan Kitab Suci Tipitaka (Pâli) selama sembilan bulan, Dari titik tolak Pasamuan inilah agama Buddha dapat tersebar ke seluruh penjuru dunia dan terhindar lenyap dari bumi asalnya.
Pasamuan Agung Keempat diadakan di Aluvihâra (Srilanka) di bawah lindungan Raja Vatta Gamanabhaya pada permulaan abad keenam sesudah Sang Buddha wafat (83 sebelum Masehi). Pada kesempatan itu Kitab Suci Tipitaka (Pâli) dituliskan untuk pertama kalinya. Tujuan penulisan ini ialah agar semua orang mengetahui kemurnian Dhamma Vinaya.
Selanjutnya Pasamuan Agung Kelima diadakan di Mandalay (Birma) pada permulaan abad kedua puluh lima sesudah Sang Buddha wafat (1871) dengan bantuan Raja Mindon. Kejadian penting waktu itu adalah Kitab Suci Tipitaka (Pâli) diprasastikan pada 727 buah lempeng marmer (batu pualam) dan diletakan di bukit Mandalay.
Pasamuan Agung Keenam diadakan di Ranggon pada Hari Visâkha Pùja tahun Buddhis 2498 dan berakhir pada tahun Buddhis 2500 (tahun Masehi 1956). Mulai saat itu penterjemahan Kitab Suci Tipitaka (Pâli) mulai digiatkan ke dalam beberapa bahasa Barat.
Sebagai tambahan pengetahuan dapat dikemukakan bahwa pada abad pertama sesudah Masehi, Raja Kaniska dari Afganistan mengadakan Pasamuan Agung yang tidak dihadiri oleh kelompok Theravâda. Bertitik tolak pada Pasamuan ini, agama Buddha mazab Theravâda berkembang di India dan kemudiaan menyebar ke nergeri Tibet dan Tiongkok. Pada Pasamuan ini disepakati ada kitab-kitab suci Buddhis dalam bahasa Sansekerta dengan banyak tambahan sutra-sutra baru yang tidak terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka (Pâli).
Dengan demikian agama Buddha mazab Theravâda dalam pertumbuhannya sejak pertama samapi sekarang, termasuk di Indonesia, tetap mendasarkan penghayatan dan pembabaran Dhamm Vinaya pada kemurniah Kitab Suci Tipitaka (Pâli) sehingga dengan demikian tidak ada perbedaan dalam hal ajaran antara Theravâda di Indonesia dengan Theravâda di Thailand, Srilanka, Birma, maupun di negara-negara lain.
Sampai abad ktiga setelah Sang Buddha wafat mazab Sthaviravâda terpecah menjadi delapan belas sub-mazab, antara lain: Sarvâstivâda, Kasyapiya, Mahisâsaka, Theravâda dan sebagainya.
Pada dewasa ini tujuh belas sub-mazab Sthaviravâda di atas telah lenyap, dan yang masih berkembang sampai sekarang hanyalah mazab Theravâda (ajaran para sesepuh). Dengan demikian nama Sthaviravâda tidak ada lagi. Mazab Theravâda inilah yang kemudian dianut oleh negara-negara Srilanka, Birma, Thailand, dan kemudian berkembang di Indonesia dan negara-negara lain.
Kronologi Singkat
Tanggal sesungguhnya dari kelahiran Sang Buddha tidak diketahui dengan pasti. Menurut tradisi Buddhist, Sang Buddha lahir pada tahun 624 BCE ( Before Common Era), dan juga terdapat beberapa perkiraan lainnya terhadap tahun kelahiran Sang Buddha. Tahun 560 BCE adalah tahun yang diterima secara umum sebagai tahun kelahiran Sang Buddha. Kejadian pada garis waktu sebelum tahun 250 sebelum masehi ditunjukkan dengan dua tahun masehi yang berbeda.Pertama adalah tahun kelahiran Sang Buddha yang ditulis berdasarkan pada sumber tradisi yaitu 624 BCE, kemudian diikuti dengan tahun kelahiran Sang Buddha yang berdasarkan pada tahun sejarah 560 sebelum masehi. Setelah tahun 250 sebelum masehi, tahun sejarah dapat dihilangkan karena waktu dari peristiwa berikutnya diketahui dengan lebih tepat. Cara perhitungan tahun masehi yang berhubungan dengan kejadian dari penanggalan Buddhis tradisional dilakukan dengan melakukan pengurangan dari tahun Buddhis (BE Buddhist Era) sebanyak 544 tahun
BE__\tBE Tahun Masehi (CE Common Era)
-80\t-624/-560Bodhisatta atau calon Buddha, lahir di Lumbini (Nepal saat ini) sebagai Siddhata, pangeran dari suku Sakya.
