Jumat, 27 Januari 2012

PRAKTEK DEWI TARA HIJAU



waktu malam Tanggal 1 imlek 2012, lalu di surabaya diadakan acara homa untuk Mahakala & dewi tara hijau , saya angkat tulisan mengenai mahakala & Dewi tara hijau oleh karena saya baru mendapatkan abhiseka Tara hijau & mahakala (Da hie Thien ) Dari Shang she Lian Hong.

Mengenai praktek Tara, beliau adalah Bodhisattva yang berada dalam tingkat kesepuluh Bodhisattvabhumi, dapat memenuhi segala harapan makhluk hidup. Dewi Tara adalah merupakan penjelmaan belas kasih dari semua Buddha dari ketiga masa. Beliau juga merupakan dewi yang menjalankan serta memenuhi kegiatan pencerahan para Buddha. Terdapat tak terbilang para Buddha dari kalpa-kalpa lain serta wilayah. Pada masa awal kalpa kita, terdapat seorang Buddha, Buddha pada masa itu, yang bernama Mahavairochana. Pada jaman Buddha tersebut, terdapat seorang raja agung yang mempunyai seorang putri yang bernama Supuspha, Puteri Bunga Indah. Putri Supuspha sangat tekun dalam berdoa, dan mejalankan perbuatan luar biasa untuk membawa kebajikan bagi semua makhluk. Saat masih sangat belia, Putri Supuspha melakukan persembahan megah dan pelimpahan kebajikan, melaksanakan amal dana, virya, kshanti, dan kegiatan perbuatan agung belas kasih demi kebajikan semua makhluk.

Ketika Buddha Vairochana bertanya pada sang putri apa yang menjadi tujuannya, apakah kehendak yang ada dalam hatinya, lalu ia menjawab; “Kami akan berdiam di dunia ini hingga semua makhluk tanpa terkecuali dibebaskan.” Yang demikian sangat mengejutkan serta menggembirakan Sang Buddha, di mana belum pernah ada orang sebelumnya yang sedemikian mulia, tanpa mementingkan dirinya dan berkehendak yang penuh keberanian. Sebagai tanggapan atas pengorbanan dirinya, kebajikan dan kehendaknya, dan tergerak oleh belas kasihnya kepada semua makhluk, Sang Buddha Vairochana secara spontan melafalkan pujian kepada 21 Tara, pujian terhadap keagungan Dewi Tara.

Sebagai akibat dari pujian yang diucapkan oleh Sang Buddha Vairochana, kemudian diketahui bahwa Putri Supuspha tersebut merupakan penjelmaan dari Dewi Tara, yang pada mulanya berasal dari air mata yang diteteskan oleh Bodhisattva Avalokiteshvara. Avalokiteshvara memiliki belas kasih yang tiada terukur pada semua makhluk. Meskipun beliau telah berusaha untuk menolong semua makhluk, beliau merasa sangat sedih karena begitu banyaknya makhluk hidup yang terus jatuh tanpa harapan ke dalam alam kehidupan yang rendah seperti neraka. Ia melihat bahwa hanya sedikit makhluk hidup yang menempuh jalan menuju pencerahan.

Saat mengucapkan kekecewaannya, yang keluar oleh belas kasih yang tak terlukiskan, Bodhisattva Avalokiteshvara menangis dalam kesedihan, beliau berkata: “Oh Orang Mulia, jangan abaikan tanggung jawab mulia membawa kebajikan bagi semua makhluk. Aku telah tertarik serta telah turut bergembira pada Anda semua yang perbuatannya tanpa keakuan. Aku memahami betapa sulitnya yang engkau laksanakan. Namun demikian, jika aku menampakkan diri sebagai Bodhisattva wanita dengan nama Tara, sebagai pasangan bagimu, selanjutnya mungkin dapat membantumu dalam menjalankan tugasmu yang menakjubkan.”

Mendengar aspirasi demikian dari Dewi Tara, Avalokiteshvara dipenuhi dengan tekad yang baru untuk membawa kebajikan bagi semua makhluk, dan pada saat itu keduanya, Avalokiteshvara dan Dewi Tara diberkati oleh Sang Buddha Amitabha atas tekadnya dalam jalan Bodhisattva.

Pada waktu Bodhisattva Avalokiteshvara menangis dalam kesedihan, tubuhnya hancur menjadi seribu potongan. Buddha Amitabha kemudian memberkati tubuhnya sehingga Avalokiteshvara bangkit dalam wujudnya yang baru dengan sebelas kepala, dan dengan seribu tangan dengan mata di setiap telapak tangannya. Demikianlah, kita dapat melihat kedekatan hubungan antara Bodhisattva Avalokiteshvara dengan Dewi Tara. Dikatakan bahwa sejak saat itu, siapa pun yang melafalkan pujian kepada 21 Tara ini, yang diucapkan oleh Buddha Vairochana, dipastikan akan menerima kebajikan yang tak terperikan. Buddha Vairochana akan memenuhi segala keinginannya. Bahkan meskipun bagi seorang Buddha, ada saat-saat di mana beliau tidak dapat memenuhi keinginan beberapa makhluk hidup. Namun demikian, setelah mengucapkan pujian ini kepada 21 Tara, Buddha Vairochana akan dapat memenuhi bukan saja segala keinginannya sendiri, tetapi ia juga akan dapat memenuhi segala keinginan dari semua yang dekat dengan dirinya.

Suatu ketika ada seorang wanita tua yang telah mendengar bahwa Buddha Vairochana dapat mengabulkan segala harapan siapa pun, lalu ia berangkat menghadapnya. Ia tiba di hadapan Sang Buddha, bertanya kalau-kalau beliau berkenan untuk memberikan sebuah perhiasan permata agar anak perempuannya dapat menikah dengan sang raja serta memenuhi harapan dari banyak orang. Pada saat itu, Buddha Vairochana sedang berdiam di Vihara Bodhi di Buddhagaya. Di Vihara Bodhi terdapat banyak sekali rupang Dewi Tara. Karena ia tidak mempunyai perhiasan sendiri untuk memberinya, Sang Buddha kemudian meminta kepada sebuah arca yang sangat istimewa dari Dewi Tara hijau di Vihara Bodhi jika berkenan untuk memberikan mahkotanya sendiri kepadanya, dengan begitu ia akan dapat menyenangkan wanita tua tersebut dan juga setelah itu putrinya dapat menjadi seorang ratu. Rupang Dewi Tara tersebut menanggalkan mahkota dari kepalanya, dan memberikannya kepada Buddha Vairochana, sehingga ia dapat memberikannya kepada wanita tua untuk menikahkan anak perempuannya.

Dikatakan juga bahwa Dewi Tara bukan saja dapat memberikan apa pun yang dibutuhkan oleh makhluk hidup, bahkan ia juga dapat menghalau setiap bentuk ketakutan yang besar pada makhluk hidup, seperti kedelapan dan keenam belas macam ketakutan makhluk hidup yang umum yang mencakup di dalamnya takut terhadap perampok serta pencuri, takut pada air, ular, racun, hukuman dan sebagainya, demikian pula segala bentuk ketakutan yang bersifat internal. Apa pun bentuk rasa takut menyebabkan penderitaan makhluk hidup, di mana pun mereka melafalkan pujian 21 Tara, atau bahkan hanya sekedar melafalkan sepuluh suku kata mantranya, OM TARE TUTTARE TURE SVAHA, ketakutan mereka telah terhapuskan, dan harapan mereka terkabulkan.

