Rabu, 21 Desember 2016 0 komentar

Tradisi Rondean II (makan ronde Setiap bulan Desember pada sekitar tanggal 21 atau 22)

Kenapa Dong-zhi /Tradisi Sembayang Ronde selalu dihitung berdasarkan penanggalan internasional? Karena sejak semula dalam menentukan saat dong-zhi, mereka menghitung berdasarkan panjang pendeknya bayangan matahari dengan alat yang disebut “gui 圭”. Mereka menemukan dalam kurun satu tahun ada dua saat dimana hari siang terpanjang dan saat hari siang yang terpendek. Saat dimana siang terpendek dan malam terpanjang itulah ditentukan hari dong–zhi, atau tibanya musim dingin, yang dalam istilah orang Barat dinamakan Winter Solstice. Pada saat ini matahari berada pada titik tepat garis 23 ½° Lintang Selatan. Malam terpanjang dalam setahun, setelah itu barulah matahari mulai balik ke utara. Dan hari siang dari yang paling pendek perlahan bertambah panjang, dan malam semakin pendek. Pada saat matahari ada di garis balik 23 ½° derajat Lintang Utara, adalah waktu siang terpanjang dan malam paling pendek. Saat ini disebut xia zhi 夏至 (hee cik), atau Summer Solstice, jatuh pada tanggal 21-23 Juni.

Jadi ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam membicarakan dong-zhi, menurut para sarjana Dinasti Song :
  1. “Yang“ mencapai puncak (Arah selatan atau belahan bumi selatan disebut “Yang”)
  2. Hawa Yin mencapai puncak.  Artinya musim dingin mencapai puncak, waktu malam terpanjang.
  3. Matahari – tai-yang berada pada titik paling selatan (garis-balik 23 ½° LS)
Di Eropa kuno yang sebagian penduduknya menganut penyembahan Dewa Matahari Mithra (Mithraisme), saat itu dianggap kelahiran kembali Dewa Matahari dan dirayakan dengan kegembiraan. Dalam perkembangannya kemudian setelah Kristenisasi, mereka menjadikan festival kelahiran Mithra sebagai hari Natal - kelahiran Yesus [1]
Dong-zhi pada jaman Dinasti Zhou, Qin dirayakan sebagai tahun baru. Pada penanggalan Imlek yang dipakai pada jaman dinasti Han, dong-zhi jatuh pada  bulan 11.  Sebab itu menurut perhitungan waktu di-zhi 地支atau cabang bumi,  bulan 11 dimulai dengan huruf “子zi”, huruf pertama dari 12 huruf cabang bumi, untuk menunjukkan permulaan tahun baru, dong-zhi dirayakan meriah  seperti hari raya, sebab itu dikenal dengan sebutan dong-jie冬节, festival musim dingin. Kerajaan memandang dong-jie sebagai perayaan yang penting. Sebelum dan setelah dong-jie  semua kegiatan libur, sidang kerajaan ditutup, kaisar beristirahat, demikian juga para menteri. Setelah berlaku penanggalan baru dan ditetapkan chun-jie - pesta musim semi atau sincia sebagai tahun baru, dong-jie masih tetap dirayakan walau tidak semeriah sincia.
Dikalangan rakyat perayaan dong-zhi diisi dengan berkumpul dengan sanak keluarga, makan bersama, saling berkunjung dan bersembahyang pada leluhur.
Di beberapa wilayah ada kebiasaan menyantap hun-dun (semacam pangsit)   dan jiao-zi. Kebiasaan makan jiao-zi dihubungkan dengan seorang tabib terkenal jaman Dinasti Han, Zhang Zhongjing. Pada saat hawa begitu dingin ketika dongzhi, banyak orang menderita “radang-dingin-frostbite” ia merebus beberapa macam daun obat dan dicampur cabai, ditambah bumbu sedikit sebagai kuah, lalu cacahan daging kambing dibungkus dengan kulit dari terigu, dimasukan dalam kuah tersebut.  Ternyata hasil ramuan Zhang ini jadi obat manjur untuk penderita radang dingin inilah awal dikenalnya jiao-zi sebagai makanan saat dong-zhi.


Pada Jaman dinasti Ming dan Qing baru dikenal kebiasaan makan ronde. Para anggota keluarga berkumpul sekitar perapian sambil membuat ronde yang diseduh dengan wedang jahe, dengar harapan mereka bisa rukun dan apa yang menjadi pengharapan bisa terkabul. Bentuknya yang bundar bermakna “lancar bergulir” Jadi mereka berharap agar semua permohonan dan harapan bisa lancar dan terkabul.
Makan ronde semangkuk semakin bermakna karena ada kiatnya. Sekali sendok harus dua butir, setelah beberapa kali dan hampir habis sisanya di hitung, apabila sisanya 2 butir, berarti apa yang diharapkan dari keluarga itu akan terkabul. Dan bila sisanya satu butir, anak anak yang masih lajang kemudian hari akan lancar rejekinya.
Tentang awal-mula makan ronde saat tangcik ini ada satu cerita rakyat yang mengharukan. Ada satu keluarga miskin yang terdiri seorang janda dan dua anaknya yang masih kecil. Suaminya telah meninggal beberapa waktu lalu. Ia terpaksa membanting tulang bersusah payah untuk membesarkan anak-anaknya agar kelak bisa jadi orang berguna. Ia berhasil merawat anak anak itu sampai dewasa.  Untuk membalas budi ibunya anak-anak  berusaha mencari pekerjaan. Apa mau dikata, wilayah itu dilanda bencana kekeringan yang hebat, sehingga hampir tak ada yang bisa tumbuh disitu.  Kedua anak itu memutuskan untuk mencari kerja di seberang lautan .
Dengan sangat berat hati sang ibu terpaksa memberi ijin. Pada hari keberangkatannya sang ibu menyiapkan adonan tepung untuk membuat sedikit makanan sebagai bekal. Apa mau dikata, belum sempat tepung di buat adonan, terdengar tanda kapal yang akan ditumpangi anaknya akan segera berangkat. Tanpa menunggu lagi sang anak lalu berpamit dan bergegas menuju kapal. Sang ibu hanya bisa menangis menatap keberangkatan putranya. Air matanya menetes jatuh di tepung yang masih belum sempat dibuat adonan, dan membentuk bola-bola kecil seperti ronde. Dan saat itu kebetulan hari raya tangcik. Sejak itu untuk mengenang anak-anaknya ditempat jauh orang-orang membuat ronde pada waktu tangcik. Mereka mengharap anggota keluarga berkumpul dalam suasana rukun, dan mengenang anggota keluarga dan leluhur yang telah meninggal. Sebab itu pada hari dongzhi selalu diadakan sembahyang leluhur. Pada hari itu pula, kaisar memimpin sembahyang besar di kuil leluhur, dengan doa agar negerinya aman tentram, makmur dan rakyatnya sejahtera - Guo-tai min-an, Feng-tiao yu-shun, Shi-jie an-ning.
Sekian.
0 komentar

Tradisi Rondean I (makan ronde Setiap bulan Desember pada sekitar tanggal 21 atau 22) )

Makna Di Balik Tradisi Makan Onde di Bulan Desember

Tang Yuan / Onde / Ronde
Tang-yuan / Onde / Ronde:. Sbr foto :mochidesu.tumblr.com
Setiap bulan Desember pada sekitar tanggal 21 atau 22, masyarakat Tionghoa secara tradisi merayakan hari festival Dongzhi (冬至) / Tang-cheh (冬節) / Tōji (冬至) / Dongji (동지) / Đông Chí yang berarti Musim Dingin Yang Ekstrem. Dan pada perayaan tersebut mereka memakan makanan yang di masyarakat keturunan etnis Tionghoa di Indonesia sering disebut dengan Onde atau Ronde. Sebuah jenis makanan yang terbuat dari tepung ketan dibentuk bulat besar atau kecil yang disajikan di dalam kuah yang terbuat dari air dan gula. Makanan Onde atau Ronde tersebut di negeri asalnya, Tiongkok, bernama Tāngyuán (Kue Bola Ketan) atau Yuanxiao atau Tangtuan.
Mengapa Onde berbentuk bulat?
Secara tradisi, perayaan Dongzhi atau Tang-cheh merupakan sebuah perayaan untuk berkumpul bersama keluarga di musim dingin di Tiongkok. Kembali berkumpulnya anggota keluarga atau reuni dengan makan onde bersama dengan menggunakan mangkuk di meja bundar menjadi tradisi perayaan tersebut. Reuni dan kebersamaan inilah yang disimbolkan oleh bentuk bulat (nampak bundar saat dilihat dari jauh) dari makanan Tangyuan atau  Onde atau Ronde. Asal kata dari nama makanan Onde atau Ronde di Indonesia pun berasal dari kata “Ronde” dalam bahasa Belanda yang berarti bulat, sesuai dengan bentuk dari makanan tersebut.
Kebersamaan dan ikatan antar anggota keluarga tidak hanya disimbolkan dengan bentuk bulat dari Onde, tetapi juga dari sifatnya yang lengketnya karena terbuat dari tepung ketan. Diharapkan para anggota keluarga memiliki ikatan yang erat atau lengket satu sama dengan lain. Dan disajikannya Onde dalam kuah air gula memberikan simbol hubungan erat keluarga yang manis.
Makna lain dari bulatnya Onde juga dapat ditelusuri dari ajaran filsafat kuno Tiongkok mengenai Yin dan Yang, gelap dan terang. Setelah perayaan Dongzhi yang jatuh pada musim dingin disaat lebih banyak gelap dari pada terang dan energi negatif lebih banyak, maka musim akan berganti menjadi musim semi disaat terang lebih mendominasi dan energi positif lebih banyak. Filsafat ini disimbolkan oleh salah satu gambar pada Hexagram (Ba Gua / Pa Kwa / Pa Kua) dalam kitab I Ching yang disebut fù (復) yang berarti “Kembali”. Hal ini sesuai dengan bentuk bulat yang saat menelusurinya secara lurus dari satu titik maka akan kembali lagi ketitik semula.
Legenda
Menurut salah satu legenda, di Tiongkok pada masa Dinasti Han, hidup seorang gadis pelayan bernama Yuanxiao di Istana raja. Ia memiliki keahlian memasak bola-bola ketan (Tangyuan), dan hanya masakan inilah yang merupakan masakan terbaik yang dapat ia masak. Karena peraturan istana yang ketat, ia tidak bisa keluar istana untuk kembali menemui kedua orang tuanya. Karena ia sangat merindukan kedua orang tuanya, ia menangis sepanjang waktu, siang dan malam, bahkan ia berusaha untuk melakukan bunuh diri karena kerinduannya itu.
Kisah kehidupan Yuanxiao yang malang tersebut terdengar oleh seorang menteri kaisar yang menemuinya dan berjanji untuk menolongnya keluar istana. Menteri tersebut melaporkan peristiwa ini kepada sang kaisar. Tapi, peraturan istana adalah peraturan yang tidak bisa dilanggar oleh siapapun kecuali ia memiliki jasa besar yang pantas menerima hadiah dari sang kaisar. Sang menteri pun mencari cara agar dapat mengeluarkan Yuanxiao dari istana.
Saat itu sekitar sebulan menjelang tahun baru penanggalan Tionghoa (Imlek). Dan setiap bulan pertama tanggal 15 penanggalan Imlek (Cap Go Meh), sebuah festival besar dirayakan untuk berterima kasih kepada Kaisar Langit dengan memberikan persembahan makanan. Sebuah gagasan tebersit dalam kepala sang menteri. Ia mengusulkan kepada sang kaisar agar memerintahkan Yuanxiao untuk membuat bola-bola ketan (Tangyuan) yang lezat sebanyak mungkin untuk disajikan sebagai persembahan kepada langit dan dimakan oleh kalangan istana dalam festival tersebut sebagai syarat agar ia bisa keluar dari istana. Sang kaisar pun menyetujuinya.
Kemudian sang menteri menemui dan memberitahu Yuanxiao mengenai tugas yang diberikan oleh kaisar. Dengan senang hati Yuanxiao menerima tugas tersebut dan memulai pekerjaannya. Siang dan malam, seorang diri ia memulung adonan tepung ketan menjadi Onde atau Tangyuan, satu per satu.
Tiba pada waktunya menjelang festival tanggal 15, Yuanxiao pun akhirnya menyelesaikan tugasnya membuat Tangyuan sebanyak mungkin. Dan tiba saatnya untuk dipersembahkan kepada kaisar dan di altar persembahyangan. Kaisar mencicipi Onde atau Tangyuan yang dibuat oleh Yuanxiao, dan ia merasa senang dan puas akan masakan tersebut.
Dianggap berjasa karena menunaikan tugas dari kaisar dengan baik, Yuanxiao akhirnya mendapatkan izin untuk keluar istana untuk menemui kedua orang tuanya. Dan sejak saat itu kaisar memberi nama masakan dari tepung ketan (Onde / Tangyuan) tersebut dengan nama Yuanxiao dan festival tanggal 15 bulan pertama Imlek (Cap Go Meh) disebut juga dengan Festival Yuanxiao.
Sejarah
Tidak diketahui secara pasti awal dari munculnya makanan Onde / Tangyuan. Menurut catatan sejarah, Tangyuan sudah menjadi makanan ringan yang populer di Tiongkok sejak Dinasti Sung. Nama Tangyuan pun memiliki nama-nama lain. Pada era Yongle dari Dinasti Ming, nama resmi dari makanan ini adalah Yuanxiao (berasal dari Festival Yuanxiao), yang digunakan di Tiongkok utara. Nama ini secara harfiah berarti “malam pertama”, merupakan malam bulan purnama pertama setelah Tahun Baru Imlek yang selalu jatuh pada bulan baru.
Namun di Tiongkok selatan makanan ini disebut dengan mana tangyuan atau tangtuan. Menurut legenda, pada masa pemerintahan Yuan Shikai pada tahun 1912-1916, Yuan Shikai tidak menyukai nama yuanxiao (元宵) karena terdengar identik dengan “menghilangkan Yuan” (袁 消) , oleh karenanya ia memberikan perintah untuk mengubah namanya menjadi Tangyuan. Nama baru ini secara harfiah berarti “bola bundar dalam sup”. Tangtuan sama berarti “kue bola dalam sup”. Dalam dua dialek Tionghoa utama di perdalaman Tiongkok selatan, yaitu Hakka dan Kanton, “Tangyuan” diucapkan seperti tong rhen (Hakka) dan tong jyun (Kanton) . Istilah “tangtuan” (Hakka: tong ton, Kanton: tong tyun) sendiri tidaklah umum digunakan dalam dialek ini sebagaimana Tangyuan. (wikipedia.org)
Jumat, 09 Desember 2016 0 komentar