-51\t-595/-531Boddhisatta meninggalkan kehidupan keduniawian
-45\t-589/-525Selama meditasi di bawah pohon Boddhi di hutan Gaya (Sekarang Bodhgaya, India), saat bulan purnama Siddhi di Bulan Mei, Sang Boddhisata mencapai Kebuddhaan. Selama bulan purnama di bulan Juli, Sang Buddha membabarkan ajarannya yang pertama di daerah dekat Varanasi, menunjukkan kepada dunia Empat Kasunyataan Mulia dan memulai pembabaran Dhamma dan Vinaya selama 45 tahun.
1\t-544/-480 Sang Buddha Parinibbana di Kusinara (Sekarang Kusinagar, India) pada usia 80 tahun Selama masa musim hujan, setelah Sang Buddha parinibbana, diadakan Persamuan Agung pertama di Rajagaha, India yang dihadiri oleh 500 orang bikkhu yang telah mencapai tingkat kesucian arahat, yang dipimpin oleh Ven Bikkhu Mahakassapa Thera. Pada Persamuan Agung ini, diulang kembali peraturan Vinaya oleh Ven Bikkhu Upali Thera yang kemudian diterima sebagai Vinaya Pitaka, dan pengulangan Dhamma oleh Ven Bikkhu Ananda Thera yang kemudian menjadi Sutta Pitaka.Pada Persamuan Agung ini, diulang kembali peraturan Vinaya oleh Ven Bikkhu Upali Thera yang kemudian diterima sebagai Vinaya Pitaka, dan pengulangan Dhamma oleh Ven Bikkhu Ananda Thera yang kemudian menjadi Sutta Pitaka.
100\t-444/-380100 tahun setelah sang Buddha parinibbana, diselenggarakan Persamuhan Agung kedua di Vesali. Pada Persamuhan Agung ini dibahas mengenai perbedaan yang terjadi saat itu mengenai aturan Vinaya. Keretakan sangha yang pertama timbul antara sekte Mahasanghika dan Sthaviravadins yang tradisional. Permasalahannya adalah Mahasanghika tidak mau menerima sutta dan vinaya sebagai sumber terakhir dari ajaran sang Buddha. Mahasanghika kemudian berkembang menjadi Mahayana yang mendominasi agama Buddha di utara Asia (Cina, Tibet, Jepang dan Korea).
294\t-250Persamuhan Agung ketiga yang didukung oleh Raja Asoka di Pataliputra (India). Perselisihan perbedaan doktrin yang kemudian menimbulkan keretakan, melahirkan sekte Sarvastivadin dan Vibhajjavadin. Abhidhamma Pitaka diulang kembali pada persamuhan ini, dengan tambahan Khuddaka Nikaya. Kitab suci Tipitaka Pali telah lengkap secara keseluruhan.
297\t-247Raja Asoka mengirim putranya, Ven Bikkhu Mahinda Thera ke Sri Lanka dengan misi menyebarkan agama Buddha di Sri Lanka. Kemudian Raja Sri Lanka Devanampiya Tissa memeluk agama Buddha.
304\t-240Ven Bikkhu Mahinda Thera mendirikan Mahavihara di Anuradhapura, Sri Lanka. Komunitas sekte Vibhajjavadin yang berdiam di Sri Lanka kemudian berkembang menjadi Theravadin . Kemudian Saudara perempuan Bikkhu Mahinda, Bikkhuni Sanghamitta, tiba di Sri Lanka dengan membawa potongan pohon Boddhi dan mendirikan Sangha Bikkhuni di Sri Lanka.
444\t-100Peristiwa kelaparan dan perpecahan yang terjadi di Srilanka menyebabkan kitab suci Tipitaka ditulis untuk menjaga kelangsungan agama Buddha. Raja Vattagamani mengadakan Persamuhan Agung keempat dengan 500 bikkhu dan ahli tulis dari Mahavihara untuk menulis Kitab Tipitaka Pali untuk pertama kalinya pada daun palem.
544\t1Dimulainya tahun Masehi (Common Era). Tahun 1 AD atau tahun 1 masehi.
644\t100Agama Buddha Theravada muncul pertama kalinya di Burma dan bagian tengah Thailand.
744\t200Universitas Buddhis Nalanda berkembang di India , merupakan pusat pelajaran agama Buddha kurang lebih selama 1000 tahun.
