Berikut ini kompilasi Tentang Dewa Dewi Dari Indoforum  
Dewa dewi     
          Tai Shang Lao Jun



dewa tao pertama
manusia pertama yg menjadi dewa dari pertapaan. ia megembangkan dan  mengajarkan serta guru pertama penyebar aliran tao.ia juga di kenal  sebagai kaisar langit yg sekarang ini dipercayai sebagai dewa tertinggi.
ia mahir dalam segala ilmu pengobatan.
ErLangShen ( mata tiga )

Er Lang Shen (Ji Long Sin) adalah putra dari seorang gubernur dari  propinsi Sichuan yang hidup pada jaman Dinasti Qin, dengan nama Li Bing.
Pada waktu itu Sungai Min (Min-jiang, salah satu cabang Sungai Yang Zi  yang bermata air di wilayah Sichuan) seringkali mengakibatkan banjir di  wilayah Guan-kou (dekat Chengdu).
Sebagai gubernur yang peka akan penderitaan rakyat, Li Bing segera  mengajak putranya Li Er Lang meninjau daerah bencana dan memikirkan  penanggulangannya.
Rakyat Guan-kou yang sudah putus asa menghadapi bencana banjir yang  selalu menghancurkan rumah dan sawah ladang, tampak pasrah dan  mengandalkan para dukun untuk menghindarkan bencana. Para dukun  menggunakan kesempatan ini untuk memeras dan menakut-nakuti rakyat.
Dikatakan bencana banjir itu diakibatkan karena Raja Naga ingin mencari  istri. Maka penduduk diharuskan setiap tahun mengirimkan seorang gadis  untuk dijadikan pengantin Raja Naga di Sungai Min itu.
Maka tiap tahun diadakan upacara penceburan gadis di sungai yang  dipimpin oleh dukun dan diiringi oleh ratap tangis orang tua sang gadis.
Li Bing bertekad mengakhiri semua ini dan berusaha menyadarkan rakyat  bahwa bencana dapat dihindari asalkan mereka bersedia bergotong-royong  memperbaiki aliran sungai. Usaha ini tentu saja ditentang keras oleh  para dukun yang melihat bahwa mereka akan rugi apabila rakyat tidak  percaya lagi pada mereka.
Untuk menghadapi mereka, Li Bing mengatakan bahwa putrinya bersedia  menjadi pengantin Raja Naga untuk tahun itu. Dia minta sang dukun untuk  memimpin upacara. Sebelumnya Li Bing memerintahkan Er Lang untuk  menangkap seekor ular air yang sangat besar, dimasukkan dalam karung dan  disembunyikan di dasar sungai.
Pada saat diadakan upacara mengantar pengantin di tepi sungai, Li Bing  mengatakan pada dukun kepala, bahwa ia ingin sang Raja Naga menampakkan  diri agar rakyat bisa melihat wajahnya. Sang dukun marah dan  mengeluarkan ancaman. Tapi Li Bing yang telah bertekad mengakhiri  praktek yang kejam dan curang ini bersikeras agar sang dukun menampilkan  wujud Raja Naga.
Pada saat yang memungkinkan untuk bertindak, Li Bing memerintahkan Er  Lang untuk terjun ke sungai dan memaksa sang Raja Naga untuk keluar.  Setelah menyelam sejenak Er Lang muncul kembali sambil menyeret bangkai  ular air itu ke tepi. Penduduk menjadi gempar. Li Bing menyatakan bahwa  sang Raja Naga yang jahat sudah dibunuh, rakyat tidak usah risau akan  gangguannya lagi dan tidak perlu mengorbankan anak gadis setiap tahun.
Setelah itu Li Bing mengajak rakyat untuk bergotong-royong membangun  bendungan untuk mengendalikan Sungai Min. Usaha ini akhirnya berhasil  dan rakyat di daerah itu terbebas dari bencana banjir. Untuk  memperingati jasa-jasa Li Bing dan Er Lang di tempat itu kemudian  didirikanlah klenteng peringatan.
Pendapat lain mengatakan bahwa sebetulnya Er Lang Shen (  ) adalah Zhao  Yu yang hidup pada jaman Dinasti Sui (581-618 SM). Kaisar Sui Yang Di  (605-617 SM) mengangkatnya sebagai walikota Jia Zhou. Ia pernah membunuh  seekor naga yang ganas di sungai dekat kota itu. Oleh penduduk kota Ia  kemudian diangkat menjadi Er Lang Shen (  ). Pada saat itu Ia berumur 26  tahun.
Setelah kerajaan Sui runtuh, Ia menghilang tidak tentu rimbanya. Pada  suatu ketika Sungai Jia Zhou kembali meluap, di antara halimun dan kabut  yang menyelimuti daerah itu, terlihat seorang pemuda menunggang kuda  putih, diiringi beberapa pengawal, membawa anjing dan burung elang,  lewat di atas sungai itu. Itulah Zhao Yu yang turun dari langit.
Untuk mengenang jasa-jasanya penduduk mendirikan klenteng di Guan-kou  dan menyebutnya Er Lang dari Guan-kou. Oleh Kaisar Zheng-zong dari  dinasti Song, Ia diberi gelar Qing Yuan Miao Dao Zhen Jun (Ceng Goan  Biau To Cin Kun) atau malaikat berkesusilaan bagus dari sumber yang  jernih.
Hari besarnya diperingati pada tanggal 28 bulan 8 Imlek.
Er Lang Shen (  ) banyak dipuja di Propinsi Sichuan. Beberapa klenteng  besar yang didirikan khusus untuknya terdapat di Chengdu yaitu Er Lang  Miao, di Guan Xian dengan nama Guan Kou Miao, di Baoning, Ya-an dan  beberapa tempat lain dengan nama Er Lang Miao. Kecuali Sichuan, Propinsi  Hunan juga memiliki beberapa klenteng Er Lang yang cukup kuno.
Er Lang Shen (  ) ditampilkan sebagai seorang pemuda tampan bermata  tiga, memakai jubah keemasan, membawa tombak bermata tiga, diikuti  seekor anjing, kadang-kadang ditambah dengan seekor elang.
Dia dianggap sebagai Dewa Pelindung Kota-Kota di tepi sungai dan sering  ditampilkan bersama Maha Dewa Tai Shang Lao Jun (   ) sebagai pengawal.
Bagi kita umat Tao (), Er Lang Shen (  ) mempunyai kesaktian yang luar biasa untuk menghadapi roh atau setan yang jahat.
ErLangShen adalah bodyguard dari Tai Shang Lao Jun.       
   
