Kamis, 29 Maret 2012

Buku 3 (Desi)-Amanat Perjalanan Astral

Amanat Perjalanan Astral


Pendahuluan

Di siang hari.
    Saat itu aku sedang berada di sebuah mall di daerah Kebon Jeruk Jakarta, menemani anak-anakku bermain. Tiba-tiba Guru Sejatiku datang memberi petunjuk, kalau ada yang ingin bertemu denganku.

Sebenarnya sudah beberapa hari yang lalu Guru Sejatiku memberitahukan hal itu, tapi karena kesibukanku belakangan ini sejak cetya Sukhavati Prajna berdiri, aku hampir saja tidak memperhatikan petunjukNya.

Sampai di siang hari itu, dengan cepatnya aku merasakan perubahan roh yang menuntunku agar duduk bermeditasi.  Tapi karena saat itu aku sedang tidak berada di rumah tapi sedang berada di dalam mall, aku bingung harus bermeditasi di mana.  Memang sudah sejak lama aku tidak terikat lagi dengan tempat/lokasi jika ingin bermeditasi, tapi situasi saat itu sangatlah tidak memungkinkan, aku tidak mungkin mengerakkan rohku disana, karena pasti akan mengundang perhatian banyak orang, mereka pasti akan menganggap aku aneh dan gila. Aku tidak mungkin duduk di tengah-tengah keramaian orang di mall tersebut.

Aku mencoba mencari lokasi yang baik, tapi tidak juga kutemukan, sehingga aku terpaksa masuk ke salah satu toilet di mall tersebut.  Aku tahu apa yang kulakukan tidaklah sopan, aku meminta maaf dalam hati kepada Guru Sejatiku dan juga kepada para Dewa yang ingin bertemu denganku itu.
Aku menutup dudukan toilet dan duduk bersila disana, karena perubahan aura yang kurasakan tidak hilang walaupun aku telah masuk ke dalam toilet, maka aku tetap mencoba untuk bermeditasi.

Setelah beberapa lama ada pergerakan roh, aku masuk ke dalam samadhi. Dari kejauhan di atas langit, aku melihat kedatangan seekor Naga emas dan Burung Hong emas, dua binatang langit itu meluncur dengan sangat cepat, aku bertanya-tanya siapakah gerangan yang akan datang menemuiku, lalu ada seseorang yang berjalan turun.  Dari perwujudannya seperti Kaisar, dia mengenakan Jubah Naga berwarna kuning keemasan, memakai topi bercadar, di samping kanannya berdiri Permaisuri, ada 2 orang Dayang yang cantik, yang satu mendorong Kursi Naga kedepan dan yang satu lagi memegang kipas bertongkat panjang, wujud seperti Kaisar itu duduk dikursi Naga, dan berkata;

“Desi, Aku Kaisar Langit“ ternyata Dia adalah Kaisar Langit, aku segera menghormat padaNya.

“Kaisar Langit, terimalah hormat hamba. Hamba mohon maaf, karena saat ini hamba sedang berada di dalam toilet, maafkan ketidaksopanan hamba.”

“Tidak apa-apa, para Buddha-Bodhisattva dan Dewa bisa menemuimu dimana saja kau berada, karena Mereka semua tidak terikat oleh tempat lagi, sama sepertimu. Jika ada petunjuk penting yang akan disampaikan, maka dimanapun kau berada akan tetap bisa mendapatkannya.“

“Terima kasih Kaisar Langit bisa mengerti.  Ada apakah Kaisar Langit datang sendiri menemui hamba ?”

“Desi, Aku datang untuk memberikan penghargaan kepadamu atas kenaikan tingkatmu dalam pembinaan diri, sekaligus hendak memberikan amanat khusus kepadamu.”

“Penghargaan dan Amanat apa yang hendak Kaisar Langit berikan kepada hamba ?”

“Aku memberimu penghargaan berupa Stempel Kaisar Langit dan memberikan Amanat kepadamu untuk melakukan Perjalanan Astral ke Alam Binatang. Dengan Stempel Kaisar Langit itu kau akan dengan mudah pergi ke alam lain dan tidak ada yang bisa menghalangi.”

“Untuk apa hamba melakukan Perjalanan Astral ke Alam Binatang ?”

“Agar kau bisa mengetahui bahwa ada begitu banyak alam di penjuru alam semesta ini, dan dengan kau pergi ke alam binatang, kau akan bisa memberikan petunjuk dan gambaran kepada umat manusia mengenai kehidupan alam binatang dan sebab akibat terlahir di alam binatang “.

Kemudian Kaisar Langit menyerahkan satu buah Stempel padaku, bentuknya sangat unik, sepertinya terbuat dari batu giok, dan pegangannya berbentuk Naga. Aku menerima penghargaan itu dengan hormat. Setelah itu Kaisar Langit naik kembali kelangit, dan aku terharu akan hal ini.

Saat mendapatkan anugrah Stempel Kaisar Langit dan mendapatkan Amanat melakukan Perjalanan Astral ke Alam Binatang, aku tidak tahu bagaimana caranya aku bisa pergi ke alam itu, dan aku lupa menanyakannya pada Kaisar Langit.

Apa dengan hanya memegang Stempel itu aku bisa masuk sendiri ke alam binatang melalui mimpi?, ataukah melihat binatang dulu baru bisa ke alam mereka?, ataukah dengan terbukanya cakra mahkotaku dan rohku keluar pergi kesana?.

Aku agak bingung dengan petunjuk ini, sebenarnya sama bingungnya kala setiap kali mendapatkan ajaran, petunjuk dan amanat dari langit. Mungkin karena pada awalnya aku tidak mengenal ajaran Buddha dan tidak mengenal adanya Dewa-Dewa, tapi selama ini petunjuk dan ajaran yang diberikan kepadaku, semuanya menuju arah yang baik. Guru-Guru dari angkasa yang membimbingku semuanya memberikan banyak pengetahuan mengenai Tao, jalan Bodhisattva dan ajaran Buddha.

Sejak dibimbing Guru Sejatiku, Dewi Seribu Tangan Seribu Mata, banyak sekali perubahan yang terjadi padaku. Semuanya kearah yang baik. Beliau membimbingku setiap hari dengan penuh welas asih. Sampai saat ini walau cetya Sukhavati Prajna telah berdiri, Beliau masih membimbing dan menjagaku.

Beliau mengajarkan kepadaku, supaya aku bisa selalu menjaga hati dan pikiranku. Agar jangan sampai timbul kekotoran batin dalam diriku, jika ada kekotoran batin dalam diriku sedikit saja, hal itu akan membuat aku tidak bisa merasakan keberadaan Guru Sejatiku.

Beliau juga mengajarkan agar aku tetap selalu tenang dalam menghadapi segala hal, selalu rendah hati dan belajar untuk menumbuhkan sifat welas asih. Agar tugas dan misi yang aku jalankan, bisa berjalan dengan baik dan tidak tercampur oleh niat dan perbuatan yang tidak baik, yang timbul dari hati dan pikiranku.

Karena itu, aku menyerahkan saja semuanya kepada Guru Sejatiku dan kepada para Dewa, biarlah Mereka yang mengaturnya, karena aku ingin semua berjalan secara alami saja. Dan tidak berusaha mengejar apapun di dunia ini, selain berusaha menjalani hidup dan membina diri dengan baik. Dan hasil dari membina diri itu telah membuatku mendapatkan Anugrah Stempel Kaisar Langit dan Amanat melakukan Perjalanan Astral ke Alam Binatang.

Di alam binatang itu aku sepertinya sedang ditunggu di sana, pada awal kepergian ke alam binatang. Langit bergemuruh panjang, seiring dengan itu ada perubahan roh dalam diriku, dengan sendirinya menuntunku untuk duduk bermeditasi, masuk kedalam samadhi dan pergi ke alam binatang tersebut.

Pengalaman menjalankan Amanat ini, sungguh amat sukar aku bayangkan. Semuanya berjalan secara spontan/dengan sendirinya, aku tidak mengharapkan pergi ke alam binatang, tapi aku bisa pergi kesana dengan sendirinya.

Biasanya saat aku melihat binatang apapun di dunia ini, aku hanya memandang mereka sebagai binatang saja, aku tidak pernah memikirkan sedikitpun kenapa ada binatang yang beraneka macam, bagaimana hidup binatang, apa lagi mengenai sebab akibat terlahir di alam binatang. Yang kutahu saat itu adalah, banyak dari mereka yang memang dipotong dan dimakan. Adanya rantai makanan yang kupelajari dari pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA), hanya mengetahui kodrat mereka di makan manusia dan tidak bisa melihat mereka secara ajaran Buddha.  Mungkin karena dulu aku tidak memperdulikan yang ada disekitarku, sehingga tidak mengetahui lebih dalam mengenai mereka.

Setelah pergi ke alam binatang dan mengetahui dunia mereka, aku baru tahu kalau mereka terlahir disebabkan oleh adanya karma buruk yang mereka lakukan, baik mereka manusia ataupun Dewa. Tapi yang paling membuat aku terkejut, saat aku mengetahui kalau mereka yang terlahir di alam bintang, tidak semua karena berbuat kesalahan. Tapi ada juga yang rela mengorbankan diri mereka terlahir di alam binatang, dengan tujuan mencapai tingkat Bodhisattva.

Aku menuliskan buku Perjalanan Astral ke Alam Binatang ini, berharap bisa membuat kewelasasihanku tumbuh dan berkembang, dapat lebih menghargai makhluk hidup yang lain. Dan berharap pula agar umat manusia menyadari segala kesalahannya, mulai memperbaiki diri dan lebih menghargai hidup ini. Menjalani hidup dengan baik, menghindari diri dari perbuatan jahat dan berbuat banyak kebajikan. Agar kelak bisa terlahir di alam yang lebih baik dan tidak terlahir di alam binatang.


     “Penderitaan tidak pernah usai,
    Terus berputar searah jarum jam
    Kadang cepat kadang lambat
    Sulit untuk dihentikan
    Apakah selamanya Tersesat
    Dan tak tahu jalan kembali ??? “


Daftar Isi
1.    Pendahuluan
2.    Daftar isi
3.    Terbukanya Telinga Dewa
4.    Membelah Tubuh
5.    Venus di Tahun 2220
6.    Negeri Topi Lebar
7.    Alam Hiu
8.    Negeri Capung
9.    Alam Katak
10.    Negeri Duyung Laut Atlantik
11.    Alam Ular
12.    Alam Penyu
13.    Alam Bison
14.    Alam Harimau
15.    Alam Angsa
16.    Alam Ratu Rayap
17.    Alam Kuda Poni
18.    Alam Buaya
19.    Alam Bekicot, Siput atau Keong
20.    Alam Gorila
21.    Alam Burung Elang
22.    Alam Kelelawar
23.    Alam Laba-Laba
24.    Hujan Berkah di Hari Waisak
25.    Bodhisattva Vasi Kara Ganda
26.    Alam Lumba-Lumba
27.    Alam Walet
28.    Anak Raja Naga Laut Barat
29.    Alam Tawon
30.    Alam Lalat
31.    Rupang Se Mien Fo di HUT Cetya yang ke-1
32.    Alam Nyamuk
33.    Alam Burung Merak
34.    Kisah Hukum Karma
35.    Alam Cicak
36.    Penutup





TERBUKANYA TELINGA DEWA

    Suatu hari, Usnissa Vijaya Bhagavati datang menemuiku. Beliau meminta aku bershadana selama 7 hari untuk membantuku mengikis karma buruk kehidupanku saat ini. Selama 7 hari bershadana kepada Usnissa Vijaya Bhagavati aku dibawa ke tujuh tempat yang fenomena alamnya berbeda. Ada kolam air besar, partikel yang bergerak spiral, aura berwarna hijau di dalam sebuah gua, kutub bersalju, laut merah, kolam air panas dan kolam lumpur.  Aku berdiam sejenak di tempat-tempat itu, Usnissa Vijaya Bhagavati mengatakan kalau tempat-tempat tersebut bisa membantu mengikis karma burukku di kehidupan saat ini, sehingga tidak ada lagi karma buruk dalam diriku dan rohku bersih.

Memang sejak aku mendapatkan kontak batin dengan para Dewa, karma buruk masa laluku telah terhapus. Dan karma burukku dikehidupan saat ini, Usnissa Vijaya Bhagavati membantuku untuk mengikisnya. Walaupun aku melatih roh dalam diriku dan mendapatkan berkah dan pertolongan yang tidak terhingga dari Buddha-Bodhisattva, tapi aku tetap berusaha mawas diri. Aku berusaha menjaga hati dan pikiranku agar tidak muncul kekotoran batin. Aku berusaha memperbaiki diri dan menjalankan hidup dengan baik serta berbuat kebajikan sesuai petunjuk para Dewa.

Walaupun banyak kejadian yang membuat hatiku sedih, melihat orang-orang yang semula berjodoh dan mendapatkan bimbingan dari para Dewa, menarik diri mereka dalam pembinaan diri dan tenggelam dalam kesibukan keduniawian mereka. Aku menghadap kepada para Dewa di altar cetya dan duduk merenungi beberapa kejadian yang terjadi beberapa hari belakangan ini, dengan menangis aku mengungkapkan kesedihanku melihat ada seorang suami yang melarang istrinya membina diri, ada yang tidak mau membina diri karena masalah rumah tangga dan masih ingin bersenang-senang, ada yang berhenti membina diri karena takut menerima efek negatif dari hasil pembinaan dirinya walaupun para Dewa menjaganya, ada yang berhenti membina diri karena marah dan tersinggung dengan sesama pembina diri lainnya dan ada yang berhenti membina diri karena mendengar kritik dan kata-kata negatif orang lain.

Mahaguru pernah berkata: “Hati dan perasaan manusia mudah sekali berubah-ubah, tiada ketetapan hati dan mudah sekali terpengaruh dengan sekitarnya “.

Guru Sejatiku mengatakan: “Ada pertemuan pasti ada perpisahan, jangan disesali mereka yang telah pergi karena pasti akan ada yang lain yang akan datang “.

Mahadewi Yao Che Chin Mu berkata: “Semua bisa bertemu karena ada karma jodoh dikehidupan lalu, biarlah semua datang berdasarkan jodoh saja “.

Bodhisattva Mahastamaprapta berkata: “Ada yang berjodoh dikehidupan ini karena karma jodoh baik dan karma jodoh buruk, mereka yang berjodoh baik akan saling melengkapi dan saling memberi manfaat satu dengan yang lain hingga masing-masing bisa mendapatkan pencerahan, tapi mereka yang berjodoh buruk akan saling menyakiti dan merugikan satu dengan yang lainnya “.

Perkataan dan nasihat Guru-Guruku itu menyadarkan aku, tidak seharusnya aku terpengaruh dengan segala sikap dan keputusan mereka. Walaupun mereka semua mundur, tapi aku tidak akan mundur dalam pembinaan diri dan tetap teguh menjalankan Dharma, ibarat Bodhisattva yang telah bersumpah samaya dan berikrar, aku akan tetap maju terus walaupun rintangan dan halangan menghadang jalanku.

Mungkin ketulusan hatiku ini membuat aku mengalami kenaikan tingkat dalam spiritual, sampai suatu kali setelah aku selesai mencurahkan perasaanku kepada Buddha-Bodhisattva dan duduk bermeditasi, aku mengalami sensasi dan pencapaian meditasi yang berbeda. Sensasi meditasi ini tidak pernah kurasakan sebelumnya, saat itu tubuhku seperti kaku tak bergerak sedikitpun dan terasa padat, setelah itu telinga kananku berdenyut-denyut dan kedap seperti berada dalam air dikedalaman tertentu, lalu telinga kananku yang kurasa kedap itu dengan cepat hilang rasa kedapnya dan sepertinya aku bisa mendengar dengan jelas percakapan orang di telinga kananku itu.

Aku mengira yang kudengar adalah percakapan orang hidup, ternyata itu percakapan hantu-hantu gentayangan, aku mendengarkan dengan seksama pembicaraan mereka;

Dialog Pertama:
Hantu 1 : Aduh... enggak enak tinggal di sini, mana kedinginan lagi. Kapan ya bisa naik ke surga?
Hantu 2 : Naik ke surga? mana bisa kamu naik ke surga, surga itu untuk orang-orang yang banyak berbuat baik, sedangkan kamu matinya bunuh diri.
Hantu 1 :  Masih mending aku bunuh diri, dari pada kamu yang matinya kecelakaan.
Hantu 2 :  Ya sudah, sudah. Kita sama-sama hidup susah, lebih baik saling mengerti saja.

Kemudian kudengar percakapan lain,
Dialog Kedua:
Hantu 1 :  Hei... si Desi tubuhnya bisa bercahaya.
Hantu 2 :  Jangan dekat-dekat dia, banyak Dewa-Dewa menjaganya dan jangan ganggu umat di cetya itu.

