Rabu, 08 Mei 2013

VIPASSANA & JHANA: APA KATA PARA GURU MEDITASI



Oleh: Ven. Visuddhacara
Diterjemahkan oleh Hudoyo Hupodio

Pada umumnya para guru meditasi Buddhis yang terkenal dan berpengalaman
sepakat bahwa jhana tidak diperlukan atau tidak merupakan syarat pendahulu
bagi meditasi vipassana. Misalnya, dalam buku "Living Buddhist Masters"
(dulu diterbitkan oleh Buddhist Publication Society, Sri Lanka, dan sesudah
itu dengan judul baru, "Living Dharma", diterbitkan oleh penerbit Shambala)
karya Jack Kornfield, dari ke-12 guru yang ditampilkan di sana, semuanya
menyatakan dengan jelas atau mengisyaratkan bahwa orang dapat melakukan
vipassana tanpa memupuk jhana sedikit pun. Beberapa di antara mereka
mengajarkan vipassana dengan bertumpu pada khanika-samadhi atau
'konsentrasi-mendekat' (upacara-samadhi). Yang lain mengajarkan baik
samatha (ketenangan), jhana (absorpsi) dan vipassana, tetapi menekankan
bahwa orang tidak perlu jhana untuk melakukan vipassana. Para pemeditasi
dapat pindah ke vipassana setelah mencapai tingkat konsentrasi yang cukup
untuk mengatasi kelima 'rintangan batin'. Lebih jauh lagi, kebanyakan dari
mereka memperingatkan agar orang tidak melekat atau berhenti di dalam jhana
dan menekankan perlunya melakukan vipassana. Beberapa di antara guru
meditasi ini telah menjadi bhikkhu sejak masa remaja mereka dan bukan hanya
mahir di dalam meditasi tetapi juga di dalam pengetahuan kitab suci. Mereka
telah mempelajari Tipitaka, Kitab-kitab Komentar dan Kitab-kitab
Subkomentar dalam bahasa aslinya, Pali, dan dengan demikian berbicara
berdasarkan otoritas dari kitab suci maupun praktik dan pengalaman pribadi.
Beberapa dari mereka telah berlatih di hutan-hutan selama bertahun-tahun
dan menguasai baik samatha maupun vipassana.

AJAHN CHAH

Guru meditasi terkenal, Ajahn Chah, ditanya pada suatu sesi Tanya-Jawab:
"Apakah perlu untuk mampu masuk ke dalam absorpsi [jhana] dalam latihan kita?"

Jawab Guru: "Tidak, absorpsi(1) tidak diperlukan. Anda perlu mencapai suatu
tingkat ketenangan dan pemusatan batin yang sekadar cukup. Lalu gunakan itu
untuk mengamati diri sendiri. Tidak diperlukan sesuatu yang istimewa. Jika
absorpsi muncul dalam latihan Anda, itu juga baik. Tapi jangan melekat
kepadanya. Beberapa orang asyik dengan absorpsi. Itu bisa menjadi permainan
yang amat menyenangkan. Anda harus tahu batas-batas yang semestinya. Jika
Anda arif, Anda akan tahu kegunaan dan keterbatasan absorpsi, seperti Anda
tahu keterbatasan anak kecil dibandingkan orang dewasa."

Ajahn Chah, yang terkenal di kalangan pemeditasi vipassana di Timur maupun
Barat, berbicara terutama berdasarkan otoritas pengalaman beliau; beliau
telah menjadi bhikkhu sejak usia remaja dan pernah bermeditasi
bertahun-tahun di hutan-hutan Thailand. Pada dewasa ini terdapat lebih dari
100 vihara yang merupakan cabang dari vihara pusat Ajahn Chah, Wat Nong Pah
Pong, di Thailand. Sebagai tambahan, para murid beliau juga mendirikan
pusat-pusat meditasi di berbagai bagian dunia.

AJAHN DHAMMADARO

Seorang guru meditasi Thai, yang pernah berlatih dalam beberapa teknik
meditasi, tetapi lebih menyukai vipassana langsung berdasarkan 'konsentrasi
saat-demi-saat' (khanika-samadhi) adalah Ajahn Dhammadaro.