 
 
             Ba Xian / delapan dewa 

Ba Xian [Delapan Dewa / Pat Shien] adalah Dewa-Dewi Tao yang hidup pada  masa yang berbeda dan dapat mencapai kekekalan hidup. Mereka sering  dilukiskan pada benda-benda porselen, patung, sulaman, lukisan dan  sebagainya.
Dewa-Dewi Ba Xian menggambarkan kehidupan yang berbeda, yaitu  Kemiskinan, Kekayaan, Kebangsawanan, Kejelataan, Kaum Tua, Kaum Muda,  Kejantanan dan Kewanitaan.
Ba Xian dihormati dan dipuja karena menunjukkan kebahagiaan.
General Guan Yu


lebih kita kenal sebagai Guan Gong , Kwan Kong
dewa perang yg biasana di dampingi oleh panglima Zhang Fei
dewa yg bijaksana dalam menyelesaikan permasalahan.
Sam Po Kong ( laksamana Cheng Ho )
dewa ini jarang didengar namanya di kalangan taoist.
diindonesia laksamana cheng ho ikut serta dalam penyebaran agama  islam.laksamana cheng ho menetap di indonesia dan menikahi salah satu  putri kerajaan demak.dan menganut agama islam.karena kebaikan hati  laksamana cheng ho pada saat ia meninggal dunia warga tionghua  mendirikan kelenteng cheng ho sebagai wujud penghormatan atas jasa2nya  dan di angkat sebagai dewa dengan nama SAM PO KONG.
Tian Shang Sheng Mu