Tokoh Legenda Zhong Kui, Sang Dewa Penguasa Neraka Pemburu Setan

[​IMG]
Zhong Kui
adalah Sang Dewa Neraka Pemburu Setan yang menurut legenda dari tiongkok (China) dipercaya sebagai penguasa neraka dan tugasnya adalah memburu para setan-setan.

Zhong Kui (钟馗), menurut masyarakat tiongkok adalah seorang tokoh penting yang saat dia menjelma menjadi manusia dan pernah hidup di dalam zaman dinasti Tang Xuangzong (唐玄宗) pada tahun 712 sampai 756 Masehi.

Legenda Zhoung Kui masih kerap diyakinin serta dipercaya oleh masyarakat China sampai zaman sekarang. Selain memburu setan dan roh jahat, beliau juga turut membasmi arwah penasaran. Sering kali ia disebut sebagai Dewa pembasmi kejahatan dari alam bawah neraka. Selama eksistensinya di bumi Dewa Zhoung Kui diceritakan tinggal di lembah Gunung ZhongNan, Provinsi Yongzhou.



Menurut legenda, Zhoung Kui memiliki penampilan fisik yang jelek dan buruk rupa. Ia dilahirkan dengan kepala seperti macan panther, wajah hitam gosong, kumis keriting melengkung, dan mata seperti cincin bacan.

Walaupun begitu, dia adalah sosok pemuda yang berbakat dan terpelajar. Zhoung Kui tidak takut pada kejahatan dan sesuatu ancaman yang berbau sadis. Dia adalah orang yang menjunjung tinggi keadilan, memiliki talenta yang hebat serta berhati baik. Saat awal pemerintahan Kaisar Xuanzong dari Tang, beliau turut ikut ujian beasiswa kenegaraan di ibukota.

Namun sayang sekali karena pada saat penilaian ujian berlangsung, seorang pejabat negara bernama Lu Qi hanya menilai Zhoung Kui berdasarkan penampilannya saja. Bahkan dia berusaha menjatuhkan Zhoung Kui di depan Kaisar. Padahal pemimpin dari juri istana sangat memuji kepintaran Zhoung Kui karena semua jawaban esai yang ditulisnya memiliki isi yang bagus dan berkualitas tinggi.



Meskipun begitu Zhoung Kui berhasil memperoleh gelar 'Zhangyuan' yang merupakan penghargaan tertinggi dalam ujian kenegaraan pegawai negeri sipil berkat keterampilannya. Sayangnya, tak lama kemudian gelar tersebut diambil oleh Kaisar sendiri dengan alasan lagi-lagi karena wajahnya yang buruk rupa. Akibatnya, Zhoung Kui merasa sangat kecewa dan dia mengakhiri hidupnya dengan cara membenturkan kepalanya ke dinding istana sampai remuk.

Dalam kepercayaan Tiongkok Kuno, kematian Zhoung Kui diklasifikasikan sebagai 'Ying Gui' (setan atau roh penasaran) karena bunuh diri sosok Ying Gui dikatakan tidak akan pernah bisa reinkarnasi kembali ke dunia dan tetap dalam siklus berulang berupa penderitaan dan siksaan.

Di akhirat, Kaisar Langit bisa melihat potensi dalam diri Zhoung Kui karena memang beliau sangat cerdas bahkan sampai bisa meraih penghargaan tertinggi dalam ujian kenegaraan, tapi karena beliau melakukan bunuh diri yang merupakan dosa besar maka ia dikutuk masuk ke dalam neraka.

Namun Zhoung Kui diberikan gelar sebagai Raja Neraka atau dewa penguasa neraka, jabatan tertinggi di akhirat oleh Sang Kaisar Langit (Raja Segala Dewa). Tugas utamanya adalah menangkap roh-roh gentayangan serta setan jahat. Ia juga mengepalai 85 ribu pasukan hantu yang setia dan siap kapan saja ia perintah.

[​IMG]

Sosok Zhoung Kui sangat populer di masyarakat selama masa pemerintahan Kaisar Xuangzong dari Dinasti Tang. Ketika sang Kaisar Xuangzong sakit keras, beliau bermimpi melihat 2 hantu yaitu hantu kecil yang membuat kacau seluruh istana dan hantu besar yang menangkap hantu kecil dan menelannya. Hantu besar tersebut bernama Zhoung Kui.

Saat Kaisar Xuangzong bangun dia merasa sehat kembali. Lalu dia memerintahkan orang untuk menggambar lukisan Zhoung Kui berdasarkan gambar mimpinya dan menggantung lukisan tersebut. Lukisan ini diyakini menjadi suatu benda sakral yang mampu mengusir segala energi yang jahat.

Pada zaman dulu, orang akan memasang lukisan Zhoung Kui hanya pada malam tahun baru saja, namun sekarang mereka memasang setiap Festival Perahu Naga yang jatuh pada tanggal 5 bulan Lunar 5 dirumah mereka atau memberikannya sebagai hadiah cindera mata.

Namun dalam catatan sejarah Dinasti Tang ternyata tidak ada orang bernama Zhoung Kui, yang ada hanyalah akar tanaman yang bernama Zhoung Kui. Akar tanaman ajaib ini diyakini mampu menangkal energi jahat atau sebagai tanaman penolak bala seperti kiriman santet, tulah penyakit dan wabah kematian. Dan mungkin ini ada hubungannya dengan sosok Dewa Zhoung Kui, dimana kesaktian roh nya menjelma pada setiap akar tanaman Zhoung Kui.
sumber : http://forum.viva.co.id/indeks/threads/tokoh-legenda-zhong-kui-sang-dewa-penguasa-neraka-pemburu-setan.2283241/
Minggu, 30 Oktober 2016 0 komentar

PENGAWAL SETIA DEWI KWAN IM

PENGIKUT SETIA DEWI KWAN IM

Setelah mengetahui kisah asal usul dewi Kwan Im, sekarang ijinkanlah saya untuk menceriakan sedikit ttg para pengikut setianya sang dewi 

San Cai (Bocah Rejeki)
San Cai adalah seorang biksu muda yg sengaja datang ke Po Tho Shan (Potaraka) untuk berguru pada dewi Kwan Im. Suatu hari San Chai melihat Sang Dewi Kwan im dikejar sekawanan preman yang ingin memperkosanya  karena sudah terdesak sang dewi ahirnya melompat kejurang untuk mempertahankan kesuciannya. Tertegun melihat gurunya yg  bunuh diri, San Cai pun jadi putus asa dan mengikuti gurunya melompat kejurang. 
Sesampainya didasar jurang ternyata San Cai tidak mati/terluka justru merasa badannya lebih ringan & sehat dari sebelumnya. Belum hilang rasa herannya tiba2 muncullah dewi Kwan Im yg menerangkan bahwa kejadian tadi hanyalah ujian ketulusan untuk San Cai.& karena dia lulus, maka dypun berhak memperoleh keabadian jg.