Beliau pernah ditanya: "Sang Buddha bicara tentang perlunya mengembangkan
perhatian-penuh (mindfulness) dan konsentrasi. Dapatkah Anda bicara lebih
dalam tentang konsentrasi?"

Jawaban beliau: "Ada tiga jenis konsentrasi yang dikembangkan dalam
meditasi. Dua di antaranya dikembangkan di jalan absorpsi (jhana), yakni:
'konsentrasi-mendekat' (upacara-samadhi) dan 'konsentrasi-penuh'
(appana-samadhi, jhana). Keduanya dicapai dengan memusatkan perhatian pada
satu obyek meditasi. Termasuk meditasi jenis itu ialah visualisasi dari
wujud-wujud atau warna-warna tertentu, atau memusatkan perhatian pada
perasaan tertentu, seperti cinta kasih (metta). Bila 'konsentrasi-mendekat'
dan 'konsentrasi-penuh' (jhana) sudah tercapai, muncullah kenikmatan dan
ketenangan; pemeditasi terserap sepenuhnya dalam obyek meditasinya, dan
tiada 'rintangan batin' dapat mengganggunya. Penghentian kotoran batin yang
bersifat sementara ini hanya berlangsung selama pemeditasi memusatkan
perhatian pada obyek meditasinya. Begitu batin meninggalkan keterserapannya
di dalam obyek, maka kenikmatan pun lenyap dan batin dirongrong lagi oleh
arus kotoran batin. Sebagai tambahan, ada bahaya dari konsentrasi yang
memusat ini. Oleh karena tidak menghasilkan kearifan, keadaan itu dapat
membawa pada kelekatan terhadap kenikmatan batin atau bahkan penyalahgunaan
kekuatan-kekuatan konsentrasi, dan dengan demikian malah menambah kotoran
batin.

"Jenis konsentrasi ketiga di dalam Jalan Suci Berunsur Delapan dinamakan
'konsentrasi benar' atau 'konsentrasi sempurna'. Konsentrasi ini
dikembangkan atas dasar saat-demi-saat dalam meditasi pencerahan
(vipassana). Hanya konsentrasi saat-demi-saat mengikuti jalan
perhatian-penuhlah yang dapat menuntun pada musnahnya kotoran batin.
Konsentrasi ini tidak dikembangkan dengan memusatkan batin pada satu obyek
tanpa-bergerak, melainkan dengan sadar sepenuhnya terhadap sensasi tubuh,
perasaan, kesadaran dan bentuk-bentuk batin. Bila telah berkembang
semestinya di dalam tubuh dan batin, konsentrasi saat-demi-saat membawa
pada berakhirnya kelahiran yang berulang-ulang. Melalui konsentrasi ini,
kita mengembangkan kemampuan melihat jelas kelima kelompok yakni tubuh,
perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk batin dan kesadaran, yang membentuk apa
yang secara konvensional disebut 'manusia'."

Terhadap pertanyaan lain, "Maukah Bhante menjelaskan lebih lanjut
bagaimana mengembangkan konsentrasi saat-demi-saat?", Ajahn Dhammadaro
menjawab: "Ada dua poin penting yang perlu dikemukakan. Pertama, pencerahan
perlu dikembangkan melalui perasaan (vedana) yang timbul melalui kontak
pada setiap pintu indra. Kelompok 'tubuh' adalah dasar untuk mengembangkan
konsentrasi saat-demi-saat yang menghasilkan kearifan. Oleh karena itu,
kita harus sadar sepenuhnya akan sensasi atau perasaan yang muncul dari
kontak pada mata, telinga, hidung, lidah, tubuh/kulit dan batin/ingatan
sebagai landasannya.

"Poin kedua yang penting adalah bahwa kontinuitas adalah rahasia
keberhasilan dalam meditasi. Pemeditasi harus berupaya untuk tetap sadar
siang dan malam, setiap saat, dan dengan demikian dengan cepat
mengembangkan konsentrasi dan kearifan. Sang Buddha sendiri menyatakan
bahwa jika pemeditasi benar-benar sadar dari saat ke saat selama tujuh
hari, ia akan mencapai pencerahan penuh. Oleh karena itu, esensi
meditasi pencerahan adalah perhatian-penuh saat-demi-saat terus-menerus
terhadap sensasi yang muncul dari kontak pada keenam landasan indra."

