Minggu, 22 Maret 2015 2 komentar

Kristen Ideal 5 Tradisi Berkabung Tionghoa dimata kristen Tonghoa

jalan yang bisa dijalani
bukan jalan sejati
nama yang bisa dinamakan
bukan nama sejati
tanpa nama
Tian 天 Di 地 mulanya
bernama
bunda berlaksa ada
tanpa prasangka
akan melihat keagungannya
dengan prasangka
hanya memandang perbatasannya
keduanya esa
walau pun berbeda nama
esa adalah misteri
misteri dalam misteri 
itu pintu ke alam mulia
Daodejing 1

Ajaran Tiongkok kuno sangat unik. Itu sebabnya mudah sekali menimbulkan salah sangka. Ajaran Tiongkok kuno tidak rumit itu sebabnya gampang sekali untuk memahaminya. Masalahnya adalah prasangka. Yang mempelajarinya tanpa prasangka akan memahami dan melihat keagungannya. Bila mempelajarinya dengan prasangka maka anda hanya akan memandang perbatasannya tanpa pernah melihat keagungannya. Itulah yang terjadi dari generasi ke generasi. Dunia hanya memandang bangsa Tionghoa menyembah leluhur (zu 祖) tanpa pernah mengenal siapakah leluhur yang mereka sembah itu? Bangsa-bangsa menuduh orang Tionghoa menyembah arwah  (rengui 人鬼) padahal mereka hanya menghormati (jing 敬) leluhurnya. Memang menyedihkan melihat orang Tionghoa generasi ini menjalankan tradisi tanpa memahami maknanya. Namun, yang paling mengenaskan adalah melihat mereka menjadikan dongeng sebagai ajaran suci (Tiandao 天道). Sama mengenaskannya dengan melihat jemaat Kristen generasi ini membungkam akal budinya karena merasa lebih rohani dengan mempercayai tahyul dan dongeng.

Ji 祭 Bukan Shi 祀

Apakah bangsa Tiongkok kuno menyembah arwah? Aksara ji 祭 dan shi 祀 umumnya dipahami dengan makna yang sama yaitu sembahyang. Sesungguhnya ji bukan shi. Ji adalah sembahyang yang dilakukan dengan liturgi dan perayaan sementara shi dilakukan tanpa liturgi dan perayaan. Ji dilakukan dengan memberi korban sementara shi dilakukan dengan memberi unjukkan (hanya ditunjukkan). Sembahyang Jiao 郊 dilakukan di perbatasan kota dengan menyembelih dan membakar seekor anak lembu, itu sebabnya disebut ji. Sembahyang Di 地 dilakukan di altar she 社 dengan menyajikan hasil bumi dan ternak.  Karena semua yang disajikan lalu dibagi-bagikan kepada peserta sembahyang, itu sebabnya disebut shi. Ketika menghormati almarhum ayahnya, anak sulung melayani shi 尸 (anaknya yang berperan sebagai almarhum) dengan menyajikan makanan dan minuman, itu sebabnya disebut ji. Di Zumiao 祖廟 (kuil leluhur) walaupun semua sajian tidak dikorbankan namun darah binatang dipercikkan dan arak ditumpahkan, itu sebabnya disebut ji. Di altar gunung dan sungai (Shanchuan 山川), Tianzi membakar kayu untuk memberitahu Tian Di bahwa dia sudah menuntaskan tugas pemeriksaannya, itu sebabnya disebut ji. Di zhongmiao 宗廟 (kuil nenek moyang), Tianzi sama sekali tidak memberi korban, itu sebabnya disebut lima shi (wushi 五祀).

Terlaksananya kesusilaan (Li 禮) di altar perbatasan (Jiao 郊) maka baishen 百神 (beratus roh) menjalankan tugasnya. Terlaksananya kesusilaan di altar She 社 maka beratus barang berlimpah. Terlaksananya kesusilaan di kuil leluhur (zumiao 祖廟) maka perilaku berbakti dan cinta kasih (xiaofu 孝慈) berkembang di mana-mana. Terlaksananya kesusilaan di lima sembahyang (wushi 五祀) maka hukum ditegakkan. Sesungguhnya jiao, she, zumiao, shanchuan, wushi adalah kebenaran (yi 義) dalam wujud kesusilaan. Liji VII:IV:3 – Liyun

Apakah orang Tiongkok kuno menyembah arwah? Mustahil menyimpulkan bangsa Tiongkok kuno menyembah arwah hanya karena mereka menggunakan aksara yang sama yaitu ji 祭 baik untuk sembahyang kepada pencipta maupun kepada almarhum ayahnya. “Orang Tionghoa memang melakukan Ji 祭 pada pencipta maupun almarhum ayahnya. Kenapa anda hanya menuduh orang Tionghoa menyembah arwah (menaikan status arwah menjadi pencipta)? Kenapa tidak menuduh mereka menghina Sang Pencipta (merendahkan status pencipta menjadi almarhum ayahnya)?”

Dr. Huston Smith Ngaco Belo

Buku karya Dr. Huston Smith, The World’s Religions semula berjudul The Religions of Man. Diakui, sejak diterbitkan 1958 hingga saat ini, sudah laku 2,5 juta copy. Buku tersebut diterjemahkan oleh penerbit Obor pada tahun 1985 dengan judul: “Agama-agama manusia”. Banyak orang Kristen menyangka Dr. Huston Smith adalah teolog Kristen bahkan sebagian dari mereka percaya dia seorang pendeta atau penginjil. Tentu saja prasangka demikian ngaco-belo. Huston Smith bukan teolog Kristen bahkan dia bukan orang Kristen. Tentang agama Khonghucu dan Dao, saya belum pernah menemukan Teolog Kristen yang tidak menjadikan buku Huston Smith sebagai sumber pustakanya.

Tiga tahun terakhir ini, sudah berkali-kali saya mengungkapkan bahwa Huston Smith ngaco-belo tentang agama Khonghucu. Bila tidak salah ingat, akhir 2009 saya memberitahu Ir. Herlianto tentang hal itu dan kami sempat diskusi lewat email. Aneh bin ajaib! Walaupun sudah melihat fakta-faktanya namun banyak teolog Kristen yang kekeh jumekeh mengajarkan apa yang diajarkan oleh Huston Smith bahwa bangsa Tiongkok kuno menyembah alam, binatang dan arwah manusia serta dewa-dewi. Di dalam blognya yang berjudul: “IMLEK, BOLEHKAH KITA MERAYAKANNYA?”  Ir. Herlianto menulis:

Ir. Herlianto: Penyembahan arwah nenek-moyang tetap menjadi jantung budaya religi Cina/Tionghoa dan kepercayaan tentang roh-roh kegelapan sudah lama terjadi demikian juga penyembahan alam (mistik) juga sudah ribuan tahun dilakukan oleh masyarakat Cina/Tionghoa secara turun temurun.

http://www.yabina.org/layout2.htm

Orang Tionghoa menyembah arwah? Huston Smith menulis:

Pertama, Langit dan bumi dipandang sebagai suatu kesinambungan. Istilah-istilah ini bukan terutama menunjuk tempat, melainkan menunjuk orang-orang yang mendiami tempat-tempat tersebut, seperti House of Lords menunjuk pada pribadi-pribadi yang duduk dalam majelis tersebut. Orang yang berdiam di Langit adalah para nenek moyang (Ti) yang diperintah oleh para nenek moyang tertinggi (Shang Ti). Mereka ini adalah para nenek moyang yang telah mendahului dan segera akan diikuti oleh keturunannya dewasa ini yang ada di bumi. Seluruhnya merupakan suatu iringan yang tidak putus-putusnya, di mana maut tidak lain merupakan pengangkatan ke tempat yang lebih tinggi. Kedua tempat itu saling berkaitan dan selalu mempunyai hubungan satu sama lain. Langit mengendalikan kesejahteraan Bumi, misalnya cuaca adalah “keadaan hati Langit,” sambil bergantung pada penduduk bumi untuk memenuhi berbagai kebutuhannya, melalui korban. Dari kedua kawasan ini, Langitlah yang lebih penting. Penduduknya lebih terhormat, mulia, dan kekuasaannya lebih besar.Agama-agama Manusia hal 220

Karena saling tergantung, maka hubungan antara Bumi dan Langit ditentukan oleh kebutuhan, walaupun bukan oleh rasa kasih. Cara yang paling kongkret bagi Bumi untuk berbicara dengan Langit adalah melalui korban. Keinginan untuk membagi rejeki di bumi ini dengan mereka yang mendahului kita bukan hanya dipandang bijaksana, melainkan juga merupakan suatu hal yang alamiah. Hakikat rejeki itu akan sampai pada mereka melalui asap api korban yang membumbung naik ke langit. Sebuah bukit kecil untuk korban-korban seperti itu merupakan titik pusat setiap desa kuno. Jika muncul suatu gelar yang membanggakan itu dengan cara memelihara korban bersama untuk para nenek moyang. Bahkan sampai zaman Konfusius sebuah pemerintahan yang lalai dalam pemujaan nenek moyang dipandang kehilangan hak hidupnya. Ibid hal 221

Jika korban merupakan cara utama Bumi berbicara dengan Langit, maka ramalan adalah cara Langit mendengar. Oleh karena nenek moyang mengetahui seluruh masa lalu dari suku yang besangkutan, mereka telah dilengkapi untuk meramalkan masa depannya. Ramalan adalah sarana bagi Bumi untuk memanfaatkan gudang pengetahuan ini. Karena senang berpihak kepada anak cucunya, para nenek moyang ini tentu saja ingin membagi pengetahuannya tentang masa depan itu dengan mereka. Namun karena mereka tidak mempunyai cara-cara biasa untuk berhubungan, mereka terpaksa menggunakan bahasa isyarat. Karena itu setiap hal yang dilakukan manusia dengan sengaja tidak mempunyai arti “numinous,” akan tetapi hal-hal yang “terjadi dengan sendirinya” harus diperhatikan dengan cermat. Hal-hal itu merupakan pertanda, karena orang dapat mengatakan kapan para nenek moyang akan menggunakannya untuk memperingatkan keturunan mereka terhadap kejadian-kejadian yang akan datang. Beberapa tanda tersebut terdapat pada tubuh manusia, seperti gatal-gatal, bersin, sentakan, sandungan, bunyi di telinga, dan getaran di kelopak mata. Lainnya terdapat di luar manusia, seperti petir, kilat, jalannya bintang, perbuatan serangga, burung, dan binatang-binatang lain. Juga dapat saja manusia mengambil prakarsa untuk mencari pertanda itu di langit. Mereka akan menyebarkan tangkai-tangkai batang pohon yarrow ke tanah dan melihat polanya. Ia juga dapat meletakkan sebatang besi panas ke punggung kura-kura dan melihat arah keretakkannya. Apapun kejadiannya, apakah itu suatu perjalanan, peperangan, ataupun perkawinan adalah bijaksana untuk menanyakan kepada Langit. Suatu kisah kuno menceritakan seorang tamu yang diminta tuan rumahnya untuk memperpanjang kunjungannya sampai malam hari. Ia menjawab, “Saya telah meramal untuk siang hari ini. Saya belum meramal untuk malam hari ini. Karena itu saya tidak berani” Ibid hal 221

Pada masing-masing ciri dari ketiga ciri agama kuno Cina ini yaitu rasa persatuan dengan nenek moyang, korbannya, dan ramalannya, ada penekanan yang sama. Titik beratnya adalah pada Langit dan bukannya pada Bumi. Untuk memahami seluruh dimensi ajaran Konfusius sebagai suatu agama, penting untuk melihat Konfusius (a) yang mengalihkan titik berat dari langit kepada bumi (b) tanpa membuang langit itu sama sekali dari keseluruhan ajarannya. Ibid hal 222

Suatu contoh khusus yang menunjukkan cara Konfusius mengalihkan titik berat perhatian dari Langit kepada Bumi adalah pada perubahan titik berat dari pemujaan nenek moyang kepada kesalehan anak cucu. Dalam zaman kuno, orang yang sudah meninggal benar-benar dipuja. Setia kepada unsur konservatif dalam kodratnya, Konfusius tidak berbuat apa-apa untuk mencampuri ibadah pemujaan nenek moyang itu sendiri. Beliau tidak membantah adanya roh orang yang telah meninggal. Sebaliknya, beliau menganjurkan agar memperlakukan mereka “seakan-akan mereka hadir dalam kehidupan ini”. Pada waktu yang sama, beliau mengarahkan titik berat perhatian kepada keluarga yang masih hidup. Beliau menekankan bahwa ikatan yang paling suci adalah ikatan di antara para keluarga yang mempunyai pertalian darah. Bagi beliau kewajiban para warga kerabat suatu keluarga yang masih hidup terhadap satu sama lain, lebih penting dari pada kewajiban mereka terhadap yang telah mendahului ke alam baka. Ibid hal 223

Huston Smith mencantumkan buku The Analect of Confucius – Arthur Waley, London, Geoge Allen & Unwin, 1938 (membahas kitab Lunyu 論語) dan buku Three Ways of Thought in Ancient China – Arthur Waley, Dobleday Anchor Book (membahas kitab Mengzi 孟子) serta The saying of Confucius – James R Ware, The Ameerican Library (terjemahan kitab Lunyu) sebagai sumber pustakanya. Lunyu dan Mengzi hanya dua kitab dari keempat kitab Shishu 四書 (empat kitab) dan kelima kitab dari Wujing 五經 (lima kitab). Kitab Lunyu dan Mengzi hanya mencatat sebagian kecil ajaran Tiongkok kuno alias agama Khonghucu.

Aneh bin ajaib! Kitab Lunyu sama sekali tidak berbicara tentang Shangdi sementara kitab Mengzi hanya tiga kali menyatakan manusia harus menyembah Shangdi. Kitab Mengzi sama sekali tidak membahas sembahyang Di. Kitab Lunyu hanya dua kali berbicara tentang sembahyang Di. Pertama Kongzi menyatakan bahwa dalam sembahyang Di, setelah acara mempersembahkan arak, dia tidak mau melihat kelanjutannya lagi. Kedua, dia mengajarkan bahwa orang yang memahami makna sembahyang Di akan memimpin dunia dengan mudah. Karena tidak mencantumkan sumber pustaka lainnya, lalu dari mana Huston Smith tahu bahwa Di 禘 adalah arwah-arwah nenek moyang dan Shangdi 上帝 adalah para nenek moyang yang paling tinggi? Dari hongkong? Bila yang diajarkan Huston Smith benar, itu berarti Shangdi jumlahnya lebih dari satu. Apabila Di 禘 adalah arwah-arwah nenek moyang bukankah itu berarti menyingkirkan papan nama dan tidak menyembahyangi mereka lagi artinya durhaka? Kenapa kitab Tiongkok kuno justru mengajarkan bahwa Shangdi hanya ada satu? Kenapa juga diajarkan bahwa setelah lima generasi, leluhur (zong 宗) harus disingkirkan karena tidak boleh disembahyangi lagi?

Menggunakan barang-barang orang hidup untuk sembahyang arwah melanggar Li 禮 (kesusilaan), itu sebabnya digunakan barang-barang tiruan (mingqi 明器). Alasan mingqi dibakar adalah untuk dimusnahkan. Mingqi dimusnakan agar tidak digunakan lagi, sama seperti bunga dukacita tidak digunakan lagi untuk keperluan lainnya. Hal itu dilakukan untuk menunjukkan ketulusan. Sama sekali tidak ada ajaran bahwa mingqi akan menjadi barang asli di alam baka. Juga diajarkan dengan tegas dan gamblang bahwa arwah tidak makan makanan yang disajikan. Hanya anak sulung yang boleh menyembahyangi leluhurnya. Huston Smith menyatakan bahwa sembahyang leluhur sama sekali tidak didasari cinta kasih namun dagang belaka. Anak cucu memberi sesajen kepada leluhurnya agar diberkati. Apa yang diajarkannya bertolak belakang dengan ajaran Tiongkok kuno, bukan?