Versi cerita Sun GoKong, disini San Cai diceritakan berasal dari Ang Hai Ji (bocah merah) putra siluman kerbau yg ingin memangsa biksu Tong. Setelah ditaklukan dewi Kwan Im, Ang HayJi kemudian diangkat sebagai muridnya & berganti nama manjadi San Cai 

Long Nu (Liong Li/Gadis naga)
Suatu hari pangeran naga laut timur merubah dirinya menjadi seekor ikan mas agar bisa bebas menikmati pemandangan, saipa tahu karena keasikan dy jadi lupa diri & ahirnya tertangakap oleh jaring nelayan. Untunglah kejadian itu tak lepas dari mata sakti dewi Kwan Im yg segera mengutus San Cai untuk membeli ikan emas itu & mengembalikannya ke laut timur.
Sekembalinya keistana naga sang pangeran lagsung menceritakan pengalamannya pada ayahandanya. Raja nagapun bersyukur sekali atas kebaikan sang dewi sehingga dypun segera mengutus putri ke7 nya untuk mengantarkan mutiara naga sebagai ucapan terimakasih kepada dewi Kwan Im.
Sesampainya di Po Tho San, putri naga terkesan sekali dg pembawaan dewi Kwan Im yg agung & welas asih sehingga memutuskan untuk menjadi pengikutnya 

Versi cerita 8; dewa Suatu kali Han XiangZi (salah 1anggota 8 dewa) sedang memainkan sulingnya ditepi laut timur, tiba2 muncullah seekor belut emas yg menari2 mengikuti irama sulingnya. Melihat belut yg jinak itu, Han XiangZi pun tertarik & mengajaknya bicara "hai belut, apakah kau berasal dri kerajaan naga?" ...sibelut mengangguk
Han XiangZi melanjutkan "kudengar puteri ke7 raja naga laut timur sangat cantik & aku sudah lama ingin berkenalan dengannya, sayang sampai sekarang belum kesampaian..."
Mendengarnya tiba2 sibelut kelihatan malu & kemudian berubah kewujud aslinya yaitu putri ke 7 raja naga laut timur....
Suasana menjadi sedikit canggung, namun ahirya cair jg & merekapun menjadi sepasang kekasih...
Sayang ayahanda sang putri rupanya tidak merestui hubungan mereka, apalagi setelah 8 dewa membuat keributan dilaut timur & membunuh 2 putra kesayangannya.
Karena stres dg cintanya yg ga kesampaian, maka saat raja naga hendak mengirim mutiara untuk dewi Kwan Im, sang putri ke 7 pun mengajukan diri & sesampainya disana dy memutuskan untuk mengiktui sang dewi agar lepas dari semua penderitaan duniawi

Hui An (MuZha)
Hui An adl putra kedua dewa pagoda Li Jing & sekaligus kakaknya sibocah sakti NaCha. Walaupun ayah dan adiknya memiliki posisi yg sangat tinggi diantara dewa2 Taoisme, namun Hui An memilih untuk menjadi pengikut dewi Kwan Im dari aliran Budhisme.
Dalam cerita FengShen Hui An adl murid dari Bodhisatva Samantabdra. Tp dalam cerita Sun GoKong dy menjadi muridnya dewi Kwan Im

Wei Tuo
Tersebutlah seorang pemuda budiman bernama Wei Tuo yg bercita2 ingin membangun sebuah jembatan didesanya agar tidak ada lagi orang yg tenggelam ketika menyebrangi sungai..
Suatu hari muncullah seorang wanita cantik menunggangi sampan disungai yg langsung menarik perhatian seluruh pria didesa itu  bahkan sampai yg sudah bau tanah sekalipun. Dan lebih heboh lagi karena sicantik berkata bahwa beliau akan menikah dg siapapun yg bisa melemparinya dg koin dan mengenainya
...Kontan para priapun berbondong2 untuk melemperinya dg koin namun tak ada yg berhasil mengenainya.
Sebenarnya We Tuo jg sangat tertarik dg sicantik itu, namun karena tidak tega membuang2 koin yg sudah sudah payah dikumpulknnya untuk membangun jembatan sehingga dia jadi ragu. 
Tiba tiba muncullah seorang  yg menasehati "Nak, usiamu masih sangat muda & masih punya banyak waktu untuk mengumpulkan uang lagi, tp kalo ingin mendaptkan istri yg seperti nona  itu. kapan lagi, jd jangan ragu2 lagi, ayo lemparkan uangmu kenona itu". Mendengar itu, Wei Tuo pun tak ragu2 lagi & melemparkan koinnya kearah sigadis & langsung mengenainya! Ajaib, begitu Wei Tuo mendekati calon istrinya itu, tiba saja sinona berubah menjadi dewi Kwan Im & berkata "Wei Tuo, aku sudah tahu niatmu yg tulus untuk warga desa ini, maka kuhadiahkan jembatan ini untukmu"
Setelah selesai berkata, sang dewi kemudian menyibakan tangannya kesungai hingga sekonyong2 muncullah sebuah jembatan yg sangat indah disitu

Walopun sudah kesampaian niatnya untuk membangun jembatan, namun Wei Tuo masih ingin memperistri Guan Yin, maka diapun mengikuti kemanapun sang dewi pergi dg harapan bisa meluluhkan hatinya...siapa tau justru Wei tuolah yg belakangan luluh hatinya & menjadi penganut Budha yg taat 
Wei Tuo ahirnya menjadi Bodhisatva pelindung kuil2 Budha, khususnya kuil dewi Kwan Im

Dalam versi lain ada jg yg menyebutkan Wei Tuo sbg jendralnya raja Miao Zhuang yg sudah lama memendam cinta pada putri Miao Shan. Ketika sang raja ingin membunuh putri ketiganya itu, Wei Tuo menyelamtakannya & mengawalnya sampai ke Pho To Shan.

Jumat, 01 Juli 2016 5 komentar

KWAN SHIA THI KHUN THO HENG MING XIA KENG ( SUTRA DEWA KWAN KONG DIBACA 7X)

INI ADALAH DOA ALIRAN SUKHAWATI UNTUK PUJIAN KEPADA DEWA KWANKONG
CARA BACA SEPERTI BACA SEPERTI BACA Gao Wang Kwan Se Im Cen Cing DAN DIBACA 7X



0 komentar

The Tibetan Book of the Dead (Buku kematian tibet)

Oleh : Padma Sambhava
Buku The Tibetan Book of the Dead, judul sebenarnya adalah ” The Great Liberation upon Hearing in the Intermediate State ”  atau “Bardo Thodol”, secara tradisional diyakini sebagai karya legendaris Padma Sambhava di abad ke-8 Masehi, Buku ini bersifat sebagai panduan yang menggambarkan kondisi setelah kematian sampai kelahiran kembali berikutnya. Ia dianggap sebagai salah satu orang pertama yang membawa agama Buddha ke Tibet. Bardo Thodol adalah buku panduan yang biasa dibaca dengan suara keras pada orang yang meninggal ketika mereka berada di antara kematian dan reinkarnasi agar mereka mengenali sifat pikiran mereka dan mencapai pembebasan dari siklus kelahiran kembali.
Bardo Thodol mengajarkan bahwa kesadaran setelah lepas dari tubuh menciptakan realitas mereka sendiri seperti yang dialami dalam mimpi. Mimpi ini terjadi dalam berbagai tahapan (bardo) dengan cara yang indah maupun yang mengerikan. Dengan munculnya visi dewa yang damai dan murka. Karena kesadaran orang yang telah meninggal biasanya berada dalam kebingungan dan tidak lagi terhubung ke tubuh fisik, diperlukan bantuan dan bimbingan dalam rangka pencerahan dan pembebasan terhadap apa yang terjadi. Bardo Thodol mengajarkan bagaimana kita dapat mencapai nirwana dengan mengenali alam surgawi bukan masuk ke alam bawah di mana siklus kelahiran dan kelahiran terus berlanjut.
Berikut ini adalah deskripsi tentang alam Bardo perjalanan manusia setelah kematian.
Bardo Pertama
Bardo yang pertama datang pada saat kematian adalah melihat Cahaya murni yang Putih dan Jernih. Ini adalah kondisi pembebasan dari tubuh fisik, jika jiwa dapat mengenalinya dan bertindak dengan benar di keadaan tersebut. Petunjuk buku ini dimaksudkan untuk dibaca pada saat kematian untuk membantu yang meninggal melakukan hal ini. Dia diberitahukan, pertama-tama, untuk menerima pengalaman tertinggi ini tidak dalam cara yang egois melainkan dengan cinta dan kasih sayang bagi semua makhluk. Hal ini akan membantunya dalam menuju langkah kedua, yaitu menyadari bahwa pikiran dan diri sendiri adalah identik dengan cahaya, menyiratkan bahwa ia sendiri adalah realitas tertinggi, “Kebaikan sang Buddha”, melampaui waktu, keabadian, dan semua ciptaan. Jika ia dapat mengenali hal ini saat berada dalam alam tertinggi ini pada saat kematian, ia akan mencapai pembebasan – yaitu, ia akan tetap berada di cahaya terang selamanya. Kondisi ini disebut “Dharmakaya”, yaitu tubuh rohani tertinggi dari Buddha.
Kebanyakan jiwa, bagaimanapun, akan gagal untuk melakukan ini. Mereka akan tertarik ke bawah, karena beban karma mereka, untuk maju ke tahap kedua dari Bardo pertama, yang disebut cahaya terang sekunder yang dilihat segera setelah kematian. Pada titik ini, ada instruksi terpisah harus dibaca sesuai dengan kondisi rohani seseorang ketika masih hidup. Bagi seorang individu yang maju dalam meditasi dan praktik spiritual lainnya, ada instruksi berulang-ulang yang sama seperti pada saat kematian, yang memerintahkan dia untuk mengakui dirinya sebagai Dharmakaya. Bagi seseorang yang masih di tingkat belajar pada jalan spiritual, ada perintah baginya untuk bermeditasi tentang “dewa yg mengawasi”, yaitu dewa tertentu yang membuat dirinya melakukan praktek-praktek devosional ketika hidup. Yang terakhir, “jika yang meninggal adalah rakyat biasa”, dan tidak mepraktekan spriritual secara disiplin, instruksinya adalah untuk “merenungkan Tuhan Pengasih yang Agung”, yang berarti sebuah “Avatar” yang disembah oleh orang banyak, setara dengan Yesus sebagaimana dipahami oleh rata-rata umat Kristen.
Bardo Kedua
Jika jiwa belum terbebaskan pada tahap pertama, ia akan turun ke Bardo kedua, yang dikatakan berlangsung selama dua minggu. Bardo kedua ini juga disebut alam sebab akibat. Bardo kedua juga dibagi menjadi dua bagian, pertama,  pertemuan dengan roh yang disebut sebagai “Dewa Damai.” Pada tujuh hari pertama, Buddha tertentu yang akan muncul dalam cahaya dan kemuliaan, dengan sekumpulan malaikat pembantunya. Pada saat yang sama, pada gilirannya akan ada cahaya bersinar dari salah satu dari enam Buddhis alam semesta, yang disebut “Lokas” (makna dasar adalah “tempat”; akar kata bahasa Inggris “location” dan “local” adalah berasal dari akar bahasa Sansekerta yang sama).
Pada hari pertama Bardo kedua, tampaknya ada jiwa Ilahi – yaitu, dewa tertinggi alam semesta, yang melampaui semua dualitas. Langkah berikutnya terhadap nasib jiwa ini ditentukan oleh reaksi dari dewa tertinggi ini. Jika kehidupannya di Bumi dijalani dengan baik, ia akan berada dalam keadaan suci dan rahmat, dan ia akan menerima sukacita dari Tuhan dan mencapai pembebasan. Jika di sisi lain ia memiliki hidup yang tercela, akibat dari banyaknya karma buruk yang akan menyebabkan ketakutan dan kengerian di dalam hatinya, dan ia tidak akan ditarik kepada cahaya lembut dari Deva-Loka. Ini cukup menarik, karena Dewa adalah Tuhan(atau malaikat), dan Loka setara dengan surga di dalam ajaran Kristen, tetapi dalam ajaran Buddha surga bukanlah tujuan rohani tertinggi, karena ini adalah kondisi yang sementara di alam semesta.Pembebasan diyakini menjadi satu-satunya tempat istirahat yang final dan permanen bagi jiwa, sebuah keadaan yang nyata melampaui semua eksistensi.
Pada hari kedua, muncul yang Tuhan tertinggi kedua dalam panteon Buddhis, ia sebenarnya adalah Pribadi Kedua dalam Tritunggal Mahakudus Buddha. Pada saat yang sama, ada cahaya yang berasap dari neraka; dan di sini kita perhatikan bahwa, sama seperti pemahaman Buddha bahwa surga tidak permanen, bukan kondisi yang kekal, demikian juga dengan neraka. Bahkan jiwa yang paling jahat sekalipun pada akhirnya akan berusaha keluar dari lubang neraka, bahkan jiwa tertinggi dan paling murni sekalipun pada akhirnya bisa kehilangan pijakan di sorga dan turun ke siklus kematian dan kelahiran kembali. Pembebasan adalah satu-satunya jalan keluar.
Pola ini diulang pada hari yang ketiga; ini adalah egoisme yang akan menyebabkan jiwa bereaksi dengan rasa takut terhadap Tuhan , dan ia akan ditarik ke dunia manusia, di mana inkarnasi berikutnya akan terjadi.
Pada hari keempat munculah Dewa keabadian, jika jiwa memiliki reaksi negatif padanya akibat kekikiran dan kemelekatannya, ia akan ditarik ke arah kelahiran kembali dalam Preta-Loka, sebuah dunia yang berisi”hantu yang lapar” yang memiliki perut besar dan tenggorokan seukuran lubang jarum, sehingga mereka berkeliaran dalam keadaan terus-menerus kelaparan dan keinginan yang tidak terpuaskan.
Pada hari kelima datang Tuhan dalam bentuk Maha Penakluk; kali ini kecemburuan yang akan dilepaskan dari jiwa, dan dia akan dilahirkan ke dalam Asura-Loka, dunia dewa pejuang yang sengit(atau iblis). Pada hari keenam semua dewa akan kembali dan muncul bersama-sama, bersama dengan cahaya dari semua enam Lokas. Pada hari ketujuh muncul Dewa Pengetahuan, yang lebih galak berwujud lebih seperti iblis daripada yang sebelumnya. Sebenarnya mereka adalah semacam elemen transisi ke tahap berikutnya dari Bardo kedua, di mana jiwa bertemu dewa yang murka. Sementara itu, jika karena kebodohan jiwa tidak dapat menghadapi Dewa Pengetahuan, ia akan ditarik ke Brute-Loka – yaitu, ia akan terlahir kembali di bumi sebagai binatang.
Pada minggu kedua dari Bardo kedua , jiwa bertemu tujuh pasukan Dewa murka : yang mengerikan dan menakutkan, mereka akan datang kepadanya dengan api dan pedang, minum darah dari tengkorak manusia, mengancam untuk melakukan penyiksaan kejam kepadanya, untuk melukai, mengeluarkan isi perut, memancung dan membunuhnya. Kecenderungan alami, tentu saja, bagi jiwa adalah mencoba melarikan diri dari makhluk-makhluk ini, dengan menjerit-jerit, menjauh dari teror ini, tetapi jika dia melakukannya, semua akan hilang. Petunjuk pada tahap Bardo ini bagi jiwa adalah jangan memiliki rasa takut, melainkan untuk mengenali bahwa Dewa murka sesungguhnya adalah dewa Perdamaian yang sedang menyamar, mereka mewujudkan sisi gelap yang telah meninggal sebagai akibat dari karma jahat mereka sendiri. Jiwa diperintahkan untuk tenang menghadapi setiap setan tersebut yang pada gilirannya akan mewujudkan dirinya sebagai dewa sesungguhnya, atau dewa yang lain yakni Dewa yg mengawasi dirinya, jika ia dapat melakukan hal ini, ia akan bergabung dengan makhluk dan mencapai tingkat Pembebasan kedua, aspek yang lebih kecil itu adalah yang terbaik yang dapat diharapkan untuk dicapai di sini, di Bardo kedua.
Lebih jauh lagi, diperintahkan kepadanya untuk membangkitkan fakta bahwa semua makhluk menakutkan ini sesungguhnya tidak nyata, tetapi hanya ilusi yang berasal dari pikirannya sendiri. Jika ia bisa menyadari hal ini, mereka akan lenyap dan ia akan dibebaskan. Jika ia tidak bisa, dia akhirnya akan mengembara ke Bardo ketiga.
Bardo ketiga
Dalam Bardo ketiga jiwa menjumpai Dewa Maut, dewa jahat yang menakutkan yang muncul berupa asap dan api, dan mengadili jiwa. Jika orang yang meninggal menyangkal bahwa ia tidak melakukan kejahatan, dewa maut mengangkat di hadapannya sebuah Cermin Karma, “di mana setiap kebaikan dan kejahatan yang dilakukan secara jelas tercermin.” Sekarang para setan mulai mendekat dan mulai memberikan siksaan dan hukuman bagi jiwa atas perbuatan jahat. Petunjuk dalam Bardo Thodol pada dirinya adalah untuk mencoba mengenali kekosongan dari semua makhluk, termasuk dewa Maut itu sendiri; pada orang yang meninggal dikatakan bahwa seluruh adegan yang berlangsung di sekelilingnya ini adalah proyeksi dari pikirannya sendiri. Bahkan di sini ia dapat mencapai pembebasan dengan mengenali hal ini.
Jiwa yang masih belum dibebaskan setelah penghakiman kemudian ditarik untuk menghadapi kelahiran kembali.
Cahaya-cahaya dari enam Lokas akan menyingsing kembali; ke salah satu dari dunia-dunia ini jiwa harus dilahirkan, dan cahaya yang dia ditakdirkan untuk miliki akan bersinar lebih terang daripada yang lain. Jiwa ini masih mengalami tampilan yang menakutkan dan penderitaan di Bardo ketiga, dan ia merasa bahwa ia akan melakukan apa saja untuk melepaskan diri dari kondisi ini. Dia akan mencari perlindungan pada apa yang tampak seperti gua-gua atau tempat persembunyian, tetapi sebenarnya itu adalah merupakan pintu masuk ke dalam rahim. Dia diperingatkan tentang hal ini oleh teks Bardo Thodol, yang mendesak mereka untuk tidak masuk, dengan bermeditasi pada Cahaya yang jernih tersebut; masih mungkin baginya untuk mencapai derajat ketiga pembebasan dan menghindari kelahiran kembali.
Akhirnya ada satu titik di mana tidak lagi memungkinkan untuk mencapai pembebasan, jiwa ini diberikan petunjuk tentang cara untuk memilih rahim yang terbaik dan menguntungkan untuk inkarnasi. Metode dasarnya adalah ketidak melekatan : mencoba melampau dualitas kesenangan dan penderitaan duniawi.
Kata-kata terakhir dari Bardo Thodol adalah: “Biarlah kebajikan dan kebaikan disempurnakan dalam segala hal.”
Kamis, 02 Juni 2016 6 komentar