Tekanan dan metode Ajahn Dhammadaro mirip dengan Mahasi Sayadaw; keduanya
menekankan perhatian-penuh saat-demi-saat, siang malam, selama retret untuk
memperoleh hasil terbaik. Sesungguhnya semua guru meditasi pada umumnya
menekankan untuk mempertahankan perhatian-penuh terus-menerus, kecuali
beberapa di antara mereka tidak memiliki jadwal meditasi yang intensif,
melainkan meminta pemeditasi untuk mengerjakan pekerjaan dan kegiatan
sehari-hari yang normal disertai perhatian-penuh, seperti menyapu, menimba
air dan membelah kayu. Mereka juga membolehkan membaca, belajar dan
bercakap-cakap sedikit.

AJAHN JUMNIEN

Seorang guru meditasi Thai lain, Ajahn Jumnien, yang berpandangan bahwa
orang jangan melekat pada satu metode saja, melainkan mengakui validitas
dari semua metode, entah samatha entah vipassana murni, sangat melegakan
dan merupakan peringatan yang baik agar kita memiliki pandangan yang luas.
Ajahn Jumnien tentu tahu, oleh karena beliau sendiri telah memraktikkan
baik teknik samatha maupun vipassana. Beliau berkata, "Saya mujur. Saya
menguasai praktik dari banyak guru meditasi sebelum saya mulai mengajar.
Ada banyak praktik yang baik. Yang penting ialah bahwa Anda menekuni
praktik Anda sendiri dengan yakin dan penuh energi. Kelak Anda akan tahu
sendiri hasilnya."

Ketika ditanya, jenis meditasi apakah yang diajarkannya di pusat
meditasinya di Thailand selatan, Ajahn Jumnien menjawab: "Di sini Anda akan
menjumpai orang berlatih banyak teknik meditasi. Sang Buddha menguraikan
lebih dari empat puluh jenis meditasi bagi para siswa beliau. Tidak semua
orang mempunyai latar belakang yang sama, tidak semua orang mempunyai
kemampuan yang sama. Saya tidak mengajarkan hanya satu jenis meditasi saja,
melainkan banyak jenis, dengan memilih jenis yang cocok bagi setiap siswa.
Di sini ada yang melatih meditasi pernapasan. Yang lain bermeditasi dengan
mengamati sensasi pada tubuh. Ada yang bermeditasi pada cinta kasih. Bagi
orang lain yang datang, saya mengajarkan permulaan latihan pencerahan
(vipassana); dan untuk orang lain saya mengajarkan metode konsentrasi yang
kelak akan membawa mereka pada latihan pencerahan (vipassana) dan kearifan
yang lebih tinggi."

Namun, tampaknya Ajahn Jumnien lebih menyukai metode vipassana langsung,
yakni langsung mulai dengan vipassana tanpa mengembangkan samatha-jhana.
Beliau adalah murid Ajahn Dhammadaro, yang menyukai 'khanika-samadhi'
(konsentrasi saat-demi-saat), yakni konsentrasi yang perlu dikembangkan
oleh setiap pemeditasi vipassana langsung. Ketika ditanya: "Apakah biasanya
Bhante mulai membimbing siswa Bhante langsung dengan meditasi vipassana
atau dengan praktik konsentrasi?", Ajahn Jumnien menjawab: "Paling sering
mereka mulai dengan praktik vipassana. Namun, kadang-kadang saya
mengajarkan praktik konsentrasi (jhana) dulu, terutama jika mereka pernah
mempunyai pengalaman meditasi sebelumnya, atau jika batin mereka cenderung
dengan mudah mencapai konsentrasi. Yang paling penting akhirnya semua orang
harus kembali ke praktik vipassana."

