Asal usul dari nama Tionghoa (Zhonghua).
Sejak beribu-ribu tahun orang Tionghoa menganggap bahwa mereka adalah
turunan dari dua kaisar , Yandi dan Huangdi. Menurut sejarah dan
legenda , kira-kira 5000 tahun yang lalu di negara Tiongkok terdapat
tiga golongan masyarakat yang terpenting.
Tiga
golongan ini hidup dan bercocok tanam di tepi sungai Huang-he (Sungai
Kuning) dan Chang-jiang (Sungai Yangtse). Tiga golongan masyarakat ini
adalah:
1. Masyarakat yang dipimpin oleh Yan-di (emperor Yan)
orang Tionghoa juga menamakan beliau
“Yan besar”. Golongan masyarakat ini hidup didaerah yang itu waktu
disebut Jiang-shu. Sekarang tempat ini terkenal sebagai Bao-ji di
provinsi Shaan-xi. Golongan masyarakat ini memakai nama dari tempat
mereka lahir, karenanya mereka ini disebut orang2 Jiang atau orang2
Jiang-Yan. Penemuan2 arkeologi membuktikan bahwa orang-orang Jian-Yan
hidup menurut kebudayaan batu yang khusus bagi mereka sendiri.
Kebudayaan Jiang-Yan sangat berbeda dengan kebudayaan golongan
masyarakat yang tinggal di pusat
Ganshu-Qinghai
dan Si-Chuan yang berkembang dalam masa yang bersamaan. Yan-di adalah
penguasa yang terkenal dengan penemuannya dalam bidang pertanian. Beliau
mengajar rakyatnya bagaimana harus menanam gandum, karenanya beliau
dinamakan oleh orang Tionghoa dengan sebutan Shen-nong atau “Dewa
pertanian atau Dewa petani.”
Yan-Di juga terkenal dengan
percobaan2nya dalam obat2 ramuan (Materia Medica) untuk pengobatan bagi
orang-orang yang sakit. Buku materia Medica yang beliau tulis ternama
dengan judul “Shen Nong Ben Cao Jing”. Didalam buku tersebut diuraikan
365 macam obat-obatan dan merupahkan pharmacopae pertama didunia dan
merupakan handbook para dokter pada jamannya.
Sampai sekarang pun buku tersebut
masih sering disitir dalam kedokteran Tionghoa (Zhong Cao Yao).
Masyarakat Jiang-Yan kemudian bergerak menuju ke timur jurusan
Shan-dong. Keturunan mereka berpencaran di daerah2 Henan, Hubei,
Shandong bahkan sampai Gansu dan Qinghai. Shen-Nong meninggal sewaktu
beliau mencobah ramuan2, dimana beliau memakai dirinya sebagai orang
percobaan. Kuburan Shen-Nong dapat ditinjau di gunung Tian-Tai.
2. Masyarakat yang dipimpin oleh Huang-Di (dibarat terkenal dengan julukan "Yellow Emperor").
Golongan masyarakat ini asalnya dari
Sungai Ji. Penduduknya dapat nama-keluarga Ji. Masyarakat Ji ini
daerahnya bersebelahan dari masyarakat Jiang-Yan yang tinggal di
Shaan-xi. Menurut legenda Tionghoa Yan-Di dan Huang-Di adalah saudara
kandung dan ibunya ialah Fu-Biao. Fubiao adalah selir dari emperor
You-Xiong. Beliau adalah emperor dari daerah yang sekarang dikenal
sebagi Xinsheng dan Henan.
Karena kedua emperor adalah saudara
sekandung maka penduduk dari kedua daerah ini dibolehkan saling nikah.
Kemudian karena salah paham kedua masyarakat ini berselisih mengenai
sebuah daerah, diantara kedua masyarakat ini timbullah peperangan.
Dalam peperangan ini masyarakat
Jiang-Yan kalah dan kedua masyarakat ini kemudian disatukan dan dipimpin
oleh The Yellow Emperor (Huang-Di). Huang-Di dilahirkan didaerah
Shou-Qiu, tidak jauh dari Qu-Fu, tempat kelahiran Kong Fu-Zhi
(Confucius), filosof Tionghoa yang besar.
Karena Huang-Di, (Huang berarti
kuning), maka untuk orang Tionghoa warna kuning adalah warna yang suci.
Rakyat tidak boleh memakai baju berwarna kuning, warna ini khusus
dipakai untuk raja2 Tiongkok. Huang-Di dianggap oleh rakyat Tiongkok
sebagai bapak dari peradaban dan kebudayaan Tionghoa.