KISAH SIVALI THERA (Murid Budha yang Selalu Hoki)

Putri Suppavasa dari Kundakoliya sedang hamil selama tujuh tahun dan kemudian selama tujuh hari Ia mengalami kesakitan pada saat melahirkan Anak-Nya. Ia terus merenungkan Sifat-Sifat Khusus Sang Buddha, Dhamma dan Sangha.

 Ia menyuruh Suami-Nya pergi menemui Sang Buddha untuk memberikan Penghormatan dengan membungkukkan badan demi kepentingan- Nya dan untuk memberitahu Beliau tentang keadaan-Nya dengan berkata: "Sebelum Saya meninggal, Saya akan memohon sesuatu. Suami-Ku pergi dan ceritakanlah keadaan-Ku kepada Sang Guru dan undanglah dan apa yang di Katakan-Nya ingat baik-baik dan katakanlah kepada-Ku apa yang dipesankan Sang Guru".

Ketika diberitahu mengenai keadaan Putri tersebut, Sang Buddha berkata, "Semoga Suppavasa bebas dari bahaya dan penderitaan, semoga Ia melahirkan Anak yang sehat dan mulia dengan selamat". Ketika Kata-Kata ini sedang diucapkan, Suppavasa melahirkan Anak di rumah-Nya. 

Pada hari itu juga, segera setelah Kelahiran Anak tersebut, Sang Buddha beserta beberapa Bhikku diundang untuk datang ke rumah-Nya. Dana makanan diberikan disana dan bayi yang baru saja lahir memberikan air yang sudah disaring kepada Sang Buddha dan Para Bhikku.

 Pada upacara Pemberian Nama, Putra tersebut diberi Nama Sivali, yang berarti 'Yang Menguntungkan' . Untuk merayakan Kelahiran Bayi tersebut, Orang tua-Nya mengundang Sang Buddha dan Para Bhikku ke rumah Mereka untuk memberikan dana makanan selama tujuh hari. Setelah 7 hari sejak Kelahiran-Nya, Ia dapat melakukan apa saja.

 Yang Arya Sariputra, Sang Dharmasenapati (Jenderal Dharma), berbicara kepada-Nya pada hari itu dengan berkata, "Tidakkah itu menunjukkan Sikap Seseorang yang telah mengatasi penderitaan seperti telah Engkau lakukan untuk meninggalkan duniawi?".

 "Bhante, Saya akan meninggalkan duniawi". Gumam Sivali. Putri Suppavasa melihat Mereka berbicara dan menanyakan kepada Sariputra Thera, apa yang telah Mereka bicarakan. "Kami berbicara tentang penderitaan panjang yang telah diatasi oleh Sivali. 

Dengan izin-Mu, Saya akan menahbiskan- Nya", jawab Sariputra Thera. Putri Suppavasa berkata, "Itu baik, Yang Arya, tahbiskanlah Anak-Ku Sivali". Dan pada saat ditahbiskan, Yang Arya Sariputra Thera berkata, "Sivali, Engkau tidak menginginkan Nasehat lainnya selain sebab dari dukkha yang panjang yang telah Engkau atasi ? Pikirkanlah itu." 

"Bhante, Kata-Kata Bhante merupakan beban bagi penahbisan-Ku tetapi Saya akan menemukan apa yang pandai Saya lakukan", kata Sivali.
Ketika Anak-Nya tumbuh dewasa, Ia diterima dalam Pasamuan dan sebagai Bhikku, Ia dikenal dengan Nama Arya Sivali Thera. Pada saat pertama Rambut-Nya dipotong, Dia mendapat hasil pada Jalan Pertama (Sotapatti-phala) , saat yang kedua dipotong, Ia mencapai Jalan Kedua (Sakadagami- phala). Ia mencapai tingkat Kesucian Arahat segera setelah Kepala-Nya dicukur.

 Kemudian, Ia menjadi terkenal sebagai Seorang Bhikku yang dengan mudah selalu menerima pemberian berjumlah besar, kendatipun Ia melakukan Pindapatta di desa yang sangat miskin sekalipun. Sebagai Bhikku penerima dana, Ia tidak terbandingkan sehingga Ia terkenal sebagai Bhikku Murah Rezeki.

 Setelah Sariputra Thera menahbiskan- Nya, Bhikku Sivali pergi pada hari yang sama dan membuat tempat kediaman-Nya di gubuk serta bermeditasi pada keterlambatan Kelahiran-Nya yang sengsara. Dengan cara ini, Pengetahuan- Nya mencapai kedewasaan. 

Beliau masuk kedalam Pandangan Benar menghilangkan semua racun dalam pikiran, Beliau telah mencapai Arahat. Setelah mengalami kebahagiaan kebebasan, Beliau dalam Kebahagiaan mengucapkan Syair berikut:"Sekarang telah berhasil baik, semua Tujuan Tertinggi-Ku dalam mengasingkan Diri. Adat pengetahuan yang suci dan pembebasan, permintaan-Ku, semua kesombongan tersembunyi telah Kusingkirkan" . 

Pada suatu sempatan, Para Bhikku bertanya kepada Sang Buddha, mengapa Sivali, dengan memiliki bekal menjadi Seorang Arahat, dilahirkan di dalam rahim Ibu-Nya selama tujuh tahun. Kepada Mereka

 Sang Buddha menjawab,

 Penderitaannya di kandungan selama 7 tahun dijelaskan dalam Asatarupa Jataka di mana Ia sebagai seorang pangeran yang kerajaannya diserbu oleh kerajaan Kosala. Ayahnya dibunuh dan ibunya dijadikan istri dari raja baru. 