Tian Shang Sheng Mu [Thian Sang Sen Mu / Thian Siang Sing Bo] dikenal  dengan sebutan Ma Zu [Mak Co] atau Tian Hou. Tian Shang Sheng Mu adalah  seorang wanita yang pernah hidup di daerah Fujian, tepatnya di Pulau Mei  Zhou [Meizhou] dekat Pu Tian. Nama aslinya Lin Mo Niang [Lim Bik Nio].  Ayahnya Lin Yuan pernah menduduki jabatan sebagai pengurus di Propinsi  Fujian.
Karena kehidupan yang sederhana dan gemar berbuat kebaikan, orang  menyebut diriNya sebagai Lin San Ren, yang berarti Lin orang yang baik.  Lin Mo Niang dilahirkan pada masa pemerintahan Kaisar Tai Zu dari  Dinasti Song Utara, tahun Jian-long pertama, tanggal 23 bulan 3 Imlek,  tahun A.D. 960.
Selama sebulan sejak dilahirkan, Ia tidak pernah menangis sama sekali.  Sebab itulah sang ayah memberi nama Mo Niang kepadaNya. Huruf "mo"  berarti diam.
Sejak kecil Lin Mo Niang telah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa.  Pada usia 7 tahun Ia telah masuk sekolah dan semua pelajaran yang telah  diterima tidak pernah dilupakan.
Kecuali belajar, Ia juga tekun sekali bersembahyang. Ia sangat berbakti  pada orang tua dan suka menolong tetangga-tetangga yang sedang ditimpa  kemalangan. Sebab itu penduduk desa sangat menghormatiNya.
Kehidupan di tepi laut menempa dirinya menjadi seorang gadis yang tidak  gentar menghadapi dahsyatnya gelombang dan angin taufan yang menghantui  para pelaut. Selain itu, Ia dapat juga menyembuhkan orang sakit.  Kemahirannya dalam pengobatan ini menyebabkan orang-orang di desa  menyebutNya sebagai ling nu (gadis mukjijat), long nu (gadis naga) dan  shen gu (bibi yang sakti).
Dalam legenda diceritakan bahwa pada usia 23 tahun, Ia berhasil  menaklukkan 2 siluman sakti yang menguasai pegunungan Tao Hua Shan.  Kedua siluman itu adalah Qian Li Yan yang dapat melihat sejauh ribuan  li, dan Sun Feng Er yang dapat mendengar ribuan pal. Setelah dikalahkan  akhirnya mereka menjadi pengawalNya.
Pada usia 28 tahun, yaitu pada masa pemerintahan Kaisar Tai Zong, tahun  Yong-xi ke-4, tanggal 16 bulan 2 Imlek, bersama sang ayah, Ia berlayar.  Tapi di tengah jalan perahunya dihantam gelombang dan badai lalu  tenggelam. Tanpa memperdulikan keselamatan dirinya sendiri, Ia berusaha  menolong sang ayah.
Tapi akhirnya keduanya tewas bersama-sama. Sebuah versi lain mengatakan  bahwa Ia tidak tewas tetapi "diangkat ke langit" bersama raganya.  Dikisahkan bahwa pagi itu, penduduk Meizhou melihat bahwa awan  warna-warni sedang menyelimuti pulaunya. Di angkasa terdengar musik yang  sangat merdu dan terlihat Lin Mo Niang perlahan-lahan naik ke angkasa  untuk dinobatkan menjadi Dewi.
Penduduk dengan tulus hati lalu mendirikan sebuah kelenteng di tempat  Lin Mo Niang diangkat ke surga setahun kemudian. Kelenteng yang  didirikan di Meizhou ini merupakan kelenteng Tian Shang Sheng Mu (   )  yang pertama di Tiongkok.
Pada masa Dinasti Song, perdagangan maritim dari Propinsi Fujian sangat  berkembang. Tapi para pelaut sadar bahwa hidup di tengah lautan selalu  penuh dengan mara-bahaya yang bisa mengancam setiap saat. Untuk memohon  perlindungan dan keselamatan, mereka menganggap Lin Mo Niang sebagai  Dewi Pelindung Pelaut. Dan kemana-mana patungNya selalu dibawa serta.
Keselamatan mereka dalam pelayaran dianggap anugerah dan perlindungan  dari Dewi ini. Dan kisah-kisah tentang pemunculan sang Dewi dalam  memberi pertolongan pada para pelaut mulai satu-persatu tersebar.
Pada tahun 1122 M, Kaisar Song Hui Zong memerintahkan seorang menteri  bernama Lu Yun Di untuk menjadi duta ke negeri Gaoli (Korea sekarang).  Dalam perjalanan rombongan ini dihantam badai. Dari 8 buah kapal yang  ada, 7 buah tenggelam. Hanya kapal yang ditumpangi oleh Lu Yun Di saja  yang terselamatkan. Sang Duta heran bukan main.
Ia bertanya kepada para anak buahnya, siapakah Dewa yang menyelamatkan  mereka. Di antara pengiringnya itu ada seorang yang kebetulan berasal  dari Pu Tian dan biasa bersembahyang kepada Dewi Lin Mo Niang ini. Ia  lalu mengatakan pada Lu Yun Di bahwa mereka diselamatkan oleh Dewi Lin  Mo Niang yang berasal dari Pulau Meizhou. Lu Yun Di lalu melaporkan hal  ini pada Kaisar Song Hui Zong.
Sebagai rasa penghormatan sang Kaisar memberi gelar "Sun Ji Fu Ren"  kepada Lin Mo Niang dan sebuah papan bertuliskan "Sun-ji" yang berarti  "pertolongan yang sangat dibutuhkan", hasil tulisan tangan sang Kaisar  sendiri lalu dipasang di kelenteng di Meizhou.
Sejak dari masa Dinasti Song sampai Qing, tidak kurang dari 28 gelar  kehormatan yang dianugerahkan oleh kerajaan kepada Lin Mo Niang.  Gelar-gelar itu antara lain adalah Fu Ren (Nyonya Agung), Tian Hou atau  Tian Fei (Permaisuri Surgawi), Tian Shang Sheng Mu (Bunda Suci dari  Langit) dan Ma Zu Po (Bunda Ma Zu).
Sejak jaman Song itulah, di kota-kota utama sepanjang pantai Tiongkok  timur yang memanjang dari utara ke selatan seperti Dandong, Yantai,  Qinhuangdao, Tianjin, Shanghai, Ningpo, Hangzhou, Fuzhou, Xiamen,  Guangzhou, Macao dan lain-lain bermunculan kelenteng-kelenteng yang  memuja Dewi Pelindung Pelaut ini.
