KELAHIRAN, KEMATIAN, DAN BARDO
Kata Pembuka dari Penerjemah
Ajakan kecil ini diberikan oleh Kyabje Zong Rinpoche atas permintaan
dari beberapa orang di negara Barat yang bingung mengetahui deskripsi
yang diberikan oleh orang yang telah “kembali dari kematian” setelah
pijitan pada jantung [untuk menyadarkan mereka] dan sejenisnya. Cukup
banyak laporan mengenai orang-orang ini melihat visi dari makhluk suci
bermandikan cahaya. Karena itu, beberapa orang tertarik pada ajaran
Tibet mengenai kematian dan kelahiran kembali. Akan tetapi, sebagian
besar dari kita membaca terjemahan dari buku “Buku Kematian dari Tibet,”
sementara tidak mengetahui tentang tradisi oral yang diturunkan
bersamaan dengan karya ini dan buku yang mirip dari sekte lain.
Versi yang dikenal di Barat berasal dari sekte Khargyu. Kyabje Zong
Rinpoche telah mempelajari topik yang sama di tradisi Gelugpa, dan
merupakan pemegang aliran dari praktek-praktek yang berhubungan dengan
hal ini. Karena itu, beliau sangat berkualifikasi untuk berkomentar
mengenai laporan seperti ini dari Barat, dan tanggapan beliau tidak
hanya otentik tetapi juga didukung oleh banyak pengalaman praktis.
Ada banyak orang dari Barat yang meyakini bahwa Bardo (atau “kondisi
diantara kematian dan kelahiran kembali”) mengikuti pola tetap yang
diterangkan dalam “Buku Kematian dari Tibet.” Seperti yang ditunjukan
Rinpoche dalam ajaran ini, hal ini sangatlah jauh dari kenyataannya,
karena buku ini hanya membahas tentang contoh dari manusia yang
meninggal karena penyakit dan usia tua. Juga meliputi ajaran mengenai
arwah dan perantara, yang akan menjadi menarik bagi banyak orang.
Artikel ini meliputi berbagai subyek dalam tempat kecil. [Ajaran] ini
juga meliputi ajaran agama Buddha Mahayana yang penting seperti tiga
tipe motivasi untuk mengikuti ajaran ini. Ada banyak aspek lain dari
Jalan Menuju Pencerahan yang diliput secara implisit dalam ajaran ini
yang bila ditelaah lebih lanjut akan membawa pembaca lebih dekat dengan
tujuan semua makhluk hidup, Pencerahan Sepenuhnya.
Karena itu, ajaran ini tidak hanya akan menjawab banyak pertanyaan yang
dapat dimiliki seseorang mengenai kematian dari sudut pandang Tibet
atau agama Buddha, tetapi juga akan, bagi pembaca yang pandai,
menunjukan jalan untuk mengarahkan hidupnya untuk memberi manfaat bagi
makhluk lain.
Biografi pendek Kyabje Zong Rinpoche
Venerable Kyabje Zong Rinpoche Losang Tsundu Thupten Gyaltsen
dilahirkan pada tahun 1905 di desa Songo, di distrik Nang-Sang, Do-To
Kham, Tibet Timur, dalam keluarga Nyen Nang-pa, dekat tempat dimana dua
reinkarnasi sebelumnya lahir, seperti Tenpa Thuntsok dan Phuntsok
Chopel. Ayahnya bernama Jampa dan ibunya bernama Sonam Yangzom.
Dekat rumah kelahirannya berdiri pohon buah yang sedang berbuah ketika
reinkarnasi Rinpoche masih hidup, tetapi tidak akan berbuah ketika
reinkarnasinya tidak di bumi.
Sejak lahir, Rinpoche menunjukan banyak tanda-tanda yang luar biasa.
Tidak seperti anak-anak lainnya, usahanya dalam belajar, menulis dan
menghafal hanya membutuhkan usaha yang sangat sedikit, dan beliau
mengerti teks bersamaan pada saat membacanya. Karena itu, beliau
mempelajari banyak teks di biara Nang Sang, dekat tempat kelahirannya.
Pada tahun 1916, beliau meninggalkan tempat kelahirannya untuk pindah
ke Lhasa, Tibet Tengah. Perjalanan ini memakan waktu sekitar tiga
bulan. Di sini, beliau memasuki biara Ganden Shartse, salah satu dari
tiga universitas Monastik terbesar di Lhasa. Di bawah bimbingan
guru-guru Tibet yang terbaik, beliau belajar mengenai Tsema (alasan),
Parchin (Kebijaksanaan yang Sempurna), Uma (kekosongan), Dzo
(Metafisik), dan Dulwa (Disiplin). Karena itu melalui menghafal,
membaca, dan debat, beliau menjadi sangat terkenal.
Pada tahun 1928, Rinpoche menghadap His Holiness Dalai Lama ke-13 untuk
menghadapi ujian, dan pada tahun 1929, beliau dianugerahi gelar
Lharampa Geshe, tanda bahwa beliau sangat ahli dalam hal spiritual dan
metode Sutrayana.
Sejak saat itu, Rinpoche memasuki biara Tantra atas yang luar biasa
dimana beliau mempelajari seluruh bidang Tantra. Dalam hal ini, beliau
menjadi guru yang sempurna dalam ajaran Sutra dan Tantra.
Pada tahun 1937, atas permintaan dan nasehat dari Radrang Rinpoche,
Rinpoche menerima jabatan Kepala Biara dari universitas Ganden Shartse,
posisi yang dipegangnya sampai tahun 1947. Pada masa jabatannya,
beliau membangun panggung debat baru, merekonstruksi tempat tinggal
biksu yang lama dan menjaga kedisiplinan monastik dengan sempurna.
Pada tahun 1947, dalam acara Sangphu Yarchö (acara doa) beliau
memberikan persembahan kepada 10,000 biksu.
Dari tahun 1947 sampai tahun 1950, beliau pergi ke Phagri, tempat biara
bernama Richung Poto berada. Di sana, beliau memberi manfaat bagi
banyak makhluk hidup melalui ajarannya yang luar biasa. Pada tahun
1950, beliau mengunjungi Tsari di Tibet Selatan. Pada saat itu, banyak
tanda-tanda suci yang nampak. Setelah itu, beliau kembali ke Lhasa.
Pada tahun 1951, beliau mengunjungi Do-To Kham Cha Tring dan tempat
kelahirannya Nang Sang dan beberapa tempat lainnya, dimana beliau
memenuhi harapan semua orang dengan memberi ajaran Lam Rim (Tahapan
Menuju Pencerahan), Lo Jong (transformasi pikiran), dan memberikan
inisiasi Tantra dan menolong lebih jauh dengan cara melakukan ritual
untuk mengeliminasi masalah mental dan fisik mereka.
Setelah itu, Rinpoche kembali ke Lhasa dimana Tiongkok merah sangat
aktif dalam menekan kebudayaan Tibet di daerah itu. Hal ini meningkat
dan akhirnya sampai pada puncaknya pada tahun 1959 ketika pemerintah
Tiongkok menyerang dan menggulingkan pemerintah Tibet. Rinpoche pergi
bersama warga Tibet lainnya ke India, dimana beliau tinggal sebagai
pengungsi sejak saat itu.
Di India, pada awalnya Rinpoche tinggal di Buxa bersama biksu lainnya
yang mengungsikan diri dari tiga biara besar, Ganden, Sera, dan
Drepung. Di sana beliau memberi ajaran, transmisi oral, inisiasi, dan
lainnya.
Pada tahun 1965, berdasarkan permintaan dari His Holiness, Dalai Lama
ke-14, beliau ditunjuk sebagai guru dari kelompok intelektual yang
berjumlah besar dan mewakili empat sekte agama Buddha di Tibet, yang
berkumpul di Musoorie untuk memikirkan tentang kelanggengan dari pola
kebudayaan Tibet di antara pengungsi Tibet di India. Pada tahun 1967,
Rinpoche menjadi kepala Central Institute of High Tibetan Studies yang
pertama di universitas Sanskrit Varanasi.
Pada tahun 1970, Rinpoche mengundurkan diri dari jabatannya untuk
pindah ke Mundgod di India Selatan. Dari sini, Rinpoche melakukan
perjalanan mengunjungi berbagai tempat pengungsi Tibet dan memberi
manfaat bagi banyak makhluk melalui ajarannya dan inisiasi.
Diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Losang Norbu Tsonawa
Catatan kaki:
Berikut adalah ajaran dari Kyabje Zong Rinpoche yang diterjemahkan
oleh Achok Rinpoche berkoordinasi dengan Michael Richards dan banyak
lagi. Karena panjangnya ajaran ini, kami akan mencetak bagian kedua di
Dreloma selanjutnya.
KELAHIRAN, KEMATIAN, DAN BARDO
OLEH KYABJE ZONG RINPOCHE
Kelahiran, kematian, dan Bardo: apakah arti dari ketiga hal ini?
Bagaimana orang meninggal? Kalian telah menanyakan pada saya mengenai
hal ini dan tentu saja saya harus memberikan jawaban yang berarti. Kita
harus mengerti mengenai apa yang kita maksud dengan kelahiran,
kematian dan Bardo pada umumnya. Kita harus mengetahui bagaimana cara
memasuki Bardo. Kita meninggal, pergi ke Bardo, lahir kembali, lagi
mati, pergi lagi ke Bardo. Ketiga hal ini adalah lingkaran tanpa
akhir, tanpa akhir sama sekali. Menumbuhkan rasa tidak suka pada
Samsara adalah sangat berguna, dan merupakan hal yang sangat baik untuk
mengetahui hal ini.
Walaupun ini adalah kenyataannya, kalian tumbuh dengan pertanyaan hari
ini mengenai manusia yang kembali lagi ke tubuh yang sama setelah
kematian. Orang-orang ini mengatakan bahwa mereka melihat cahaya putih
tetapi kita tidak bisa benar-benar mengatakan dengan pasti apakah hal
ini ada atau tidak.
Biasanya, ketika orang meninggal karena suatu penyakit atau sebab lain,
dan kesadaran akan meninggalkan tubuh, ada perasaan ditekan oleh
gumpalan tanah yang besar dan perasaan sesak napas. Mereka meminta
perawat untuk membantu mereka berdiri dengan berkata “berikan tanganmu.”
Ini adalah tanda hilangnya energi vital seseorang. Setelah beberapa
waktu, mereka tidak bisa mengeluarkan suara. Semua elemen air mulai
kering: bibir mengering, hidung seperti dicubit. Setelah itu, mereka
tidak bisa mendengar dengan baik. Kemampuan indera melemah.