Buddha Vairochana muncul pada masa yang sangat lampau, jauh sebelum masa Sang Buddha Sakyamuni. Juga diceritakan bahwa di kemudian hari, pada masa kita, Sang Buddha Sakyamuni sendiri mengutarakan doa yang tepat sama, mengulang kembali yang telah diucapkan oleh Buddha Vairochana. Demikianlah kisah yang terdapat di dalam kumpulan sutra dari Sang Buddha.

Dengan demikian, Dewi Tara juga dipuji dengan sangat tinggi oleh Sang Buddha Sakyamuni sendiri. Dengan cara ini, mereka yang berdoa kepada 21 Tara mendapatkan tak terbilang berkah dan kekuatan. Tak terbilang penganut Mahayana melafalkan pujian ini setiap hari, apakah ia bhiksu ataupun upashaka, apakah ia tua atau muda, pujian ini telah berkumandang sebagai gumaman dari mulut para penyembah penuh bakti, jauh sejak masa sebelum kalpa kita yang sekarang. Sepanjang masa yang lalu, Dewi Tara telah menjadi Dewi yang menjadi yidam dari banyak para guru agung sepanjang sejarah Buddhis, para Pandita Mahayana India dan Mahasiddha, seperti para guru India yang sangat termasyhur, Nagarjuna dan Aryadeva. Acharya Pandita India, Chandragomin, telah melihat penampakan Dewi Tara dan menerima transmisi langsung dari Dewi Tara sendiri. Begitu bayak dari para guru agung itu yang telah menjadi para penyembah yang penuh bakti dari Dewi Tara. Mahasiddha India, Virupa, pendiri dari garis silsilah Lamdre dari Buddha Hevajra, juga mendapatkan berkah dari Dewi Tara.

Salah satu guru agung dari India, yaitu beliau yang memainkan peranan sangat penting dalam memperkenalkan praktek Tara di Tibet, adalah Sang Pandita dari Bengali, Atisha. Atisha telah diundang berulang kali untuk datang ke Tibet, tetapi beliau selalu menolak, karena telah mendengar tentang sikap congkak dan iklim yang keras di Tibet, demikian pula dengan sikap tak dapat dipercaya maupun sikap kasar orang Tibet. Beliau ragu apakah mau berangkat ke sana atau tidak serta benar-benar merubah pikiran mereka ke jalan Dharma.

Acharya India, Atisha, adalah seorang penyembah utama Dewi Tara jauh sebelum beliau pergi ke Tibet, pada suatu hari menerima prediksi dari Dewi Tara. Dewi Tara sendiri yang berkata kepada Guru Atisha bahwa ia harus pergi ke Himavvat (Tibet), di mana di sana ia akan menjadi bagaikan matahari, menerangi makhluk hidup dengan ajaran Sang Buddha, menghalau segala kegelapan di sana. Demikianlah, beliau lalu membawa kebajikan besar bagi makhluk hidup di wilayah utara. Dewi Tara juga mengatakan kepada Guru Atisha bahwa di sana ia akan bertemu dengan seorang siswanya yang terunggul, orang yang sebenarnya merupakan penjelmaan dari Bodhisattva Avalokiteshvara. Dewi Tara meramalkan bahwa penggabungan kegiatan antara Guru Atisha dengan siswanya akan membuat ajaran berkembang selama seribu tahun dan akan menyebar ke segala penjuru.

Hanya setelah mendengarkan kata-kata ramalan yang demikianlah, yang diucapkan oleh Dewi Tara kemudian Guru Atisha mengambil keputusan mempertimbangan Tibet dan orang Tibet, beliau kemudian memutuskan untuk pergi ke Tibet. Meskipun Guru Atisha pada mulanya menghadapi beberapa kesulitan di Tibet, seperti tidak adanya penerjemah yang dapat diandalkan dan bertemu dengan siatuasi yang keras, pada akhirnya pada saatnya beliau berjumpa dengan siswanya yang telah diramalkan, yaitu Dromtonpa. Dromtonpa lalu menjadi pendiri tradisi Kadampa, yang menjadi asal-usul di mana garis kelahiran Dalai Lama bermula.

Berkat pengaruh dari Guru Atishalah sehingga ajaran tentang Tara Hijau menjadi berkembang luas di Tibet. Meskipun tradisi Nyingmapa memuja dewi-dewi dalam beraneka wujud, tetapi itu tidaklah seluas seperti setelah Guru Atisha datang ke Tibet dan menyebarluaskan pujian kepada 21 Tara. Terdapat berbagai berkah serta anugerah dari Dewi Tara Yang Suci.

Acharya Pandita Chandragomin adalah guru agung dari India lainnya yang telah berperan sangat penting dalam penyebarluasan tradisi Dewi Tara. Beliau bukan seorang bhiksu, beliau adalah seorang upashaka, seorang perumah tangga yang menjalankan kedelapan sila (anagarika). Karena para Mahaguru itulah, pujian kepada 21 Tara, mantranya, dan juga pujanya, tersebar ke seluruh tradisi Buddhis Tibet, yang kesemuanya tetap melanjutkan bersandar pada Dewi Tara sebagai yidamnya.

Pada abad keenam belas di Tibet terdapat seorang Mahaguru yang sangat agung bernama Jonang Taranatha. ‘Tara’ artinya ‘sang penolong’, ‘Nata’ berarti ‘sang pelindung’ dalam bahasa Sansekerta. Beliau dikatakan terus-menerus dapat berkomunikasi dengan Dewi Tara sendiri. Beliau mencari tradisi agama Buddha India tatkala tak ada lagi Buddha Dharma yang tersisa di negeri India, dan diceritakan telah mendapatkan dan menemukan kembali banyak sekali sumber ajaran Dharma.

Jonang Taranatha menulis sejarah Dewi Tara dengan seksama berikut praktek-prakteknya. Beliau sangat cermat mengenai masa serta identitas dari berbagai para guru India yang terkait dengan praktek Dewi Tara. Tulisan Jonang Taranatha mengenai Dewi Tara selamat dalam kumpulan karya-karyanya, dan sudah terdapat terjemahannya dalam bahasa Indonesia karya ini, yang mencakup penjelasan mengenai pujian 21 Tara.

Terdapat mantra-mantra khusus untuk masing-masing perwujudan 21 Tara. Perwujudan khusus Dewi Tara dapat diundang untuk mengatasi sebuah kesulitan atau ketakutan, dan seseorang dapat mempraktekkannya dengan cara ini, setelah seseorang menerima pemberkatan dan transmisi pujian 21 Tara. Untuk menerima keseluruhan berkah dari Buddha, Dewi Tara dan para guru agung tersebut, pada dasarnya, dikatakan bahwa setelah menerima transmisi pujian 21 Tara, seseorang dapat memilih untuk melafalkan pujian ini, atau melafalkan dharani panjang mantra Dewi Tara, ataupun bahkan hanya sekedar melafalkan mantra Dewi Tara sepuluh suku kata. Seseorang dapat memilih yang mana pun dari ketiga tersebut, apakah di pagi buta, atau di tengah hari, di senja hari, ataupun di tengah malam. Dikatakan akan lebih baik lagi dan sangat membantu melafalkan yang mana pun dari ketiga hal tersebut di mana pun pikiran seseorang berada dalam kegelisahan dan tak dapat diatasi dengan cara lainnya.