Lalu kudengar percakapan lainnya,
Dialog Ketiga:
Hantu 1 : Ayo... lebih baik kita ke sana saja, di situ ada yang bisa kemasukan roh-roh seperti kita.
Hantu 2 :  Kemana? di sini saja.

Hantu 1 : Sudah jangan di sini, di sini panas, kita ke sana saja. Orang yang kemasukan roh itu tidak membaca mantera, saat ini dia lagi kemasukan roh binatang, kita juga bisa masuk ke dalam tubuhnya.
Hantu 2 : Ayo... kita kerjain aja.

Percakapan yang lain lagi,
Dialog Keempat:
Hantu 1 : Wah... hebat ya. Dia bisa bercahaya seperti itu dan tinggi seperti gunung.
Hantu 2 : Iya... aku menyesal, kenapa dulu tidak membina diri seperti dia, sekarang sudah menjadi hantu seperti ini entah kapan bisa menjadi manusia lagi.

Aku mendadak bisa mendengar percakapan hantu-hantu gentayangan yang berada di sekitar tempatku setelah mengalami sensasi meditasi hari ini. Ternyata seperti itu proses terbukanya telinga Dewa, muncul dengan sendirinya tanpa aku harapkan sama sekali. Mendengar perkataan hantu-hantu berhawa yin bisa aku dengar melalui telinga sampai saat ini, berbeda dengan berkomunikasi dengan Buddha-Bodhisattva yang melalui hati. Aku baru mengetahui perbedaan mendengar komunikasi dari Buddha-Bodhisattva dan hantu gentayangan.

Beberapa hari ini aku terus mengalami pencapaian tingkat meditasi, setelah terbuka telinga Dewa aku  dengan sendirinya bisa meramal dengan mengunakan tangan secara spontan, suatu kali saat pagi hari saat aku mengantar anakku kesekolah bersama suami dengan mengendarai mobil, aku merasakan sesuatu, secara spontan aku mengangkat tangan dan memindahkan jari jempolku ke jari-jari yang lain, jariku itu bergerak sendiri dan berhenti di salah satu bagian jari yang lain, setelah itu dengan cepat hati langsung berkata kalau ada yang mengirim guna-guna.

Aku kebingungan dengan pergerakan jariku yang mendadak ini, apa ini yang dinamakan meramal dengan jari tangan yang biasa dilakukan oleh para Dewa. Aku masih belum mengerti, tapi tubuhku terus mengalami keanehan sampai di dalam mobil.  Aku tidak menceritakan hal ini pada suami, tapi tiba-tiba dia mengatakan kalau semalam dia bermimpi buruk, setelah bangun dari mimpi punggungnya terasa sakit. Mendengar ceritanya tubuhku semakin terasa aneh, aku bertanya dalam hati, apa ramalan pagi ini adalah jawaban dari mimpinya semalam.

Sesampai dirumah aku mencoba untuk menetralisir tubuhnya agar pengaruh guna-guna itu hilang, setelah selesai aku duduk bermeditasi dan berkonsentrasi, rohku keluar dari tubuh dan pergi kesuatu tempat, ditempat itu ada sebuah rumah yang entah kenapa aku memagari dengan sinar vajra, setelah beberapa saat ada seekor burung berwujud setengah manusia menyerangku. Dengan cepat aku mengeluarkan giok bersinar, pancaran sinar giok membuat siluman burung itu terpental dan lari.

Setelah itu aku kembali dan menetralisir pengaruh hawa negatif yang telah kuserap tadi dengan mengunakan dua Mustika Hian Thian Shang Tee, tapi pancaran sinar kedua Mustika itu tidak bisa bersinar sempurna, mungkin kekuatan hawa negatif itu agak kuat sehingga aku hanya bisa mengeluarkan setengah dari hawa negatif itu, aku sudah berusaha mengulang mengaktifkan Mustika itu sampai 2 kali, tapi tetap tidak bisa mengeluarkan sisa hawa negatif tersebut. Aku sampai tidak bisa menahannya, dan sekujur tubuhku berkeringat dingin dan terasa sakit, seakan aku dicengkram sampai sulit untuk bernafas. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dengan segera aku memohon pertolongan para Dharmapala, para Dharmapala membantuku untuk mengerakkan seluruh tubuh agar hawa negatif bisa keluar, tapi lagi-lagi hanya sedikit hawa negatif yang bisa kukeluarkan dari dalam tubuhku, saat itu aku sudah kelelahan.

Aku berdoa kepada Buddha-Bodhisattva memohon pertolongan, tiba-tiba saja tanganku membentuk mudra Dewi Kwan Im, tanganku bergerak perlahan dan seperti mendapat tenaga dari luar, cakra dahiku terbuka dan menarik energi dari luar, aku merasakan energi itu masuk melalui cakra dahi lalu turun ke tenggorokan, turun kehati dan terus turun sampai cakra pusar. Kemudian energi itu menyebar dibagian cakra pusar beberapa saat, lalu mendorong sesuatu keatas melalui jalur yang sama saat energi itu turun.

Aku mengira sesuatu yang didorong itu akan dikeluarkan melalui mulutku, tapi ternyata terus naik sampai ke cakra dahi. Cakra dahiku seperti mengeluarkan sesuatu dengan cepat, setelah selesai entah kenapa aku merasakan lega, sesuatu yang menganjal dalam tubuhku dan sakit pada sekujur tubuhku hilang begitu saja, aku merasakan tubuhku ringan dan nyaman. Aku tahu, Dewi Kwan Im telah datang menolongku mengeluarkan semua hawa negatif dalam tubuhku.

Guru Sejatiku berpesan, agar aku tidak malas melatih diri dan selalu mengingat semua bimbingan yang diberikan oleh para Dewa, agar jika ada rintangan dan cobaan aku bisa mengatasinya. Walaupun Buddha-Bodhisattva pasti akan datang menolong jika aku mengalami kesulitan, tapi aku harus belajar untuk mandiri. Sesungguhnya setiap cobaan dan rintangan yang datang, adalah suatu ujian yang diberikan kepadaku agar aku bisa mengalami kenaikan tingkat dalam spiritual. Karena jika tidak ada ujian yang datang, maka tidak ada pencapaian pencerahan apapun yang bisa aku dapatkan.

Aku bersyukur dan berterima kasih atas ujian ini, berterima kasih atas berkah yang ku terima dan berterima kasih atas pertolongan Dewi Kwan Im. Semoga aku bisa menjalankan hidup dengan baik dan tetap teguh dalam pembinaan diri, karena dari setiap ujian yang aku terima selama ini, membuat aku banyak belajar dan semakin memahami arti hidupku di dunia ini.



MEMBELAH TUBUH

    Suatu hari, setelah beberapa hari buku ke-2 ku “Kelahiran Sang Juru S'lamat - Buddha Penyelamat Dunia” terbit dan disebarkan. Aku kembali mengalami pencapaian dalam meditasi. Saat aku duduk bermeditasi pagi itu, dengan sendirinya aku mengatur nafas. Menarik nafas dan menahan nafasku di bawah pusar, setelah tidak bisa menahannya aku membuang nafas perlahan melalui hidung.  Dengan sendirinya aku mengulang teknik pernafasan itu sampai beberapa kali.  Setelah itu aku kembali bernafas normal.

Dalam sekejap muncul sinar sangat terang dan kurasakan prana/chi naik dari cakra pusar menuju ke cakra dahi, tapi cakra mahkotaku terbuka lebih dulu sebelumnya dan satu tubuh Dharmakayaku duduk di Teratai serta memegang Toya Burung Hong yang agak besar muncul. Lalu cakra dahiku juga terbuka dan dorongan kuat berupa sinar-sinar keluar berpencar dan berubah menjadi tubuh Dharmakayaku yang lain, aku merasakan dorongan kuat dari cakra dahiku itu sampai 4 kali, dan setiap kali sinar keluar dari cakra dahi selalu berubah menjadi tubuh Dharmakayaku yang berukuran agak kecil, tapi terpencar dan melesat pergi dengan cepat entah kemana.

Setelah beberapa lama cakra dahiku kembali bereaksi dan menyedot tubuh-tubuh Dharmakayaku yang dikeluarkan tadi sebanyak 4 kali pula. Setelah itu satu tubuh Dharmakayaku yang agak besar masuk kembali melalui cakra mahkota.

Awalnya aku tidak mengerti, selama beberapa hari aku mengalami hal yang sama dalam meditasi. Saat pertama kali aku tidak tahu kemana perginya tubuh-tubuh Dharmakayaku itu, tapi setelah beberapa hari aku sudah bisa mengikuti kemana mereka pergi. Ternyata tubuh-tubuh Dharmakayaku itu pergi mendatangi orang-orang yang sedang membaca mantera hatiku.

Aku melihat ada orang yang menjapa mantera hatiku dengan posisi tiduran, ada yang sambil bersandar di dinding, ada juga yang berkonsentrasi menjapanya. Dan anehnya setiap tubuh Dharmakayaku yang muncul di tempat orang-orang tersebut, menunjukan reaksi yang berbeda-beda.

Tubuh Dharmakayaku akan segera pergi saat melihat orang tersebut tidak serius membaca mantera hatiku itu, tapi tubuh Dharmakayaku itu segera memberkati saat melihat ada orang yang berkonsentrasi membaca mantera hatiku itu.

Guru Sejatiku mengatakan bahwa aku telah mencapai tingkatan membelah tubuh, karena buku ke-2 yang berisi mantera hatiku sudah keluar, sehingga pencapaian ini aku dapatkan.

Aku bertanya pada Guru Sejatiku, apakah membelah tubuh seperti itu dan apakah setiap kali orang membaca mantera hatiku, aku akan melewati proses membelah tubuh seperti itu?

Guru Sejatiku menjawab; Proses itu hanya sementara saja agar aku tahu dan paham apa yang terjadi di saat ada orang yang menjapa mantera hatiku, tapi setelah beberapa lama semua akan berjalan secara spontan, tubuh Dharmakayamu yang telah bisa membelah diri itu akan bergerak dengan sendirinya.
Aku baru mengerti apa yang ku alami dan baru merasakan seperti apa rasanya bisa membelah tubuh itu, semua Buddha-Bodhisattva telah mencapai tingkatan itu, karena dengan bisa membelah tubuh itulah Buddha-Bodhisattva bisa muncul dimana saja untuk memberkati dan menolong manusia, walaupun tempatnya berbeda dan berjauhan. Buddha-Bodhisattva akan datang secepat kilat, setelah memberkati dan menolong akan pergi secepat kilat juga.

Aku mengetahui kehadiran Buddha-Bodhisattva dari sinar-sinar yang muncul di kamera foto, sinar itu turun dari langit seperti meteor, setelah mencapai bumi sinar itu membesar dan berbentuk lingkaran, setelah selesai sinar itu akan kembali mengecil dan naik lagi kelangit dengan cepatnya.

Tapi sinar-sinar yang terlihat di foto memiliki isi yang berbeda, ada yang berisi mantera, mandala serta wujud Buddha-Bodhisattva serta memiliki warna dan bentuk yang berbeda.

Sinar-sinar yang bisa terlihat di foto ada juga sinar roh-roh leluhur atau sinar roh-roh kegelapan. Awalnya aku mengira semua sinar-sinar itu sama dan hanya sinar-sinar Buddha/ Bodhisattva, tapi setelah diteliti dengan mata batin dan ku pelajari, ternyata sinar-sinar dari alam kegelapan juga hampir menyerupai sinar Roh Buddha-Bodhisattva.

Sinar-sinar itu bisa berada dimana saja, tapi masing-masing sinar roh itu punya bentuk/isi dan aura yang berbeda, orang yang belum memiliki mata batin dan belum bisa merasakan aura tidak bisa membedakannya.

Sebelumnya aku pernah meragukan sinar-sinar yang muncul, hampir setiap ritual yang kulakukan muncul sinar-sinar di foto. Tapi saat aku membuka internet dan melihat salah satu foto yang ada sinar-sinar seperti itu di suatu tempat yang berbeda, dan kupikir situasi di foto itu tidak layak dan terkesan vulgar, tapi bisa ada sinar-sinarnya juga.

Melihat itu aku sempat sedih dan bertanya-tanya dalam hati, apakah Buddha/Bodhisattva juga datang dan memberkati tempat seperti itu. Setelah mendapatkan petunjuk dan mempelajarinya aku baru tahu bahwa ada perbedaan sinar-sinar yang muncul di foto.

Pencapaian tingkatan dalam meditasiku itu, muncul dengan sendirinya tanpa aku harapkan. Mungkin itu reaksi dari ketulusan hatiku menjalankan Dharma Buddha dan tetap teguhnya aku dalam menjalani jalan Bodhisattva. Aku baru mengerti mengapa dari awal aku sudah diarahkan untuk mengucapkan sumpah Boddhi/Ikrar, karena dengan mengucapkan sumpah Boddhi/Ikrar itulah, segala pencapaian dalam meditasi bisa muncul dengan sendirinya. Dan aku mendapatkan dukungan penuh dari para Buddha-Bodhisattva, dan Buddha-Bodhisattva selalu melengkapi kekurangan dalam diriku, sehingga aku mendapatkan kelebihan yang bisa aku manfaatkan untuk jalan Dharma.
Seorang pembina diri seharusnya tulus hati, berusaha mengendalikan diri dari amarah, meredam ego dan ke-aku-an, menjernihkan hati dan pikiran, menjauhkan diri dari perbuatan tidak baik, menjalankan sila dan berbuat kebajikan. Dan satu hal yang lebih penting adalah mengucapkan sumpah Boddhi/Ikrar dihadapan para Buddha, Bodhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini untuk kebahagiaan semua makhluk dan teguh menjalani jalan Dharmanya.

Karena dengan melakukan hal itulah, seorang pembina diri baru bisa mencapai pencerahan dan terus mengalami kenaikan tingkat dalam spiritualnya.


VENUS DI TAHUN 2220

    Suatu kali di siang hari, aku merasa keanehan dalam diriku.  Merasakan perubahan roh dan tubuh, aku segera duduk bermeditasi. Setelah terjadi pergerakan roh, aku telah masuk kedalam meditasi dan memasuki samadhi, kepalaku semakin lama semakin menunduk, seperti ada sesuatu yang berat menempel di bagian belakang kepala dan leherku. Saat itu aku seperti tertidur, tapi sama sekali aku tidak tidur hanya merasa tidak berada pada tempatku lagi.

Setelah beberapa lama aku tiba di salah satu tempat, bentuknya bulat seperti sebuah planet, anehnya disitu aku sedang mengendarai motor yang bisa terbang, dari kejauhan aku melihat ada satu makhluk aneh planet itu datang menghampiriku, dia mengendari mobil yang juga bisa terbang. Makhluk aneh itu mengajakku berbicara dan dia sepertinya mengenalku. Makhluk planet itu hampir sama dengan manusia, hanya tubuh mereka berukuran kecil, kepalanya botak dan kepalanya itu tidak sebesar seperti di film-film.

Makhluk planet itu membawaku masuk kedalam planet itu, dia mengatakan kalau planet ini adalah planet Venus. Aku agak bingung kenapa bisa kesini, bukannya aku mau pergi ke alam binatang, kenapa malah ke planet. Apa makhluk itu juga termasuk binatang? sepertinya tidak mungkin, apa aku telah salah pergi ???

“Desi, kau saat ini sedang berada di negeri Venus Puncak Langit. Kau telah pergi ke alam yang akan datang, saat ini di venus adalah tahun 2220“

Aku kaget mendengar perkataannya, ternyata benar aku telah salah pergi. Ha... ha... perjalanan astral pertamaku ini malah membuatku masuk ke alam lain.
Tapi aku tenang saja, dan mencoba untuk menikmati saja perjalanan ini, mungkin aku bisa mendapatkan pengetahuan yang lain dari alam ini.

Makhluk planet itu mengajakku bertemu dengan Ratunya yang bernama Venus, tapi Ratunya itu tidak jauh beda fisiknya dengan makhluk planet yang mengajakku itu, hanya Ratu Venus itu mempunyai rambut yang ikal.

Makhluk planet itu mengatakan kalau Ratu Venus punya 18 selir, dan semuanya wanita. Negeri Venus Puncak Langit semuanya wanita dan tidak ada laki-laki. Katanya dengan hanya bersentuhan saja akan bisa melahirkan anak-anak melalui pori-pori tubuh mereka, tapi dalam 1 tahun hanya bisa melahirkan 1 anak saja, begitulah cara makhluk planet Venus itu berkembang biak.