Ketika seseorang merasa ditekan kebawah, mereka hanya memiliki
pengalaman mental, seperti melihat halusinasi bahkan sampai dengan air
mengalir. Hal ini hanyalah hal-hal yang belum pernah dilihat oleh
pikiran.
Setelah itu indera orang yang sedang dalam proses meninggal merasakan
sesuatu yang seperti asap biru yang juga dialami oleh pikiran. Di
sekitar asap ada api seperti sedotan yang dilempar ke kegelapan.
Hal-hal ini hilang perlahan-lahan. Lampu yang seperti api masih
terlihat, dan setelah sesuatu yang putih seperti cahaya dari sinar
rembulan. Dari hal ini ada cahaya yang berwarna merah atau krimson,
seperti matahari terbit.
Tiba-tiba semua menjadi gelap. Ia menjadi tidak sadar; tanpa ingatan
yang tertinggal. Kondisi tidak sadar ini menyelesaikan dan pikiran
halus mengkristal dan menjadi jernih. Semua hal menjadi tidak
substansial terhadap pikiran ini, seperti warna langit yang cerah
sebelum musim gugur. Pada periode yang tidak substansial ini, kesadaran
dari seseorang tinggal dalam tubuh selama dua hari di kondisi ini,
sementara makhluk yang sadar bisa tinggal selama 21 hari bila mereka
menginginkannya.
Kondisi Bardo tercipta setelah kesadaran, yang telah menemani kita
sejak jaman dahulu, meninggalkan tubuh. Manusia itu sudah meninggal.
Sekarang, ada beberapa alasan untuk penampakan di atas – visi berasap
dan api membara, lampu yang tenang, cahaya berwarna putih dan merah,
dan suasana subuh. Mengapa kita melihat mereka karena pusat dan saluran
energi yang kita miliki dalam tubuh. Bagaimana cara energi mengalir
melalui hal-hal ini? Akan mengambil terlalu banyak tempat.
Sekarang kita akan membicarakan mengenai ada apa setelah kematian
ketika kesadaran meninggalkan tubuh. Bila akan dilahirkan kembali
sebagai manusia, maka Bardopa (kesadaran dalam kondisi Bardo) memiliki
tubuh manusia. Bila akan dilahirkan sebagai deva (atau dewa), maka ia
akan memiliki bentuk deva; bila sebagai hewan, maka dalam bentuk hewan.
Tubuh Bardo ini mempunyai indera yang normal dan kekuatan untuk
mengerti dan pergi kemanapun kesadaran ingin pergi tanpa tersandung, dan
sampai pada tempat yang dia inginkan secara instan. Ketika dia pulang
ke rumah dan berbicara kepada keluarga, dia melakukan semua yang biasa
dia lakukan. Kita, yang masih hidup, tetap diam karena kita tidak
bisa melihat dia. Dia berpikir kita tidak menghiraukannya jadi dia
merasa sedih. Ketika dia berjalan di tempat yang berlumpur, kakinya
tetap bersih tanpa kotoran, dan tidak ada jejak kaki di lumpur.
Tubuhnya tidak terlihat. Dia tidak mendiskriminasikan antara sinar
matahari dan sinar rembulan karena tubuh ini tidak mempunyai dua
pikiran Boddhi, yang berwarna putih dan merah. Tubuhnya hanyalah tubuh
pikiran.
Dalam proses konsepsi di rahim ibu, semua tiba-tiba menjadi gelap. Dia
merasakan panas dan dingin karena dia sekarang memiliki indera perasa.
Tiga delusi mengenai keberadaan, yang bernama keterikatan, kebencian,
dan kebodohan, bisa mengaktivasi ingatan dalam pikirannya. Ketika
berada di rahim ibu, dalam kasus manusia, dia tidak bisa melihat dan
mendengar. Tubuhnya bertumbuh dengan perlahan dibawah pengaruh faktor
angin. Ada kesakitan dan penderitaan. Ada dingin dan panas. Bila
sang ibu merasa lapar, dia akan merasa tergantung di angin. Bila sang
ibu makan banyak, maka dia akan merasa tertekan. Bila sang ibu
melompat, dia akan merasa seperti jatuh dari tebing. Bila sang ibu
meminum banyak cairan panas dan dingin, maka dia akan merasa panas dan
dingin.
Ketika sembilan bulan berakhir, dan bila menjadi anak laki-laki,
kepalanya akan berada di sisi kanan rahim dan menghadap bagian belakang
ibu. Bila kesadaran ini menjadi anak perempuan, maka kepalanya ada di
sisi kiri, dan menghadap bagian belakang. Sebabnya adalah bagaimana
Bardopa memasuki rahim.
Kadang terjadi, sang ibu melahirkan anak kembar dengan yang satu duduk
lebih tinggi dalam rahim dibanding yang lain, yang lebih bawah keluar
lebih dulu, yang lebih tinggi belakangan. Pada saat konsepsi, akan
tetapi, yang lebih tinggi dikonsepsi sebelum yang lebih rendah, dan
juga ada perbedaan ukuran sedikit diantara keduanya.
Pada saat akan lahir, dia terbalik dalam rahim selama tujuh hari.
Sekarang ini adalah penderitaan yang amat sangat. Pada saat keluar, dia
merasakan rasa sakit yang amat sangat. Pada saat keluar, akhirnya dia
bisa melihat, mendengar, merasa, dan mencium. Pada saat berada di
dalam rahim, dia tidak bisa makan makanan dari mulut tetapi makanannya
diberikan melalui saluran umbilikal yang terikat pada plasenta. Jadi
ini adalah bagaimana proses kelahiran terjadi.
Ada yang mengatakan bahwa orang kembali ke tubuh yang telah meninggal
akan melihat beberapa cahaya ini. Bila kalian membaca mengenai Bardo
Töthul (atau Buku Kematian dari Tibet) dalam satu volume, kalian akan
mengetahui mengenai bagaimana Bardo dibentuk. Terkadang, seseorang bisa
menemukan komentar yang berlebihan yang membangkitkan kecurigaan,
walapun sisanya cukup konsisten.
Bardopa yang akan dilahirkan kembali sebagai deva atau manusia dalam
kelahiran bahagia mempunyai tubuh berwarna krimson. Mereka melihat
jalur putih di depan mereka seperti ketika seseorang menggelar kain
putih. Bardopa lain yang sebagai contoh berwarna hitam dan melalui
jalan yang gelap dengan beberapa menuju ke atas, beberapa merangkak, dan
beberapa terbalik dan juga ada perbedaan mengenai cara berjalan
Bardopa.
Setelah kondisi Bardo beberapa Bardopa kembali ke tubuh yang telah mati
dan mereka disebut “daelog” dalam bahasa Tibet. Kita mempunyai
beberapa daelog ini di Kham atau Tibet bagian timur. Setelah kesadaran
ada dalam bentuk daelog, dia bisa datang dan pergi sesukanya. Hal ini
terjadi berkali-kali dan karena Bardopa bisa pergi ke mana saja dengan
cepat mereka mempunyai banyak cerita yang ingin mereka sampaikan ketika
mereka kembali. Bila tubuhnya tidak dikeluarkan dari ruangan dalam
waktu tujuh hari, ada kemungkinan dia akan kembali.
Tetapi lebih dari itu, bila kita bermeditasi mengenai latihan yang
dikenal dengan Powa Drung Jug, kita akan dapat meninggalkan tubuh kita
dan memasuki mayat lain. Seperti yang disebutkan dalam biografi Gyalsae
Drindon Dawa ketika beliau memasuki mayat burung merpati dan pergi
menyeberangi sungai.
Jetzun Tara Natha memasuki tubuh anak yang meninggal dan tinggal di
sana selama tiga hari sembari memberikan manfaat bagi banyak murid
dengan memberikan ajaran dan memenuhi maksud sebenarnya dari banyak
makhluk hidup dengan memimpin mereka menuju jalan kebebasan. Selama
tiga tahun beliau menyimpan tubuhnya yang tidak membusuk di tempat yang
aman. Tubuh anak yang diberkati dikembalikan setelah beliau kembali ke
tubuhnya sendiri. Beliau melakukan hal ini tidak kurang dari enam
kali. Bila seseorang telah mencapai Powa Drung Jug, maka hal ini
memungkinkan.
Makhluk biasa bisa memasuki kembali tubuhnya yang telah mati, tetapi
mereka tidak bisa menghindari pembusukan, dan hanya bisa masuk bila
tubuh mereka aman dan utuh. Sebagai contoh, bila kepalanya dipenggal
maka Bardopa tidak bisa memasuki tubuhnya. Ada juga beberapa kasus
dimana Bardopa tidak bisa memasuki tubuh yang utuh karena karma yang
menghubungkannya dengan tubuh tersebut sudah habis. Dia bahkan tidak
akan ingin datang mendekatinya karena dia akan menganggapnya menjijikan,
kotor, dan penuh dengan noda busuk. Hal ini sangat jarang. Tidak ada
dokter yang bisa membawa dia kembali baik dengan obat maupun ritual.
Karena itu, didorong kekuatan karma mereka, akan, mungkin satu atau dua
orang bisa kembali ke tubuh mereka.
[Penjelasan] di atas adalah mengenai bagaimana kondisi Bardo diciptakan secara umum.
Bila seseorang mengalami kematian yang ganas seperti ditembak,
dipenggal, atau ditenggelamkan, maka dia tidak akan mengalami asap yang
menggambarkan situasi dengan api membara dan lainnya karena kematian
seperti ini menghentikan kemampuannya untuk mengenal fenomena ini dan
sebelum Bardo, tanda-tanda kematian lainnya tidak nampak secara jelas.
Tanda-tanda ini hanya nampak bagi mereka yang meninggal karena sakit.
Bila seseorang mempunyai karma buruk yang sangat banyak untuk terlahir
kembali di alam neraka, maka orang itu akan disiksa oleh penyakit
terakhir. Orang itu tidak bisa berdoa kepada Tiga Permata Pelindung
(i.e., Buddha, Dharma, dan Sangha) dan tidak bisa mengingat doa
hariannya. Ini adalah kerugian dari orang yang mempunyai kebajikan
sedikit. Pada saat seperti ini, orang itu harus mencoba tetap tenang.
Akan tetapi, orang yang hanya mempunyai sedikit kebajikan melihat,
sesaat sebelum jatuh ke neraka, api yang diaktivasi oleh karmanya
sendiri. Hal ini menciptakan ketakutan yang luar biasa pada dirinya.
Satu ketika, pada saat jaman Khardampa, seorang murid dari Geshe Niu
Zurpa membuat pernyataan buruk mengenai gurunya karena keyakinannya yang
lemah, dan karena itu, hubungan guru dan murid terputus. Murid ini
menolak untuk mendekati gurunya, walaupun gurunya mencoba untuk bertemu
murid ini dengan memberikan banyak hadiah dan memanggilnya kembali.