Orang yang pikirannya tidak enak mungkin akan berbicara kepada beberapa orang teman, tetapi kegelisahannya akan tetap ada. Teman barangkali saja memang membantu gagasan kita dan memahami kecemasan kita, namun demikian tetap saja, keinginan kita tak akan terpenuhi. Bahkan bila mereka mendukung serta sepaham dengan kita, persoalan kita akan tetap ada; hanya karena mereka dengan simpati sepaham dengan kita tidak berarti mereka benar-benar dapat menolong kita. Bahkan dapat terjadi bahwa seseorang akan lebih buruk dari sebelumnya sebagai hasil dari konsultasi yang penuh persahabatan seperti itu.

Di lain pihak, siapa pun yang dengan keyakinan penuh bakti melafalkan pujian 21 Tara, atau mungkin melafalkan dharani mantra panjang ataupun bahkan hanya mantra pendeknya sepuluh suku kata, Om Tare Tuttare Ture Svaha, di mana pun barangkali ia berada dalam kesulitan. Ketika keperluannya dan harapannya buyar atau putus asa serta tak dapat terpenuhi, meninggalkan pada dirinya perasaan masygul atau bingung, jika pada saat yang demikian ia berdoa kepadanya, beliau akan datang ke sana untuk menghalau ketakutannya dan kesengsaraan.

Pendekatan ini memberi kita sebuah alternatif atas sikap kita terhadap kesulitan. Ketika kita berada dalam kesulitan, pada umumnya kita akan segera mencari teman atau penasihat untuk mengatasi penderitaan kita. Berharap mendapat kenyamanan dan hilangnya kesulitan kita, kita mungkin bahkan memutar-mutar benda dan benar-benar membuatnya buruk. Pendekatan lainnya yang pantas untuk dicoba adalah bahwa kita mungkin dapat menggunakan pelafalan pujian 21 Tara, atau melafalkan mantranya, dan dalam cara ini mendapatkan kenyamanan serta jalan keluar yang kita inginkan.

Praktek Tara juga sangat berguna dan ampuh bagi Dharma Centre. Centre-centre yang melakukan puja atau pujian pada Dewi Tara akan mendapatkan pahala keberhasilan, sehingga harapannya untuk menyebarluaskan ajaran sang Buddha akan terpenuhi. Keinginan yang diajukan dengan sikap penuh bakti dan keyakinan akan lebih mudah terkabulkan, khususnya bila hal itu demi kebajikan makhluk lain!

Sebenarnya setiap Vihara Tibet mengadakan puja Tara Hijau setiap pagi, apakah di sana ada lima orang bhiksu atau seribu bhiksu. Pujian 21 Tara telah secara terus menerus dilantunkan oleh tak terbilang makhluk hidup meliputi sepanjang jaman hingga pada jaman Buddha Vairochana di awal masa yang lampau, yang sangat jauh sebelum masa kita ini. Bukti bahwa pujian ini sungguh telah sangat tua dan telah mencapai penyebarannya yang luas srta dipraktekkan secara luas sepanjang jaman memberi tambahan pada kekuatan agungnya serta keampuhannya.

Seluruh berkah yang terkumpul darinya telah terjadi berkaitan dengan doa keyakinan yang mendalam sepanjang masa hingga pada masa kita dan kita terima bila kita berdoa dengan penuh keyakinan serta bakti kepada Dewi Tara. Melalui praktek secara bersama-sama pujian 21 Tara dan mantra Tara, berkahnya berlipat ganda dan akan matang di dalam arus kesadaran kita, dalam pengalaman nyata hidup kita. Dengan alasan inilah sehingga puja kepada Dewi Tara menjadi praktek harian yang demikian baiknya.

Pujian 21 Tara ini juga sangat penting bagi tradisi Buddhis Mahayana China yang berkaitan dengan Buddhis Vajrayana.


.. ~/\~..
________________


Menerima Berkah Dari Dewi Tara


Memasuki praktek meditasi Dewi Tara diawali dengan inisiasi, transmisi kebijaksanaan pencerahan serta berkahnya. Bila kita menerima transmisi berkah Dewi Tara hijau, sebagai contoh, pertama-tama kita mempersembahkan mandala kepada Guru yang harus kita visualisasikan dan kita rasakan benar-benar sebagai Dewi Tara sendiri, hadir di depan kita. Kita harus membayangkan Guru di hadapan kita sebagai Dewi Tara. Kita juga harus memvisualisasikan bahwa Dewi Tara hadir di dalam mandala di altar yang terdapat di depan kita.

Dari ulu hati kedua Tara tersebut, sinar cemerlang memancar yang mengarah pada diri kita sendiri dan juga semua makhluk. Sinar terang ini mengubah tubuh daging, tulang dan darah kita biasa, lalu kita menjadi sebuah bola cahaya, gumpalan sinar terang. Seluruh keberadaan biasa lebur ke dalam sunyata. Kita menempatkan kisadaran kita dengan alamiah di dalam keadaan tersebut, tetap berdiam dalam keadaan tersebut yang berupa sebuah sinar di dalam sunyata, sunyata yang jernih. Di dalam sunyata tersebut, segala sesuatu dimungkinkan.

Tempat di mana dirimu berada adalah alam surga Dewi Tara, Alam Pirus yang disebut ‘Daun Pirus Kedamaian’. Dirimu tidak lagi dalam bentukmu yang biasa, tetapi telah menjadi sebuah bola cahaya. Suara apa pun yang kau dengar adalah gema mantra suara mantra Dewi Tara. Pikiran apa pun yang timbul atau melintas dalam dirimu adalah kebijaksanaan, sunyata. Segala keberadaan, segala sesuatu, bagaikan angkasa. Tak ada lagi hal keduniawian biasa yang masih tersisa.

Selanjutnya, muncul sebuah bunga teratai dan di atas bunga teratai tersebut terdapat aksara ‘AH’ berubah menjadi bulatan bulan. Di atas bulatan bulan tersebut adalah sebuah bija aksara HUM, yang memancarkan cahaya terang yang menyebar ke seluruh alam semesta. Ia menyentuh semua makhluk, menyucikan segala rintangan-rintangan mereka serta dosa-dosa mereka. Sinar terangnya juga membuat persembahan-persembahan kepada para Buddha dan setelah itu melebur kembali ke dalam aksara. Dari perubahan aksara ini, yang melambangkan hakikat kesadaran sendiri, seseorang lalu muncul sebagai Dewi Tara.

Beliau berwarna hijau berwajah satu dan bertangan dua dengan kaki bersila. Tangan kanannya diulurkan di atas lutut kanan dengan telapak tangan dalam sikap mudra pemberian. Tangan kirinya dalam mudra memberi perlindungan, dengan jari manis dan ibu jari bersentuhan, memegang tangkai bunga utpala, teratai biru, yang mencapai bahu kirinya. Bunga utpala yang ada di tangan Dewi Tara mempunyai tiga kuntum. Salah satunya masih dalam keadaan kuncup, satu mekar sempurna dan satu lagi hampir mengering.

Dewi Tara sangat cantik hijau emerald, beliau sesungguhnya dalam rupa cahaya. Dewi Tara berhiaskan dengan segala perhiasan yang menakjubkan, mahkota, kalung, dan sebagainya, demikian pula busana sutra. Sikap duduknya sangat anggun, dengan kaki kanannya sedikit terentang dan kaki kirinya bersila.