AJAHN BUDDHADASA

Ajahn Buddhadasa yang terkenal dari vihara Suan Mokh di Thailand selatan
juga membolehkan orang untuk memintasi jhana dan melatih vipassana setelah
mencapai tingkat konsentrasi yang cukup untuk mengatasi kelima 'rintangan
batin'. Ajahn Buddhadasa mengajarkan 'anapanasati' (meditasi pernapasan)
dan menjelaskan ke-16 langkah yang dibutuhkan untuk mengembangkan jhana dan
vipassana. Tetapi beliau juga membolehkan orang untuk memintasi jhana dan
melatih dua saja dari ke-16 langkah itu. Dalam buku beliau, "Anapanasati --
Perhatian Penuh dengan Pernapasan" halaman 116, Ajahn Buddhadasa berkata:
"Jika ada orang merasa bahwa keenam belas langkah ini terlalu banyak, itu
boleh-boleh saja. Ke-16 langkah itu bisa diringkas menjadi dua langkah
saja. Pertama -- latihlah citta (batin) untuk berkonsentrasi secara memadai
dan semestinya. Kedua -- dengan samadhi itu pindahlah untuk langsung
mengamati ketidakkekalan (aniccam), keadaan tak-memuaskan (dukkham) dan
tanpa-aku (anatta). Dua langkah ini saja, jika dilakukan bersama setiap
tarikan dan hembusan napas, dapat dianggap sebagai anapanasati juga. Jika
Anda tidak suka akan latihan 16 langkah itu, atau menganggap bahwa itu
terlalu teoretis,atau terlalu banyak untuk dipelajari, atau terlalu
mendetail, ambillah saja dua langkah ini. Pusatkan batin dengan
berkonsentrasi pada pernapasan. Bila Anda merasa samadhi (konsentrasi)
sudah cukup kuat, selidikilah segala sesuatu yang Anda ketahui dan alami,
sehingga Anda sadar betapa semua itu tidak kekal, betapa semua itu tidak
memuaskan, dan betapa semua itu tanpa-ruh; ini saja sudah cukup untuk
mencapai hasil yang diinginkan, yakni tinggalkan! lepaskan! jangan melekat!
Akhirnya, perhatikan berakhirnya kilesa (kotoran batin) dan berakhirnya
kelekatan bila aniccam-dukkham-anatta terlihat sepenuhnya. Demikianlah,
Anda dapat mengambil jalan pintas ini jika mau."

Di bagian lain dari buku beliau (hal. 124), di mana beliau lagi-lagi
memberi pilihan kepada para pemeditasi untuk memintasi pengembangan jhana,
beliau berkata: "Kita akan mulai berbicara bagi mereka yang tidak suka
'banyak'. Dengan istilah 'banyak' tampaknya mereka maksudkan terlalu banyak
atau surplus. Nah, surplus itu tidak perlu. Kita akan mengambil hanya yang
cukup saja bagi orang kebanyakan, yang kita namakan 'metode jalan pintas'.
Intisari dari metode ini ialah memusatkan batin secara memadai, cukup
sampai di situ saja, yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Lalu gunakan
batin yang sudah memusat itu untuk mengamati aniccam-dukkham-anatta, ketiga
sifat eksistensi, sampai tercapai 'su~n~nata' (kekosongan) dan 'tathata'
(hakikat yang ada). Dengan latihan ini mereka akan memperoleh manfaat
samadhi juga. Mereka akan memperoleh hasil lenyapnya dukkha yang sepenuhnya
sama, tetapi tidak ada sifat-sifat istimewa lain sebagai tambahan dari itu.
Kemampuan-kemampuan istimewa seperti itu juga tidak dibutuhkan. Jadi
buatlah batin terpusat secara cukup, lalu selidiki
'aniccam-dukkham-anatta'. Latihlah saja kelompok-empat pertama dari
Anapanasati secara cukup, lalu kelompok-empat keempat secara cukup. [Ke-16
langkah dalam Anapanasati-sutta dikelompokkan menjadi empat kelompok-empat
(tetrad)./hudoyo] Itu saja! Cukup dan tidak banyak, juga tidak lengkap,
tetapi sudah cukup bagus. Inilah jalan pintas bagai orang biasa."