Ketika kematian mendekat, murid ini bisa melihat gurunya tinggal di
seberang sungai.
Dia menangis kesakitan: “Saya bisa melihat api di tepi sungai dan
setiap saya melihatnya, saya merasa resah. Sekarang apinya semakin
mendekat dan membesar. Dan [api] ini datang kepada saya. Apinya tepat
berada di samping saya!” Lalu dia berhenti bernapas. Api yang
dilihatnya adalah api neraka.
Contoh lain dari seseorang yang hanya mempunyai sedikit kebajikan
adalah tukang daging di Golog yang membunuh sapi setiap saat. Sebelum
dia meninggal, dia melihat halusinasi sapi dan apa yang bisa dia katakan
dengan keras adalah “Baa, baa.”
Mereka yang mempunyai karma baik bahagia ketika mereka meninggal.
Mereka tidak disiksa oleh penyakit karena sakitnya hanya sedikit.
Mereka dapat berdoa kepada Tiga Permata dan Guru atau Lama mereka.
Seseorang yang meninggal dengan cara ini akan mengalami kelahiran
kembali yang bahagia.
Raja Bimbisara, petua, yang membangun dan mempersembahkan taman
Aramikagama kepada Buddha, mendengar musik dewa dan lahir kembali di
alam dewata. Ketika beliau akan meninggal, beliau hanya mendengar musik
yang tidak tertandingi, walaupun pembantunya memainkan jenis instrumen
yang lain, karena sebelum musik dari pemusik beliau bisa mencapai
telinganya, musik dewa menenggelamkannya. Beliau lahir kembali di alam
dewa Chandvara Maharajikas.
Ketika masih muda, Raja Bimbisara dipenjara dan dibuat kelaparan oleh
anaknya sendiri, Ajatasatru. Ketika sang Raja akan meninggal, beliau
bisa melihat Buddha yang berjalan bersama muridnya, dan dari kota
Drawasti, melalui jendela penjaranya. Yang bisa dilakukannya hanya
menumbuhkan keyakinan terhadap Buddha karena beliau tidak berdaya. Sang
peniru, Ajatasatru, bertanya kepada sang Raja untuk mencari tahu apa
yang direncanakannya. Penjaga penjara menjawab bahwa sang Raja sedang
melihat melalui jendelanya. Jadi jendela tersebut ditutupi dengan bata.
Dengan tidak adanya jendela untuk melihat keluar, sang Raja merasa
kesepian dan mendekati kematian.
Sang Buddha meminta Mahakasshyepa untuk memikirkan Raja Bimbisara.
Mahakasshyepa langsung sampai di penjara dan beliau menyampaikan pesan
dari Sang Buddha.
“Sang Buddha berkata bahwa kumpulan karmamu yang menyebabkan hal ini
terjadi padamu. Dan hal ini harus dialami. Kamu harus berdamai dengan
karmamu.”
Melalui ajaran kecil ini, Raja menyadari bahwa dia menderita karena
karmanya. Dia meninggal dengan keyakinan yang kuat pada sang Buddha dan
dapat mendengar musik Chadvara Maharajikas. Beliau dilahirkan kembali
sebagai deva Kubera; dan hari ini beliau adalah anak dari deva dan
salah satu diantara Dewa kekayaan. Ketika kita melakukan doa seperti
Kangso, kita mengatakan pada Bimbisara yang Muda. Kematian yang
bahagia seperti ini sebetulnya banyak. Di sisi lain, kumpulan dari
karma hitam, ada banyak yang langsung turun ke neraka.
Di jaman kuno, Raja Bideha membunuh sebanyak 60,000 shakyas, dengan
cara pura-pura memanggil mereka secara bersamaan. Dia mengirimkan salah
satu orangnya untuk mendengarkan gosip umum, karena takut bahwa sang
Buddha akan merasa marah atau mengutuknya (karena sang Buddha adalah
Pangeran Shakyas), pria ini mendengar Buddha berkata bahwa karena
membunuh 60,000 shakyas, sang Raja akan meninggal dalam tujuh hari
dibakar oleh api neraka.
Ketika pembantunya memberi pesan ini, sang Raja berkata, “Kita tidak
akan apa-apa karena kita akan pergi ke tempat yang tidak ada api. Lalu,
kita akan membuktikan bahwa dia pembohong.” Hal ini membuktikan bahwa
dia tidak mempunyai keyakinan akan kemampuan Buddha untuk melihat masa
depan.
Beliau membuat gerbong besar dan tinggal di dalamnya bersama dengan
Ratunya. Enam hari berlalu. Tetapi sang Ratu mempunyai beberapa batu
berharga di mahkotanya dan salah satunya adalah batu berharga api. Pada
siang hari di hari ketujuh, sinar matahari membuatnya memercikan api.
Api ini membesar dan pasangan kerajaan ini mencoba kabur, tetapi api
mengikuti semua gerakan mereka. Tidak ada tempat untuk kabur. Yang
bisa mereka teriakan hanyalah “Tshiko, tshiko – kebakaran, kebakaran!”
Ketika Raja, Ratu, dan gerbongnya terbakar, mereka bahkan tidak bisa
meneriakannya karena mereka jatuh ke neraka dengan tubuh manusianya.
Tentu saja mereka akan mendapatkan tubuh makhluk neraka setelah sampai.
Hal-hal seperti ini benar-benar terjadi.
Sebelum Guru kita mendapat Pencerahan, Beliau dilahirkan sebagai
Bodhisattva Monyet. Seorang pria, tidak diragukan lagi, pemburu
menemukan dirinya tersesat di hutan. Dia kelaparan. Dia menemukan
beberapa buah pada suatu cabang pohon. Ketika dia mencoba mencapainya,
dia jatuh ke kolam yang dalam yang dikelilingi oleh batu karang.
Beliau berenang ke atas dan mencari jalan keluar. Selama beberapa
waktu, dia hidup dari buah-buahan sementara berteriak meminta
pertolongan. Beliau didengar oleh seekor monyet. Monyet ini adalah
Buddha Shakyamuni dalam kehidupan terdahulu yang masih dalam jalan
Bodhisattva. Boddhisattva monyet mencari sumber teriakan: Pasti ini
adalah orang dan karena itu, sang Monyet menampakan diri di tepi dan
bertanya mengenai apa yang terjadi pada orang itu.
“Saya jatuh kedalamnya. Tidak ada jalan keluar dan saya akan meninggal.”
“Jangan takut, saya akan melakukan sebisa saya.”
Sang Monyet membawakan buah untuk orang itu dan akan membawa batu pada
saat kembali, dan terus melakukan hal ini sampai dia membawa batu
seberat orang itu. Pada saat itu, dia berkata, “Jangan takut, karena
sekarang saya bisa mengangkatmu.” Sementara orang itu sudah bertambah
ringan karena hanya hidup dari buah-buahan, sang Monyet telah bertambah
kuat. Pada satu hari, dia mengangkat orang itu dan menyelamatkannya.
Sang Monyet berkata setelah sampai di hutan, “betapa baiknya bahwa kau
sudah selamat dari bahaya. Maksud dari saya mengalami penderitaan
sudah terpenuhi. Bahkan saya mengalami banyak kesulitan pada saat
membawa batu-batu itu. Sekarang saya bisa tidur dengan bahagia. Kau
akan menjaga [saya] dari musuh.” Dia tidur di pangkuan orang itu.
Satu pikiran datang ke kepala orang itu sementara sang Monyet tidur
dengan lelap. Dia memperhatikan tubuhnya dan melihat tidak banyak
daging yang tersisa di tubuhnya. “Tanpa makanan,” dia berpikir, “saya
tidak bisa sampai di kota. Untuk melakukan hal itu, saya harus
membunuh dan memakan sang Monyet.”
Perlahan-lahan, dia mengangkat kepala sang Monyet dari pangkuannya dan
mengangkat batu dan berusaha untuk memukul kepala monyet itu, kepala
Penyelamatnya. Akan tetapi, orang itu sangat lemah dan dia tidak bisa
mengarahkan batunya dengan tepat, karena dia bergetar. Jadi dia memukul
sang Monyet dari samping. Sang Monyet terbangun dan melihatnya, dan
bertanya mengenai apa yang terjadi. Orang itu merasa malu, dan berdiri
diam seperti patung. Sang Monyet melihat batu besar di dekat dirinya
dan menebak apa yang telah terjadi. Orang itu mencoba untuk memukul
kepalanya.
“Sekarang ikut bersama saya. Saya akan menemanimu kembali,” Dia berkata.
Dia membawa orang itu ke jalan dimana dia bisa melihat desa. Sang
Monyet berkata, “Hari ini kau sudah melakukan tindakan jahat – karma
buruk dari tidak tahu terima kasih. Kau harus membersihkannya.”
Dengan nasihat ini, dia mengantarnya ke desa. Ketika orang itu sudah
cukup jauh dari sang Monyet, dia tidak bisa melihatnya, orang itu jatuh
ke parit. Dia sangat menderita dari luka-luka yang menutupi tubuhnya
dan merasa sangat gatal.
Raja pada saat itu, ketika sedang berburu, mendengar seseorang
berteriak kesakitan. Sang Raja bisa melihat orang itu, tetapi, dia
tidak bisa membedakan apakah itu orang atau hewan. Sang Raja bertanya
siapa orang itu. Orang itu bercerita mengenai kisahnya dan berkata,
“Karena saya adalah orang yang telah berbuat jahat, saya menderita
akibat dari karma buruk saya. Karena itulah saya sangat menderita.”
Saat itu juga, orang itu jatuh diantara bumi yang terbelah tepat
dibawahnya dan dia jatuh langsung ke alam neraka. Ada beberapa orang
yang meninggal seperti ini.
Bahkan bila kita melaksanakan sedikit Dharma, kita akan merasakan
manfaat yang sangat besar. Ketika Sang Buddha tinggal di Sravasti, dia
tidak pergi ke negara Raja Saekhya, untuk memberinya nama Tibet,
Damchen. Ceritanya panjang walaupun sangat menarik. Pada awalnya, sang
menteri adalah petani yang sering pergi ke istana raja. Sang raja
ahli dalam memeriksa karakter manusia. Setelah si petani pulang ke
rumah, sang raja berkata, “ini adalah seseorang yang mempunyai banyak
emas. Saya dapat mengetahui hal ini dari nada suaranya.”
Menteri yang lain menyela, “Bila dia memiliki banyak emas, mengapa dia
datang dengan berjalan kaki? Dia tidak mempunyai rumah atau anak. Dia
pergi ke sawahnya dan bekerja di sana. Kami tidak berpikir bahwa dia
mempunyai banyak emas!”