Sivali ini berhasil melarikan diri lewat selokan dan kemudian mengancam raja baru untuk menyerahkan kerajaan itu kembali, atau ia akan berperang. 

Ibunya mengirim surat secara rahasia dan mengatakan tidak perlu berperang, hanya perlu mengepung saja. 
Setelah tujuh hari, karena tidak bisa mendapatkan persediaan makanan, air, dan kayu bakar, akhirnya rakyat memotong kepala raja baru, dan kemudian Sivali menjadi raja. 

Karena kejahatannya itu, maka ia harus menderita selama 7 tahun di dalam kandungan. Ibunya saat itu adalah Suppavasa, dan ayahnya yang dibunuh oleh Raja Kosala itu adalah Bodhisatta Gotama sendiri.


"Yo' mam palipatham duggam samsaram mohamaccaga tinno parangato jhayi anejo akathamkathi anupadaya Nibbuto tamaham brumi Brahmanam."
‘’Orang yang telah menyeberangi lautan kehidupan (samsara) yang kotor, berbahaya dan bersifat maya, yang telah menyeberang dan mencapai 'pantai seberang' (Nirwana), yang selalu bersamadhi, tenang, dan bebas dari keragu-raguan, yang tidak terikat pada sesuatu apapun dan telah mencapai Nirwana, maka Ia Kusebut Seorang 'Brahmana'”.
Paritta untuk memberi penghormatan kepada Arahat Sivali
Namo Arahato Sivali Vandana Gatha
Sivali ca mahathero devata nara pujito soraho paccaya dimhi
Sivali ca mahathero yakkha devabhi pujito soraho paccaya dimhi ahang vandami sabbada
Sivali terasa etang gunang savasti labhang bhavantu me.

Notes :


Para bhikkhu dengan segera menyadari keanehan yang terjadi jika mereka bersama dengan Sivali, Sivali selalu memperoleh banyak sekali makanan yang lezat dan harum serta kebutuhan-kebutuhan lainnya (jubah, tempat berteduh, dan obat-obatan). Bhikkhu-bhikkhu yang bersamanya juga mendapat kelebihan dari pemberian-pemberian itu. Kemanapun Sivali pergi, orang-orang berkerumun untuk menyiapkan makanan untuknya. Donatur-donatur juga mempersembahkan kebutuhan-kebutuhan bhikkhu tiap kali beliau berpindapatta.


Kemanapun Sivali pergi, manusia dan dewa-dewa selalu menyokongnya. Suatu waktu Sivali Thera dan 500 bhikkhu berada di hutan yang tak berpenghuni, mereka tidaklah kekurangan makan. Para dewa memastikan semua kebutuhan mereka terpenuhi. Demikian juga ketika bepergian di gurun.


 Sang  Buddha, melihat bahwa Sivali telah memenuhi tekad aditthana yang dibuat di masa lalu, menyatakan bahwa Sivali adalah yang terkemuka dalam penerimaan dana kebutuhan pokok. 

Sang Buddha juga menginstruksikan bhikkhu-bhikkhu yang melakukan perjalanan jauh dan berat melalui daerah tak berpenghuni agar ditemani oleh Sivali, karena dengan bersama Sivali kebutuhan mereka akan terpenuhi juga. Bahkan, ketika satu saat Sang Buddha dan rombongan 30,000 bhikkhu pergi mengunjungi Khadiravaniya Revata Thera (adik Sariputta Thera, lihat juga kisah no 98), 

mereka harus melalui hutan yang tak berpenghuni. Ananda Thera, kuatir bagaimana memperoleh kebutuhan untuk jumlah bhikkhu sedemikian besar selama perjalanan di hutan itu, bertanya kepada Sang Buddha.

 Sang Buddha menenangkan Ananda agar tidak perlu kuatir karena Sivali akan pergi bersama mereka. Dimanapun Sivali berada, tidak akan kekurangan dana makanan karena para dewa pun akan menyokong kebutuhan Sivali.

Untuk mengetahui sebab dari kejadian aneh ini, kita harus melihat kembali ke masa Buddha Padumuttara. Sivali, waktu itu terlahir sebagai orang miskin, berkesempatan melihat Buddha Padumuttara sedang menyatakan seorang bhikkhu sebagai yang terkemuka dalam penerimaan dana kebutuhan pokok. 


Terpesona melihat cara orang berbondong-bondong memberi dana kebutuhan pokok kepada bhikkhu tersebut, Sivali memutuskan untuk memperoleh posisi seperti itu di kehidupan selanjutnya. Kemudian ia melakukan banyak kemurahan hati kepada Buddha Padumuttara beserta rombongan bhikkhu Sangha, serta menyatakan tekad aditthana untuk menjadi seperti itu. 

Buddha Padumuttara, melihat bahwa tekad Sivali tersebut dapat terpenuhi, meramalkan Sivali akan memenuhi aditthananya dimasa Buddha Gotama. Sejak saat itu, Sivali bekerja keras untuk mewujudkan aditthananya.
Pada masa Buddha Vipasi, Sivali lahir sebagai pedagang di kota Bandhumati.


 Penduduk kota sedang mempersiapkan dana besar kepada Buddha Vipassi beserta rombongan bhikkhu Sangha ketika mereka menyadari bahwa mereka tidak memiliki cukup dadih dan madu. Maka dikirimlah pesan ke seluruh penjuru kota untuk mendapatkan benda tersebut. Karena tidak dapat memperoleh jumlah yang diinginkan, akhirnya pesuruh raja menaikkan harga dadih dan madu dari satu koin emas menjadi 100 koin emas. 

 Sementara itu mereka mendatangi Sivali yang menjual dadih dan madu dan menawarkan 100 koin emas untuk dagangannya. Sivali sangat terkejut atas penawaran dengan harga yang sangat tinggi itu, dan ia bertanya siapakah yang akan memakan dadih dan madu itu? 

“Untuk Buddha Vipassi dan rombongan bhikkhu Sangha,” jawab mereka. Kemudian Sivali mendanakan barang dagangannya itu kepada Buddha Vipassi dan memperbarui aditthananya. Buddha Vipasi, melihat bahwa aditthana itu akan tercapai, memberkatinya dengan berkata, “Semoga keinginanmu terpenuhi”. 

Sivali kemudian menjadi pengikut Buddha Vipasi dan mempraktekkan ajaranNya.
Berikut ini cuplikan dari ceramah Ajahn Lee Dhammadharo menceritakan kepada murid-muridnya, berkenaan dengan makan secara sederhana sebagai bhikkhu :


Ambillah contoh dari Sivali Thera. Beliau makan dengan sederhana. Bagaimana beliau makan dengan sederhana? Kebanyakan yang kita tahu mengenai Sivali Thera adalah ia sangat banyak menerima kekayaan dana persembahan.


 Tetapi, sebenarnya, darimanakah kekayaan itu berasal? Itu berasal dari makan dengan sederhana, Apa yang telah dilakukan Sivali Thera adalah begini : ketika ia menerima kain, ia tidak akan memakai apa yang diterimanya sebelum ia memberikan dana kain kepada orang lain. Ketika ia menerima makanan, ia tidak akan memakannya sebelum membaginya dengan orang lain.  

Apapun yang kebutuhan pokok yang diterimanya, makanan, pakaian, tempat berteduh, ataupun obat-obatan, baik sedikit maupun banyak, ia tidak akan menggunakannya sebelum berbagi dengan orang lain. Ketika ia mendapat banyak, ia akan membagi banyak demi manfaat untuk banyak orang. 

Ketika ia mnerima sedikit, ia pun tetap mencoba memberi manfaat untuk orang lain. Ini merupakan sumber dari berbagai macam hal yang baik.

 Demikian yang dilakukan oleh Sivali Thera. Ketika ia meninggal dari masa kehidupan itu dan terlahir kembali di kehidupannya yang terakhir, ia memperoleh kekayaan dan tidak pernah kelaparan. Bahkan walaupun ia pergi ke tempat dimana makanan sulit didapat, ia tidak pernah menjumpai kelangkaan, tidak pernah kekurangan.

Dalam Itivuttaka 26, Buddha mengatakan : “Wahai para bhikkhu, seandainya para makhluk tahu, seperti yang Tathagatha tahu, buah dari perbuatan memberi serta berbagi, mereka tidak akan makan sebelum memberi; mereka tidak akan membiarkan noda kekikiran menguasai mereka dan mengakar di dalam pikiran.


 Bahkan seandainya itu adalah makanan terakhir, suapan terakhir, mereka tidak akan menikmatinya tanpa membaginya seandainya ada orang yang dapat diajak berbagi.” 

Dari cerita di atas, tampaklah bahwa Arahatta Sivali adalah merupakan murid Sang Buddha yang tidak terbandingkan dalam menerima dana. Beliau tidak pernah kekurangan makanan di manapun beliau berada. Dalam Dhamma, segala suka dan duka yang dialami oleh seseorang adalah karena buah dari perbuatannya sendiri. Dengan banyak melakukan kebajikan, barulah seseorang akan mendapatkan kebahagiaan. 

Apabila penghormatan kepada Arahatta Sivali direnungkan sebagai sarana untuk menambah kebajikan melalui badan, ucapan dan pikiran, maka tentu saja perhormatan ini dapat mengkondisikan kebahagiaan hidup dalam bentuk banyak rejeki seperti yang diharapkannya. Dengan demikian, rupang Sivali hendaknya dijadikan pendorong seseorang agar terus melakukan kebajikan dengan berbagai cara agar ia mendapatkan kebahagiaan maupun rejeki.
0 komentar

Asal Usul Pujian : NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMA SAMBUDDHASA

Asal Usul Pujian :
NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMA SAMBUDDHASA


--------------------------------------------------------------------------------

Demikianlah yang telah saya dengar: Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang menetap di dekat Savatthi di Hutan Jeta, di Vihara Anathapindika. Saat itu brahmana Janussoni sedang keluar dari Janussoni melihat pertapa Pitolika sedang mendatanginya dari jarak tertentu dan melihatnya, ia berkata demikian kepada pertapa Pitolika: "Tuan, saya datang atas kehadiran pertapa Gotama".
"Bagaimana menurutmu, Vacchayana? Apakah pertama Gotama memiliki kebijaksanaan yang luhur? Apakah menurutmu Beliau bijaksana?"

"Namun, siapakah saya ini, Tuan, sehingga saya seyogiannya mengetahui apakah pertapa Gotama memiliki kebijaksanaan luhur atau tidak? Tentu saja hanya orang seperti Beliau yang dapat mengetahui apakah pertapa Gotama memiliki kebijaksanaan luhur".

"Tak diragukan lagi, dengan pujian yang luhur bahwa yang terhormat Vacchayana memuji pertapa Gotama".

"Namun, siapakah saya ini, Tuan, sehingga saya segoyianya memuji pertapa Gotama? Dipuji oleh yang patut dipuji itulah Yang Mulia Gotama, pemimpin para dewa dan manusia".