Alih-alih menggunakan shishu dan Wujing, Huston Smith justru menjadikan dongeng-dongeng sebagai sumber pustakanya, itu sebabnya yang diajarkannya bertentangan dengan isi kitab Tiongkok kuno. Itu sebabnya, para teolog Kristen yang menggunakan ajarannya sebagai sumber pustaka benar-benar mengenaskan, bukan?

Tianzi Memiliki Tujuh Miao

Di kolong langit ada penguasa. Untuk mengelompokkannya, Di 地 mendirikan negara. Di setiap negara dibangun miao 廟 (kuil), tiao 祧 (balai arwah), tan 壇 (altar) dan Shan 墠 (altar tanah) untuk keperluan sembahyang korban (ji 祭). Berdasarkan ikatan kekeluargaan dikelompokkan jauh dekatnya. Raja (wang王) mendirikan tujuh miao, satu tan dan satu shan. Disebut Kaomiao 考廟 (kuil ayah), Wangkaomiao 王考廟 (kuil kakek), Huangkaomiao 皇考廟 (kuil moyang), Xiankaomiao 顯考廟 (kuil buyut), Zukaomiao 祖考廟 (kuil leluhur). Sembahyang korban (ji 祭) dilakukan setiap bulan. Yang lebih jauh dari miao menempati tiao. Ada dua tiao. Selain sembahyang korban Chang 嘗 (pada musim gugur) tidak dilakukan sembahyang. Keluar dari tiao menempati tan. Keluar dari tan menempati shan. Sembahyang korban di tan dan shan hanya dilakukan bila ada acara doa (dao 禱). Tanpa acara doa tidak ada sembahyang korban. Keluar dari shan adalah arwah (gui 鬼). Rajamuda mendirikan lima miao, satu tan dan satu shan. Disebut Kaomiao, Wangkaomiao, Huangkaomiao. Sembahyang korban dilakukan setiap bulan. Di Xiankaomiao dan Zukaomiao selain sembahyang korban Chang 嘗 tidak dilakukan sembahyang. Keluar dari Zukaomiao menempati tan. Keluar dari tan menempati shan. Di tan dan shan hanya dilakukan sembahyang korban bila ada acara doa, tanpa acara doa tidak ada sembahyang. Keluar dari shan adalah arwah. Pembesar (dafu 大夫) mendirikan tiga miao dan dua tan. Ketiganya disebut Kaomiao, Wangkaomiao, Huangkaomiao. Selain sembahyang Chang 嘗 tidak dilakukan sembahyang. Untuk buyut dan kakek moyang tidak dibuatkan miao. Ketika diadakan acara doa baru dilakukan sembahyang korban di tan. Keluar dari tan adalah arwah. Pejabat tinggi (Shishi 適士) mendirikan dua miao dan satu tan. Keduanya disebut Kaomiao dan Wangkaomiao. Selain sembahyang Chang 嘗 tidak dilakukan sembahyang. Untuk buyutnya tidak dibangun miao. Ketika diadakan acara doa baru dilakukan sembahyang di tan. Keluar dari tan adalah arwah. Kepala Jawatan (guanshi 官師) mendirikan satu miao yaitu Kaomiao. Untuk kakeknya tidak dibangun miao dan tidak dilakukan sembahyang. Setelah kakek adalah arwah. Pejabat rendah dan rakyat jelata tidak mempunyai miao, semua yang meninggal adalah arwah. Liji XX:5 – Jifa

Tianzi memiliki 5 miao yaitu:

Kaomiao (kuil ayah)Wangkaomiao (kuil kakek)Huangkaomiao (kuil moyang)Xiankaomiao (kuil buyut)Zukaomiao (kuil leluhur)

Handai taulanku sekalian, banyak orang yang tidak menyadari bahwa dalam urutan silsilah tidak ada yang disebut generasi ke nol (0). Itu sebabnya, ketika berbicara tentang urutan silsilah mereka menyangka inilah urutan yang benar:

Diri sendiri generasi ke 0Ayah gererasi ke 1Kakek generasi ke 2Moyang generasi ke 3Buyut generasi ke 4

Tentu saja penafsiran tersebut di atas salah sebab yang benar adalah:

Diri sendiri generasi ke 1Ayah gererasi ke 2Kakek generasi ke 3Moyang generasi ke 4Buyut generasi ke 5

Generasi keempat berkabung tiga bulan (si 緦), perkabungan paling singkat. Generasi kelima, telanjang dan ditanggalkan, karena bukan keluarga. Generasi keenam ikatan yang dimiliki benar-benar telah hilang.  Liji XIV:7 – Dazhuan

Ada yang ratusan generasi telah berlalu namun tidak disingkirkan sebagai penerus (zong 宗). Ada yang setelah lima generasi harus disingkirkan sebagai penerus. Ratusan generasi tidak disingkirkan, dia bukan anak dari generasi sebelumnya. Yang mematuhinya sebagai penerus (zong 宗) juga bukan anaknya. Itu sebabnya, ratusan generasi berlalu namun dia tidak disingkirkan. Penerus (zong 宗) yang dipatuhi sebagai nenek moyang (gaozu 高祖), setelah lima generasi harus disingkirkan. Memuliakan leluhur  (zunzu 尊祖) dilakukan dengan menghormati penerus (jingzong 敬宗). Menghormati penerus (jingzong 敬宗) untuk memuliakan leluhur (zunzu 尊祖) harus dilakukan dalam yi 義 (kebenaran). Liji XIV:15 – Dazhuan

Kaomiao (kuil ayah) – generasi ke 2Wangkaomiao (kuil kakek) – generasi ke 3Huangkaomiao (kuil moyang) – generasi ke 4Xiankaomiao (kuil buyut) – generasi ke 5Zukaomiao (kuil leluhur)

Setelah generasi ke 4 adalah generasi ke 5. Generasi ke 4 namanya moyang  (huangkao) sementara generasi ke 5 namanya buyut (xiankao). Ketika buyutnya meninggal, piyutnya boleh berkabung tiga bulan (berkabung singkat) karena ikatan kekeluargaannya sudah sangat lemah. Setelah buyut dan piyut, tidak ada ikatan keluarga lagi karena tidak saling mengenal, itu sebabnya tidak boleh melakukan perkabungan. Memuliakan almarhum leluhur dilakukan dengan menghormati papan namanya. Menghormati papan nama leluhur untuk memuliakannya harus dilakukan dalam kebenaran. Itu sebabnya setelah generasi ke 5, artinya setelah buyut (xiankao), papan namanya disingkirkan alias tidak disembahyangi lagi.

Namun, ada papan nama leluhur yang tidak pernah disingkirkan walaupun ratusan generasi telah berlalu. Itulah papan nama leluhur yang tidak punya anak dan bukan anak siapa pun. Tian 天 bukan anak siapa pun, juga tidak beranak pinak. Papan nama Tian Di 天地 tidak pernah disingkirkan dan sembahyang kepada kedua-Nya tidak pernah berakhir. Tian Di adalah Dazu 大祖 (mahaleluhur). Zukaomiao bukan kuil untuk menyembah nenek moyang namun menyembah Tian Di sebagai mahaleluhur.

Shuzi 庶子 (bukan anak sulung) tidak melakukan sembahyang korban (ji 祭) meskipun dia adalah penerus (zong 宗). Shuzi tidak boleh melakukan perkabungan anak sulung (zhangzi 長子) tiga tahun karena dia bukan waris leluhur (zu 祖). Liji XIV:13 – Dazhuan

Apabila bangsa Tiongkok kuno menyembah arwah leluhur, mustahil hanya anak sulung yang boleh menyembahyangi leluhur. Mustahil setelah generasi ke 5 leluhur tidak boleh disembahyangi lagi.

Tian Di 天地 Ayah Bunda Berlaksa Ada

Tian Di 天地 berpadu, maka sulung dari berlaksa ada pun jadi. Laki-laki dan wanita bersetubuh sesuai Li 禮 maka berlaksa  pun dimulai. Liji IX:III:7 – Jiao tesheng

Pada hakekatnya manusia adalah hati Tian Di 天地. Yang paling mulia di antara wuxing 五行 (lima tubuh – air, tanah, tanaman, binatang, manusia). Mencicipi berbagai makanan, menikmati berbagai nada dan berpakaian berbagai warna seumur hidupnya. Liji VII:III:7 – Liyun

Hanya Tian Di 天地 Ayah Bunda berlaksa ada (wanwu 萬物), hanya manusialah yang memiliki ling 靈 (jiwa) di antara berlaksa wujud. Orang yang paling tulus, cerdas dan bijaksana dijadikan pemimpin. Pemimpin adalah ayah bunda rakyat jelata.  Shujing V:IA:3 – Taishi shang

Tian Di 天地 adalah Ayah Bunda berlaksa ada. Manusia adalah berlaksa ada. Itu sebabnya Tian Di adalah Ayah Bunda manusia. Tian 天 bukan langit yang nampak ketika kita mendongak dan Di 地 bukan bumi yang kita pijak. Kenapa demikian? Langit yang nampak ketika kita mendongak dan bumi yang kita pijak adalah berlaksa ada, bukan Ayah Bunda berlaksa ada. Langit yang nampak ketika kita mendongak dan bumi yang kita pijak namanya Tianxia 天下 (kolong langit). Semua manusia berasal dari sepasang manusia. Sepasang manusia pertama adalah berlaksa ada. Itu sebabnya Tian Di mustahil arwah sepasang manusia pertama. Tian 天 mewahyukan berbagai peta. Di 地 mewujudkan berlaksa ada. Tian adalah Allah yang mahatinggi sementara Di adalah Tuhan Yang mahakuasa. Itulah kebenaran Tiongkok kuno yang tidak dipahami lagi dari generasi ke generasi. Bangsa Tiongkok kuno menyembah Tian Di (Tuhan Allah) sebagai mahaleluhur. Menuduh bangsa Tiongkok kuno menyembah alam (langit dan bumi) sama sekali tidak benar.

Sistem kasta Tiongkok kuno sangat tegas dan gamblang. Ciptaan dikelompokkan menjadi lima tubuh atau wujud (wuxing) yaitu: air, tanah, tanaman, binatang, manusia. Di antara wuxing manusia adalah yang paling mulia. Menyembah alam, tanaman dan binatang yang kastanya rendah berarti memuliakan yang kurang mulia sebagai yang lebih mulia alias menjilat. Selain melanggar Li 禮 (kesusilaan) juga melanggar Yi 義 (kebenaran). Menuduh bangsa Tiongkok kuno menyembah alam, tanaman dan binatang benar-benar mengada-ada. Di luar wuxing tidak ada lagi ciptaan lain. Itu sebabnya, menuduh bangsa Tiongkok kuno menyembah dewa-dewi sama sekali tidak masuk akal.

Setelah mati, orang-orang saleh akan ke nirvana. Orang-orang saleh yang menunda masuk nirvana karena ingin membantu manusia lainnya disebut Bodhisattva (dewa-dewi). Dewa-dewi memiliki kuasa ilahi. Itulah ajaran Agama Budha Mahayana yang masuk ke Tiongkok antara 1 SM – 1 M. Agama Dao (Daojiao 道教) baru lahir di Tiongkok abad 1 Masehi. Daojiao merupakan sikretisme (percampuran) ajaran Budha dan ajaran Tiongkok kuno serta berbagai ajaran lainnya. Agama Dao mengajarkan penyembahan leluhur sebagai dewa-dewi (Bodhisattva). Pada umumnya, umat Dao meyakini bahwa agama Dao adalah penyempurnaan dari agama Tiongkok kuno. Keyakinan demikian sama sekali tidak masuk akal karena Tiandao 天道 (jalan suci –  ajaran agama Tiongkok kuno) bertolak belakang dengan Daojiao (ajaran agama Dao). Daojiao adalah agama yang menyembah dewa-dewi sementara bagi Tiandao, menyembah dewa-dewi namanya menjilat.

Perkabungan Dan Sembahyang Arwah

Ketika orang tuanya meninggal, orang Tionghoa berkabung. Walaupun telah menguburkannya, namun perasaan dukacita itu sama sekali tidak hilang. Itu sebabnya perkabungan pun dilanjutkan.  Perkabungan paling singkat lamanya 3 bulan (sixiaobao 緦小宝), perkabungan menengah lamanya 9 bula (jiuyue 九月) dan perkabungan paling panjang lamanya 3 tahun (sanniansang 三年喪). Hanya anak sulung yang boleh melakukan perkabungan 3 tahun.

Penguburan (zhang 葬) tidak boleh dihentikan walaupun hujan. Tidak ada tanda dan tidak ada pohon. Perkabungan tidak ada cara keduanya. Berlaku dari Tianzi 天子 (raja) sampai shuren 庶人 (rakyat jelata). Liji III:III:2 – Wangzhi

Cengzi berkata, “Seorang teman dikuburkan. Setelah ditumbuhi rumput tidak ditangisi lagi.” Liji IIA:I:8 – Tangong shang

Kuburan tidak boleh ada pusara dan nisannya. Setelah tumbuh rumput, tidak boleh dikunjungi lagi. Kenapa demikian? Karena bangsa Tiongkok kuno percaya bahwa ketika seseorang mati, tubuhnya membusuk menjadi tanah sementara arwahnya kembali kepada penciptanya. Kenapa seseorang mengunjungi kuburan? Karena kangen dan ingin berjumpa dengan almarhum. Bukan karena almarhum tinggal di kuburan. Perasaan kangen kepada almarhum harus dikendalikan dan pelampiasannya harus dibatasi. Pertumbuhan rumput di atas kuburanlah yang dijadikan batas waktunya.

Melakukan sembahyang (ji 祭) berarti meneruskan untuk merawat dan terus berbakti (xiao 孝), sebab berbakti berarti merawat. Taat kepada jalan suci (dao 道) tidak berani mengingkari hubungan keluarga, itulah yang disebut merawat. Itu sebabnya dikatakan seorang anak berbakti akan mewujudkan baktinya kepada orang tua melalui tiga jalan suci yaitu: Ketika orang tuanya hidup, dia merawatnya (yang 養). Ketika orang tuanya meninggal, dia berkabung (sang 喪). Setelah masa perkabungan berlalu dia menyembahyanginya (ji 祭). Ketika merawat dia patuh (shun 順), ketika berkabung dia sedih (ai 哀), ketika sembahyang dia hormat (Jing 敬) dari waktu ke waktu. Dengan menggenapi ketiga jalan suci tersebut dia memenuhi seluruh kewajiban baktinya (xiao 孝). Liji XXII:3 – Jitong

Kematian sama sekali tidak menghapus ikatan cinta kasih dan hormat. Walau pun seseorang telah mati namun perasaan cinta dan hormat kepadanya sama sekali tidak berkurang apalagi hilang. Itulah yang menjadi dasar tradisi perkabungan dan sembahyang arwah bangsa Tiongkok kuno sejak purbakala. Tradisi demikian terus berlangsung dari generasi ke generasi hingga lahir generasi yang merasa kurang puas dengan tradisi demikian. Mereka ingin memberi dan melakukan lebih banyak lagi bagi almarhum bahkan mereka ingin memperlakukannya seolah masih hidup di antara manusia. Orang-orang demikianlah yang mengembangkan tradisi penguburan mewah.