Akan tetapi, sang raja berkata, “Sama saja, dia punya.”
Jadi petani ini dipanggil dan ditanya apakah dia memiliki banyak emas.
Sekali lagi, dia ditanya, “Bila kamu memiliki banyak emas, mengapa kamu
bekerja di sawah? Kamu bisa datang ke sini dengan kuda atau dengan
gajah ketika kamu berpergian.
“Semua petani,”dia menjawab, “berjalan kaki dan bekerja keras. Saya
tidak merasa tepat bila saya berkuda atau mengendarai gajah.”
Jawaban ini sangat menyenangkan bagi sang raja, dan sang raja
mempercayainya. Sang raja bahkan meminta dia menjadi salah satu
menterinya.
Ada cerita yang panjang sebagai lanjutan cerita Damchen, walaupun saya tidak bisa menceritakan seluruhnya di sini.
Menteri Damchen menasihati sang raja untuk berbuat amal, dengan berkata
“tidak berguna bila kamu tidak berbuat amal pada saat memiliki
kekayaan.” Sang raja memberikan sebagian besar kekayaannya kepada
pengemis di jalan selama sekitar sebulan. Bahkan mereka yang hanya
tinggal di sana selama satu bulan juga diberi makanan. Jadi banyak
orang yang datang ke sana dari Selatan.
Salah satu kelompok mempunyai 500 perantau. Mereka semua Tirthikas
atau bukan beragama Buddha. Dengan berjalan dari Selatan, mereka merasa
haus, karena mereka tidak mendapatkan air selama perjalanan. Mereka
hampir mati. Dan dalam depresi, mereka pergi ke pohon terdekat, jenis
pohon yang mengabulkan permintaan seseorang dan berteriak agar semua
orang mendengar, “Oh pemilik pohon ini! Apakah engkau deva, naga, arwah
atau bukan manusia, tolong berikan kami air. Kami bisa mati
kehausan!”
Dari atas pohon datanglah tempayan yang dipenuhi air, dan dituang ke
dalam tempat yang sangat bagus. Para Tirthikas meminum airnya dan
menghilangkan rasa hausnya. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan.
Tetapi mereka belum pergi terlalu jauh ketika salah seorang dari mereka
berkata, “Siapakah itu? Siapa yang memberikan kita air? Kita lupa
bertanya!” Jadi, mereka kembali dan bertanya, “Siapakah engkau? Kau
telah sangat baik dan menyelamatkan hidup kami. Apakah engkau adalah
deva, naga atau arwah?”
Makhluk di atas pohon menjawab, “Saya adalah seorang deva. Nama saya
Tangan Indah. Ini adalah sebab mengapa saya adalah seorang deva. Di
kehidupan saya yang terdahulu, saya tinggal di Sravasti. Saya sangat
miskin dan tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan. Bangsawan
Anathapindika pada saat itu memberikan sebagian besar kekayaannya. Hal
ini membuatnya populer dan banyak orang yang datang kepadanya setelah
mendengar tentang beliau. Jadi keluarga saya sedang menuju rumahnya.
Saya akan duduk di pinggir jalan dan menunjukan orang-orang jalan menuju
rumahnya. Saya berkata, “ke arah sini, ke arah sini!” Karena saya
menunjukan jalan pada orang-orang ini dengan motivasi yang baik, saya
mendapatkan pahala dengan terlahir kembali di alam deva. Saya mempunyai
tangan terbaik diantara semua deva, dan ini adalah asal muasal nama
saya.”
Para Tirthikas melanjutkan perjalanan, tetapi pada tempat berikutnya
mereka tidak bisa menemukan makanan dan hampir mati kelaparan. Mereka
menemukan pohon lain dan berteriak, “Berikan kami makanan!”
Dari atas pohon terdengar suara. “Pergilah sedikit lebih jauh ke arah
tembok. Kalian akan menemukan suatu wadah penuh dengan makanan yang
terkubur di bawah batu. Ini akan cukup untuk semua.”
Mereka pergi dan menggeser batunya dan menemukan wadah tersebut dan
makan dengan lahap. Mereka mengisi wadah mereka sendiri dengan sisa
makanan tersebut. Dan lagi, mereka bertanya siapa yang telah
menyelamatkan hidup mereka.
“Saya adalah seorang deva,” adalah jawabannya. “Di kehidupan saya yang
terdahulu di Sravasti saya mengambil Sumpah Mahayana satu hari dalam
lima bagian dari Anathapindika. Sebetulnya saya adalah pada saat itu
seorang Tirthika yang menolak ajaran Buddha. Saya pulang malam itu dan
ketika sampai, istri saya menawarkan makanan. Saya mengatakan padanya
bahwa untuk hari ini, saya tidak akan makan, karena saya sudah
mengambil sumpah.”
“Istri saya meledek saya dengan berkata, ‘ayahmu adalah seorang pemakan
daging. Apa yang membuatmu mengambil sumpah ini? Hal ini terlalu
banyak untuk saya terima, seseorang yang tidak beragama Buddha dan
mengikuti Dharma Gautama! Saya tidak akan marah lagi kepadamu bila
kamu makan. Bila tidak, saya akan menyebarkannya kepada orang yang
tidak beragama Buddha lainnya, dan mereka akan memberimu kesulitan!”
Jadi, dia tidak memenuhi sumpahnya, walaupun itu bukan salahnya. Dia
dilahirkan di alam deva dimana matahari dan bulan dapat ditemukan.
Bila ia memenuhi sumpahnya, dia mungkin dilahirkan di alam dewa
tertinggi, kuadran ke-33. Karena melalui makan makanan pada malam itu,
dia tidak dilahirkan setinggi itu.
Para Tirthikas berdiskusi di antara diri mereka dan sampai pada, dengan
banyak kesulitan, suatu kesimpulan yang pada saat melaksanakan ajaran
agama mereka, mereka tidak mempunyai hal apapun dalam hidup mereka,
sementara mereka melaksanakan Dharma Buddha, bahkan bila hanya berupa
sumpah sehari dan tidak melaksanakan sepenuhnya, tetapi dilahirkan di
alam dewa. Terkagum akan hal ini, mereka mau melihat apakah mereka
bisa mengambil sumpah ini atau tidak. Mereka berdiskusi mengenai hal
ini sebari menuju ke Selatan.
Pada akhirnya mereka sampai pada tempat dimana sang Raja dan menterinya
memberikan barang-barang yang dimilikinya. Sementara mereka
beristirahat, mereka ditanya mengenai kabar mengenai huru-hara di tempat
yang jauh. Mereka menyampaikan cerita mereka dan berkata bahwa mereka
ingin pergi ke Sravasti untuk bertemu Anathapindika, dan mereka ingin
mengambil sumpah darinya. Beberapa orang menyarankan mereka untuk
menunggu sekitar dua-tiga bulan sampai musim gugur, lalu pergi ke sana.
Mereka melakukan hal ini dan ketika mereka sampai ke Sravasti, mereka
bertemu dengan Anathapindika, menyampaikan cerita mereka dan meminta
sumpah sehari.
Anathapindika bertanya pada mereka, “kalian mau mengambil sumpah ini
dari saya atau dari Guru yang memberikannya pada saya?” Mereka menjawab
bahwa mereka ingin tahu mana yang lebih baik. Beliau membawanya ke
Buddha. Mereka semua, 500 orang, mengambil sumpah itu dan juga
mengambil sumpah Refuge. Mereka diajarkan mengenai Sunyata, walaupun
mereka adalah Tirthikas, dan menjadi Arya karena mereka melihat sifat
sebenarnya dari keberadaan semua hal. Mereka juga mencapai tempat,
Nirvana, yang diperuntukan bagi mereka yang telah melebihi lingkaran
keberadaan (cyclic existence).
Bahkan bila seseorang tidak menjalankan sumpah sepenuhnya, mereka
dilahirkan kembali di alam deva. Orang itu akan meninggal dengan damai
bila mereka mengumpulkan karma baik yang cukup. Bila orang-orang ini
mengumpulkan [karma baik] dan bisa berdoa pada saat kematian, maka orang
itu akan meninggal tanpa siksaan penyakit. Bila orang itu mempunyai
keyakinan yang cukup pada saat kematian untuk mengingat Guru-nya dan
Tiga Permata, walaupun orang itu hanya mempunyai karma baik yang
sedikit, orang itu tidak akan lahir di alam bawah. Pertama-tama, orang
itu akan mendapatkan kelahiran kembali yang bahagia karena kekuatan
ingatan. Karena itu ketika kita membicarakan tentang Bardo, hal yang
paling penting adalah ingat untuk melakukan hal yang bermanfaat pada
saat kematian. Membicarakan tentang orang yang melihat sinar putih dan
hitam ketika mereka meninggal atau orang yang bangkit dari kematian
hanyalah pembicaraan yang membuang waktu; ini bukanlah hal yang
bermanfaat. Walaupun hanya gossip, mungkin saja benar bahwa beberapa
orang benar melihat cahaya putih dan kembali dari kondisi Bardo.
Keraguan kalian yang utama adalah mengenai cara proses Bardo bekerja
dan bagaimana seseorang bisa kembali dengan cara tersebut. Pada sisi
lain, ada banyak kasus dimana makhluk yang bukan manusia memasuki tubuh
setelah seseorang meninggal.
Ada beberapa orang yang meninggal dan mereka tetap tidak sadar selama
bertahun-tahun, hanya untuk bangun kembali di Neraka Berkali Sembuh.
Sifat dari neraka ini adalah, makhluk tersebut meninggal dan mereka
dibangkitkan seratus kali sehari. Kesadaran dari makhluk neraka ini
tidak pergi dari tubuh tetapi tetap tidak sadar untuk beberapa waktu
hanya untuk bangun kembali. Ini adalah cara makhluk ini menderita.
Dalam kasus manusia, ada beberapa daelog yang kembali ke tubuh mereka
setelah meninggal, terutama di Kham, karena kita tahu bahwa kesadaran
bisa meninggalkan tubuh sebelum napas berhenti dan kemudian kembali
lagi.
Oracle di biara Dromo Dung Gar, di India, lebih jauh dari Sikkim, dan
yang juga merupakan oracle dari Dharmapala (atau Dewa Pelindung
Doktrin) Shungten, meninggalkan posisi ini dan kemudian datang ke Tibet,
dan menjadi Oracle di biara Tshecholing. Di Dung Far adalah biara Bön
di bukit yang dekat dengan tempat itu. Para Bönpos membunuh Oracle
ini dengan sihir mereka. Berita tersebar bahwa Oracle telah meninggal
dan orang-orang berkabung untuknya.