Tian Shang Sheng Mu (   ) sudah menjadi pujaan para pelaut dari seluruh  negeri, tidak lagi terbatas bagi mereka yang berasal dari Meizhou saja.  Sudah menjadi kebiasaan pada saat itu, sebelum pelayaran dimulai akan  diadakan sembahyang besar untuk memohon perlindunganNya. Pada tiap-tiap  kapal pun selalu disediakan ruang pemujaan untuk patungNya.
Gelar "Tian Fei" dianugerahkan kepada Tian Shang Sheng Mu (   ) oleh Kaisar Yong Le.
Kira-kira pada masa Dinasti Ming, bersamaan dengan semakin banyaknya  penduduk Propinsi Fujian yang pergi merantau, pemujaan terhadap Tian  Shang Sheng Mu memasuki Pulau Taiwan. Kelenteng tertua Tian Shang Sheng  Mu (   ) di Taiwan adalah terdapat di kota Magong, Kepulauan Penghu.
Dewasa ini di Taiwan terdapat tidak kurang dari 800 buah kelenteng Tian  Shang Sheng Mu. Dan hampir dua per tiga penduduknya memuja arcaNya di  dalam rumah. Kelenteng Tian Shang Sheng Mu (   ) yang paling ramai  dikunjungi orang dan mungkin terbesar di Taiwan adalah di Beigang.  Patung yang dipuja di sini berasal dari Meizhou yang dibawa ke sana pada  tahun ke-33 pemerintahan Kaisar Kang Xi.
Gelar kehormatan Tian Hou adalah juga anugerah dari Kaisar Kang Xi ini,  karena dianggap telah melindungi keselamatan rombongan utusan kerajaan  Qing yang sedang berlayar menuju Taiwan.
Tiap tahun bertepatan dengan hari kelahirannya yang jatuh pada tanggal  23 bulan 3 Imlek, ratusan ribu warga Taiwan membanjiri kota ini untuk  bersembahyang.
Tempat sembahyang Tian Shang Sheng Mu (   ), bersamaan dengan  menyebarnya para perantau Tionghoa ke berbagai tempat, juga bermunculan  di banyak negeri. Di negeri seperti Jepang, Amerika Serikat, Singapura,  Malaysia, Indonesia, Philipina dan lain-lain; dimana banyak bermukim  para Tionghoa perantau banyak dijumpai kelenteng dan patung Tian Shang  Sheng Mu (   ).
Di Jepang, pemujaan Tian Shang Sheng Mu (   ) diperkirakan mulai ada  pada akhir Dinasti Ming. Di salah satu kota kecil di Jepang yang dalam  bahasa Tionghoa disebut Sui-hu, Tian Shang Sheng Mu (   ) telah  dimasukkan dalam jajaran Dewata Jepang dan dipuja di kuil utama kota  itu. Jepang terdapat tidak kurang dari 100 buah kuil Tian Shang Sheng Mu  (   ).
Pada tanggal 31 Oktober 1987, bertepatan dengan hari wafatnya Tian Shang  Sheng Mu (   ) yang ke 1000, dilangsungkan upacara peringatan  besar-besaran di Mei-zhou.
Di antara khalayak yang berbondong-bondong itu terdapat beberapa ratus  warga Taiwan yang mengkhususkan diri untuk hadir di situ, sekaligus  melampiaskan keinginannya untuk mengunjungi dan bersembahyang ke  kelenteng leluhur. Banyak di antara mereka yang membawa patung Tian  Shang Sheng Mu (   ) dari Taiwan untuk disembahyangkan di sana, dalam  upacara yang disebut "Tian Shang Sheng Mu (   ) pulang ke kampung  halaman".
Juga tidak sedikit yang membawa pulang patung-patung Tian Shang Sheng Mu  (   ) yang disediakan oleh kelenteng Tian Shang Sheng Mu (   ) untuk  dipuja di Taiwan. Dalam kesempatan itu juga diadakan seminar yang  dihadiri oleh kurang lebih 60 orang ahli sejarah untuk membahas segala  sesuatu yang berkaitan dengan pemujaan Tian Shang Sheng Mu (   ).
Kemudian diadakan pula upacara peletakan batu pertama untuk pembangunan  patung peringatan untuk Tian Shang Sheng Mu (   ), dan pembukaan  selubung untuk miniaturnya, di puncak bukit Mei-feng Shan di tengah  pulau itu. Dua belas orang dari wakil-wakil perantau Tionghoa dari luar  negeri, Taiwan, Hongkong dan Macao melakukan acara timbun tanah untuk  pondasi patung tersebut.
Pada tanggal 23 bulan 3 Imlek tahun A.D. 1989, bertepatan dengan hari  kelahiran Tian Shang Sheng Mu (   ), patung Dewi Pelindung Pelaut yang  sangat dihormati itu sudah berdiri tegak di puncak Mei-feng Shan  menghadap ke Selat Taiwan.
Mengenai mengapa Tian Shang Sheng Mu (   ) disebut Ma Zu (Ma Couw) atau  Ma Zu Po (Ma Couw Po), dalam buku Tian Shang Sheng Mu Jing (    ) atau  kitab pujian kepada Tian Shang Sheng Mu disebut seperti ini : "Pada  Dinasti Tang ada seorang pendeta suci yang disebut Dao Yi Chan Shi (To  It Sian Su), beliau bernama Ma Zu". Sheng Mu yang hidup pada jaman  Dinasti Song adalah penitisan dari Ma Zu yang hidup pada jaman Dinasti  Tang ini. Hanya kemudian huruf Ma pada nama keluarga pendeta Ma Zu  diganti dengan huruf Ma yang berarti ibu, agar sesuai dengan Sheng Mu  yang berarti "Ibu yang suci". Dari sinilah sebutan Ma Zu berasal.
Tian Shang Sheng Mu (   ) selalu ditampilkan sebagai dewi yang cantik  dan berpakaian kebesaran seorang permaisuri, dan dikawal oleh kedua  iblis yang pernah ditaklukkan, yaitu Qian Li Yan (Si Mata Seribu Li) dan  Sun Feng Er (Si Kuping Angin Baik).
Qian Li Yan dapat melihat jauh sekali, berkulit hijau kebiru-biruan,  mulutnya bertaring, senjatanya tombak. Sun Feng Er berkulit merah  kecoklatan, mulutnya juga bertaring, bersenjata kapak bergagang panjang,  dan dapat mendengar sampai jauh sekali.       
   