Ajahn Buddhadasa sendiri telah menyatakan dengan sangat jelas. Suatu taraf
konsentrasi yang cukup saja yang diperlukan, dan jhana sama sekali tidak
dibutuhkan.

AJAHN NAEB

Guru meditasi perempuan Thai, Ajahn Naeb, juga mengajarkan metode vipassana
langsung, menekankan perhatian-penuh dalam keempat posisi tubuh: duduk,
berdiri, berjalan dan berbaring, serta pada setiap kegiatan sehari-hari,
siang malam. Perlu adanya pengamatan tajam terhadap semua proses batin dan
jasmani. Tidak diperlukan meditasi samatha (ketenangan, konsentrasi)
khusus, oleh karena konsentrasi akan berkembang mencapai tingkat yang kuat
dan diperlukan sementara orang melatlih vipassana langsung dengan mengamati
semua proses batin dan jasmani tanpa jeda sepanjang siang dan malam.


KHANIKA SAMADHI: KONSENTRASI SAAT-DEMI-SAAT

Di sini ada baiknya untuk kita bahas jenis konsentrasi apa yang
dikembangkan oleh seorang pemeditasi Vipassana murni. Pemeditasi Vipassana
menggunakan KHANIKA-SAMADHI (konsentrasi saat-demi-saat) yang tercapai
dengan mengamati obyek-obyek vipassana, yakni mengamati berbagai fenomena
mental dan fisik yang terjadi di dalam batin dan tubuh. Disebut 'khanika'
(saat-demi-saat) oleh karena hanya terjadi pada saat pengamatan, dan dalam
hal vipassana, bukan pada satu obyek seperti dalam meditasi samatha-jhana,
melainkan pada obyek-obyek atau fenomena yang selalu berubah yang terjadi
dalam batin dan tubuh. Tetapi ketika pemeditasi vipassana mengembangkan
kekuatan dan ketrampilan dalam mengamati, konsentrasi 'khanika'-nya
berlangsung tanpa terputus dalam rangkaian tanpa-jeda. Konsentrasi ini,
bila terjadi dari saat ke saat tanpa jeda, menjadi begitu kuat sehingga
dapat mengalahkan kelima 'rintangan batin', dan dengan demikian
menghasilkan penyucian batin (citta visuddhi), yang memungkinkan pemeditasi
mencapai semua pencerahan vipassana (vipassana-~nyana) sampai ke tingkat
arahat. Pemeditasi vipassana murni dapat memahami dan menghargai kekuatan
khanika-samadhi. Ketika pengamatannya menjadi lancar, mereka bisa melihat
sendiri betapa pengamatan berjalan sendiri tanpa terputus tanpa jeda.
Pengamatan itu tampak berjalan dengan tenaganya sendiri tanpa pemeditasi
mengerahkan upaya yang disengaja atau yang terpusat. Maka tidak langka bagi
pemeditasi untuk duduk satu jam, atau bahkan beberapa jam, terserap dalam
pengamatan. Dalam pengamatan yang baik, terutama dalam pencerahan tentang
keseimbangan (sankhara-upekkha-~nana), batin diam pada obyek-obyeknya dan
tidak mau menyimpang. Bahkan jika kita menghendaki batin menyeleweng, ia
menolak pergi dan tetap tinggal bersama obyek vipassana yang tengah
diamatinya. Ada kasus-kasus di mana pemeditasi mampu duduk selama enam atau
tujuh jam terus-menerus, atau lebih lama lagi. Dari sini, kita dapat
menyimpulkan bahwa ada kekuatan tertentu dalam 'khanika-samadhi'; jika
tidak, bagaimana mungkin pemeditasi bisa duduk dengan konsentrasi kuat
untuk waktu begitu lama.

Demikianlah, para pemeditasi atau calon-pemeditasi hendaknya tidak
menganggap 'khanika-samadhi' sebagai lemah dan tidak efektif. Memang, ia
lemah sebelum berkembang, tetapi bila telah lancar, ia menjadi begitu kuat
sehingga mampu mengatasi 'rintangan batin'. Bahkan, dalam menekankan
kekuatan potensial dari 'khanika-samadhi', kitab Paramattha-manjusa,
Subkomentar terhadap Visuddhi-magga, menyatakan bahwa konsentrasi
saat-demi-saat, bila berlangsung tanpa terputus pada obyeknya,
"memancangkan batin tanpa bergerak seolah-olah seperti dalam jhana."(2)
Mengatasi kelima 'rintangan batin' adalah semua yang dibutuhkan untuk
mengembangkan meditasi vipassana. Bila kelima 'rintangan batin' telah
diatasi, terjadilah penyucian-batin (citta-visuddhi). Dengan
penyucian-batin ini, orang dapat berlatih dan memperoleh seluruh pencerahan
vipassana (vipassana-~nana) sampai ke tingkat arahat., sebagaimana
ditunjukkan dalam Rathavinita-sutta dari Majjhima Nikaya.

Orang dapat memilih melakukan vipassana melalui tiga jenis konsentrasi:
(1) khanika-samadhi (konsentrasi saat-demi-saat);
(2) upacara-samadhi (konsentrasi mendekat);
(3) appana-samadhi atau jhana (konsentrasi penuh).

Pejalan jhana menggunakan jhana dengan mula-mula mencapai jhana dan
kemudian keluar lagi dari jhana untuk melakukan vipassana dengan
berkontemplasi pada faktor-faktor mental jhana atau keadaan batin atau
proses fisik apa pun yang terjadi dalam batin dan jasmani.

Upacara-samadhi adalah konsentrasi-mendekat atau konsentrasi-akses. Itu
adalah konsentrasi yang tercapai ketika orang mengamati obyek samatha
(ketenangan) yang tetap untuk mencapai jhana. Jadi, itu adalah konsentrasi
yang mendahului tercapainya jhana. Namun, pemeditasi yang menggunakan
konsentrasi-akses untuk melakukan vipassana, tidak perlu menunggu untuk
mengembangkan atau mencapai jhana. Tanpa mencapai jhana ia mulai
berkontemplasi pada obyek-obyek vipassana setelah ia mencapai tingkat
konsentrasi-akses.

Khanika-samadhi (konsentrasi saat-demi-saat) digunakan oleh pemeditasi
vipassana murni; konsentrasi ini, bila telah berkembang, sama kuatnya
dengan upacara-samadhi (konsentrasi-akses). Tetapi secara teknis tidak
dinamakan 'konsentrasi-akses' karena konsentrasi-akses menggunakan obyek
samatha yang tetap sebagai dasar untuk pencapaian jhana. Di pihak lain,
konsentrasi-khanika dari pemeditasi vipassana murni memakai obyek-obyek
vipassana yang tidak dimaksudkan untuk mencapai jhana. Itulah sebabnya ada
perbedaan istilah. Namun, di dalam kitab-kitab Komentar,
konsentrasi-khanika dari pemeditasi vipassana kadang-kadang juga disebut
konsentrasi-akses. Dalam hal itu, istilah itu adalah istilah "terapan",
artinya itu adalah konsentrasi-akses "nominal", dan bukan konsentrasi-akses
sesungguhnya, oleh karena secara teknis konsentrasi-akses menggunakan obyek
samatha yang tetap.(3) Kami menjelaskan topik konsentrasi saat-demi-saat
secara mendetail di sini bagi para pemeditasi yang cenderung berpikir dari
sisi kesarjanaan. Pada umumnya, kebanyakan pemeditasi tidak mau pusing
dengan uraian yang begitu mendetail.

VEN. SRI ~NANARAMA MAHATHERA

Penjelasan yang kami berikan di atas sejalan dengan penjelasan para guru
meditasi seperti Mahasi Sayadaw dari Myanmar dan Ven. Matara Sri ~Nanarama
Mahathera dari Sri Lanka. Para bhikkhu itu memiliki baik pengalaman praktik
maupun kesarjanaan yang kuat. Misalnya, Ven. ~Nanarama, adalah kepala
Mitirigala Nissara Vanaya, sebuah vihara meditasi yang ketat di Sri Lanka.
Beliau mahir dalam bahasa Pali dan Sanskrit. Sejak tahun 1951, beliau telah
menjadi upajjhaya (penahbis) dan guru dari Sri Kalyani Yogashramiya
Samstha, sebuah organisasi guru meditasi yang didirikan oleh Ven. K. Sri
Jinavamsa Mahathera. Organisasi ini mempunyai lebih dari lima puluh cabang
pusat meditasi di Sri Lanka.

Ven. ~Nanarama Mahathera mengajarkan bukan hanya vipassana murni tetapi
juga meditasi samatha (ketenangan). Dalam bukunya, "Tujuh Tahap Penyucian
dan Pencerahan Vipassana" yang diterbitkan oleh Buddhist Publication
Society di Sri Lanka, Ven. ~Nanarama menjelaskan baik metode samatha maupun
metode vipassana murni, sesuai dengan pengalaman beliau pribadi dan sejalan
dengan kitab suci Pali dan kitab-kitab Komentar. Di dalam menjelaskan
ketiga jenis konsentrasi, beliau menyatakan:

"Ada tiga jenis konsentrasi yang memenuhi syarat sebagai Penyucian Batin:
(1) konsentrasi-akses (upacara-samadhi); (2) konsentrasi-penuh atau
konsentrasi-absorpsi (appana-samadhi atau jhana); dan konsentrasi
saat-demi-saat (khanika-samadhi). Dua konsentrasi yang pertama tercapai
melalui jalan ketenangan (samatha), sedangkan konsentrasi terakhir tercapai
melalui jalan pencerahan (vipassana). Konsentrasi saat-demi-saat mempunyai
kekuatan yang sama untuk pemusatan batin seperti konsentrasi-akses. Oleh
karena ... menekan kelima 'rintangan batin', konsentrasi itu membantu
pencapaian pencerahan-vipassana. Namun, oleh karena tidak dimaksudkan
sebagai landasan bagi jhana, konsentrasi itu tidak disebut konsentrasi-akses."

(Di Sri Lanka, sekitar 40 tahun lalu, ada tiga bhikkhu mengritik metode
vipassana murni yang diajarkan oleh Mahasi Sayadaw. Setelah itu, salah satu
dari mereka, dalam sebuah artikel dalam majalah World Buddhism pada tahun
1966, lagi-lagi mengritik metode itu dan menyatakan bahwa jhana diperlukan
untuk vipassana. Sayadaw U Nyanuttara dari Myanmar menulis serangkaian
jawaban, di mana dijelaskan kedudukan konsentrasi saat-demi-saat (khanika)
dan dijelaskan mengapa jhana tidak diperlukan berdasarkan bukti-bukti kitab
suci dan kitab komentar. Belakangan, Organisasi Mahasi menerbitkan baik
kritik dan jawaban itu dalam sebuah buku yang dapat dibaca oleh generasi
mendatang.)

Catatan kaki:

(1) 'Absorpsi' di sini mengacu pada jhana.

(2) Lihat catatan kaki dalam buku Ven. ~Nanamoli, "Path of Purification
(Visuddhi-magga)", hal. 311.

(3) Perbedaan istilah yang "halus" ini telah dijelaskan oleh Sayadaw U
~Nyanuttara dalam buku beliau, "Satipattana-Vipasssana Meditation:
Criticism and Replies".

Ven. Visuddhacara adalah seorang bhikkhu Buddhis Malaysia. Pada saat ini
beliau tinggal di Penang. Buku-buku beliau yang sudah terbit termasuk
"Curbing Anger Spreading Love", "Drinking Tea Living Life", dan "Love and
Dying".

============================
KOMENTAR:

Di kalangan guru meditasi vipassana pada dewasa ini terdapat dua aliran
tentang perlu-tidaknya jhana (sekurang-kurangnya jhana pertama) dicapai
lebih dulu sebelum orang melakukan vipassana untuk mencapai pembebasan:

(1) Yang mengatakan bahwa jhana tidak diperlukan untuk pembebasan termasuk
Mahasi Sayadaw, Ajahn Chah, Buddhadasa Mahathera, dan guru-guru lain yang
ditampilkan dalam artikel di atas. Juga SN Goenka termasuk aliran ini.

(2) Yang mengatakan bahwa jhana mutlak diperlukan untuk pembebasan termasuk
Henepola Gunaratana, Brahmavamso dna Thanissaro.

Pada umumnya, aliran #1 berpegang pada tradisi vipassana Theravada yang
dipaparkan secara rinci di dalam kitab Visuddhi-magga (yang ditulis pada
abad 5 M dan tidak termasuk dalam Kanon Pali). Namun mereka pun dapat
menunjukkan sutta-sutta tertentu di dalam Sutta Pitaka di mana jhana tidak
disebut-sebut dalam proses perjalanan mencapai pembebasan.

Di lain pihak, aliran #2 berpegang pada banyak sutta di dalam Sutta Pitaka
yang menampilkan jhana sebagai 'pencapaian antara' di dalam jalan menuju
pembebasan. Aliran ini mau tidak mau harus mengesampingkan otoritas
Visuddhi-magga, karena kitab itu secara eksplisit menyatakan bahwa jhana
tidak diperlukan, sekalipun tidak salah pula untuk dicapai.

Di dalam kontroversi ini kiranya tidak ada gunanya mempermasalahkan mana
yang benar di antara kedua pendapat itu. Soalnya setiap pemeditasi pasti
memperoleh hasil sesuai dengan jalan yang dilaluinya, sehingga siapa pun
tidak mungkin dapat mengklaim bahwa jalan orang lain salah.

Di dalam Sutta Pitaka sendiri ada beberapa petunjuk bahwa kontroversi ini
sudah ada sejak zaman Sang Buddha sendiri. Antara lain adanya dua istilah
yang setara, yakni 'ceto-vimutti' (pembebasan melalui batin/jhana) dan
'pa~n~na-vimutti' (pembebasan melalui kearifan/vipassana), yang banyak
ditemukan dalam berbagai sutta.

Dalam salah satu sutta, Sang Buddha pernah ditanya oleh para bhikkhu,
mengapa sampai ada kedua istilah itu? Beliau menjawab, "Itu disebabkan
adanya perbedaan dalam kemampuan batin manusia." (Saya menafsirkan jawaban
Sang Buddha itu mengacu pada adanya pemeditasi yang mampu dengan mudah
mencapai jhana dan ada yang tidak, tapi beliau tidak menyatakan bahwa hanya
satu jalan saja yang benar.)

Analisis yang pernah saya lakukan terhadap Culasaropama-sutta juga
mengisyaratkan adanya persaingan antara kedua aliran meditasi ini di dalam
sutta itu.

Kalau kita mempelajari sutta-sutta yang berisi uraian Sang Buddha tentang
jalan pembebasan, ternyata beliau tidak mengajarkan satu jalan yang baku
dan seragam.

Di satu sutta beliau mengajarkan bahwa pembebasan tercapai melalui keadaan
'sa~n~na-vedayita-nirodha" (berhentinya pencerapan dan perasaan), yang
adalah lebih tinggi daripada jhana kedelapan.

Di sutta lain, beliau mengajarkan bahwa pembebasan tercapai melalui
kesaktian keenam, yang disebut "asava-kkhaya-abhi~n~na" (kesaktian tentang
berakhirnya arus kotoran batin), yang dikembangkan setelah pemeditasi
mencapai jhana keempat.

Di sutta lain lagi, beliau mengajarkan bahwa pembebasan tercapai melalui
vipassana setelah pemeditasi mencapai jhana pertama lebih dulu.

Di sutta lain lain, beliau mengajarkan bahwa pembebasan tercapai melalui
vipassana murni tanpa menyebut-nyebut jhana.

Demikianlah, tampaknya Sang Buddha mengajarkan berbagai jalan meditasi bagi
berbagai bhikkhu/orang yang berbeda kecenderungan dan kemampuan batinnya.

Jadi, sekali lagi, tidak ada gunanya mempertentangkan berbagai jalan yang
diajarkan oleh Sang Buddha itu satu sama lain. Biarlah setiap orang
menempuh jalan yang sesuai dengan pemahaman dan kemampuan masing-masing.

Salam,
Hudoyo 

0 komentar:

Posting Komentar

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;