Para Bönpos senang dan meniup trompet dan memukul gendang. Mereka
melakukan ritual untuk menghormati dewa mereka dan berkata “Dewa kami
sudah menang!” Tetapi dewa Shungten memasuki mayat itu dan meminta
orang-orang untuk menjaganya agar tetap bersih dan tidak menyentuhnya.
Tubuh itu tidak disentuh atau dipindahkan selama tiga hari.
Ketika matahari terbit di atas bukit pada hari ketiga, Oracle tersebut
bangkit: dia kembali. Biara Dung Gar membakar dupa, memainkan alat
musik dan mengibarkan bendera doa, dan berkata bahwa akhirnya
Dharmapala mereka menang.
Setelah kesembuhannya, dia tinggal selama beberapa tahun sebagai
Oracle, walaupun akhirnya dia menanggalkan jubahnya dan menjadi orang
awam. Jadi biara tersebut mencari biksu yang sudah diordinasi penuh
untuk menjadi medium bagi dewa. Dia ke Tibet dan tinggal di Tshecholing
dimana dia menerima banyak ajaran dan melaksanakan Dharma dengan
sangat baik di sana.
Di Kham, ada Dewa bernama Paotrobar yang dapat memasuki tubuh
seseorang. Beliau tinggal di Logdrama Gutse dan dia mempunyai reputasi
sebagai pelindung Khampas yang melakukan pengorbanan hewan. Logdrama
Gutse adalah bukit batu yang tinggi dan bertepi air. Dari air, kalian
dapat melihat wajah dari bukit ini.
Mendaki bukit ini tidaklah mudah. Ada beberapa orang yang mendaki
untuk membakar dupa dan meminta uang. Beberapa dari mereka akan membawa
timbangan dan berkata dengan keras “Pinjamkan saya uang!” Setelah
menerimanya, dia akan menimbang uang ini, lalu membawanya pulang dengan
janji akan mengembalikannya dalam waktu satu atau dua bulan. Janji ini
dilakukan sembari bersujud. Bila dia tidak mengembalikan uangnya, dia
akan menderita penyakit. Lalu dia akan membakar dupa lagi saat
mengembalikan uangnya. Dia harus berkata “Saya sudah membawa uangnya.”
Dia kemudian menimbangnya lagi. Karena yang meminjamkan adalah dewa,
seseorang bisa mengembalikan lebih sedikit dibanding uang yang dipinjam
dengan sembari menimbang uang yang dikembalikan. Hal ini dilakukan
dengan cara mengatakan berapa berat uang yang ditimbang. Orang tersebut
tidak akan sakit atau menderita karenanya sebab sang dewa harus
mempercayai apa yang dikatakan orang tersebut.
Di kota, orang akan melakukan pengorbanan dan membunuh banyak kambing.
Sering terjadi orang-orang sembuh dari penyakit ketika pengorbanan ini
dilakukan, dan karena sebab inilah kebiasaan ini berkembang di Kham.
Sementara pengorbanan darah diterima di negara ini, ada seorang biksu
yang jatuh sakit dan hampir meninggal. Pada saat meninggal,
kesadarannya mengarahkannya pergi. Dia mendengar seseorang berkata
“Ikuti saya,” dan dia menemukan dirinya dibawa kepada Logdrama Gutse.
Dia melihat bahwa bukit itu adalah istana yang sangat besar dengan
banyak taman dan banyak bunga dan dikelilingi semak-semak yang indah.
Pada saat dia mendekat, dia bisa melihat bahwa ini adalah gedung yang
kompleks. Dia menemukan jalan masuk ke lantai teratas dan melihat bahwa
ini adalah tepi dari tempat tinggal sang Dewa. Dia mulai mengintip
dari balik tirai pintu dan kemudian dipanggil masuk.
Sang dewa berbibir sumbing dan duduk seperti seorang dewa seharusnya
duduk. Setelah sang biksu dipanggil masuk, sang dewa mengabaikan
rosari-nya ke udara dan menurunkannya. Sang dewa bertanya, “Siapa
kamu?”
Sang biksu menjawab, ‘saya dipanggil dan karena itu saya di sini.”
Sang dewa berkata, “walaupun saya tidak memanggilmu, kamu mungkin
dibawa ke sini oleh salah seorang pengikut saya. Biarkanlah, karena
saya ingin kamu melakukan sesuatu. Lakukan hal ini, dan kamu tidak akan
mati. Kamu akan sembuh. Dan kamu bisa kembali.”
“Saya akan melakukannya.”
“Lihatlah rosary saya,” lanjut sang dewa. “Ini diberikan oleh
Padmasambhava, dan terbuat dari besi. Bila saya menyebut Vajra Guru,
yang merupakan mantra dari Padmasambhava, dan menggunakan rosari ini,
saya akan pergi ke alam deva Sangdong Peri. Beberapa waktu yang lalu,
batunya hampir hilang karena orang lokal membunuh banyak kambing untuk
dipersembahkan kepada saya, walaupun saya tidak menyukai ritual
pengorbanan, saya harus menerima beban perbuatan buruk yang dilakukan
atas nama saya yang telah membuat rosari ini bertambah baru. Sekarang
saya merasa batunya susah dihabiskan. Karena itu, kamu harus memberikan
pesan untuk tidak lagi melakukan pengorbanan dan saya sendiri tidak
melakukannya. Bila mereka masih melakukan hal ini, saya akan
mencelakakan mereka, bukannya menolong mereka.”
“Dan juga, kamu harus memberi tahu ini pada mereka, bila orang-orang
ini mempersembahkan darah, budak-budak saya mempunyai sesuatu untuk
dimakan. Karena itu, mereka sedikit menolong orang-orang ini tetapi
mereka tidak bisa menolong orang-orang ini selamanya. Ini adalah pesan
yang harus kamu bawa kembali.”
Biksu ini melihat bahwa dewa ini mempunyai patung Padmasambhava di samping sofanya.
“Sekarang sudah waktunya bagimu untuk kembali,” sang dewa berkata.
“Kamu akan sembuh dan tidak ada celaka yang akan datang kepadamu.
Tetapi kamu harus memberikan pesan ini dengan benar.”
Sang biksu kembali dan sembuh. Sementara dia dalam proses penyembuhan,
dia bisa mengingat apa yang disampaikan kepadanya. Lalu, dia memberi
pesan ini dengan setia dan akhirnya dapat menghapus kebiasaan buruk
dari negara ini.
Jadi bisa kita lihat bahwa ada beberapa orang yang bisa kembali setelah
kematian dan diarahkan oleh arwah. Ada beberapa yang kembali karena
kekuatan karma mereka sendiri.
Ketika kita meninggal, terkadang, karena waktu hidup kita yang habis
dan terkadang karena pahala yang dikumpulkan di kehidupan sebelumnya
habis. Bila waktu hidup dan pahala kita sudah habis, maka tidak ada
yang bisa menyelamatkan kita dari kematian; doa maupun ritual. Semua
orang harus meninggal, walaupun bila masih ada sisa karma baik dan waktu
hidup, maka doa bisa bermanfaat. Bila ada sisa karma baik dan waktu
hidup sudah habis, maka waktu hidup ini bisa dikembalikan. Orang yang
mempunyai residu seperti ini bisa dibawa hidup kembali, walaupun mereka
meninggal karena sakit.
Karena itu, bisa terjadi bahwa banyak orang atau daelog yang kembali
dengan kondisi mereka sudah meninggal selama empat atau lima hari dan
tubuh mereka tetap dijaga bersih. Mereka mempunyai banyak anekdot untuk
diceritakan mengenai orang yang berbeda dan mengenai apa yang terjadi
pada mereka di kehidupan selanjutnya, seperti orang ini dilahirkan di
sini dan seterusnya. Daelog seperti ini dianggap suci di negara saya.
Akan tetapi, tidak ada yang pasti mengenai identitas kesadaran yang
kembali ke tubuh tersebut dan mulai menceritakan tentang tindakan di
kehidupan sebelumnya. Kita tidak membedakan secara pasti apakah ini
adalah kesadaran yang asli dari orang yang telah meninggal atau arwah
lain.
Ketika mayat kembali hidup dan berlaku sama seperti orang yang telah
meninggal. Ada cerita ketika Guru Padmasambhava yang berharga ada di
Tibet. Salah satu menteri raja Trison Detsaen telah meninggal dan suatu
ritual Bon telah dilakukan.
Sekarang ada tiga jenis sistem Bön: dikenal dengan Gyurbön, Khyarbön
dan Dùbön. Sistem Gyurbön adalah terjemahan dari sistem di India yang
mengkombinasikan elemen agama Buddha dan bukan agama Buddha oleh Pandit
Shamdag Nagpo (yang berarti Pemakai Rok Hitam). Khyarbön didirikan
oleh beberapa orang yang bukan beragama Buddha dan bisa terbang di
udara dan tinggal di pinggiran Tibet ketika biara mereka dihancurkan
oleh petir (nama ini berarti Bönpos tanpa tempat tinggal.) Dubon
adalah sistem Bön yang didirikan di Tibet. Mereka ahli dalam melakukan
ritual dan menangani orang sakit. Ketika upacara Bön, Tenpa Sherab,
dilakukan, dikatakan bahwa orang yang meninggal bangkit kembali. Apa
yang dilakukan atas orang yang telah meninggal ini dikatakan kembali
lagi. Ini telah dilakukan bagi mereka yang telah meninggal selama
berhari-hari bahkan satu tahun. Para Bönpos berteriak di atas suara
mereka sembari membunyikan bel yang dikenal dengan shang. Setelah
beberapa waktu, orang yang telah meninggal seharusnya kembali. Dia
akan ditanya apakah dia menikmati apa yang terjadi pada dirinya
diantara mereka yang telah meninggal atau apakah dia telah menderita.
Dia akan mulai menceritakan setiap cerita mengenai apa yang
dilakukannya semasa hidup. Dia akan menikmati teh, ch’ang dan makanan.
Sebagai cara untuk memberikan hadiah, dia akan diberikan syal sebelum
disihir. Bahkan ini merupakan permainan bagi arwah yang ingin makanan
dan minuman gratis.
Akan tetapi setiap orang mengambil hal ini dari harga muka saja dan
mempunyai keyakinan atas ritual sejenis ini, sebagai contoh dari metode
Bönpos. Orang melaporkan hal ini kepada sang guru Padmasambhava,
sembari berkata bahwa sistem Bön pasti sangat baik karena tidak ada hal
seperti ini di Dharma Buddha. Para Bönpos bahkan bisa memanggil orang
yang telah meninggal dan bertanya mengenai kehidupan sebelumnya dan dia
akan memberikan jawaban yang tepat. Tidak hanya dia akan mendapatkan
sesuatu untuk dimakan, dia juga akan bertemu dengan keluarganya lagi.