Pada dahinya terdapat aksara putih OM, menggambarkan tubuh dari semua Buddha; di tenggorokannya aksara AH merah, ucapan semua Buddha; pada hatinya aksara biru HUM, yang merupakan pikiran dari semua Buddha. Sesunggunya, tubuhmu, ucapan dan pikiranmu, senantiasa sebagai tubuh, ucapan serta pikiran suci dari para Buddha. Oleh karena engkau telah menganggapnya segala hal sebagai tidak murni. Untuk mengubah hal ini, visualisasikan ketiga tempat dengan ketiga aksara OM, AH dan HUM. Di atas aksara HUM, engkau juga harus memvisualisasikan aksara TAM, yang merupakan bija aksara Dewi Tara. Singkatnya, Guru juga muncul dalam wujud yang sama dengan Tara Hijau, begitu pula dengan penampakan Tara hijau yang berada di altar.

Di dalam hati, diri sendiri muncul sebagai Dewi Tara, di dalam hati Guru muncul sebagai Tara dan Dewi Tara yang divisualisasikan di altar adalah wujud Dewi Tara yang kecil. Di dalam hati Tara kecil terdapat sebuah aksara TAM yang kecil, bija aksara dari Dewi Tara sendiri. Cahaya terang bersinar dari hati Guru dan Dewi Tara yang di altar. Sinar tersebut memenuhi semesta, menyebar ke alam para Buddha di sepuluh penjuru dan menjangkau semua Buddha, mengundang tiada terbilang berkah dari para Buddha dan Bodhisattva, mengundang kebijaksanaan serta belas kasihnya.

Secara khusus, cahaya tersebut pergi ke alam ‘Daun Pirus Kedamaian’, yang berada di surga Potala di penjuru selatan, di mana aspek kebijaksanaan Dewi Tara bersemayam. Kini semua Buddha menjelma dalam wujud Dewi Tara. Di angkasa dan di sekeliling kita terdapat berjuta-juta serta bermilyar-milyar Tara Hijau yang sangat menakjubkan yang menghujani kita dan mereka lalu melebur ke dalam tubuh kita. Yang terbesar darinya sebesar gunung, yang terkecil tidak lebih dari biji wijen. Bagaikan sebuah badai besar yang menyatu dari sepuluh penjuru, mereka semua megguyur kita, lalu melebur ke dalam diri kita. Di dalam inisiasi yang demikian disebut turunnya berkah, dan ini sangat penting sekali.

Sekarang kita memvisualisasikan ketiga aksara vajra, OM, AH dan HUM, di dahi, tenggorokan dan ulu hati, dengan penuh hormat. Kita juga memvisualisasikan aspek meditasi samadhinya di dalam hati kita sebesar rupang Dewi Tara. Keseluruhannya dengan jelas divisualisasikan di mana diri sendiri tampak sebagai Dewi Tara, pada Guru yang berwujud Dewi Tara, dan juga pada Dewi Tara yang terdapat di altar.

Selanjutnya, cahaya terang bersinar dari hati Guru, mengundang semua dewa-dewi inisiasi agar hadir di angkasa di hadapan Guru, lalu Guru memercikkan air amrtha dari vas inisiasi. Secara bergantian, dewa-dewi memberikan inisiasinya dengan menuangkan air amrtha dari vas yang mereka pegang di tangannya. Air amrtha ini masuk melalui puncak kepala kita, memenuhi seluruh tubuh kita dan meluap di puncak kepala kita, yang kemudian mengambil rupa sebagai Buddha Amoghasiddhi. Dengan cara ini, dirimu lalu harus merasakan bahwa sudah menerima berkah dari Rupakaya Buddha, tubuh suci Dewi Tara, dan sebagai akibat dari hal itu, pengaruh karma-karma buruk masa lampau serta berbagai perbuatan berdosa yang dilakukan pada masa lampau telah dilenyapkan. Tubuh jasmaninya sendiri menjadi tiada beda dengan rupa Dewi Tara, dan dirimu diberkati untuk bermeditasi pada dirimu sendiri yang tampak sebagai Dewi Tara. Sejak dari sekarang, engkau jangan memandang dirimu sendiri dalam bentuk yang tidak suci, tetapi harus sebaliknya senantiasa menganggap dirimu dalam wujud Dewi Tara.

Sebagai berkah dari ucapan Kebuddhaan Dewi Tara, dirimu memvisualisasikan bahwa di dalam hati Guru dan Dewi Tara yang terdapat di altar terdapat aksara TAM dilingkari oleh mantra Tara. Sinar terang memancar dari aksara TAM di hati Guru dan Dewi Tara yang di altar. Sekarang kita melafalkan mantra OM TARE TUTTARE TURE SVAHA. Ketika kita melafalkannya, terdapat bentuk-bentuk Tara yang keluar mengalir dari mulut Guru dan Tara yang di altar seperti buih yang mengalir di air, tulisan mantra keluar, dan lalu melebur ke dalam bija aksara TAM yang terdapat di hatimu.

Ia melebur ke dalam wujud samadhinya, Dewi Tara kecil di tengah-tengah hati kita. Aksara tersebut tersusun dengan sendirinya di sekeliling TAM di atas lingkaran bulan di tengah hati Dewi Tara kecil di hati kita. Bija aksara TAM di hati Dewi Tara dikelilingi oleh sepuluh suku kata mantranya.

Berikutnya kita dapat memvisualisasikan bahwa seluruh berkah ucapan Kebuddhaan semua Buddha mengambil wujud tulisan mantra Tara, di mana semuanya menghujani kita. Tulisan tersebut masuk ke dalam diri kita melalui mulut, dan diterima oleh aspek kebijaksanaan, Tara yang ada di hati kita. Setiap kali kita melafalkan mantra. Di sini kita merasakan bahwa semua ucapan yang tidak pantas, segala rintangan yang berkaitan dengan ucapan kita, telah disucikan. Segala akibat ucapan tidak baik yang lampau juga disucikan. Kita telah diberkahi untuk melafalkan mantra Tara.

Berikutnya berkah pikiran. Tentang hal ini, kita memusatkan perhatian kita pada Dewi Tara yang terdapat di atas altar, Tara yang berada di dalam Mandala. Di sini kita harus membangkitkan sikap hormat yang lebih dalam lagi kepada Bunda Tara, serta memujinya agar melimpahkan berkahnya. Dari hatinya bermunculan tak terbilang bunga-bunga meyerupai bunga utpala, teratai biru, yang dipegang di tangan kirinya. Seluruhnya melebur ke dalam diri kita melalui puncak kepala kita.

Akhirnya, kita dapat memvisualisasikan bahwa cahaya memancar dan mengubah seisi semesta menjadi istana surgawi, dan semua makhluk berubah wujud menjadi Dewi Tara. Pertahankan pikiran pada tahapan ini, di mana segala sesuatu tampak sebagai sebuah mimpi.

Dengan jalan demikian kita akan dapat menerima berkah serta pemberkatan tubuh, ucapan dan pikiran dari Dewi Tara, demikian pula menerima berkah dari vas inisiasi. Kita lalu mempersembahkan sebuah mandala untuk berterimakasih atas pemberian berkah.


..~/\~..
__________

Meditasi pada Tara Hijau

Dengan berdasarkan latihan serta praktek pendahuluan, juga berdasarkan pada telah menerima berkah dari Dewi Tara, seseorang dapat menjalankan meditasi pada Dewi Tara dan melafalkan mantranya.