 
  
             Jiu Tian Xuan Nu


Jiu Tian Xuan Nu (   ) merupakan salah satu Dewi Besar TAO. Jiu Tian  Xuan Nu (   ) adalah Dewi yang sering membantu pahlawan-pahlawan.
Konon, cerita pada jaman raja satria Huang Ti yang pernah mengajarkan rakyat menanam palawija.
Sebelum Huang Ti menyatukan negara, Beliau pernah perang dasyat melawan  Je Yu. Je Yu itu adalah sebangsa hewan yang aneh, badannya merupakan  binatang tapi dia memakai bahasa manusia, juga makan batu dan pasir  untuk hidup. Je Yu ini biasa disebut badan kuningan kepala besi.
Pada waktu perang di daerah Juk Luk, Je Yu ini membuat kabut besar yang  menyebabkan tentara-tentara Huang Ti menjadi kehilangan arah. Tetapi  untungnya para anak buah itu menciptakan kereta kompas. Dengan kereta  tersebut, mereka baru bisa lolos dari kepungan kabut tadi.
Sedang pusing dengan taktik perang, malamnya Huang Ti bermimpi bertemu  dengan Dewi SI WANG MU dan berkata padanya: "Saya akan mengirimkan  utusan untuk membantu kamu, kamu akan menang perang". Lalu Huang Ti  membuat altar dan berdoa / sembahyang tiga hari tiga malam. Hasilnya,  nampaklah Jiu Tian Xuan Nu (   ), memberinya Kitab Suci, Pusaka, Buku  Perang dan lain-lainnya; hingga Huang Ti dapat mengalahkan Je Yu dan  dapat menyatukan negara.
Waktu itu, yang Huang Ti dapatkan adalah Buku Suci HUANG TI YIN FU CING yang dihargai oleh generasi selanjutnya.
Konon, Jiu Tian Xuan Nu (   ) pernah mambantu Sung Ciang.
Sung Ciang ini merupakan Ketua daerah Liang San Be yang sering membantu orang-orang miskin yang kekurangan.
Dalam cerita buku "SUI HU JUAN", pada waktu Sung Ciang dalam perjalanan  menuju Liang San Be, dia dikejar-kejar oleh musuh. Lalu dia bersembunyi  di dalam sebuah kuil, ternyata dia diketahui oleh musuhnya, kelihatan  maut sudah menunggu. Namun, pada saat detik-detik bahaya, di belakang  altar dalam kuil tersebut timbul gumpalan awan hitam dan meniupkan  seuntai angin keras yang dingin. Musuh yang mengejar ketakutan melihat  keadaan aneh mendadak itu dan lari tunggang langgang.
Tidak lama kemudian, tampak dua anak perempuan berbaju hijau di hadapan  Sung Ciang dan mengajaknya pergi untuk menemui Seorang Dewi. Dewi  tersebut adalah Jiu Tian Xuan Nu (   ). Kemudian, Sung Ciang diajak  makan kurma dari DIAN dan minum arak yang harum. Jiu Tian Xuan Nu (   )  juga berkata padanya: "Saya akan memberitahu kamu tiga jilid Buku  Langit, kamu harus bisa menjalankan TAO dengan baik, jadi orang harus  jujur, setia kawan, setia pada negara, yang jelek dan yang sesat dikikis  semua dan dikembalikan pada kebenaran". Dewi Jiu Tian Xuan Nu (   )  juga berpesan bahwa buku-buku itu tidak boleh diperlihatkan pada orang  lain, sesudah mantap, bakarlah buku-buku tersebut. Dewi juga menurunkan  empat kata-kata langit yang cocok menjadi ramalan hidup Sung Ciang di  kemudian hari.
Sesudah kejadian itu, Sung Ciang masih pernah bertemu lagi dengan Dewi  Jiu Tian Xuan Nu (   ), yaitu pada waktu dia jadi Jendral Dinasti Sung  yang sedang perang sengit dengan tentara-tentara negeri Liaw. Dewi Jiu  Tian Xuan Nu (   ) mangajarkan tehnik perang yang kongkrit.
Dewi Jiu Tian Xuan Nu (   ) selalu mengulurkan tangan waktu raja  kesatria dan pahlawan-pahlawan sedang mengalami kesulitan, sehingga  boleh dikata sebagai "DEWI MEMBANTU".
Selain itu Dewi Jiu Tian Xuan Nu (   ) juga mengajarkan cara-cara perang  yang kongkrit. Oleh karena itu, ada orang yang menganggap Dewi Jiu Tian  Xuan Nu (   ) sebagai "DEWI PERANG".
Emperor Ba Gua Da Di / Bao Sheng Da Di