969\t425Ven Bikkhu Buddhaghosa Thera (Sri Lanka) membuat komentar dari kitab Tipitaka Pali (Atthakatha).
1594\t1050Komunitas Bikkhu dan Bikkhuni di Anuradhapura hancur karena invasi dari India bagian selatan.
1604\t1060Berkembangnya Theravada di Pagan, Burma.
1614\t1070Bikkhu-bikkhu dari Pagan tiba di Polonnaruwa, Sri Lanka untuk mengembalikan kembali garis pentahbisan bikkhu Theravada di Sri lanka.
1744\t1200Polonnaruwa hancur oleh invasi asing.
1780\t1236Bikkhu-bikkhu dari Kancipuram, India tiba di Sri Lanka untuk membangkitkan kembali sekte Theravada.
1831\t1287Pagan dihancurkan oleh invasi Mongol. Jaman kemunduran dimulai.
1900\t1300sTradisi hutan dari Sri Lanka berkembang di Burma dan Thailand. Theravada juga menyebar di Laos.
2000\t1400sTradisi hutan lainnya dari Sri Lanka juga berkembang di Ayudhaya, ibu kota Thailand saat itu. Tradisi yang baru ini juga berkembang di Burma.
2300\t1700sBurma menyerang Ayudhaya. Raja Thailand Rama I membantu pemulihan Theravada dengan membawa duplikat kitab Tipitaka Pali dari Sri Lanka.
2400\t1800sKeadaan Sangha Sri Lanka memburuk dibawah tekanan pemerintahan tiga negara kolonial (Portugis, Belanda dan Inggris). Raja Rama IV dan Rama V dari Thailand mengadakan perubahan pada Sangha Thailand, pada kepemimpinan formasi sekte Dhammayut dan Mahanikaya.
2406\t1862Terjemahan pertama Dhammapada ke dalam bahasa barat (Jerman).
2412\t1868Persamuhan Agung kelima diselenggarakan di Burma. Kitab Tipitaka Pali ditulis pada 729 batu pualam.
2423\t1879Sir Edwin Arnold mempublikasikan syair Light of Asia, yang kemudian menjadi buku yang paling laris terjual di Inggris dan Amerika, menyebabkan tertariknya orang-orang barat akan agama Buddha.
2424\t1880Helena Blavatsky dan Henry Steel Olcott, pendiri dari Theosophical Society, tiba di Sri Lanka dari USA, kemudian memeluk agama Buddha dan memulai kampanye pengembangan agama Buddha dengan mendorong pertumbuhan dan perkembangan sekolah-sekolah Buddhist di Sri Lanka.
2425\t1881Pali Text Society didirikan di Inggris oleh T.W.Rhys Davids. Selama lebih dari 100 tahun , banyak bagian dari Tipitaka dipublikasikan dalam tulisan romawi dengan terjemahan ke bahasa Inggris.
2434\t1890sVihara Theravada pertama didirikan di Australia oleh para pekerja mutiara di pulau Thursday yang berasal dari Sri Lanka.
2443\t1899Bikkhu Theravada barat pertama (Gordon Douglas) ditahbiskan di Burma
2444\t1900Ven. Bikkhu Ajaan Mun dan Ven Bikkhu Ajaan Sao membangkitkan kembali meditasi dengan tradisi hutan di Thailand
2469\t1925″The Little Circle of The Dhamma didirikan oleh Max Dunn, Max Taylor dan David Maurice di Melbourne, merupakan kelompok Theravada pertama yang didirikan oleh bangsa barat.
2484\t1940Vihara Theravada pertama di Vietnam, vihara Buu Quang (Ratana Ramsyarama) didirikan di Saigon. Kepala viharanya adalah Ven Bikkhu Ho Tong (Vansarakkhita) yang ditahbiskan di Kamboja oleh Ven Bikkhu Chuon Nath, Sangharaja Komboja.
2491\t1947Ven Bikkhu Mahasi Sayadaw menjadi kepala pengajar pada pusat meditasi yang disponsori oleh pemerintah Burma di Ranggon.
2494\t1950World Fellowship of Buddhist (WFB) atau Persahabatan Buddhis Sedunia didirikan di Colombo, Sri Lanka oleh 500 utusan dari 26 negara. Kemudian oleh semua utusan, disetujui penggunaan Bendera Buddhis dan waktu untuk merayakan kelahiran Sang Buddha (saat bulan penuh di bulan Mei) yang sama .