Aku bertanya pada makhluk planet itu, apakah dia tahu untuk apa aku ke alam ini? katanya agar manusia mengetahui bahwa selain alam manusia, masih banyak alam lain yang berpenghuni, semua alam ada penghuninya. Semua ini agar manusia tahu dan tidak berbuat yang tidak baik, manusia tidak bisa melihat penghuni alam-alam lain karena mereka tidak mempunyai kemampuan untuk itu.

Oh ... perkataan makhluk planet itu membuat aku mengerti, di alam semesta ini banyak sekali alam-alam, ada yang bisa di lihat manusia dan ada yang tidak. Manusia tidak bisa melihat alam dan makhluk lain selain bumi dan isinya ini, semua itu disebabkan karena mereka tidak mempunyai mata batin.  Banyak manusia hanya mempunya mata fisik, mata batin mereka belum terbuka, sehingga banyak manusia hanya percaya yang mereka lihat lewat mata fisik saja.

Aku tahu kenapa pada permulaan perjalanan astral aku masuk ke alam ini, ini bukan karena aku salah pergi, tapi ada makna dalam perjalanan astral perdana ini. Disamping melatih mata batinku, aku ternyata bisa juga pergi ke zaman yang akan datang. Jadi perjalanan astralku itu tidak terbatas pada alam binatang saja, tapi aku bisa juga pergi ke alam-alam yang lain, yang tidak di ketahui oleh manusia pada umumnya.

Aku sudah mengerti, jika kita tidak mempunyai mata batin, apa yang kita lihat dengan mata fisik, hanyalah yang kelihatan dari sisi luarnya saja, tapi kita tidak bisa melihat sisi dalamnya seperti apa. Karena dengan bisa melihat dan mengetahui sisi luar dan sisi dalamnya suatu obyek/makhluk yang kita amati, kita akan bisa mengerti keseluruhan obyek tersebut, jadi sedikit bagi kita untuk salah menilai dan memahaminya.

Begitulah perjalanan astral perdanaku di hari pertama mendapat amanat, aku bahagia mendapatkan pengalaman ini.  Pemahamanku semakin dalam terhadap suatu kehidupan, hal ini membuat aku semakin terintrospeksi diri untuk semakin lebih baik.



NEGERI TOPI LEBAR

    Hari ini saat aku hendak makan di sebuah restoran Chinesse food di dekat rumah dengan suami dan anakku, saat sedang melihat-lihat menu masakan, kembali perubahan roh kurasakan.

Dalam posisi duduk dan melipat kedua tangan, aku memejamkan mata dan berkonsentrasi. Aku telah masuk kedalam meditasi, kepalaku semakin lama semakin tertunduk, tertunduk semakin dalam. Aku telah masuk kedalam samadhi walaupun sedang di dalam restoran.

Dari atas aku melihat ada lautan yang luas, di laut itu aku menaiki perahu yang berjalan, perahu yang kunaiki itu menepi di pinggir pantai, entah pantai apa. Aku segara turun dari mulut perahu.
Di pantai itu aku melihat banyak orang memakai tapi bundar yang lebar, topi lebar itu hampir menutupi tubuhnya, bahkan kepala dan wajahnyapun tidak kelihatan.
Salah satu orang yang bertopi lebar itu datang menghampiriku, ternyata dia bisa melihat kehadiranku dan bahkan mengenalku.

    “Desi... kau datang?”

    “Loh ... kamu kenal aku?”

    “Tentu, semua negeri ini mengenalmu, karena hanya Mahaguru Lu Sheng Yen dan kau yang bisa ke alam ini.”

    “Oh ya, tempat apa ini, dan kamu siapa?”

    “Ini adalah Negeri Topi Lebar dan saya pemimpin di sini.”

    “Kenapa kalian semua memakai topi lebar seperti itu?”

    “Topi ini menempel di kepala kami dan tidak bisa di lepas.”

    “Lalu kalau seperti itu, bagaimana kalian tidur ?”

    “Kami tidak tidur seperti manusia, tapi kami tidur dengan posisi siaga dan duduk.”

    “Mengapa ada negeri seperti ini ?”

    “Kami semua sebelumnya adalah kerang, setelah dimakan manusia kami terlahir di alam ini, baru setelah masa hidup kami disini berakhir, baru terlahir menjadi manusia.”

    “Kalian sebelumnya adalah kerang-kerang laut ?”

    “Kami dulunya berasal dari segala jenis kerang, awalnya sebelum menjadi kerang kami adalah manusia, karena sebelumnya kami berbuat tidak baik lewat mata dan telinga kami, sehingga kami menjadi kerang. Kami justru berterima kasih kepada manusia karena telah menolong kami dari penderitaan menjadi kerang. Karena menjadi kerang tidak punya mata dan telinga, sehingga kami tidak bisa melihat Buddha-Bodhisattva dan mendengar Dharma.”

    “Loh... loh, koq berterima kasih dimakan, bukankah manusia yang memakan kerang itu membunuh makhluk hidup juga, dan pasti ada karmanya bukan ?”

    “Kami berbeda dengan ikan atau binatang yang lain, yang mempunyai mata dan telinga, jadi kami merasa bersyukur di makan manusia, sehingga kami bisa terbebas dari penderitaan menjadi kerang. “

    “Wah... aku jadi bingung”

    “Desi, dengan datangnya kamu ke alam ini, agar bisa memberitahukan kepada manusia, agar mempergunakan mata dan telinganya untuk hal-hal yang baik, jangan digunakan untuk hal-hal yang buruk, agar tidak terlahir menjadi kerang, karena jika itu terjadi akan menderita.”

    “Kalau boleh bertanya, kesalahan lewat mata dan telinga apa yang kalian lakukan saat menjadi manusia hingga terlahir di alam kerang?”

    “Saat itu kami suka melihat dan mendengar hal-hal duniawi, seperti melihat uang, wanita, benda-benda. dan suka mendengar pujian-pujian yang membanggakan diri kami, sehingga kami lupa diri dan melekat pada semua itu.”

    “Oh begitu... terima kasih untuk petunjuknya. Aku akan menulis pengalaman ke alam ini dengan sebaik-baiknya.”

Setelah selesai berbicara dengan pemimpin negeri topi lebar itu, aku dengan sendirinya pergi dari alam itu, dan keluar dari meditasi. Kepalaku yang tertunduk, perlahan-lahan mulai terasa ringan dan kepalaku terangkat kembali, dan aku telah kembali ke dunia ini lagi.



ALAM HIU

    Hari ini aku kembali mendapatkan pengalaman baru lagi, perjalanan astral ke alam lain seperti itu rupanya, aneh tapi nyata kurasakan. Tapi ada makna dari perjalanan astral itu, memberikan pengalaman yang berharga bagiku, karena tidak semua manusia bisa melakukannya. Semua tergantung apakah langit berkenan kepada manusia itu sendiri, sehingga rahasia langit dan berbagai alam kehidupan bisa di ketahui dan di rasakan oleh manusia itu.

Yang membuatku bingung, kenapa semakin lama pengalaman yang kudapatkan sama dengan Mahaguru. Aku sama sekali tidak mengerti akan seperti ini, dan tidak pernah menduganya sama sekali, apa lagi berniat meniru dan menyamakan diriku dengan Mahaguru. Banyak orang menaruh curiga padaku, dan banyak yang berpikir aku meninggikan diriku dengan mengeluarkan

Aku sedih jika mengingat perkataan mereka, walaupun aku tidak mendengarnya langsung. Mengapa mereka tidak mengerti, aku sama sekali tidak berniat meniru Mahaguru.  Apakah salah jika mengunakan jalan Dharma Mahaguru untuk menyebarkan Dharma Buddha kepada orang lain?.

Suatu kali aku mengalami puncak kesedihan, karena merasa niat baik yang kulakukan dengan mengikuti jalan Bodhisattva, menjalankan Dharma Buddha dan pembinaan diri, dikritik dan di kecam banyak orang karena adanya mantera hatiku, Sampai-sampai Mahaguru sendiri datang menemuiku dan berkata;

“Desi, manusia yang picik dan tidak mengerti Dharma akan menganggap kalau memiliki mantera hati adalah menyombongkan diri, ingin meninggikan nama dan memamerkan diri. Mereka tidak mengerti kalau sesungguhnya, dengan keluarnya mantera hati itu adalah penderitaan bagi orang yang memiliki mantera hati tersebut, karena orang itu mempunyai misi penyelamatan semua makhluk.”

Kata-kata Mahaguru itu telah membuat hatiku kembali teguh, saat ini aku baru merasakan kesedihan Mahaguru, juga kesedihan para Buddha-Bodhisattva. Banyak manusia yang tidak punya pendirian dan mudah meragukan Mereka, jika manusia menderita maka mereka akan memohon pertolongan Mahaguru dan Buddha-Boddhisattva, tapi jika hidup mereka senang maka mereka tidak akan mengingat Mahaguru dan Buddha-Boddhisattva. Tapi baik Mahaguru maupun Buddha-Bodhisattva tidak pernah merubah misinya, walaupun harus menderita, mereka tetap melakukan penyelamatan.

Pagi ini, saat aku sedang berbincang-bincang dengan suamiku, perubahan terjadi padaku, aku segera duduk bermeditasi dan meninggalkan suamiku di ruang kantor kami, lalu menuju ke altar utama cetya. Sebelumnya aku bershadana lengkap terlebih dahulu baru masuk ke dalam meditasi.

Dalam keadaan samadhi, kepalaku kembali tertunduk dan seperti tertidur, karena aku tidak merasakan lagi suasana disekitarku. Setelah beberapa lama, aku melihat lautan dan ada beberapa ekor ikan hiu berenang diatasnya, aku bisa melihat siripnya yang tegak di atas permukaan air. Hiu itu berputar-putar, lalu aku masuk ke dalam laut itu, salah satu hiu yang berukuran besar datang menghampiriku, setelah dia tahu kalau aku melihatnya, hiu itu mengiringku pergi kesuatu tempat di dalam laut itu.  Aku dan hiu itu terus masuk ke dalam dasar laut yang dalam, semakin lama kedalam semakin gelap tidak ada cahaya, suasana terasa mencekam dan kelam sekali.  Tapi aku tetap berusaha memberanikan diriku mengikuti hiu itu.

Sesampainya di tempat yang gelap itu, hiu tersebut berhenti dan dia berubah wujud setengah manusia. Kepalanya saja yang masih berbentuk ikan hiu, lalu kami berbicara;

“Desi, kau datang juga kesini ?”

“Ya, saya tidak tahu kenapa bisa ketempat ini.”

“Ini adalah alam Hiu”

“Alam Hiu? saya tidak mengerti“

“Ya, ini adalah alam kami bangsa Hiu. Kami semua amat menderita tinggal di tempat ini.  Manusia memburu kami untuk mengambil sirip kami dan memakan kami.”

“Kenapa menderita ? bukannya ikan hiu itu seperti raja laut dan ganas, dan katanya juga memakan manusia.”

“Manusia berpikir begitu, padahal kami tidak seperti pemahaman mereka, kami hanya makan ikan-ikan kecil di laut dan tidak memakan manusia.”

“Tapi benarkan, kalau hiu tidak bisa mencium darah ?”

“Itu benar, sesungguhnya kehidupan kami menderita disini adalah karena kesalahan kami juga. Dulu kami suka mencari kekuatan-kekuatan gaib dan mempelajari hal-hal gaib, saat mendapatkan kekuatan dan kelebihan itu, kami tidak mengunakan kelebihan kami untuk berbuat kebajikan atau jalan Dharma, tapi kami malah mengunakan kelebihan kami untuk mendapatkan uang, ketenaran dan memperdayai orang lain. Saat kami mencari ilmu gaib itu, apapun kami lakukan, bahkan menyakiti diri kami sendiri dan orang lain, kadang kami meminum darah orang lain untuk menambah kekuatan ilmu kami. Kami mengira dengan mempunyai kekuatan itu kami bisa menjadi Dewa, tapi akhirnya kami malah terlahir di alam hiu, itulah sebabnya bangsa hiu tidak bisa mencium bau darah, bau darah membuat emosi / ego kami naik. Semua itu terjadi secara spontan, tapi setelah terjadi kami amat menyesalinya, karma itu membuat kami lama hidup di alam hiu.”

“Oh begitu, lalu adakah pesan yang ingin kau sampaikan kepada umat manusia?”

“Desi, aku ingin kau bisa memberitahukan kepada manusia untuk tidak membina diri demi mencari ilmu gaib untuk digunakan ke jalan yang salah, karena jika begitu mereka akan terlahir di alam hiu. Aku ingin agar tidak ada lagi manusia yang terlahir di alam ini karena sangat menderita, kesepian dan ditakuti orang dan makhluk lain”.

“Bukannya kalau salah membina diri bisa masuk ke alam setan, kenapa bisa terlahir di alam hiu?”

“Yang masuk ke alam setan berbeda, mereka membina diri dengan menyembahyangi roh-roh tingkat rendah dan mengucapkan janji dan sumpah pada mereka, sehingga masuk ke alam setan. Yang masuk kealam hiu adalah mereka yang membina diri dan mendapatkan gaib dari alam semesta, tapi mempergunakan ilmunya untuk jalan yang salah.”

“Ya, aku mengerti.  Terima kasih atas petunjuknya.” Setelah berbincang-bincang dengan hiu itu, aku perlahan tertarik keluar dari alam hiu dan kembali terbangun dari meditasiku.



NEGERI CAPUNG

    Dalam meditasi, aku melihat beberapa ekor capung terbang berputar-putar. Salah satu capung mengantarku kesuatu tempat. Ternyata aku telah pergi ke alamnya.  Capung itu mempunyai sayap berwarna kuning keemasan.

Sesampai di alam itu aku melihat seperti taman yang banyak pepohonan dan terlihat nyaman, capung itu berbicara padaku;

“Desi, aku Capung bersayap emas”

“Kau mengenalku?”

“Ya,”

“Bagaimana bisa mengenalku?”

“Desi, Kaisar Langit yang telah memberitahu melalui pesuruhnya, Kaisar Langit menyuruhnya ke alam kami dan memberitahukan kalau akan ada orang yang bernama Desi, yang akan mengunjungi alam kami, karena dia sedang menjalankan Amanat dari Kaisar Langit melakukan Perjalanan Astral ke berbagai alam.”

“Oh begitu ya, memangnya Negeri Capung ada berapa?”

“Ada 4. Negeri Capung bersayap hitam, Negeri Capung bersayap hijau, Negeri Capung bersayap putih dan Negeri Capung bersayap emas.”

“Aneh sekali. Kenapa berbeda-beda?”

“Ini membedakan dari mana alam kami sebenarnya. Capung sayap emas dari alam Kaisar Langit, Capung sayap putih dari alam Tushita, Capung sayap hitam dari alam Dewa Bawah dan Capung sayap hijau dari alam Dewa Tao. Sebelumnya kami adalah Dewa-Dewi kecil dari 4 alam itu. Karena kami telah berbuat kesalahan mencuri harta benda Kaisar Langit, kami dihukum menjadi capung.”

“Apakah Capung dan Kupu-kupu asalnya sama?”

“Tidak. Kupu-kupu berasal dari siluman yang berbuat kebajikan, sedangkan Capung berasal dari alam Dewa yang berbuat kesalahan, tapi kami sama-sama pembawa kabar.  Karena itu jika para Dewa berkenan pada suatu tempat, maka kami akan lebih dulu datang ketempat tersebut untuk memberi kabar dan ikut bersuka ria di tempat itu.”

“Begitu ... “

“Desi, aku ingin agar kau bisa menceritakan mengenai alam ini kepada umat manusia, agar mereka bisa mengetahui bahwa, walaupun menjadi Dewa sekalipun, bisa tumimbal lahir menjadi binatang jika berbuat kesalahan. Karena itu manusia harus bisa melatih diri untuk menjadi Bodhisattva atau Buddha dan tidak hanya ingin menjadi Dewa, karena dengan menjadi Buddha atau Bodhisattva barulah bisa mendapatkan keabadian.”

“Ya, aku akan menceritakan semua ini.”

Lalu rohku tertarik keluar dari alam capung itu seiring dengan selesainya perbincanganku dengan capung sayap emas itu.
Aku terharu dengan pengalamanku ke alam capung ini, menjadi Dewa tidak bahagia seperti kelihatannya, karena mereka masih bertumimbal lahir. Melatih diri hendaknya bertujuan mensucikan hati dan pikiran untuk mencapai keBuddhaan kelak, agar bisa terlepas dari penderitaan hidup di 6 alam samsara.



ALAM KATAK

    Pukul 12 siang, langit mendung dan guntur bergemuruh, sepertinya akan turun hujan. Sudah beberapa hari ini tidak turun hujan dan cuacanya panas sekali. Sampai-sampai aku tidak bisa tidur nyenyak pada malam hari karena perubahan cuaca ini.