Maka timbullah istilah ras kuning
(orang Tionghoa), dan Sungai Kuning dianggap sebagai sumber dari
kebudayaan Tionghoa. Namun penemuan demi penemuan dan analisa dari
berbagai kultur Neolitikum di daerah Qing-Lian Gang di propinsi Jiangsu,
Da-Wen-Kou di propinsi Shan-Dong dan Ma-Jia Bang di propinsi Zhe-Jiang
menunjukkan bahwa perkembangan dari peradaban Tionghoa sebetulnya
bersumber di berbagai daerah. Daerah-daerah ini adalah The Yellow River
valley, Chang-Jiang River (sungai Yang Tse) Valley dan Zhu-Jiang River
(Pearl River) Valley dan lain-lain. Didaerah yang subur ini karena
berlainan lokasinya dan hawa udaranya, maka dalam seluruh periode
prehistoris berkembanglah berbagai kultur dan norma2 hidup.
3. Masyarakat yang dipimpin oleh Chi-You,
Golongan
masyarakat ini bergerak ke central China dan didaerah Hebei, mereka
sering berperang dengan koalisi dari tentara Jiang-yan dan Huang-Di.
Tentara koalisi ini dipimpin oleh The Yellow Emperor. Legenda
mengatakan bahwa Chi-You dan rakyatnya menyerbu Shan-dong dan berperang
dengan masyarakat yang dipimpin oleh Yan-Di, dan kemudian Yan-Di mundur
keberbatasan dengan Huang-Di. Huang-Di membantu saudaranya dan
bersama-sama memukul tentara Chi-You.
Mereka
menundukkan Chi-You di daerah Zhuo-Lu, satu daerah yang sekarang dikenal
antara kota Beijing dan Zhang-Jia Kou di barat-utara Tiongkok, propinsi
Hebei. Chi-You melarikan diri ke selatan. Sesudah peperangan ini
terjadilah konflik antara dua saudara Yan dan Huang.
Yan-Di
dikalahkan dalam peparangan ini dan melarikan diri ke selatan, rakyatnya
yang tetap tinggal di utara, bercampur dengan rakyat dari Huang-Di dan
juga dengan rakyatnya Chi-You. Maka ketiga masyarakat ini disatukan
dibawa pimpinan Huang-Di. Masyarakat ini kemudian bermigrasi ke central
China dan menamakan dirinya bangsa Hua, nenek moyang dari bangsa Han.
Rakyat yang disatukan ini kemudian berkembang biak di Central China dan
terkenal dengan masyarakat Hua-Xia dan pemerintahnya dinamakan dinasti
Xia. Kaisar dari Dinasti Xia ini adalah Yu The Great (Yu Besar) yang
menurut sejarah Tiongkok adalah keturunan dari Huang-Di.
Dimasa pimpinan Huang-Di , pertanian berkembang sangat pesat demikian pula dengan pekerjaan tangan. Huang-Di mengembangkan bahasa dan tulisan Tionghoa yang sebelumnya sudah ada namun masih belum berkembang. Menurut analisa sekarang tulisan karakter Tionghoa adalah kreasi dari Cang-Jie, seorang intelektual yang hidup dijaman Huang-Di.
Dimasa pimpinan Huang-Di , pertanian berkembang sangat pesat demikian pula dengan pekerjaan tangan. Huang-Di mengembangkan bahasa dan tulisan Tionghoa yang sebelumnya sudah ada namun masih belum berkembang. Menurut analisa sekarang tulisan karakter Tionghoa adalah kreasi dari Cang-Jie, seorang intelektual yang hidup dijaman Huang-Di.
Huang-di yang menemukan tulisan
karakter2 Tionghoa karena orang-orang Tionghoa biasanya sangat modest
dan tidak ingin menonjolkan kepandaiannya. Misalnya Meng Zhi (Mencius),
Xun Zhi (filosof bukan ahli perang) filosof besar yang telah
memperkembangkan falsafah Confucius mengatakan bahwa falsafahnya adalah
Confucianisme.Demikian
pula dengan Lao Zhi dan Zhuang Zhi, Zhuang Zhi yang brilian itu
mengembangkan Daoisme mengatakan bahwa fasafahnya adalah Daoisme.
Juga kedokteran berkembang dengan cepat dimasa Huang-Di , diwaktu itu hidup dua ahli kedokteran Tionghoa yang terkenal ialah: Qi-Bo dan Lei-Gong. Huang-Di sendiri adalah seorang ahli kedokteran dijamanya, kita kenal buku yang di edit oleh Huang-Di : "Huang-Di Nei-Jing", suatu tulisan kedokteran klasik Tionghoa.
Dalam buku ini dapat orang mempelajari penyakit, prevention, diagnostik dan pengobatannya, dari materia medica, akupuntur, pijat, Qigong sampai seksualitas. Huang-Di
mengumpulkan ahli-ahli kedokteran yang ternama diseluruh negeri dan
beliau bertanya jawab (semacam symposium pada jaman modern) dengan
dokter-dokter tersebut, lalu sekretarisnya mencatat semua tanya jawab
itu. Demikian pula beliau mengadakan symposium mengenai seksualitas
yang merupakan tanya jawab antara para wanita dan Huang-Di.
Dengan demikian Huang-Di
adalah orang pertama yang menulis seksualitas secara ilmiah pada
jamannya, dan yang penting pula dilihat dari sudut wanita. Buku ini
sampai sekarang dipakai untuk para mahasiswa di fakultas kedokteran
Tionghoa, baik di daratan Tiongkok maupun di-Taiwan. Saya kira buku-buku
"Huang-Di Nei-Jing" , "Shen-Nong Ben Cao-Jing" , tidak ditulis pada
masa hidupnya oleh kedua penguasa, namun pemikiran mereka diteruskan
turun menurun, baru kira-kira 600 SM dituliskan menjadi buku.
Dijaman Huang-Di banyak penemuan-penemuan baru seperti kapal laut dengan alat tujuan yang senantiasa menuju ke utara, dan alat ini merupakan precursor dari kompas. Istri dari Huang-Di, Lei-Zhu
mengembangkan penenunan sutra dan beliau dianggap sebagai ibu suri
yang menemukan kultur ulat sutra. Orang Tionghoa pada masa itu
menjuluki Lei-Zhu sebagai Dewi Sutera. Sejarah Tiongkok mengatakan
bahwa ekonomi, kultur dan peradaban meningkat dengan pesatnya, dimana
masyarakat primitif meningkat menjadi masyarakat yang berkelas.
Keturunan-keturunan Huang-Di ialah Shao-Hao, anaknya Huang-Di dan kuburannya berada di kota Qu-Fu di Shandong, tempat kelahiran Confucius. Yao generasi kelima dari Huang-Di,
emperor yang ibu kotanya berada di Peng-Yang sekarang Lin-Feng in
propinsi Shanxi. Shun, adalah generasi ke sembilan dari Huang-Di dan
orang2 Tionghoa mendirikan satu kuil untuk menghormatinya. Tempel itu
terletak di Shun-Wang selatan timur dari Shao-Xing. Yao dan Shun adalah
penguasa yang sangat bijaksana dalam sejarah Tiongkok dan banyak
disitir oleh Confucius , kebijaksanaannya.
Sampai sekarang kedua figur Yan-Di dan Huang-Di
masih dihormati oleh orang Tionghoa yang dianggap sebagai ayah dari
bangsa Tionghoa. Setiap tahun banyak pengunjung Huayi (keturunan
Tionghoa yang telah mendapatkan warga negara dimana mereka tinggal) dan
Hua Chiao (keturunan Tionghoa yang hidup diluar negeri, tetapi masih
memegang paspor Tiongkok) dari luar negeri yang mengunjungi kuburannya
di Gunung Tian-Tai, untuk menghormat mereka sebagai nenek moyang
legendaris dari bangsa Tionghoa.
Asal usul China (Cina) berasal dari Barat yang menghubungkan orang Tionghoa dengan emperor Chin (Qin)
yang telah mempersatukan Tiongkok jaman The Warring States. Setelah
mempersatukan Negara Tiongkok, dinasti Qin hanya memerintah antara
221-206 SM . Kaisar Qin memerintah negara Tiongkok dengan kejam, beliau membakar buku-buku filsuf ternama Tiongkok dan membunuh intelektual-intelektual ternama.
China adalah negara Tiongkok yang dihubungkan dengan emperor Qin
(Orang Inggris menulisnya dengan Chin) dan orang Tionghoa di sebut
Chinese.
Latar belakang pembakaran buku-buku oleh Qin ShiHuang sebenarnya lebih
kearah pemersatuan ideologi. Perlu kita ketahui bahwa kerajaan Qin sudah
menerapkan faham Legalism sejak reformasi oleh ShangYang. Sedangkan
faham Ru Jia tetap diterima oleh kerajaan Qin tapi tidak dipakai
sebagai landasan pemerintahan.
Latar Belakang Pembakaran Buku Oleh Qin Shi Huang
Sikap Qin shiHuang yang membuat standarisasi dalam banyak bidang
tentunya juga mencakup bidang politik. Para scholar Ru sendiri pada masa
Ying Zheng tetap mendapat tempat yang layak, hingga pada masa
pemersatuan atau penaklukkan enam kerajaan baru dibuat suatu langkah
untuk memberangus aliran-aliran politik atau pemerintahan, atau lebih
tepatnya aliran filsafat tata negara .
Hanya pola dasar para scholar Ru adalah diskusi dan kebebasan berbeda pendapat yang berasal dari masa jaman KongZi sudah berkembang tidak cocok dimata Qin ShiHuang yang lebih mengingikan stabilitas dan keseragamaan.