Untuk memasuki meditasi tradisi Buddhis Mahayana dimulai dengan praktek lojong, latihan pikiran. Yang paling penting adalah mengembangkan serta melatih belas kasih. Bagaimana kita mengembangkan latihan ini? Pertama, kita bermeditasi pada kebaikan-kebaikan yang ditunjukkan ibu kita kepada diri kita. Ibu kita telah membawa kita di dalam kandungannya dan mmelahirkan kita. Ia menyuapi kita serta membersihkan kita pada saat kita masih bayi yang tak berdaya. Mengingat kebajikan mereka, bayangkanlah ibumu sendiri.

Saat engkau bermeditasi dengan cara ini pada ibumu, bangkitkan kasih serta penghargaan kepadanya. Begitu engkau telah membangkitkan perasaan ini, engkau akan dapat mengembangkan perasaan yang demikian kepada yang lain, hingga secara bertahap dirimu dapat memperluas rasa belas kasih serta penghargaan kepada semua makhluk di dalam meditasimu. Ini dimungkinkan karena di masa lampau yang tanpa awal, setiap makhluk sebenarnya telah menjadi ibumu sendiri yang sangat baik. Sebagaimana yang diucapkan didalam doa-doa perlindungan, ‘Demi semua makhluk yang telah menjadi ibuku, aku berlindung.’

Kemungkinan lainnya adalah bahwa dirimu dapat juga bermeditasi pada belas kasih seorang ibu terhadap anaknya yang tunggal, dan dengan jalan yang sama memperluas perasaan ini kepada semua makhluk. Sekali engkau melakukan praktek ini, langkah berikutnya adalah memulai membangkitkan kasih sayang. Memahami kebajikan-kebajikan yang telah diperlihatkan oleh ibumu kepada dirimu, dirimu tak mau melihat ibumu berada dalam penderitaan apa pun. Keinginan untuk menghilangkan derita apa pun dari ibumu ini adalah kasih sayang. Doronglah dirimu ke tempatnya, rasakan kesulitannya dan apa pun persoalan yang telah membuatnya menderita. Sekali saja perasaan belas kasih yang demikian telah muncul di dalam hatimu, selanjutnya engkau akan dapat memperbesarnya terhadap orang lain hingga ia sampai pada tingkat yang menjangkau semua makhluk. Kita lalu akan benar-benar memahami penderitaan makhluk lain dan benar-benar berharap untuk dapat memmbebaskan mereka dari penderitaan.

Pada tingkatan ini, orang sudah siap untuk mengambil perlindungan. Di sini sangat penting untuk memahami bahwa dirimu hanya benar-benar mengambil perlindungan di dalam pembebasan makhluk hidup yang sebenarnya. Mengambil perlindungan kepada dewa-dewa duniawi tidaklah akan benar-benar membantumu, sebagaimana seorang penguasa bawahan tak dapat benar-benar melindungimu seperti yang dapat diberikan oleh seorang raja.

Juga terdapat latihan pikiran yang lain yang dapat engkau lakukan sebagai persiapan untuk mengambil perlindungan. Akan sangat membantu jika melakukan perenungan terhadap kebajikan-kebajikan pada orang lain sebagai lawan dari sikap mementingkan diri sendiri. Segala rupa kemalangan serta penderitaan sesungguhnya datang dari hanya mementingkan diri sendiri mengalahkan apa yang sesungguhnya baik bagi orang lain.

Sesungguhnya memang benar jika segala kebajikan serta keberuntungan sesungguhnya timbul akibat membuat kebajikan terhadap orang lain sebelumnya. Apakah yang akan terjadi bilamana dirimu hanya berusaha demi kebajikanmu sendiri adalah menyulitkan diri sendiri. Berusaha demi kebajikan orang lain dijamin bahwa kebahagiaan akan datang kepadamu pada saatnya nanti. Demikianlah, praktek kebajikan merupakan bagian terpenting dalam melatih pikiran di dalam Dharma. Sebagai contoh, bila dirimu telah menjadi seorang dermawan dalam hidup yang lampau, engkau akan hidup makmur dan memiliki harta benda yang berlimpah dalam hidup sekarang. Jika kita sudah melatih kesabaran dalam hidup yang lalu, akibatnya siapa pun yang memandang kita dengan sendirinya akan tertarik kepada kita dan bersikap baik kepada kita, memberi kita kekuatan serta pengaruh.

Menjadi lebih penting lagi berlatih dalam kebajikan sila. Jika seseorang tidak menjalankan sila dalam hidup saat ini, akan sangat sulit untuk dapat memperoleh kelahiran sebagai manusia di kemudian hari. Kelahiran kita sebagai manusia yang sekarang adalah karena disebabkan oleh beberapa praktek sila sebelumnya. Sila-sila seperti ini benar-benar menjadi landasan bagi berbagai kemuliaan yang akan timbul. Dasar untuk sila seperti ini adalah praktek kebajikan. Dalam prakteknya, ini berarti meninggalkan sepuluh perbuatan tidak baik. Yaitu yang oleh tubuh membunuh, mencuri, hubungan seks yang tidak benar; yang oleh ucapan berbohong, mengadu domba, berbicara kasar, berbicara yang tak ada gunanya; dan yang oleh pikiran berpikiran jahat, kehendak jahat dan pandangan salah.

Sepuluh perbuatan baik oleh tubuh, ucapan dan pikiran timbul dengan sendirinya manakala seseorang meninggalkan sepuluh macam perbuatan tidak baik. Kita juga dapat menganggap bahwa menjalankan sila kebajikan merupakan landasan yang lain lagi untuk mengambil perlindungan. Dengan pendekatan yang demikian, apa pun perbuatan yang engkau lakukan, semuanya menjadi persembahan serta pelayanan terhadap para Buddha.

Sampai di sini kita sudah membicarakan beberapa latihan yang menjadi landasan untuk mengambil perlindungan, lalu pada objek yang bagaimana kita akan mengambil perlindungan? Itu adalah Sang Tiga Permata. Permata yang pertama adalah Buddha, yang meiliki trikaya, atau tubuh, ucapan dan pikiran pencerahan. Sang Buddha dinyatakan memiliki tiga kaya atau ‘tubuh’ pencerahan. Dharmakaya Buddha adalah bagaikan luasnya langit atau angkasa. Sambhogakaya Buddha bermanifestasi tanpa bergeser dari Dharmakayanya, ia bagaikan bulan di angkasa. Penampakan Buddha sebagai Nirmanakaya sebagai daging dan darah adalah seperti bayangan bulan pada air kolam.

Permata yang kedua adalah Dharma. Yaitu Tripitaka, tiga kumpulan kitab-kitab suci. Kita berlindung pada Dharma karena pencapaian yang timbul di dalam batin seorang praktisi adalah didasarkan pada pemahaman kitab-kitab suci. Permata yang ketiga adalah Sangha, kumpulan makhluk-makhluk suci, Arhat, Bodhisattva dan para Istadevata.

Orang yang telah mengambil perlindungan dengan sepenuh hati dan terus-menerus mengikuti jalan yang membawanya pada pencerahan. Kita mengambil perlindungan demi semua makhluk. Ini membawa perlindungan kita ke dalam tingkat Mahayana atau jalan besar, yang bertujuan untuk menyelamatkan semua makhluk. Tingkat Kebuddhaan, Pencerahan, tercapai melalui realisasi ketiadaan ego, yang mencakup di dalamnya pencapaian sunyata atas segala keberadaan. Tahap demi tahap latihan dan penimbunan kebajikan membantu kita mampu mencapai realisasi sunyata.