Apa yang mendatangkan kemakmuran di kolong langit (Tianxia 天下)? Apa yang menolak bencana di kolong langit? Apa yang membuat negari dan keluarga serta beratus marga (baixin 百姓) tidak damai sejahtera? Sejak purbakala hingga hari ini, sama sekali tidak ada pengetahuan tentang hal itu. Dari mana kita tahu bahwa yang kita ketahui itu benar? Saat ini, di kolong langit, para ilmuwan (shi) dan susilawan (junzi 君子) sama-sama mempertanyakan dengan sungguh-sungguh, “Apakah tradisi penguburan mewah (Houzang 厚葬) dan perkabungan lama (Jiusang 久喪) di Tiongkok membawa kemakmuran atau justru mendatangkan bencana?” Tentang hal itu, Guru Mozi berkata, “Aku sudah melakukan penyelidikan dengan seksama. Hingga hari ini, tidak ada hukum yang mengharuskan penguburan mewah dan perkabungan lama walaupun hal itu dilakukan oleh negeri dan rumah tangga. Bagi raja (wang 王), pangeran (gong 公) dan pembesar (daren 大人), inilah perkabungannya. Dikatakan: Peti mati harus rangkap dua, peti mati luar (guo 槨) dan peti mati dalam (guan 棺).  Penguburan harus mewah. Pakaian dan jubah harus banyak. Buku, lukisan dan sulaman harus aneka macam. Pusara dan makamnya harus besar dan luas. Demi melayani seorang rakyat jelata yang mati, harus menguras gudang harta keluarga. Demi melayani seorang  rajamuda (zhuhou 諸侯) yang mati, harus menghentikan seluruh roda pemerintahan. Emas, batu giok, batu permata dan mutiara digunakan untuk mempercantik tubuh. Pakaian-pakaian sutra untuk berbagai acara dan musim. Kereta-kereta dan kuda-kuda untuk berbagai medan berbeda juga berbagai jenis tenda. Bejana, genderang, meja kecil, meja panjang dan mangkok, tidak boleh pilih-pilih. Tombak, pedang, hiasan bulu, panji-panji, kereta tempur, baju jirah, sarung tangan, semuanya dikuburkan secara lengkap. Untuk melayani Tianzi 天子 (raja) disertakan Shaxun 殺殉 (orang hidup yang dikubur untuk melayani orang mati) yang terdiri dari beberapa ratus pelayan dan puluhanjandanya.Untuk jiangjun 將軍 (jenderal) dan dafu 大夫 (pembesar) disertakan Shaxun yang terdiri dari beberapa puluh pelayan dan jandanya beberapa orang.Mengenai perkabungan apa yang diharuskan oleh ajaran ini? Disebutkan: Menangislah dengan sedu-sedan tidak terkendali seperti suara orang tua. Kenakan pakaian kabung rami dan ikat kepala putih. Air mata dan ingus tidak boleh diseka. Tinggal di gubuk dan tidur di atas tikar dengan bantal tanah. Berusaha untuk tidak makan agar nampak kelaparan. Menanggalkan pakaian agar nampak kedinginan. Matanya dipicingkan seolah takut melihat sinar. wajahnya gelap dan pucat. Telinganya nampak seolah agak tuli. Tangan dan kaki seolah tak bertenaga dan sulit untuk digerakkan. Juga dikatakan: Jika ilmuwan masyhur (shangshi 上士) berkabung, dia harus dibantu ketika hendak berdiri dan dia menggunakan tongkat ketika berjalan. Semuanya dilakukan hingga genap tiga tahun. Hukum demikian, ajaran demikian, dijadikan sebagai jalan (Dao 道) dan mengharuskan raja, pangeran dan pembesar  menaatinya. Tidak boleh pergi ke pengadilan, kantor lima pelayanan publik dan enam kantor pemerintahan, memerintah pekerja di sawah dan kebun, menghitung hasil panen dan memasukkannya ke lumbung.  Mengharuskan para petani menaatinya. Demi menaatinya, tentu saja tidak boleh pergi dan pulang malam-malam untuk mengurusi sawah dan kebun serta pekerjaan lainnya. Mengharuskan beratus tukang menaatinya. Karena menaatinya, tentu saja tidak boleh memperbaiki perahu, kereta serta barang-barang teknik lainnya. Mengharuskan para istri menaatinya. Karena menaatinya, tentu saja tidak boleh bangun pagi-pagi dan tidur larut malam untuk menenun kain dan menjahit pakaian. Demi penguburan mewah, banyak harta yang ikut dikuburkan. Demi perkabungan lama, banyak pantangan yang harus ditaati dan banyak sembahyang yang harus dijalankan. Harta yang telah terkumpul dikuburkan sementara hasil yang akan didapat kemudian tertunda karena menaati pantangan. Mencari kemakmuran dengan cara demikian ibarat melarang orang bercocok tanam namun menuntut panen. Dengan ajaran demikian, mustahil meningkatkan kemakmuran.” Mozi – Jiezang xia 4

Yang ditulis oleh Mozi (471-391 SM) sangat mengerikan. Menguburkan harta benda bersama jenasah adalah pemborosan namun menguburkan orang-orang hidup untuk melayani orang mati (Shaxun 殺殉) benar-benar kejam dan tidak berperikemanusiaan. Penemuan arkeologi membuktikan bahwa penguburan mewah yang ditentang oleh Mozi memang benar-benar terjadi. Walaupun bukan Tiandao (jalan suci) agama Tiongkok kuno namun hal itu dilakukan baik oleh bangsa Tiongkok kuno.

Para penganut ajaran penguburan mewah (houzang 厚葬) dan perkabungan lama (jiusang 久喪) mengatakan, “penguburan yang mewah dan perkabungan yang lama, walaupun tidak dapat membuat orang miskin menjadi kaya, menjadikan yang sendirian menjadi kumpulan orang, menolak bencana dan malapetaka serta menjadikan negeri yang kacau menjadi damai, namun ini adalah ajaran para Raja Suci (shengwang 聖王).” Guru Mozi berkata,”Tidak benar! Dahulu kala, Raja Yao meninggal ketika melakukan perjalanan ke utara untuk mendidik kedelapan suku Di 狄. Dia lalu dikuburkan di lembah gunung Qiong, ia mengenakan baju dan jubah, semuanya tiga potong. Peti matinya terbuat dari kayu lunak yang diikat dengan tali rami, peti matinya lalu diturunkan ke liang lahat diiringi tangisan kesedihan, liang lahatnya hanya ditutupi dengan tanah, tanpa nisan. Setelah penguburannya, lembu dan kuda bebas berkeliaran di atasnya. Raja Shun meninggal dalam perjalanan ke Timur untuk mendidik ketujuh suku Rong 戎. Ia dikuburkan di kota Nanji, mengenakan baju dan jubah, semuanya tiga potong. Peti matinya terbuat dari kayu lunak yang diikat dengan kain rami. Setelah penguburannya, masyarakat bebas berlalu lalang di atasnya. Raja Yu meninggal dalam perjalanan ke Barat untuk mendidik kesembilan suku liar (Jiuyi 九夷). Dia dikuburkan di gunung Huiji, mengenakan pakaian dan jubah tiga potong, peti matinya dibuat dari kayu Tong yang tebalnya tiga 3 inci yang diikat dengan kain rami. Peti matinya tidak menutup sempurna ketika diikat dan tidak terkubur penuh ketika diturunkan ke liang lahat. Bagian bawahnya tidak dalam agar tidak mengenai mata air sehingga bagian atasnya tidak cukup tebal untuk menahan baunya menyebar, maka di atasnya ditimbun dengan tanah membentuk pusara yang tingginya tiga kaki. Berdasarkan kisah ketiga Raja suci tersebut, bila memikirkannya baik-baik, maka dapat disimpulkan bahwa penguburan mewah (houzang 厚葬) dan perkabungan lama (jiusang 久喪) bukanlah ajaran ketiga Raja Suci ini. Ketiga Raja Suci ini adalah Tianzi 天子 (Anak Tian) yang agung, penguasa bawah langit ini, Bagaimana mungkin merasa kuatir atau tidak mampu untuk membiayai (penguburan mewah)? Pastilah karena inilah ajaran yang benar tentang penguburan orang mati. Mozi Jie – Zang Xia 10

Barang-Barang Sembahyang

Kongzi berkata, “Memperlakukan orang mati sebagai bangkai itu tidak manusiawi. Karena itu, jangan dilakukan. Memperlakukan orang mati sebagai orang hidup itu tidak bijaksana. karena itu jangan dilakukan. Dikatakan: Bambu tidak dianyam dengan sempurna, keramik tidak dibakar hingga matang, kayu tidak dipotong dengan sempurna. Kecapi dan biolanya bersenar, namun nadanya rancu. Serulingnya dibuat secara lengkap tetapi suaranya tidak harmonis. Lonceng dan batu musik dibuat tanpa rak dan kuda-kuda. Semua itu disebut barang rohani (Mingqi 明器) untuk melayani makluk roh (Shenming 神明). Liji IIA:III:3 – Tangong shang

Kongzi mengatakan bahwa orang yang mengajarkan penggunaan barang rohani (mingqi 明器) adalah orang yang benar-benar memahami jalan suci perkabungan (shangdao 喪道). Barang-barang tersebut nampak asli, namun tidak dapat digunakan. Ah..! Menggunakan barang-barang asli bagi orang mati, hal itu dapat mendorong orang untuk menguburkan orang hidup.  Liji IIB:I:44 – Tangong xia

Youzi 有子 sedang berdiri bersama Ziyou 子游 ketika melihat seorang anak sedang melampiaskan emosinya. Youzi lalu berkata kepada Ziyou, “Aku tidak dapat memahami orang dewasa yang menyatakan kesedihan karena kematian dengan menangis sambil menghentak-hentakan kakinya. Sejak lama aku ingin menghapus kebiasaan itu. Menurutku, dalam berkabung, cukup asal menyatakan kesedihan yang mendalam.” Ziyou berkata, “Kesusilaan (Li 禮) dimaksudkan untuk meredam emosi, juga dimaksudkan untuk membangkitkan emosi. Suku Rong 戎 dan Di 狄 memiliki tradisi untuk membiarkan emosi meluap bebas tanpa kendali.  Hal itu tidak sesuai dengan jalan suci kesusilaan (Lidao 禮道). Seseorang yang sedang merasa bahagia akan merasa gembira. Karena merasa gembira, ia terdorong untuk menyanyi, ketika menyanyi ia terdorong untuk menari, ketika menari ia akan membiarkan emosinya meluap, setelah emosinya menguap ia akan merasa sedih, untuk mengungkapkan kesedihannya ia akan berkeluh-kesah, ketika berkeluh-kesah ia akan terdorong untuk meluapkan kesedihannya dengan memukul-mukul dada, ketika memukul-mukul dada ia terdorong untuk menghentak-hentakkan kakinya. Yang mengendalikan semua itu adalah kesusilaan (Li). Ketika menghadapi jasad orang mati, muncul perasaan takut dan tidak berdaya yang dapat membuat orang putus asa. Kebiasaan untuk menutup jenasah dengan kain, memasang tabir dan menghias peti mati dimaksudkan agar orang tidak merasa takut. Ketika seseorang meninggal, disajikan dendeng kering seolah akan melakukan perjalanan jauh. Ketika dikubur, kepadanya disajikan bermacam-macam sajian. Setelah dikuburkan, kepadanya disajikan berbagai makanan. Orang yang mati itu tidak ikut makan semua makanan yang disajikan baginya, namun kebiasaan ini dilakukan dari generasi ke generasi tanpa perbantahan. Semua itu dimaksudkan agar orang tidak merasa putus asa ketika menghadapi kematian. Itulah makna dibalik tata cara penguburan dan perkabungan. Menurutku, kecamanmu karena engkau salah dalam memahami tradisi.” Liji IIB:II:8 – Tangong xia

Melayat Dan Berdukacita

hidup adalah masa depan
mati itu masa lalu
Liji IA:IV:7:35 Quli shang

Yang mengerti hidup,
melayat
yang memamahami mati,
berkabung
Yang mengerti hidup 
namun tidak memahami mati,
melayat
namun tidak berkabung
Yang memahami mati
namun tidak mengerti  hidup
berkabung
namun tidak melayat
Liji IA:IV:7:36 Quli shang

Melayat
namun tak mampu menyokong,
jangan bertanya
berapa biayanya?
membesuk
namun tak mampu memberi oleh-oleh,
jangan bertanya
apa yang dirindukan?
berjumpa pengelana
namun tak mampu memberi tumpangan,
jangan bertanya
di mana akan menginap?
Liji IA:IV:8:37 Quli shang

Kerabatku sekalian, kenapa melayat? Anda melayat untuk menghibur orang yang kematian namun tidak berdukacita sama sekali atas kematian tersebut. Apabila berdukacita karena memiliki ikatan dengan almarhum maka anda tidak melayat namun berkabung. Melayat dan berkabung namanya mengerti hidup dan memahami mati. Mengerti hidup maka melayat untuk menghibur yang kematian. Memahami mati maka merasa empati dengan yang berkabung. Mengerti hidup maka merasa sedih dan kehilangan. Memahami mati maka mengendalikan perasaan.

Apa yang dibawa ketika melayat? Anda membawa uang dan bunga dengan ucapan turut berdukacita. Uang untuk menyokong biaya perkabungan dan penguburan. Bunganya untuk siapa? Karena ucapannya “Turut berdukacita” maka kita tahu bahwa bunga itu untuk yang berkabung. Bila untuk yang mati, ucapannya mungkin, “Selamat jalan!”  atau “Hati-hati di jalan!” Bunganya untuk apa? Kenapa bunga? Kenapa bukan buah? Kenapa tidak bulu? Kenapa bukan burung?

Orang Kristen umumnya meletakkan sebuah Alkitab di samping jenasah. Untuk apa Alkitab diletakkan di sana? Untuk dibaca oleh almarhumkah? Selain Alkitab, juga ada barang-barang lain yang disertakan ke dalam peti mati. Apa yang dilakukan orang Kristen ketika tutup peti mati? Handai taulan dan pelayat memercikkan minyak wangi ke tubuh almarhum, bukan? Untuk apa memercikkan minyak wangi? Untuk mencegah bau busukkah? Kenapa minyak wangi? Kenapa bukan minyak angin? Kenapa tidak minyak goreng? Kenapa bukan minyak tanah? Kenapa mengadakan kebaktian penghiburan? Kenapa harus kebaktian? Kenapa menyanyi?

Bagaimana dengan kuburan Kristen? Tubuh yang telah mati akan membusuk jadi tanah, bukan? Kenapa jenasah dimasukkan ke dalam peti mati? Kenapa tidak dibungkus seperti lemper saja? Untuk apa membangun pusara dan mendirikan nisan? Apakah orang mati tinggal di kuburan? Kenapa menziarahi kuburan? Kenapa membersihkan kuburan lalu menaburkan bunga? Apakah almarhum hadir waktu handai taulannya berkunjung?