Bao Sheng Da Di disebut juga Da Dao Gong [Tao Too Kong], Hua Qiao Gong  [Hoa Kio Kong], atau Wu Zhen Ren [Go Cin Jin] yang berarti Dewa Wu.
Ada dua pendapat yang sama-sama mempunyai dasar mengenai asal usul dari Bao Sheng Da Di (   ).
Pendapat pertama mengatakan bahwa Wu Zhen Ren memiliki nama asli Ben [Pun].
Wu Ben adalah seorang yang dilahirkan di desa Bai Jiao (Karang Putih),  kabupaten Tong-an, wilayah Quan Zhou [Coan Ciu], propinsi Fujian. Ia  lahir pada pemerintahan Kaisar Tai Zong, tahun Xing Guo ke-empat bulan  tiga tanggal 15 Imlek pada masa Dinasti Song.
Sejak masih kecil Wu Ben telah tertarik pada masalah pengobatan. Seorang  pertapa, karena tertarik akan bakat anak ini, mengajarkan  bermacam-macam ilmu pengobatan dan memberikan kitab yang berisi kumpulan  obat-obat. Setelah dewasa, ia terkenal sebagai seorang tabib dewa. Ia  pernah mengikuti ujian sastra dan lulus. Kemudian ia memangku jabatan  sebagai Yu Shi, jabatan di istana yang mengurus pencatatan sejarah.
Nama Wu Ben menjadi terkenal setelah ia berhasil mengobati penyakit yang diderita permaisuri Kaisar Ren Zong.
Setelah mengundurkan diri, Wu Ben berkelana mengobati penyakit. Kemudian  Wu Ben memiliki beberapa murid, antara lain Huang Yi Guan (Huang si  Menteri Tabib), Cheng Zhen Ren (Cheng si Manusia Dewa) dan Yin Xian Gu  (Yin si Dewi).
Rakyat, karena mengingat budi baik Wu Ben, banyak yang mendirikan  kelenteng dan diberi nama Ci Ji Gong yang berarti "Kuil Penolong Yang  Welas Asih".
Para kaisar juga tidak ketinggalan menganugerahkan gelar kepadanya.  Kaisar Song Gao Zong menganugerahkan gelar Da Dao Zhen Ren yang berarti  "Dewa Jalan Nan Agung". Gelar ini menyebabkan Bao Sheng Da Di (   )  terkenal dengan sebutan Da Dao Gong yang berarti "Paduka Jalan Nan  Agung".
Kaisar Song Ning Zong memberikan gelar kehormatan Zhong Xian Hou yang  berarti "Pangeran Teladan Kesetiaan". Kaisar Ming yang pertama, Ming Tai  Zu, memberikan gelar Hao Tian Yu Shi Yi Ling Zhen Jun [Ho Thian Gi Su  It Leng Cin Kun] yang berarti "Dewa Sejati Ahli Pengobatan dan Menteri  Pencatat Sejarah".
Pendapat yang satu lagi mengatakan bahwa Bao Sheng Da Di (   ) adalah Wu  Meng [Go Beng] yang hidup pada masa Dinasti Jin, penduduk asli dari  Henan. Wu Meng sejak kecil terkenal karena baktinya kepada orang tua.  Setelah dewasa ia berkelana dan melakukan pengobatan kepada penduduk  yang tidak mampu. Kemudian ia dipanggil dengan nama Wu Zhen Jun [Go Cin  Kun] yang berarti "Wu Si Dewa Sejati".
Jika ditinjau dari sudut sejarah, maka Wu Meng lebih terkenal dari pada  Wu Ben, sebab Wu Ben meskipun memiliki reputasi sebagai tabib yang  hebat, tetapi ia hanya dipuja di sekitar propinsi Fujian saja. Namun  jika ditinjau dari tempat asalnya, maka Wu Ben lebih mendekati  kenyataan, karena Wu Ben di propinsi Fujian dipuja sebagai Bao Sheng Da  Di.
Kuil Bao Sheng Da Di (   ) di propinsi Fujian yang terkenal terdapat di  dusun Bai Jiao, tempat Wu Ben berasal. Di kuil itu terdapat papan yang  dihadiahkan oleh Kaisar Yong Le dari Dinasti Ming.
Kisah-kisah kehebatan Wu Ben di kalangan rakyat memang banyak beredar, terutama di propinsi Fujian dan sekitarnya.
Diceritakan pada suatu hari, ia sampai di sebuah jalan pegunungan. Ia  berjumpa 4 orang memanggul sebuah peti jenasah. Peti jenasah itu sangat  sederhana, terbuat dari papan kayu yang sudah lapuk, menandakan bahwa  keluarga si jenasah adalah keluarga yang melarat. Darah tampak mengalir  dari celah-celah peti jenasah itu, menandakan bahwa orang dalam peti  jenasah itu belum lama meninggal.
Wu Ben melihat hal itu lalu berpikir sebentar, ia yakin bahwa yang di  dalam peti belum meninggal. Ia meminta iring-iringan tersebut berhenti  dan bersedia membuka tutup peti mati itu. Seorang wanita terbaring di  dalamnya dan usianya sekitar 30 tahun.
Sekilas Wu Ben mengetahui bahwa wanita itu baru saja melahirkan dan  mengalami pendarahan. Wu Ben meminta bantuan agar wanita tersebut  diangkat keluar dari peti jenasah. Setelah dirawat dengan seksama  akhirnya beberapa hari kemudian wanita yang sudah dianggap meninggal itu  menjadi sehat kembali.
Kejadian ini tersebar dari mulut ke mulut dan meluas ke seluruh pelosok  negeri. Semua menganggap bahwa Wu Ben dapat menghidupkan orang mati.
Ketenarannya sampai ke telinga Kaisar Ren Zong, yang sedang risau karena  permaisurinya sedang sakit dan sudah banyak tabib tersohor yang  didatangkan namun penyakit tidak kunjung sembuh. Tanpa memperdulikan  jarak, Wu Ben datang ke istana untuk memenuhi panggilan kaisar.
Karena kebiasaan waktu itu yang melarang orang awam menyentuh tubuh  kaisar atau keluarganya, maka Wu Ben memeriksa denyut nadi permaisuri  dengan bantuan seutas tali sutera yang diikat pada pergelangan tangan  sang permaisuri. Setelah yakin akan penyakit yang diderita sang  permaisuri, Wu Ben menulis resep. Berkat obat itulah, tidak lama  kemudian sang permaisuri sembuh kembali.
Ketika kaisar menanyakan hadiah apa yang diinginkannya, Wu Ben  mengatakan bahwa ia ingin memakai jubah kebesaran yang pernah dipakai  ayahnda kaisar. Kaisar Ren Zong mengabulkan permintaan tersebut.
Saat Wu Ben memakai jubah tersebut, Kaisar Ren Zong lalu berlutut. Wu Ben buru-buru mencegah dan menolak kehormatan itu.
Sejak itulah Wu Ben dikenal sebagai Bao Sheng Da Di (   ) atau Maharaja Pelindung Kehidupan.
Bersama dengan menyebarnya imigran dari Quan Zhou, pemujaan terhadap Bao  Sheng Da Di (   ) tersebar ke Taiwan, lalu ke Asia Tenggara. Di Taiwan,  karena imigran Quan Zhou banyak jumlahnya, maka kelenteng yang memuja  Bao Sheng Da Di (   ) terdapat dimana-mana.
Yang tertua adalah yang didirikan pada masa Dinasti Ming, saat  pemerintahan Kaisar Wan Li, yaitu Kaisar Kai Shan Gong [Khai San Kong].  Masih ada juga yang lebih besar yaitu Xing Ji Gong, Yuan He Gong, Liang  Huang Gong, Fu Long Gong, Guang Ji Gong, Miao Shou Gong, dan lain-lain.  Di Singapura pemujaan Bao Sheng Da Di (   ) terdapat di kelenteng Tian  Fu Gong [Thian Hok Keng] di Telok Anyer Street.
Lu Ban Gong
Lu Ban Gong [Law Pan Kong], yang kadang dikenal sebagai Qiao Sheng Xian  Shi (Guru Besar Pertukangan), hidup pada masa Musim Semi dan Musim Gugur  di negara Lu.
Lu Ban Gong (  ) adalah seorang tukang yang mahir. Kemampuan banyak  digunakan untuk membangun tempat-tempat yang mengagumkan. Meskipun  begitu, Lu Ban Gong (  ) bukanlah orang kaya, dia hidup di rumah yang  sangat sederhana.
Orang awam mungkin menganggap bahwa dengan ketrampilan yang ada, Lu Ban  Gong (  ) dapat memperoleh kekayaan dengan mudah. Namun bagi dirinya,  pengabdian kepada dunia pertukangan lebih memiliki peran daripada  sekedar kekayaan.
Dia juga menemukan berbagai peralatan pertukangan, seperti gergaji, kapak, gerinda, dan bor yang banyak dipakai hingga sekarang.
Suatu ketika saat sedang bekerja, kakinya terluka oleh sejenis rumput.  Setelah diperhatikan baik-baik, rumput itu ternyata bergerigi tajam.  Dari titik itulah dia mendapatkan ide untuk membuat gergaji.
Berbagai karya besar dihasilkan, seperti pahatan burung bangau di puncak  Gunung Tianmu, pahatan kura-kura darat dari batu di Danau Yan di daerah  Timur Laut Tiongkok, dan elang kayu di Propinsi Ganshu.  Bangunan-bangunan indah, jembatan megah dan banyak karya besar lainnya  lahir dari tangan Lu Ban Gong (  ).
Kisah mengenai Lu Ban Gong (  ) diceritakan dari mulut ke mulut dan dari masa ke masa hingga saat ini.
Lu Ban Gong (  ) mengabdikan seluruh hidupnya dalam dunia pertukangan,  dan meninggalkan berbagai penemuan serta ciptaannya bagi generasi  berikutnya.
Xuan Tian Shang Di Lord of WuTang


