Senin, 05 Desember 2011

Dewa Kwan Kong dalam tradisi Tibet

GUANGONG GUANYUNZHANG
關公關雲長


Jialanzunzhe (Sangharamapala) atau Guangong


Kali ini kita bukan membahas asal usul Nya
kita akan bahas mengenai pemujaan NYa di dalam Buddhism
mantra Nya dari warisan Mahaguru
kenapa Beliau bisa dipuja di Tibet ?
kenapa Beliau bisa menjadi Dharmapala Vajrayana ?
Siapakah asal usul Beliau ?

Mantra Nya dari Mahaguru langsung aja ya :


OM JIALAN XIDI HUM
 

Sujud Pada Mahaguru Liansheng
Sujud Pada Sakyamuni Buddha
Sujud Pada Arya Sangharamapala yang Termahsyur


Asal Beliau adalah tokoh pada masa Tiga Kerajaan, kemudian terbunuh, setelah kepala Guanyunzhang (關雲長) terpenggal, dia meninggal dengan rasa benci, sehingga berubah menjadi hantu gentayangan….
Kemudian di jaman Dinasti Sui (隋朝—Sui chao) (581-618), arwahnya bertemu dengan Mahaguru Zhezhe (智者大師) dari aliran Tiantai (天台宗) dan menerima Trisarana, dan bertekad menjadi Dharmapala dari Buddhism.
Menurut catatan Guandizhi Qingjianlong (清乾隆版《關帝志•靈異•建玉泉》):
Tahun (592),malam hari Mahaguru Zhezhe di datangi arwah Guangong (關公)dan bersumpah ” Pada seketika ini juga Ku persembahkan golok Ku untuk melindungi Buddha Dharma” , Guangong juga menerima Pancasila, dan menjadi pelindung kuil.
Tidak hanya kalangan Buddhisme yang menghormati Guangong sebagai Dharmapala,bahkan kalangan Taoisme juga memuja Beliau sebagai Yiyongwuanwang (義勇武安王) yang berarti Raja Pelindung Kedamaian yang Seta dan Gagah Berani ,gelar ini adalah yang diberikan oleh 宋真宗 (sòngzhēnzōng) pada tahun 1014.Inilah awal pemujaan Guanyu di tradisi Tao.
(Oke… dari sejarah kita bisa membuktikan bahwa pemujaan Guangong sebagai Dewa Pelindung adalah di dahului oleh kalangan Buddhism dan bukan Tao.)
Masa Songzhenzong , pimpinan Tao Zhangtianshi (張天師) lah yang pertama kali mengundang Guanyu untuk mengenyahkan siluman dan roh jahat. barulah membawa Guangong masuk pintu Tao. Oleh karen itulah kemudian umat Tao juga mulai memuja Guangong.
VAJRAYANA BUDDHISM
Tibetan Buddhism juga memuja Guangong sebagai Dharmapala,kira kira mulai dari Mahaguru Panchen yang ke 5, saat Beliau memasuki Tiongkok, melihat seorang jenderal bermuka merah dan berjenggot panjang datang menyambut Nya, karena Beliau tidak pernah melihat Nya, maka bertanya pada Kaisar Qianlong (乾隆皇帝) ,Kaisar mengatakan :” Mungkin Beliau adalah Guangong!” mulai pada saat itulah Beliau dihormati sebagai Dharmapala dari Vajrayana.
Mahaguru Panchen yang ke 5 bahkan mengatakan : “Barang siapa yang hendak membabarkan Dharma di bumi Tiongkok maka hendaknya mempersemayamkan Dharmapala ini!”
Dalam Riwayat Guru Negara Lcangskya 《章嘉國師若必多吉傳》tercatat pula penghormatan pada Guangong sebagai Dharmapala. Saat Mahaguru Lcangskya (章嘉大師) sampai di Sizhou (四川) dan tinggal di kaki Gunung Xiangling . Lcangskya Rinpoche (ke-3) bermimpi seorang pahlawan berwajah merah mengatakan : “Puncak gunung ini adalah rumah Ku, mohon tinggal disana.” kemudian Rinpoche melakukan perjalanan ke puncak gunung, ternyata di sana terdapat sebuah bangunan yang indah sekali, Pahlawan bermuka merah menyambut Nya memasuki bangunan tersebut, mempersembahkan berbagai makanan, bahkan memnyuruh keluarga Nya untuk memberi penghormatan, kemudian mengatakan: “Dari tanah ini sampai seluruh bumi Tiongkok ada dalam kekuasaan Ku, sedangkan Rakyat Tibet yang berdana makanan pada Ku juga tidak sedikit, bahkan seorang Sangha Mulia yang telah berusia lanjut di Tibet selalu memberi Ku pujana minuman dan makanan, mulai saat ini, Aku jadi Pelindung Mu, besok Engkau akan menemui sedikit kesulitan, Aku yang akan membantu Mu mengenyahkannya.”
Keesokannya di hutan ada seekor kera yang membawa batu besar, dan melemparkannya kepada pengiring Rinpoche, namun hanya mengalami luka ringan.
Dalam bahasa Tibet, Guanyunzhang disebut Zhenrangjiabu “珍讓嘉布” (artinya adalah Raja Negara Zhangyun — 長雲國王),sedangkan yang dikatakan oleh Guanyu : “Di Tibet ada yang memberi Ku dana makanan.” adalah menunjuk pada Panchen Lama yang memberi persembahan.
Lcangskya Rinpoche menderita penyakit semacam stroke, kaki dan tangan seakan lumpuh, juga menderita penyakit mata, telah diderita sangat lama dan telah mengundang banyak tabib terkemuka untuk mengobati.
Kemudian diadakan sadhana permohonan kesehatan, namun tidak kunjung membaik.
Kaisar sangat khawatir, mengundang beberapa Tabib terkenal di Tiongkok, beliau sendiri juga secara langsung menengok Rinpoche, dengan bakti yang tak terhingga berusaha melindungi Rinpoche. Saat itu diadakan upacara memohon petunjuk dari Dakini, akhirnya muncul penampakan bahwa tubuh Rinpoche ditempeli banyak sekali laba laba raksasa. Kemudian muncul seorang pahlawan Han berwajah merah dan membawa pedang mestika, dan mengusir laba laba menggunakan pedang Nya. Malam itu Rinpoche bermimpi pahlawan berwajah merah mengatakan “setan setan yang melukai tubuh jasmani Mu telah Aku usir.” Rinpoche bertanya “Pahlawan Ku, Anda tinggal dimana?” Pahlawan itu menjawab “Aku tinggal di sebelah kanan pintu utama di depan Istana Raja.” Keesokan harinya , dilakukan pemeriksaan akhirnya ditemui bahwa di tempat tersebut adalah sebuah kuil Guandi (關帝廟)
Kemudian semua akhirnya mengetahui bahwa Guandi lah yang menolong dan melindungi Rinpoche, akhirnya dibuat upacara penghormatan secara megah untuk Guandi. Kemudian akhirnya Rinpoche menggubah sebuah doa kepada Guandi.
Dari sini bisa diketahui, bahwa Gaunyunzhang dipuja tidak hanya oleh kalangan tradisi rakyat, bahkan kalangan Buddhist baik itu Tiongkok maupun Tibet dan sampai Taoisme semua menghormati Nya.
Tidak hanya Guanyunzhang, namun kisah Adinata yang sama, dan dihormati di agama yang berbeda masih ada lagi, misalnya Palden Lhamo (Dewi Sri atau Jixiang Tiannv 吉祥天母)、Sarasvati (Miaoyintiannv—妙音天女) dan masih banyak lagi….
Dalam Tibetan Buddhisme bahkan juga telah digubah doa, tata cara puja pada Guanyunzhang , diantaranya oleh Mahaguru Liansheng, Lcang Skya Rinpoche, Mahaguru Shiguan (土觀大師) dan Karmapa 17 (大寶法王) ,Aqiu Rinpoche (阿秋仁波切) dan masih banyak lagi Rinpoche yang memuji Guanyunzhang.
satu lagi versi cerita dari majalah sinar dharma oleh hendrick