Setelah mendengar gemuruh dilangit, ada perubahan dalam diriku, dengan segera aku duduk bermeditasi di depan altar utama cetya. Ternyata aku akan melakukan perjalanan astral lagi hari ini, karena kepalaku perlahan kembali tertunduk semakin dalam.

Aku melihat cahaya yang agak terang saat telah memasuki samadhi, setelah beberapa lama aku melihat ada sesuatu yang meloncat-loncat. Kaki belakangnya panjang dan daerah yang dilompatinya itu agak basah. Sepertinya dia sedang menungguku dan mengiringku ikut dengannya.

Rupanya sesuatu yang melompat itu adalah seekor katak, aku mengikuti katak itu, aku sama sekali tidak memikirkan hal ini, dan tak pernah menduga akan pergi ke alam ini. Sesampai di tempatnya kami berbincang, katak itu berubah wujud seperti manusia dan mengajakku masuk kedalam, kulihat tempatnya itu seperti sebuah gua kecil.

“Desi, mari masuk“  aku sedikit ragu

“Siapa kau, kenapa saya ke sini?”

“Aku adalah Pangeran Katak, kau telah berada di Alam Katak.”
“Alam Katak?!!  Pangeran Katak?!!  apa itu ada???”

“Ada. Aku adalah Pangeran di alam ini.”

“Koq bisa ada alam seperti ini? tempatnya seperti gua.”

“Desi, tempat tinggalku mungkin lebih mirip sebuah lubang. Berlumpur, basah dan dingin. Aku sebelumnya adalah Dewa.”

“Dewa, Dewa apa? apa semua katak adalah Dewa sebelumnya?”

“Desi, sebelumnya aku adalah Dewa Hujan”

“Apa... bukankah Dewa hujan ada di langit ?”

“Sungguh, aku adalah Dewa hujan sebelumnya, Dewa hujan dilangit suka berganti-ganti”

“Kenapa begitu?”

“Karena aku dan Dewa hujan lainnya telah berbuat kesalahan.”

“Kesalahan apa yang kalian lakukan?”

“Saat kami bertugas, kami terlalu berlebihan menurunkan hujan sehingga mencelakai banyak makhluk, sehingga dihukum  dan terlahir di alam katak.”

“Katak ada begitu banyak, apa semua katak adalah Dewa hujan?”

“Tidak. Hanya sebagian saja, sebagian lagi berasal dari alam manusia.”
“Tapi bukankah kalian juga melahirkan anak, anak-anak kalian bukan berasal dari alam Dewa?“

“Tidak. Yang kami lahirkan adalah dari alam manusia yang bertumimbal lahir ke alam kami, karena mereka juga berbuat kesalahan selama di dunia.”

“Apa kesalahan yang dilakukan mereka?”

“Mereka suka mencuri isi laut, seperti terumbu karang, ikan dan semua yang berasal dari laut.”

“Oh begitu.”

“Desi, aku mohon kau bisa menceritakan mengenai alam ini pada semua orang, agar mereka tidak berbuat kesalahan, sehingga terlahir di alam ini.”

“Baik, akan saya tuliskan”

“Sebenarnya, tadi kami sedang meminta hujan, karena kami sedang kekeringan.”

“Kalian bisa meminta hujan?, memangnya akan dikabulkan?”

“Bisa. Karena kami dari Dewa hujan, jika kami minta maka Kaisar Langit akan mengabulkannya. Tubuh kami harus lembab dan basah, jika tidak kami akan kesakitan, itulah penderitaan kami dan kami kadang selalu di makan ular.“

“Kasihan kalian. Kapan kalian bisa tumimbal lahir lagi menjadi manusia?”

“Masih lama, sekitar 500 tahun lagi.”

“Ha.. lama sekali. Memangnya usia katak sampai begitu lama ?”

“Tidak. Itu hanya untuk pemimpin di alam ini, yang lainnya tidak.”

“Oh begitu, berarti penderitaan kamu masih lama di alam ini.”

“Desi, beritahukanlah pada banyak orang untuk berbuat kebajikan dan jangan berbuat kejahatan, karena jika berbuat jahat maka akan menderita seperti kami.”

Lalu pembicaraan kami terhenti, karena semakin lama aku semakin menjauh, jauh dari alam itu dan aku kembali melihat sinar terang lagi tapi itu adalah sinar terang di alamku ini.



NEGERI DUYUNG LAUT ATLANTIK

    Hari ini, kira-kira pukul 10 pagi, aku merasa perubahan roh dalam diriku, lalu aku duduk bermeditasi, kepala kembali tertunduk semakin dalam dan aku telah pergi ke alam lain.

Terlihat lautan lagi, ada satu ikan duyung seperti di film-film, lebih mirip Putri Duyung karena setengah tubuhnya bagian bawah berbentuk ikan dan bagian atas berbentuk tubuh wanita cantik, berambut panjang terurai, bergelombang dan berwarna pirang. Sama seperti yang lain saat aku pergi mengunjungi alam binatang, duyung itu juga sedang menungguku rupanya.

Aku berenang dengannya menuju tengah laut dan turun ke dasarnya. Terlihat sebuah istana, aku berpikir apakah ini nyata, aku sedikit bingung tapi tetap mengikuti duyung itu.

Setelah dekat istana yang terlihat indah itu, dia berhenti dan bicara denganku;

“Desi, aku Putri Duyung di Laut Atlantic, ini adalah Negeri Duyung dan Raja di sini adalah Zeus.”

“Aneh, apakah negeri ini benar-benar ada?”

“Ya, ini nyata. Tapi tidak semua orang mengetahui tempat ini, hanya mereka yang bisa pergi ke alam lain seperti dirimu yang bisa mengetahuinya.”

“Aku kira ini hanya dongeng saja, mengapa alam lain itu seperti cerita dongeng?”

“Imajinasi manusia, sebenarnya berasal dari rohnya yang sudah bisa mengetahui alam-alam lain tanpa disadari, roh bisa pergi saat tidur, itulah kenapa banyak ide-ide yang muncul mengenai alam yang tidak masuk akal di alam manusia.”

“Oh begitu. Aku tidak begitu memahami hal ini “

“Kau akan bisa memahami juga nantinya”

“Bagaimana bisa ada alam ini?”

“Desi, ini bermula dari manusia yang berbuat kesalahan saat di dunia. Sebenarnya aku dan penghuni di alam ini adalah manusia sebelumnya. Kami semua adalah seorang pembina diri, yang melatih roh kami untuk bisa mendapatkan kekuatan.  Tapi karena dalam pembinaan diri kami masih tidak bisa keluar dari 3 racun (loba, dosa dan moha) yaitu, keserakahan, irihati dan kebodohan. Sehingga kami tidak terlahir di alam yang lebih baik, tapi malah terlahir di alam ini.”

“Tapi sepertinya alam ini indah, dan katanya lagi raja laut atlantik kaya? Sampai-sampai Mahadewi Yao Chi menurunkan Shadana Raja Laut Atlantik untuk mendapatkan rejeki.”

“Desi, banyak manusia tidak mengetahui hal ini, alam Duyung sepertinya indah dan membahagiakan, tapi sesungguhnya kami menderita, gerak kami terbatas, kami tidak bisa kedaratan dan hanya bisa di lautan saja. Kami tidak bisa berinteraksi dengan siapapun, karena kami tak terlihat oleh mereka, kami sangat kesepian. Alam kami memang kaya, tapi kami tidak bisa menikmatinya. Karena keserakahan (loba) kami tidak bisa benar-benar bahagia, karena irihati (dosa) setengah tubuh kami tidak sempurna dan karena kebodohan (moha) kami tidak bisa mengetahui apa yang terjadi di alam manusia. Sungguh amat menderita.”

“Apa yang bisa aku lakukan untuk kalian?”

“Desi, tuliskanlah mengenai alam ini, alam ini terlihat seperti surga, tapi sama sekali berbeda. Manusia yang membina diri hendaknya bisa menghapus 3 racun utama ini agar tidak terlahir di alam ini dan bisa mencapai kesempurnaan.“

“Baiklah. Aku akan menuliskannya.”

Setelah itu aku berpamitan pada duyung itu, dan aku keluar dari meditasi.



ALAM ULAR

    Siang ini, kira-kira pukul 2. Setelah aku selesai mandi aku merasakan sesuatu, mengisyaratkan agar aku duduk bermeditasi. Aku duduk meditasi di altar utama cetya sambil bershadana. Saat memasuki samadhi kepalaku kembali tertunduk. Aku telah pergi lagi ke alam lain, entah alam apa.

Aku melihat suatu bayangan, yang semula samar semakin lama semakin jelas, kulihat ada seorang wanita muda, bertubuh langsing sedang menari-nari diatas sebuah panggung dengan hanya mengunakan pakaian dalam saja, tempat itu seperti sebuah klub malam.

Wanita itu menari-nari di sebuah tiang stainless berwarna putih, dan dia melakukan tarian dengan gerakan-gerakan yang merangsang dan mengundang birahi. Di samping wanita tersebut masih ada beberapa wanita lainnya yang berpenampilan sama sepertinya sedang menari-nari juga di atas panggung itu.

Kemudian wanita itu turun dari panggung dan menuju meja-meja tamu yang berbentuk bulat sambil terus bergoyang dan menari. Ditiap meja-meja bulat itu ada beberapa orang yang duduk dan terlihat begitu senang dan gembira, terlihat sebagian besar tamu-tamu itu laki-laki.

Wanita penari itu datang menghampiri tamu-tamu tersebut dan ada wanita penari lain yang mengantikan posisinya menari di tiang stainless itu. Kadang wanita itu duduk di pangkuan salah satu tamu laki-laki disitu dan kadang dia mengosok-gosokkan buah dadanya di tubuh tamu laki-laki lainnya. Dan setelah beberapa lama kemudian, laki-laki yang didekatinya itu satu persatu menyelipkan uang kertas di pakaian dalamnya.

Setelah itu, wanita tersebut kembali naik kepanggung dan kembali menari meliuk-liuk di tiang stainless, kemudian dia menanggalkan pakaian dalamnya satu persatu sampai telanjang bulat dan terus menggerakkan tubuhnya. Seluruh tamu berteriak histeris melihat aksi panggung wanita itu. Suasana didalam ruangan itu terasa begitu panas dan ramai.

Kemudian, setelah wanita itu selesai pertunjukannya, dia masuk keruang ganti dan menghapus make up dan berganti pakaian, lalu dia keluar dari club tersebut, aku mengira dia akan pulang kerumahnya, tapi ternyata dia malah masuk ke sebuah bar dan duduk di sana sambil minum sesuatu, aku melihat sepertinya dia sedang menunggu seseorang.

Ternyata benar, ada seorang laki-laki yang menghampirinya dan mereka terlihat mesra saat bertemu, kemudian mereka pergi dari bar itu menuju sebuah hotel. Saat mereka sedang di kamar hotel sambil bercumbu, tiba-tiba ada seorang wanita lain masuk secara diam-diam dan menghampiri mereka. Wanita penari dan laki-laki itu terkejut.

Wanita yang masuk diam-diam itu terlihat sangat marah, dia segera mengeluarkan sebuah pisau dan menusuk perut wanita penari tersebut, kemudian wanita yang marah tersebut menghampiri laki-laki itu dan melakukan hal yang sama, wanita itu menusuknya juga.

Wanita penari dan laki-laki yang bersamanya langsung mati di kamar hotel tersebut, seiring dengan itu, aku melihat roh keduanya keluar dari tubuh mereka, dengan cepat melesat entah kemana, tapi aku masih bisa mengikuti roh mereka.

Aku tersentak kaget, karena melihat roh mereka masuk kedalam tubuh ular. Roh wanita penari masuk ketubuh ular berwarna putih kekuningan dan roh laki-laki itu masuk ketubuh ular berwarna hitam. Aku sempat tidak mengerti, kenapa aku bisa melihat hal seperti ini, apa maksud dari yang kulihat ini, mengapa seperti sebuah cerita saja.

Ular putih kekuningan itu sepertinya melihatku dan dia berjalan seakan menuntunku ke suatu tempat, ternyata aku dibawa ke alamnya. Lalu kami berbicara;

“Desi, aku ular sanca, sebelumnya aku adalah wanita bernama Mei Cen Ling, kau sudah melihat riwayat hidupku?”

“Ya, saya melihatnya. Mengapa bisa begitu?”

“Aku adalah seorang wanita penghibur, penari telanjang dan perayu laki-laki beristri. Sebenarnya aku tak ingin melakukan hal itu, tapi karena hambatan ekonomi dan agar bisa hidup di dunia dengan kecukupan, aku terpaksa melakukan hal itu.  kejadian itu terjadi di tahun 1982, di sebuah hotel di China, perbuatanku itu menyebabkan aku terlahir menjadi seekor ular. Aku sangat menderita, terlebih lagi saat tubuhku berganti kulit, itu adalah saat yang paling menyakitkan bagiku, rasa sakitnya seperti siksaan alam neraka, walau aku tidak masuk neraka.”

“Kenapa kau tidak masuk neraka dulu baru terlahir menjadi binatang?”

“Ada perbedaan dalam hal ini, aku berbuat kesalahan itu karena terpaksa, sehingga tidak masuk neraka, tapi mereka yang melakukan hal itu karena memang menginginkannya, akan masuk ke neraka dulu baru terlahir di alam ini.”

“Kapan bisa terlahir menjadi manusia?”

“Masih lama, jika terlahir di alam ini akan hidup selama lebih dari 500 tahun, jika waktu itu belum sampai dan kami mati, maka akan tetap kembali terlahir di alam ini sampai masa hidup kami berakhir.”

“Oh begitu, menyedihkan sekali. Apa yang bisa ku bantu?”

“Desi, aku ingin kau mau memberitahukan kepada manusia tentang alam ini, terlahir menjadi ular adalah penderitaan yang sama seperti di neraka, kehidupan kami disini sama seperti saat kami di dunia, saling bersaing dengan yang lain, dan kami tidak bersahabat satu dengan yang lain. Berbuat kesalahan seperti kami bisa sangat fatal, saat menjadi manusia kami tidak memperhatikan dan mengetahui hal ini, hanya berusaha mendapatkan keinginan kami, walaupun harga diri kami sudah seperti sampah dan menjijikan. Begitulah manusia saat melihat kami merasa jijik, geli dan takut. Saat menjadi manusia kami bertubuh bagus dan menggiurkan, tapi saat di sini kami amat menakutkan. Aku berharap manusia yang ada sekarang tidak menyia-nyiakan hidupnya seperti kami.“

Aku terharu mendengar perkatannya, begitu menyedihkan jika sampai terlahir menjadi ular, siapapun pasti tidak menginginkan menjadi ular nantinya. Tapi apakah manusia bisa sadar, kalau ambisi mereka dalam keduniawian bisa saja menjerumuskan mereka dan membuat mereka mengalami penderitaan berkepanjangan setelah mendapatkan kenikmatan sesaat ?.



ALAM PENYU
    Hari ini aku menjalankan tugas untuk memberkati beberapa rumah di daerah Tangerang. Setelah itu aku mampir ke rumah teman lamaku di daerah yang sama. Saat itu sudah pukul 4 sore, tiba-tiba langit bergemuruh dan aku merasakan perubahan roh dalam diriku. Aku segera masuk ke dalam meditasi dan kepalaku kembali tertunduk dalam.

Dalam posisi itu aku seperti tertidur, aku sama sekali tidak terpengaruh dengan suasana diluar diriku, dengan cepat aku telah terkonsentrasi dan masuk kedalam meditasi.

Awal terlihat samar, ada sesuatu yang berenang, seperti sedang mendayung. Aku mengira sebuah perahu yang sedang di dayung seseorang, tapi semakin lama terlihat jelas kalau itu adalah seekor penyu.

Satu ekor penyu berenang di laut menuju pantai, terus berjalan kedaratan yang berpasir putih, di situ dia membuat lubang.  Aku melihat penyu itu bertelur dan dasar tanah seakan tembus pandang bagiku. Setelah itu penyu tersebut kembali ke laut dan aku tetap mengikutinya masuk kedalam laut.

Setelah beberapa lama aku telah tiba di laut yang banyak di tumbuhi rumput-rumput laut dan ganggang laut, dan di sana juga banyak penyu-penyu yang lain. Penyu yang ku ikuti itu berbicara denganku;

“Desi, selamat datang di Alam Penyu “

“Ini Alam Penyu ya, jadi seperti ini tempat tinggal Penyu.”
“Ya, kami hidup dalam air, tapi kami juga butuh napas di udara, karena itu kami tinggal di sini, jika kami ingin bernapas kami tinggal naik ke atas rumput laut dan menaikan kepala kami ke atas.”

“Begitu ya, bagaimana bisa ada alam ini?”