Untuk itu, orang perlu membangkitkan keputusan yang bulat untuk mencapai pencerahan. Juga perlu untuk membangkitkan bodhicitta yang berharga. Untuk dapat membangkitkan bodhicitta, diperlukan kepedulian pada kebajikan makhluk lain. Telah dinyatakan di dalam ajaran bahwa seluruh penderitaan berasal dari sikap mementingkan diri sendiri, sedangkan segala kebahagiaan berasal dari berharganya makhluk lain serta berusaha demi kebajikan makhluk lain. Keinginan pada kebajikan makhluk lain ini yang kemudian akan dapat membawa pada pikiran bodhicitta, kehendak mulia untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan dan menempatkan mereka pada tingkat pencerahan.

Dapat dikatakan lebih jauh bahwa seluruh ajaran Sang Buddha dapat dipahami dengan ungkapan hukum karma, hukum sebab akibat. Bila engkau melihat benih kebajikan, ini akan membuahkan akibat yang membahagiakan dan keadaan yang menyenangkan. Jika engkau mengembangkan sikap hidup yang tidak baik, ia akan membawa pada penderitaan.

Di dalam Buddhis, kita membicarakan pentingnya hukum sebab akibat. Di dalam agama Kristen, sangat bertumpu pada keyakinan terhadap Tuhan. Namun demikian keyakinan seperti ini sendiri sesungguhnya masih sebagai sebuah sebab, yaitu sebab yang baik, jadi kebahagiaan sebenarnya timbul sebagai akibat atau sebuah sebab, yaitu keyakinan yang ditumbuhkan. Demikianlah, sebenarnya, orang Kristen juga membicarakan hukum sebab akibat. Kedua ajaran agama ini barangkali menggunakan dua macam pendekatan dan masing-masing memiliki gagasan yang mirip-mirip.

Ketika seseorang menerima inisiasi dan menjalankan praktek Tara Hijau, ia harus melihat dengan penuh keyakinan bahwa Dewi Tara merupakan penjelmaan dari seluruh kegiatan dari semua Buddha. Dengan demikian seseorang dapat memulai berdoa kepada Dewi Tara. Tak diragukan lagi bahwa ia akan dapat mengatasi serta menghalau segala bentuk ketakutan.

Di antara Dewi Tara dengan Vajrayogini sesungguhnya satu hakikat, oleh karena keduanya merupakan dewi kebijaksanaan, Buddha. Bahkan meskipun seseorang sama sekali tak dapat menjalankan kedua belas macam yoga Vajrayogini secara detil, orang yang mengetahui bagaimana cara berdoa yang sesungguhnya kepada Dewi Tara akan menerima berkah yang sama.

Mengulang-ulang perlindungan dan membangkitkan keinginan untuk menyelamatkan semua makhluk kita juga harus melafalkan puja tujuh bagian, yang dapat ditemukan di bagian awal semua sadhana. Puja tujuh bagian itu adalah: menyampaikan hormat, melakukan persembahan, melakukan pengakuan, turut bergembira atas kebajikan makhluk lain, memohon pemutaran Dharmacakra, memohon untuk tetap tinggal di dalam samsara dan pelimpahan kebajikan. Masing-masing bagian ini mewakili bagian penting dari sang jalan.

Setelah mengambil perlindungan dan menyampaikan penghormatan, lalu dirimu melihat Dewi Tara sebagai objek perlindungan satu-satunya di mana engkau mempercayakan keyakinanmu. Ini merupakan yang pertama dari empat kekuatan pengakuan kita, yang merupakan bagian puja yang ketiga. Kekuatan pengakuan yang pertama adalah ‘kekuatan altar’. Sekarang seseorang telah siap mengakui kesalahan dengan penyesalan yang mendalam, seperti orang yang telah keliru meminum racun dan benar-benar sangat menyesalinya. Engkau melihat betapa merusaknya telah melakukan perbuatan kesalahan yang seperti itu, dan dengan menyesal, dan tekad bulat engkau mengakuinya. Inilah kekuatan pengakuan yang kedua, yaitu kekuatan penyesalan.

Kekuatan pengakuan yang ketiga adalah ‘kekuatan penawar’; singkatnya, ini maksudnya dengan seksama berjanji tidak akan mengulanginya lagi perbuatan tersebut. Sebagai hasil dari hal ini, seluruh ketidakbajikan akan benar-benar diperbaharui dan kebajikan akan dipulihkan serta diselamatkan. Berikutnya kekuatan yang keempat, yaitu ‘kekuatan pembaharuan atau perbaikan’. Hingga kita mengakui perbuatan-perbuatan yang salah, kita akan terus membawa timbunan penyebab penderitaan.

Sebagai contoh puja tujuh baian yang keempat, yaitu turut bergembira atas kebajikan makhluk lain, digambarkan di dalam kisah seorang pengemis yang turut bergembira atas kebjikan sang raja yang mempersembahkan makanan lezat kepada Sang Buddha. Berkat sikap muditacittanya, sang pengemis menerima kebajikan bahkan lebih besar dari raja sendiri. Demikian pula, bila dirimu melihat seseorang yang telah menyelesaikan pelafalan berjuta-juta mantra, bila dirimu turut bergembira atas prakteknya, dirimu akan dapat mendapat kebaikan dari kebajikannya. Contoh-contoh ini bahkan tanpa banyak usaha pada sisinya, dengan hanya turut bergembira atas kebajikan orang lain, orang dapat memperoleh kebajikan yang sangat besar. Tujuh bagian yang lain adalah memohon Sang Buddha agar memutar Dharmacakra. Tanpa permohonan seperti ini, ajaran tak akan sampai pada makhluk hidup. Ini dikisahkan dalam sejarah hidup Sang Buddha Sakyamuni. Pada saat sang Buddha mencapai pencerahan, beliau mengucapkan pernyataan yang tertulis di dalam sutra:

“Aku telah menemukan Dharma yang bagaikan amrtha;
Sangat jelas tanpa halangan, dalam dan tenang, melampau pikiran.
Kepada siapakah aku akan menjelaskannya, tak ada yang akan dapat
memahaminya
Karenanya aku akan berdiam di dalam hutan dan tak akan berbicara.”

Sebagai reaksi atas pernyataan tersebut, Dewa Brahma, sang pencipta, memohon agar Sang Buddha memutar Dharmacakra sesuai dengan kepentingan masing-masing makhluk hidup.

Puja tujuh bagian yang terakhir adalah ‘pelimpahan kebajikan’. Melimpahkan kebajikan merupakan yang terpenting dari keseluruhannya. Apakah meditasi, apakah praktek atau melakukan perbuatan kebajikan, kita harus selalu melimpahkan kebajikan dengan begitu kebajikan kita tak akan menyusut. Hingga engkau melimpahkan kebjikan, betapapun besarnya kebajikan itu, ia tidak akan melebihi besarnya kebajikan yang telah dilimpahkan, dan akibat dari apa yang telah kita lakukan barangkali hanya akan membawa ke tempat lain tertentu. Sedangkan, betapa pun kecil sebuah kebajikan atau perbuatan baik yang telah dilakukan oleh seseorang, dengan melimpahkan kebajikannya, kebajikannya akan berkembang dan terus berkembang.