“Hal ini tidak ada di ajaran agama Buddha, bukan begitu?” Mereka
berkata.
“Ini tidak mungkin orang yang telah meninggal itu sendiri,” adalah jawabannya.
“Ini adalah orang yang telah mati, dia kembali dan kau bisa melihatnya sendiri.”
Upacara Bön dilakukan menurut instruksi sang Raja. Setelah beberapa
waktu, menteri yang telah meninggal kembali hidup dan bertindak seperti
menteri Raja yang asli dalam segala tingkah laku dan perkataan. Tidak
ada inkonsistensi sedikitpun yang mengindiskasikan bahwa bukan sang
menteri yang hidup kembali. Bila ditanya mengenai apa yang dilakukannya
pada waktu tertentu, jawabannya sangat tepat. Dia menceritakan
mengenai semua tindakannya sebagai menteri.
“Ketika saya memberikan inisiasi,” Padmasambhava kemudian berkata,
“Saya memberimu nama rahasia. Apakah nama yang saya berikan?”
Tubuh itu menjawab, “saya tidak mungkin tahu mengenai hal ini. Ketika
Guru yang Berharga memberikan inisiasi, saya tidak bisa hadir karena
saya diusir sebelum acara dimulai.”
Hal ini menunjukan bahwa kesadaran ini tidak lebih daripada arwah yang
mengikuti sang menteri hampir selama hidupnya. Dia diusir dari
inisiasi karena sifat dari upacara yang dilakukan saat pembukaan.
Karena ini, dia tidak bisa mengetahui namanya.
Setelah pengakuan ini, tubuh itu berdiri dan melarikan diri. Lalu ia menjadi serigala, lalu hilang dalam angin.
Setelah membuka kedok arwah penipu ini, Padmasambhava mengumumkan, “Ini
adalah cara untuk mengetahui bahwa ini bukanlah orang yang
sebenarnya.” Ketika ditanya, apakah ini, sang Guru berkata bahwa ini
adalah arwah yang lahir bersamaan dengan sang menteri. Karena inilah
dia memasuki mayat [menteri]. Bahkan orang-orang yang kembali pada saat
upacara Bönpos adalah mirip dengan kasus ini. Beberapa arwah yang
lahir dengan sendirinya sementara yang lain adalah deva. Tetapi lebih
banyak nöjin dan drize.
“Ini hanyalah tipuan dari arwah bukan manusia ini,” dia melanjutkan,
“karena tidak mungkin bagi kesdaran untuk kembali setelah waktu yang
lama. Karena mereka pasti telah mengalami kelahiran kembali menurut
karma masing-masing.”
Lalu beliau ditanya mengenai kelahiran kembali dari sang menteri.
Melalui kekuatan spesial untuk melihat, beliau dapat memberi tahu bahwa
sang menteri telah lahir kembali sebagai cacing di kotoran sapi yang
dapat ditemukan di Lhasa. Para menteri meminta Padmasambhava untuk
memperlihatkan cacing itu untuk membuktikan penjelasannya. Sang Guru
besar membuat cacing tersebut mengingat kehidupannya yang terdahulu,
ketika masih menjadi menteri, dengan memberkahinya. Lalu beliau
memanggilnya dengan nama rahasianya, dan cacing tersebut menggoyangkan
tubuhnya sebagai tanggapan atas nama tersebut.
Sang menteri tidak dapat terhindar dari kelahiran sebagai cacing karena
ini adalah kekuatan dari karmanya yang telah masak. Bahkan Tiga
Permata tidak dapat menolongnya dengan kekuatan mereka, karena kekuatan
karma yang telah masak sama besarnya. Bahkan bila Padmasambhava
melakukan Puja yang sangat ampuh untuk cacing tersebut, dia masih tidak
bisa pergi ke Tanah Suci dengan segera. Ini adalah salah satu cerita
Padmasambhava.
Akan tetapi, kita sebagai makhluk biasa tidak bisa membedakan apakah
kesadaran yang masuk ke tubuh yang telah meninggal adalah kesadaran dari
orang yang dimaksud atau bukan. Sebagai contoh, ada beberapa arwah
yang memasuki tubuh dan meniru orang yang telah meninggal dalam segala
hal dengan sempurna. Akan tetapi, mereka akan menyelipkan kebohongan di
mana-mana, seperti melihat cahaya putih, hitam, atau merah. Kita
tidak bisa benar-benar yakin siapa yang telah memasuki tubuh tersebut.
Tidak ada hal seperti ini yang ditemukan dalam ajaran sang Buddha.
“Kesadaran orang yang telah meninggal” diketahui telah memasuki tubuh
dari Oracle di desa lokal. Di tempat asal saya, ada seorang wanita
Oracle lokal dan dewa pelindung lokal, seorang deva, yang memasuki
tubuhnya. Dia juga merupakan Oracle cadangan di Dhamchen. Kedua dewa
ini akan berbicara hal yang sebenarnya dan sama saja. Suatu waktu suara
sang Oracle menjadi sangat kasar, jadi dia sering mengeluarkan suara
“urr, urr,” dia berkata, “Saya telah memakan banyak ayam dan karena itu,
salah satu kepala mereka menyumbat tenggorokan saya.” Kesadaran
seorang wanita tua yang baru saja meninggal mengatakan hal ini melalui
dirinya. “Kalian harus berdoa untuk saya karena karma baik saya tidak
terlalu banyak.”
Kesadaran orang lain yang telah meninggal memasuki dirinya dan berkata,
‘bilamana saya membaca “Om Mani Peme Hum, saya tidak membaca Om.
Bisakah kalian membaca Om untuk saya agar dapat melengkapi Mani saya?”
Tetangga kami di distrik adalah keluarga Shangli yang tinggal dekat
sungai di daerah bawah. Sang ayah dan seluruh keluarganya mengadakan
rapat pada malam hari. Sang ayah marah dan pergi keluar. Di bawah
rumah ada sungai yang besar dan dia melepaskan ch’uba, topi, dan
sepatunya di tepi sungai. Lalu dia menyeberangi sungai hanya dengan
celananya. Dia belum kembali pada malam selanjutnya sehingga
keluarganya mulai mencarinya. Sewaktu menemukan bajunya di tepi sungai,
mereka segera memikirkan hal terburuk – dia melemparkan dirinya ke
sungai. Dalam rasa kasihan kepadanya mereka bersumpah dengan keras.
Mereka mengundang beberapa Lama dan orang yang ahli dalam hal doktrin,
dan meminta mereka melakukan Phowa. Kenyataan bahwa tidak ada mayat
yang ditemukan telah dilupakan keluarga itu. Mereka pergi ke seorang
Oracle untuk mencari mayat sang ayah.
Tidak ada yang terkejut, ketika sang ayah yang telah meninggal memasuki
sang Oracle dan dengan suara yang sama berkata, “Mereka menghina saya –
saya, sang kepala keluarga. Mereka berani membantah saya setelah saya
bekerja keras untuk membiayai hidup mereka. Saya mengatakan satu hal
dan mereka akan mengatakan hal lain.”
Semua ini mempunyai efek yang tepat.
“Saya membuat diri saya menghilang, pergi ke sungai dan melompat
kedalamnya. Sekarang saya merasa dingin!” Setelah cerita sedih ini,
dia pergi, meninggalkan keluarganya dalam tangis. Yang mereka pikirkan
adalah, dia telah terlahir kembali sebagai arwah.
Setelah tinggal di batu karang selama empat atau lima hari, sang ayah
kembali. Cerita ini tidak unik dan menunjukan betapa sulitnya untuk
membedakan “siapa yang berbicara dari kubur” bila menggunakan istilah
dari Barat.
Tidak ada [situasi ini] di kondisi Bardo dalam ajaran sang Buddha, Yang
Mengetahui semua Fenomena, apakah hal itu merupakan Samsara atau
Nirvana, nampak atau tidak nampak, atau berasal dari Tiga Waktu –
dahulu, masa kini, atau masa yang akan datang – yang mengetahui sifat
dari keberadaan yang sebenarnya.
Banyak ahli sains melakukan eksperimen yang berguna. Akan tetapi, bila
mereka tidak bisa melihat apapun, hal ini tidak ada untuk mereka.
Dalam hal ini mereka mirip dengan kaum Carvaca di jaman dahulu, karena
mereka tidak mempunyai apapun untuk dikatakan mengenai kehidupan
selanjutnya dan mereka tidak mengetahui tentang deva, arwah karena
hal-hal ini tidak dapat dilihat secara normal. Akan tetapi, bila
sesuatu bisa dilihat, mereka menganggapnya cukup berharga sebagai obyek
percobaan. Hal-hal ini kebanyakan berguna dan akurat, dan kesimpulan
yang mereka dapatkan masuk akal.
Jadi untuk kembali pada subyek utama, ini adalah apa yang dikatakan
teks mengenai subyek ini. Untuk mengatakan kebenaran, ada banyak orang
lain yang dapat menjelaskan Dharma dengan lancar dan memiliki
pengetahuan sebanyak yang saya miliki dalam hal-hal ini. Kemampuan
akademis mereka sebaik saya kecuali saya sudah sangat tua dan telah
mendapatkan cerita dari sana dan sini. Jadi kalian dapat bertanya pada
mereka mengenai subyek ini.
KELAHIRAN, KEMATIAN DAN BARDO; BAGIAN DUA
OLEH: KYABJE ZONG RINPOCHE
Pertanyaan: (Oleh seorang pendengar dalam ajaran yang
diberikan): Apakah akan berguna untuk membacakan Buku Kematian dari
Tibet (*Bardo T’ oedrol) kepada seseorang yang baru meninggal?
Tanggapan: Ketika kalian membacakan Buku Kematian dari Tibet,
bila kesadaran orang yang meninggal kebetulan ada di dekat sana dan dia
akan mendengarnya. Bila kalian membacakannya dalam bahasa Tibet dan
dia tidak mengerti bahasa Tibet dalam kehidupan sebelumnya, dia tidak
akan bisa mengerti, dalam kebanyakan kasus. Bila dia mengerti
bahasanya dalam kondisi Bardo, siapa yang bisa menjamin bahwa dia akan
mendengarnya sampai habis? Kalian tidak akan bisa mengetahui dimana dia
karena dia bergerak kesana kemari seperti angin. Mungkin juga dia
tidak akan memperhatikan walaupun dia ada di sana. Dan lebih jauh
lagi, berapa lama dia akan ada di Bardo? Ini adalah pertanyaan yang
lain, karena dia akan berada di Bardo sampai terlahir kembali.