Bodhisattva Sangharama (伽蓝菩薩)
Oleh: Hendrick
Sejarah Singkat
Sebagian besar orang bisa saja tidak mengenal nama Bodhisattva Sangharama, tetapi begitu melihat citra rupang seorang jendral gagah perkasa dengan jenggot panjang indah bergemulai dan paras muka merah lebam berkilau, maka mereka pasti akan langsung tahu. Ya, Bodhisattva Sangharama adalah Guan Yu alias Guan Gong (Kwan Kong).
Siapa tidak tahu Guan Yu? Banyak orang mengetahuinya dari cerita Sam Kok (Kisah Tiga Negara) dan game Dynasty Warrior. Namun, tahukah kita bagaimana latar belakang Guan Yu hingga dinobatkan sebagai Dharmapala (Pelindung Dharma) dalam tradisi Mahayana Tiongkok?
Guan Yu / 關羽 (160 – 219 M), alias Yun Chang (雲長), lahir pada tanggal 24 bulan 6 Imlek,  adalah penduduk asal Jiezhou, Hedong (sekarang Yuncheng, Propinsi Shanxi). Sejak kecil dididik dalam bidang kesusastraan dan sejarah. Beliau sangat menggemari kitab sejarah Chunqiu (Musim Semi dan Gugur) dan Zuozhuan (kitab sejarah karya Zuo Qiuming). Guan Yu memiliki 3 anak: Guan Ping (關平) , Guan Xing (關興) dan Guan Suo (関索).
Salah satu watak istimewa yang dimiliki Guan Yu adalah jiwa setia dan ksatria, beliau berani membela yang lemah dan tertindas. Tahun 184, Guan Yu melarikan diri dari kampung halamannya setelah membunuh orang demi membela kaum lemah. Beliau menuju wilayah Zuo, kemudian berkenalan dengan Liu Bei (劉備) dan Zhang Fei(張飛). Liu Bei adalah anggota keluarga Kaisar Kerajaan Han yang sedang merekrut prajurit untuk membasmi pemberontakan Serban Kuning. Karena memiliki cita-cita yang sama, maka mereka bertiga menjalin tali persaudaraan yang dikenal dengan sebutan Tiga Pertalian Setia di Taman Bunga Persik. Semenjak itu, mereka bertiga berkomitmen sehidup semati memperjuangkan cita-cita penegakan hukum demi membersihkan Kerajaan Han dari gerogotan korupsi dan pengkhianatan.
Namun Kerajaan Han yang telah berdiri kokoh selama 400 tahun itu akhirnya terpecah menjadi 3 kerajaan, yang mana Liu Bei sebagai salah satu anggota keluarga kerajaan menyatakan diri sebagai penerus Dinasti Han. Era inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan San Guo (Sam Kok – Tiga Negara). Perjuangan keras tiga bersaudara Taman Bunga Persik untuk mempersatukan Tiongkok tidak berhasil. Begitulah hingga usia 60 tahun, Guan Yu bersama putranya, Guan Ping, akhirnya gugur dalam pertempuran.
Meskipun demikian, rasa hormat terhadap Guan Yu tidak serta merta lenyap seiring dengan gugurnya pahlawan berparas merah lebam ini. Keberanian, kesetiaan dan jiwa ksatria beliau menjadi kisah harum dalam masyarakat Tionghoa selama turun temurun. Selain itu, dalam kalangan spiritual, dikenal pula kisah perjodohan Guan Yu dengan ajaran Buddha, sebuah ajaran kebenaran sejati yang menembus kepekatan misteri dimensi ruang dan waktu. Ya, Guan Yu menjadi siswa Buddha setelah beliau gugur.
Awal Mula Sebagai Pelindung Dharma
Kisah berikut ini terjadi beberapa ratus tahun setelah gugurnya Guan Yu. Berdasarkan catatan sejarah Buddhis – Fozhu Tongji (佛祖統紀 – Taisho Tripitaka 2053), pada tahun 592 M, (Dinasti Sui, era Kai Huang ke-12), disebutkan bahwa pada suatu malam, langit tiba-tiba menjadi cerah, bulan terlihat jelas sekali, Guan Yu bersama Guan Ping dan sekelompok makhluk gaib muncul di hadapan Master Tripitaka Zhiyi (智顗 – pendiri aliran Tiantai Tiongkok) yang sedang bermeditasi di Bukit Yuquan. Guan Yu berkata, “Saya Guan Yu dari era akhir Dinasti Han. Ini adalah putra saya, Guan Ping. Kami terus berkelana setelah meninggal. Yang Arya, dengan tujuan apakah anda datang ke sini? Master Zhiyi menjawab, “Aku datang ke sini untuk membangun vihara.”