Mengirim bunga duka cita, meletakkan Alkitab di samping almarhum, memercikkan minyak wangi waktu tutup peti, mengadakan kebaktian penghiburan, membersihkan dan menaburkan bunga waktu ziarah kuburan. Siapa yang menentukan tata-cara demikian? Kenapa melakukannya? Apa maknanya? Apakah anda tahu maknanya? Pernahkah mencari tahu? Pernahkah mempertanyakannya? Karena banyak yang melakukannya maka menganggapnya kebenaran. Karena sering dilakukan maka menyangka itulah hal yang benar untuk dilakukan. Anda tidak pernah mempertanyakannya, bukan? Melakukannya tanpa mempertanyakannya artinya melakukannya karena tradisi. Bagaimana bila ada yang menuduh anda menyembah arwah karena melakukan semua itu? Anda pasti menyebutnya gila. Kenapa demikian? Karena anda melakukan semua itu bukan untuk menyembah arwah. Bila demikian, kenapa anda melakukannya? Ha ha ha ha ha …. Semua orang Kristen yang saya tanyai mengaku melakukan semua itu untuk menyatakan cinta kasih dan menghormati almarhmum.  Namun, sampai hari ini, walaupun banyak yang pandai mengarang jawaban namun tidak ada satu pun yang mampu menjelaskan dengan gamblang, kenapa mengungkapkan cinta kasih dan hormat harus dilakukan dengan cara demikian?

Orang Tionghoa tidak menggunakan bunga namun mengucapkan turut berduka cita dengan menuliskannya pada kain berwarna biru tua dan hitam. Di rumah duka kain-kain itu lalu di pajang dengan digantung. Orang Tionghoa tidak menggunakan minyak wangi. Untuk wangi-wangian mereka menggunakan dupa (hio). Orang Tionghoa tidak menyertakan Alkitab dan barang-barang lainnya ke dalam peti mati karena meyakini bahwa memberikan barang-barang orang hidup untuk melayani orang mati itu melanggar kesusilaan dan kebenaran. Mereka membakar mingqi (barang-barang tiruan) dan menyajikan makanan. Orang Tionghoa tidak mengadakan kebaktian penghiburan dengan dengan liturgi Kristen namun menurut tata ibadah mereka. Ketika ziarah ke kuburan, orang Tionghoa tidak menaburkan bunga namun menyajikan makanan dan membakar mingqi (barang-barang tiruan). Kebanyakan orang Tionghoa generasi ini, sama seperti orang Kristen generasi ini, melakukan semuanya karena tradisi, tanpa memahami maknanya dengan sempurna. Sama-sama melakukannya karena tradisi. Sama-sama tidak tahu maknanya dengan sempurna. Sama-sama menyatakan melakukan semua itu bukan untuk menyembah arwah. Sama-sama menyatakan melakukan semua itu mengungkapkan cinta kasih dan hormat kepada almarhum. Karena caranya berbeda maka anda menuduh mereka menyembah arwah?

Handai taulanku sekalian, tahukah anda bahwa semua yang dilakukan oleh orang hidup baik ketika berkabung, menguburkan maupun menziarahi kuburan sama sekali tidak berguna bagi almarhum? Namun, itulah cara orang hidup melampiaskan dukacita dan mengungkapkan cinta kasih sseta hormat kepada almarhum. Kita melakukan semua itu karena merasa nyaman ketika melakukannya. Kita melakukannya karena hal itu biasa dilakukan. Kita melakukannya karena menganggap hal itu baik untuk dilakukan. Itu bukan menyembah arwah juga bukan memuliakan jenasah.

Kerabatku sekalian, salah satu adik perempuan saya sudah meninggal 8 tahun yang lalu. Dia adalah kesayangan keluarga kami. 17 tahun kami menemaninya menjalani hidup dengan penyakit lupus. 6 kali kami menemaninya bertarung menghadapi maut dan menang. Kali ke 7, dia memutuskan untuk rela pulang ke seberang langit biru bila memang sudah waktunya. Kami pun memutuskan rela melepasnya pulang ke rumah Bapa.

Sampai hari ini saya masih merindukannya. Namun, sejak menguburkannya, saya tidak pernah menziarahi kuburannya. Banyak handai taulan Kristen yang menganggap perilaku demikian kurang baik karena tidak mencerminkan kasih. Mereka tidak tahu bahwa alasan saya tidak menziarahi makamnya bukan karena tidak merindukannya lagi atau sudah berhenti menyayanginya namun karena merasa tidak tega mengunjungi kuburannya lalu membayangkan jasadnya terkubur di sana sendirian, kesepian dan membusuk menjadi tanah. Namun, percayalah, bila suatu saat nanti mengunjungi makamnya, maka saya pasti membawa nasi padang kesukaan kami lalu menyajikannya dan makan seolah-olah dia ikut menikmatinya. Ketika penyakitnya menjadi sangat berat, di rumah sakit, dua hari sebelum pulang ke seberang langit biru, pada malam itu adik saya menyatakan kepada saya keinginannya untuk makan nasi padang. Saya belum memenuhi keinginannya itu sampai hari ini. Tidak akan pernah mampu memenuhi keinginannya lagi.

hanya nasi padang
nasi
sambel
daun singkong
telur bulat
rendang ayam
hanya 
tak mampu memenuhinya

About these ads

Share this:

Facebook76

Related

Bengcu Menggugat Perayaan Peh Cun Di Mata Seorang Tionghoa Kristen

In "Agama Tionghoa"

Bengcu Mengungkap Kisah Penciptaan Tiongkok Kuno dan Alkitab 1

In "Agama Tionghoa"

Bengcu Menggugat Meja Sembahyang Leluhur Di Mata Seorang Tionghoa Kristen

In "Agama Tionghoa"

02/04/201125 Replies« PreviousNext »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Name*

Email*

Website

Comment 

 Notify me of new comments via email.

 Notify me of new posts via email.

advocaat88 on 15/03/2012 at 3:49 pm

 

0

 

0

 

Rate This

Menanggapi penggunaan kata “pewaris”

Shuzi 庶子 (bukan anak sulung) tidak melakukan sembahyang korban (ji 祭) meskipun dia adalah penerus (zong 宗). Shuzi tidak boleh melakukan perkabungan anak sulung (zhangzi 長子) tiga tahun karena dia bukan pewaris leluhur (zu 祖). Liji XIV:13 – Dazhuan

Pewaris dalam artian ini berarti orang yang mewarisi, padahal tidak demikian. Hal ini merupakan kesalahan dalam penggunaan bahasa, yang bahkan secara global dipakai oleh media pers nasional pada umumnya, misalnya tentang berita pernikahan Kate Middleton dan Pangeran William, pada umumnya pers menyatakan bahwa Pangeran William merupakan pewaris. Yang benar seharusnya ahli waris.

Secara tata bahasa Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut, menurut KBBI :
pe·wa·ris: n orang yg mewariskan;
me·wa·ris·kan: v 1 memberikan harta warisan kpd; meninggalkan sesuatu kpd: gurunya ~ ilmu silat kepadanya; 2 menjadikan orang lain menjadi waris;
wa·ris: n orang yg berhak menerima harta pusaka dr orang yg telah meninggal;
wa·ris·an: n sesuatu yg diwariskan, spt harta, nama baik; harta pusaka: ia mendapat ~ yg tidak sedikit jumlahnya;

Secara hukum, dalam hukum perdata pada prakteknya orang yang mewarisi itu dinamakan ahli waris, jadi seiring dan sejalan dengan definisi yang dibuat oleh KBBI. Jadi tidak akan ada anak yang disebut sebagai pewaris harta dari orang tua kandungnya, ataupun janda disebut sebagai pewaris atas harta yang ditinggalkan oleh suaminya.

Merujuk contoh tentang Pangeran William di atas, dia seharusnya disebut ahli waris, sedangkan pewaris itu seharusnya neneknya Ratu Elizabeth.

Demikianlah sedikit kesalahan redaksional yang sangat fatal yang dipakai oleh hampir semua orang bahkan tidak terkecuali pers beserta koreksi atasnya.

Terima Kasih.

Reply

hai hai bengcu on 15/03/2012 at 6:52 pm

 

0

 

0

 

Rate This

@hai hai bengcu, terima kasih atas koreksinya. Sudah saya EDIT jadi benar.

Reply

Amelia on 09/08/2014 at 4:22 pm

 

0

 

0

 

Rate This

Maaf saya ingin bertanya bisa tidak? Saya ingin bertanya apakah jika ayah kandung meninggal belum genap 3 tahun, si anak boleh menikah tidak karena kata saudara saya hal itu tidak boleh. Terima kasih. Anak yg saya maksud anak bungsu laki-laki.

Reply

hai hai bengcu on 10/08/2014 at 4:01 am

 

0

 

0

 

Rate This

Amelia, agama Tiongkok kuno yang saya maksudkan adalah agama Tiongkok kuno yang ada sampai zaman Mengzi, murid dari cucu Khonghucu hidup. Setelah itu, kesusilaan tidak diajarkan secara lengkap lagi bahkan disesatkan. Perlu anda ketahui bahwa sembahyang arwah tidak pernah dikaitkan dengan REJEKI dan nasib BAIK. Sembahyang arwah adalah CARA orang hidup menyatakan CINTA KASIH dan HORMAT kepada orang MATI dengan alasan IKATAN kekeluargaan dan saling MENGENAL. BERKABUNG adalah cara untuk MELAMPIASKAN dukacita atau kesedihan karena ditinggal mati.

Karena alasan tersebut di ataslah maka dilakukan PEMBATASAN agar TIDAK berlebihan.

berkabung tiga tahun HANYA boleh dilakukan oleh ANAK SULUNG atau PEWARIS. Yang bukan anak sulung dan bukan pewaris TIDAK boleh melakukannya. alasan ditetapkannya TIGA tahun adalah ANAK-ANAK tidak berdaya dan bergantung sepenuhnya kepada orang tuanya selama TIGA tahun usianya. Berkabung TIGA tahun HANYA dijalankan 2 tahun saja. Sama seperti orang Tionghoa menghitung UMUR. Begitu lahir, bayi BERUMUR 1 tahun. Begitu meninggal, itulah TAHUn pertama berkabung.

Pertanyaan anda saya sempurnakan menjadi, “Bolehkah keluarga yang sedang melakukan perkabungan 3 tahun melaksanakan pernikahan?” Tentu saja BOLEH. Kenapa demikian? Karena BERKABUNG 3 tahun bukan KEHARUSAN namun PEMBATASAN. Artinya orang Tionghoa HANYA boleh BERKABUNG paling LAMA 3 tahun. Bila anda memiliki JIWA yang besar sehingga TIDAK BERDUKA CITA lagi, untuk apa BERLAGAK masih berkabung? Bila anda TIDAK berkabung lagi namun BERLAGAK berkabung itu namanya MENJILAT.

Reply

← Older Comments

Blog Stats1,920,824 hitsEmail Subscription

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 301 other followers

Categories Select Category Adidas  (18) Agama Tionghoa  (25) Alkitab  (5) Anak  (14) Anjing  (3) Apologetika  (29) Baptis dan Sabat  (11) Blog Review  (2) Buddha  (8) Budi Asali  (12) BUKU  (11) Cerpen dan Lucu  (29) Cinta dan Sex  (28) Daud Tony  (18) Dukunisme  (16) Eskatologi  (4) GBI  (3) Gereja JKI  (6) GKI Yasmin  (51) HIpnoterapi  (12) Iman  (1) Ioanes Rakhmat  (6) Katolik  (10) Kematian  (11) Keselamatan  (31) Kisah Indah  (37) Kristen  (1) Kristologi  (44) Lucu  (1) Mujizat  (10) Mujizat Palsu  (16) Narkoba  (2) Olahraga  (4) Paskah  (9) Penciptaan  (18) Penipuan Oen Tay Joeng  (21) Politik  (37) Roh Kudus  (7) Satanologi  (14) Sesat  (19) Syair  (13) Tokoh  (3) Tritunggalisme  (14) YHWH  (29) Top Posts & PagesPenipuan Philip Mantofa Tentang Jamahan Roh KudusBengcu Menggugat Karena Philip Mantofa Nabi PalsuBuku Bengcu Menggugat Teologi Alam Roh Di Mata Seorang Tionghoa KristenBengcu Menggugat Karena Philip Mantofa Bersaksi PalsuBengcu Menggugat Meja Sembahyang Leluhur Di Mata Seorang Tionghoa KristenRecent PostsPenipuan Philip Mantofa Tentang Jamahan Roh KudusYang Jadi Menjadi Yang Dijadikan MenjadikanMembongkar Kedok YHWH Di Gunung SinaiIman Pengalaman PengetahuanKatolik Membodohi Umat Kristen Membodohi AllahArchives Select Month   March 2015  (5)  February 2015  (15)  January 2015  (5)  December 2014  (9)  November 2014  (2)  October 2014  (6)  September 2014  (6)  August 2014  (1)  July 2014  (8)  June 2014  (8)  May 2014  (4)  April 2014  (6)  March 2014  (7)  February 2014  (6)  January 2014  (14)  December 2013  (10)  November 2013  (11)  October 2013  (4)  September 2013  (8)  August 2013  (5)  July 2013  (5)  June 2013  (4)  May 2013  (8)  April 2013  (3)  March 2013  (5)  February 2013  (7)  January 2013  (8)  December 2012  (8)  November 2012  (5)  October 2012  (4)  September 2012  (5)  August 2012  (7)  July 2012  (6)  June 2012  (12)  May 2012  (4)  April 2012  (2)  March 2012  (2)  February 2012  (1)  January 2012  (12)  December 2011  (4)  November 2011  (4)  October 2011  (4)  September 2011  (7)  August 2011  (6)  July 2011  (2)  June 2011  (3)  May 2011  (7)  April 2011  (3)  March 2011  (7)  February 2011  (265) Blogrolla house in the middle of nowhere 0Beautiful Blog of Merry Min 0Biblos Online Bible 0BLOSAS 0Catatan Arie Saptaji 0Corat-coret Bahasa 0jennydewriter 0Kamus Bahasa Indonesia 0Kamus Bahasa Inggris 0Kamus Bahasa Mandarin 0paulus miki sucahyo open mind.com weblog 0Purnawan Kristanto All about writing minister 0Purnawan Kristanto Comunicate Good News in Good Ways 0Purnawan Kristanto Ngudarasa Ngalor Ngidul 0Sabda Alkitab 0Samuel Franklyn Best blog 0Samuel Franklyn Fighting the Good Fight 0The elegance Juliamt's Weblog 0

View Full Site

Blog at WordPress.com.

Now Available! Download WordPress for Android

0 komentar

Kristen Ideal 4 Peh Cun /Bakcangan dimata Kristen Tionghoa


Di Tiongkok kuno, saat raja Yao (2358-2258 SM) memerintah, kalender sudah ditemukan. Di dalam satu tahun, ada satu hari yang dikuduskan oleh bangsa Tionghoa kuno sebagai hari Suci atau Agung. Pada hari itu mereka menyembah Shangdi, RAJA segenap raja. Karena kesucian dan keagungannya, maka pada hari itu, mereka yang kematian pun tidak berani menangis apalagi berkabung. Sampai generasi ini, hari tersebut masih dirayakan namun sayang, selain telah kehilangan keagungan dan kesuciannya juga telah kehilangan maknanya. Hari itu adalah tanggal lima bulan lima kalender Tionghoa. Hari itu adalah hari yang siangnya paling lama sepanjang tahun. Dalam generasi ini, di Indonesia, hari itu disebut hari Peh Cun atau hari makan bakcang. Dalam tahun ini, hari itu adalah tanggal 12 Juni 2013 (16 Juni 2010 saat blog ini ditulis).