Ketika hal ini telah diucapkan, brahmana Janussoni turun dari kendaraannya yang serba putih, dan setelah merapikan pakaian atasnya ke bahu, setelah bernamaskara kepada Sang Bhagava, beliau memuji Sang Buddha tiga kali dengan pujian berikut:

"Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa !
Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa !
Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa"

Serta merta, kalimat yang merupakan ekspresi pujian dan pujian ini cukup luas diketahui, sehingga beberapa umat awam, beberapa umat Buddha dan beberapa brahmana serta sedikitnya seorang Raja, telah mengucapkan kata-kata pujian ini. Oleh karena itu, bilamana saat ini kita membacakan kta-kata ini, ini merupakan rangkaian suara sejak masa lalu, sejak zaman sang Buddha masih hidup. Kita dapat membacakannya seperti brahmana ini melakukannya:

NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMA SAMBUDDHASSA !

Sebanyak tiga kali di dalam bahasa Pali, atau dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, yang artinya : "Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna".
0 komentar

Zaman Timbulnya Kerajaan-Kerajaan Arya India Kuno

Pengen simpan sedikit sejarah india kuno mulai zaman sang Budha di blog ini...
         
 
  Jambudipa (sebutan India pada zaman purba) oleh bangsa Arya dibagi menjadi dua wilayah besar, masing - masing Majjhima Janapada (Negeri Tengah, yang didiami oleh bangsa Arlyaka) dan Paccanta Janapada (Negeri Luar, yang didiami oleh penduduk asli, Millaka). Batas - batas kedua negeri itu selalu berubah karena perluasan - perluasan wilayah yang senantiasa dilakukan oleh kerajaan - kerajaan Arya.

            Terdapat enam belas kerajaan Arya, antara lain : Aṅga, Magadha, Nasi, Kosala, Karu, Pancala, Gandhara, Kamboja. Kerajaan ­- kerajaan ini sudah ada pada masa Buddha Gotama dan Mahavira, sekitar 600 tahun sebelum masehi.
Kerajaan - kerajaan diperintah oleh raja atau maharaja yang memerintah dengan absolut maupun tidak absolut. Masyarakat di lingkungan Majjhima Janapada yang beragama Hindu terbagi ke dalam empat kasta, yaitu Khattiya atau kesatria (raja dan keluarganya yang memegang pemerintahan), Brahmana (yang bertugas dalam upacara keagamaan dan pendidikan), Vessa atau pedagang (termasuk petani dan tukang - ahli) serta Sudra (para pekerja).

            Sejarah bangsa Aryberasal dari dua golongan, yakni golongan Khattiya dan Brahmana. Antara kedua golongan ini sering terjadi perkawinan. Beberapa sarjana berpendapat bahwa masyarakat Jambūdīpapurba adalah penganut sistem Matriarchat, yang memberikan hak­ - hak khusus pada wanita misalnya mengizinkan seorang wanita mempunyai lebih dari seorang suami.
Buddha berasal dari Kapilavatthu, di kerajaan Kosala. Di wilayah kerajaan Kosala ini, Buddha mengajarkan Dhamma. Tempat - tempat suci yang dihormati menurut ajaran Bud­dha terdapat di sana.Benares dan Gayā adalah kota - kota di wilayah kerajaan Magadha yang mempunyai hubungan dengan kehidupan Buddha.
Raja yang memerintah kerajaan Magadha pada masa Buddha Gotama adalah Raja Bimbisāra. Mahavirayang mengajarkan agama Jaina termasuk keluarga raja - raja negeri Magadha.

Raja - raja Magadha yang terkenal, diantaranya :

Si Sunaga (642 SM)
Bimbisāra (582 SM)
Ajātasattu (554 SM)

            Raja Bimbisāra memperluas kerajaan Magadha dengan menaklukan kerajaan - kerajaan di sekitarnya. Pada masa pemerintahan Raja Ajātasattu terjadi persaingan antara ajaran Buddha dan Jaina untuk memperoleh kedudukan penting. Devadatta (saudara ipar Buddha Gotama) membuat cabang baru dalam ajaran Buddha dan mempunyai pengikut hingga abad ke-7 masehi.
Raja Ajātasattu memperluas kerajaan Magadha dan memindahkan ibukota ke Pataliputta, di tepi sungaiGangga (Ganga). Kota ini di kemudian hari menjadi terkenal setelah menjadi ibukota dari pemerintahan Raja - raja Maurya.
Pada masa pemerintahan Raja Ajātasattu, tidak lama setelah Buddha Gotama Parinibbāna, diselenggarakan sidang Saṅgha (sagāyanā)  yang pertama di bawah pimpinan Yang Mulia Mahā Kassapa. Raja Ajātasattu sebagai penganut ajaran Buddha menyediakan tempat dan makanan untuk para bhikkhu yang mengikuti sidang di dekat gua Sattapanni, Rājagaha.

Keputusan dalam sidang pertama itu mencakup beberapa hal penting sebagai dasar - dasar ajaran Buddha, yakni :
Penetapan Vinaya (dipimpin Bhikkhu Upali)
Penetapan Sutta (dipimpin Bhikkhu Ānanda)
Mengadili Bhikkhu Ānanda
Menetapkan hukuman kepada Bhikkhu Chana

            Mengenai hal pertama dan kedua dari sidang Saṅgha tersebut dibahas secara lengkap dalam kitab"Samantha pasadika" oleh Buddhaghosa. Raja Ajātasattu telah memperluas wilayah kekuasaannya dengan mengalahkan kerajaan Vajji yang terletak di timur-laut Magadha. Raja Vidhubada dari Kosala mengambil alih wilayah bangsa - bangsa Sakya dan Koliya yang berbatasan dengan Kosala di sebelah utara.
Sejak itu, selama sekitar satu setengah abad kemudian tidak ada catatan mengenai sejarah di India hingga kebangkitan kerajaan Maurya, kecuali sagāyanā yang kedua sekitar satu abad setelah sagāyanā yang pertama di Valikarama, Vesālī. Sagāyanā dipimpin oleh Bhikkhu Yasa Kakandaputta, menolak sepuluh tuntutan kelompok Vajjiputta yang berambisi dan menginginkan keduniawian.

            Disebutkan dalam kitab "Samantha pasadika" bahwa sidang Saṅgha yang kedua itu diselenggarakan pada masa pemerintahan Raja Kalasoka, keturunan Raja Ajātasattu dan dihadiri oleh 700 bhikkhu. Dari sidangSaṅgha yang kedua ini muncul aliran Mahasanghika.

            Pada masa pemerintahan Raja Udaya (Putra Raja Ajātasattu) sekitar tahun 516 SM, Raja Darius dari Persia menaklukkan beberapa daerah di Sindh dan Punjab, di hulu Sungai Indus. Dalam berita­ - berita perang itu tertulis bahwa daerah yang ditaklukkan itu harus membayar upeti berupa emas. Daerah - daerah yang pada masa itu amat kaya dan subur karena aliran sungai Indus, sekarang menjadi padang pasir dan hampir tidak didiami orang karena aliran sungai Indus berpindah.

            Sejak abad ke-5 SM, sejarah kerajaan Magadha tidak begitu jelas lagi. Dari catatan yang ada, salah seorang keturunan Raja Bimbisāra yang kekuasaannya tidak begitu besar lagi, dibunuh dan diganti oleh menterinya yang bernama Mahapadma Nanda dari kasta Sudra. Keluarga Nanda berketurunan 9 orang raja yang berturut­ - turut memerintah Magadha sampai tahun 322 SM. Keluarga Nanda yang terakhir dibunuh oleh Chandragupta Maurya (yang menurut dugaan berasal dari keturunan Nanda juga).
Melalui Chandragupta, riwayat kerajaan - kerajaan di India menjadi jelas. Pada masa pemerintahannya,Magadha berhasil merebut wilayah yang seluas­ -  luasnya. Tetapi dua tahun sebelum beliau diangkat menjadi raja, terjadilah suatu peristiwa yang besar yang memberikan pengaruh di seluruh In­dia, yaitu penyerbuan Iskandar Zulkarnain ke India Utara.



PENYERBUAN ISKANDAR ZULKARNAIN KE INDIA

            Iskandar Zulkarnain adalah seorang raja dan panglima perang Yunani yang terkenal dalam sejarah purba. Ayahnya memerintah negeri kecil, Macedonia (sekarang di wilayah Yugo­slavia), sebagian dari wilayah Yunani. Pada masa kecil, selain mendapat pendidikan keprajuritan, beliau juga mendapat pendidikan filsafat dan ilmu pemerintahan. Salah seorang gurunya yang terkenal adalah filsuf Aristoteles (384 - 322 SM).

            Putera Mahkota Iskandar yang menggantikan ayahnya pada usia 24 tahun, bercita-cita meneruskan keinginan ayahnya untuk meluaskan wilayah Yunani sampai ke Asia. Dengan persiapan yang cukup, maka pada 334 SM tentara Iskandar menyeberang selat Hellespont yang memisahkan Eropa dan Asia dan dengan cepat menaklukkan Asia Muka (sekarang menjadi Turki), Syria, Palestina, Mesir, Persia dan Baktria. Tujuh tahun setelah meninggalkan Yunani, yakni pada tahun 327 SM, Iskandar Zulkarnain telah tiba di batas India.

            Keterangan tentang penaklukkan Iskandar diperoleh dari tulisan Arrianos yang bersumber pada keterangan - keterangan dari para pengiring Iskandar dan dibenarkan oleh beberapa peninggalan di kota - kota lama India Utara Yang didapati pada abad 19 yang lalu.

            Setelah mendirikan benteng - benteng pertahanan di tapal batas India dan Baktria, pada tahun 327 SM, Iskandar dan tentaranya menuju India melalui pegunungan Hindu Kush. Pada mulanya Iskandar tidak mendapat perlawanan dari negeri - negeri yang didudukinya, antara lain Takkashila (Texila), dekat kotaRawalpindi sekarang. Beliau menyeberang sungai Indus dan memasuki Punjab (Negeri Lima Sungai).dan mendapat perlawanan yang hebat di seberang sungai Jhilam oleh Raja Negeri Poros. Dalam melanjutkan perjalanan ke lembah Sungai Gangga (Gaṅga), setibanya di sungai Bias, tentara Yunani tidak meneruskan perjalanannya. Sebelum tentara Yunani kembali, Iskandar mendirikan 12 candi sebagai tanda peringatan dan sekaligus ungkapan terima kasih kepada dewa­ - dewa Yunani. Peristiwa itu terjadi pada tahun 326 SM dan Raja Poros diangkat sebagai wakil Iskandar.

            Iskandar dan sekitar 120.000 orang tentaranya meninggalkan India Utara melalui hilir sungai Indus dengan 2000 perahu menuju laut selama satu tahun. Selama dua setengah tahun di India, Iskandar terus berperang. Di Teluk Persia, Iskandar membuat pelabuhan. Sebagian tentaranya kembali ke barat lewat laut dan sebagian lagi yang bersama Iskandar berjalan melalui darat banyak yang meninggal. Sisa - sisa tentara yang selamat saja yang tiba di Susa, ibu negeri Persia. Setelah mengatur ketentraman dan pemerintahan Persia, Iskandar menikah di Babylonia dengan putri negeri tersebut, Roxana. Iskandar wafat pada usia 33 tahun.

            Tidak lama setelah Iskandar wafat, kerajaan yang belum kokoh itu pun runtuh. Beberapa bagian kerajaan dikuasai oleh para ­panglima perangnya. Dalam kurun waktu 3 tahun India berhasil merebut kemerdekaannya dan lenyaplah pengaruh penjajahan Yunani di India.