Guan Yu menjawab, “Yang Arya, izinkanlah kami untuk membantumu. Tidak jauh dari sini, terdapat lahan yang kokoh tanahnya. Saya dan putra saya dengan senang hati akan membangun vihara di sana untuk anda. Mohon lanjutkan meditasinya, vihara akan selesai dalam waktu 7 hari saja.” Setelah Master Zhiyi selesai bermeditasi, terlihat sebuah vihara yang sangat indah muncul persis di tempat yang ditunjukkan oleh Guan Yu. Vihara itu kemudian diberi nama Vihara Yuquan (玉泉寺).
Suatu hari Guan Yu datang ke Vihara Yuquan untuk mendengarkan Master Zhiyi membabarkan Dharma, setelah itu beliau memohon untuk dapat menjadi siswa Buddha dengan menerima Trisarana dan Panca Sila Buddhis. “Aku sangat beruntung mendapat kesempatan mendengarkan Dharma dan beraspirasi mempraktikkan Jalan Bodhi (pencerahan) mulai dari sekarang. Mohon izinkanlah saya untuk menerima Sila dari Anda,” demikian ucap Guan Yu kepada Master Zhiyi. Master Zhiyi kemudian membangun sebuah kuil untuk Guan Yu di sebelah barat laut vihara. Sebuah batu ukiran yang bertajuk tahun 820 M di Vihara Yuquan mengisahkan tentang pertemuan antara Guan Yu dan Zhiyi tersebut. Di dinding kuil yang didirikan Zhiyi untuk Guan Yu, terdapat tulisan: “Di balik wajah merahnya, terdapat hati bagaikan batu merah delima. Guan Gong menunggang kuda melebihi kecepatan angin. Tetapi sejauh ia berkuda, ia melayani Sang Raja Api. Dengan lampu minyak Ia belajar sejarah, di mana ia mempercayakannya pada golok naga hijaunya. Kebijaksanaannya yang mendalam akan membawa terang bagi hari-hari yang ada.”
Selain kisah di atas, ada satu versi lain tentang kisah bagaimana Guan Yu menjadi seorang pemeluk agama Buddha. Dikatakan bahwa pada suatu malam Guan Yu menemui Bhiksu Zhikai(智鎧), murid dari Tiantai Master Zhiyi, dan menerima Trisarana dari Bhiksu Zhikai. Kemudian Bhiksu Zhi Kai melaporkan perjumpaan dengan Guan Yu tersebut kepada Yang Guang, Pangeran Jin (yang kelak akan dikenal sebagai Kaisar Sui Yang Di – 隋煬帝). Pangeran Yang Guang memberikan Guan Yu gelar “Sangharama Bodhisattva”. Itulah asal muasal dari mana gelar Sangharama diberikan kepada Guan Yu.
Pada kisah lainnya, seperti dalam Catatan Kisah Tiga Negara (San Guo Yan Yi – 三国演义), Guan Yu muncul di hadapan Bhikshu Pujing (普淨) di malam saat gugur karena dipenggal oleh pihak Sun Quan, Raja Wu. Tubuhnya dikubur di dekat Bukit Yuquan yaitu di Jingzhou. Di sela-sela kegalauan atas kehilangan kepala, raga halus Guan Yu bergentayangan mencari kembali kepalanya. Bhiksu Pu Jing dengan kekuatan batinnya melihat Guan Yu turun dari angkasa menunggang kuda sambil menggenggam golok besar Naga Hijau, bersama dengan 2 pria, Guan Ping dan Zhou Cang. Semasa hidupnya saat dalam pelarian dari kubu Cao Cao, Guan Yu pernah ditolong oleh Pujing di Vihara Zhen-guo. Lalu Bhiksu Pujing memukul pelana kuda dengan kebutan cambuknya seraya berkata, “Di mana Yun Chang?” Seketika itu juga Guan Yu tersadarkan.
Guan Yu kemudian memohon petunjuk untuk dapat terbebas dari kegelapan pengembaraan batin. Pujing memberi nasehat, “Dulu salah atau sekarang benar tak perlu dipersoalkan lagi, karena terjadi pada saat sekarang tentunya ada sebab pada masa lalu.” Pujing lalu melanjutkan, “Sekarang engkau meminta kepalamu, menuntut atas kematianmu di tangan Lu Meng, namun kepada siapa Yan Liang, Wen Chou dan penjaga lima perbatasan serta banyak lagi lainnya yang telah kau bunuh, meminta kembali kepala mereka?” Kata-kata Pujing itu terasa sangat menyentak.
Setelah tersadarkan dari kegalauannya, Guan Yu lalu menjadi pengikut Buddhis. Sejak itu Guan Yu sering muncul melindungi masyarakat di sekitar Bukit Yuquan. Sebagai rasa terima kasih kepada Guan Yu, para penduduk membangun kuil di puncak Bukit Yuquan.