Makna Perayaan Peh Cun

Peh cun dalam bahasa Hokian artinya mendayung kapal. Perayaan Peh cun juga disebut Duanwu jie yang artinya perayaan musim panas. Orang-orang Tionghoa umumnya merayakan Peh cun dengan melakukan kegiatan:

1.    Lomba Perahu Naga
2.    Makan Bakcang
3.    Menggantung Rumput Ai dan Changpu di depan rumah
4.    Mandi Tengah Hari

Tentang makna perayaan Pe Cun, dewasa ini ada tiga teori yang diajarkan yaitu:

1.    Perayaan Kematian Quyuan

Sima Qian di dalam kitab Shiji (sejarah) mencatat tentang  Quyuan (339-277 SM), menteri negeri Chu yang jujur, cerdik dan penuh dedikasi. Karena intrik politik dia lalu dipecat dan diusir oleh rajamuda. Karena putus asa dia lalu bunuh diri dengan terjun ke sungai Yuluo pada tanggal lima bulan lima kalender Tionghoa. Sebagian orang Tionghoa generasi ini meyakini bahwa Peh Cun adalah perayaan hari kematian Quyuan.

2.    Perayaan Kematian Wu Zixu

Ketika ayahnya, Wushe seorang guru istana kena fitnah, Wushang kakaknya berusaha menyelamatkannya namun gagal. Seluruh anggota keluarganya pun dibantai namun Wu Zixu (526-484 SM) berhasil melarikan diri ke negeri Wu kemudian mengabdi kepada rajamuda Wuwang Helu. Ketika  Wuwang Helu meninggal dia digantikan oleh Wuwang Fuchai.

Wuwang Fuchai bukan rajamuda yang bijaksana itu sebabnya dia sama sekali tidak menghargai Wu Zixu. Ketika berhasil menang dalam sebuah pertempuran melawan negeri Qi, Wuwang Fuchai mengadakan pesta besar-besaran untuk merayakannya. Wu Zixu kehilangan kesabarannya dan menegur rajamuda dengan keras di hadapan para undangan. Rajamuda marah bukan kepalang lalu menjatuhkan hukuman kepada Wu Zixu untuk melakukan bunuh diri dan mayatnya dibuang ke sungai.

Menurut cerita, pada masa pemerintahan Wuwang Helu, negeri Wu sangat makmur. Wu Zixu memerintahkan rakyat untuk mengukus beras lalu menumbuknya untuk kemudian dicetak menjadi batu bata. Batu bata beras itu ditumpuk lalu dilapisi dengan batu bata asli sehingga menjadi tembok kota.

Sepuluh tahun setelah Wu Zixu mati bunuh diri, negeri Wu diserang oleh negeri Yue. Kalah perang dan gagal panen menyebabkan negeri Wu dilanda kelaparan. Seorang pejabat istana ingat pesan Wu Zixu, “Bila terjadi bencana kelaparan, rubuhkanlah tembok kota bagian dalam karena batu batanya adalah dodol yang bisa di makan.” Sebagian orang Tionghoa generasi ini meyakini bahwa Peh Cun adalah perayaan untuk menghormati kematian Wu Zixu.

3.    Sembahyang Arwah Suku Yue

Sebagian Sinolog mengajarkan bahwa perayaan Peh Cun adalah perayaan suku Yue yang hidup di Tiongkok selatan. Menurut catatan sejarah, perayaan itu sudah ada pada jaman dinasti Qin (221-206 SM), untuk menghormati arwah nenek moyang. Dalam perjalanan waktu, perayaan itu pun lalu dirayakan oleh seluruh bangsa Tionghoa.

Perayaan Peh Cun Di Mata Seorang Tionghoa Kristen

Handai taulan sekalian, mohon maaf, tanpa mengurangi rasa hormat, menurut saya, orang-orang yang mengajarkan makna perayaan Peh Cun sebagai peringatan atau penghormatan atas kematian Quyuan atau Wu Zixu atau sembahyang arwah leluhur suku Yue benar-benar TIDAK memahami sejarah dan kebudayaan Tionghoa kuno.

Hanya Tian Di Ayah Bunda berlaksa ada, hanya manusialah yang memiliki ling (jiwa) di antara berlaksa wujud. Orang yang paling tulus, cerdas dan bijaksana dijadikan raja. Raja adalah ayah bunda rakyat jelata.  Shujing V:IA:3 – Taishi shang

Enam Kesusilaan (Liuli) meliputi: Upacara pengenaan topi atau akil balik (guan); Upacara perkawinan (hun); Upacara perkabungan (sang); Upacara sembahyang (ji); Perayaan pesta rakyat (xiang); Upacara menerima tamu (xiangxian). Tujuh ajaran (qijiao) meliputi etika pergaulan antara: Ayah dan anak; Kakak dan adik; Suami dan istri; Penguasa dan pejabat; Yang tua dan yang muda; Teman dan sahabat. Delapan asas pemerintahan (bazheng) meliputi: Pangan; Papan; Struktur pemerintahan; Sistem pengelompokan; Satuan ukuran panjang; Satuan ukuran berat;  Satuan berhitung; Undang-undang. Liji III:V:28  – Wangzhi

Raja Suci (shengwang) menetapkan tatacara sembahyang korban (ji) dan sembahyang pemujaan atau penghormatan (shi). Yang berjasa menegakkan hukum di antara masyarakat disembahyangi (Shi). Yang gugur mengemban tugas negara disembahyangi. Yang berjasa besar kepada negara disembahyangi. Yang berhasil mengatasi bencana alam besar disembahyangi. Yang berhasil memadamkan pemberontakan besar disembahyangi. Konon kaum Lishan memimpin kolong langit karena putra mereka yang bernama Nong mengajarkan cara membudidayakan beratus biji-bijian. Dinasti Xia menolaknya. Dinasti Zhou menentang penolakan itu dan melanjutkan menyembahyanginya dengan gelar Ji (dewa pertanian). Kaum Gonggong berhasil menyatukan kesembilan negeri. Anak itu namanya Houtu. Karena jasanya mempersatukan kesembilan negeri, dia disembahyangi dengan gelar She (dewa bumi). Diku mampu memetakan rasi bintang dan mengajar rakyat untuk memanfaatkannya. Yao menyusun sistem hukum yang adil dan menegakkannya di antara rakyat. Shun sekuat tenaga mengajak rakyat bekerja keras hingga meninggal di hutan. Gun gagal mengatasi bencana banjir hingga dipenjara seumur hidup namun Yu puteranya mampu menggenapi pekerjaannya. Huangdi mendapatkan nama harum karena menciptakan beratus peralatan. Zhuanxu mampu melanjutkan pekerjaan Qi (menteri pendidikan Yao) dalam memajukan pendidikan masyarakat. Ming (menteri pekerjaan umum Yao) sekuat tenaga menjalankan tugasnya hingga mati tenggelam karena banjir. Tang sangat terkenal karena berhasil membebaskan rakyat dari penderitaan. Wenwang memerintah dengan bijaksana. Wuwang mengerahkan balatentaranya untuk membebaskan rakyat dari penindasan. Mereka semuanya melakukan jasa kepada masyarakat. Ibarat matahari, bulan dan bintang kejora, itu sebabnya rakyat sangat menghormati mereka. Gunung, hutan, sungai, lembah, bukit dan pegunungan adalah tempat manusia mendapatkan segala kebutuhannya. Yang bersalah kepada masyarakat menurut hukum tidak boleh disembahyangi. Liji XX:9 – Jifa

Pada hakekatnya, tidak perlu menjadi ahli sejarah dan kebudayaan Tionghoa kuno untuk memahami bahwa Perayaan Peh Cun MUSTAHIL adalah perayaan untuk memperingati atau menghormati Quyuan atau Wu Zixu atau Sembahyang Arwah Suku Yue. Anda perlu memahami ketiga ayat tersebut di atas.

Hanya Tianzi (Anak Tian – Anak Tuhan) alias raja yang BERKUASA untuk menetapkan Enam Kesusilaan (Liuli), Tujuh ajaran (qijiao) dan Delapan asas pemerintahan (bazheng).  Hanya Tianzi  PULA yang BERKUASA untuk menetapkan tata sembahyang.  Tanpa KETETAPAN Tianzi MUSTAHIL bangsa Tiongkok kuno merayakan Peh Cun untuk memperingati atau menghormati Quyuan atau Wu Zixu atau Sembahyang Arwah Suku Yue. Yang berani melanggar KETETAPAN itu dianggap melanggar JALAN SUCI TUHAN alias Tiandao. Orang-orang demikian HARUS MATI.

Sanhuang Wudi

Dinasti Xia (2205-1766 SM) adalah dinasti pertama Tiongkok kuno yang didirikan oleh raja Yu. Jaman sebelum dinasti Xia disebut jaman Sanhuang (Tiga (raja) Agung)  Wudi (Lima (kaisar) Suci). Menurut Sima Qian, di dalam kitab sejarah (Shiji), ketiga raja agung itu adalah:

1.    Tianhuang (Tian yang agung)
2.    Dihuang (Di yang agung)
3.    Renhuang (manusia yang agung) alias Taihuang (Besar Agung)

Sementara kelima kaisar suci itu adalah:

1.    Huangdi
2.    Zhuanxu
3.    Diku
4.    Yao
5.    Shun

Kitab sejarah Chunqiu yundou shu dan Chunqiu yuanming bao mencatat bahwa ketiga raja agung itu adalah:

1.    Fuxi
2.    Nuwa
3.    Shennong

Tiga dinasti agung Tiongkok kuno adalah:

1.    Xia 2205-1766 SM
2.    Shang (1766-1122 SM)
3.    Xizhou (1122-256 SM)

Raja Yao dan Kalender

Yao adalah seorang raja yang cerdas, bijaksana dan panjang akal serta mashyur di kolong langit. Ia siap mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaannya kepada Shun, maka ditulislah Yaodian (kitab Yao). Shujing I:1 – Yaodian

Raja Yao memerintahkan Xi dan He, “Muliakanlah Haotian (Tuhan Yang  Mahasuci), catatlah peredaran matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planet lalu ajarkanlah dengan penuh hikmat kepada rakyat  tentang waktu. Shujing I:I:3 – Yaodian

Baginda berkata, “Ingatlah! Kalian, Xi dan He, satu tahun terdiri dari tiga ratus enam puluh enam hari. Dengan memperhatikan kelebihan sebulan (runyue) setiap empat tahun, tetapkanlah empat musim secara tepat sepanjang tahun untuk menjamin beratus pekerjaan mencapai tujuannya dengan gemilang. Shujing I:I:8 – Yaodian

Pada jaman raja Yao (2358 – 2258 SM) kalender Tionghoa sudah ditemukan. Ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan kepada kita BETAPA akuratnya kalender Tionghoa pada jaman raja Yao.

Hari SUCI Bangsa Tionghoa Kuno

Persembahan korban bakaran (ji 祭) di Jiao 郊. Menyambut datangnya hari terpanjang dalam setahun. Mengucap syukur agung kepada Tian 天 yang empunya matahari. Tempatnya di perbatasan kota bagian selatan. Tempat hangat dan terang. Di lapangan yang disapu bersih Persembahan korban bakaran dilakukan. Untuk menunjukkan kealamiahan. Peralatannya menggunakan belanga tanah liat sebagai simbol Tian 天 dan Di 地. Tempatnya di perbatasan, itu sebabnya disebut altar perbatasan. Hewan korbannya berbulu merah, warna yang paling dimuliakan. Mengorbankan binatang korban untuk menunjukkan penghormatan yang tulus. Liji IX:II:2 – Jiao tesheng

Pada hari sembahyang, Raja mengenakan topi kulit, mendengarkan petunjuk pemimpin upacara, menunjukan kepada rakyat betapa khusuknya atasan mereka. Yang sedang berkabung tidak menangis, tidak ada yang berani mengenakan pakaian berkabung. Jalan-jalan diperciki dengan air, disapu bersih dan tanahnya dibalik.  Di kampung-kampung, obor dinyalakan di atas pematang-pematang sawah. Tanpa perintah rakyat meneladani atasannya. Liji IX:II:5 – Jiao tesheng

Hukum sembahyang korban (jifa). Kaum Youyu (Shun) menyertakan Huangdi dalam sembahyang korban Di dan menyertakan raja Ku dalam sembahyang korban jiao. Zhuanxu sebagai nenek moyang dan Yao sebagai teladan. Dinasti Xia menyertakan raja Huangdi dalam sembahyang korban Di dan Gun (ayah Yu) dalam sembahyang korban jiao. Zhuanxu sebagai nenek moyang dan Yu sebagai teladan. Orang-orang Yin (Shang) menyertakan Ku dalam sembahyang korban Di dan Ming (menteri pekerjaan umum Yao yang gugur dalam menangani banjir) dalam sembahyang korban jiao. Qi (menteri pendidikan Yao) sebagai nenek moyang dan dan Tang sebagai teladan. Orang-orang Zhou menyertakan Ku dalam sembahyang korban Di dan menyertakan Ji (Menteri pertanian Yao) dalam sembahyang korban jiao. Wenwang sebagai nenek moyang dan Wuwang sebagai teladan. LiJi XX:1 – Jifa

Bila lembu Di tidak diberkahi dapat digunakan untuk lembu menteri Ji. Lembu Di harus disucikan selama tiga bulan. Lembu Ji asal layak. Demikianlah dibedakan pengabdian (shi) kepada Tianshen dan kepada rengui (arwah). Liji IX:II:7 – Jiao tesheng

Handai taulan sekalian, altar Jiao adalah altar paling suci bangsa Tionghoa kuno. Sembahyang Jiao adalah sembahyang paling AGUNG bangsa Tionghoa kuno. Karena kesucian dan keagungannya, maka pada hari sembahyang Jiao, yang kematian pun tidak berani menangis apalagi berkabung. Hari sembahyang Jiao adalah hari terpanjang dalam setahun hari itu adalah tanggal lima bulan lima kalender Tionghoa.

Handai taulan sekalian, Peh Cun adalah hari SUCI bangsa Tionghoa karena pada hari itu Tianzi memimpin seluruh bangsa Tionghoa menyembah Shangdi, RAJA segala raja. Pada jaman dinasti Zhou, yang dipercaya untuk melayani Shangdi dalam sembahyang Jiao adalah menteri Ji, bukan Quyuan juga bukan Wu Zixu apalagi nenek moyang suku Yue. Siapa yang melanggar ketetapan hari suci sembahyang Jiao, dia harus MATI.