Xuan Tian Shang Di [Hian Thian Siang Te - Hokkian] adalah salah satu  Dewa yang paling populer, wilayah pemujaannya sangat luas, dari Tiongkok  utara sampai selatan, Taiwan, Malaysia dan Indonesia.
Pemujaan terhadap Xuan Tian Shang Di (   ) mulai berkembang pada masa  Dinasti Ming. Dikisahkan pada masa permulaan pergerakannya, Zhu Yuan  Zhang (pendiri Dinasti Ming), dalam suatu pertempuran pernah mengalami  kekalahan besar, sehingga ia terpaksa bersembunyi di pegunungan Wu Dang  Shan (Bu Tong San - Hokkian], di propinsi Hubei, dalam sebuah kelenteng  Shang Di Miao.
Berkat perlindungan Shang Di Gong (sebutan populer Xuan Tian Shang Di),  Zhu Yuan Zhang dapat terhindar dari kejaran pasukan Mongol yang  mengadakan operasi penumpasan besar-besaran terhadap sisa-sisa  pasukannya. Kemudian berkat bantuan Xuan Tian Shang Di (   ), maka Zhu  Yuan Zhang berhasil mengusir penjajah Mongol dan menumbangkan Dinasti  Yuan. Ia mendirikan Dinasti Ming, setelah mengalahkan saingan-saingannya  dalam mempersatukan Tiongkok.
Untuk mengenang jasa-jasa Xuan Tian Shang Di (   ) dan berterima kasih  atas perlindungannya, ia lalu mendirikan kelenteng pemujaan di ibu kota  Nanjing (Nanking) dan di gunung Wu Dang Shan.
Sejak itu Wu Dang Shan menjadi tempat suci bagi penganut Tao.  Kelentengnya, dengan patung Xuan Tian Shang Di (   ) juga diangkat  sebagai Dewa Pelindung Negara. Tiap tahun tanggal 3 bulan 3 Imlek  ditetapkan sebagai hari She-jietnya dan tanggal 9 bulan 9 Imlek adalah  hari beliau mencapai kesempurnaan dan diadakan upacara sembahyangan  besar-besaran pada hari itu.
Sejak itulah pemujaan Shang Di Gong meluas ke seluruh negeri, dan hampir setiap kota besar ada kelenteng yang memujanya.
Di Taiwan pada masa Zheng Cheng Gong berkuasa, banyak kelenteng Shang Di  Gong didirikan. Tujuannya adalah untuk menambah wibawa pemerintah, dan  menjadi pusat pemujaan bersama rakyat dan tentara. Oleh sebab itu, maka  kelenteng Shang Di Miao tersebar diberbagai tempat. Diantaranya yang  terbesar adalah di Taiwan yang dibangun pada waktu Belanda berkuasa di  Taiwan.
Setelah jatuhnya Zheng Cheng Gong, Dinasti Qing yang berkuasa  mendiskreditkan Shang Di Gong dengan mengatakan bahwa beliau sebetulnya  adalah seorang jagal yang telah bertobat. Usaha ini mempunyai tujuan  politik yaitu melenyapkan dan mengkikis habis sisa-sisa pengikut Dinasti  Ming secara moral, dengan memanfaatkan dongeng aliran Buddha tentang  seorang jagal yang telah bertobat lalu membelah perutnya sendiri,  membuang seluruh isinya dan menjadi pengikut Buddha. Kura-kura dan ular  yang diinjak itu dikatakan sebagai usus dan jeroan si jagal.
Pembangunan kelenteng-kelenteng Shang Di Miao sejak itu sangat  berkurang. Pada masa Dinasti Wing ini pembangunan kelenteng Shang Di  Miao hanya satu, yaitu Lao Gu She Miao di Tainan. Tetapi sebetulnya  kaisar-kaisar Qing sangat menghormati Xuan Tian Shang Di (   ), ini  terbukti dengan dibangunnya kelenteng pemujaan khusus untuk Shang Di  Gong di komplek kota terlarang, yaitu Istana Kekaisaran di Beijing, yang  dinamakan Qin An Tian dan satu lagi di Istana Persinggahan di Chengde.
Mengenai riwayat Xuan Tian Shang Di (   ) ini, seorang pengarang yang  hidup pada akhir Dinasti Ming, Yu Xiang Tou telah menulis sebuah novel  yang bersifat dongeng yang berjudul "Bei You Ji" atau "Catatan  Perjalanan Ke Utara".
Adapun ringkasan riwayat Xuan Tian Shang Di (   ) seperti yang dikisahkan dalam novel tersebut adalah sebagai berikut:
Lahir pada keluarga Liu. Ayahnya Liu Tian Jun, kemudian memberi nama  Zhang Sheng yang berarti "Tumbuh Subur". Liu Zhang Sheng tumbuh menjadi  anak yang cerdas. Pada usia tiga tahun ia sudah dapat membawakan sajak  dan membuat syair.
Kembali Liu Zhang Sheng menitis di dunia, kali ini menjadi seorang putra  raja yang bernama Xuan Ming. Karena kegagahannya Xuan Ming akhirnya  diangkat menggantikan ayahnya yang wafat dan menjadi raja di negeri itu.  Pada suatu hari Miao Le Tian Zun [Biauw Lok Thian Cun - Hokkian] datang  dan mendidiknya memahami masalah kedewaan.
Titisan berikutnya adalah sebagai seorang putera raja di negeri Jing Luo  Guo [Ceng Lok Kok - Hokkian] yang bernama Xuan Yuan Tai Zi.
