(Dikutip dari Penjelasan umum Amitabha sutra oleh Tripitakacarya Hua)
1. Keyakinan (akan pintu Dharma ini)
2. Sumpah (untuk terlahir di Sukhavati)
3. Pelaksanaan yaitu Memegang Nama Buddha
Ada 4 cara dalam memegang dan menyebut nama Buddha:
1. Penyebutan-Buddha dengan merenung dan berpikir.
2. Penyebutan-Buddha dengan merenungkan rupang/gambar.
3. Penyebutan-Buddha Ciri Sejati.
4. Penyebutan-Buddha dengan Memegang nama.
1. Yang pertama dengan merenungkan dan berpikir, berupa perenungan Hyang Buddha Amitabha:
Tubuh Hyang Buddha Amitabha berwarna keemasan
Tanda-tanda istimewanya memancar tiaa bandingannya
dst... (chan fo chih)
(merenungkan kualitas-kualitas Buddha Amitabha, ini mirip dengan Buddhanussati dalam Theravada...)
2. Kedua dengan merenungkan rupang terdiri dari persembahan kepada 
sebuah rupang Buddha Amitabha dan pelafalan namanya sambil 
merenungkannya,( mirip Buddhanussati dikombinasikan dengan puja. Juga  
dengan mengingat rupang/gambar Buddha Amitabha. Ini mirip dengan 
meditasi kasina, yaitu melekatkan gambaran Buddha untuk mencapai 
konsentrasi.)
3. Saat mencapai yang ketiga, penyebutan Ciri Sejati, walaupun berusaha,
 Anda tidak dapat berhenti menyebut nama Buddha. Pengucapan itu mengalir
 seperti air dan hidup dalam diri Anda. Inilah keadaan samadhi 
Penyebutan-Buddha: menyebut namun tidak menyebut, tidak menyebut namun 
menyebut.
4. Memegang nama Buddha. Dalam keadaan bergerak maupun diam, seseorang 
mengucapkan nama Buddha. Penyebutan harus terang dan jelas. Praktisi 
harus melaksanakan 10 kusala karma; tehindar dari 10 karma 
buruk/akusala. Dengan demikian, pikiran bersih adalah pikiran 
Buddha;apabila setiap pikiran itu murni, setiap pikiran merupakan 
pikiran Buddha. Jika Anda dapat melakukan penyebutna itu sedemikian 
sempurna hingga memasuki samadhi Penyebutan-Buddha, maka suara angin 
terdengar berbunyi: 'Namo Amitabha Buddha.' Setiap suara Anda mendengar 
penyebutan nama Buddha.
Pintu-Dharma ini melawan racun dengan racun. Cara berpikir yang salah 
adalah  bagaikan racun, dan jika tidak dilawan dengan racun, Anda tidak 
akan dapat menyembuhkannya. Menyebut nama Buddha berarti melawan pikiran
 keliru dengan pikiran keliru. Ini sama halnya dengan mengirim pasukan 
untuk mengalahkan pasukan.
Setiap kali Dhyanacarya Yung Ming Shou - patriak ke-6 aliran Sukhavati -
 menyebut nama Buddha Amitabha, perwujudan Buddha muncul dari mulutnya. 
Orang yang memiliki Dibbacakkhu dapat melihatnya.
--------------------------------------------------------------------------
Patriakh Zen ke-5, Hongren merupakan praktisi penyebutan nama Buddha. 
Dhyanacarya Hua, pewaris silsilah Wei yang dari Chan Master Hsu Yun, 
mengajarkan penyebutan nama Buddha yang dikombinasikan dengan Ch'an.
Melatih penyebutan nama Buddha sama seperti meditasi anapanasati, berawal dengan Samantha dan berkembang menuju Vipassana.
Seorang Master Kuang ching pun mencapai Dhyana/Jhana lewat samadhi 
Penyebutan-Buddha,lalu melatih Vipassana hingga mencapai Pencerahan.
Meditasi Ch'an menyebut nama Buddha (khas Chan silsilah Wei yang) 
dilakukan dengan bertanya secara perlahan 'Siapakah yang sedang menyebut
 nama Buddha?' sampai timbul keraguan besar  akan 'siapa', carilah 
'siapa' atau 'Aku' atau 'diri' itu maka Anda tidak akan menemukan ada 
'diri'/ atta. Begitulah pertanyaan khas Chan yang 'tidak ada 
jawabannya'.
Metode Sukhavati sangat praktis dan cocok bagi kebanyakan orang yang 
berjodoh dengan Buddhadharma tapi belum mampu atau kurang cocok dengan 
metode yang lebih rumit. Hanya saja bukan berarti cukup 'Nian Fo' tanpa 
belajar Dharma... Arya Nagarjuna mengatakan untuk mencapai Sukhavati 
perlu  mendalami 3 sutra Amitabha termasuk risalah/sastra/penjelasan 
sutra sehingga mengerti jelas pintu Dharma ini tanpa keraguan dan 
pandangan salah.
Arya Nagarjuna juga menulis beberapa risalah tentang pintu Dharma ini.
Keraguan umumnya timbul pada orang yang kurang pengetahuan tentang pintu
 Dharma Sukhavati atau memiliki pengertian dan informasi salah mengenai 
Sukhavati.
    
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar