Jumat, 25 Juli 2014

SIWA PURANA IV

SIWA PURANA IV


Manu, Manvantara, Posisi dan Rsi

            Swayambhu adalah Manu yang pertama. Ia adalah pemimpin- penegak hukum dan waktu hidupnya disebut dengan Swayambhu Manvantara. Dalam Manvantara ini tujuh putra spiritual (manasaputra) Brahma- Marichi, Atri, Pulaha, Kratu, Pulatsya dan Vishista tinggal sebagai rsi yang agung di Utara.
            Yang kedua adalah Swarochisha Manvantara dengan Swarochisha sebagai Manu. Rochana akan menempati tempat Indra. Para dewa disebut dengan Tushita. Urdhwasthambhu, Parasthambhu, Rishabha, Vasumantha, Jyotismanta, Dyutimanta, Rochishmanta adalah tujuh rsi.
            Uttama manvantara adalah yang ketiga. Uttama adalah seorang Manu. Satya (kebenaran), Veda (Weda) dan shruti (kitab agung) adalah dewanya. Satyapita adalah Indra. Urthwasthambha dan yang lainnya adalah tujuh rsi.
            Manu yang keempta adalah Tamas dan Manvantaranya disebut dengan Tamasa manvantara. Tamasa adalah Manu. Trishanku adalah Indra. Devabahu dan yang lainnya adalah tujuh rsi sementara itu Bhutarajaska adalah dewanya. Indra akan menjadi Dewa Wisnu.
            Yang keenam adalah Chakashusha manvantara dengan Chakshu sebagai Manu dengan Medharhidhi, Paulatsya, Vasu, Kashyapa, Jyotishmantha, Bhargawa dan Dhritimantha sebagai tujuh rsi.
            Mannvantara yang ketujuh adalah Vywaswata manvantara. Vywaswata adalah Manu. Kashyapa, Atri, Vashistha, Vishwamitra, Gautama, Jamadagni, Bharadwaja adalah tujuh rsi. Sadhwi, Rudra, Vishwadewa, Vasumata, Aditya, Ashwini Kumara adalah para dewa. Pakashasana adalah Indra.
            Sarvarni adalah delapan nama dalam sarvarni manvantara. Kashyapa, Bharadwaja, Angirasa, Vasishta, Atreya, Havya, Pulaha adalah para rsi. Keturunan Rohita adalah para dewa.
            Ruchi adalah Manu yang kesembilan. Rauchya manvantara memiliki Rama, Vyasa, Atreya, Diptimanta, Subahu, Shruti, Bharadwaja, Ashwathama adalah tujuh rsi. Dalam manvantara ini, Balichakravarti adalah Indra.
            Manvantara yang kesepuluh adalah Brahma Savarni Manvantara. Brahma Savarni adalah Manu. Harishmantha, Pulaha, Prakirti dan empat belas yang lainnya adalah enam belas rsi. Dwishamantha adalah para dewanya. Indra adalah Shambhu.
            Yang berikutnya adalah Dharma Savarni manvantara. Harishmantha, Kashyapa, Vapushmanta, Varuni, Atreya, Vasishta Anaya, Angirachara, Dhrushya Paulatsya Nishwarah. Agniteja adalah tujuh rsi. Dewanya adalah para vidhruta.
            Yang keduabelas adalah Rudra Savarni Manvantara. Dyuti, Vashisthaputra, Atreya, Sutapa, Angira, Tapomurti, Tapovashvi, Kashyapa, Tapodhana, Paulatsya, Pulaha, Taporati, Bhargawa adalah tujuh rsi. Putra spiritual Brahma adalah para dewa. Rutadharma adalah Indra.
            Yang ketigabelas adalah Devasavarnika manvantara. Angirasa, Dhritimantha, Paulatsya, Ahavyavana, Paulaha, Tatwadarshi, Bhargawa, Nirutsava, Nishprapancha, Atreya, Nirdeha, Kashyapa, Vasistha adalah para rsinya. Trividha adalah dewanya. Divashpati adalah Indra.
            Yang terakhir adalah Indrasavarni manvantara. Agnidhra, Kashyapa, Paulatsya, Magadha, Bhargawa, Atibahya, Shuchi, Angirasa, Yukta, Atreya, Pautra, Vasistha, Ajita, Pulaha adalah para rsi. Pavitra dan Chakshushu adalah para dewa. Shuchi adalah Indra.

                                    Penggambaran tentang Chayapurusha

            Setelah mandi, menggunakan pakaian yang bersih, memakai kalungan bunga dan mengucapkan Shiva Panchakshari stotra, berdiri dihadapan matahari atau bulan dan yang dipandang adalah bayangannya. Setelah beberapa saat, seseorang itu bisa melihat bayangan itu di langit putih. Inilah yang disebut dengan Chayapurusha. Setelah mempelajari bayangan itu, seseorang akan mendapatkan Shivadarshana. Melalui hal ini seseorang bisa tahu kejadian yang akan datang. Jika bayangan itu nampak tanpa kelapa maka ia akan meninggal dalam jangka waktu enam bulan lagi. JIka kulit tubuh nampak putih, akan terjadi pertumbuhan Dharma. Jika nampak hitam, dosanya yang bertambah. Jika berwarna merah, maka akan terjadi masalah atau menemui kesulitan. Jika berwarna kuning, maka akan ada kebencian. Jika tanpa leher, maka keluarga akan meninggal. Jika melengkung maka istri yang akan meninggal. Jika kaki tidak menyentuh tanah maka perjalanan sangat diperlukan. Inilah Chayapurusha melalui yang mana seseorang itu bisa melihat masa depan.
           
                                    Menghaturkan oblasi (persembahan) pada leluhur
            Sementara Muni menjawab pertanyaan mengenai arti oblasi pada leluhur, Suta Muni berkata:
            Oblasi ini harus dipersembahkan seperti yang digambarkan dalam Kalpa (prosedur upacara).
            Dimasa lalu ketika Shantanu meninggal, Bhisma menghaturkan persembahan (oblasi) untuk mengenangnya. Ia menyimpan bola dari nasi pada sebuah tempat. Pada saat itu, tangan Shantanu muncul dari tanah dan menerima persembahan itu. Bhisma menangis atas kejadian itu, ia menaruh bola nasi itu pada sebuah tempat tanpa menghaturkannya pada ayahnya. Shantanu sangat bahagia karena putranya mengikuti prosedur upacara yang benar. Kemudian Shantanu memberi putranya anugerah bahwa ia akan mati apabila ia menginginkannya.
            Jadi upacara oblasi pada orang yang meninggal harus diberikan sesuai dengan prosedur yang tertulis dalam Kalpa (Kalpokta vidhi).
            Kelompok leluhur tujuh berada di surga. Dari ketujuh itu, empat memiliki wujud dan yang lainnya tanpa wujud.
            Akan lebih baik jika kita menggunakan alat-alat persembahan dari perak jika berhubungan dengan orang yang mati. Karenanya keturunan bisa berlanjut. Karena upacara ini semuanya akan senang bahkan tumbuhan juga akan subur. Itulah mengapa manusia harus melanjutkan melakukan upacara ini.

            Prosedur dalam upacara bagi mereka yang telah meninggal: beberapa penjelasan

            Setelah mendengarkan Suta Muni para rsi bertanya pada mereka lagi.
            Manusia pergi ke surga atau ketempat lain sesuai dengan perbuatannya sendiri. Ia juga bisa terlahir kembali dan lagi. Apabila begitu bagaimana upacara atau hasil pahala dari upacara ini bisa sampai pada mereka?
            Suta Muni tersenyum dan berkata bahwa mereka sangat bingung. Bagi yang masih hidup disini para lelulur yang telah mendahului sulit untuk diketahui. Itulah mengapa pada saat upacara, persembahan harus dilakukan dengan enam cara.

1.       Agnikarma           - melalui inilah apapun yang dihaturkan dalam upacara mencapai loka yang lebih tinggi.
2.      Jika leluhur berada di dunia sana (yama loka), haturkanlah sedikit biji wijen.
3.      Jika mereka berada di neraka atau ditempat hukuman, nasi yang dimasak dihaturkan pada mereka.
4.      Jika mereka berada di surga, annadana (sedekah makanan, nasi yang dimasak) adalah hal yang tepat.
5.      Jika mereka berada di dunia manusia, uang yang diberikan sebagai amal (dakshina) akan membuat mereka berkenan.

Walaupun kita tidak mengetahui dimana mereka, kita harus mempersembahkan persembahan ini. Para nenek moyang memiliki kemampuan untuk memberikan anugerah. Walaupun mereka mungkin mengalami penderitaan di dunia sana, namun mereka masih bisa memberikan kita berkah. Kita harus membuat mereka berkenan dengan persembahan kita. Kemudian Suta Muni memberitahu mereka tentang cerita Saptavyadha (tujuh vajadha).

                        Cerita tentang tujuh pemburu (Saptavyadha)

Dalam Vamsa (keluarga besar) Bharadwaja, ada seorang brahmana yang bernama Kaushika. Ia memiliki tujuh putra yang bernama: Vaghushth, Krodhan, Himsru, Pishunu, Kavi, Swaprushtha, Pitruvarthi. Ketujuh putra ini menemui Garga sebagai muridnya dan mempelajari semua. Ketika semua ini terjadi, suatu hari Kaushika meninggal. Karena hal ini para putranya hidup dengan guru Garga. Ketika hari memperingati hari kematian ayahnya, para putra ini tidak memiliki keinginan sama sekali mengadakan upacara peringatan. Mereka dengan santai menggembala sapi gurunya. Walaupun yang lain mencoba mencegah, dua putra diantaranya Kavi dan Swaprustha membunuh sapi dan memakainya sebagai persembahan pada ayah mereka yang telah meninggal. Keduanya berbohong bahwa seekor singalah yang telah membunuh sapi itu. Brahmana yang polos ini percaya dengan apa yang mereka katakan. Walaupun ia percaya, keduanya telah melakukan dosa pada guru – selain juga karena membunuh seekor sapi.
Karena kedua dosa ini, mereka terlahir sebagai putra pemburu burung (boya) yang bernama Manaswi. Karena mereka melakukan hal baik dan juga pelayanan tulus dalam kehidupan sebelumnya maka merekapun memiliki kemampuan untuk melihat kelahiran mereka sebelumnya. Walaupun lahir sebagai seorang pemburu, mereka adalah vegetarian. Mereka memuja Dewa Siwa. Kemudian mereka terlahir sebagai dua burung bersaudara. Mereka tidak menikah. Pada kehidupan mereka kemudian merekapun menjadi burung lagi. Ada tujuh burung Chakravaka yang mengunjungi pulau Shari. Suatu hari raja pulau itu datang berkunjung. Salah satu burung itu melihat sang raja iapun ingin menjadi seorang raja. Satu burung yang lain ingin menjadi pegawai kerajaan. Karena ketulusan mereka melakukan segalanya berpuasa, tidak menikah dan lain-lainnya, mereka mendapat pahala dan terkabul keinginannya. Setelah beberapa kelahiran, merekapun terlahir dengan nama Brahmadatta dan nama baik yang lain di kota Kampilya. Kedua burung ini lahir sebagai Brahmana sedangkan Brahmadatta lahir sebagai Kshatriya. Raja Kampilya mengabdikan singgasana pada Brahmadatta dan meninggalkannya untuk melakukan tapasya. Para Brahmana yang adalah para menteri menjadikan putra mereka menjadi menteri lagi. Sehingga keinginan Chakravaka terkabulkan.
Karena ingatan tentang kelahiran sebelumnya, memikirkan kelahiran berikutnya, mereka hidup dengan baik dan tulus dan selalu berdoa bahwa mereka akan bebas dari perputaran kelahiran dan kematian.
Setelah mengatakan ini Suta Muni mengatakan pada para orang suci bahwa menceritakan kembali atau mendengar tentang cerita saptavyadha (tujuh pemburu) akan menguatkan tubuh, kata-kata dan manas.
Kemudian atas keinginan para rsi dan orang suci Suta Muni menceritakan tentang cerita Parashara.


Cerita Parashara

Parashara adalah cucu Brahma dari putranya Vasishta. Ia memiliki pengetahuan yang tak terbatas. Karena ia menyukai astronomi, ia menjadi astrologi yang termasyur. Ia menulis sebuah buku yang berjudul Parashara Samhita. Ia terkenal bukan karena cucu Sakthi tetapi karena cucu Vashistha.
Setiap hari ia biasa menghitung pergerakan planet dan dengan itu ia bisa meramalkan apa yang akan terjadi.
Suatu kali ia harus menyeberangi Yamuna. Ia menemui Dasaraja. Tetapi karena Dasaraja sedang makan, ia menyuruh putrinya Satyawati untuk mengantar sang raja menyeberangi sungai.

                        Satyawati dan Parashara

Perahu itu lajunya pelan. Riak-riak sungai Yamuna bergerak dengan indah. Walaupun itu tengah hari suasananya sangat indah. Satyawati menyanyi dengan merdu. Parashara tiba-tiba merasakan perasaan aneh yang membuatnya amat terkejut.
Karena pergerakan plane, saat itu adalah hari mendekati hari kelahiran Parashara. Apapun kastanya, jika seorang wanita itu masih murni, cahayanya akan sangat indah. Lirikan Parashara terhempas pada Satyawati. Kemudian ia bertanya padanya. Ia berkata bahwa ia masih perawan. Parashara karena itulah ia ingin agar Satyawati mengandung anaknya. Tetapi Satyawati takut keperawanannya hilang. Parashara mengatakan bahwa keperawanannya akan tetap tak terganggu. Parashara mengatakan bahwa bau amis akan hilang darinya berganti dengan bau yang sangat harum hingga sampai di kejauhan. Jadi Matsyagandhi (Satyawati) menjadi Yojanagandhi. Akhirnya malam itu Parashara menghamili Satyawati.


                                    Kelahiran Vyasa

Pada saat Sadyogarbha (saat melahirkan) Satyawati melahirkan seorang putra. Setelah anak itu lahir ia kemudian menjadi Vatu ( seorang anak dengan kulit rusa, dan kamandalu menggunakan pakaian yang sederhana). Karena ia lahir di pasir dengan sedikit cahaya, ia kemudian diberinama Krishnadwaipayana. Ia berdoa pada Satyawati untuk mengijinkannya melakukan tapasya dan ia akan datang dihadapannya dengan cepat ketika ia memanggilnya.
Setelah semua yang ia lalui, Satyawati kembali ke kerajaannya. Tidak ada yang bertanya apapun padanya. Setap orang bersikap biasa saja seakan ia tidak pergi dengan pertapa ke tepi sungai.
Begitulah penulis purana, Rsi Vedavyasa lahir kedunia.

                                    Cerita tentang Vyasa

Para rsi dan orang suci bertanya: bagaimana kelanjutan cerita tentang anak ituyang langsung bertapa setelah kelahirannya langsung melakukan tapasya!
Jawab Suta Muni:

Pada tapa itu, ia diberikan semua Weda oleh Brahma. Vyasa membaginya menjadi empat. Ia mengumpulkan informasi penting dan menulis Purana yang merangkum semua informasi penting dalam Weda.
Pada saat itu, pikirannya melayang dan ingin memiliki putra. Saat mengaduk arani ( untuk membuat api) ia melihat Grutachi, seorang apsara (bidadari), dan iapun sangat tergoda. Karena takut akan dirinya, yang bisa berbuat buruk, ia mengubah wujud menjadi seekor burung kakatua. Dengan menjadi burung ia kemudian tanpa sengaja telah menjatuhkan benihnya pada ‘arani’. Dari arani itu, bukan mengeluarkan api tetapi seorang anak yang sangat tampan. Para bidadari menaburkan bunga. Brahma sendiri turun ke bumi dan memberikan anak itu darbhasana, kulit rusa (Krishnajina), sebuah sabuk, kamandalu dan juga paraphernalia untuk tapasya (meditasi tingkat tinggi). Karena anak itu terlahir kari kecantikan seekor burung kakatua (shuka) maka ia diberi nama shuka.

Kata Suta Muni kemudian:

Kalian semua terberkahi dengan mendengarkan cerita tentang seorang rsi yang telah menjadi seorang tapasi sejak lahir.

Shuka menjadi murid Brihaspati. Vyasa ingin menikahkan putranya, Shuka. Shuka tidak ingin menikah. Vyasa menulis purana yang sangat berharga dan menyuruh Shuka membaca semuanya. Shuka tidak ingin terjebak dalam ‘samsara’ (ikatan kekeluargaan). Akhirnya Vyasa menuruh putranya pergi ke Janaka. Tetapi Shuka kembali ke ashrama ayahnya.
Kemudian dikatakan setelah gurunya mengumumkan bahwa ia telah melengkapkan studinya, Shuka menika dengan seorang gadis, ia kemudian memiliki putra. Cucunya Brahmadatta menjadi seorang raja dan kemudian menjadi bagian lima unsur.
Vyasa sangat sedih karena ia tidak bisa mencapai apa yang telah dicapai oleh Shuka. Tetapi Vyasa tahu bahwa hanya dengan memikirkannya saja Shuka akan memperlihatkan diri dihadapannya. Ketika Vyasa sedang memikirkan hal ini, Satyawathi memikirkannya. Setelah Vyasa meninggalkannya sebagai yojanagandhi, Shantanu menikah dengan Sathyawati. Shantanu memiliki dua putra dari Satyawati. Yang sulung bertarung dengan gandharwa dan tewas. Yang kedua dinikahkan dengan dua gadis perawan, Amba dan ambalika. Bhisma menyelenggarakan pernikahan ini (Bhisma adalah putra Santanu dan Gangga). Bhisma mengambil sumpah bahwa ia tidak akan menikah agar putra Satyawati yang mewarisi Shantanu. Karena nafsunya yang tidak terkendali suami Amba dan Ambalika meninggal. Kerajaan itu tanpa raja. Bhisma tidak mau menjadi raja. Tetapi ia ingin agar Amba dan Ambika memiliki putra dari Brahmana seperti yang disebutkan hukum suci.
Satyawati tidak mau memberikan menantunya pada orang asing. Tetapi ia menginginkan keturunan dan Vyasa memperlihatkan diri dihadapannya. Satyawati mengatakan sebagai putranya ia akan menjadi pasangan yang tepat bagi menantunya. Ia memintanya untuk menghamili Amba dan Ambalika.
Vyasa yang sangat sedih karena kehilangan dua saudaranya, iapun setuju untuk memberikan putera pada Amba dan Ambalika. Karena Amba menutup matanya saat bersama Vyasa, putranya terlahir buta. Kemudian yang kedua, Ambalika pucat melihat Vyasa dan untuk alasan itulah ia melahirkan putra yang sakit-sakitan.
Ketika Satyawati meminta Amba untuk bersama dengan Vyasa, Amba yang ketakutan mengirimkan pelayan.
Satyawati sangat kecewa. Vyasa tidak mau melakukannya lagi.
Kemudian Suta Muni memberitahu para orang suci dan orang suci bahwa putra Amba melahirkan Dhristarashtra, Ambalika melahirkan Pandu dan pelayan itu melahirkan Vidura.
Kemudian Gandhari melahirkan putra Dhritarashtra Duryodhana, Dushasana dan sembilan puluh tujuh putra dan seorang putri yang bernama Dushcala. Istri Pandu Kunti dan Madri (melalui berkah Dewa Yama, Vayu, Indra dan Ashwini) Dharma, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa dikenal dengan nama Pandawa. Mereka yang dilahirkan Gandhari dikenal dengan nama Kaurawa. Cerita Mahabharatha adalah cerita tentang Pandawa dan Kaurawa.

                        Vyasa datang ke Daksharana

Suatu kali ketika Vyasa sedang ada di Kashi, suatu hari karena ia marah ia mengutuk Kashi. Annapurna tidak keberatan. Dengan mengundangnya ia menjamunya makan. Dewa Siwa tidak mempermaslahkan hal ini. Jadi alih-alih mengutuk Vyasa, Dewa Siwa memerintahkannya untuk meninggalkan Kashi, Vyasa sangat sedih. Ia berdoa pada Dewa Siwa untuk menunjukkan tempat suci lainnya yang sama sucinya dan berharganya seperti Kashi. Dewa Siwa memintanya untuk pergi ke Dakiremi di selatan. Dakiremi ini tidak lain tidak bukan adalah Daksharama di dekat sungai Govadari.
Suta Muni menyatakan bahwa ia akan melanjutkan dan karena Vyasa adalah nitya, abadi dan selalu ada iapun tinggal disana.

                        Tatanan Penciptaan

Karena Sat dan Asat, Dewa Siwa menciptakan air terlebih dahulu. Kemudian ia mengeluarkan ‘Sankalpa’(keinginan). Dari percampuran itu muncullah seorang putra – yaitu Narayana. ‘Nara’ artinya air. Karena ia terlahir di air maka ia bernama Narayana. Pada saat yang sama Dewa Siwa menciptakan sebuah telur yang besar. Dari telur itu muncullah Brahma. Ia membagi telur itu menjadi dua. Yang lebih atas menjadi Swarga dan bagian bawah adalah bumi. Ruang antara keduanya adalah Akasha (langit). Perlahan-lahan bagian atas dan bagian bawah dibagi menjadi tujuh loka (dunia) dan kemudian menjadi empat belas.
Sepuluh arah (diksa) diciptakan. Empat arah dan empat (satu diantara masing-masing), satu diatas dan satu dibawah, dibawahnya terdapat sepuluh yang lainnya. Ketika batas demarkasi tercipta, Manas (pikiran- intelek- hati), Vaka (wicara), Kama (keinginan), Krodha (amarah) dan Prema (cinta) terlahir. Dari pikiran Brahma, tujuh rsi lahir: Marichi, Atri, Angirasa Pulatshya, Pulaha, Krati, Vasistha- sapta rsi lahir kebumi. Juga disebut sebagai Sapta- brahma. Kemudian muncullah sebelas rudra.
Di langit, halilintar, awan, pelangi dan lain-lain tercipta. Demi keberhasilan Weda muncullah Weda.Mantra, doa juga tercipta.
Yang tertua dari semuanya yaitu Brahma, menjadi Prajapati. Dari wajahnya, muncullah Brahmana, dari dadanya, pitrudewata (para leluhur), dari perutnya muncul manuisa dan dari tengah muncullah raksasa. Selain ini, berbagai makhluk hidup lain juga muncul. Akibat berkah Dewa Siwa, Brahma memiliki darshan dari Ardha Narishwara. Dengan itu ia mulai penciptaan Manu dan bersamanya diciptakan Shatarupa. Brahma meminta mereka hidup sebagai suami istri.
Manu yang pertama adalah Swayambhu Manu. Ia memerintah hingga tujuh puluh satu Mahayuga. Tujuh puluh satu Mahayuga terdiri dari satu Manvantara. Dhruva melakukan tapa selama tiga ribu tahun dan mendapatkan sebuah daerah dari tujuh rsi (saptarsi mandala). Cucu Dhruva adalah Chakshusha.
Pruthu membentuk bumi sebagai seekor sapi dan iapun memerahnya. Dari itu muncullah semua oshadhi (obat-obatan). Pruthu mengatur gaya hidup para dewa,manusia dan raksasa. Salah satu dari empat putranya, Barhina memiliki sepuluh putra dari istrinya Samudratanaya. Mereka disebut dengan Prachitasa. Di tengah lautan, mereka melakukan tapasya selama ribuan tahun untuk memuja Dewa Siwa.
Sementara itu, Bumi dipenuhi dengan pohon. Populasi manusia mulai bertambah. Dewa Siwa bermanifestasi, memberikan anugerah Prachitasa dan meminta mereka untuk menjaga Bumi. Dengan pandangan untuk mengembangkan dan menyelamatkan bumi, Prachita ini menciptakan api dan Udara. Pohon-pohon tumbang karena angin. Api menghancurkan segalanya. Manusia kebingungan dan menangis penuh dengan teriakan. Dewa Chandra datang. Ia menarik perhatian udara dan api dengan berjanji menikahkan putrinya Anubhuti pada mereka. Prachita sangat senang dan menikah dengan Anubhuti. Akibat pernikahan ini lahirlah Daksha.
Daksha adalah pencipta dan juga seorang prajurit yang handal. Hanya dengan keinginan ia menciptakan banyak benda maupun makhluk yang bergerak. Ia menikah dengan Virini yang memberinya sepuluh ribu putra yang bernama Haryasva. Ia menjadi prajapati (penguasa manusia) dan menyuruh putranya untuk mencipta. Tetapi karena dipengaruhi oleh Narada semuanya menjadi pertapa (orang suci).
Daksha yang mengetahui hal ini sangat sedih. Ia kemudian mencoba mencipta seribu putra yang ia sebut sebagai para Subhala. Narada juga membuat mereka menjadi orang suci dan mengenakan baju berwarna kuning kunyit.
Kemudian Daksha memiliki enam puluh anak gadis yang amat cantik jelita
Dari keenam puluh ini, ia memiliki sepuluh putrinya pada Dharmi, tiga belas  Kashyapa, dua pada putra Brahma dan empat pada Aristanemi. Dari putri-putri inilah lahir semua raksasa dan manusia.
Pada jaman Daksha, hanya dengan keinginan (sankalpa), penglihatan (darshana) dan sentuhan (sparsha) makhluk hidup terlahir. Tetapi apabila membicarakan tentang keturunan itu didapatkan melalui kopulasi (pembuahan).
Vishwa, putri Daksha, melahirkan Vishwa dewata, Sandhya, Sandhya, Marudwati, Marudwanta, Vasu, Vasavu, Bhanu, para Bhanu dan Muhurta, Muhurtaja. Lamba melahirkan Ghosa, Yami melahirkan seorang putri, Nagavidhi; Arundati melahirkan Pruthvilashama dan Saukalpa melahirkan Sankalpudu.
Ayu, Dhruva, Soma, Dharma, Anila, Analu, Pratyusha, Prabhanu adalah delapan Vasu (ashta vasu). Ayu memiliki putra: Riwata, Shrama, Shantha dan Dhruva memiliki satu putra Kala. Varcha adalah nama Soma. Dravina adalah putra Dharma. Anila memiliki dua istri dan lima putra. Selain ini, putra yang terlahir dari Anila diasuh oleh Kritika dan oleh karena itu dipanggil dengan sebutan Kartikeya.
Daksha adalah putra Pratyusha. Prabha adalah putra Devala.Prabha menikah dengan adik Brihaspati, Yogaviddha. Viswakarma adalah putra mereka.

            Cerita Kashyapeya – Penciptaan

Kashyapa memiliki tiga belas istri. Dari mereka keturunan Aditi adalah para aditya. Putra Diti adalah Detya (raksasa). Putra Danu adalah Danuja atau raksasa. Vinata melahirkan Aruna, Garutmana dan mahatiryaksa lainnya, binatang dan lain-lain (yang tidak berdiri tegak seperti manusia). Putra Surasa adalah ular. Mereka bukanlah reptil biasa. Mereka berkeliaran di mana saja. Surasa diberinama Nagamata (ibu para ular). Adisesha, Vasuki, Takshaka adalah putra-putra Surasa. Krodhavasa lahir dari taringnya. Mereka disebut dengan gana. Keturunan Surabhi menjadi ternak dan kerbau. Ila melahirkan pepohonan dan tanaman merambat. Muni melahirkan putri-putri saja sehingga mereka menjadi apsara. Kadruva juga melahirkan ular. Arishtha melahirkan ular yang lebih kuat dari manusia.
Putra-putra Khasha menjadi Yaksha dan Rakshasa. Tamra melahirkan Shanmukha dan yang lainnya melahirkan putra-putra dan delapan putri Keki, Syeni, Bhasi, Surgrivi, Shuki, Grudhrika, Ashmi, Vuluki. Dari semua ini, Kaki melahirkan sapi-sapi, Syeni melahirkan burung elang, Bhasi ; bebek. Sugrivi melahirkan burung dan Shuki melahirkan burung kakaktua yang cantik. Gridhrika melahirkan burung elang. Vuluki melahirkan burung hantu. Ashmi, yang termuda, melahirkan unta, kuda dan juga keledai.
Sehingga tanah, udara, makhluk air selain manusia terlahir dari tiga belas putri Kashyapa. Itulah mengapa Bumi dikenal sebagai ciptaan Kashyapa dan kita semua adalah Kashyapeya.
Kemudian Suta Muni berhenti meminta para rsi dan orang suci untuk menanyakan cerita atau legenda yang lain yang mereka inginkan. Murid Suta Muni, Shuka melanjutkan.

                        Sumedha Muni menceritakan tentang Lila Dewi

Raja Suradha kehilangan kerajaannya dan terpisah dari istri dan anak-anaknya. Ia dan seorang rsi yang bernama Samadhi pergi ke sebuah pertapaan. Disana Muni Sumedha menghibur mereka dengan menceritakan cerita tentang Shakti.
Pada saat banjir yang menenggelamkan bumi, saat Dewa Wisnu sedang tidur dari telinganya lahirlah dua raksasa Madhu dan Kaitabha. Ketika mereka mengamuk di lautan, mereka melihat Brahma berada pada lotusnya. Mereka mengganggunya. Brahma lari dan meminta perlindungan Dewa Wisnu. Dewa Wisnu berada dalam keadaan Yoganidra dan tidak nampaknya tidak akan bangun dalam waktu yang singkat. Kemudian Brahmapun berdoa pada Mahamaya. Dengan berkah, pada malam bulan Phalguna pada hari kedua belas. Ia kemudian bermanifestasi. Dengan kata-katanya yang penuh kelembutan, Ia menenangkan Brahma. Ia membangunkan Dewa Wisnu yang kemudian bertarung dengan dua raksasa itu selama lima ribu tahun. Bahkan setelah itu ia tidak mati. Dewa Wisnu berdoa pada Vishwamaya. Mahakali menggunakan mantranya pada para raksasa itu. Mereka tergoda dengan mantra itu. Dengan kebodohan mereka, mereka meminta agar Dewa Wisnu meminta sebuah anugerah. Dewa Wisnu meminta agar mereka mati ditangannya. Mereka siap dibunuh asalkan tempat itu tidak basah. Dengan berkah Mahamaya Dewa Wisnu melebarkan pahanya dan menaruh kepala mereka disana dan membunuhnya.
Setelah menceritakan cerita ini Sumedha Muni mengatakan siapapun yang mendengar cerita tentang Adi Shakti dan Dewa Siwa tidak akan pernah gagal mencapai tujuan mereka. Ia menceritakan pada mereka cerita tentang inkarnasi Mahalakshmi.

                       

Inkarnasi Mahalakshmi

Bagi raksasa Rambha, seorang putra yang bernama Mahisha terlahir. Mahisha melakukan tapa untuk memperoleh berkah Brahma. Ia meminta berkah agar siapapun tidak bisa membunuhnya. Ia mengacau di bumi dan menakuti semua orang. Ia menghukum orang yang baik dan menyiksa mereka. Ia membuat Dik Palaka (penguasa arah angin) menderita. Para dewa juga diganggu. Bahkan Dewa Seperti Dewa Indra takut. Semuanya meminta bantuan Brahma. Brahma kemudian mengajak mereka pada Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Mereka berpikir dengan berkahnya, hanya seorang wanita yang bisa membunuhnya. Dari wajah Dewa Wisnu dan Dewa Siwa cahaya yang agung muncul.
            Kemudian cahaya semua dewa dan Tri Murthi menjadi satu Durgadewi. Wajahnya muncul dari cahaya Dewa Siwa, rambutnya dari Yama, tangannya dari Dewa Wisnu, pahanya dan betisnya dari Varuna, bagian belakangnya dari Bumi, kakinya dari Brahma dan ibu jari dari matahari, jari-jari dari Vasawa, telinganya dari Kubera, giginya dari Sandhya, telinganya dari Vayu, dan cahaya dari semua dewa, tubuhnya duduk diatas bunga lotus. Dewa Siwa memberinya trisulanya. Dewa Wisnu memberinya terompet kerangnya dan chakranya dan Indra memberikan senjata permata (Chakrayudha). Indra juga memberinya bel dan senjata lain. Varuna memberinya tali, kekuatan Agni, Vayu memberikan busurnya. Yama Kaladandanya, Prajaspati memberinya kalungan bunga, Brahma memberikan Kamandalu, Surya memberikannya permata langka, Surya memberikan cahayanya dan Kala memberikan tamengnya. Dewa Lautan memberikan permata langka, busana yang indah, anting-anting, gelang dan ornamen yang lain. Vishwakarma memberikan tameng yang kuat. Semua danau memberikan sebuah kalungan bunga dari lotus segar. Himavanta memberikannya singa dan permata. Kubera memberinya anggur yang baik. Adisesha memberikannya perhiasan ular. Semua dewa memberinya senjata, kekuatan dan permata. Mereka meminta pertolongannya untuk membebaskan mereka dari penderitaan dan juga kesengsaraan.
            Amba meyakinkannya bahwa mereka semua akan baik-baik saja. Dan kemudian iapun mengeluarkan pekikan perang dan maju menyerang Mahisha.
            Mahisha yang mendengar pekikannya segera keluar dengan jutaan pasukan. Bersamanya, keluarlah raksasa yang menakutkan seperti Chikshura, Chamara, Udagra, Karala, Bashkala dan yang lainnya.

                                                            Mahisha dikalahkan

            Kemudian kedua pasukan berperang. Dalam sekejap, Devi membunuh raksasa seperti Chikshura. Mahisha mengamuk dan dalam wujud seekor kerbau dan iapun membunuh musuh-musuhnya. Para dewa ketakutan, walaupun mereka berada dibawah naungan Sang Dewi. Dewi kemudian melempar tali dileher raksasa dan menariknya. Ketika ia mengambil wujud seekor singa. Ia mengangkat pedangnya. Ia juga mengangkat pedangnya dan mengarahkannya pada raksasa. Dewi mengahtamnya dengan panahnya, pedangnya dan senjata lain pada saat yang sama.
            Kemudian raksasa ini menjadi seekor gajah. Ia kemudian memotong belalai gajah itu. Kemudian ia menggunakan kekuatan dirinya. Ia berteriak dan menerjang. Raksasa ini jatuh tersungkur di tanah. Ia menginjaknya dengan kaki pada lehernya. Ia menggunakan trisulanya dan mengangkatnya tinggi. Itulah semua.
            Pada saat itu, ada suara kemenangan yang membahana. Pasukan Mahisha menghilang. Semua dewa menyanyikan kejayaan Sang Dewi. Hujan bunga ditebarkan dari langit. Dan hari inilah disebutkan sebagai hari kelahiran Dewi. Mendengarkan cerita ini akan memberikan dorongan keberanian. Cerita ini menghancurkan semua musuh. Bagi mereka yang menceritakan dan mendengarkan cerita ini akan diberkahi dengan kebaikan.

                                    Kaushiki – Dhumavati

            Kemudian dengarkanlah cerita tentang Kaushiki:

            &;nbsp;Terdapat dua raksasa yang bernama Shumbha dan Nishumbha. Kedua raksasa ini sama jahatnya dengan Mahisha tetapi tidak sama saktinya. Tidak mampu bertahan dari gangguan yang mereka timbulkan para dewa pergi ke Kailasha. Sang Dewi yang sedang bermanifestasi mendengar tangisan minta pertolongan. Parwati menciptakan seorang wanita cantik dari ‘kosa’nya. Karena ia lahir dari kosa, maka ia disebut dengan Kaushiki. Ia diminta untuk dipuja sebagai Matangi. Mendengar kesesangsaraan dewa, Kaushiki bermanifestasi dihadapan kota Shumbha dan Nishumbha.
            Penjaga pintu gerbang melihat wanita yang cantik ini bersinar dan iapun memberitahu majikan mereka:
            Ada seorang wanita yang duduk diatas seekor singa. Banyak sekali dewi yang melayaninya. Bahkan diantara para dewi itupun ia paling menawan. Ia sangat mempesona. Ia lebih agung dari pasangan Dewa Indra, Sachi Devi, lebih menarik dari Rambha, lebih mempesona dari Urvashi. Lebih polos dari Menaka. Keagungan dan keindahan dapat dirasakan hanya dengan memegang tangannya.
            Shumbha dan Nishumbha sangat tergoda. Mereka mengirim pesan pada wanita itu untuk memilih salah satu dari mereka untuk menjadi suaminya. Ia berkata siapapun yang bisa menyalahkannya maka ia akan menikah dengannya. Para raksasa mendengar ini sebagai penghinaan. Mereka mengirim, Dhumraksha diperintahkan untuk membawanya dengan paksa atau dengan cara yang baik.
            Dhumraksha mendekatinya dan ingin menyeretnya jika ia tidak mau ikut. Kaushiki tidak mau dan dalam sekejap jenderal para raksasa ini menjadi setumpukan abu. Sejak hari itu, Sang Dewi dikenal sebagai Dhumavathi. Bagi mereka yang ingin mengalahkan musuhnya haruslah memujanya. Setelah itu raksasa itu marah. Mereka mengepung kendaraan Sang Dewi, singa. Menunggu sampai semua bisa ia rengkuh, Sang Dewi mengaum. Auman itu membuat musuh berlari ketakutan. Shumba mendengar auman ini dan iapun mengutus Chandasura, Mundasura, Raktabija dan yang lainnya. Bahkan merekapun dibunuh oleh Sang Dewi. Kemudian Shumba dan Nishumba meju ke medan perang. Mereka ingin Sang Dewi mau menikahi mereka.
            Sang Dewi ingin berperang. Raksasa ini menghujani Sang Dewi dengan panah dan menggunakan semua senjata yang mematikan. Kemudian ia mengalahkan dua raksasa ini. Bahkan, kendaraannya sang gajah, memangsa kedua raksasa itu.
            Ketika Nishumba melemparkan gada pada Sang Dewi, Dewi Kaushiki melemparkan dua buah gada padanya. Satu gada menghantam gada raksasa itu dan gada yang lain menghantam tubuhnya. Ia jatuh tersungkur.
            Kemudian Kaushiki mengarahkan sebuah tongkat pada Shumbha. Tongkat itu menembus tulang iganya dan menghancurkannya kemudian. Ia jatuh tersungkur seperti pohon besar yang tumbang. Singa itu menelan raksasa yang mati itu.
            Ada kelegaan di hati semuanya. Mereka yang mendengarkan cerita Sang Dewi ini adalah orang-orang yang diberkahi. Ia adalah dasar dan akar semua ciptaan. Sangatlah baik apabila memuja-Nya, bermeditasi pada-Nya untuk mendapatkan berkahnya. Ia adalah kekuatan, kejayaan dan cahaya yang menyerap dalam segalanya. Tetapi tanpa berkahnya tidak ada yang bisa dicapai, tidak ada yang bisa terjadi. Dalam konteks ini, Aku akan menceritakan Yaksharupa, kata Suta Muni.

                                    Wujud Yaksha

            Suatu hari ada peperangan yang sangat sengit antara dewa dan raksasa. Dalam peperangan ini, para dewa menang. Para raksasa menyingkir hingga ke dunia bawah.
            Semua dewa berpikir bahwa ini semua terjadi karena keagungan mereka. Ibu Dewi yang menyerap dalam semua hal ingin membuat mereka sedikit rendah hati. Ia menguji mereka dengan memperlihatkan diri di kejauhan dengan cahaya yang sangat terang.
            Kemudian mereka mengutus Dewa Vayu untuk mengetahui siapa mereka. Yaksha itu tidak menjawab pertanyaan Dewa Vayu. Tetapi ia bertanya padanya siapa dirinya sebenarnya. Vayu kemudian mulai menyombongkan dirinya. Sang Dewi tidak berkesan. Sang Dewi berkata: “ Oh Cuma itu saja!” Dewa Vayu sangat marah dan pergi.
            Kemudian datanglah Dewa Indra. Pada saat ia datang, Sang Dewi menghilang. Indra menghina dan merendahkannya. Kemudian ia merenung. Kemudian Sang Dewi muncul begitu saja di depannya dan Dewa Indrapun berpikir bahwa ia pastilah kekuatan primordial, Adi Shakti. Kemudian Indra merasa sangat bodoh karena tidak bisa mengenalinya.
            Kemudian Dewi memanifestasikan diri sebagai cahaya yang sangat terang dan menderang dan memberitahu para dewa siapa dirinya dan iapun memberitahu mereka siapa dirinya sebenarnya. Ia akan memanifestasikan diri sebagai wanita atau pria atas kehendaknya. Ia berada diatas segalanya, tak terkalahkan, selalu menemui kemenangan.
            Inilah cerita tentang Sang Dewi yang memperlihatkan diri sebagai Yaksharupa. Wujud Yaksha meringankan penderitaan para pemuja dan memberikan kesenangan dan kenyamanan. Ia diberkahi dengan pengetahuan dan kebijaksanaan.

                                    Inkarnasi Shatakshi

            Para rsi dan orang suci sangat terpesona dengan cerita Suta Muni. Mereka meminta Muni untuk menceritakan tentang cerita yang lain lebih banyak lagi.
            Suta Muni memulai:
            Adalah seorang raksasa yang sangat jahat yang bernama Durgama. Ia menguasai ketiga dunia dengan kekuatannya. Brahma, yang dipuja kemudian memberikan mereka empat Weda. Ia mempelajari semuanya. Ia memahami bagaimana para dewa bisa menjadi lemah dan ia melakukan sesuatu yang merendahkan para dewa. Ia menghidupkan semua api upacara, tapasya dan juga melakukan amal. Para dewa tidak senang dengan apa yang ia lakukan.
            Mereka setelah bersatu dengan yang lainnya berdoa pada Sang Dewi. Mereka mengeluh tentang raksasa Durgama. Tanpa air, tidak ada upacara yang bisa dilakukan. Tanpa itu semua tidak ada makanan. Setelah mengatakan ini para dewa meminta pertolongan-Nya.
            Mahamaya bermanifestasi pada saat itu juga dengan ratusan mata. Pada dua tangannya ia mengeluarkan panah dan busur serta bunga lotus. Kemudian muncullah sayuran dan juga umbi-umbian. Dari matanya, air mengalir. Dengan banyak makanan yang diberikan olehnya, manusia merasa lega. Ibu Dewi tetap seperti ini selama sembilan hari. Dengan air yang mengalir dari matanya, Bumi yang sangat kering menjadi basah dan tumbuhan mulai tumbuh. Sumur, tangki air dan danau terpenuhi. Semua orang tidak senang. Para dewa sangat senang.
            Dewi kemudian memberitahu mereka bahwa semuanya telah baik dan meminta mereka meminta anugerah lain. Para dewa meminta Weda dari Durgama. Para brahmana juga berharap demikian.
            Ibu Dewi menghilang. Ia diberi gelar Shakambhari Devi dan Shatakshi untuk memberikan sayuran dan makanan dan memiliki ratusan mata.
            Bahkan Durgama tidak memahami semua ini. Ia tidak bisa memahami bagaimana para dewa mendapatkan kekuatan mereka kembali. Ia kemudian menyerang surga kembali. Tetapi di depan Amaravati, Kota Indra, Ibu Dewi berdiri dengan chakra yang bercahaya. Semua dewa berada di belakangnya. Dari tubuhnya muncullah sepuluh kekuatan (Shakti) yang bernama Kali, Tara, Chinnamastaka, Bhuvaneshwari, Shri Vidya, Bhairavi, Bagala, Dhumra, Tripura Sundari, Matangi membuatnya menjadi Mahawidya. Kemudian kekuatan ini memunculkan kekuatan yang lain. Semua ini menghancurkan pasukan Durgama saat itu juga. Durga menghancurkan Durgama dengan satu pukulan karena itulah ia diberi gelar Durga. Ia diberi gelar seperti itu karena ia menjadikan hutan dan pegunungan sebagai tempat duduknya. Karena ia telah mengalahkan raksasa, Ia diberi gelar sebagai Bhimadewi dan karena ia membunuh Aruna dengan mengirimkan Bhramara, Ia disebut sebagai Bhramani dan Bhramaramba.
           
                                    Pemujaan terhadap Ibu Dewi
           
Suta Muni berkata:

            Alam adalah maya. Ini adalah Santana Brahma. Jika seseorang itu membangun sebuah kuil dengan batu, kayu atau lumpur untuk Ibu Dewi, selama ribuan generasi akan mendapatkan berkah Sang Dewi. Orang itu nantinya akan menempati tanah Dewi Siwa, Shivaloka. Jika seseorang juga menempatkan patung Shrichakra di tempat itu, orang itu akan mendapatkan manfaat yang amat banyak. Bagi mereka yang memuja Dewi di tengah-tengah Panchayatana, maka pahalanya amatlah banyak sehingga tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Bermeditasi dan melakukan japa pada Sang Dewi akan menghasilkan lebih banyak lagi manfaat daripada menyebutkan nama Siwa sepuluh juta kali. Dengan berkahnya, tidak ada yang tidak mungkin. Semua yang memuja-Nya adalah kelompoknya, para gana. Ia memberkahi mereka yang memuja –Nya di kuil-Nya.
            Terdapat hari khusus dimana pemujaan akan sangat baik seperti misalnya Krishnashthami, Navami (hari kesembilan ) atau Amavasya atau lima parwadina, hari suci.
            Bhavani Vrata harus diadakan pada hari kedua pada bulan Chaitra. Pada hari ini, Uma dan Shankara harus dipuja dalam sebuah ‘ perayaan ayunan’.
            Pada hari kedua pada bulan Vyaksha, Ambika Vrata haruslah dilakukan. Pada bulan ketiga pada bulan ashada, perayaan keretanya harus dilakukan.
            Banyak sekali terdapat hari dan upacara yang berbeda dilakukandan beberapa ritual pemujaan dilakukan.
            Ini akan menjadi penuttup Umasamhita salam Shri Siwa Purana yang ditulis oleh Rsi Weda vyasa.


Akhir bagian kelima Umanama Samhita dalam
Siwa Purana yang terdiri dari tujuh samhita




Kailasha Purana

                                                          Samhita keenam

                                    Penjelasan tentang Arti Pranawa

            Para rsi dan orang suci meminta Suta Muni menjelaskan pada mereka arti Pranawa.

            Kata Suta Muni:

            Tidak ada bedanya antara Pranawa dan penciptaan. Jika penciptaan (atau jagat raya) kembali maka itu adalah Pranawa. Jika terbentang, itulah Pranawa. Jnana yang tertinggi adalah untuk mengetahui Pranawa. Benih pengetahuan adalah Pranawa. Pranawa, Keberadaan tertinggi, ada dalam ‘Om’. Karena hubungan antara guna, segalanya adalah Pranawa. Dewa Siwa adalah Pranawa dan Pranawa adalah Dewa Siwa. Pranawalah yang dimaksudkan dan Pranawalah yang diekspresikan. Keduanya adalah Vachaka dan Vacha. Brahmajnaji, mereka yang mengetahui pengetahuan tentang Dewa Siwa, tidak membedakan antara Pranawa dan ‘Om”.
            Pranawa yang diajarkan oleh Dewa Siwa pada orang sebelum mati di telinganya adalah Kashi. ‘A’ ‘U’ ‘M’- pada akhir nada- komposisi itu adalah Pranawa. ‘A’ adalah rajoguna. Yang berisikan empat wajah (chatur mukha). ‘U’ adalah wujud dari Pranawa – inilah tamoguna. Yang berkuasa adalah Dewa Wisnu. ‘M’ adalah wujud purusha yang memperkaya benih dan memiliki sifat sattwa guna. Yang berkuasa adalah Mahadewa. Kemudian Bindu berada dalam Maheswara dan Nada berada dalam Parama. Dengan cara yang sama kita harus mengetahui Sadayojata (terlahir sendiri) dalam ‘A’, Vamadewa dalam ‘U’ dan Aghora dalam ‘M’. Tatpurusha dalam bindu dan Ishana dalam nada. Dalam ‘Om’ terdapat delapan Kala (cahaya). Mereka yang lahir dengan Sadyojata jumlahnya adalah delapan. Lahir dari Vamadewa adalah tiga belas dalam ‘U’. Dalam ‘M’ terdapat delapan yang diciptakan oleh Aghora murthi. Bagi mereka yang terlahir dalam Tatpurusha adalah empat dan lima dari Ishana berada dalam nada.
            Mantra, yantra, dewata, prapancha, guru dan sishya – keenam ini disebut sebagai enam Padardha (enam zat atau substansi). Hanya lima huruf mantra yang menjadi yantra. Yantra sendiri adalah wujud dari dewa. Dewa itu adalah dunia (prapancha) dan juga dalam wujud guru. Tubuh guru adalah shishya.
            Dalam tubuh Sadhaka (pemuja) dalam Adharachakra ada ‘a’ ‘u’ dalam manipura dan ‘m’ dalam hridaya. Dalam Visuddhi chakra terdapat Bindu dan berada dalam Ajnachakra Nada. Yang paling kuat adalah Dewa Siwa dalam Sahasrara. Yang mencapai tahap Vairagya (ketidakterikatan- tanpa keinginan) bersama dengan kualifikasi – adhikara- untuk menerima Pranawa.
            Begitulah seseorang itu seharusnya mengikuti aturan prinsip celibasi, tidak melakukan kekerasan pada semua makhluk hidup, kebenaran, kebersihan, kebaikan dan perbuatan yang suci (sadachara). Selain itu, ia harus memakai abu suci dan Rudraksha sebagai bagian dari disiplin spiritual. Ketika semua ini telah dicapai, ia harus mencari seorang guru yang berbakti pada Dewa Siwa, yang mengetahui semua ilmun pengetahuan, seni dan filsafat dan ia yang bijaksana dan mampu membedakan dengan keyakinan bahwa tidak ada perbedaan antara guru dan Dewa Siwa. Murid harus mengetahi Sang Guru. Kemudian guru menguji shishya. Jika Sishya berhasil lulus ujian, atas ijin guru shisya harus makan dengan hati-hati (harus memilih) dan mengikuti semua ini dengan penuh perhatian dan niat.
            Setelah mengadakan latihan, untuk sishya, guru memberikan abu suci dari upacara api yang bernama girija homa dan menyuruhnya memakainya. Kemudian ia harus menjelaskan makna Pranawa pada muridnya.
            Kemudian Suta muni menjelaskan pada para rsi dan orang suci tugas dari seorang pertapa, kewajiban dan prosedur dalam ritual pemujaan Dewa Siwa, pemujaan Panchavarana (lima putaran siklus) dan pemujaan harian.

    Ajaran Kumaraswami

   Suta Muni kemudian berkata:
Suatu kali Vamadewa bertanya pada Kumaraswami mengenai Sanyasashram dan vairagya (hidup tanpa keterikatan).
    
        Aku akan memberitahumu, Wahai para rsi dan orang suci apa yang dikatakan oleh Shri Kumaraswami 
 pada Vamadewa.
Memuja lingga Dewa Siwa yang adalah wujud penyatuan antara Dewa Siwa dan Shakti akan memberikan kesejahteraan.
Vamadewa meminta Shri Kumaraswami memberitahunya tentang mantra Mahavakya dan Shri Kumaraswami memberitahunya sebagai berikut:

i.         Om prajnanam Brahma – prajnana adalah kebijaksanaan yang sempurna- kebijaksanaan yang didapatkan melalui indera adalah prajnanam dan itulah Brahma.
ii.         Om aham Brahmasmi
Aku terlahir dari berkah Siwa dan Shakti, Aku adalah Brahma.

iii.                Om tat twamasi
            Kamu (twam) adalah aku.

iv.                Om ayan atma Brahma
Ayam (dalam setiap waktu) mengatakan itulah aku, aku memperlihatkan Atma adalah Brahma.

v.                  Om ishavyasamidam sarvam
Keseluruhan jagat-raya ini hidup dalam Isha.

            Vi        Om Pranoka asmi
                        Pranama, memiliki kehidupan, kekuatan hidup.

            Vii       Om Prajnaatma
                        Percampuran dari semuanya dan gunanya maka akan membentuk sifat prajnaatma.

                        Dengan kata lain, prajnanama adalah ia yang didapatkan dari perwujudan, guna dan segalanya mendapatkan jnana yang lengkap.

viii.            Tadevaham tadamutra Yadamutra danmiha

Kebahagiaan yang terdapat dalam dunia ini juga terdapat di alam sana. Kebahagiaan yang ada di dunia sana seperti surga dalam dunia ini.

ix.                Anyadewa tadvidita dadho aviditadapi
Brahma yang terkenal melampaui yang diketahui dan tidak diketahui.

x.                  Om Yesha atmantaryamammrutah
Paramatma itu termasyur dalam semua hal, dalam semua loka dan dalam weda yang abadi dan bebas menjadi ia yang menempatkanmu dalam dirimu.

            Xi        Om Sayaschayama

                        Purusheyaschasavadityate sa ekah
                        Tempat Purusha di Mahanagara adalah Sukshma Sharira dan parama purusha yang ada dalam matahari adalah satu.

xii.              Om ahamasmi Parabrahma
Ia yang menjadi Jiwa adalah Paramabrahma. Ini berarti bahwa Parabrahma adalah Dewa Siwa sendiri.

            Xiii      Om vedashastra gurutwattu
                        Swayamaanada lakshanam
                        Ia yang adalah guru dari semua Weda dan shastra dan merasakan kualitas Nityananda – kebahagiaan abadi Ananda.

            Xiv      Om Sarwabhutastitham Brahma
                        Tadevham na samshayah
                       
                        Tidak diragukan lagi bahwa ‘satu’ yang ada dalam semua makhluk adalah aku.

xv.                Om Tattwasya pranohamasm
Pridhiviyah pranohamasmi

Aku adalah kehidupan (prana) dalam semua tatwa seperti yang ada di Bumi. Dalam semua tatwa di bumi aku adalah prana (kehidupan).

            Xvi      Om apancha pranohamasmi
                        Tejasacha pranohamasmi

                        Aku adalah prana (kehidupan) dari air dan semua cahaya.

            Xvii     Om Vayocha prano hamasmi
                        Akasasya prano hamasmi

                        Aku adalah dasar terbentuknya Udara dan juga Akasha.

             xix. Om Sarvoham, Sarwatmakoham Samsari, yadbhutam, yaccha bhavyam yadvartamanam,
                                 Sarwatmaka twadadwitiyoham

                     Aku adalah semua. Aku ada dalam segala zat. Aku adalah penguasa jagat-raya, menjaga dan memelihara segalanya. Hal yang akan datang, yang ada dan yang memiliki atman dari semua, yang adalah Brahma dan semuanya adalah Aku.

           xx. Om sarwakhalvidam Brahma
                     Semua ini memiliki Brahma didalamnya.

xi.                Om Sarvoham vimuktoham
Yang ada dalam semua, Siwa itu adalah milikku. Aku bebas dari semua, bebas dari segala hal dan benar-benar bebas.

Kedua puluh dua mantra ini dikenal dengan nama Mahavakya. Ia mengajarkan mereka, haruslah disadari, tidak lain tidak bukan adalah Dewa Siwa. Inilah yang harus dijunjung tinggi, harus dipuja dan diikuti.
Yati, pertapa yang sesungguhnya atau seorang Avadhuta adalah orang-orang yang unik. Upacara kematian seorang pertapa juga unik. Dengan mengatakan itu pada para rsi dan orang suci Suta Muni menjelaskan tentang upacara yang diadakan pada hari kesebelas dan keduabelas dari kematian seorang yati.
Ini adalah akhir dari Kailasha Samhita (Bagian keenam) dari Shri Siwa Purana.


                                 Vayaviya Samhita
                                 Samhita ke tujuh

Dewa Vayu menemui para rsi (orang suci)

Kata Suta Muni:

Wahai para orang suci! Aku akan menceritakan sebuah cerita yang akan membuat dosa-dosa yang mendengarkannya terbasuh dari semua yang ia lakukan.
Suatu kali beberapa rsi dan orang suci menemui Dewa Brahma untuk memintanya menjelaskan tentang Parabrahma Tatwa, sifat dan ajaran Brahma. Mereka tidak mendapat jawaban yang diinginkan karena cara Dewa Brahma bercerita tidaklah tepat (ia menggunakan methode Neti Vada, menegasikan semua yang ia ceritakan).
Brahma melemparkan manomaya chakra. Ia memberitahu para rsi untuk melakukan sebuah satra yaga (upacara api) di tempat dimana chakra itu jatuh. Para rsi mengikuti chakra yang melayang itu, sangat beruntung sekali karena chakra itu jatuh di bumi. Hutan dimana chakra ini jatuh disebut dengan Naimisha aranya, hutan Naimisha. Sebuah batu dimana chakra ini jatuh di tempat itulah diberi nama Chakra tirtha.
Atas jaminan yang diberikan oleh Brahma, Dewa Vayu datang kesana pada saat satra yaga. Pada akhirnya, Vayu memanifestasikan diri dengan pengikutnya yang berjumlah empat sembilan Vayu dan menjelaskan pada para rsi tentang pengetahuan dan kesadaran akan Siwa Tatwa.
Semua ciptaan adalah Rudra. Rudra adalah Parabrahma. Brahma dan yang lainnya ada karena adanya diri-Nya. Ia abadi, konstan, menghancurkan kegelapan dan ia bercahaya seperti cahaya matahari. Ia ada dalam segalanya dan menyerap dalam segalanya. Ia adalah Ishana, penguasa segalanya. Ia tidak memiliki mata tetapi mampu melihat semuanya. Ia tidak memiliki telinga tetapi ia bisa mendengarkan semuanya. Ia tidak perlu tahu segalanya tetapi ia mampu mengetahui segalanya. Ia ada dalam diri semua makhluk hidup. Ia tidak memiliki keinginan. Ia adalah atom, bagian terkecil dalam sebuah atom. Ia lebih besar daripada yang lebih besar. Ia tidak memiliki keadaan atau kondisi; ia ada diatas segalanya. Ia adalah cahaya terang. Ia memiliki shodasa kala (enam belas kekuatan cahaya). Ia tidak memiliki pekerjaan. Ia tidak membutuhkannya. Ia tidak memiliki tanda atau simbol. Ia harus dicari oleh semua orang.

Pembagian Waktu

Ketiga bagian; Waktu, Kala, Kashta dan Nimisha adalah cahaya Dewa Siwa. Hanya ia yang bisa memahami ketiga bagian ini akan mencapai pembebasan. Tetapi, tidaklah mudah. Segalanya harus mengikuti waktu. Tidak ada yang bisa melawan waktu. Waktu berada dalam kendali Tuhan. Ia sendiri adalah Waktu.
Tidak ada yang tersisa selain WAKTU. Sangatlah sulit mengetahui kala tatwa, sifat waktu. Manusia menjadi agung atau sebaliknya, kuat atau lemah karena pergerakan waktu. Semua keagungan adalah waktu dan semua kegagalam adalah masalah waktu saja.
Para dewa bertanya pada Vayu bagaimana cara mengukur waktu dan bagaimana ini ditetapkan.

Vayu mulai berkata:

Kalamana juga disebut dengan Ayushmana. Waktu mata berkedip, tiga kali disebut sebagaI Nimisha. Lima belas Nimisha adalah satu Kastha. Tiga puluh kastha adalah satu Kala. Tiga puluh kala adalah satu muhurta. Tiga puluh muhurta adalah satu ahoratra, siang dan malam. Tiga puluh ahoratra adalah satu bulan. Dalam satu bulan, lima belas hari adalah setengah bulan (paksha) dan lima belas hari shukla paksha dan lima belas hari adalah shukla paksha dan lima belas hari shukla paksha dan lima belas hari krishna paksha. Enam bulan adalah ayana. Dua ayana adalah uttarayana dan dakshinayana. Keduanya menjadi satu tahun manusia. Satu tahun manusia adalah satu hari bagi dewa. Dakshinayana adalah malam. Dua belas bulan Dhakshinayana akan menjadi satu tahun suci. Tiga ratus dan enam puluh tahun bagi manusia adalah satu tahun dewa.
Berdasarkan inilah, pembagian yuga dilakukan. Terdapat empat yuga. Yang pertama adalah Krita yuga. Panjangnya adalah empat ribu tahun dewa. Untuk setiap sandhyakala terdapat 400 tahun dewa.Kedua sandhya (saat matahari terbenam dan terbit) menjadi delapan ratus tahun dewa. Yang berarti Krita yuga terdiri dari 4800 tahun dewa. Dijadikan tahun manusia menjadi 17 lakh 28 ribu tahun (17,28000 tahun). Dengan penjumlahan ini Treta yuga adalah 3600 tahun dewa. Dalam tahun manusia akan menjadi dua belas lakh sembilan puluh enam tahun (12.96.000 tahun). Dwapara yuga adalah 2400 tahun dewa yang sama dengan 8.64.000 tahun manusia. Kaliyuga adalah 1200 tahun dewa. Ini akan menjadi 4.32.000 tahun. Keempat yuga akan menjadi dua belas ribu tahun dewa yang berarti empat lakh dua puluh ribu (4.20.000) tahun.
Keempat yuga ini menjadi satu Maha yuga. Kasarnya 71 mahayuga sama dengan manvantara. 14 manvantara ini (1000 mahayuga) adalah satu kalpa. Ribuan kalpa adalah satu tahun Brahma. Satu tahun Brahma sama dengan delapan ribu. Ketika delapan ribu yuga telah berlalu, itulah Brahma savan. Tahun brahma adalah delapan puluh brahma savana. Satu tahu brahma adalah satu hari Wisnu. Satu hari Dewa Wisnu sama dengan satu hari Rudra. Jika Maheshwara terserap ke Nya- ini berarti bahwa satu hari Siwa telah berlalu. Satu tahun Rudra adalah satu hari Maheswara. Jika kita terus menghitung Panchamukheshwara, akan menjadi satu kalpa. Selama ciptaan masih ada, ini adalah hari baginya. Bahkan ia tidak mengenal siang dan malam. Kita mengatakan ini dengan pemahaman kita sendiri.

Penciptaan Brahma dan yang lainnya.

Sarveshwara sendiri menciptakan Brahma dan memberikannya tugas untuk mencipta. Pada awalnya, dengan berkah Dewa Siwa, Brahma mencipta dengan penuh perhatian manas. Kemudian ia ingin agar semuanya berjalan dengan cepat sehingga ia menginginkan teman dan iapun melakukan tapasya. Brahma memuja-Nya. Sesuatu selain Purusha (pria). Ini membutuhkan bentuk manusia yang lain. Dewa Siwa yang lembut menciptakan Shakti untuknya. Kemudian Brahma memiliki ide tentang wujud wanita.
Brahma menciptakan manusia dan kemudian melakukan prokreasi. Dengan ini, kreasi dengan ‘manas’ dihentikan.

Dewa Siwa dan Dewi Parwati

Selain manusia, bahkan para dewa sangat menyukai waktu bersama dengan shaktinya. Tetapi dalam kehidupan pasangan dewapun juga terjadi sedikit pertentangan.
Parameshwara biasa menyebut Dewi Parwati sebagai Kali (kulit yang hitam). Ini sangat menyakitkan, dan membuat marah Dewi Parwati. Suatu kali tidak mampu menahan lagi ia melakukan tapasya pada Brahma.
Ia melakukan tapasya dengan penuh bakti. Ia berkonsentrasi pada Parabrahma dengan keinginan untuk diberkahi dengan kulit yang putih (Gauravarna).
Di hutan dimana ia melakukan tapasya, ada seekor harimau yang kejam. Suatu hari harimau ini tidak bisa menemukan mangsanya. Harimau ini pergi ke pertapaan Parwati untuk memakannya dan memuaskan rasa lapar perutnya yang mengganggu. Tetapi bagaimanapun kuatnya harimau ini melompat ia tidak bisa menerkam Dewi Parwati. Dewi Parwati duduk memandangi harimau ini. Ia merasakan kasih sayang pada binatang ini. Harimau ini tetap berada di pondok itu untuk menjaga pertapaan. Harimau ini ikut melakukan pemujaan seperti yang Parwati lakukan.
Saat itulah terjadinya kekacauan yang disebabkan oleh Sumbha dan Nishumbha terjadi. Brahma meminta pertolongan Sang Dewi. Ibu Dewi memperlihatkan diri pada Dewa Brahma. Ibu Dewi menyampaikan keinginannya untuk memiliki kulit yang putih (Gauravarna). Brahma berdoa pada-Nya jangan berubah dulu sebelum para raksasa itu terbunuh.
Kalitatwa yang muncul darinya disebut dengan Kaushiki. Brahma memberinya seekor singa sebagai tunggangannya.Ia juga mempersiapkan makanan dan minumannya. Kaushiki adalah dewi yang membunuh raksasa Shumbha dan Nishumbha.

Cerita tentang Somanadi

Membiarkan Kalitatwa Ibu Dewi muncul sebagai Gauri. Ia pergi ke Kailasha. Ia mengambil harimau yang telah menjadi penjaga setianya bersamanya.
Ibu Dewi muncul dengan kulit yang putih yang membuat para pemuja dan pengikut Ibu Dewi terkejut.
Bahkan Dewa Siwa sangat terkejut. Ia langsung menuju tempat peraduan Dewa Siwa. Mereka menikmati kebersamaan dan kemudian Dewa Siwa menceritakan cerita lengkap tentang Kaushiki.
Ia bertanya memohon padanya agar mengijinkannya memperlihatkan harimaunya pada Nandi.
Dewa Siwa melihat harimau itu dengan senyuman pada wajahnya. Harimau itu diubah menjadi seorang wanita dengan wajah yang sangat cantik. Dewa Siwa dan Dewi Parwati menyebutnya “Somanandi”
Vayu menjelaskan pada para rsi dan orang suci bagaimana Siwa diciptakan dan memperlihatkan delapan yoga –Yama, Niyama, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharana, Dhyana, Samadhi yang disebut sebagai Ashtanggayoga- kedisiplinan dengan delapan aspek.
Dengan mengikuti disiplin ini, Shakti Siwa akan bercahaya dalam diri manusia dan dalam waktu yang singkat akan menuju jnana.
Bagi mereka yang tidak berhasil menjalani disiplin ini bisa tetap berhasil dengan mengulangi delapan nama Dewa Siwa, dan bisa juga mencapai siddhi – pencapaian.

Delapan nama Dewa Siwa:
i) Shivanamah             : Wahai Dewa Siwa yang menjadikan semuanya suci, penghormatan padamu!
ii) Maheshwarayanamah: Wahai, Penguasa yang akan menunjukkan pembebasan, salam penghormatan padamu!
iii) Rudrayanamah       : wahai, yang perkasa yang bisa menghalau bencana, penghormatan padamu.
iv) Vishnavenamah     : Wahai yang menyerap dalam semua hal, penghormatan untukmu!
v) Pitamahayanamah   : Wahai asal muasal segalanya dan dunia, penghormatan padamu!
vi) Samsara bhishajenamah: Wahai penyembuh yang agung, penghormatan pada semua!
vii) Atmayanamah       : Wahai atma semuanya, penghormatan pada dirimu!
viii) Paramatmanenamah: Wahai, yang transenden dan mengatasi semua, yang penuh welas asih, penghormatan padamu!


Lima yang pertama adalah dasar dari pancha sadhana (lima cara memuja) dan dasar bagi penciptaan, tiga yang berikutnya adalah pemberi pembebasan. Tidak perduli betapa sedikitnya seseorang mempelajari ini semua, orang tersebut akan lebih dekat dengan Dewa Siwa dan mendapatkan berkahnya.
Bagi mereka yang tidak bisa memujanya secara fisik maka akan diberikan sebuah alat yang bernama Pushpashataka Manasa puja pemujaan secara mental dengan delapan sifat- i) tidak melakukan kekerasan (Ahimsa), ii) pengendalian indera (Samyamana indriya chapalya), iii) Daya (kasih sayang pada semua), iv) ketenangan (pengendalian diri), v) Kedamaian (memberikan pengampunan dan memaafkan musuh), vi) Perenungan (tapasya), vii) Dhyana (meditasi yang dalam), viii) Kebenaran diatas semua keadaan.
Kemudian Vayu menjelaskan tentang cara memuja lingga sesuai dengan kebiasaan masing-masing keluarga.
Dengan melakukan sebuah vrata (pemujaan keagamaan) saudara Dhaumya Upamanyu mendapatkan pengampunan atas dosanya.



Kisah Upamanyu

Ada seorang rsi yang bernama Vyaghrapada. Upamanyu adalah putranya. Setelah ayahnya meninggal, ia harus tinggal di rumah pamannya bersama dengan ibunya.
Putra-putra pamannya itu punya banyak sekali susu yang mereka bisa minum, namun Upamanyu tidak punya susu yang cukup yang bisa ia minum. Ia biasanya memandang ibunya dengan mata memelas. Ibunya juga tidak berdaya, ia biasanya mencampur tepung jagung dengan air dan memberikannya padanya. Ia tahu bahwa itu bukanlah susu. Ia sangat sedih.
Upamanyu meminta ijin pada ibunya untuk melakukan tapasya dan memuja Dewa siwa. Ia menjalani tapa yang sangat kusyuk. Ia melakukan tapa yang membuat para dewa khawatir. Mereka menuju Kailasha, dengan dipimpin oleh Dewa Wisnu. Dewa Siwa ingin menguji Upamanyu dan mendekati anak itu dengan menyamar menjadi Indra. Upamanyu tidak perduli. Ia kemudian berkata bahwa ia hanya menginginkan berkah dari Dewa Siwa dan tidak dari yang lainnya.
Dewa Siwa yang menyamar menjadi Dewa Indra marah. Ia mengatakan Dewa Siwa adalah dewa tanpa tempat persemayaman, dan mengembara di kuburan.
Ini membuat Upamanyu marah dan melemparkan aghorastra. Kemudian Dewa Siwa memperlihatkan dirinya dihadapan Upamanyu. Upamanyu sangat terkejut. Ia merasa sangat bahagia. Dewa Siwa memberi anugerah tanpa diminta oleh Upamanyu. Dewa Siwa memeluknya demikian juga Dewi Parwati. Upamanyu menjadi putra Dewa Siwa dan Dewi Parwati.

Upamanyu memberitahu Sri Krisna tentang Dewa Siwa

Kemudian Upamanyu pergi ke Himalaya. Suatu hari Shri Krishna datang ke tempat itu dan memberikan penghormatan pada Upamanyu. Ia memberitahu Shri Krishna bahwa ia tahu siapa dirinya. Upamanyu menceritakan pada Krishna tentang Dewa Siwa. Tidak ada yang lebih agung, lebih tinggi atau lebih mendalam dari Dewa Siwa. Siwadhyana, bermeditasi pada Dewa Siwa, akan memberikan semua yang ia minta. Yang paling penting adalah Bhakti.
Bhakti, Upamanyu memberitahu Krishna ada tiga jenis Bhakti: Bahya (intisari), Ananya (jenis yang lebih cepat) yang akan mengarah pada pencerahan yang lebih cepat dan Ekanta Bhakti. Ekanta Bhakti adalah cara yang paling cepat bagi sadhaka untuk mencapai pembebasan saat kelahiran ini. Ini mungkin dikarenakan oleh pahala dalam kehidupan terdahulu. Ada perbedaan atas kecepatan, namun pada akhirnya akan mengarah pada pembebasan cepat atau lambat.
Kemudian Upamanyu memberitahu Krishna tentang Japa – pengulangan nama Tuhan secara terus menerus dengan disiplin.
Setelah mendengarkan ini semua, Shri Krishna bertanya pada Upamanyu untuk memberitahunya tentang lima cara beryoga yang disebut dengan yoga pancakha.

Yoga Panchaka

Terdapat lima jenis yoga: 1) Mantra Yoga 2) Sparsha Yoga, 3) Bhava yoga, iv) Abhava yoga dan v) Maha yoga.
Anti kekerasan, kebenaran, tidak tamak, tidak menikah, adalah yama. Kebersihan, ketenangan, tapa, japa, doa adalah niyama (prinsip yang telah ditanamkan). Padmasana adalah berbagai posisi duduk untuk bermeditasi dan mengulangi nama Tuhan.
Yoga adalah jenis disiplin atau latihan tubuh dan pikiran. Mereka yang ingin berlatih yoga, pertama yang harus dipahami adalah tiga hal- Dhayana, Dheiya dan Prayojana (perenungan/meditasi, tujuan dan pahala).
Kemudian ada beberapa pantangan terhadap yoga yang disebut yoga vighna. Harus dilakukan dengan kekuatan, ketahanan, komitmen dan ketulusan. Bahkan tempat melakukan yoga harus dipilih dengan baik.

Kesimpulan

Itulah ajaran yang diberikan oleh Vayu seluruh cerita dalam Siwa Samhita, para rsi dan orang suci kemudian melakukan yajna pada hari berikutnya dan setelah mengambil avabhrutasnana – mandi suci dan melakukan pemujaan sesuai dengan Kalpa yang diceritakan oleh Brahma.
Sanata Kumara telah menunggu Nandikeshwara. Nandikeshwara yang diliputi oleh Siwamaya mengutuk Sanata Kumara karena tidak menjamunya dengan kutukan bahwa ia akan menjadi seekor unta.
Kemudian Sanata Kumara memperkenalkan semua rsi dan orang suci di Naimisha pada Nandikeshwara. Atas perintah mereka Nandikeshwara mengajarkan pada mereka Siwa tatwa/
Sehingga tujuh samhita yang panjang dalam Siwa Purana telah diberikan pada Veda vyasa oleh Sanata Kumara. Dan kemudian aku menceritakan pada kalian semua- kata Suta Muni.
Suta Muni kemudian mengatakan dan memperingatkan para rsi dan orang suci agar mereka tidak menceritakan atau meneruskan cerita pada mereka yang tidak memuja Dewa Siwa. Atau mereka yang tidak berhak atas Mahapurana atau mereka yang bukan murid dan mereka yang tidak percaya pada Tuhan. Dengan memberikan cerita ini, pada orang yang tidak tepat akan membuat pencerita masuk ke neraka.
Kemudian Suta Muni memberikan salam penghormatan pada semua rsi dan orang suci.
Semua orang yang mendengarkan Pravachana Suta Muni akan diberkahi oleh Suta Muni dan iapun memohon diri untuk pergi dan para rsi mengantarnya hingga perbatasan pertapaan.
Setelah kembali mereka melakukan ‘satra’- (sebuah yaga atas nama Rudra) memuja semua dewa dengan penuh bakti.
Kemudian mereka menuju Kashi. Disana mereka tinggal untuk memuja Dewa Siwa dan oleh karena itu diberkahi oleh Siwasayujya- kedekatan dengan Dewa Siwa.
Inilah akhir dari Vayaviya Samhita dalam Siwapurana.
Inilah juga akhir dari cerita tentang Dewa Siwa dalam Siwa Purana yang dibuat dengan berkah untuk semua manusia oleh Rsi Vedavyasa (yang juga disebut dengan Shri Vyasa Bhagawan) oleh Kaundinyasa gotara – Vijaya Bhaskara Rama Rao Vadapali dari Vizianagaram, dengan berkah dari Sadguru Shivashri Sivanandamurti


OM Santih! Santih! Santih!!!!!

Margasirsha Bahula Chaturthi
Tahun telugu Swabhanu
12 Desember 2003

New Delhi.


Sumber : http://genitrirudrakshabali.blogspot.com/2011/12/siwa-purana-i.html

0 komentar:

Posting Komentar

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;