“Alam ini berasal dari manusia juga, dulunya kami adalah manusia, tapi karena saat itu kami adalah pencuri bayi, penjual barang-barang ilegal dan memalsukan produk orang lain.  karena itu kami terlahir di alam ini. Anak-anak kami kadang juga di curi manusia dan kadang di makan banatang buas di darat.“

“Mengapa kalian mempunyai tubuh yang keras?”

“Karena kami selalu ketakutan segala perbuatan kami terlihat dan diketahui orang, makanya hanya bisa bersembunyi dalam tubuh. Penderitaan hidup di alam penyu juga menyedihkan, kadang kami di buru dan di makan manusia, itulah nasib kami.”

“Berapa lama masa hidup di alam ini ?”

“Ratusan tahun.”

“Apakah kura-kura juga satu alam dengan alam penyu ?”

“Kesalahan manusia yang terlahir di alam kura-kura hampir sama dengan kami, tapi hanya berbeda alam sedikit. Desi beritahukan kepada manusia tentang hal ini, jangan menjual barang ilegal, memalsukan barang orang lain dan menculik serta menjual bayi dan anak kecil. Karena jika begitu mereka akan masuk ke alam penyu.”
ALAM BISON

    Saat aku sedang menjalankan tugas membersihkan rumah orang di daerah Jakarta, setelah selesai menjalankan tugas aku singgah kerumah salah seorang umat cetya, dia juga merupakan salah satu umat yang telah banyak membantuku dalam jalan Dharma ini.

Di rumahnya mendadak langit bergemuruh dan hujan turun dengan sangat deras, badanku terasa aneh setelahnya, aku putuskan untuk bermeditasi dan meminta izin untuk duduk meditasi di depan altar rumah umat tersebut.

Di depan altar umat tersebut, aku masuk kedalam samadhi dan tertunduk dalam.  Aku pergi ke alam lain.

Aku melihat sesuatu yang beradu kepala, tapi bukan manusia, awalnya tidak begitu jelas, aku hanya bisa menduga-duga saja, aku kira itu banteng/kerbau, tapi tanduknya berbeda, lalu binatang itu berkata;

“Desi, aku Bison. Kau telah berada di alamku“ ternyata itu Bison.

“Mengapa aku bisa kesini, tadi ku lihat kau sedang beradu, kenapa?”

“Desi, aku sama seperti Banteng, Kerbau dan Kambing, asalnya kami dari manusia yang seringkali bertengkar dan berkelahi dengan siapa saja. Emosi kami itu yang membuat kami terlahir di alam ini. Dalam dunia, kami bersaing dalam hal apa saja yang tidak baik. Berbuat apa saja untuk bisa melawan orang lain. Persaingan tidak sehat, baik dalam usaha, pekerjaan dan lain-lain.”

Baru saja sedikit pembicaraanku dengan bison tersebut, aku telah keluar dari alam tersebut, mungkin karena aku sudah terlalu lelah karena habis menjalankan tugas kebeberapa tempat, tapi entah kenapa aku tidak bisa keluar dari meditasi.

Dengan spontan aku membaca Mantera Ussnisa Vijaya Dharani, cakra mahkotaku terbuka dan rohku keluar dari tubuh, di atas Bodhisattva Ussnisa Vijaya sudah menungguku, dan kami naik ke langit.

Ternyata, dilangit ada satu raksasa sedang membuat onar, membuat cuaca tidak baik, menurunkan hujan dan petir bertubi-tubi. Ternyata raksasa itu adalah jin yang ada di rumah orang yang aku bersihkan pagi tadi.

Aneh, bukannya jin itu sudah di angkat dari rumah tersebut, tidak tahunya raksasa itu kabur dari tangan Buddha Amithaba dan mencoba untuk kembali lagi ke tempatnya semula, tapi jin itu tidak bisa kembali kebumi dan juga tidak bisa kembali ke tangan Buddha Amithaba.

Aku bilang pada raksasa itu, akan membantunya untuk pergi ke alam yang lebih baik, dan segera mengundang Ksitigarbha Bodhisattva untuk mengangkatnya.

Setelah itu aku kembali ketempatku, tapi aku masih belum bisa keluar dari meditasi, aku melihat kehadiran Kaisar Langit, dia berkata;

“Desi, aku telah menurunkan amanat kepadamu untuk menulis buku ke-3 yang berjudul Perjalanan Astral ke Alam Binatang dan telah memberimu Stempel Kaisar Langit agar kau bisa pergi ke alam binatang untuk mempelajari alam tersebut dan menuliskannya ke dalam buku, jalanilah dengan baik “

Penulisan buku ke-3 ini adalah amanat dari Kaisar Langit, buku pertama adalah amanat dari Mahadewi Yao Chi, buku ke-2 adalah amanat dari Buddha Sakyamuni melalui Mahadewi Yao Chi dan buku filsafat adalah amanat dari Mahaguru Bodhidharma.

Semua buku yang kutulis semuanya atas amanat dari langit, sampai cover buku masing-masing diberikan petunjuk seperti apa.  Seakan tak percaya akan semua ini, tapi semua ini nyata aku alami.


ALAM HARIMAU
    Suatu kali, cetya Sukhavati Prajna mengadakan perjalanan spiritual yang pertama ke Yogyakarta, tujuannya adalah ke candi Prambanan, Borobudur dan Mendut. Kami berangkat dengan mengunakan bus pariwisata yang telah kami sewa, ada 37 orang Dewasa dan 13 anak-anak yang ikut perjalanan ini.

Kami begitu lelah menempuh perjalanan lebih dari 24 jam, jadwal yang kami susun jadi kacau balau karna waktu yang tak terduga ini karena jalanan macet. Akhirnya kami tiba di Yogya pukul 6 sore esok harinya.

Ini adalah pertama kalinya aku pergi melakukan perjalanan spiritual bersama orang lain, biasanya aku hanya pergi dengan suamiku saja. Aku agak khawatir menjalankan tugas ini, karena harus membawa orang yang banyak, ada ketakutan dalam diriku, kalau terjadi sesuatu yang tidak baik pada mereka.

Karena aku mengetahui, kalau pergi ke alam-alam terbuka dan bermeditasi di sana, akan bisa menyerap energi, dan roh akan mengalami perubahan-perubahan. Aku takut mereka tidak siap dengan apa yang akan mereka dapatkan nantinya.
Energi alam semesta sangat kuat, jika kita tidak bisa menguasai diri, maka akan ketakutan dengan reaksinya, karena kekuatan roh dalam tubuh akan semakin kuat, aku takut mereka tidak bisa mengendalikan diri, sehingga terjadi kekacauan di sana.

Di dalam bus saat akan berangkat, rohku bergerak seakan memberkati bus itu, Guru Sejatiku mengatakan kalau para Dharmapala akan mendampingi bus ini, dan meminta agar aku tidak khawatir.

Esok paginya ditengah perjalanan menuju Yogya, setelah bus berhenti di tempat pemberhentian sementara, setelah aku membersihkan diri, ada perubahaan dalam diriku, aku putuskan untuk bermeditasi di dalam bus.

Setelah beberapa lama masuk ke dalam samadhi, aku melihat harimau besar yang sedang mengaum-aum. Harimau itu seakan melihatku dan meminta aku mengikutinya. Lalu dia berkata kepadaku;

“Desi, ini adalah Alam Harimau“

“Amat menakutkan, aku sangat takut harimau“

“Tidak apa-apa , kau tidak akan diganggu, karena kau sedang menjalankan Amanat “

“Bagaimana bisa ada alam ini “

“Desi, sesungguhnya kami berasal dari alam Dewa. Kami adalah Jendral/Panglima Perang di Istana Langit”

“Kenapa bisa menjadi harimau?”

“Karena kami telah melanggar tugas. Saat bertugas kami bertindak sesuka hati, membunuh lawan dengan keji dan tidak berperasaan, dan kami senang melakukannya. Itulah kenapa kami terlahir di alam harimau“

“Oh begitu “

“Tapi kami berusaha untuk berbuat kebajikan lagi dengan menolong manusia, agar kami bisa kembali ke tempat asal kami”

“Apakah bisa kembali?”

“Bisa. Tapi tidak mudah, butuh waktu yang lama untuk bisa kembali ketempat asal. Bahkan untuk menjadi manusia agar bisa membina diri tidak gampang. Akhirnya kami hanya bisa mengumpulkan kebajikan di alam ini“

Itulah perjalanan astralku ke alam harimau hari ini, salah satu umat di dalam bis melihat apa yang terjadi padaku. Dia baru mengetahui bagaimana posisiku saat pergi melakukan perjalanan astral.

Sesampainya di Yogya, Kami menginap di hotel daerah kota Yogya yang sudah kami pesan sebelum berangkat, Hotelnya bagus dan bersih, nyaman sekali, ada kolam renangnya. Tapi karena aku sedang berhalangan jadi aku tidak bisa berenang di hotel itu. Entah kenapa setiap kali cetya mengadakan perjalanan ke luar kota selama beberapa hari, selalu saja bertepatan dengan hari berhalanganku, sehingga perjalananku agak sedikit tidak nyaman.
Karena lelahnya perjalanan dari Jakarta – Yogyakarta lebih dari 24 jam, aku langsung terlelap tidur. Tapi ada salah satu umat yang tidak bisa tidur malam itu, karena dia merasa kamar yang dia tempati ada penunggunya. Akhirnya aku membantu membersihkan kamar itu dan memberikan perlindungan, tapi ternyata hantu penunggu kamar itu mencoba masuk kembali kekamar tersebut, sampai-sampai hantu itu membawa bala bantuan untuk bisa masuk, mengetahui hal itu, aku dan beberapa umat yang telah bisa mengerakan rohnya, dengan segera kembali membuat perlindungan, sehingga hantu tersebut pergi.

Aku hanya membersihkan kamar itu untuk sementara waktu, sampai kami semua kembali ke Jakarta, agar umat yang tidur di kamar itu tidak terganggu.

Dalam perjalananan kami kembali ke Jakarta, ternyata hantu penunggu kamar hotel itu mengikuti kami, dan mereka ingin minta di seberangkan, agar bisa mendapatkan tempat yang lebih baik. Kami semua amat terharu akan hal ini, mungkin hantu tersebut melihat apa yang kami lakukan, selama di hotel tersebut dan selama dalam perjalanan, kami banyak membicarakan mengenai Dharma Buddha. Akhirnya hantu hotel itu berjodoh juga untuk di seberangkan, dan aku berniat membantu menyeberangkan mereka pada cioko nanti.

Banyak pengalaman yang kami dapatkan selama melakukan perjalanan spiritual ke Yogyakarta, ada yang saat disana rohnya terbangkitkan, ada yang setelah dalam perjalanan pulang mengalami perubahan roh. Di dalam bus kami juga saling berbagi pengalaman dan cerita, perjalanan yang panjang menjadi amat menyenangkan buat kami semua.
Perjalanan spiritual yang ku jalani bersama para umat cetya, merupakan pengalaman pertama bagiku. Dengan adanya perjalanan ini, kami jadi saling mengenal lebih dekat dan seperti keluarga.
Dulu saat aku sendiri menjalankan tugas melakukan perjalanan, pengalaman yang terjadi hanya aku sendiri yang merasakannya. Sekarang aku membimbing mereka untuk bisa seperti diriku, mempunyai pengalaman-pengalaman spiritual, agar kerohanian mereka bisa berkembang dengan baik.




ALAM ANGSA
    Hari ini juga ada sesi meditasi di cetya, salah seorang umat datang dan sembahyang kepada Se Ta Tien Wang, umat itu sangat telaten dalam bersembahyang, membawa persembahan yang lumayan banyak. Setelah membantunya ritual sembahyang aku terpanggil untuk bermeditasi.

Aku melihat ada seorang gadis, baju yang dikenakan seperti baju indah dengan ikat kepala bulu angsa. Gadis itu terlihat nakal dan suka mengerjai orang yang dia temui. Dia tak pernah diam, sampai dia dewasa tingkah lakunya ini tidak berubah, malah semakin menjadi-jadi. Sampai-sampai mencegat mobil orang dan membunuh orang tersebut.

Aku tidak mengerti apa maksud penglihatan ini, tapi tidak lama kemudian, wanita nakal itu mati dibunuh orang juga, lalu rohnya terlahir menjadi angsa. Angsa itu berkata;

“Desi, aku Putri Angsa. Ini ada di alamku”

“Putri Angsa, aku melihat kejadian tentang kamu?”

“Ya, itu aku. Aku orang yang tidak berperasaan. Kadang aku berpikir, kenapa aku wanita bisa melakukan hal itu, tapi pada saat itu entah kenapa aku tak ada pemikiran demikian.”

“Mengapa kau berbuat hal itu?”

“Entahlah, sepertinya semacam kesenangan, karena itu aku terlahir di alam angsa ini.”

“Tapi kenapa tidak dihukum di neraka?”
“Desi, sebelumnya aku dihukum terlebih dulu di neraka baru terlahir jadi angsa. Karena saat hidup kami suka mengunakan bulu angsa untuk mengerjai orang.”

“Oh ...”

“Desi, semoga kau bisa menuliskan mengenai alam ini dengan baik, agar bisa merubah hati manusia.“

“Aku akan berusaha dengan baik, terima kasih.”



 ALAM RATU RAYAP
    Hari ini, seperti biasa aku pergi ke alam binatang, kali ini aku seperti masuk ke dalam tanah dan melihat ada banyak binatang yang bergerak-gerak, aku kira gerombolan semut, ternyata bukan, itu adalah gerombolan rayap, bentuknya hampir seperti jangkrik, tapi lebih kecil. Rayap-rayap itu seperti sedang sibuk, berjalan kesana kemari.

Lalu aku menyusuri celah lubang tanah itu semakin ke dalam, aku melihat sesuatu yang agak besar, bentuknya seperti ulat yang gemuk, aku geli melihatnya, tapi entah kenapa aku berhenti didepannya dan binatang yang seperti ulat gemuk itu bicara padaku;

“Desi, aku Ratu Rayap.  Kau telah berada di Alamku“

“Kau Ratu Rayap? mengapa bentukmu aneh sekali, tidak seperti rayap tapi seperti ulat?”

“Desi, aku adalah Ratu di Alam Rayap ini, kerjaku hanya makan, tidur dan kawin saja. Tidak ada yang aku kerjakan, aku amat menderita karena tidak bisa bergerak kemana-mana.”

“Kenapa begitu, bagaimana ada alam ini?”

“Desi, sesungguhnya aku adalah Dewi di Nirwana, tapi karena aku menginginkan kenikmatan di dunia manusia, aku secara diam-diam turun ke bumi menikmatinya, berubah diri menjadi manusia dan bergaul dengan banyak laki-laki, hanya bersenang-senang saja. Suatu kali perbuatanku diketahui oleh Raja Langit, sehingga aku dihukum terlahir di alam rayap ini dan menjadi Ratu Rayap.”

“Lalu bagaimana dengan rayap yang lain?”

“Ratu Rayap hanya satu, tapi ada rayap penjaga dan rayap pekerja. Mereka semua asalnya dari manusia, khususnya laki-laki yang suka berhubungan dan bersenang-senang dengan wanita tuna susila, sehingga mereka semua terlahir di alam rayap ini menjadi pekerja dan penjaga.”

“ Apakah kau menjadi Ratu selamanya di alam rayap ini?”

“Tidak, Ratu Rayap bisa berganti-ganti. Karena Ratu Rayap kerjanya hanya kawin dan dikawini oleh banyak rayap lain, makan sampai gemuk dan melahirkan rayap-rayap kecil, setelah melahirkan Ratu Rayap akan dibunuh oleh rayap lain.  begitulah nasib Ratu Rayap, dan akan di ganti oleh Ratu Rayap yang lain.”

“Dari mana didapatkan Ratu Rayap sebagai gantinya?”

“Lahir dari Ratu Rayap sendiri, biasanya akan ada beberapa rayap wanita, tapi sepertinya insting rayap pekerja dan penjaga amat kuat, jadi hanya memilih satu rayap wanita saja sebagai ratunya dan rayap wanita yang tidak terpilih akan dibunuh.”

“Kenapa begitu?”

“Dunia rayap hanya perlu satu rayap dan satu Ratu Rayap bisa melahirkan banyak anak-anak rayap.”

“Oh begitu“

“Ya, seperti itulah kehidupan dunia kami, sesuai dengan hukum karma yang kami jalani.”

“Berapa lama kehidupan sebagai Ratu Rayap“

“Tidak lama, hanya dalam hitungan bulan“

“Setelah itu terlahir di alam apa?”

“Ke alam manusia”

“Oh ...”

“Desi, kau harus memberitahukan mengenai alam ini pada manusia, jangan berhubungan dengan wanita tuna susila karena akan terlahir di alam ini.”

Demikianlah perbincanganku dengan Ratu Rayap, awalnya aku geli melihat wujudnya, tapi setelah mendengar ceritanya itu aku menjadi terharu dan ikut bersedih atas penderitaannya. Baik Dewa maupun manusia, tetap akan mengalami tumimbal lahir dan menjalankan hukum karma, walaupun kehidupan di dua alam ini sudah termasuk beruntung, semua tergantung Dewa atau manusia itu sendiri, semua perlu kebajikan yang harus dikumpulkan, karena akan mendapatkan pahala dan terhindar dari hukum karma.

Menjadi Dewa pun tidak selalu baik, karena Dewa pun ada tingkatannya. Tingkatan itu dihitung berdasarkan amal kebajikan mereka juga saat masih menjadi manusia. Jadi intinya, dengan menjadi manusialah baru bisa mempunyai kesempatan besar untuk mengumpulkan pahala kebajikan, tapi amat disayangkan, hidup manusia tidaklah lama di zaman sekarang ini, bisa hidup sampai 80 tahun itu sudah sangat beruntung, zaman sekarang kebanyak manusia mengalami mati muda, baru usia 40 thn – 50 thn sudah mati.

Banyak orang berkata, masih muda jangan banyak baca mantera dan menghabiskan waktu untuk menjalankan Dharma, harusnya selagi masih muda harus dinikmati karena kalau sudah tua tidak bisa lagi menikmati hidup, kalau masih muda sudah menjauhkan diri dari kesenangan duniawi itu namanya menyia-yiakan hidup.

Aku sering kali mendengar perkataan seperti itu, bahkan perkataan itu keluar dari orang yang beragama Buddha, dan lebih parahnya lagi perkataan itu bisa keluar dari mulut orang tua yang menasehati anaknya sendiri.

Kita terlahir di dunia ini, apa yang telah kita lakukan? makan, tidur, sekolah, bekerja, bersenang-senang, menikah, punya anak, sakit, tua dan lalu mati. Apa yang bisa didapat dari semua itu? kita kembali mengalami tumimbal lahir dan terus mengalami penderitaan. Apakah harta duniawi dan kesenangan duniawi bisa kita bawa saat kita mati ?

Biasanya manusia baru bisa mendapatkan pencerahan jika sudah mengalami penderitaan dan kesulitan hidup, jika mereka belum mengalaminya mereka tidak memperdulikan semua itu. dan hanya menganggap angin lalu saja. Jika sudah terjatuh dan terjerumus, menyesalpun tidak ada gunanya.


 ALAM KUDA PONI
    Siang ini, aku merasa tidak bersemangat, karena agak sedikit lelah dan mengantuk, tubuhku sakit semua, aku coba tidur tapi tidak bisa beristirahat dengan baik, aku tidak bisa tertidur pulas.

Kira-kira pukul 2 siang, aku merasa aneh saat hendak istirahat, ada pergerakan roh, akhirnya aku berkonsentrasi sejenak.  Dengan sendirinya tanganku membentuk mudra, dan gerakan yoganya sepertinya aku kenal, setelah beberapa lama gerakan yoga berhenti dan muncullah Pu Xian Pusa (Samanthabadra Bodhisattva). Beliau berkata;

“Desi, Aku Pu Xian Pusa“

“Pu Xian Pusa, ada apakah gerangan hari ini datang menemui hamba?”

“Desi, aku sedang menjalankan Amanat dari Buddha Sakyamuni “

“Amanat apakah itu ?”

“Desi, Buddha Sakyamuni berpesan agar kau memberitahukan kepada umat di cetya, agar membina diri dengan baik dan berkonsentrasi dalam meditasi, karena pada saat sejit Buddha Sakyamuni di acara Waisak nanti, Buddha Sakyamuni akan datang secara khusus untuk memberikan nama Buddha pada mereka.“

“Pu Xian Pusa, apakah bisa begitu? hamba jadi tidak mengerti.”

“Setelah acara pemandian rupang Buddha Sakyamuni, mereka harus masuk dalam meditasi dan berkonsentrasi pada hati dan pikirannya, maka mereka akan mendapat ilham nama Buddha dengan sendirinya dari hati mereka masing-masing.”

“Bagaimana dengan mereka yang belum terbangkitkan roh?”

“Mereka akan bisa mendapatkannya juga“

“Lalu, bagaimana dengan yang sudah mendapatkan nama Buddha dari Buddha Amithaba?”

“Dia tidak mendapat nama Buddha lagi dari Buddha Sakyamuni, karena itu adalah sama”

“Lalu, bagaimana dengan mereka yang telah mendapatkan nama sarana?”

“Tetap perlu mendapat nama Buddha“

“Pu Xian Pusa, hamba masih tidak mengerti apakah hal itu benar-benar bisa mendapatkan nama Buddha secara langsung dari Buddha Sakyamuni?”

“Desi, kau tidak perlu bingung, jalani saja petunjukku, karena itu adalah hal yang langka dan tidak mudah. Bagi mereka yang telah mendapatkan nama Buddha, disaat mereka bershadana dan melatih diri harus mengunakan nama Buddhanya untuk berkomunikasi dengan para Buddha-Bodhisattva.”

Setelah berkata itu, Pu Xian Pusa yang duduk diatas seekor gajah putih pergi.

Tidak beberapa lama kemudian aku telah pergi ke alam kuda poni. Aku melihat seekor kuda, disitu aku sedang menungganginya, kuda itu berlari cepat menuju kawanan kuda-kuda yang lain, lalu kuda itu berkata padaku;

“Desi, aku Kuda Poni. Kau telah berada di alamku “

“Alam Kuda Poni ?”

“Sebelumnya aku dan lainnya adalah Dewa dan Dewi penjaga di Istana Langit, karena keteledoran dan kesalahan kami tidak berjaga dengan baik, menyebabkan istana langit di serang para siluman, mereka sempat mengacaukan Istana Langit, itulah kenapa kami di hukum terlahir di alam ini menjadi Kuda Poni“

“Apakah Kuda-kuda lain sama asalnya dengan Kuda Poni?”

“Tidak, kawanan Kuda Poni asalnya dari Dewa dan Dewi, tapi Kuda yang menarik pedati dan dipekerjakan adalah sebelumnya manusia yang berbuat kesalahan “

“Kesalahan apa yang manusia lakukan?”

“Mereka terlalu bersemangat dalam mengejar harta duniawi, waktu adalah uang bagi mereka, sehingga kehidupannya hanya dipenuhi untuk mewujudkan keinginannya itu untuk mengumpulkan harta dan hanya bekerja keras saja“

“Bukankah itu baik?”

“Sama sekali tidak baik, setiap hari hanya berpikir untuk bekerja, bekerja dan mengumpulkan uang, akhirnya tidak kaya, semua malah lenyap tidak di bawa, sehingga mereka tidak ada modal untuk terlahir di alam yang lebih baik. Di alam kuda mereka harus bekerja keras menarik pedati dan kereta kuda, sungguh menyedihkan hidup seperti itu bukan?”

“Berapa lama hidup di alam ini?”

“Puluhan tahun, setelah itu terlahir menjadi manusia lagi “

“Desi semoga kau bisa menjalankan Dharmamu dengan baik, agar tidak terlahir di alam binatang dan membantu yang lainnya juga.”

“Tentu saja, terima kasih.”

Kemudian aku keluar dari meditasi.


ALAM BUAYA
    Pagi ini, kira-kira pukul 8 pagi, aku sudah merasakan keanehan. Aku duduk bermeditasi di ruang kerja, tidak lama kemudian kepalaku tertunduk dalam, tanda bahwa pagi ini aku akan pergi ke alam binatang lagi.

Setelah tenggelam dalam meditasi, aku melihat seekor buaya dengan giginya yang tajam seperti sedang menungguku. Lalu dia menuntunku mengikutinya, menyusuri sungai dan berjalan di dalam air. Setelah beberapa lama di daerah rawa-rawa kami keluar dari dalam sungai dan aku masih mengikutinya.  Buaya itu naik ke daratan yang tanahnya agak lunak didekat pepohonan, dia mengali tanah dengan cakarnya membuat sebuah lubang, setelah itu aku melihat dia menduduki lubang itu, dan satu persatu telur keluar, telurnya tidak sebanyak telur penyu, mungkin hanya beberapa buah saja. Setelah selesai bertelur, buaya itu bicara padaku;

“Desi, aku Ratu Buaya. Saat ini kau berada di Alam Buaya “

“Maaf Ratu Buaya.  Apakah Buaya bertelur?”

“Ya, kami bertelur.”

“Bagaimana ada alam ini?”

“Awal mulanya aku adalah siluman, karena memiliki keinginan untuk menjadi manusia dan dapat tempat yang lebih baik, aku melakukan segala cara, bahkan dengan membunuh manusia.  Tapi ternyata tidak terlahir ke alam yang lebih baik, malah terlahir di alam Buaya ini. Tubuh kami mengerikan, insting buas kami saat menjadi siluman masih tercermin di alam ini. Ular masih ada yang mau memelihara, tapi kami tidak ada yang berani mendekati.”

“Apakah semua Buaya berasal dari alam siluman?”

“Tidak, yang berasal dari alam manusia ada juga.”

“Apa kesalahan yang dilakukan manusia sehingga terlahir di alam ini ?”

“Mereka suka menipu, berbohong dan berkhianat sehingga terlahir di alam ini “

“Mereka langsung terlahir di alam ini dan tidak masuk neraka lebih dulu?”

“Ada yang masuk neraka dulu, tapi ada juga yang langsung terlahir di alam ini, tergantung manusia itu sengaja atau tidak melakukan hal itu.”

“Berapa lama hidup di alam ini ?”

“Kami yang berasal dari alam siluman bisa sampai ratusan bahkan ribuan tahun, tapi dari alam manusia hanya puluhan tahun saja, langsung bisa terlahir  kembali ke alam manusia.  Dan perbedaannya lagi, buaya yang asalnya dari alam siluman biasanya menjadi buaya raksasa atau Alligator.”

“Oh... begitu ya“

“Desi, aku ingin kau bisa membantu kami untuk terlepas dari penderitaan ini, agar bisa terlahir di alam yang lebih baik.”
“Aku belum mengetahui bagaimana cara membantu, nanti aku akan mencari tahu.”

“Beritahukanlah kepada umat manusia agar membina diri dengan baik, menjadi manusia adalah keberuntungan, tidak seperti alam siluman dan alam binatang, sulit untuk bisa terlahir ke alam yang lebih baik. Dengan menjadi manusia bisa mempunyai kesempatan untuk terlahir ke alam yang lebih baik.”

“Ya, saya akan memberitahukan, terima kasih atas petunjuknya.”

Lalu aku keluar dari alam itu, semakin menjauh dan keluar dari meditasi. Begitulah penderitaan di alam binatang, aku amat bersyukur bisa terlahir menjadi manusia dan tidak sempat merasakan terlahir di alam binatang. Tapi aku ikut sedih dengan penderitaan yang mereka alami, dan berpikir bagaimana bisa menolong mereka keluar dari penderitaannya itu.


ALAM BEKICOT, SIPUT ATAU KEONG
    Pukul 11 siang, aku kembali duduk bermeditasi, walaupun aku merasakan perubahan roh dalam diriku, tapi entah kenapa belakangan ini aku agak tidak bersemangat melakukan apapun. Tak ada ide, tak ada keinginan dan tak ada yang diharapkan rasanya.

Hari ini entah kenapa aku sedikit merasakan hampa. Perasaan hampa ini berbeda dengan perasaan hampa yang pernah ku alami sebelumnya. Aku merenungi tentang jalan hidupku, apakah memang ini semua adalah jalan hidup yang harus kutempuh?, aku tidak bisa mengekspresikan diriku untuk banyak hal yang ku sukai, aku seperti terbelenggu perasaan sepi dalam hati.

Mungkin tidak ada yang mengetahui perasaanku ini, bahkan aku sendiripun tidak tahu apa yang aku rasakan, karena sulit untuk diungkapkan dan dijelaskan dengan kata-kata.

Mungkin aku akan dibilang egois hanya memikirkan ego sendiri, tapi aku sama sekali tidak pernah menyakiti dan menyusahkan orang lain. Tapi kenapa sepertinya aku selalu berbuat kesalahan dan semua berhak menuntut diriku, dan aku tidak berdaya untuk menghindarinya.

Apakah artinya Vajra Acharya? Apakah artinya nama Buddha Sukhavati Prajna? Apakah tanpa aku sadari, aku telah menengelamkan diriku sendiri kedalam belenggu ini? Apakah dengan bodohnya aku menyusahkan dan mempersulit diriku sendiri?.

Aku bagaikan seseorang yang tahu tujuan, tapi tak tau jalan menuju kesana. Rasanya... aku seperti sendirian.

Menjadi seorang Bodhisattva, benarkah tidak memikirkan perasaan diri sendiri lagi? Benarkah harus rela mengorbankan hati dan perasaannya demi kebahagiaan semua makhluk? Saat aku sedang merenungi hal ini dalam meditasi, tanpa kusadari aku telah masuk ke alam binatang, aku melihat sesuatu yang berwarna hitam dengan kepala agak bulat dan sepertinya ada sepasang antena di atas kepalanya. Binatang itu berjalan diatas daun yang berada di dekat air. Aku mengikutinya, lalu setelah beberapa saat binatang itu bicara padaku;

“Desi, aku Bekicot. Kau berada di Alamku”

“Oh... kau sama dengan Keong dan sejenisnya?”

“Ya, dunia kami sama, tapi sebab akibat yang membuat wujud kami berbeda”

“Apa bedanya?”

“Dulu kami adalah manusia, karena saat menjadi manusia kami suka mencuri, jadi kami terlahir di alam ini.”

“Mencuri apa?”

“Mencuri yang kecil-kecil, uang di saku, uang kantor tempat kami bekerja.”

“Lalu bagaimana dengan Keong?“

“Bangsa Keong masih lebih baik dari kami, masih punya banyak kaki untuk berlari, sedang kami berjalan lambat sekali, karena setelah mencuri kami berusaha melarikan diri untuk menyembunyikan diri, keong masih lumayan tapi dia hanya bisa berlari maju dan tidak bisa mundur”

“Berapa lama hidup di alam ini?“

“Tidak lama, mungkin dalam hitungan bulan saja“

“Setelah itu akan terlahir di mana?”

“Jadi manusia lagi, tapi saat itu tangan kami pasti cacat dan tidak sempurna, sehingga tidak bisa digunakan dengan maksimal.”

“Bagaimana dengan perampok, mereka juga terlahir di alam ini ?”

“Tidak mereka akan masuk neraka terlebih dulu.”

“Oh...”

“Beritahukanlah pada manusia agar jangan mencuri, mencuri kecil-kecil bisa terlahir di alam ini, jika mencuri besar besaran akan masuk neraka“

Itulah perkataan Bekicot, aku mendengar suaranya semakin mengecil, karena aku sudah perlahan keluar dari alam itu.


ALAM GORILA
    Siang ini, mendadak langit yang tadinya cerah dan panas terik, berubah dengan cepat menjadi gelap dan suara guntur agak aneh kudengar. Setelah beberapa lama hujanpun turun.

Seperti biasa, suamiku menyuruh agar aku mencari tahu mengenai apa yang terjadi saat ini, tapi memang sebelum dia menyuruhku begitu, aku sudah merasakan perubahan roh dalam diriku seiring dengan perubahan cuaca saat itu. Dalam meditasi aku kembali tertunduk dalam, pertanda aku akan melakukan Perjalanan Astral ke Alam Binatang lagi.

Setelah masuk ke dalam samadhi, tidak lama aku melihat sebuah bayangan yang bergerak-gerak, bentuknya seperti pohon-pohon yang agak rendah, berdaun lebar dan bergelombang setiap sisinya. Aku melihat pohon-pohon itu bergerak-gerak, ternyata ada seseorang yang mengerakannya.

Wujud orang itu hitam dan agak besar, dia sepertinya melihat kehadiranku dan dia mengajakku kesuatu tempat, aku mengikutinya, dan terlihat sesekali dia memantauku, sepertinya tidak ingin aku kehilangan jejaknya, sambil sesekali mengibaskan pohon-pohon yang dilewatinya.

Sambil terus berjalan aku melihat makhluk itu mengambil sebuah batu yang agak besar dan membawanya, tapi sambil memperhatikan jalanku, setelah aku amati lebih jelas wujud makhluk itu, dia seperti monyet besar, giginya agak runcing dan jalannya agak sedikit membungkuk dan agak cepat.

Akhirnya monyet besar itu berhenti disuatu tempat, aku melihat sekeliling tempat itu, tidak ada yang istimewa, hanya ada sebuah gua dan didepan mulut gua itu ada monyet besar juga yang sama sedang duduk sambil mengendong satu monyet kecil.

Lalu monyet besar yang mengajakku ke tempat itu bicara;

“Desi, aku Gorila. Kau saat ini berada di Alamku” ternyata bukan monyet, tapi Gorila. Aku tidak pernah membayangkan bisa ke Alam Gorila, saat masuk ke alam apapun aku tidak boleh gentar dan takut, karena jika begitu rohku tidak akan bisa keluar dari tubuh dan pergi ke alam-alam lain.

“Gorila, wah menyeramkan sekali, kenapa aku bisa ke alam ini dan bisa berbicara dengan gorila?”

“Kau sedang menjalankan Amanat untuk pergi ke alam binatang, saat ini kau memang sedang berada di Alam Gorila”

“Bagaimana bisa ada alam ini?”

“Awalnya kami adalah manusia yang bertumimbal lahir menjadi gorila”

“Apakah karena kalian berbuat kesalahan?”

“Ya, saat kami menjadi manusia, emosi kami sangat tinggi, kami suka marah-marah tanpa sebab, setiap kali berkelahi dengan manusia lain.”

“Bukankah hal itu biasa dalam dunia manusia, apakah hanya karena hal itu saja bisa terlahir menjadi gorila?”
“Kami punya sifat angkuh dan ingin menang sendiri, selalu mempermasalahkan hal kecil menjadi besar, karena sifat kami itulah yang membuat kami terlahir di alam ini“

“Tapi hal itukan tidak menimbulkan korban nyawa?”

“Terjadi korban nyawa, sifat kami yang sepertinya tidak bermasalah itu, sampai membuat terjadi pembunuhan yang tidak kami sadari.”

“Oh begitu. Kalau sampai terjadi pembunuhan kenapa tidak masuk neraka?”

“Kau sendiri telah mengetahui, yang masuk kealam neraka, adalah mereka yang sengaja melakukan perbuatan jahatnya dan menyadari apa yang dilakukannya. Tapi yang tidak sengaja dan tidak menyadari akan masuk ke alam binatang.”

“Berapa lama hidup di alam ini?”

“Puluhan tahun saja“

“Setelah itu?”

“Kembali menjadi manusia.”

“Kehidupan di alam kami hanya sedikit, jika berkeluarga paling hanya bisa punya satu anak, jadi kami termasuk langka. Jika saat kami dilahirkan kembali menjadi manusia nantinya, biasanya wujud kami tidak sempurna. Kaki kami akan berbentuk huruf “O”/melengkung keluar, dan jalan kami agak membungkuk seperti perwujudan kami saat menjadi gorila.”

“Apakah sama dengan Monyet, Simpanse dll?”

“Hampir sama, hanya mereka tidak sampai terjadi pembunuhan, tapi hanya membuat orang terluka dan babak belur saja.”

“Oh.. aku mengerti. Kalau dunia monyet komunitasnya lebih banyak di banding gorila, masuk akal juga.”

“Desi, kau telah sampai di alamku ini. Kau harus memberitahukan hal ini kepada umat manusia agar jangan suka marah-marah, dan harus meredam emosi, karena jika sifatnya itu menyebabkan yang lain menderita, mereka akan masuk ke alam gorila, monyet, simpanse atau orang utan.”

“Terima kasih atas petunjuknya, aku akan mengingat pesanmu.”  Setelah itu aku keluar dari meditasi.

Aku mencoba untuk membuang chi negatif dalam tubuhku, karena beberapa kali pergi ke alam bintang, aku langsung keluar dari meditasi tanpa membuang chi negatif, sehingga semangatku menurun belakangan ini, karena tanpa kusadari hawa yin dari alam binatang itu sedikitnya menempel pada diriku, sehingga aku sering merasa lelah dan mengantuk.

Setelah aku mengetahui hal itu, aku tidak lagi segera keluar dari meditasi jika pergi melakukan perjalanan astral ke alam bintang, aku akan mengumpulkan kembali energi dalam diriku. Dalam tahapan pencapaianku dalam spiritual saat ini, sangat berbeda dengan awal pertama mendapat bimbingan. Saat ini, kekuatan dan sensasi yang kurasakan tidaklah sekuat dulu.  Aku mengira aku mengalami kemunduran dalam pembinaan diri, tapi ternyata aku salah. Saat ini aku dibimbing untuk bisa mandiri dan tidak hanya mengandalkan Guru Sejati dan bantuan para Dewa.

Didalam hatiku tidak boleh ada kekotoran batin sedikit saja, hati dan pikiran harus jernih, tetap tenang dalam menghadapi apapun. Karena dengan begitu, aku akan bisa dengan mudah merasakan perubahan dan tanda-tanda alam dengan cepat dan mata batinku bisa melihat sesuatu dengan lebih jelas.

Malam hari ini, ayah mertuaku kembali masuk rumah sakit, kira-kira pukul 12 malam mendadak dia pingsan dan tidak sadarkan diri, tubuhnya dingin semua. Kami yang ada saat itu berusaha untuk menyadarkannya, setelah beberapa lama dia sadar kembali dan langsung tersenyum, sama sekali tidak mengetahui kepanikan yang kami rasakan saat itu.

Saat itu adalah pertama kalinya aku dekat dengan orang tua dan dalam kondisi mengkhawatirkan, sampai-sampai aku tidak bisa berpikir harus berbuat apa untuknya. Aku hanya bisa menahan kesedihanku melihatnya.

Beberapa waktu sebelumnya, ayah mertuaku memang sudah diramalkan bahwa usianya tidak akan lewat dari tanggal 20 bulan 2 lunar, kakak iparku juga sudah mendapatkan petunjuk demikian dalam meditasinya, karena itu sebelum hari ini dia sudah berusaha menyenangkan hati ayah mertua.

Pada tanggal yang diramalkan itu, mendadak saat aku, suami, ayah dan ibu mertua dalam perjalanan ke sebuah mall di daerah Jakarta untuk melihat Mahaguru, mendadak mobil yang kami kendarai mati ditengah-tengah jalan besar tepat di seberang mall yang akan kami datangi.

Sepulangnya dari mall, kami mampir ke Vihara di Jakarta, sesampai disana hujan deras sekali, aku pergi menghadap Dewi Kwan Im untuk minta petunjuk mengenai ayah mertua, Dewi Kwan Im mengatakan hal yang sama mengenai ayah mertuaku itu, kalau ini sudah saatnya.

Aku memohon kepada Dewi Kwan Im untuk bisa menambahkan usianya beberapa tahun lagi, karena ibu mertuaku masih belum siap jika terjadi sesuatu pada ayah mertua. Saat itu Dewi Kwan Im bilang akan mengabulkan permohonanku itu.

Memang tanggal tersebut terlewat begitu saja dan tidak terjadi apapun pada ayah mertua, tapi setelah lewat satu bulan, dia masuk rumah sakit lagi, kali ini keadaannya lebih mengkhawatirkan, nafasnya berat dan kondisinya terus menurun.

Apakah Dewi Kwan Im benar-benar telah memberikan anugrah kepanjangan umur untuknya karena kebajikan yang telah dilakukan, tapi kenapa setelah lewat masa takdirnya itu bukan kebaikan yang diterima, tapi keadaannya menurun.

Aku tak bisa membayangkan jika terjadi sesuatu pada ayah mertua, bagaimana dengan ibu mertua, dia pasti akan terpukul melihat keadaan suaminya.

Dewi Kwan Im, kepada siapa aku harus minta pertolongan untuk ayah mertuaku ini.


ALAM BURUNG ELANG
    Dalam meditasi, aku melihat sepasang kaki yang memiliki cakar yang tajam, bentuknya seperti sepasang kaki unggas / burung.

Setelah beberapa lama dan melihat dengan lebih jelas kaki apa itu, ternyata itu kaki seekor Burung Elang. Setelah dia melihat kehadiranku, burung elang yang agak besar itu terbang dengan cepat, dan sepertinya aku ikut terbang dibelakangnya, dalam perjalanan burung elang itu menukik tajam seperti hendak menyerang sesuatu, ternyata dia sedang mengincar seekor tikus air, elang itu menangkap tikus air itu, mencengkramnya dan membawanya terbang.

Aku masih terus mengikuti elang itu, burung elang itu melesat pergi dan berhenti di satu pohon yang tinggi, disana ada sarang dan anak-anaknya sudah menunggu, ternyata burung elang itu mencari makan untuk anak-anaknya. Tikus air yang ditangkapnya itu diberikan kepada mereka, dan anak-anak elang itu saling berebutan memakannya, aku agak miris melihat hal itu. Tidak lama kemudian burung elang besar tadi berbicara;

“Desi, aku Burung Elang. Kau saat ini berada di Alamku.”

“Bagaimana bisa terlahir menjadi burung elang?”

“Sebelumnya aku adalah manusia, karena telah berbuat kesalahan sehingga terlahir menjadi elang.”

“Kesalahan apa yang kau lakukan ?”
“Aku seorang yang tinggi hati, kesombonganku telah membuatku seperti ini. Dulu aku suka menghina orang lain dan merendahkan mereka, dan aku juga seorang yang sangat pelit. Aku tidak pernah mendermakan uangku untuk orang yang kesusahan, malah menghina mereka semua”

“Oh begitu...”

“Ya, karena kesombongan dan tinggi hatiku itu, sehingga terlahir menjadi burung elang. Sampai-sampai setelah menjadi burung elang, karakterku masih juga tidak berubah. Kami bangsa elang lebih suka tinggal di puncak bukit atau di atas pohon yang tinggi, karena kami merasa tidak setara dengan yang lain. Kami sangat kesepian, tapi kami tidak bisa keluar dari kehidupan ini “

“Berapa lama kehidupan di alam ini?”

“Hanya beberapa tahun saja “

“Setelah itu?”

“Kembali menjadi manusia.”

“Lalu bagaimana dengan pembunuhan makhluk lain yang kau lakukan, apa tidak menambah karma buruk?  Bagaimana bisa, ada karma buruk bisa terlahir menjadi manusia?”

“Itu sudah garis kehidupan kami, tikus dan ular menjadi makanan kami, kedua binatang ini masing-masing punya karma buruk juga dikehidupan yang lalu, sehingga mereka mempunyai nasib dimakan oleh burung elang. Sesungguhnya memakan mereka sama sekali tidak membawa kebaikan bagi kami, tapi kami tidak dapat berbuat apa-apa.”

“Begitu ya..”

“Desi, kau harus bisa memberitahukan kepada manusia agar jangan berbuat kesalahan selama hidup didunia, karena hukum sebab akibat itu ada, saat menjadi manusia kami tidak mengetahuinya dan bersikap tidak perduli, tapi setelah mati kami baru merasakan penderitaan menjadi binatang.  Sungguh bersyukur bisa menjadi manusia, karena disaat itu punya kesempatan untuk berbuat kebaikan. Setelah menjadi binatang kami sulit untuk melakukannnya.”

“Baiklah, aku akan menuliskan hal ini, terima kasih.” Aku keluar dari meditasi.

Hari ini, ayah mertuaku dipindahkan di ruang ICU, hal ini membuat kami sekeluarga bersedih, mengapa tidak ada kebaikan. Aku memohon para Buddha-Bodhisattva mengabulkan permohonanku, dan rela memberikan beberapa tahun usiaku untuknya, agar dia bisa kembali sehat dan bisa berkumpul kembali dengan keluarga.


 ALAM KELELAWAR
    Siang ini kira-kira pukul 3, aku merasa suatu perubahan dalam diriku, sejak beberapa hari yang lalu aku sudah menjapa Mantera Abhiseka Bhaisajyaguru Buddha dan memohon pertolongan Mahaguru dengan bershadana padanya.

Tadi pagi ada seseorang yang sudah berumur sekitar 70-an datang ketempatku, dia sudah 5 tahun bersarana pada Mahaguru, saat aku bertemu dengannya ada kontak aura, tapi aku tidak begitu berkonsentrasi karena sibuk dengan pekerjaan.

Orang itu menceritakan tentang jodohnya yang kuat dengan Dewi Matsu, dan dia dibimbing oleh Dewi Matsu untuk bersarana kepada Mahaguru.

Orang itu meminta agar aku pergi ke tempatnya, Vihara di puncak. Beberapa tahun ini dia mengurus Vihara itu sejak pendirinya meninggal. Orang ini juga bisa berkomunikasi dan mendapatkan petunjuk-petunjuk dari para Dewa, tapi karena usianya tidak muda lagi, sehingga geraknya terbatas dan Vihara yang diamanatkan padanya tidak berkembang dengan baik sama sekali, bahkan tidak ada kegiatan Vihara.

Permintaan orang tua itu tidak begitu aku dengarkan, karena aku menjalankan segala sesuatunya berdasarkan petunjuk Guru Sejatiku, dan pada saat itu tidak ada petunjuk apapun.

Setelah beberapa lama orang tua itu pergi, aku merasakan sesuatu, aku duduk bermeditasi di ruang kerja, tapi pada saat itu sempat tidak berkonsentrasi dengan baik karena telpon berdering terus menerus, dan sempat membuat aku agak kesal.

Aku sempat menangis saat konsentrasiku hilang pada saat itu, setelah agak tenang aku kembali bermeditasi. Saat itu aku merasakan prana agak berbeda, agak kuat berputar di kepalaku, kemudian terasa ujung hidungku tertekan kuat, seperti ada udara masuk, kurasakan nafas naik ke dahi, lalu turun ketenggorokan, kehati lalu ke bawah pusar.

Kemudian aku merasa cakra dahi terbuka, tidak lama kemudian Mahaguru datang, dia memegang Genta dan Vajra dan mengoyang-goyangkan Genta ditangannya itu, sampai bunyi Genta terdengar olehku.

Setelah Mahaguru selesai berbicara denganku dan pergi, datang Mahaguru Thai Shang Lo Kun. Mereka berdua mencoba memberi kekuatan padaku, karena beberapa hari ini aku agak sedikit gundah dan kalut.

Aku mencoba untuk tetap tenang, tapi sulit kulakukan karena sampai hari ini ayah mertua masih di ruang ICU dan tidak ada kemajuan apapun.

Mahaguru meminta agar aku menjalankan jalan Dharma dengan baik dan tidak melupakan Sumpah Bodhiku. Mahaguru Thai Shang Lo Kun juga mengkhawatirkan diriku, dan tidak ingin aku tenggelam dalam kesedihan terus sehingga jalan Dharma tidak berjalan dengan baik.

Aku amat berterima kasih pada kedua Mahaguruku itu, perhatian yang mereka berikan amat membuat aku terharu. Semoga saja selalu ada kebaikan untuk ayah mertua.

Kemudian aku pergi ke alam binatang, disitu aku melihat banyak sekali binatang, dari bentuknya seperti kelelawar, aku mengikuti mereka terbang sampai ke dalam gua yang gelap, aku hampir tak dapat melihat apa-apa, hanya melihat mata-mata mereka bersinar terang. Salah satu kelelawar bicara padaku;

“Desi, aku Kelelawar, saat ini kau berada di Alam kami.”

“Mengapa kalian tidur dan bergelantungan dengan kepala di bawah?“

“Ini ada sebabnya.”

“Apa itu?”

“Aku ceritakan dulu mengenai kenapa kami menjadi kelelawar. Sebelumnya kami adalah Dewa-Dewi di langit. Kami biasanya mengurus perayaan-perayaan yang ada di istana langit.  Karena kami berbuat kesalahan dan bersenang-senang saja, sehingga perayaan yang diembankan kepada kami menjadi berantakan, membuat Raja Langit murka dan menghukum kami menjadi kelelawar.”

“Hanya karena itu kalian di hukum? Sepertinya tidak begitu bijaksana jika Kaisar Langit menghukum kalian karena hal ini.”

“Sebenarnya apa yang kami lakukan adalah masalah besar, menyebabkan kesusahan dan kekacauan disegala penjuru langit.”

“Oh begitu.”

“Iya, cara tidur kami seperti ini, bergantungan dan berada di tempat gelap. Sebenarnya karena kami semua malu atas kesalahan kami. Karena sebelumnya kami punya kelebihan menyusun perayaan, dengan kekuatan ilmu kami, kami bisa terbang kesana kemari untuk memasang perlengkapan perayaan besar di langit. Dan juga karena sebelumnya kami melatih meditasi kaki di atas atau menggantungkan kaki sampai ketiduran.”

“Loh, bukankah jika meditasi kalian sudah sampai tahap itu seharusnya bisa menjadi Buddha?”

“Kami hanya suka meditasi saja dengan cara itu, tapi sama sekali tidak mengenal Dharma Buddha, jadi hanya untuk kekuatan ilmu, jadi mana bisa jadi Buddha.”

“Oh ...”