Awal mula jodoh karma antara Bhiksu Pujing dengan Guan Yu, diceritakan dalam satu legenda. Alkisah kelahiran lampau Guan Yu adalah raja naga yang dengan welas asih membantu rakyat yang mengalami bencana kekeringan dengan menurunkan hujan. Setelah sang raja naga meninggal, Bhiksu Pujing membantu membacakan doa-doa di hadapan jasadnya dan akhirnya raja naga tersebut terlahir kembali menjadi Guan Yu.
Gubuk rumput tempat tinggal Pujing kemudian dibangun menjadi sebuah Vihara yang akan bernama Vihara Yuquan. Sebelumnya Vihara Yuquan ini bernama Vihara Fuchuan shan yang dibangun oleh raja Liang Xuandi pada abad ke-6 M. Namun karena sebab-sebab tertentu, vihara tersebut rusak dan bobrok. Kemudian pada abad ke-6 juga, Zhiyi berniat membangun kembali vihara baru di lokasi tersebut dengan nama Vihara Yuquan. Dalam pembangunan kembali ini dikisahkan Zhiyi mendapat bantuan dari Guan Yu, beserta pihak kerajaan seperti dari Pangeran Yang Guang dan ayahnya, Raja Sui Wendi yang memegang pemerintahan pada masa itu. Vihara Yuquan ini di dalam kompleksnya terdapat kuil Guan Miao (kuil untuk Guan Yu). Ini adalah salah satu tempat pemujaan Guan Yu yang tertua, juga merupakan vihara tertua di Dangyang. Tempat penampakan raga halus Guan Yu ditandai dengan sebatang pilar batu yang bertuliskan: “Di sini tempat Guan Yun Chang dari Dinasti Han menampakkan diri.” Pilar batu itu adalah hadiah dari kaisar Wan Li masa Dinasti Ming dan masih bisa dilihat sampai sekarang. Guan Yu sebagai dewa juga pernah bertanya jawab dengan kakak seperguruan Patriarch Ch’an ke-6, Shen Xiu (神秀).
Dalam Sutra Saptabuddha Ashtabodhisattva Maha Dharani Sutra (Sutra tentang Mantra Sakti Mahadharani yang dibabarkan 7 Buddha dan 8 Bodhisattva) tercatat bahwa ada 18 Sangharama (Qielan Shen) sebagai pelindung lingkungan vihara, yaitu: Meiyin, Fanyin, Tian’gu, Tanmiao,  Tanmei, Momiao, Leiyin, Shizi, Miaotan, Fanxiang, Renyin, Fonu, Songde, Guangmu, Miaoyan, Cheting, Cheshi, dan Bianshi.
Guan Yu sendiri bukanlah sosok yang tercatat dalam Sutra Mahayana sebagai Sangharama. Term Sangharama sendiri mengandung pengertian sebagai tempat tinggal anggota Sangha, atau lebih umum dikenal sebagai vihara. Secara etimologi, istilah Sangharama telah dikenal sejak masa kehidupan Buddha. Selain 18 dewa Sangharama yang telah disebutkan di atas, dua tokoh yang dianggap sebagai pelindung utama Sangharama adalah Anathapindika dan Pangeran Jeta, penyokong Vihara Jetavanarama pada masa kehidupan Buddha.
Secara kualitatif, Guan Yu memiliki pengabdian yang setara dengan para Pelindung Sangharama, pun karena memiliki komitmen yang besar untuk melindungi lingkungan vihara, maka tidaklah mengherankan bila kemudian diapresiasi secara khusus oleh Mahayana Tiongkok sebagai Bodhisattva Sangharama. Ada juga yang menyebut sebagai Bodhisattva Satyadharma Kalama. Pada tahun 1081 M, tokoh politik Song Utara dan umat Buddha bernama Zhang Shangying (張商英)menyebut Guan Yu sebagai Pelindung Dharma.
Di kalangan Mahayana Tiongkok, Guan Yu sering ditampilkan berdiri berpasangan dengan Dharmapala Veda (Weituo Pusa) yang juga merupakan Pelindung Dharma. Keduanya mendampingi rupang Buddha atau Avalokitesvara.
H.H Gyalwa Karmapa ke-17, pemimpin dari Karma Kagyud pernah menulis buku Sadhana kepada Sangharama Maha Dewa Guan Gong. Selain itu, Ven. Hai Tao juga  pernah memberikan ceramah mengenai Guan Gong. Belakangan ini di luar negeri, terdapat beberapa upacara Sangharama yang diadakan dan dihadiri bersama oleh Sangha Mahayana dan Vajrayana. Bahkan di Guandi Miao di Jepang, setiap kali pada perayaan hari raya Guan Gong (Kantei-tan/Guandi Dan) selalu dipimpin para Bhiksu Mahayana. Tidak seperti di vihara-vihara Mahayana Tiongkok, di Jepang, jarang ditemukan vihara yang memiliki altar Guan Yu. Hanya vihara-vihara beraliran Obaku Zen yang mendirikan Garando (Aula Sangharama), yaitu aula untuk Guan Gong, di kompleks viharanya, contohnya seperti Vihara Manpuku-ji.

Pemujaan Guan Yu Hingga ke Tibet

Pemujaan Guan Yu juga meluas sampai ke Tibet (terutama di aliran Gelugpa dan Nyingmapa). Altar beliau ada di vihara-vihara Tibet, seperti Mahavihara Tsurphu, sejak kunjungan Maha Ratna Dharmaraja Karmapa V ke Tiongkok atas undangan Kaisar Yong Le. Dulu di Tibet, Guan Yu sebagai Sangharama dikenal dengan nama Karma Hansheng (噶瑪漢神).
Dalam lukisan Thangka Buddhisme Vajrayana, biasanya Guan Gong didampingi oleh Zhou Chang, Guan Ping, Liu Bei, Zhao Yun, Chitu Ma (kuda Guan Gong) dan Ma She Ye (penjaga kuda Guan Gong). Di atas kepala Guan Gong terdapat figur Amitayus Buddha (mungkin disebabkan karena ada beberapa kalangan yang menganggap Guan Yu sebagai Pengawal Tanah Suci Sukhavati Amitabha Buddha) dan terkadang figur Amitayus digantikan oleh figur seorang Guru dari sekte Gelug (Topi Kuning).
Di Tibet dan Mongolia, pemujaan Guan Di (Dewa Guan Yu) diasosiasikan sebagai Raja Gesar dari Ling yang dikenal merupakan emanasi Guru Padmasambhava. Pengasosiasian tersebut dimulai sejak zaman Dinasti Qing (Manchu). Lobsang Palden Yeshe, Panchen Lama ke-6 (1738 – 1780 M) adalah yang pertama kali mengatakan bahwa Guan Di adalah Gesar. Oleh karena itu Guan Di Miao (Kuil Guan Gong) di Lhasa disebut juga dengan nama Gesar Lhakhang. Ada juga yang percaya bahwa Guan Di dan Gesar adalah inkarnasi masa lalu dari Panchen Lama.
Guan Gong dipandang sebagai Dewa Pelindung Dinasti Qing, sedangkan Vajrayana Buddhis sekte Gelug adalah agama yang dianut anggota kerajaan Dinasti Qing. Demikianlah Guan Gong (Yang Mulia Guan Yu) dihormati baik oleh kalangan Mahayana maupun Vajrayana (Tantrayana) sebagai Bodhisattva Dharmapala (Pelindung Dharma). Bahkan dalam kepercayaan masyarakat, diyakini Guan Gong kelak akan menjadi seorang Buddha bernama Ge Tian (Ge Tian Gu Fo – 蓋天古佛).

Pemujaan di Kalangan Umat Tao dan Kong Hu Cu

Guan Yu dihormati oleh ketiga agama (Buddha, Tao dan Khonghucu). Dalam kitab Taois Guansheng Dijun Baohua (關聖帝君寶誥) – Alamar Mulia Guansheng Dijun disebutkan bahwa Guan Gong, “Memegang Kekuasaan San Jiao (Tridharma) Konghuchu, Buddha dan Tao”.
Pemujaan Guan Yu juga luas di kalangan umat Tao dan Konghucu sebagai Guansheng Dijun (關聖帝君), Guan Gong (關公), dan Guan Di (關帝). Penghormatan ini tampak nyata sekali di banyak kelenteng. Sejak Dinasti Song para Taois memuja Guan Yu sebagai Dewata Pelindung Malapetaka Peperangan, sedang umat Konghucu menghormati sebagai Dewa Kesusasteraan – Wenheng Dadi (文衡大帝).
Pemujaan Guan Gong mulai meluas di kalangan Taois pada abad ke 12 M. Menurut sejarawan Boris Riftin dan Barend J. Ter Haar, pemujaan Guan Yu di kalangan Buddhis lebih awal daripada di kalangan Taois. Bahkan di dinding kuil Guan Miao di Vihara Yuquan terdapat tulisan “Tian Xia Di Yi Guan Miao” (天下第一關廟), yang berarti Kuil pertama Guan Yu di bawah Langit.
Pemujaan ini mulai popular pada masa Dinasti Ming. Guan Di dipuja karena kejujuran dan kesetiaannya, pun dipandang sebagai dewa pelindung perdagangan, dewa pelindung kesusasteraan dan dewa pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan. Julukan dewa perang yang umumnya dialamatkan kepada Guan Di, harus diartikan sebagai dewa yang mencegah terjadinya peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak Guan Yu yang budiman. Di kalangan rakyat, Guan Yu juga dianggap sebagai Dewa Rezeki – Wuchai Shen (武财神).
Bagaimana mungkin Guan Yu sebagai seorang jenderal yang sering berperang dan membunuh akhirnya dihormati sebagai Bodhisattva? Meskipun tampak kontradiktif, namun semua ini tak lebih hanyalah masa lalu yang telah sirna setelah disadarkan oleh nasehat bhiksu suci. Penyadaran ini seperti halnya kisah kehidupan Angulimala di masa kehidupan Buddha.
Sifat Keteladanan Guan Yu
Meskipun pemujaan Guan Yu tersebar di berbagai kalangan, seperti lingkungan ibadah, kepolisian, bahkan hingga kalangan mafia yang konon dikatakan meneladani sikap kesetiakawanan Guan Yu, namun tidak berarti aspek negatif dari dunia mafia lalu dikaitkan dengan sosok Guan Yu. Ini hanyalah cermin kebebasan orang dalam memilih tokoh pemujaan. Terlepas dari hal ini, ada baiknya kita melihat sifat mulia yang tercermin dari sosok Guan Yu, yang bisa menjadi teladan bagi kita semua.
1. Patriotis
2. Menjaga norma susila
3. Tidak tergiur akan kesenangan/kenikmatan
4. Tidak silau akan nama dan harta
5. Tidak mengharap yang baru dan membuang yang lama
6. Tidak melupakan kesetiaan persaudaraan
7. Berjiwa altruis (mementingkan orang lain)
Guan Yu bukan saja telah menjadi sosok yang identik dengan pemujaan spiritual, pun adalah penyatu kultur masyarakat Tiongkok di manapun berada dan menjadi sebuah maskot tentang semangat pengabdian, kesetiaan dan sikap lurus.
Sebagai penutup, kita kutip sebuah sajak yang dilantunkan sebagai apresiasi terhadap Guan Yu dalam Penuntun Kebaktian Sore kalangan Mahayana Tiongkok:
“Pemimpin Sangharama, yang mempunyai wibawa dan keagungan menata seluruh vihara. Dengan penuh sujud dan kesetiaan menjalankan Buddha Dharma. Selalu melindungi dan mengayomi Dharma Raja Graha. Tempat Suci selalu damai tenteram selamanya.Namo Dharmapala Garbha Bodhisattva Mahasattva Mahaprajnaparamita.”
Dharani Sangharama Bodhisattva Kumalaraja Guan / Qielanpusa Guanshengdijun Zancou  (伽藍菩薩關聖帝君讚咒)
伽藍菩薩顯威靈,精忠義勇護法城,十方三界同欽敬,關聖帝君敬讚禮;
Qie lan pu sa xian wei ling , jing zhong yi yong hu fa cheng , shi fang san jie tong qin jing , guan sheng di jun jing zan li ;
敬關帝,頌關公,帝君原是真英雄! 虎牢關前戰呂布,白馬坡上誅猛將,
Jing guan di , song guan gong , di jun yuan shi zhen ying xiong ! hu lao guan qian zhan lu: bu , bai ma po shang zhu meng jiang,
水淹七軍擒于禁,單刀赴會震江東!桃園結義忠仁勇,今古英雄說關公,
Shui yan qi jun qin yu jin , chan dao fu hui zhen jiang dong ! tao yuan jie yi zhong ren yong , jin gu ying xiong shuo guan gong ,
中陰得道成菩薩,尊者奉佛護伽藍,護國護民護正法,到處威靈顯 神勇!
Zhong yin de dao cheng pu sa , zun zhe feng fo hu qie lan , hu guo hu min hu zheng fa , dao chu wei ling xian shen yong !
聞名諸魔皆退 避,降伏羣邪護世間!護佑慈航護我眾,關帝威靈我敬誦;
Wen ming zhu mo jie tui bi , jiang fu qun [xie;ye] hu shi jian ! hu you ci hang hu wo zhong , guan di wei ling wo jing song ;
喃嘸伽藍尊者關聖帝君菩薩摩訶薩。
Nanwu Qielan Zunzhe Guansheng Dijun Busa Mohesa
Namo Sangharama Aryaraja Guan Bodhisattva Mahasattva!
(陳果齊敬題於香江與眾結緣)
(Chen Guo Qi jing Ti Yu Xiang Jiang Yu Zhong Jie Yuan)
Gatha Ge Tian Gu Fo (Buddha Ge Tian)
佛 號唱誦-
Fo hao chang sung
南無正氣神  關聖帝君
Namo Zhengchi shen Guansheng Dijun
南無救劫菩薩  思主公
Namo Jiujie Pusa SizhuGong
南無蓋天古佛  中天主宰
Namo Getiangu Fo  Zongtian Zhuzai

yang ini dikutip dari forum dhammacitta.org
Saya jadi teringat perkataan YM Bhante Uttamo Mahathera dalam DVD ceramah beliau “Melaksanakan Tradisi Imlek sesuai Dengan Buddha Dhamma.” Di sana beliau mengatakan kalau pemujaan Guan Gong sebenarnya berasal dari Buddhis dan gelar Bodhisattva diberikan padanya oleh seorang raja.
Tentu, pernyataan Bhante Uttamo tersebut memang benar. Bahwa raja yang memberikan gelar adalah raja Sui Yangdi,  seperti dalam artikel saya di atas. Namun bagaimana yang katanya pemujaan Guan Yu berasal dari Buddhis?
Ringkasan pembahasan Barend J ter Haar tentang Guan Yu
Pemujaan religius pada Guan Yu muncul di Jingmen, (Dangyang, Hubei) di mana ia dikuburkan (tubuhnya). Awal persis pemujaannya tidaklah jelas, tetapi menjadi sangat populer sampai akhirnya dimasukkan ke dalam kisah Vihara di dekatnya yang terletak di Yuquan Shan, Dangyang, Hubei. Pada pertengahan Dinasti Tang, Guan Yu telah dianggap sebagai pendamping dari Guru Tiantai Zhiyi (530-598 M) dalam membangun Vihara pada tahun 591 M. Meskipun begitu, ia tidak pernah dianggap sebagai pelindung vihara tersebut. Kuil untuknya dibangun terpisah dari Vihara*.
Walaupun ada contoh yang awal (tentang pemujaan Guan Yu di Buddhis), namun pemujaan Guanyu di vihara-vihara Buddhis adalah fenomena di dinasti-dinasti yang lebih kemudian**. Pada masa Dinasti Song dan Yuan, hubungan Guan Yu dengan agama Tao lebih dipentingkan daripada hubungan Guan Yu dengan agama Buddha***.
Awalnya, pemujaannya menyebar dari Yuquan Shan ke tempat kelahirannya, Xiezhou (Shanxi)****. Pada masa Dinasti Song Utara, pemujaannya sudah ada di sana dan di distrik sekitarnya, menyebar dengan cepat dari abad ke-12 M di seluruh Tiongkok Utara dan Selatan.
===============================================================================
Barend J ter Haar adalah Professor Sejarah Tionghoa di Institut Sinologis, Universitas Leiden Fakultas Seni. Penelitiannya berhubungan dengan kebudayaan agama Tionghoa, grup triad Tionghoa, agama-agama baru serta kebudayaan sosial di Tiongkok.
*: terpisah, namun masih dalam kompleks Vihara
**: Sebenarnya Guan Yu telah dihormati sebagai Pelindung Dharma sejak zaman Dinasti Tang. Namun saat itu pemujaannya di Buddhis sebagai Sangharama masih belum populer. Pada dinasti sesudah Tang yaitu Dinasti Song, pemujaan Guan Yu muncul dari kalangan Taois dan mulai meluas. Kepopuleran Guan Yu di kalangan Taois, mungkin turut mendorong banyaknya pemujaan Guan Yu sebagai Sangharama di Vihara-vihara. Namun hal itu bukan semata-mata karena pengaruh Taois, namun lebih karena kisah Guan Yu di Yuquan shan, yang sudah muncul sebelum para Taois memuja Guan Yu.
***: Ini terlihat dari lebih banyaknya pemujaan Guan Gong versi Taois sekarang ini.
****: Kuil untuk Guan Gong di tempat kelahirannya Shanxi sebenarnya dibangun sezaman dengan Zhiyi. Namun mungkin saat itu masih dalam bentuk kuil penghormatan saja. Sampai akhirnya Kuil tersebut lebih banyak terkena pengaruh Taois pada abad ke-12 M, sejak Zhang Jixian (1092 – 1127 M), Patriark Tianshi Dao ke-30 meminta bantuan Guan Yu untuk menaklukkan iblis Chi You di Xiezhou.