2495\t2495 1951 Bikkhuni Dhammadinna (berkebangsaan Amerika) yang ditahbiskan di Sri Lanka, berkunjung ke Australia dan memimpin perayaan Waisak pertama di negeri tersebut.
2498\tPemerintah Burma mensponsori Persamuhan Agung keenam di Rangoon.
2500\t1956 Tahun Buddha Jayanti, memperingati 2500 tahun agama Buddha.
2502\t1958Ven. Bikkhu Nyanaponika Thera mendirikan Buddhist Publication Society, Perhimpunan Publikasi Buddhis di Sri Lanka untuk mempublikasikan buku-buku Theravada berbahasa Inggris. Pergerakan Sarvodaya Shramadana didirikan di Sri Lanka untuk membawa agama Buddha dalam misi penanggulangan berbagai masalah sosial. Dua orang kebangsaan Jerman ditahbiskan di kedutaan besar Kerajaan Thailand di London. Mereka merupakan orang yang pertama kali ditahbiskan secara Theravada di negara barat.
2509\t1965 Vihara Buddhis didirikan di Washington D.C, merupakan vihara Theravada pertama di Amerika Serikat.
2514\t1970Timbul banyak perhimpunan ikatan persaudaraan Buddhis di Amerika dan Eropa, yang disebabkan oleh penolakan perang di Vietnam, komboja, dan Laos.
2519\t1975Ven Bikkhu Ajaan Chah mendirikan Wat Pah Nanachat, vihara hutan di Thailand yang khusus digunakan untuk latihan bagi bikkhu berkebangsaan barat. Insight Meditation Society (IMS), atau Perhimpunan Meditasi Pandangan Terang, didirikan di Massachusetts, Amerika oleh tiga guru (Joseph Goldstein, Sharon Salzberg, Jack Kornfield) yang belajar dibawah bimbingan berbagai guru Buddha dan Hindu di Asia. Vihara Buddharangsee didirikan di Sidney, Australia oleh Bikkhu Khantipalo (Inggris) dan tiga bikkhu Thailand.
2521\t1977Ven Bikkhu Ajaan Chah mengadakan perjalanan ke Inggris bersama-sama dengan Ven Bikkhu Ajaan Sumedho (berkebangsaan Amerika yang berlatih di Thailand) untuk memimpin perhimpunan bikkhu di Vihara Hamsptead, yang kemudian pindah ke Sussex, Inggris berubah menjadi Vihara Pah Cittaviveka (vihara hutan Chithurst).
2522\t1978Vihara Phap Van, vihara Theravada dari vietnam yang pertama kali didirikan di Pomona, California oleh Ven Bikkhu Tinh Duc.
2524\t1980Pusat-pusat meditasi menjadi terkenal di Amerika Serikat dan Eropa.
2526\t1982Di West Virginia, Amerika Serikat didirikan vihara Theravada dengan tradisi hutan yang pertama.
2528\t1984Vihara Amaravati didirikan di Inggris oleh Ven Bikkhu Ajaan Sumedho. Vihara Bodhinyana didirikan oleh Ven Bikkhu Jagaro (Australia) dan Ven Bikkhu Brahmavamso, yang semuanya merupakan murid-murid dari Ajaan Chah.
2534\t1990Vihara Hutan Metta, yang merupakan pusat meditasi dengan tradisi hutan dari Thailand, didirikan di selatan California, Amerika Serikat, dengan kepala vihara Ajaan Suwat.
2541\t1997Ven Bikkhu Aggasami (Khanh Hy) mendirikan vihara Theravada Vietnam yang pertama kalinya di Montreal, Kanada, yaitu Pusat Meditasi Pannarama atau Bat Nha Thien Vien.
2542\t1998Vihara Dhammasara didirikan di dekat Perth, Australia oleh Buddhist Society of Western Australia.
Tahun Masehi atau Common Era (CE) sama dengan tata nama BC (Before Christ) dan AD (Anno Domini). Sebagai contoh, 100 BCE (Before Common Era) atau -100 CE sama dengan 100 BC; 100 CE sama dengan 100 AD. Pada pola CE, tahun 1 BCE diikuti dengan tahun 1 CE. Tidak ada tahun Nol.
Riwayat Singkat Sangha Theravada Indonesia
Awal tahun 1976 terdapat lebih 5 (lima) bhikkhu warga negara Indonesia yang menjalani hidup kebhikkhuan di Indonesia sesuai Kitab Suci Tipitaka Pali, Pandangan Keagamaan Buddha yang berpedoman pada Kitab Suci Tipitaka Pali lazim disebut Theravada (Ajaran Sesepuh).