Bila dia mendengarnya, maka akan berguna, tetapi apakah dia
memperhatikan atau tidak sulit diketahui. Kita sering tidak
memperhatikan saat kita mendengarkan ajaran ketika masih hidup. Jadi
apa lagi untuk kesadaran!
Saya tidak akan mengatakan bahwa membacakan Buku Kematian dari Tibet
tidak berguna. Bukan ini maksudnya. Secara superficial, subyeknya
adalah tentang Bardo, tetapi ini bukanlah cerita yang sebenarnya. Juga
dikatakan bahwa makhluk di Bardo tidak seharusnya tetap terikat pada
keluarga dan orang tua dari kehidupan ini karena sekarang dia berada di
Bardo. Dia juga harus memanggil Tiga Permata dengan tulus. Ada cerita
mengenai cahaya putih yang tampak dan mengapa dia tidak usah takut
akan hal ini karena ini adalah sinar dari Lima Buddha Dhyani, atau Lima
Kebijaksanaan, dan seterusnya. Saya sendiri tidak mengetahui apakah
hal seperti ini akan nampak atau tidak. Bila mereka tidak dimengerti
oleh orang yang masih hidup, akan lebih sulit bagi makhluk Bardo untuk
mengerti akan hal ini.
Bila mantra suci dibacakan, atau upacara yang relevan dijalankan dengan
benar, dengan pahala yang dihasilkan untuk kebaikan orang yang telah
meninggal, hal ini akan lebih bermanfaat secara substansial. Terlebih
lagi, kalian bisa melakukan hal ini menurut Tantra, bila Tantra
berkembang di area tersebut. Sebagai contoh, bila tubuh tersebut masih
tersedia, dan kalian ingin melakukan upacara pembersihan dosa, lalu
menyusun mayat tersebut dan melakukan upacara Pembersihan dosa dari Tiga
Alam Terbawah, yang merupakan metode yang menggunakan dewa Gun-Rig.
Pertama-tama, kesadaran yang lama ditarik kembali ke mayat tersebut
dengan membaca Perkataan yang Benar dari Tiga Permata. Lalu, halangan
baginya untuk mencapai pencerahan atau kebebasan dari lingkaran
keberadaan dihilangkan dan metode yang digunakan bisa dengan kemarahan
atau kedamaian. Wijen putih dan pasir putih diberkati melalui
lima-belas mantra. Akan bermanfaat untuk melempar hal ini ke tubuh yang
telah meninggal. Bila barang-barang ini disebarkan di tempat-tempat
seperti kuburan, kesadaran yang pernah menempati tulang yang disentuh
oleh barang-barang ini akan terlahir kembali dalam alam dewa ditengah
hujan bunga, bahkan bila kesadaran tersebut terlahir kembali dalam
neraka. Setidaknya ini adalah yang dijelaskan dalam tantra. Bahkan hal
ini akan bermanfaat dan seseorang bisa berpegang pada teknik ini
karena mereka terhubung dengan ajaran yang berkaitan dengan aktivitas.
Masalah mengenai klasifikasi dari ajaran yang berdasarkan interpretasi
atau definitif hanya berhubungan dari perkataan sang Buddha mengenai
kekosongan. Akan tetapi, ajaran yang berkaitan dengan aktivitas adalah
definitif. Bila dilakukan dengan keyakinan yang kuat, mereka akan
bekerja.
Bila kalian menuliskan mantra yang sangat efektif ini dalam secarik
kertas, kalian harus meletakannya di samping telinga mayat, atau
menguburnya dalam peti, atau menyelipkannya dalam kain.
Lama yang berkualifikasi meninggalkan wijen putih di dekat tangan dan
memberkatinya dengan mantra ketika mereka membacakan doanya. Mereka
juga mencatat nama orang yang meninggal ketika seseorang meminta mereka
untuk mendoakan orang yang telah meninggal. Pada akhir bulan mereka
melakukan upacara pembersihan dosa. Mereka menarik kesadaran orang yang
telah meninggal di atas bebijian ini dan upacara pembersihan
dilakukan. Setelah itu, bebijian ini dibuang. Ini juga bermanfaat.
Ada juga upacara pencucian. Sebagai contoh, Tiga Permata direfleksikan
dalam cermin dan kemudian dicuci. Ketika airnya dibuang, hal-hal
seperti “Air ini adalah kesempurnaan dari perbuatan memberi dalam
bentuk air,” disebutkan. Apapun ritual Gun Rig yang dilakukan,
selipkan nama orang yang meninggal karena ini akan memberikan manfaat
baginya. Kalian bisa berkata, “Semoga semua tindakan negatif yang
dikumpulkan sejak masa tanpa awal dan terutama yang berkaitan dengan
kekikiran dibersihkan; semoga dia mencapai pencerahan dengan segera.”
Bahkan kegiatan membuang air bermanfaat baginya, karena hal ini
membersihkan kebodohannya dengan menyebutkan kata-kata yang penuh
kekuatan kebenaran tentang kekosongan. Selain itu ada lima-belas bait
yang harus dibacakan mengenai kegiatan Buddha Shakyamuni dan bagaimana
dia mendapatkan kualitas yang luar biasa untuk tubuh, perkataan, dan
pikiran, menghancurkan empat Mara, dan memutar roda Dharma. Kalian
harus berharap semua ini akan sangat baik bagi yang meninggal. Ada tiga
bait tambahan mengenai lagu pujian untuk Tiga Permata. Sementara
semua ini dibacakan, hal yang terbaik yang bisa dilakukan adalah
melempar bunga ke tubuh [yang meninggal] dan berpikir bahwa hal ini
membersihkan kebodohannya. Bila kalian ingin melakukan lebih jauh,
kalian bisa membaca lebih banyak bait yang menunjukan tingkatan dalam
jalan menuju kondisi spiritual yang tinggi seperti jalan menuju
kebebasan. Lalu, dia bisa memasuki mandala untuk mendapatkan inisiasi.
Setelah semua ini dilakukan, melalui kekuatan perenungan,
kesadarannya akan dipindahkan ke Tanah Suci Sukhavati. Mantranya
sekarang dibakar. Jenis pembersihan seperti ini termasuk dalam tujuh
jenis pembersihan sehingga akan berguna bagi dirinya. Kalian harus
berbuat amal kepada fakir miskin atas namanya, atau melakukan
persembahan pada Tiga Permata atau khususnya kepada Sangha (bahkan, di
komunitas Tibet, kalian cukup sering mendengar tentang biksu yang
bertanggung jawab untuk menegakan disiplin di biara membacakan daftar
permintaan mengenai doa yang ingin dibacakan). Semua kebaikan yang
dilakukan atas namanya akan membantunya. Akan tetapi, hal yang paling
membantu adalah bila dia melakukan kebaikan untuk dirinya sendiri pada
saat masih hidup. Hal ini sangat langsung dan apapun yang dilakukan
setelahnya adalah tidak langsung.
Bila semua hal di atas belum dilakukan secara efektif, mereka hanya
berlalu-lalang. Sebagai contoh mereka yang dilahirkan di neraka. Bila
upacara pembersihan dosa tidak efektif, dia tidak akan mendapatkan
kelahiran kembali sebagai manusia lagi. Paling tidak dia akan
mendapatkan sedikit rasa lega seperti merasakan angin yang sejuk ketika
neraka sedang sangat panas. Bila kalian ingin upacara ini dilakukan
secara serius, kalian harus meminta pembersihan dosa dari orang yang
berkualifikasi, metode tantrik adalah metode yang paling efektif untuk
membersihkan dosa.
Ada beberapa orang yang melaksanakan upacara untuk mengingat yang
meninggal, mengundang teman mereka, membunuh kambing dan ayam untuk
pesta besar. Karena semua tindakan negatif ini dilakukan atas nama
orang yang meninggal, mereka membalik seluruh tindakan baik yang sudah
dilakukan untuknya dan bisa jadi sangat membahayakan.
Upacara Gun Rig dilakukan terutama bila seseorang meninggal dan mereka
sangat dihargai di Tibet, tetapi kalian juga bisa meminta upacara
Ghuyasamaja, Yamantaka atau Heruka untuk dilakukan. Dalam kasus ini,
seseorang memberkati pasir putih dan wijen, menyebarkannya di atas tubuh
bila masih ada. Bila hal ini tidak memungkinkan, salah satu
tulangnya, kuku, rambut atau baju yang belum dicuci juga bisa dipakai.
Inilah mengapa, ketika upacara pembersihan dosa dilakukan, orang-orang
memberikan baju yang belum dicuci dan nama orang yang meninggal di
atasnya. Hal ini agar upacara pembersihan dosa bisa dilakukan atas
pakaian itu, bukan karena untuk dijual agar bisa mendapatkan sedikit
uang! Bila tubuhnya sudah dikubur/ kremasi, persembahkan pakaian dan
jangan diterima kembali karena ini adalah tradisinya. Bila kalian
mempunyai tulangnya, persembahkan ini, tidak perlu mempersembahkan
pakaian, karena hal ini tidak menurut tradisi upacara. Untuk memberikan
pakaian di atas barang-barang yang lain menunjukan keserakahan.
Kalian tidak usah takut bila orang yang meninggal bangkit kembali.
Pertama-tama panas tubuh berkumpul dan lalu dia mulai bernapas. Setelah
itu dia sembuh seperti orang sakit. Akan tetapi, bila mayatnya
menjadi rolang (yang artinya mayat bangkit) hal ini dikarenakan arwah
jahat. Mayatnya akan membengkak ketika arwah ini memasuki tubuh. Ada
beberapa tipe Rolang dan beberapa dari mereka berbicara seperti
manusia. Yang lain juga makan dan berbicara bohong. Bila tubuh
menjadi rolang, pada umumnya kepalanya akan bergerak dengan lambat.
Tubuh akan melihat apakah ada orang yang menyaksikan. Lalu dia akan
membuka kedua mata dan berdiri. Setelah itu, dia tidak bisa membungkuk
lagi. Sekarang dia mencelakakan manusia. Manusia akan langsung
meninggal ketika dia berkata “Ha!” Bila dia tidak bisa membunuh, dia
akan berusaha merusak. Dia memukul orang dan bernapas di atas mereka,
dan orang itu mungkin bisa meninggal. Ada beberapa tanda yang
menunjukan mayat sudah dimasuki sebelum menjadi rolang. Salah satunya
adalah ketika menyalakan lampu mentega, ia tidak bersinar tetapi
memberikan cahaya yang “kehitaman.” Tanda yang lain adalah ketika
kalian melihat mayat, sepertinya dia akan berdiri. Bila kalian
melempar wijen putih yang telah diberkati pada kepala mayat, hal ini
akan mencegahnya berdiri.