Sembahyang Jiao Tidak Dilakukan Lagi

Bila kita mempelajari tentang Raja kuno Shun, maka inilah yang dikatakan; Raja Shun ibarat bunga yang mekar (Zhonghoa) di hadapan raja. rendah hati, setia, terpelajar, cerdas, ramah, sopan, jujur. Kebajikannya sangat termashur, itu sebabnya ia di anugrahi firman (ming) untuk memangku jabatan. Shujing II:I:1 – Shundian

Lalu dibebankan pada anak kecil ini (Xiaozi), perintah firman Tuhan yang gemilang dan berkuasa (Tianming mingwei ). Tidak berani mengampuni. Memberanikan diri menggunakan seekor lembu jantan hitam, memberanikan diri mengadu kepada Shangtianshenhou (Tuhan Yang Mahatinggi Raja Roh) tentang Kejahatan dinasti Xia. Kemudian kucari Yuansheng (nabi), untuk menyatukan kekuatan bersama-sama dengan kamu, bersama-sama mengemban Firman. Shujing IV:III:4 – Tanggao

Kejahatan dinasti Shang sudah kelewatan, Tian berfirman untuk memusnahkannya. Bila aku tidak taat pada perintah Tian, maka dosaku tak terukur.  Shujing V:I:9 – Taishi

Aku yang anak kecil ini, sejak pagi hingga malam, karena rasa hormat dan gentar, sesuai amanat Pangeran Wen (ayahku) melakukan pengkajian dengan berbagai cara di hadapan Shangdi (Raja segala raja) dan Zhongtu (Tuhan Yang Maharendah).  Marilah kita bersama-sama melaksanakan hukuman Tian.  Shujing V:I:10 – Taishi

Tian  mengasihani rakyat, apa yang menjadi kehendak rakyat, Tian pasti mewujudkannya. Bantulah aku yang seorang ini untuk membersihkan keempat penjuru lautan, inilah waktu yang tepat, tidak mungkin salah. Shujing V:I:11 – Tai Shi

Bangsa Tionghoa kuno adalah bangsa yang takut akan Tuhan. Bangsa Tionghoa kuno percaya bahwa Tianzi adalah orang yang dipilih sendiri oleh Shangdi untuk mewakili-Nya mengemban firman (ming) memimpin dan mengayomi rakyat. Itu sebabnya baik pada Chunqiu Shidai (jaman musim semi dan musim gugur – 722-246 SM) dan Zhanguo Shidai (jaman perang antar negeri – 476-221), walau pun penguasa dinasti Zhou sangat lemah, namun tidak ada RAJAMUDA yang berani mengangkat dirinya menjadi Tianzi. Hal itu terjadi karena mereka TIDAK mendapat firman (ming) dari Shangdi untuk menjadi Tianzi atau raja.

Walaupun raja Qinshi, pendiri dinasti Qin (221-206 SM) sangat perkasa dan jumawa itu sebabnya dia menggelari dirinya Huangdi (raja segala raja), namun dia tidak punya NYALI untuk menyelenggarakan sembahyang Jiao guna menyembah Shangdi. Dia tidak berani melanggar kekudusan altar Jiao.

Sejak dinasty Zhou runtuh, tidak ada satu pendiri dinasti pun yang mendapat firman (Ming) untuk menjadi Tianzi. Itu sebabnya sembahyang Jiao tidak dilakukan lagi. Yang tertinggal hanya perayaannya saja yang kita kenal dalam generasi ini dengan nama Peh Cun atau Duanwu jie.

1 komentar

Kristen Ideal 3 Apakah Bangsa Tionghoa menyembah Arwah ?

Markus Tan Membual Atau Orang Tionghoa Menyembah Arwah?

Benarkah bangsa Tionghoa adalah penyembah arwah leluhur? Bila sesajen tidak cukup maka arwah leluhur akan marah dan menjatuhkan malapetaka kepada anak cucunya? Arwah leluhur akan membalas setiap sesajen yang mereka terima dengan menurunkan rejeki yang berlimpah? Semakin banyak sesajen disajikan, semakin banyak rejeki yang diterima? Itu sebabnya orang Tionghoa jor-joran menyajikan sesajen bagi arwah leluhurnya?

Memberanikan diri bertanya; Dalam bukunya yang berjudul Imlek & Alkitab, Pdt. Markus Tan menulis:

Keadaan hati yang baik dari langit ditentukan atau tergantung dari sesajen (korban, persembahan) dari penghuni bumi. Bila penduduk atau penghuni bumi lalai, lupa memberi sesajen maka langit akan marah dan bencana akan terjadi di bumi. Imlek & Alkitab hal 2

Hubungan antara langit dan bumi ditentukan oleh kebutuhan. Ada untung dan rugi, bukan karena kasih. Perbedaan tentang ini dapat di lihat bahwa Tuhan Yesus melakukan sesuatu untuk umat manusia atas dasar KASIH. Karena kasih, Tuhan Yesus rela berkorban. Ibid hal 3

Para penghuni bumi berhubungan dengan para leluhur atau penghuni langit juga melalui sesajen. Ini merupakan pembagian rejeki denan para leluhur yang dianggap alamiah. Ibid hal 4

Bila kita mau merenungkan secara jujur hal-hal yang dilakukan orang-orang Tionghoa dalam sembahyang seperti membakar uang kertas, rumah-rumahan, mobil-mobilan, tempat tidur dan lain-lain tidak berkaitan dengan Hao (Bakti). Semua itu dilakukan sebagai upeti, karena penghuni langit telah memberi rejeki dan perlindungan. Bila kita memakai istilah di dunia ini ialah uang keamanan atau uang perlindungan yang biasanya diberikan kepada preman, sindikat, mafia dan sebagainya. Jadi pemujaan pada para leluhur di sini tidak murni pemujaan, sebagai ungkapan rasa hormat dan sayang. Lebih banyak dilakukan karena rasa takut, ada perhitungan untung dan rugi. Ibid hal 4

Hal inipun dapat dilihat dari sikap hidup sehari-hari orang Tionghoa seperti: Pada waktu orang tua masih hidup banyak anak yang tidak menaruh perhatian. Bahkan ada yang tidak peduli dan tidak mau tahu tentang keadaan orang tuanya. Namun apabila orang tuanya sudah meninggal, mereka mengadakan sembahyang atau sesajen. Biar mereka tidak punya uang, mereka pinjam untuk sembahyang. Mereka mempersembahkan ayam, babi dan lain-lain bukan untuk hal yang dinamakan Hao atau rasa hormat pada leluhur, tetapi ini berkaitan dengan perbuatan Langit dan bumi. Bila mereka tidak memberi sesajen, maka mereka akan mengalami bencana. Juga bukan atas dasar rasa berbakti dan saling menghormati, tetapi karena rasa takut akan kutuk atau akibat perbuatannya.Ibid hal 4

Ada ikatan yang menakutkan. Apabila manusia berbuat kesalahan (Tidak dapat memenuhi syarat/tidak dapat menjalani ketentuan yang harus dilakukan) akan mengalami akibat yang luar biasa. Biasanya cara mengatasinya adalah dengan kias, dengan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan. Bilamana gagal, maka hukuman dan kewajiban itu akan semakin bertambah banyak dan semakin banyak pula kegagalannya. Ibid hal 4

Hal selanjutnya yang perlu diketahui ialah bahwa dari pihak bumi untuk berbicara pada pihak langit itu melalui sesajen/sembahyang/korban. Dan pihak langit berbicara pada pihak bumi melalui Ramalan/Kwa Mia/Ciam Si dan lain-lain. Para leluhur mengetahui masa depan keturunannya. Namun kemampuan mereka terbatas. Para leluhur lebih banyak tahu tentang masa lalu dan masa depan yaitu pada turunan satu marga. Itulah sebabnya ada Rumah Sembahyang marga, umpamanya Rumah Sembahyang marga Djiau dan sebagainya. Ibid hal 5

Para penghuni langit (para leluhur) lebih cenderung berpihak pada anak cucunya sendiri atau keturunannya sendiri, dengan kata lain kurang peduli akan orang lain yang bukan keturunannya. Penghuni bumi dapat mengetahui kehendak langit melalui ramalan atau pemberitahuan tentang apa yang akan dialami dan jalan keluar (kias) juga melalui syarat-syarat tertentu. Ibid hal 5

Bila orang Tionghoa melakukan sembahyang/sesajen itu bukan murni atas dasar Hao (rasa bakti) atau kasih, melainkan atas dasar hubungan untung rugi. Dengan kata lain bila ada orang Tionghoa menjadi Kristen lalu tidak lagi mengurus abu leluhur atau sembahyang, tidak dapat dikatakan Put Hao atau tidak usah takut dan merasa bersalah terhadap leluhur. Sebab Tuhan Yesus melalui FirmanNya mengajarkan pada semua umatNya untuk menghormati orang tuanya. Ibid hal 8

Pengalaman saya dalam melayani kalangan orang Tionghoa, seringkali terbentur pada masalah pemujaan leluhur (Hao). Mereka dapat menerima kebenaran Injil dan bersedia menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, bahkan ada juga di antara mereka yang sudah mengalami keajaiban, mujizat atau pertolongan dari Tuhan Yesus dan sempat mengikuti kebaktian di gereja beberapa kali. Namun akhirnya mengundurkan diri atau membatalkan niatnya dengan alasan ada tugas yang harus dilakukan yaitu memelihara abu para leluhur. Tekanan ataupun keharusan ini terutama dialami oleh pria yang memang diwajibkan, apalagi kalau ia anak laki-laki dan sulung. Ibid hal 8

Pemujaan leluhur ini berkaitan pula dengan Hao (bakti) yang sangat ditekankan di kalangan orang Tionghoa. Dan bila ditelusuri lebih dalam lagi, maka inipun berkaitan dengan kehidupan di balik kematian. Bagi mereka yang memelihara abu leluhur, juga berpengharapan bila Ia sudah meninggal dunia maka generasi selanjutnya akan melakukan hal yang sama terhadapnya. Sebab hidup yang akan datang akan susah bilamana tidak ada orang yang sembahyang, mengirim sesajen, rumah-rumahan dan lain-lain. Masa depan mereka belum terjamin. Ibid hal 8

Dalam pandangan umum di kalangan orang Tionghoa, seandainya mau menjadi orang Kristen, jadilah orang Kristen Katolik. Sebab di sini mereka masih mempunyai kebebasan untuk dapat pasang hio sebagai tanda bakti pada orang tua ataupun dengan istilah yang lain. Ibid hal 8

Orang Tionghoa mempunyai kepercayaan bahwa leluhurnyalah yang akan memberi rejeki atau tidak. Bila mereka berbuat baik pada leluhurnya, maka mereka akan mendapat rejeki. Orang She Lim, hanya akan ditolong oleh leluhurnya yang she Lim juga. Itulah sebabnya dalam hal penyembahan leluhur, mereka sangat ketat, Salah satu cara untuk mendapatkan rejeki dari leluhur ialah dengan mengatur letak/arah kuburan yang tepat atas perhitungan Hong Shui. Makin bagus dan tepat arah kuburan, maka rejeki yang diterimanya makin besar atau makin baik. Ibid hal 9

Bengcu menggugat:

Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu. Keluaran 20:12

Saya bermimpi ngobrol dengan Markus ketika sedang merenungkan ayat tersebut di atas.

Bengcu    : Anda pernah membaca Sishu dan Wujing serta Mozi?

Markus    : Apa itu?

Bengcu    : Sishu dan Wujing adalah kitab suci umat Khonghucu sedangkan Mozi adalah kitab suci umat Mojiao. Di dalam kitab-kitab itu anda bisa mempelajari ajaran berbakti (hokian: hao) dan tata ibadah serta makna sembahyang arwah orang Tionghoa.

Markus    : Untuk apa mempelajarinya? Bukankah saya sudah menulisnya dengan gamblang?

Bengcu    : Gamblang menurut anda dan Huston Smith, namun belum tentu benar bukan?

Markus    : Kenapa bawa-bawa nama Huston Smith?

Bengcu    : Karena inti sari buku anda dikutip dari bab keempat  buku Agama-Agama Manusia karangan Huston Smith.

Markus    : Anda menuduh saya melakukan plagiat?

Bengcu    : Anda hanya mengutip satu bab, itu tidak melanggar undang-undang hak cipta, namun anda benar-benar mengutipnya habis-habisan.

Markus    : Yang ditulisnya sudah bagus, untuk apa diolah lagi?

Bengcu    : Bagus menurut anda belum tentu benar bukan? Kenapa anda menggunakan kata sesajen? Kenapa tidak menggunakan kata persembahan atau korban?

Markus    : Mustahil yang ditulis Huston Smith salah, dia orang Amerika. Sesajen, persembahan atau korban, bukankah sama saja?

Bengcu    : Ketika memimpin kebaktian di gereja, kenapa anda tidak menggunakan kata sesajen?

Markus    : Tentu saja kita tidak boleh menggunakan kata sesajen untuk persembahan kepada Tuhan.

Bengcu    : Bukankah anda bilang, sesajen sama saja dengan korban atau persembahan?

Markus    : Tentu saja beda. Persembahan dan korban itu untuk Tuhan, dasarnya adalah cinta kasih sedangkan sesajen itu dasarnya rasa takut dan saling menguntungkan.

Bengcu    : Anda pernah mendengar orang Tionghoa berdoa minta rejeki kepada almarhum ayah ibunya dan kakek neneknya? Anda pernah mendengar orang Tionghoa membanggakan almarhum ayah ibunya dan kakek neneknya sebagai dewa?

Markus    : Belum pernah!

Bengcu    : Bila belum pernah, kenapa menuduh mereka menyembah arwah leluhur? Bila belum pernah, kenapa mengajarkan mereka percaya bahwa leluhurnya yang mati menjadi dewa-dewi?

Markus    : Bukankah orang Tionghoa menyembah dewa-dewi? Bukankah sebagian dewa-dewi itu dulunya manusia? Bukankah mereka memberi sesajen kepada leluhurnya karena takut disebut anak tidak berbakti dan takut tidak mendapat rejeki?  Bukankah itu penyembahan arwah leluhur?

Bengcu    : Orang Tionghoa melakukan sembahyang arwah atas dasar cinta kasih dan rasa hormat. Umat Dao dan tradisi Tionghoa memang menyembah dewa-dewi yang sebagian besar adalah manusia-manusia yang mencapai kesempurnaan.

Markus    : Mereka sembahyang karena rasa takut hukuman dan mengharapkan rejeki. Mereka memang tidak berdoa namun itulah makna di dalam sembahyangnya. Semakin banyak sesajen, semakin banyak rejeki yang akan diterima, itu sebabnya jor-joran dalam sembahyang.

Bengcu    : Saya yakin anda merasa sudah tahu ajaran berbakti (hokian: hao) kepada orang tua, namun belum tentu anda tahu kebenaran ini.

Cengzi berkata, “Adanya diriku ini karena ayah bunda mewariskan tubuhnya. Karena tubuh ini warisan ayah bunda, tidak berani tidak hormat. Mewarisi rumah namun tidak mengurusnya, itu melanggar bakti. Mengabdi namun tidak setia itu melanggar bakti. Memimpin namun tidak menghormati bawahan itu melanggar bakti. Berteman namun tidak tulus itu melanggar bakti. Ikut perang namun tidak bersikap berani itu melanggar bakti. Tidak memenuhi kewajiban kelima perkara tersebut adalah aib bagi keluarga. Tidak berani tidak menjunjung tinggi. Menyajikan makanan enak dan harum itu hanya merawat, bukan berbakti. Yang dimaksudkan dengan berbakti oleh seorang susilawan (junzi 君子) adalah ketika seluruh negeri memuji dengan tulus, “Sungguh beruntung memiliki anak seperti itu” Itulah yang disebut berbakti. ajaran agama yang menjadi akar kehidupan masyarakat adalah bakti. Yang disebut merawat itu mudah dilakukan karena yang sulit adalah menghormati. Banyak orang yang mampu menghormati, namun bersikap sabar itu sulit. Banyak orang dapat bersikap sabar, namun bersikap sabar hingga akhir itu sulit. Setelah ayah bunda meninggal, tidak mencemarkan nama baik keluarga, itulah yang disebut berbakti sampai akhir. Cinta kasih (ren 仁) adalah cinta kasih untuk menjalankan semuanya. Kesusilaan (li 禮) adalah panduan untuk menjalankan semuanya. Kebenaran dan keadilan (yi 義) adalah standard untuk menjalankan semuanya. Ketulusan (xin 信) adalah nurani dalam menjalankan semuanya. Kekuatan (qiang 強) adalah ketahanan untuk menjalankan semuanya. Kebahagiaan (le 樂) akan menyertai orang yang taat sepanjang hidupnya. Hukuman (xing 刑) akan mengikuti orang yang menentang atau tidak menjalankannya.  Liji XXI:II:11- Jiyi

Itulah ajaran berbakti orang Tionghoa yang seharusnya diajarkan dan dipahami dari generasi ke generasi. Apa pandapat anda?