            Meskipun penjajahan telah lenyap dari India, namun akibat yang ditimbulkan telah mengubah sejarah India. Setelah masuknya tentara Yunani ke India, maka      hubungan antara India dengan negeri - negeri di sebelah baratnya menjadi bertambah maju. Sejak itu India tidak lagi merupakan negeri yang tertutup karena dinding - dinding pegunungan yang tinggi. Hasil - hasil dan bahan - bahan dari India mulai masuk ke negeri - negeri barat. Sebaliknya kebudayaan Hellenisme (Yunani) yang di bawa oleh Iskandar, masuk dan tersebar di India kuno, yang terlihat dari penggalian - penggalian di sebelah India Utara.

Pemerintahan raja-raja maurya
            Mengingat lemahnya kedudukan wakil - wakil yang ditinggalkan oleh Iskandar di India, tidak lama setelah beliau wafat, penduduk negeri tersebut langsung bertindak untuk merebut kemerdekaannya. Pemimpin gerakan tersebut adalah Chandragupta, keturunan raja Nanda di Magadha, yang dibuang keluar negerinya dan tiba di India Utara. Dengan demikian, muncul dugaan bahwa Chandragupta pernah bertemu dengan Iskandar dan sebagai pemuda bangsawan yang mempunyai perasaan keprajuritan, beliau tentu tertarik oleh kegagahan dan kebijaksanaan pahlawan tersebut.

            Kerajaan Iskandar dibagi - ­bagi oleh para panglima perangnya sehingga mereka bisa menjadi raja di daerah masing - masing. Di antara mereka, Seleukos menguasai bagian timur yang melingkupi India Utara. Tindakannya untuk mempertahankan kekuasaannya di negeri itu dikalahkan oleh Chandragupta dariMagadha, sehingga beliau terpaksa mencari perdamaian pada tahun 305 SM. Perdamaian itu sangat berarti, karena semenjak itu Seleukos mempunyai utusan - utusan di Pataliputta, ibu kota Magadha. Salah seorang utusan yang bernama Megasthenes, menuliskan pengalamannya di sana dengan rapi dan teliti. Surat - suratnya masih tersimpan dan salinannya menjadi sumber penting untuk mengetahui keadaan dalam kerajaan Chandragupta pada masa itu (322 - 298 SM) dan pemerintahan putranya,  yakni Raja Bindusara (298 - 272 SM).

            Penulilain yang terkenal adalah Chanakya Vishnugupta atau Kautilyaseorang Brahmana, guru besar penasihat Chandragupta ketika beliau berada dalam pembuangan. Setelah Chandragupta menjadi raja, beliau diangkat sebagai menteri dan dalam jabatan itu beliau menulis undang - undang yang dikumpulkan dan dinamai Kautilya-ArthasastraKitab itu mengandung kejadian yang sangat bermakna untuk sejarah India kuno, baru ditemukan di Tanjore oleh seorang ahli Hindu, Shamasastri  pada tahun 1906. Beliau yang menafsirkan dan menerbitkan Arthasastra itu.

            Kitab Arthasastra memberikan keterangan yang cukup banyak mengenai peraturan pemerintahan dan kehakiman di zaman itu. Keterangan - keterangan itu semuanya menggambarkan Magadha sebagai suatu negeri yang maju dan mempunyai kebudayaan tinggi, pemerintahan, keuangan, kehakiman, perekonomian serta cara pertahanan yang teratur. Peraturan - peraturan pemerintahan tersebut muncul dari kebijaksanaan dan pemikiran sendiri, bukan meniru negeri lain.

            Raja adalah pemegang kekuasaan tertinggi, di bawahnya terdapat raja­ - raja muda yang menguasai propinsi - propinsi. Di samping raja, ada suatu badan penasihat tinggi. Pusat pemerintahan diserahkan kepada 18 kementerian yang amat lengkap, yakni kementerian pertahanan negeri, dibagi atas 8 bagian.Para pejabat menerima gaji yang cukup supaya mereka tidak memeras penduduk. Pajak tanah, cukai barang masuk, pajak penghasilan, yang dihitung dengan aturan - aturan yang modern, sudah dijalankan di     kerajaan Magadha. Untuk meningkatkan hasil pertanian diadakan irigasi secara besar – besaran yang sangat diperlukan di negeri panas seperti India. Jalan - jalan raya terdapat di seluruh kerajaan. Untuk mengetahui keadaan rakyat, secara diam – diam, raja mengirim utusan – utusan khusus untuk mengadakan pemeriksaan di daerah – daerah.

            Pertahanan di dalam negeri sangat kuat. Menurut keterangan Megasthenes, tentara Magadha terdiri dari sekitar 600.000 prajurit, 30.000 prajurit berkuda, 9.000 ekor gajah dan 8.000 kereta perang. Keraton raja di Pataliputta sangat indah dengan banyak harta yang terkumpul di dalamnya. Para pegawai wanita bekerja di dalam keraton dengan kedudukan teratur.

            Kaum Brahmana mendapat perlindungan yang khusus, mereka banyak memberikan pengaruh kepada raja. Menurut kabar dari kaum Jaina, sesudah terjadi kelaparan hampir 10 tahun, Raja Chandragupta mengundurkan diri dari pemerintahan dan menjadi pengikut Jaina, karena beliau merasa bersalah terhadap rakyatnya. Beliau digantikan oleh putranya, Raja Bindusara (298 - 272 SM).
Riwayat Raja Bindusara tidak begitu jelas. Raja Bindusara pertama kali memerangi bangsa - bangsa di daerah Deccan di India Tengah. Beliau digantikan oleh putranya yang terkenal dalam sejarah India, yakni Raja Asoka Vardana (272 - 232 SM).

            Sebelum Raja Asoka naik tahta, beliau memegang kuasa sebagai raja muda di India Barat, suatu ujian diadakan untuk menunjukan kecakapannya. Beliau menggantikan ayahnya sejak masih muda, tetapi penobatannya sebagai raja baru diadakan empat tahun kemudian. Tidak seperti nenek dan ayahnya, beliau adalah seorang yang lemah lembut, ramah dan berbakti, setia kepada agama dan sangat mengasihi rakyatnya. Walaupun demikian, beliau terpaksa berperang demi ketentraman di Deccan dan menaklukkan kerajaan Kalinga (Teluk Benggala). Setelah Raja Asoka mendengar bahwa dalam peperangan tersebut sekitar 100.000 orang Kalinga meninggal dan 150.000 ditawan, beliau sangat sedih dan bersumpah tidak akan mengangkat senjata lagi terhadap siapa pun untuk selamanya. Semakin lama semakin nampak keinginannya untuk mengikuti ajaran Buddha dan menjalankan segala ajaran Buddha dalam kehidupan sehari - hari serta dalam pemerintahan.

            Di tahun 249 SM atau 24 tahun setelah menjadi raja, Raja Asoka mengunjungi tempat - tempat yang berhubungan dengan kehidupan Buddha Gotama. Tempat - tempat tersebut adalah : Kapilavatthu(tempat kelahiran Buddha), Vārāṇasī (tempat Buddha pertama kali mengajarkan Dhamma),Buddhagayā  (tempat pohon MahāBodhi), dan Kusināra (tempat Parinibbāna Buddha). Di tempat - tempat tersebut, Raja memberikan dāna dan mendirikan tanda - tanda peringatan yang sampai sekarang masih sangat bermakna untuk mempelajari sejarah masa lalu.

            Raja Asoka meninggalkan ajaran Brahmana dan mengikuti ajaran Buddha, kemudian Raja menjadiBhikkhu. Ajaran Buddha pada masa itu mendapat kedudukan sebagai agama kerajaan. Atas titah Raja Asoka, sekitar 48.000 buah thūpa (stupa) didirikan. Yang masih tersisa adalah stupa yang terkenal di Sanchi (India Tengah), dekat ibukota di bawah pemerintahannya dulu. Untuk puterinya, Puteri Charumali yang sangat berbakti, Raja mendirikan beberapa vihāra bagi kaum wanita, terutama di bagian Nepal.

Pada tahun kesepuluh masa pemerintahan Raja Asoka diselenggarakan Sagāyanā yang ketigadiibukota Magadha, Pataliputta (218tahunsejak Parinibbāna Buddha Gotama). Sgāyanā dipimpinoleh Bhikkhu Tissa Moggaliputta danmenetapkan Kattavatthu ke dalam Abhidhammā. Diberitakan bahwa pada masa itu terdapat delapan belas aliran (Therāvada yang terkemuka) dalam ajaran Buddha. Seorang sarjana barat, Kern, menilai bahwa Sagāyanā ketiga ini bukan bersifat umum, melainkan hanya dihadiri oleh kelompok Therāvada.

            I-Tsing yang berkunjung ke India (tanpa singgah ke Sri Lanka) pada akhir abad ke-7 Masehi memberitakan bahwa Theravāda sangat dominan di bagian selatan India, sementara Sarvastivada(dengan kitab berbahasa Sansekerta) berpengaruh di belahan utara India, menyebar dari barat ke timur. Namun seperti diketahui bahwa ajaran Buddha mengalami kemunduran dan lenyap di India pada abad ke-15 Masehi.

            Di masa pemerintahan Raja Asoka, seluruh India hampir dapat disatukan, hanya bagian ujung Selatan dan Sailan yang belum takluk kepadanya. Delapan belas tahun setelah Sagāyanā ketiga, Raja Asoka mengirim putranya (sumber lain menyebutkan sebagai kemenakannya), Bhikkhu Mahinda, ke Pulau Sailan dengan membawa Tipiṭaka PāỊi beserta komentarnya. Tipiṭaka inilah yang diyakini hingga sekarang masih berada di Sailan, Burma, Siam dan Kamboja. Kemudian Bhikkhu Mahinda kembali ke Sri Lanka untuk menyebarkan Dhamma. Sejak itu, setiap tahun beratus - ratus orang datang mengunjungi tempat suci di daerah Benares. Dari zaman Raja Asoka sampai sekarang pulau Ceylon menjadi pusat penyebaran ajaran Buddha.

            Dalam sejarah India, belum pernah terdapat seorang raja yang mempunyai kerajaan yang begitu luas seperti Raja Asoka. Kerajaan Chandragupta di abad ke-5 Masehi dan kerajaan Moghul (Sultan Akbar dan turunannya) di abad ke-16 dan 17 tidak sampai menyamai kerajaan Raja Asoka itu.

            Yang penting dalam sejarah pemerintahan Raja Asoka dan yang membuat namanya terkenal sampai sekarang adalah tulisan­ - tulisan (prasasti) yang dipahat pada dinding - dinding dan tiang - tiang batu (zuilen). Kebanyakan di antara prasasti - prasasti masih terpelihara serta dapat diselidiki dan ditafsirkan isinya oleh ahli­ - ahli kesusastraan India. Tanda - tanda peringatan itu didirikan oleh Raja Asoka di seluruh kerajaannya,  jadi bukan di ibukota saja.

            Bahasa yang dipakai dalam tulisan - tulisan itu adalah bahasa Prakrit, bahasa orang biasa pada masa itu. Bahasa itu sangat erat hubungannya dengan bahasa Sankrit dan bahasa PāỊi yang lazim dipakai dalam kitab - kitab ajaran Buddha. Prasasti­ - prasasti itu mengandung berbagai undang - undang dan aturan - aturan tentang agama dan masyarakat, perdamaian antara agama – agama, upacara, kebaktian dan lain - lain.

            Dari tulisan - tulisan itu diketahui bagaimana susunan pemerintahan pada masa Raja Asoka. Jelas pula kondisi batin raja tersebut, sebab dari susunan kata - kata dan perasaan - perasaan batin yang diuraikan dalam prasasti - prasasti itu, nampak bahwa makna yang terpahat tersebut muncul dari pemikiran raja sendiri, bukan buah pikiran menteri atau penasehat - penasehat di istananya.