Bhikkhu adalah seorang pria yang melepaskan kehidupan berumah-tangga untuk berusaha sepenuhnya mencapai pencerahan batin serta mengabdikan diri demi ketenteraman dan kebahagiaan masyarakat.
Sesuai dengan Vinaya (Peraturan Kebhikkhuan) seperti tersebut dalam Kitab Suci Tipitaka Pali, para bhikkhu berhimpun dalam pasamuan yang disebut Sangha, yang paling sedikit harus terdiri dari 5 (lima) bhikkhu.
Fungsi kebhikkhuan seperti pelantikan bhikkhu baru, penyelesaian kasus pelanggaran vinaya, dan kewajiban-kewajiban para bhikkhu lainnya harus dilakukan dalam forum Sangha. Sangha memberikan peluang belajar (pariyatti), berlatih (patipatti), serta memperoleh hasil pelaksanaan (pativedha) Dhamma bagi mereka yang sanggup menjalani kehidupan sebagai bhikkhu. Di samping fungsinya bagi para bhikkhu tersebut di atas; Sangha juga merupakan penjaga keyakinan (saddha), pemelihara moral (sila), tumpuan bakti (caga), dan penumbuh kebijaksanaan (pañña) umat Buddha.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan dengan dorongan keyakinan kepada Tiratana, maka dibentuklah SANGHA THERAVADA INDONESIA di Vihara Maha Dhammaloka (sekarang Vihara Tanah Putih), Semarang; pada tanggal 23 Oktober 1976. Adapun para bhikkhu yang mencetuskan gagasan dan membentuk Sangha Theravada Indonesia adalah 5 (lima) bhikkhu Indonesia:
1. Bhikkhu Aggabalo
2. Bhikkhu Khemasarano
3. Bhikkhu Sudhammo
4. Bhikkhu Khemiyo
5. Bhikkhu Ñanavuttho
Bhikkhu Aggabalo diangkat menjadi Sekretaris jenderal yang pertama dalam Sangha Theravada Indonesia.
Sangha Theravada Indonesia dibentuk oleh para bhikkhu yang bukan anggota dari Sangha yang sudah ada di Indonesia pada waktu itu.
Kepemimpinan Sangha Theravada Indonesia ditangani oleh Dewan Pimpinan Sangha (Karaka Sangha Sabha) Sangha Theravada Indonesia.
Pali Tipitaka
Kanon
Pali atau Tipitaka berarti tiga keranjang penyimpanan Kanon (Kitab
Suci). Selama beberapa abad sabda-sabda Sang Buddha disampaikan dengan
turun temurun dengan lisan saja, yaitu dengan jalan menghafalkannya di
luar kepala. Ajaran Sang Buddha dibukukan beberapa ratus tahun setelah
Sang Buddha mencapai Parinibbana.
Segera setelah Buddha Gotama mencapai Parinibbana, diadakanlah Sidang Agung (Sangha-samaya) pertama di Gua Satapana, di kota Rajagaha (343 S.M.). Sidang ini dipimpin oleh Y.A. Kassapa Thera. Sidang ini dihadiri oleh 500 orang bhikkhu yang semuanya telah mencapai tingkat Arahat. Sidang ini bertujuan menghimpun ajaran-ajaran Buddha Gotama yang diberikan di tempat-tempat yang berlainan, pada waktu-waktu yang berbeda dan kepada orang-orang yang berlainan pula selama 45 tahun. Dalam sidang tersebut Y.A. Upali mengulang tata tertib bagi para bhikkhu dan bhikkhuni (Vinaya) dan Y.A. Ananda mengulang khotbah-khotbah (Sutta) Buddha Gotama. Ajaran-ajaran ini dihafalkan di luar kepala dan diajarkan lagi kepada orang lain dari mulut ke mulut.
Sidang Agung kedua diselenggarakan di kota Vesali lebih kurang 100 tahun kemudian (kira-kira 43 S.M.). Sidang ini diadakan untuk membicarakan tuntutan segolongan bhikkhu (golongan Mahasangika), yang menghendaki agar beberapa paraturan tertentu dalam Vinaya, yang dianggap terlalu keras, diubah atau diperlunak. Dalam sidang ini golongan Mahasangika memperoleh kekalahan dan sidang memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya yang sudah ada. Pimpinan sidang ini adalah Y.A. Revata.
Lebih kurang 230 tahun setelah Sidang Agung pertama, diselenggarakan Sidang Agung ketiga di ibu kota kerajaan Asoka, yaitu Pataliputta. Sidang ini dipimpin oleh Y.A. Tissa Moggaliputta dan bertujuan menertibkan beberapa perbedaan pendapat yang menyebabkan perpecahan di dalam Sangha. Di samping itu, sidang memeriksa kembali dan menyempurnakan Kanon (Kitab Suci) Pali. Dalam Sidang Agung ketiga ini, ajaran Abhidhamma diulang secara terperinci, sehingga dengan demikian lengkaplah sudah Kanon Pali yang terdiri atas tiga kelompok besar, meskipun masih belum dituliskan dalam kitab-kitab dan masih dihafal di luar kepala. Golongan para bhikkhu yang terkena penertiban meninggalkan golongan Sthaviravada (pendahulu dari golongan yang sekarang dikenal sebagai Theravada) dan mengungsi ke arah Utara.
Sidang Agung keempat diselenggarakan di Srilanka pada 400 tahun setelah Sang Buddha Gotama mangkat. Sidang ini berhasil secara resmi menulis ajaran-ajaran Buddha Gotama di daun-daun lontar yang kemudian dijadikan buku Tipitaka dalam bahasa Pali. Kitab Suci Tipitaka terdiri atas :
A. Vinaya Pitaka
B. Sutta Pitaka
C. Abhidhamma Pitaka
Kanon Pali atau Tipitaka berarti tiga keranjang penyimpanan Kanon (Kitab Suci). Selama beberapa abad sabda-sabda Sang Buddha disampaikan dengan turun temurun dengan lisan saja, yaitu dengan jalan menghafalkannya di luar kepala. Ajaran Sang Buddha dibukukan beberapa ratus tahun setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana.
Segera setelah Buddha Gotama mencapai Parinibbana, diadakanlah Sidang Agung (Sangha-samaya) pertama di Gua Satapana, di kota Rajagaha (343 S.M.). Sidang ini dipimpin oleh Y.A. Kassapa Thera. Sidang ini dihadiri oleh 500 orang bhikkhu yang semuanya telah mencapai tingkat Arahat. Sidang ini bertujuan menghimpun ajaran-ajaran Buddha Gotama yang diberikan di tempat-tempat yang berlainan, pada waktu-waktu yang berbeda dan kepada orang-orang yang berlainan pula selama 45 tahun. Dalam sidang tersebut Y.A. Upali mengulang tata tertib bagi para bhikkhu dan bhikkhuni (Vinaya) dan Y.A. Ananda mengulang khotbah-khotbah (Sutta) Buddha Gotama. Ajaran-ajaran ini dihafalkan di luar kepala dan diajarkan lagi kepada orang lain dari mulut ke mulut.
Sidang Agung kedua diselenggarakan di kota Vesali lebih kurang 100 tahun kemudian (kira-kira 43 S.M.). Sidang ini diadakan untuk membicarakan tuntutan segolongan bhikkhu (golongan Mahasangika), yang menghendaki agar beberapa paraturan tertentu dalam Vinaya, yang dianggap terlalu keras, diubah atau diperlunak. Dalam sidang ini golongan Mahasangika memperoleh kekalahan dan sidang memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya yang sudah ada. Pimpinan sidang ini adalah Y.A. Revata.
Lebih kurang 230 tahun setelah Sidang Agung pertama, diselenggarakan Sidang Agung ketiga di ibu kota kerajaan Asoka, yaitu Pataliputta. Sidang ini dipimpin oleh Y.A. Tissa Moggaliputta dan bertujuan menertibkan beberapa perbedaan pendapat yang menyebabkan perpecahan di dalam Sangha. Di samping itu, sidang memeriksa kembali dan menyempurnakan Kanon (Kitab Suci) Pali. Dalam Sidang Agung ketiga ini, ajaran Abhidhamma diulang secara terperinci, sehingga dengan demikian lengkaplah sudah Kanon Pali yang terdiri atas tiga kelompok besar, meskipun masih belum dituliskan dalam kitab-kitab dan masih dihafal di luar kepala. Golongan para bhikkhu yang terkena penertiban meninggalkan golongan Sthaviravada (pendahulu dari golongan yang sekarang dikenal sebagai Theravada) dan mengungsi ke arah Utara.
Sidang Agung keempat diselenggarakan di Srilanka pada 400 tahun setelah Sang Buddha Gotama mangkat. Sidang ini berhasil secara resmi menulis ajaran-ajaran Buddha Gotama di daun-daun lontar yang kemudian dijadikan buku Tipitaka dalam bahasa Pali. Kitab Suci Tipitaka terdiri atas :
A. Vinaya Pitaka
B. Sutta Pitaka
C. Abhidhamma Pitaka
Berikut ini disampaikan ringkasan kumpulan kotbah Sang Buddha yang hingga saat ini telah tersedia dalam bahasa Indonesia.