Markus    : Ajarannya bagus. Dari mana anda mendapatkannya? Kenapa saya tidak tahu ajaran demikian?

Bengcu    : Ayat tersebut tercatat dalam Liji (kitab kesusilaan), salah satu kitab di dalam Wujing (lima kitab), kitab suci agama Khonghucu. Selama pemerintahan orde baru semua hal yang berbau Tionghoa diharamkan, di samping itu, kebanyakan orang Kristen menganggap kitab suci agama lain, apalagi agama Khonghucu yang dianggap penyembah arwah leluhur adalah sampah. Mungkin Itu sebabnya anda tidak tahu ajaran demikian.

Markus    : Orang Tionghoa memang menyembah arwah leluhur, percuma membantahnya. Saya paham ajaran mereka.

Bengcu    : Walaupun banyak yang taat melakukannya, namun sedikit sekali yang memahami makna upacara perkabungan (sang) dan sembahyang arwah (ji).

Kongzi berkata, “Memperlakukan orang mati sebagai bangkai itu tidak manusiawi. Karena itu, jangan dilakukan. Memperlakukan orang mati sebagai orang hidup itu tidak bijaksana. karena itu jangan dilakukan. Dikatakan: Bambu tidak dianyam dengan sempurna, keramik tidak dibakar hingga matang, kayu tidak dipotong dengan sempurna. Kecapi dan biolanya bersenar, namun nadanya rancu. Serulingnya dibuat secara lengkap tetapi suaranya tidak harmonis. Lonceng dan batu musik dibuat tanpa rak dan kuda-kuda. Semua itu disebut barang rohani (Mingqi 明器) untuk melayani makluk roh (Shenming 神明). Liji IIA:III:3 – Tangong shang

Melakukan sembahyang berarti meneruskan untuk merawat dan terus berbakti (xiao 孝), sebab berbakti berarti merawat. Taat kepada jalan suci (dao 道) tidak berani mengingkari hubungan keluarga, itulah yang disebut merawat. Itu sebabnya dikatakan seorang anak berbakti akan mewujudkan baktinya kepada orang tua melalui tiga jalan suci yaitu: Ketika orang tuanya hidup, dia merawatnya (yang 養). Ketika orang tuanya meninggal, dia berkabung (sang 喪). Setelah masa perkabungan berlalu dia menyembahyanginya (ji 祭). Ketika merawat dia menunjukkan kepatuhan, ketika berkabung dia menunjukkan kesedihan, ketika sembahyang dia menunjukkan rasa hormat (Jing 敬) dari waktu ke waktu. Dengan menggenapi ketiga jalan suci tersebut dia memenuhi seluruh kewajiban baktinya. Liji XXII:3 – Jitong

Zilu berkata, “Sungguh malang nasib orang miskin! Ketika orang tuanya hidup tidak memiliki apapun untuk merawat mereka, ketika meninggal tidak memiliki apapun untuk menegakkan kesusilan (li 禮).” Kongzi berkata, “Biarpun hanya makan nasi dan minum air putih selama dapat membuat mereka bahagia, itu sudah berbakti (xiao 孝) namanya. Hanya mampu membungkus tangannya dan membiarkan kakinya telanjang lalu menguburkannya tanpa peti mati, itu sudah memenuhi kesusilaan.” Liji IIB:II:16 – Tangong xia

Apakah ayat-ayat tersebut di atas mengajarkan penyembahan arwah orang mati dan memberi sesajen kepada leluhur?

Markus    : Tidak! Namun teori selalu berbeda dengan prakteknya.

Bengcu    : Ketika ditinggal mati oleh orang yang disayangi, kebanyakan orang kehilangan kendali. Untuk menghindari tindakan di luar batas dan sia-sia maka para nabi Tiongkok kuno membuat tata cara perkabungan dan sembahyang arwah dengan pembatasan-pembatasan. Pembatasan pertama menentukan siapa saja yang boleh berkabung.

Siapa Yang Boleh Berkabung?

Untuk generasi keempat dikenakan pakaian berkabung, inilah batas akhir mengenakan pakaian berkabung, pada generasi ke lima pakaian berkabungnya dilepas karena ikatan kekeluargaannya semakin berkurang. Pada generasi ke enam ikatan kekeluargaannya telah hilang. Liji XIV:7 – Dazhuan

Fushu 服術 (melayani orang mati) ada enam aturannya. Yang pertama dinamakan qinqin 親親 (ikatan kekeluargaan). Kedua dinamakan zunzun 尊尊 (bobot rasa hormat). ketiga dinamakan ming 名 (nama). Keempat dinamakan churu 出入 (keluar masuk). Kelima dinamakan zhangyou 長幼 (dewasa atau anak-anak ). Keenam dinamakan congfu 從 服 (ikut malayani). Liji XIV:9 – Dazhuan

Congfu 從服 (ikut melayani) ada enam aturannya: Yang harus melayani (shucong 屬從). Yang ikut melayani (ducong 徒從). Harus melayani dan memakai pakaian kabung namun tidak memakainya. Harus melayani tanpa pakaian berkabung namun memakainya. Yang harus Berkabung berat namun berkabung ringan. Yang berkabung ringan namun harus berkabung berat. Liji XIV:10 – Dazhuan

Kebenaran dan keadilan (Yi 義) seseorang, diturunkan dari leluhur. Dipatuhi (Shun 順) ke bawah hingga ke orang tua. Namanya makin kuat. Yang satu enteng yang satu kuat. Itulah keadilan dan kebenaran yang benar. Liji XIV:11 – Dazhuan

Tanpa ikatan kekeluargaan tidak ada perkabungan. Jauh dekatnya ikatan kekeluargaan yang membedakan. Liji XIV:17 – Dazhuan

Ikatan cinta kasih kekeluargaan adalah syarat utama untuk melakukan perkabungan dan sembahyang arwah. Apa pendapat anda tentang hal itu?

Markus    : Harus diakui, apa yang anda ajarkan di luar dugaan sama sekali!

Bengcu    : Pembatasan kedua menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Yang boleh Dan Tidak Boleh Dalam Perkabungan

Ziyou bertanya tentang tata cara perkabungan. Kongzi menjawab, “Tergantung kekayaan Keluarga almarhum.” Ziyou bertanya, Ziyou bertanya, “Yang kaya dan yang miskin, haruskah melakukan hal yang sama?” Kongzi menjawab,”Yang kaya tidak boleh melampaui li 禮 (kesusilaan). Untuk keluarga almarhum, ikat kepala dan tanpa alas kasi. Sebelum dikuburkan, setiap bagian dari peti mati tertutup rapat. Mustahil orang kaya menyalahi hal demikian! Liji IIA:III:17 – Tangong shang

Cheng zigao terbaring di kamarnya karena sakit. Qingyi masuk menemuinya dan berkata, “Tuan, setiap penyakit ada akhirnya. Andai kata akhirnya menjadi mahasakit, bagaimana menanganinya?” Zigao berkata, “Aku telah mendengar, ‘waktu hidup berguna bagi orang lain, setelah mati tidak menyusahkan orang lain.’ Ketika hidup aku tidak terlalu berguna bagi orang lain, setelah meninggal nanti, mana boleh menyusahkan orang lain? Bila aku mati, pilihlah sepetak tanah yang gersang lalu kuburkan aku di sana.” Liji IIA:III:22 – Tangong shang

Perkabungan merupakan ungkapan dukacita yang sangat mendalam. Ratapannya selalu berbeda-beda. Junzi 君子 (susilawan) memikirkannya dari awal sampai akhir. Liji IIB:I:21 – Tangong xia

Mengisi mulut jenasah dengan beras itu didorong oleh perasaan tidak tega membiarkannya kosong. Bukan untuk memberinya makan, hanya agar nampak lebih cantik. Liji IIB:I:24 – Tangong xia

Barang sembahyang disajikan dalam bejana sederhana, karena bagi orang hidup perasaan dukacita adalah perasaan hati yang alamiah. Untuk keperluan sembahyang sesuai tata ibadah, tuan rumah menyiapkan segalanya sendiri. Bagaimana mungkin arwah (zhishen 知神 ) menikmati sajian sembahyang? Itu hanya cara bagi tuan rumah untuk mengungkapkan rasa hormatnya yang tulus. Liji IIB:I:27 – Tangong xia

Apa pendapat anda sekarang?

Markus    : Lanjutkan cerita anda, saya ingin memahaminya!

Bengcu    : Pembatasan ketiga menentukan jenis barang-barang yang boleh digunakan untuk sembahyang arwah. Pembatasan ini diwujudkan dalam bentuk pakaian berkabung, pakaian almarhum, peti mati, barang sembahyang (mingqi) dan alat-alat sembahyang (jiqi).

Barang-Barang Sembahyang Orang Mati

Zhongxian 仲憲 berkata kepada Cengzi 曾子, “Dinasti Xia 夏 menggunakan barang rohani (mingqi 明器); Hal ini untuk menunjukan kepada rakyat bahwa arwah orang mati (Zhi 知) itu tidak ada. Orang-orang dinasti Yin 殷 menggunakan perlengkapan sembahyang (jiqi 祭器); Hal ini untuk menunjukan kepada rakyat bahwa arwah orang mati itu ada. Orang-orang dinasti Zhou 周 menggunakan keduanya (mingqi dan jiqi); Hal ini untuk menunjukan kepada rakyat keraguan mereka akan keberadaan arwah orang mati.” Cengzi 曾子 berkata, “Bukan itu maksudnya! Bukan itu maksudnya! Barang rohani (mingqi) adalah peralatan untuk arwah (gui鬼), perlengkapan sembahyang (jiqi) adalah peralatan untuk orang hidup, orang-orang kuno menggunakan keduanya untuk mengungkapkan cinta persaudaraan (qinhu 親乎).” Liji IIA:III:6 – Tangong shang

Kongzi mengatakan bahwa orang yang mengajarkan penggunaan barang rohani (mingqi 明器) adalah orang yang benar-benar memahami jalan suci perkabungan (shangdao 喪道). Barang-barang tersebut nampak asli, namun tidak dapat digunakan. Ah..! Menggunakan barang-barang asli bagi orang mati, hal itu dapat mendorong orang untuk menguburkan orang hidup.  Liji IIB:I:44 – Tangong xia

Disebut barang rohani (mingqi 明器) karena digunakan untuk melayani makluk roh (Shenming 神明). kereta-keretaan tanah liat dan orang-orangan jerami sudah digunakan sejak purbakala, itulah jalan suci (dao 道). Kongzi menyatakan bahwa penggunaan orang-orangan jerami paling tepat. Menggunakan orang-orangan kayu tidak manusiawi karena akhirnya akan mendorong orang untuk mengguburkan manusia hidup. Liji IIB:I:45 – Tangong xia

Uang-uangan, rumah-rumahan, orang-orangan, mobil-mobilan dan barang-barang tiruan lainnya di sebut mingqi (barang sembahyang). Semuanya digunakan untuk mengungkapkan cinta kasih orang hidup kepada orang mati, bukan untuk memberi makan dan kenikmatan kepada orang mati. Ha ha ha ha … Anda pasti kaget setengah mati ketika tahu makna mingqi bagi orang Tionghoa. Walaupun nampak unik bukankah semuanya  wajar? Semua itu untuk menghindarkan manusia melakukan hal sia-sia, mempersembahkan barang-barang yang tidak dibutuhkan orang mati.

Markus    : Anda benar, makna di balik penggunaan mingqi sungguh luar biasa. Hal itu bertolak belakang dengan pemahaman saya selama ini. Kenapa selama ini tidak ada yang mengajarkan tentang hal itu?

Bengcu    : Sejak lama li (kesusilaan) tidak diajarkan lagi secara lengkap dari generasi ke generasi orang Tionghoa, itu sebabnya banyak orang Tionghoa yang melakukannya tidak tahu maknanya sementara yang tidak melakukannya justru melecehkannya. Pembatasan keempat menentukan lamanya waktu berkabung.

Waktu Berkabung

Perkabungan tiga tahun berakhir setelah dijalani selama dua puluh lima bulan. Rasa sedih dan duka belum hilang. Rasa kangen pun belum terlupakan. Sebaiknya pakaian berkabung ditanggalkan. Mustahil mengantar orang mati tanpa akhir karena setiap pesta manusia pasti ada akhirnya, bukan? Liji XXXV:3 – Sannianwen

Dikatakan tiga tahun (sannian 三年) adalah yang lama. Tiga bulan (sixiaobao 緦小宝) adalah yang singkat. Sembilan bulan (jiuyue 九月) di antaranya. Dari atas mendapat bentuk dari Tian 天, dari bawah mendapatkan hukum dari Di 地, dari tengah mendapat teladan dari manusia. Manusia walau pun berbeda-beda dan terpisah namun esa (yi 壹) dalam hakekat (li 理 ) Liji XXXV:12 – Sannianwen

Markus    : Tidakkah berkabung selama tiga tahun itu terlalu lama? Bukankah selain tidak wajar juga bukan buang-buang waktu percuma?

Bengcu    : Dalam perkabungan tiga tahun sesungguhnya hanya dijalani selama dua puluh lima bulan. Apabila hanya bersedih memang waktunya terlalu lama. Namun, anak sulung yang berkabung tiga tahun atas kematian orang tuanya hidup di dalam perenungan dan keprihatinan. Itulah kesempatan untuk belajar memahami arti kehidupan dan menyusun rencana untuk menjalani hidup sebagai pemimpin keluarga.

Setelah masa perkabungan lewat hanya anak sulung yang berhak merawat papan arwah leluhurnya dan menyembahyanginya pada hari-hari tertentu. Selain anak sulung tidak boleh melakukan sembahyang arwah. Setelah mewakili semua anggota keluarganya meratap menyatakan kesedihan karena ditinggal mati oleh orang tuanya, dia lalu melayani pemeran arwah makan seolah melayani almarhum.

Hanya Anak Sulung

Shuzi 庶子 (bukan ahli waris) tidak boleh menyembahyangi walaupun itu adalah leluhurnya.  Shuzi tidak boleh mengenakan pakaian berkabung tiga tahun karena dia bukan ahli waris leluhurnya. Liji XIV:13 – Dazhuan

Kongzi berkata, “Jangan menyembah gui (arwah orang mati), itu menjilat. Mengetahui kebenaran namun tidak melakukannya, itu tidak ksatria. Lunyu  II:24:1-2 – Weizheng

Setelah menahbiskan seorang pemeran arwah (shi) disediakan sebuah meja kecil dan tikar. Setelah berhenti menangis menyatakan kesedihannya, maka pelayanan terhadap orang hidup dianggap cukup kemudian pelayanan terhadap arwah pun dimulai. Setelah berhenti meratap maka kepala rumah tangga membunyikan lonceng kayu dan menyampaikan amanat ke seluruh ruangan, katanya, “Berhentilah menggunjingkannya, biarlah dia memulai hidup baru. Hendaklah itu dimulai dari kamar tidur hingga pintu gerbang.” Liji IIB:III:6 – Tangong xia

Ceng ziwen bertanya, “Ketika melakukan sembahyang arwah, perlukah pemeran arwah atau cukup hanya melakukan sembahyang secara hikmat?” Kongzi  menjawab, “Dalam sembahyang arwah untuk orang dewasa harus ada pemeran arwah. Hanya cucu almarhum yang boleh menjadi pemeran arwah.  Bila cucunya masih kecil, maka dia menjadi pemeran arwah sambil digendong seseorang. Bila almarhum tidak memiliki cucu, boleh digantikan oleh saudara semarga. Untuk sembahyang arwah bagi orang yang mati muda tidak perlu pemeran arwah karena almarhum belum dewasa.  Melakukan sembahyang arwah untuk orang dewasa tanpa pemeran arwah itu sama dengan memperlakukannya sebagai orang yang mati muda. Liji V:II:20 – Ceng ziwen

Silahkan memberi pendapat, apakah orang Tionghoa menyembah arwah leluhurnya?