Setelah melewati beberapa ujian dalam hidupnya, Xuan Yuan berhasil  mencapai kesempurnaan dan menjadi Dewa dengan gelar Xuan Tian Shang Di (    ).
Selanjutnya dikisahkan Xuan Tian Shang Di (   ) turun ke bumi  menaklukkan berbagai siluman, antara lain siluman ular dan kura-kura,  yang kemudian menjadi pengikutnya. Disamping itu seorang tokoh dunia  gelap Zhao Gong Ming [Tio Kong Bing - Hokkian] juga ditaklukkan dan  menjadi pengawalnya, sebagai pembawa bendera berwarna hitam.
Kelenteng Xuan Tian Shang Di (   ) yang pertama di Indonesia adalah  Kelenteng Welahan, Jawa Tengah. Di Semarang sebagian besar kelenteng ada  tempat pemujaan untuknya, sedangkan yang khusus memuja Xuan Tian Shang  Di (   ) sebagai tuan rumah adalah Kelenteng Gerajen dan Bugangan.
Ze Hai Zhen Ren
Ze Hai Zhen Ren [Cek Hay Cen Ren] dipuja dibeberapa klenteng di Jawa.  Selain di klenteng Cek Hay Kung di Jalan Gurami Tegal, patungnya  terdapat pula di klenteng Cin Tek Yen di Jakarta, Pekalongan (Klenteng  Pao An Thian), Indramayu dan Semarang.
Khususnya di Semarang, Ze Hai Zhen Ren (   ) secara lazim disebut Guo  Liuk Kwan [Kwee Lak Kwa], dipuja di klenteng milik keluarga Guo (Kwee)  di Jalan Sebandaran (Klenteng Cek Hay Miaw - Kuil Penenang Samudera).
Guo Liuk Kwan digambarkan sebagai seorang Pejabat Tinggi yang berpakaian  ala dinasti Han disertai dua orang pengiringnya. Salah satu dari dua  pengiringnya itu, jelas seorang suku Jawa, dilihat dari corak pakaian  dan ikat kepalanya.
Dari kisah yang beredar dari mulut ke mulut, disebutkan bahwa Guo Liuk  Kwan adalah seorang utusan perdangangan Tiongkok yang datang ke  Indonesia untuk melakukan kegiatan perekonomian. Oleh karena itu, ia  sering melakukan perjalanan dari kota-kota di pesisir utara Jawa, yang  dibantu oleh dua orang asistennya.
Suatu hari, dalam pelayarannya di sekitar pantai Tegal, beliau  berhadapan dengan segerombolan bajak laut yang berusaha menaiki  perahunya. Dengan wajah tenang, Guo meminta para pembajak bersabar, agar  dia diperkenankan mandi dan berganti pakaian. Setelah selesai mandi dan  berpakaian, Guo bersama kedua pegawainya turun ke darat meninggalkan  perahunya. Sekonyong-konyong angin bertiup dengan dahsyatnya, dan ombak  menggulung lenyap perahu beserta para pembajak yang tidak sempat  melarikan diri. Sejak itu Guo beserta kedua pengiringnya lenyap.
Tetapi orang-orang dari beberapa tempat mengaku pernah bertemu dia pada  waktu yang bersamaan. Karena hal-hal itulah mereka percaya bahwa Guo  sesungguhnya adalah seorang yang sakti. Sebenarnya Guo adalah seorang  Tao yang telah mencapai taraf cukup tinggi.
Para peneliti beranggapan bahwa Guo Liuk Kwan mungkin adalah salah satu  tokoh dalam pemberontakan melawan VOC pada tahun 1741-1742 yang dikenal  dengan sebutan "Perang China". Pasukan Tionghoa dipukul mundur oleh VOC  lalu mundur ke Tegal. Dari Tegal mereka terus didesak. Dalam keadaan  pasukan yang tercerai berai itulah Guo Liuk Kwan kemudian tidak tentu  rimbanya.
Cerita lain mengatakan, bahwa Guo Liuk Kwan sempat tinggal di daerah  Tegal, dia membantu rakyat setempat membangun daerah tersebut, dengan  mengajarkan cara-cara bertani dan bernelayan. Pada masa tuanya, karena  mengingat masa lalunya, beliau ingin mengenang kembali pelayarannya.  Maka pada suatu hari ia pergi berlayar secara diam-diam dan kemudian  tidak kembali lagi sejak itu.
Karena telah berjasa besar, masyarakat setempat menganggap beliau telah  mendapatkan Tao-nya serta mencapai tingkat Cen Ren (Dewa), maka kemudian  dibangunlah Cen Ren Miaw di Tegal untuk memuja dan mengenangnya.
Pada tahun 1837 bulan kedua Imlek seluruh bangunan diperbaiki dan  direnovasi oleh Kapiten Tan Kun Hway dan sejak itu namanya berubah  menjadi Cek Hay Kung. Salah satu klenteng Ze Hai Zhen Ren (   ) juga  dibangun di Banjar oleh Tan Se Guan (putra Tan Kun Hway).
Selain itu untuk memperingati saat beliau pergi, setiap tahun dilakukan  sebuah upacara untuk mengantar Ze Hai Zhen Ren (   ) ke pantai tempat  dia pergi berlayar. Upacara sembahyangan tersebut dilakukan di pesisir  pantai dengan menempatkan patung Ze Hai Zhen Ren (   ) menghadap ke arah  laut.       
     
 
 
 
          
      
 
  
 
 
 
 
  
;
 
0 komentar:
Posting Komentar