            Raja Asoka dengan resmi telah mengikuti ajaran Buddha, akan tetapi rakyat pada umumnya masih setia kepada ajaran Hindu, yang sudah berakar teguh dalam masyarakat sejak zaman purba. Para Brahmanamasih memberikan pengaruh yang besar kepada rakyat. Dalam keadaan demikian, Raja Asoka mengeluarkan amanat supaya di antara agama - agama dan aliran - aliran haruslah ada ikatan persaudaraan dan perdamaian, setiap agama bebas untuk melakukan kebaktian dan mendapatkan perlindungan yang sama dari raja.

            Pendidikan masyarakat didasarkan pada ajaran Buddha. Oleh sebab itu, beliau melarang pembunuhan terhadap makhluk hidup, baik manusia maupun hewan, yang melanggar aturan itu akan mendapat peringatan keras. Ajaran Buddha mengajarkan adanya kelahiran kembali di 31 alam kehidupan. Kelahiran kembali itu ditentukan oleh hasil perbuatan (kamma) setiap manusia, yakni hasil dari segala perbuatannya, yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu, manusia dan hewan tidak boleh dibunuh.

            Dalam tulisannya, Raja Asoka memerintahkan supaya setiap orang menghormati orang tua, leluhur dan orang - orang yang patut dihormati. Kewajiban lain adalah supaya setiap orang mencari kebenaran, bersikap rendah hati, dan murah hati. Tindakan Raja Asoka yang penting sehubungan dengan ajaranBuddha adalah mendirikan rumah - rumah sakit dan rumah - rumah sederhana; menyediakan pondok - pondok untuk merawat hewan yang sakit; memberi dāna kepada Saṅgha; mendirikan vihara – vihara; mengirim utusan keluar negeri untuk meningkatkan perdamaian, seperti ke Iran, Mesir, dan Sailan; menjaga jalan - jalan raya; menyediakan tempat persinggahan, sumur – sumur; menanam pohon – pohon buah di pinggir jalan untuk umum dan sebagainya.

            Dari semua itu, nampak jelas bahwa Raja Asoka adalah raja yang bijaksana, beragama, berpendirian atas kemanusiaan dan menghormati semua agama. Banyak cerita mengenai ketenaran Raja Asoka, kepercayaan tentang kehidupannya yang istimewa masih terdengar sampai sekarang, terutama di Sailan, pusat ajaran Buddha, beliau dihormati sebagai seorang manusia yang merupakan  penjelmaanBodhisatta.

            Kerajaan Maurya sangat maju dan mencapai puncaknya di bawah pemerintahan Raja Asoka. Setelah raja wafat, kaum Brahmana yang merasa tidak mendapat kedudukan tinggi di masyarakat yang mengikuti ajaran Buddha mengajak rakyat untuk melawan Raja Dasaratha, putera Raja Asoka. Kerajaan Mauryamulai mundur dan terpecah - pecah. Tindakan tersebut tidak menghormati ajaran Buddha. Hal itu akan muncul lagi lima abad kemudian, yakni di zaman Samudragupta.

            Raja Sunga menjadi tidak berkuasa lagi di bawah pengaruh menterinya, Vasudeva, yang akhirnya membunuh raja dan menggantikannya (73 SM). Keturunannya bernama Raja Kanva. Raja Kanva memerintah selama 45 tahun saja dan digantikan oleh Raja Andhra, yang mempunyai 30 turunan, memerintah hampir 250 tahun lamanya, sampai tahun 225 Masehi.




Kerajaan Andhara

            Kerajaan Andhara didiami oleh bangsa Dravida , letaknya dipantai teluk Benggala , diantara muara sungai Godavari dan Krisna. Diwaktu pemerintahan raja Asoka kerajaan itu ditaklukkan dan diharuskan membayar upeti. Tapi kerajaan itu kemudian semakin hari semakin bertambah kuat , sehingga seorang dari antara raja –rajanya dapat menduduki kerajaan Maurya.Selama raja – raja Andhara memerintah , agama Brahma dan Buddha kedua duanya mendapat penghargaan yang sama. Walaupun raja – raja sendiri memeluk agama Brahma , agama Buddha mendapat perlindungan dan bantuan juga dari pihak mereka.
Dalam masyarakat negeri Andhara terdapat 4 golongan yaitu :
  1. raja dan kepala – kepala daerah terdiri dari kaum ningrat Maharathi dan Mahasenapati.
  2. pegawai – pegawai negeri.
  3. pekerja yang terdidik (juru tulis , juru obat , juru tanaman )
  4. pekerja tangan (tukang besi , kayu , pemancing , dsb )

KERAJAAN PARTHI (INDIA BARAT)

            Sisa kerajaan Iskandar Zulkarnain yang masih terdapat di Persia pada masa itu adalah kerajaan Baktria.Penduduknya kebanyakan pengembara yang suka berpindah tempat untuk menggembalakan ternaknya.Bangsa itu selalu hendak memasuki India. Terutama setelah mereka didesak oleh bangsa lain yang datangdari sebelah utara. Kerajaan Baktria akhirnya ditaklukan oleh bangsa Parthi yang kemudian terusmerebut daerah sungai Indus di India Barat. Di zaman ini terjadilah perpindahan bangsa - bangsa AsiaTengah ke India (bangsa - bangsa Parthi dan Saka) secara besar - besaran.

Raja yang terkenal dari bangsa Parthi adalah Gondophares. Menurut berita, raja inilah yang membawaagama Kristen ke India.


KERAJAAN KUSHAN (INDIA UTARA)

            India Utara menderita kerusakkan disebabkan oleh masuknya bangsa Yue - Chi dari Tiongkok Tengah.Bangsa ini amat perkasa, sehingga mereka menaklukkan daerah - daerah Turkestan dan mengusir bangsa- bangsa Saka atau Scyth dari kediamannya disekitar laut Kaspia. Mereka mendirikan suatu kerajaanyang kuat disebelah Utara India.




Zaman Raja-Raja gupta dan zaman keemasan india
            Dalam abad yang ke-4 mulailah cahay yang bersinar kembali dalam sejarha india dengan timbulnya suatu kerajaan baru, yaitu kerajaan gupta. Kerajaan ini menghampiri kemasyuran kerajaan maurya dizaman chandragupta dan asoka maurya.
            Kerajaan ini menghampiri kemasyuran kerajaan Maurya dizaman Chandragupta dan Asoka Maurya.Raja itu mengambil nama Chandragupta 1 , nama yang sudah masyur dizaman purbakala. Ia memerintah dari tahun 320 – 330 dan diganti oleh puteranya Samudragupta yang memerintah antara tahun 330 – 375.
            Raja ini terhitung salah satu yang termasyur diantara raja – raja India. Berhubung dengan peperangan – peperangan yang dilakukannya dan kemenangan – kemenangan yang diperolehnya ia dapat dibandingkan dengan napoleon. Samudragupta adalah Brahmin yang setia kepada agama hindu , akan tetapi orang yang gagah perkasa juga yang ingin memperluas kerajaannya. Tidak lama setelah raja itu dinobatkan ia mulai memerangi kerajaan – kerajaan yang terletak disekitar kerajaannya dan menakklukan daerah yang dinamai sejak lama Hindustan dan kemudian daerah –daerah di sebelah utara. Setelah itu Samudragupta mengadakan persediaan untuk menyerang daerah –daerah di sebelah selatan yang sukar sekali dimasuki. Raja itu berturut turut menakklukan Kosala –Selatan , Nagpur , Orissa dan India Tengah. Peperangan diteruskannya ke bagian selatan sekali dengan melalui sungai Mahanadi dan Godavari dan menakklukan kerajaan – kerajaan Kalinga dan Pallava di daerah Madras yang sekarang. Kemudian Samudragupta mengambil jalan kesebelah barat dan melalui kerajaan – kerajaan Mahrata , Devarashtra dan Khandesh. Peperangan itu memakan waktu lebih dari 3 tahun dan perjalanan tentaranya lebih dari 3000 mil.
            Akan tetapi negeri – negeri yang diperangi itu tidak seluruhnya dapat dimasukkan dalam kerajaannya. Yang langsung di bawah pemerintahannya ialah daerah Hindustan , sebagian dari India Utara dan India Tengah. Yang diluarnya hanya dipandang sebagai kerajaan – kerajaan yang membayar upeti dan di bawah perlindungan kerajaan Gupta. Raja itu mengadakan hubungan dengan Meghavarna , raja Sailan yang beragama Buddha.
            Dibawah pemerintahan puteranya Chandragupta 2 Vikramaditya (375 – 415) kerajaan Gupta bertambah luas lagi. Daerah – daerah di sekitar Indus yang dikuasai orang Saka ditakklukannya , negeri – negeri kaya di India Barat seperti Gujarat dan Malwa dirampas. Dengan jalan demikian kerajaan Gupta dapat mempunyai pelabuhan – pelabuhan ; kapal –kapal memudahkan perhubungan dengan negeri Arab dan Mesir melalui laut Kolzum (laut merah).
            Diwaktu pemerintahan Chandragupta 2 Vikramaditya kerajaan Gupta sampailah dipuncak kebesarannya. Keadaan kerajaan amat makmur dan sentosa , pemerintahan dijalankan dengan bijaksana selama 30 tahun dipegang oleh raja.
            Setelah raja itu wafat ditahun 415 kerajaan Gupta lambat laun mundur , terutama oleh karena desakan bangsa Huna (Huns) dari Utara dan sikap raja – raja penggantinya yang tidak cakap. Diantara tahun 480 -490 jadi kurang lebih 70 tahun sesudah Chandragupta 2 wafat , kerajaan Gupta sudah mulai pecah belah. Keturunan Gupta tetap tinggal memerintah hingga abad ke 8 , akan tetapi hanya sebagai raja –raja kecil saja di Magadha.


5. Zaman Raja Harsha (606-647)
            satu kali lagi dalam sejarah india sebelum zaman islam, pengharapan akan tercapainya persatuan itu timbul, akan tetapi tidak lama, ialah dibawah pemerintahan harsha raja hindu penghabisan yang mahsyur. Pengetahuan kita tentang harsha lebih kurang lagi dari pada pengetahuan tentang raja-raja yang lain , kecuali chandragupta dan asoka maurya. Dua buah sumber keterangan dapat disebut, yaitu kitab yang ditulis oleh huen tsang, tatkala ia mengunjungi india diantara tahun 630-644, jadi ketika raja harsha sampai pada puncak kuasanya dan kitab harsha charita, suatu kumpulan persitiwa-peristiwa yang berturut-turut selama pemerintahan raja harsha yang ditulis oleh pujangga kraton bernama Bana , sorang brahman.



Analisi Dan Kesimpulan
            Kerajaan-kerajaan kuno di india sebenarnya sulit untuk dicari sumber-sumber lisan dan tertulis, terbukti sebelum datangnya iskandar zulkarnaen , india seperti mengalami zaman kegelapan dimana sebelum kedatanganya jarang ditemui sumber-sumber sejarah peradaban india kuno. kedatangan iskandar zulkarnaen adalah pintu gerbang terbukanya perdaban india kepada negara-negara barat dan arab kuno. dan pada masa setelah kedatangan iskandar sudah banyak ditemui sumber-sumber sejarah perdaban india kuno. selain itu india juga mengalami dampak perdagangan-perdagangan asia kecil dan yunani dimana barang-barang mewah bisa diperkualbelikab. dan itulah kunci tercapainya masa raja-raja gupta sampai muncunya zaman keemasa india ..






Daftra Pustaka

yanuarido.blog.uns.ac.id

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;