Markus    : Ajarannya memang bagus, namun apakah pelaksanaannya seperti itu? Di samping itu, bukankah yang anda ajarkan adalah ajaran agama Khonghucu? Bagaimana dengan ajaran agama Dao? Apakah anda tahu orang-orang Tionghoa minta bantuan penilik hongshui untuk memilih hari dan lokasi makam, bahkan arah hadap makam?

Bengcu    : Anda benar, yang saya ajarkan memang ajaran Tiongkok kuno atau ajaran agama Khonghucu. Di dalam pelaksanaannya banyak terjadi penyimpangan. Mozi (470-391 SM) mencatat, sementara  temuan arkeologi membuktikannya. Di Tiongkok kuno pernah terjadi kebiadaban menguburkan orang-orang hidup untuk melayani orang mati dan pemborosan waktu dan harta benda untuk upacara perkabungan, berikut ini adalah catatan Mozi.

Apa yang mendatangkan kemakmuran di kolong langit (Tianxia 天下)? Apa yang menolak bencana di kolong langit? Apa yang membuat negara dan kampung serta masyarakat tidak damai sejahtera? Sejak purbakala hingga hari ini, sama sekali tidak ada pengetahuan tentang hal itu. Dari mana kita tahu bahwa yang kita ketahui itu benar? Saat ini, di kolong langit, para sarjana dan susilawan (junzi 君子) sama-sama mempertanyakan dengan sungguh-sungguh, “Apakah tradisi penguburan mewah (Houzang 厚葬) dan perkabungan lama (Jiusang 久喪) di Tiongkok membawa kemakmuran atau justru mendatangkan bencana?” Tentang hal itu, Guru Mozi berkata, “Aku sudah melakukan penyelidikan dengan seksama. Hingga hari ini, tidak ada hukum yang mengharuskan penguburan mewah dan perkabungan lama walaupun hal itu dilakukan di seluruh negeri dan rumah tangga. Sembahyang orang mati bagi raja, rajamuda, dan orang-orang besar. Dikatakan: Peti mati harus rangkap dua, peti mati luar (guo 槨) dan peti mati dalam (guan 棺).  Penguburan harus mewah. Pakaian dan jubah harus banyak. Buku, lukisan dan sulaman harus aneka macam. Pusara dan kuburannya harus besar dan luas. Demi melayani seorang rakyat jelata yang mati, harus menguras gudang harta keluarga. Demi melayani seorang rajamuda yang mati, harus menghentikan seluruh roda pemerintahan. Emas, batu giok, batu permata dan mutiara digunakan untuk mempercantik tubuh. Pakaian-pakaian sutra untuk berbagai acara dan musim. Kereta-kereta dan kuda-kuda untuk berbagai medan berbeda juga berbagai jenis tenda. Bejana, genderang, meja kecil, meja panjang dan mangkok, tidak boleh pilih-pilih. Tombak, pedang, hiasan bulu, panji-panji, kereta tempur, baju jirah, sarung tangan, semuanya dikuburkan secara lengkap. Untuk melengkapi semua itu, maka, untuk raja (Tianzi 天子) disertakan paling banyak ratusan dan paling sedikit puluhan Shaxun 殺殉 (orang hidup yang dikubur untuk melayani orang mati). Untuk  para jenderal dan menteri disertakan paling banyak puluhan dan paling sedikit beberapa orang Shaxun. Mengenai perkabungan apa yang diharuskan oleh ajaran ini? Disebutkan: Menangislah dengan sedu-sedan tidak terkendali seperti suara orang tua. Kenakan pakaian kabung rami dan ikat kepala putih. Air mata dan ingus tidak boleh diseka. Tinggal di gubuk dan tidur di atas tikar dengan bantal tanah. Berusaha untuk tidak makan agar nampak kelaparan. Menanggalkan pakaian agar nampak kedinginan. Matanya dipicingkan seolah takut melihat sinar. wajahnya gelap dan pucat. Telinganya nampak seolah agak tuli. Tangan dan kaki seolah tak bertenaga dan sulit untuk digerakkan. Juga dikatakan: Jika pejabat tua berkabung, dia harus dibantu ketika hendak berdiri dan dia menggunakan tongkat ketika berjalan. Semuanya dilakukan hingga genap tiga tahun. Hukum demikian, ajaran demikian, dijadikan sebagai jalan (Dao 道) dan mengharuskan raja, pangeran dan orang-orang besar  menaatinya. Tidak boleh pergi ke pengadilan, kantor lima pelayanan publik dan enam kantor pemerintahan, memerintah pekerja di sawah dan kebun, menghitung hasil panen dan memasukkannya ke lumbung.  Mengharuskan para petani menaatinya. Demi menaatinya, tentu saja tidak boleh pergi dan pulang malam-malam untuk mengurusi sawah dan kebun serta pekerjaan lainnya. Mengharuskan beratus tukang menaatinya. Karena menaatinya, tentu saja tidak boleh memperbaiki perahu, kereta serta barang-barang teknik lainnya. Mengharuskan para istri menaatinya. Karena menaatinya, tentu saja tidak boleh bangun pagi-pagi dan tidur larut malam untuk menenun kain dan menjahit pakaian. Demi penguburan mewah, banyak harta yang ikut dikuburkan. Demi perkabungan lama, banyak pantangan yang harus ditaati dan banyak sembahyang yang harus dijalankan. Harta yang telah terkumpul dikuburkan sementara hasil yang akan didapat kemudian tertunda karena menaati pantangan. Mencari kemakmuran dengan cara demikian ibarat melarang orang bercocok tanam namun menuntut panen. Dengan ajaran demikian, mustahil meningkatkan kemakmuran.” Mozi – Jiezang xia 4

Para penganut ajaran penguburan mewah (houzang 厚葬) dan perkabungan lama (jiusang 久喪) mengatakan, “penguburan yang mewah dan perkabungan yang lama, walaupun tidak dapat membuat orang miskin menjadi kaya, menjadikan yang sendirian menjadi kumpulan orang, menolak bencana dan malapetaka serta menjadikan negeri yang kacau menjadi damai, namun ini adalah ajaran para Raja Suci.” Guru Mozi berkata,”Tidak benar! Dahulu kala, Raja Yao meninggal ketika melakukan perjalanan ke utara untuk mendidik kedelapan suku Di 狄. Dia lalu dikuburkan di lembah gunung Qiong, ia mengenakan baju dan jubah, semuanya tiga potong. Peti matinya terbuat dari kayu lunak yang diikat dengan tali rami, peti matinya lalu diturunkan ke liang lahat diiringi tangisan kesedihan, liang lahatnya hanya ditutupi dengan tanah, tanpa nisan. Setelah penguburannya, lembu dan kuda bebas berkeliaran di atasnya. Raja Shun meninggal dalam perjalanan ke Timur untuk mendidik ketujuh suku Rong 戎. Ia dikuburkan di kota Nanji, mengenakan baju dan jubah, semuanya tiga potong. Peti matinya terbuat dari kayu lunak yang diikat dengan kain rami. Setelah penguburannya, masyarakat bebas berlalu lalang di atasnya. Raja Yu meninggal dalam perjalanan ke Barat untuk mendidik kesembilan suku liar (Jiuyi 九夷). Dia dikuburkan di gunung Huiji, mengenakan pakaian dan jubah tiga potong, peti matinya dibuat dari kayu Tong yang tebalnya tiga 3 inci yang diikat dengan kain rami. Peti matinya tidak menutup sempurna ketika diikat dan tidak terkubur penuh ketika diturunkan ke liang lahat. Bagian bawahnya tidak dalam agar tidak mengenai mata air sehingga bagian atasnya tidak cukup tebal untuk menahan baunya menyebar, maka di atasnya ditimbun dengan tanah membentuk pusara yang tingginya tiga kaki. Berdasarkan kisah ketiga Raja suci tersebut, bila memikirkannya baik-baik, maka dapat disimpulkan bahwa penguburan mewah (houzang 厚葬) dan perkabungan lama (jiusang 久喪) bukanlah ajaran ketiga Raja Suci ini. Ketiga Raja Suci ini adalah Tianzi 天子 (Anak Tian) yang agung, penguasa bawah langit ini, Bagaimana mungkin merasa kuatir atau tidak mampu untuk membiayai (penguburan mewah)? Pastilah karena inilah ajaran yang benar tentang penguburan orang mati. Mozi Jie – Zang Xia 10

Para penganut ajaran penguburan mewah dan perkabungan lama mengatakan, “Kalau penguburan mewah dan perkabungan lama bukan ajaran para Raja Suci, kenapa para bijaksana di Tiongkok tidak menghentikannya, mereka terus melakukannya dan tidak memilih cara lain?” Guru Mozi berkata, “Ini karena terbiasa melakukannya lalu menganggapnya sebagai kebenaran yang harus ditaati oleh masyarakat. Dahulu kala di sebelah timur negeri Yue adalah negeri suku Kaimu. Di negeri ini, ketika anak sulung lahir, sesuai adat lalu dipotong dan dimakan, katanya ini akan membawa keberuntungan bagi adiknya. Ketika sang ayah meninggal, istrinya diusir dan dikucilkan, dikatakan, istri arwah tidak boleh hidup dengan penduduk kampung. Bagi penguasa ini berlaku sebagai hukum, bukan adat istiadat, mereka melakukannya terus-menerus dan mentaatinya tanpa pilih-pilih. Hukum seperti ini bagaimana mungkin dikatakan ajaran yang baik, berprikemanusiaan, adil dan benar? Inilah yang dikatakan kebiasaan melakukannya lalu menganggapnya sebagai kebenaran yang harus ditaati masyarakat. Di sebelah selatan negeri Zhu adalah negeri Suku Yan, ketika ada anggota keluarga yang meninggal, mereka membiarkannya membusuk, setelah membersihkan daging-daging busuknya mereka lalu mengubur tulang-belulangnya, orang yang mentaati aturan ini disebut anak berbakti. Di sebelah barat negeri Qin adalah negeri suku Yiqu, ketika anggota keluarganya meninggal, mereka mengumpulkan kayu bakar lalu membakarnya, dikatakan, itulah caranya untuk mencapai tempat yang tinggi, melakukan hal ini dengan baik disebut anak berbakti. Para pemimpin menjadikan ini sebagai hukum, masyarakat menganggapnya sebagai adat istiadat, mereka melakukannya terus-menerus dan mentaatinya tanpa pilih-pilih. Hukum seperti ini mana mungkin dikatakan baik, berperi kemanusiaan, adil dan benar? Inilah yang dikatakan kebiasaan melakukannya lalu menganggapnya sebagai kebenaran yang harus ditaati masyarakat. Sehubungan dengan ajaran ketiga suku ini, bila memikirkannya baik-baik, nampak  terlalu kejam. Sama seperti ajaran yang diajarkan oleh para bijaksana Tiongkok, bila memikirkannya baik-baik, nampak terlalu mewah. Bila ajaran ini terlalu mewah, maka ajaran itu terlalu kejam, benar, harus ada tatacara penguburan. Makanan dan pakaian berguna bagi manusia hidup. Benar, ada yang menyendiri ada yang merayakan. Penguburan berguna bagi orang mati, orang yang sendirian tidak merayakan peristiwa ini. Guru Mozi, mengenai tatacara penguburan berkata, “Peti mati tebalnya tiga inci, cukup baik untuk menampung daging yang membusuk dan tulang belulang; Tiga potong pakaian cukup untuk membungkus tubuh yang membusuk; Galilah liang lahat, bagian bawahnya tidak mengucurkan air, baunya tidak menembus keluar memenuhi udara, pusaranya cukup asal bisa dikenali setiap saat, Biarlah ini menjadi norma yang tetap. Menangislah ketika mengantar ke kuburan, menangislah ketika pulang, namun segeralah kembali pada kehidupan normal, mengurus masalah makanan dan pakaian, masalah kemakmuran. Jangan mengabaikan sembahyang, inilah perwujudan bakti dan hubungan persaudaraan. Inilah yang dikatakan guru Mozi mengenai ajaran ini tanpa memperhatikan keuntungan orang hidup dan orang mati. Mozi – Jiezang xia 12

Kemudian Guru Mozi berkata, “Hari ini, di bawah kolong langit, apabila para bijaksana (shi 士) dan susilawan (Junzi 君子) tidak menyebelah (zhong 中) ketika menghadapi keraguan dan menjadikan ren 仁 (cintakasih) dan yi 義 (keadilan & kebenaran) untuk memimpin kehendaknya, menyelidiki yang memimpin para bijaksana dari atas, Kehendak Yang di atas tidak menyebelah, itulah jalan (dao 道) para raja suci (shengwang 聖王). Yang di bawah adalah kehendak baratus marga keluarga zhongguo 中國 (negeri tidak menyebelah) yaitu keuntungan (li 利 ). Menjadikan suatu cara penguburan sebagai peraturan pemerintah, tidak boleh tidak mengujinya. Mozi – Jiezang xia 13

Dengan mengetahui ajaran yang benar dan yang salah, seharusnya generasi muda Tionghoa dapat melakukan hal yang benar. Yang melaksanakan,  melakukannya dengan benar sementara yang tidak melaksanakannya tidak sembarangan melecehkannya.

Sejak purbakala bangsa Tionghoa percaya bahwa seorang anak yang tidak berbakti akan mendapat hukuman dari Tian (Tuhan), itu sebabnya mereka mengutamakan bakti dalam hidupnya.

Memang benar, banyak guru hongshui yang mengajarkan bahwa menguburkan jenazah di lokasi yang tepat, menghadap arah yang tepat, pada waktu yang tepat adalah salah satu cara untuk menarik Shengqi (Qi kehidupan). Namun, bukankah itu hanya ajaran penilik hongshui alias dukun?

Walaupun banyak yang tidak tahu arti upacara perkabungan dan sembahyang arwah, namun kesusilaannya tetap terjaga. Walaupun banyak yang tidak memahami maknanya, namun tidak ada yang menyembah arwah leluhur untuk minta rejeki.

Apabila sembahyang arwah adalah cara untuk meminta rejeki kepada leluhur, kenapa hanya anak sulung yang boleh melakukannya? Apabila sesajen menentukan jumlah rejeki yang akan diterima, kenapa sembahyang arwah hanya dilakukan pada hari tertentu?

Barang-barang sembahyang dibakar habis karena tidak berguna bagi orang hidup, namun makanan dan barang-barang lain yang berguna tidak pernah disia-siakan. Itulah bukti bahwa orang Tionghoa tidak menyembah arwah leluhur.

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;