Sebagai contoh, betapa pun kecilnya sebuah perbuatan amal dana, seperti hanya memberi air kepada orang yang kehausan, jika lalu diikuti dengan pelimpahan kebajikan, itu akan membuat kebajikan yang ditimbulkannya berkembang. Tanpa pelimpahan kebajikan, meskipun kebajikan yang didapatkan dari perbuatan besar sekalipun dengan mudah akan terkuras. Kitab suci Buddhis mengajarkan bahwa selama sebuah kemarahan berlangsung akan dapat menghancurkan timbunan besar kebajikan yang tidak dilimpahkan. Kemarahan adalah merupakan reaksi pikiran yang sangat merusak. Kita melimpahkan kebajikan apa pun yang kita dapat secepatnya dengan begitu tak akan dapat dihancurkan oleh pikiran-pikirann ucapan dan perbuatan buruk kita.

Diajarkan juga bahwa kesabaran menjadi penawar dari kemarahan. Kebajikan yang diperoleh dari praktek kesabaran tak dapat diukur. Apapun kata-kata tidak mengenakkan yang diucapkan kepadamu, cukup praktekkan kesabaran saja. Mengingat bahwa ini sangat penting, mari kita berhenti di sini untuk mengupas kebajikan dari praktek kesabaran. Kesabaran merupakan satu dari keenam atau kesepuluh paramita, kesempurnaan para Bodhisattva. Terdapat tiga macam kesabaran. Yang terbaik dari ketiganya adalah mengetahui kesunyataan segala sesuatu. Yang berikutnya kesabaran yang tanpa membalikkan, di mana seseorang tidak mengembalikan atau tidak membalas pada orang lain yang telah mencela atau bersikap buruk kepada dirinya. Ini artinya seseorang menerima dengan iklas apa pun derita atau kesakitan yang barangkali ditimpakan pada dirinya tanpa membalas menyerang. Praktek kesabaran adalah sebuah praktek pertapaan yang tertinggi. Melalui praktek ini, segala kekerasan akan dikalahkan dengan sendirinya. Bila dua kelompok orang sedang berselisih, bila salah satu pihak dari mereka dapat menunjukkan kesabaran, kekerasan di antara mereka akan dihindarkan dan secara bertahap dapat menyatukan semuanya.

Sesungguhnya, kemujuran makhluk hidup yang lahir sebagai manusia adalah berkat praktek sila, kebajikan perbuatan, dalam kehidupannya yang lampau. Tetapi tidak semua makhluk lahir dengan penampilan yang baik; hanya mereka yang mempraktekan kesabaranlah yang mendapatkan anugerah penampilan yang baik.

Mereka yang sabar pada umumnya dihargai oleh semua orang; dari raja dan para petinggi hingga masyarakat luas, semua akan menaruh hormat pada mereka yang memiliki kesabaran. Ini dikarenakan kesabaran melenyapkan kemarahan, penyebab penderitaan terburuk. Tak ada kejahatan yang menyamai kemarahan dan kebencian; ia menghancurkan seluruh akar kebajikan. Sebaliknya, mempraktekkan kesabaran menghancurkan kemarahan dan kebencian. Sungguh tak ada kebajikan yang melampaui praktek kesabaran.

Salah satu dari enam atau sepuluh paramita lainnya adalah semangat. Apa pun yang sedang engkau laksanakan, engkau harus menggunakan semangat untuk menjalankannya. Bila dirimu memiliki semangat, engkau bahkan akan dapat melubangi batu dengan jari tanganmu. Praktek semangat dalam hidup ini akan memungkinkan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan cepat dan berhasil di masa hidupnya yang akan datang, tanpa mengalami banyak rintangan.

Lalu paramita atau kesempurnaan lainnya adalah kesempurnaan konsentrasi. Kebajikan dari latihan konsentrasi adalah seseorang akan merasakan rasa puas dan ketenangan hati serta tidak terikat. Orang akan menyadari bahwa pikirannya dengan mudah dapat dikalahkan, benda-benda didapatkan seperti yang diharapkan. Terdapat beberapa kebajikan dari karma baik yang didapatkan melalui praktek kesempurnaan konsentrasi.

Yang sangat khusus kebajikannya adalah prajna paramita, kesempurnaan kebijaksanaan. Ia membuat seseorang memiliki kecakapan untuk memilah sesuatu dengan kejernihan pikiran serta penalaran yang seksama.

Hukum karma, sebab akibat, tak dapat jatuh; ia tak akan membuatmu jatuh. Ketidakbajikan sebenarnya yang menciptakan ketidakbahagiaan. Meskipun seseorang telah memiliki kemujuran untuk terlahir sebagai seorang manusia, bila penyebab ketidakbajikan terdapat dalam dirinya, ia dengan pasti akan menyebabkan penderitaan, meskipun seseorang mendapatkan kelahiran mulia, seperti kelahiran sebagai seorang manusia.

Alam penderitaan seperti misalnya alam neraka adalah akibat dari kesalahan pikiran serta perbuatan. Tak ada tempat yang seperti neraka. Api alam neraka di neraka panas sesungguhnya merupakan penjelmaan dari timbunan pikiran kemarahan dan ketidakbajikan yang terkendalikan di dalam pikiran seseorang. Akumulasi karma tersebut selanjutnya mengambil bentuk sebagai alam nyata atau dunia nyata yang harus dialami oleh sesseorang. Karena karma buruk, orang telah menghancurkan pandangan atas segala keberadaan, tidak menyadari kenyataan apa pun yang sesungguhnya yang dilihatnya sebagai pengalaman pada kenyataannya diciptakan oleh pikiran orang itu sendiri.

Seluruh praktek meditasi harus diurutkan berdasarkan pada tiga kebajikan: yang baik pada awalnya, yang baik pada pertengahannya, dan yang baik pada akhirnya. Dalam bermeditasi, yang paling penting adalah meditasi sunyata. Seluruh realisasi Sang Buddha adalah buah dari meditasi pada sunyata. Kita sendiri belum menjadi seorang Buddha karena kita tidak bermeditasi pada sunyata dengan tepat.

Apa yang baik pada awalnya adalah mengambil perlindungan. Apa yang baik pada pertengahannya adalah praktek itu sendiri. Dan apa yang baik pada akhirnya adalah pelimpahan kebajikan. Di sini kita dapat melihat bahwa mengambil perlindungan adalah merupakan landasan dari seluruh praktek selanjutnya.

Di dalam tradisi awal penerjemahan (Nyingma) dikatakan terdapat sembilan yana dalam Buddhis, yang mencakup keenam jalan tantra: kriya atau tantra perbuatan; charya atau tantra pelaksanaan; yoga tantra dan anuttarayoga tantra atau tantra tertinggi.

Di dalam praktek kriya tantra, seseorang memvisualisasikan yidam, seperti Dewi Tara, di angkasa serta di hadapannya, dan berpikir bahwa dirinya sendiri sebagai seorang abdi yang setia yang memuji seorang raja atau permaisuri, berharap dapat menerima kemurahan hatinya. Yang demikian merupakan hubungan alamiah di antara seorang meditator dengan yidam di dalam kriya tantra. Dalam charya tantra, engkau akan menganggap Dewi Tara sebagai seorang teman, orang di mana engkau meminta pemberian atau petunjuk ataupun berkah. Dalam charya tantra, hubungan di antara meditator dengan yidamnya adalah seperti sahabat dengan sahabatnya.