Dua hal yang menjadi dasar alasan kuat untuk menghantam aliran Ru yang sebagai sasaran utama adalah :
Hanya pola dasar para scholar Ru adalah diskusi dan kebebasan berbeda pendapat yang berasal dari masa jaman KongZi sudah berkembang tidak cocok dimata Qin ShiHuang yang lebih mengingikan stabilitas dan keseragamaan.
Dua hal yang menjadi dasar alasan kuat untuk menghantam aliran Ru yang sebagai sasaran utama adalah :
- Tidak adanya kata sepakat dari kalangan Ru mengenai bagaimana upacara Feng Shan(1).
- Pertentangan antara Li Si dan Chunyu Yue mengenai sistem pemerintahan antara sistem adipati (2) dengan gubernur (3) ketika jamuan makan.
Buku-buku yang bersifat ilmu pengetahuan tidak dilarang atau dibakar. Misalnya buku mengenai pertanian, siasat perang, perbintangan dan pengobatan.
Alasan Qin Shihuang tidak membakar kitab-kitab itu antara lain :
- Kitab-kitab peramalan Tianguan Shu dan Lv shu selain berkaitan dengan astrologi juga berkaitan dengan sistem perhitungan hari. Dalam kitab Lv shu sudah disebutkan Gan ( cat: gan dari tian gan ) adalah 10 bunda dan Zhi ( cat: zhi dari dizhi ) adalah 12 anak. Ini berkaitan dengan sistem kalender atau penanggalan.
- Zhou Yi atau Yijing tidak dilarang juga karena berkaitan dengan gerak alam semesta.
- Para raja jaman dahulu termasuk Qin Shihuang melakukan ritual penghormatan kepada bintang-bintang. Dan itu juga disebutkan dalam buku-buku ramalan tentang keterkaitan manusia dengan Langit.
- Legitimasi kekuasaan. Orang Tiongkok jaman dahulu percaya bahwa bintang di langit atau alam semesta ini memiliki keterkaitan atau hubungan yang mempengaruhi dengan manusia atau suatu dinasti. Qin Shihuang memerlukan legitimasi ini dari buku ramalan bahwa kerajaannya "diberkati" Langit.
- Buku ramalan jaman dahulu jangan kita pikir seperti buku ramalan jaman sekarang. Isinya penuh dengan pendapat atau komentar mengenai alam dan pergerakan alam. Coba saja lihat Yijing, isinya tidak sekedar ramalan saja. Misalnya isi gua ( cat: baca kua ) pertama : Pergerakan langit untuk kebaikan dan tidak mengenal lelah karena itu raja harus tiada henti memajukan diri. Kedua , Langit adalah pemimpin atau induk dari segala mahluk, seperti juga raja pemimpin dari rakyat, membuat Tianxia ( cat: negara ) menjadi damai dan tentram.
- Qin Shihuang juga orang yang percaya ilmu ramal.
Mengenai ilmu ramal, Xun Zi mengatakan bahwa mereka yang mengerti perubahan tidak akan meramal. Wu atau "dukun", bisa dikatakan jaman dahulu bukan seperti dukun yang sekarang kita lihat. Wu dan Xi ( cat: wu untuk wanita dan xi untuk pria ) memiliki peranan penting dalam ritual kenegaraan jaman dahulu. Jadi wu dan xi jaman dahulu bukan pelaku ilmu santet.
Jiang tou atau kongtaw sebenarnya adalah sebutan orang Tionghoa di Asia Tenggara untuk ilmu santet yang ada di Asia Tenggara. Jaman dahulu terutama yang tercatat dalam sejarah kerajaan Han dan Tang, yang disebut ilmu santet adalah menggunakan boneka yang ditulisi namanya dan tanggal lahir. Bisa disebut chao ren, mu ren. Jadi semacam ilmu Voodoo Tiongkok. Dan pelarangan ilmu tersebut dikumandangkan oleh kaisar dinasti Han ( saya lupa nama kaisar tersebut ) dan bagi yang melakukannya akan dibunuh sekeluarga. Ini yang saya tahu pelarangan resmi pertama yang dicatat dari kerajaan terhadap praktek-praktek santet atau disebut juga xieshu.
Mengenai masalah pembakaran buku-buku Ru, ada yang perlu saya tambahkan disini. Ketika Qin Shihuang berhasil menyatukan seluruh daratan, ia memerlukan pengakuan dari banyak pihak, caranya antara lain melakukan upacara Fengshan ( cat: saya artikan upacara pengakuan keabsahan kekuasaan oleh para leluhur di gunung Tai ) seperti yang dianjurkan Kong Zi. Sayangnya para pelajar Ru tidak tahu bagaimana tata cara upacara Fengshan sehingga Qin Shihuang marah dan membuat tatacaranya sendiri. Jadi sebelum Li Si bicara, Qin Shihuang sudah memendam rasa kesal.
0 komentar:
Posting Komentar