Saya ingat seorang lelaki tua dengan anting emas besar yang
meninggal. Merupakan kebiasaan untuk mengadakan acara untuk mengingat
yang meninggal dengan pesta besar dan banyak bir. Mereka bercerita
ketika makanan dan minuman disajikan, dia duduk sebentar, meminum
segelas bir dan kemudian berbaring lagi. Hal ini dilihat banyak orang.
Lalu dia diperiksa dan diketahui bahwa dia telah dicelakakan oleh raja
arwah yang menyukai keluarga lain. Kedua keluarga ini terlibat
perkara hukum selama bertahun-tahun. Arwah ini hanya bermain dengan
mayatnya.
Ada seorang Lama dari Derge yang pergi ke o P’owa (lihatlah artikel
sebelumnya) atas sebuah tubuh. Biasanya tubuh itu tidak berdiri ketika
hal ini dilakukan. Ketika melakukan upacara, dia merasa sesuatu tidak
benar. Dia bertemu dengan muridnya di jalan ketika dia kembali. Dia
bertanya pada muridnya apakah dia akan pergi ke rumah yang sama untuk
melakukan upacara lain. Sang murid menjawab ya. Sang Lama berkata,
“bila ada gangguan terhadap tubuh yang meninggal, berdoalah sekuatnya
kepada guru utamamu. Hal ini akan lebih membantu.
Sang Lama tidak sendiri dalam merasakan pertanda buruk. Ketika sang
murid duduk di samping mayat, keluarganya menyelinap keluar ruangan dan
diam-diam memasang balok di pintu.
Sekarang, sudah biasa bagi murid ini untuk menutup matanya pada saat
membaca doa. Pada saat masa reses dalam upacara ini, dia membuka
matanya dan melihat bahwa kepala tubuh itu naik sedikit. Dia tidak
memperhatikan hal ini, menutup mata lagi dan melanjutkan. Saat
selanjutnya dia membuka matanya, dia melihat bahwa kepala tersebut lebih
naik ke atas. Ketakutan, dia mencoba membuka pintu, tetapi pintunya
sudah dikunci.
Selanjutnya, dia mencoba untuk keluar lewat jendela, tetapi jendelanya
terlalu kecil. Dia tidak memperhatikan telinganya sudah terluka di
bingkai jendela dan berdarah. Sekarang dia merasa tidak berdaya. Dia
menekan kepala tersebut dan membuatnya sedikit turun.
Saya mendengar cerita ini dari sang murid sendiri. Dia mengatakan pada
saya, “saya menekan dengan keras dan mulai melakukan hal-hal seperti
membaca mantra.”
Sementara perlawanan ini berlanjut, dia menjadi lebih berani.
Tiba-tiba dia teringat nasihat sang Lama. Dia meletakan vajra (salah
satu alat ritual Tantra) di atas kepala mayat dan berkata dengan keras,
“Semoga Lama saya mendengar saya, dan mentransfigurasi saya!” Akhirnya
tubuh tersebut terjatuh dan vajra tersebuh jatuh ke lantai.
Hal ini tidaklah unik di negara saya.
Pemimpin doa di sebuah biara kecil dekat Ganden (salah satu dari tiga
biara besar di Lhasa) meninggal. Tempat dimana sang mayat ditaruh
untuk dimakan burung ada di atas bukit. Tubuhnya ditaruh disana oleh
empat orang. Mereka meninggalkan tubuhnya dan pergi untuk minum teh.
Mayat biasanya merobek pakaiannya ketika mereka bangkit kembali, jadi
mayat yang ini mulai merobek jahitan pakaiannya dan berusaha bangkit.
Tetapi,dia ditinggalkan di tepi jurang yang curam, sehingga dia malah
terguling ke kaki gunung. Kenyataannya, mayat tersebut tidak pernah
sampai berdiri karena dia hancur berkeping-keping di bawah.
Ada seorang lelaki tua bernama Gompo, yang saya kenal dengan baik dan
dengan siapa saya menghabiskan banyak waktu. Suatu hari dia dan
seseorang lagi bernama Trinlay mendaki gunung dan sampai pada tempat
pembuangan mayat milik Ganden. Mereka melihat satu mayat ketika mereka
mendekat, tubuh tersebut mulai merobek jahitan pakaiannya seperti yang
kita deskripsikan sebelumnya. Gompo sangat ketakutan dan melarikan
diri. Trinlay mulai meludah di satu sisi dan memukuli tubuh tersebut
untuk mematahkan tulangnya. Bila kalian meludah sebelum rolang bernapas
atas kalian, maka dia tidak bisa mencelakakan kalian.
Saya mempunyai banyak cerita mengenai rolang. Bahkan ada tempat dimana
setiap orang yang meninggal menjadi rolang. Sebelum meninggal, mereka
meminta seorang Lama untuk datang dan melakukan upacara apapun yang
diperlukan. Mereka akan menggali lubang, mengubur tubuh tersebut
secepat mungkin dan melarikan diri. Kaki tubuh tersebut dipatahkan
sebelumnya. Suatu hari seorang wanita perantau meninggal di sana.
Perantau lain mematahkan kakinya dan mengubur dia seperti sebelumnya dan
memindahkan ternak dan tenda mereka ke tempat lain. Akan tetapi,
sepertinya mereka tidak membuat lubang yang cukup dalam, karena sang
mayat bangkit dan keluar dari dalam lubang. Dia menarik dirinya di
tanah sambil merengek sepanjang waktu. Di dekat situ ada lima biksu
yang sedang mengambil air dan makanan. Mereka berhenti sejenak dalam
perjalanan mereka menuju biara besar di Tibet Tengah. Salah seorang
dari mereka melihat sesuatu yang menyerupai rambut hitam dan sekali
waktu seperti bangkit dari tanah. Ketika dia melihat lagi, makhluk itu
seperti bersembunyi di balik sesuatu. Sekarang dia ada di sisi lain
kandang kuda di mana mereka menginap. Dia sekarang melihat bahwa
kakinya sudah dipatahkan dan ada tanda kapak di sana. Hal inilah yang
menunjukan padanya bahwa ini adalah mayat. Mereka menyiramnya dengan
air yang mereka didihkan untuk teh dan melarikan diri.
Ada satu keluarga dimana seorang anggotanya meninggal dan mereka
mengikat tubuh tersebut dengan beban yang berat dan melarikan diri.
Seorang kurir surat datang dengan kudanya. Padang rumput di sekitarnya
sepertinya sangat bagus. Hal ini tidaknya mengejutkan karena keluarga
yang lain sudah melarikan diri secepatnya. Dia melonggarkan ikat
pinggangnya dan berbaring untuk tidur. Dia dibangunkan oleh kudanya
yang resah. Dia berpikir bahwa pasti ada hewan liar di sekitar situ,
tetapi dia tidak bisa melihat satupun, dia kembali tidur. Kudanya
membangunkannya lagi. Kali ini, ketika dia bangun untuk memeriksa, dia
melihat bungkusan dan mengenal apa yang diikatkan padanya. Dia
mengencangkan ikat pinggangnya dan mulai lari ke arah yang berlawanan.
Rolang tersebut membebaskan diri dan mulai mengejarnya. Sang kurir
mulai berteriak kepada perantau ketika dia sampai di tempat mereka,
“Bangun! Bangun! Ada rolang datang!” Setelah mereka mengerti apa yang
dikatakannya, mereka bangun dan mulai menyingkirkan benda itu. Saya
bisa membayangkan semua ini dengan jelas!
Seorang pria meninggal di keluarga yang tinggal di Mar K’am. Ketiga
saudaranya membuat tenda terpisah untuknya, menyalakan lampu mentega dan
menangisinya dengan tersedu-sedu.
Pada tengah malam, seorang wanita dibangunkan oleh siulan. Tidak umum
untuk bersiul dekat mayat. Ketika mereka melihat ke tenda tersebut
keesokan harinya, tubuh tersebut sudah pergi. Beberapa kerbau juga
hilang dari tempat itu. Malam itu, salju turun dan mereka bisa
mengikuti jejaknya. Sedikit lebih jauh mereka melihat jejak dremong
(hewan sebesar beruang). Mereka datang ke gua dimana mereka berkemah di
musim panas. Dremong tersebut ada di dalam membunuhi kerbau sementara
saudara mereka yang telah menjadi rolang menghalangi di pintu.
Rolang melakukan hal-hal seperti ini. Saya mengatakannya pada kalian
untuk membuat kalian terhibur, dan untuk menunjukan bahwa tubuh kita
ini yang sangat kita sukai bisa berada di bawah kendali makhluk lain
setelah kita meninggal. Keinginan kitalah yang memberikan kita tubuh
ini pada mulanya, tetapi tubuh ini tidak memberikan kesetiaan pada kita
sebagai balasannya.
Diterjemahkan oleh Losang Gyaltsen dan direvisi oleh Michael Richards
Diri saya bertemu dengan inkarnasi Kyabje Zong Rinpoche untuk pertama
kalinya di sini dalam foto ini. Saya sudah menabung selama
berbulan-bulan dan mempersembahkan patung Manjushri kepada Zong
Rinpoche. Saya tidak mau bertemu dengan inkarnasi emas guru saya dengan
tangan kosong. Saya mau menciptakan pahala dan jodoh untuk bertemu
dengan Zong Rinpoche dalam setiap kehidupan tidak perduli dimana kita
bereinkarnasi…
Akan
ada ikatan antara diri saya dan Zong Rinpoche melalui Manjushri… Jadi
saya ingin mempersembahkan sesuatu yang sangat berarti dan spesial
walaupun saya tidak memiliki terlalu banyak uang… Bilamana kita bertemu
dengan guru kita, kita harus memberikan persembahan yang tulus untuk
menciptakan pahala demi keberhasilan usaha kita. Terutama ketika
bertemu dengan guru kita untuk pertama kalinya atau meminta ajaran atau
aktivitas, kita harus memberikan persembahan. Guru kita tidak
membutuhkan persembahan ini, tetapi tetapi kita perlu menciptakan
pahala. Pahala akan tercipta ketika dipersembahkan dengan tulus untuk
menciptakan sebab bagi permintaan kita untuk terkabul.
Saya
diberi tahu bahwa beliau sangat senang dengan patung ini dan memaksa
untuk menyimpannya dekat beliau di meja samping di kamar tidurnya.
Saya sangat senang dengan foto ini untuk bertemu dengan inkarnasi guru
utama saya lagi. Dan saya tidak mempunyai keraguan bahwa inkarnasinya
akan kembali dengan sempurna dan dia kembali… Tsem Rinpoche
sumber : http://dharmawatychang.blogspot.com/p/kelahiran-kematian-dan-bardo.html