Vinaya Pitaka
Suttavibhanga
Khandhaka khandhaka
Parivara
Sutta Pitaka
Digha Nikaya
Majjhima NIkaya
Samyutta Nikaya
Anguttara Nikaya
Khuddaka Nikaya
Abhidhamma Pitaka
Dhammasangani
Vibhanga
Dhatukatha
Puggalapaññatti
Kathavatthu
Yamaka
Patthana
Berikut ini disampaikan ringkasan kumpulan kotbah Sang Buddha yang hingga saat ini telah tersedia dalam bahasa Indonesia.
Vinaya Pitaka
Suttavibhanga
Khandhaka khandhaka
Parivara
Sutta Pitaka
Digha Nikaya
Majjhima NIkaya
Samyutta Nikaya
Anguttara Nikaya
Khuddaka Nikaya
Abhidhamma Pitaka
Dhammasangani
Vibhanga
Dhatukatha
Puggalapaññatti
Kathavatthu
Yamaka
Patthana
Sumber: Pedoman Penghayatan dan Pembabaran Agama Buddha Mazab Theravâda di Indonesia Segera setelah Buddha Gotama mencapai Parinibbana, diadakanlah Sidang Agung (Sangha-samaya) pertama di Gua Satapana, di kota Rajagaha (343 S.M.). Sidang ini dipimpin oleh Y.A. Kassapa Thera. Sidang ini dihadiri oleh 500 orang bhikkhu yang semuanya telah mencapai tingkat Arahat. Sidang ini bertujuan menghimpun ajaran-ajaran Buddha Gotama yang diberikan di tempat-tempat yang berlainan, pada waktu-waktu yang berbeda dan kepada orang-orang yang berlainan pula selama 45 tahun. Dalam sidang tersebut Y.A. Upali mengulang tata tertib bagi para bhikkhu dan bhikkhuni (Vinaya) dan Y.A. Ananda mengulang khotbah-khotbah (Sutta) Buddha Gotama. Ajaran-ajaran ini dihafalkan di luar kepala dan diajarkan lagi kepada orang lain dari mulut ke mulut.
Sidang Agung kedua diselenggarakan di kota Vesali lebih kurang 100 tahun kemudian (kira-kira 43 S.M.). Sidang ini diadakan untuk membicarakan tuntutan segolongan bhikkhu (golongan Mahasangika), yang menghendaki agar beberapa paraturan tertentu dalam Vinaya, yang dianggap terlalu keras, diubah atau diperlunak. Dalam sidang ini golongan Mahasangika memperoleh kekalahan dan sidang memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya yang sudah ada. Pimpinan sidang ini adalah Y.A. Revata.
Lebih kurang 230 tahun setelah Sidang Agung pertama, diselenggarakan Sidang Agung ketiga di ibu kota kerajaan Asoka, yaitu Pataliputta. Sidang ini dipimpin oleh Y.A. Tissa Moggaliputta dan bertujuan menertibkan beberapa perbedaan pendapat yang menyebabkan perpecahan di dalam Sangha. Di samping itu, sidang memeriksa kembali dan menyempurnakan Kanon (Kitab Suci) Pali. Dalam Sidang Agung ketiga ini, ajaran Abhidhamma diulang secara terperinci, sehingga dengan demikian lengkaplah sudah Kanon Pali yang terdiri atas tiga kelompok besar, meskipun masih belum dituliskan dalam kitab-kitab dan masih dihafal di luar kepala. Golongan para bhikkhu yang terkena penertiban meninggalkan golongan Sthaviravada (pendahulu dari golongan yang sekarang dikenal sebagai Theravada) dan mengungsi ke arah Utara.
Sidang Agung keempat diselenggarakan di Srilanka pada 400 tahun setelah Sang Buddha Gotama mangkat. Sidang ini berhasil secara resmi menulis ajaran-ajaran Buddha Gotama di daun-daun lontar yang kemudian dijadikan buku Tipitaka dalam bahasa Pali. Kitab Suci Tipitaka terdiri atas :
A. Vinaya Pitaka
B. Sutta Pitaka
C. Abhidhamma Pitaka
Kanon Pali atau Tipitaka berarti tiga keranjang penyimpanan Kanon (Kitab Suci). Selama beberapa abad sabda-sabda Sang Buddha disampaikan dengan turun temurun dengan lisan saja, yaitu dengan jalan menghafalkannya di luar kepala. Ajaran Sang Buddha dibukukan beberapa ratus tahun setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana.