================================================================================

Selain itu bukti yang paling otentik bahwa pemujaan Buddhis mengawali pemujaan Taois adalah prasasti bertajuk 820 M yang mencatat kejadian pertemuan antara Guan Yu dengan Zhiyi. Bahkan Zhang Shangying yang hidup pada tahun 1081 M, 11 tahun sebelum master Zhang Jixian lahir, telah mengatakan bahwa Guan Yu adalah Pelindung Dharma.
Selain Barend J Ter Haar, Boris Riftin, pelajar Russia yang terkenal, mendevosikan dirinya selama 4 dekade untuk mempelajari legenda bangsa Tiongkok dan literatur. Karya-karyanya yang populer berkenaan dengan penelitian tentang San Guo dan Guan Yu seperti Guan Gong chuanshuo yu Sanguo yanyi , dll.
Boris Riftin juga memberikan argumen atas penelitiannya, bahwa kemungkinan representasi Guan Yu di Buddhis lebih awal daripada representasi di Taois.
Bahkan kitab utama Guan Gong yang merupakan kitab Taois yaitu Guansheng Dijun Taoyuan Mingsheng Jing (關聖帝君桃園明聖經) menyebutkan, “Han Sou Ting Hou (Gelar Guan Gong) mengarang Bait kitab Taoyuan jing secara singkat. Ditulisnya dalam Vihara Yuquan, disebarkan ke dalam mimpi kepada orang biasa.”
Oleh karena itu, tampaknya memang awal mula pemujaan Guan Yu berasal dari Vihara Yuquan, dekat tempat di mana tubuh Guan Yu dikubur, yang terpisah dari kepalanya.
Sekedar tambahan, di buku 4 ajaran Liao Fan (了凡四訓), dikisahkan seorang bernama Ping Bao yang rela dan tulus mendanakan hartanya demi memperbaiki sebuah Vihara sehingga rupang bodhisattva Avalokitesvara tidak rusak kehujanan. Malamnya, Bodhisattva Qielan (Sangharama) datang padanya dalam mimpi dan berterima kasih padanya.
Rupang Guan Yu versi Buddhis Mahayana.
Di kalangan Mahayana, Guan Yu kebanyakan ditampilkan berdiri sendirian, memegang janggutnya dan memakai “kain surgawi” serta membawa senjata. Ada 2 versi Buddhis dari Guan Yu:
1. Guan Yu yang membawa pedang
2. Guan Yu membawa golok naga hijau, tetapi diturunkan
Hal ini sangat berbeda dengan rupang Guan Yu yang kebanyakan ada di kelenteng. Guan Yu yang membaca buku Chunqiu adalah Guan Yu versi Khonghucu. Guan Yu yang naik kuda ataupun menaikkan goloknya serta penggambaran lainnya yang belum saya sebutkan adalah Guan Yu versi Taois.
Namun kalau dilihat, thangka-thangka Guan Yu versi Vajrayana lebih mendekati versi Taois ketimbang Buddhis Mahayana.

0 komentar:

Posting Komentar

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;