Di dalam yoga tantra, seseorang menyatukan hakikatnya sendiri dengan hakikat yidamnya, menyatukan penampakannya sendiri dengan penampakan Dewi Tara. Sedangkan di dalam anuttarayoga tantra, orang tidak memandang dirinya serta yidam berbeda hakikatnya. Berdasarkan hal ini, seorang praktisi lalu mengubah perwujudan tubuh, ucapan serta pikirannya yang biasa menjadi tubuh, ucapan dan pikiran suci Dewi Tara.

Untuk dapat melakukannya, engkau harus menerima inisiasi pemberian ijin. Inilah yang memungkinkanmu dapat mengubah tubuh biasamu menjadi tubuh surgawi, mengubah ucapanmu yang biasa menjadi ucapan Buddha, dan mengubah pikiran duniawimu menjadi kebijaksanaan Dewi Tara melalui meditasi pada sunyata.
..~/\~..
________


Kebajikan Istimewa Yang Berikan Oleh Dewi Tara
Dan Para Bunda Dewi-Dewi


Praktek tara dikatakan memiliki berbagai macam berkah kekuatan yang luar biasa, khususnya sangat ampuh untuk mengembangkan berbagai keadaan. Sebagai contoh, dikatakan bahwa pada akhir kalpa atau priode masa, bila kesulitan dan bala bencana meluas, mantra serta puja pada Dewi Tara sangat penting sekali. Setiap orang dapat melafalkan mantra Tara dan ia membawa manfaat yang sangat besar.

Seperti yang telah kita ulas di muka, pada masa awal kalpa kita, Sang Buddha Mahavairochana adalah Guru, sang pembimbing dari Dewi Tara. Buddha Vairochana memberkati Dewi Tara dan memberikan prediksi padanya bahwa pada masa akhir kalpa, di negeri dan di alam itu di mana puja, doa dan persembahan Tara dilangsungkan, pahala dari puja-puja itu, berbagai jenis penyakit, kesulitan serta gangguan yang disebabkan oleh makhluk jahat serta oleh manusia akan dihapuskan serta diatasi. Saya merasa bahwa praktek Tara tersebut sangat penting serta sangat berarti dari segala praktek pada masa seperti itu.

Para dewi yang lainya juga sangat menolong dalam hal ini di antaranya Marichi atau Ozer Jemma, dan dewi yang sangat termasyhur dalam penyembuhan spiritual, Parna Shabari. Doa-doa serta mantranya membawa kekuatan serta kebajikan yang sama dengan Dewi Tara. Pada dasarnya beliau merupakan dewi-dewi yang sama, yaitu Dewi Prajnaparamita dalam berbagai bentuk menifestasinya.

Ozer Jemma, Parnasabhari begitu pula Yudon Drolma, secara khusus merupakan para dewi yang sangat ampuh untuk di praktekkan guna menjaga dan menyembuhkan segala rupa penyakit. Khususnya sangat penting untuk melindungi dari pencuri serta para penjahat, dan untuk memulihkan penderitaan yang disebabkan oleh penyerangan serta pertengkaran.

Dikatakan bahwa puja doa dan pelafalan mantra sangatlah penting khususnya di masa kita sampai pada piriode akhir jaman atau atau putaran waktu. Pada saat yang demikian, praktek Guru Rinpoche sangat dianjurkan, namun demikian praktek Tara, Ozer Jemma dan Parna Sabari juga amat sangat penting.

Pada masa peperangan berlangsung, wabah penyakit, penyerangan, dan semacamnya, sangat penting sekali mantra dari para dewi tersebut untuk dituliskan di dalam bendera mantra dan dikibarkan di angkasa, sebanyak yang dapat dilakukan penduduk di tempat tersebut. Bersama dengan doa kepada Guru Rinpoche, praktek tersebut merupakan praktek sangat sangat ampuh dalam situasi dan keadaan seperti yang sudah saya katakan. Ini dinyatakan dalam banyak kitab-kitab suci.

Orang yang menyampaikan doa kepada Dewi Tara adalah orang yang sangat pandai. Apakah di pagi-pagi sekali atau pada larut malam, jika seseorang melafalkan pujian 21 Tara, yang dilafalkan dua kali, tiga kali, lalu tujuh kali doa itu, sehingga seluruhnya dua belas kali pujian kepada 21 Tara, segala bentuk keinginannya akan terpenuhi. Inilah yang terdapat didalam Puja Tara Suci Empat Mandala yang disebut “Pelita Yang Menerangi”. Dalam puja ini seseorang melafalkannya dua kali, lalu tiga kali dan tujuh kali.

Bila dikatakan bahwa segala keinginannya akan terkabulkan, artinya bahwa jika engkau menginginkan anak, engkau akan mendapatkannya. Bila engkau mempunyai keinginan keuangan, akan kau dapatkan. Apa pun yang menjadi keinginanmu, seluruhnya akan terpenuhi melalui pujian kepada Dewi Tara. Melalui doa kepada Dewi Tara, segala bentuk penghalang yang laten tak akan sanggup membuatmu menderita; ia akan dengan sendirinya dilenyapkan. Tak akan ada yang dapat menyakiti atau membuatmu menderita dengan cara apa pun; engkau menjadi tak dapat diganggu dan tak dapat dihalangi.

Tak diragukan lagi bahwa Dewi Tara sungguh sangat cepat dalam menyingkirkan rintangan. Itu khususnya merupakan metode yang sangat jitu serta dekat dengan para praktisi wanita. Dewi Tara dan Buddha wanita Vajrayogini sesungguhnya satu; Vajrayogini juga merupakan metode yang jitu untuk mencapai realisasi. Seluruh kegiatan para Buddha menyatu dalam diri Dewi Tara, terkandung di dalamnya, dan lengkap dalam dirinya.

Kalian kini telah diabhiseka untuk dapat bermeditasi pada dirimu sendiri dalam wujud Dewi Tara Hijau. Ucapanmu dapat ditransformasikan menjadi mantra, pikiranmu menjadi kebijaksanaan. Dirimu kini bukan lagi makhluk biasa; tubuh, ucapan dan pikiranmu seluruhnya telah diangkat ke tingkat yang tinggi sebagai Dewi Tara sendiri, ke dalam rupa, mantra dan kebijaksanaan Dewi Tara.

Kalimat-kalimat yang terdapat dalam pujian 21 Tara bukanlah hasil karya kepandaian dari para pandita. Itu diucapkan sendiri secara langsung oleh Buddha Mahavairochana dan Sang Buddha Sakyamuni sendiri. Lafalkanlah pujian kepada Dewi Tara sebanyak yang kau bisa, tentu dalam kehidupanmu sehari-hari. Bila engkau tak dapat bahkan sepanjang waktu untuk malafalkan pujian, cobalah untuk melafalkan mantra Tara, OM TARE TUTTARE TURE SVAHA.

Jika tidak, sedikitnya engkau dapat mengucapkan “Tara, Tara, Tara”, atau dapat juga engkau mengucapkan “Tare, Tare, Tare”, cukup mengucapkan namanya. Bila engkau memanggil nama seseorang, ia tentu akan mendengar dan menjawabmu. Jangan melakukannya karena aku yang menyuruh, tetapi dengan segala cara lakukanlah.
Selesai.

CATATAN.Chgye Trichen Rinpoche almarhum adalah seorang great master Sakya. Beliau adalah Guru dari HH. Dalai Lama dan HH. Sakya Trizin serta banyak para Guru Tibetan Buddhist masa kini lainya.

0 komentar:

Posting Komentar

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;