Segera setelah Buddha Gotama mencapai Parinibbana, diadakanlah Sidang Agung (Sangha-samaya) pertama di Gua Satapana, di kota Rajagaha (343 S.M.). Sidang ini dipimpin oleh Y.A. Kassapa Thera. Sidang ini dihadiri oleh 500 orang bhikkhu yang semuanya telah mencapai tingkat Arahat. Sidang ini bertujuan menghimpun ajaran-ajaran Buddha Gotama yang diberikan di tempat-tempat yang berlainan, pada waktu-waktu yang berbeda dan kepada orang-orang yang berlainan pula selama 45 tahun. Dalam sidang tersebut Y.A. Upali mengulang tata tertib bagi para bhikkhu dan bhikkhuni (Vinaya) dan Y.A. Ananda mengulang khotbah-khotbah (Sutta) Buddha Gotama. Ajaran-ajaran ini dihafalkan di luar kepala dan diajarkan lagi kepada orang lain dari mulut ke mulut.
Sidang Agung kedua diselenggarakan di kota Vesali lebih kurang 100 tahun kemudian (kira-kira 43 S.M.). Sidang ini diadakan untuk membicarakan tuntutan segolongan bhikkhu (golongan Mahasangika), yang menghendaki agar beberapa paraturan tertentu dalam Vinaya, yang dianggap terlalu keras, diubah atau diperlunak. Dalam sidang ini golongan Mahasangika memperoleh kekalahan dan sidang memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya yang sudah ada. Pimpinan sidang ini adalah Y.A. Revata.
Lebih kurang 230 tahun setelah Sidang Agung pertama, diselenggarakan Sidang Agung ketiga di ibu kota kerajaan Asoka, yaitu Pataliputta. Sidang ini dipimpin oleh Y.A. Tissa Moggaliputta dan bertujuan menertibkan beberapa perbedaan pendapat yang menyebabkan perpecahan di dalam Sangha. Di samping itu, sidang memeriksa kembali dan menyempurnakan Kanon (Kitab Suci) Pali. Dalam Sidang Agung ketiga ini, ajaran Abhidhamma diulang secara terperinci, sehingga dengan demikian lengkaplah sudah Kanon Pali yang terdiri atas tiga kelompok besar, meskipun masih belum dituliskan dalam kitab-kitab dan masih dihafal di luar kepala. Golongan para bhikkhu yang terkena penertiban meninggalkan golongan Sthaviravada (pendahulu dari golongan yang sekarang dikenal sebagai Theravada) dan mengungsi ke arah Utara.
Sidang Agung keempat diselenggarakan di Srilanka pada 400 tahun setelah Sang Buddha Gotama mangkat. Sidang ini berhasil secara resmi menulis ajaran-ajaran Buddha Gotama di daun-daun lontar yang kemudian dijadikan buku Tipitaka dalam bahasa Pali. Kitab Suci Tipitaka terdiri atas :
A. Vinaya Pitaka
B. Sutta Pitaka
C. Abhidhamma Pitaka
Berikut ini disampaikan ringkasan kumpulan kotbah Sang Buddha yang hingga saat ini telah tersedia dalam bahasa Indonesia.
Vinaya Pitaka
Suttavibhanga
Khandhaka khandhaka
Parivara
Sutta Pitaka
Digha Nikaya
Majjhima NIkaya
Samyutta Nikaya
Anguttara Nikaya
Khuddaka Nikaya
Abhidhamma Pitaka
Dhammasangani
Vibhanga
Dhatukatha
Puggalapaññatti
Kathavatthu
Yamaka
Patthana
Berikut ini disampaikan ringkasan kumpulan kotbah Sang Buddha yang hingga saat ini telah tersedia dalam bahasa Indonesia.
Vinaya Pitaka
Suttavibhanga
Khandhaka khandhaka
Parivara
Sutta Pitaka
Digha Nikaya
Majjhima NIkaya
Samyutta Nikaya
Anguttara Nikaya
Khuddaka Nikaya
Abhidhamma Pitaka
Dhammasangani
Vibhanga
Dhatukatha
Puggalapaññatti
Kathavatthu
Yamaka
Patthana
Penerbit : Yayasan Dhammadipa-ârâma Jakarta, Oktober 1992
0 komentar:
Posting Komentar