“Itulah kehidupan kami”

“Berapa lama hidup di alam ini?”

“Hanya beberapa tahun saja“

“Setelah itu?”

“Kembali ke langit “

“Menjadi Dewa pengurus perayaan lagi?”

“Iya”
Aku mengangguk aneh. Ternyata menjadi Dewa itu tidak selamanya menyenangkan dan dapat berbuat sesuka hati, buktinya Dewa Dewi langitpun bisa tumimbal lahir menjadi binatang. Sungguh menyedihkan.


 ALAM LABA-LABA
    Sudah beberapa hari ini aku tidak bisa berkonsentrasi dalam meditasi, karena memikirkan keadaan ayah mertua.  Saat merasakan perubahan roh dalam diriku dan mencoba untuk masuk kedalam meditasi, saat mata batinku mulai terbuka dan melihat sesuatu, aku tidak bisa meneruskannya.

Hatiku gundah beberapa hari ini, walaupun Buddha-Bodhisattva menghimbau agar aku tetap tenang, tapi sulit rasanya untuk tidak memikirkan hal itu karena hati tidak tenang.

Hari ini, perubahan roh dalam diriku kembali kurasakan.  Aku mencoba untuk tenang dan menjernihkan hati dan pikiranku, penglihatan yang kemarin terputus kembali kulihat hari ini, sepertinya alam ini tidak boleh aku lewatkan.

Aku melihat ada seekor laba-laba agak besar berjalan, kemudian dia menaiki sebuah pohon, lalu sesampainya disalah satu dahan dia membuat sebuah jaring yang turun kebawah, laba-laba itu turun bergelantungan dengan jaringnya. Sambil bergerak turun laba-laba itu berkata;

“Desi, kau sedang berada dialamku, sebelumnya aku adalah manusia, karena suka mencuri sana sini akhirnya menjadi laba-laba “

“Berapa lama hidup mu?”

“Hanya sebentar, jika sudah mengigit sesuatu kami pasti mati.”

“Apa ada yang berasal dari siluman seperti di film-film?”

“Ada, biasanya mereka laba-laba beracun. Katanya kau baru saja mendapatkan gelar ya, asik sekali jika menjadi sepertimu, bisa mendapatkan perlindungan Buddha, tidak seperti kami. Ah.. ini juga karena kesalahan kami.”

“Dengarkan Dharma saja, dengan begitu kamu bisa terlahir ke alam yang lebih baik.”

“Oh begitu, ya nanti akan saya lakukan.”

“Ngomong-ngomong dari mana kamu tahu kalau saya baru saja mendapatkan gelar?”

“Yang memberi kabar kedatanganmulah yang memberitahu, agar bersikap baik kepada Vajra Acharya Sukhavati Prajna, karena Buddha Sakyamuni baru saja memberikan gelar padanya.”

“Oh begitu. Terima kasih atas petunjuknya.” Aku keluar dari alam itu dan keluar dari meditasi.


HUJAN BERKAH DI HARI WAISAK

    Hari ini adalah hari perayaan Waisak yang pertama kali diadakan di cetya Sukhavati Prajna sejak berdiri. Umat yang datang juga lumayan banyak, sampai tempat penuh sekali, cetya sudah tidak bisa menampung umat yang datang beribadah.

Sepertinya cetya sudah harus diperluas agar para umat bisa lebih nyaman beribadah. Tapi dana cetya tidaklah memadai untuk perluasan. Buddha Empat Muka / Se Mien Fo, sudah meminta untuk memasang altarnya di seberang cetya, tapi entah rumah diseberang cetya itu bisa dibeli atau tidak, jika melihat dana cetya sepertinya tidak mungkin. Karena pemiliknya ingin segera menjualnya. Apakah harapan Buddha-Bodhisattva bisa terwujud melalui cetya Sukhavati Prajna ini?.

Perkembangan kawasan cetya sudah banyak kemajuan, jalan-jalan di sekeliling sudah dalam tahap perbaikan dan pelebaran.  Yang dulunya daerah cetya selalu banjir, tapi sudah tiga tahun ini tidak mengalami kebanjiran lagi. Perizinan cetya juga sudah didapat, sehingga bisa menjalankan acara keagamaan dengan lebih tenang.

Tapi dengan semakin berkembangnya cetya Sukhavati Prajna, usaha yang aku jalankan selama ini malah tidak berjalan dengan baik, sebenarnya Guru Sejatiku dan para Dewa sudah meminta aku untuk melepaskan usaha dan berkonsentrasi dalam pembinaan diri dan membabarkan dharma, aku berusaha selalu mengulur waktu dan tidak menjalankan petunjuk mereka, dan masih berusaha mempertahankan usahaku itu.
Aku tahu, saat awal aku mulai melatih diri aku masih bisa menjalankan usaha dengan baik karena belum ada cetya, tapi sekarang setelah berdiri cetya dan segala kegiatan berjalan, waktu untukku berkonsentrasi usaha tidak ada sama sekali, segala perhatian kucurahkan sebagian besar untuk rutinitas kegiatan cetya, walaupun tetap menyempatkan untuk berusaha.

Tapi semakin lama, apapun tidak berjalan dengan baik.  Pembinaan diriku tidak terkonsentrasi, dan usaha juga mengalami penurunan. Pesanan pelanggan selalu saja masuk, tapi sumber untuk membeli barang tertutup semua. Sepertinya tidak ada jalan lagi untukku berusaha duniawi. Tapi walaupun begitu aku tetap berusaha menjalani keduanya dan belum mau mengikuti petunjuk Guru Sejatiku.

Di hari waisak ini, aku mengira bisa membawa pulang ayah mertua dari rumah sakit agar bisa ikut merayakan waisak di cetya, tapi ternyata dokter tidak mengijinkan. Rasanya aku tak sanggup untuk mempersiapkan hari waisak ini, tapi Guru Sejati dan Pu Xian Pusa meminta agar aku bisa mempersiapkannya dengan baik. Memang tidak mungkin kalau aku tidak mengadakan acara waisak karena disini adalah cetya.

Akhirnya aku mempersiapkan seadanya, banyak umat yang membantu dari dekorasi sampai konsumsi sudah ditangani dengan baik, acara waisak berjalan dengan sempurna dan hari ini ada beberapa umat yang mendapatkan nama Buddha.

Hari ini dalam meditasi aku melihat 9 Naga Emas meluncur dengan cepat seperti kereta kuda, dibelakangnya menarik seorang Buddha yang duduk di atas teratai, Buddha itu tangannya terangkat dan dari tangannya memancarkan cahaya emas memberkati para umat yang hadir di cetya dari belakang sampai depan, sinarnya itu merata mengenai umat seperti cahaya mesin fotokopi saja.

Lalu aku melihat satu Naga meluncur cepat dan berhenti di dekatku, lalu ada sebuah mahkota yang mirip topi perang model tiongkok dan Buddha diatas teratai itu memakaikan mahkota itu kekepalaku. Lalu Pu Xian Pusa datang dan berkata;

“Desi, kau telah menjalankan tugasmu dengan baik, walau keteguhan hatimu belum begitu kuat, namun sampai saat ini kau selalu menjalankan petunjuk dengan baik. Kau telah diangkat Buddha Sakyamuni sebagai Buddha Perang dan mendapatkan mahkota dari alam Buddha serta tunggangan seekor Naga emas. Dengan memegang Toya Burung Hong ditangan kiri dan memegang Vajra di tangan kanan, menunggangi seekor Naga emas dan memakai mahkota Buddha perang, itu akan menjadi wujudmu. Kau akan melawan kejahatan dan segala gangguan dari alam kegelapan dan telah mendapat gelar baru, yaitu VA. Varita Sukhavati Prajna Cakravartin. Yang artinya: Pemimpin Wanita Pertama Pembawa Aliran Tantra Bernama Sukhavati Prajna yang Maha Dahsyat. Mulai hari ini japalah Mantera Cintamani Cakravartin.”

“Terima kasih Pu Xian Pusa.”

“Setelah acara Waisak di cetya selesai, bawalah perlengkapan mandi rupang Buddha Sakyamuni kerumah sakit agar ayah mertuamu bisa ikut pemandian rupang Buddha.”
“Baiklah.”

Tepat pukul 9 malam, saat aku sedang mendapat petunjuk dari Pu Xian Pusa, hujan turun agak deras, aku merasakan perubahan tubuh dan aura yang begitu kuat, Pu Xian Pusa berkata kepadaku;

“Desi, banyak Buddha Bodhisattva yang turun untuk memberkati umat cetya Sukhavati Prajna di hari waisak ini. Hari ini adalah hujan berkah.” Setelah berkata Pu Xian Pusa pergi.

Setelah aku keluar dari meditasi, umat menanyakan ada apa, aku katakan yang sebenarnya kepada mereka kalau Buddha-Bodhisattva banyak yang turun memberkati, jadi hujan yang turun saat ini adalah hujan berkah.
Mendengar perkataanku itu mereka senang sekali, dan meminta izinku untuk mandi hujan berkah. Aku mengizinkan mereka karena aku percaya, walaupun mereka mandi hujan dimalam hari mereka tidak akan sakit, karena ini bukan hujan biasa, pasti para Buddha-Bodhisattva melindungi mereka semua.
Mereka semua begitu bahagia di malam waisak hari ini, bermandi hujan berkah, walaupun sesungguhnya aku masih menyimpan kesedihan untuk ayah mertua, aku berusaha untuk ikut bergembira bersama mereka.

Aku mengabadikan momen hujan berkah itu, banyak sekali sinar-sinar yang turun dari langit dengan berbagai macam bentuk. Melihat hal itu membuat para umat semakin bersemangat dan bergembira.


BODHISATTVA VASI KARA GANDA
    Setelah para umat pulang, tepat jam 10 malam aku dan keluarga membawa perlengkapan mandi rupang ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, ayah mertua masih dalam keadaan sadar, dia masih melihat kehadiran kami. Kami membimbing tangannya agar bisa menyendok air bunga dan menuangkannya ke rupang Buddha Sakyamuni, dia melakukannya tiga kali, dan dia masih melihat apa yang dia lakukan. Melihat hal ini, aku amat terharu karena ayah mertua bisa ikut pemandian rupang di hari Waisak ini.

Setelah selesai, Pu Xian Pusa memberitahu padaku, kalau Buddha Sakyamuni telah memberkati ayah mertua dan telah memberikan nama buddha padanya, yaitu Vasi Kara Ganda yang artinya: yang mendapatkan berkah berlipat.

Esok harinya aku diberitahu kalau ayah mertua tidak sadarkan diri seharian, matanya tertutup terus, dipanggil juga tidak menyahut, seperti dalam keadaan koma.

Kami semua sangat cemas, hari itu kami semua menginap di rumah sakit, dan selama aku menginap itu, ayah mertua tidak bangun sama sekali. Pagi harinya pukul 6, aku kembali kerumah karena harus menyiapkan anakku pergi ke sekolah, dan bersiap-siap untuk kembali lagi ke rumah sakit, suamiku sudah mempunyai firasat kalau papanya tidak akan bertahan lagi, karena itu dia meminta agar aku bisa mempersiapkan diri untuk menyusun tata cara sembahyang untuk papa jika sesuatu terjadi.

Benar saja, pukul 10 pagi itu, suamiku telpon dari rumah sakit sambil menangis, mendengar tangisannya aku sudah menduga kalau papa tidak bisa diselamatkan lagi, dia menyuruh agar aku berbicara melalui telpon genggam dengan papa, aku berusaha menguatkan hatiku berbicara dengan ayah mertua agar dia selalu berbahagia. Seluruh keluarga sudah pasrah.

Setelah itu aku segera kerumah sakit, dirumah sakit sudah berkumpul keluarga, beberapa umat cetya juga sudah ada di rumah sakit dan berdoa untuknya serta membaca Mantera dan melafal nama Buddha Amithaba, kami memohon Buddha Amithaba berkenan menjemput papa, agar papa bisa pergi dengan tenang.

Tidak lama kemudian datang 2 orang sales penjual mesin pernafasan, menawarkan mesinnya untuk didemokan ke papa, kami bingung harus bagaimana, kami tidak ingin membuat papa semakin menderita jika mencoba mesin pernapasan itu.  Satu orang sales mesin pernapasan itu masuk dan menghampiri kami, dia menjelaskan mengenai cara kerja mesin tersebut, dan menuntun agar kami bisa mengambil keputusan terbaik.

Setelah meminta petunjuk Guru Sejatiku, beliau mengizinkan mencobanya. Setelah mengganti mesin yang lama dengan mesin yang dibawa orang tersebut, papa sempat bergerak beberapa kali, lalu dengan cepatnya rohnya keluar dari tubuh, dengan sekejap saja wajah papa yang semula masih merah, berubah menjadi pucat pasi. Nafas papa berkurang perlahan-lahan dan hilang. Papa dinyatakan telah meninggal tepat pukul 3 siang.

Kami semua menahan tangis dan berusaha menguatkan hati untuk tidak membuat papa berat meninggalkan kami. Sales mesin tersebut seperti dewa penolong bagi kami, disaat kami sulit mengambil keputusan, dia datang tepat pada waktunya, sehingga papa tidak terlalu lama menderita.


Saat proses keluarnya roh papa dari tubuh, aku segera masuk dalam meditasi dan roh ku keluar. Saat itu aku tidak melihat roh papa ada di dalam kamar, dengan cepat aku segera naik ke langit, dari kejauhan aku melihat Buddha Amithaba dan papa di sebelah kanannya.

Tubuh dan wajah papa masih sama seperti sebelumnya, hanya tidak lemah lagi. Dia mengunakan jubah kuning, papa melihat kedatanganku dan mereka membalikkan badan menyambutku, papa tersenyum tapi tidak bicara, senyuman khasnya masih tetap sama seperti saat dia masih hidup. Buddha Amithaba berkata;

“Desi, kau datang juga untuk mengantar mertuamu?”

“Iya Buddha Amithaba, apakah diizinkan ?”

“Tentu saja, mari kita antar ayah mertuamu kealam Sukhavati.”
“Baiklah Buddha Amithaba”

Kami bertiga seperti terbang naik keatas dan tiba di pelataran alam Sukhavati, saat papa menginjakkan kakinya di tanah Sukhavati, aku melihat papa berubah menjadi muda kembali, seperti berusia 30an. Aneh sekali.

“Desi kau sudah mengantar ayah mertuamu. Sekarang kembalilah, ayah mertuamu akan baik-baik saja dan bahagia di alam Sukhavati ini. Ayah mertuamu telah menjadi murid Buddha dan akan menjadi pengikut Buddha mengiringi Buddha membabarkan Dharma. Saat 49 hari buatlah api homa khusus peringatan ayah mertuamu dan aku sebagai Adinatanya, agar pahala kebajikan ayah mertuamu semakin bertambah.”

“Baiklah Buddha Amithaba” lalu mereka berdua pergi semakin ke dalam alam Sukhavati. Aku sudah agak tenang, lalu turun kebumi dan kembali kedalam tubuh.

Pukul 6 sore, kami memindahkan jenazah papa kerumah duka di Jakarta, pukul 9 malam jenazah dimasukan ke dalam peti, papa mengenakan jas berwarna hitam dan dibalut jubah warna kuning sesuai petunjuk, karena kuning melambangkan Buddha.

Jenazah papa dikremasi sesuai permintaannya, Guru Sejatiku menyuruh agar aku menyiapkan tempat di cetya Sukhavati Prajna untuk abu kremasi papa, dan menyiapkan satu wadah untuk meletakan tulang hasil kremasi yang tumbuh bunga sarira.

Aku agak tidak percaya dengan petunjuk ini, apakah papa punya bunga sarira? tapi aku tetap menjalankan petunjuk Guru Sejatiku, walaupun aku sendiri belum tahu seperti apa bunga sarira itu.

Guru Sejatiku memberi petunjuk agar nanti meletakan altar abu papa di sebelah Ksitigharba Bodhisattva untuk sementara waktu, dan apabila di cetya sudah mempunyai tempat, barulah altar papa dipindahkan ke ruang tersendiri.

Aku menceritakan semua itu kepada suamiku, dan dia menjalankan petunjuk itu dengan baik. Karena ini adalah pengalaman pertamaku, aku belum berani memimpin ritual penyebrang, jadi kami mengundang satu tokoh agama yang bisa membantu.

Aku belajar dari semua ini, ternyata proses kematian seseorang sampai kremasi, begitu banyak yang harus disiapkan. Pada hari kedua ritual penyebrangan di rumah duka, Mahaguru sebagai Adinata di altar. Aku merasakan aura yang sangat kuat dan melihat Mahaguru hadir dan papa juga.  Secara spontan aku telah masuk kedalam meditasi dan kepalaku tertunduk dalam, aku kira hendak pergi ke alam binatang, tapi aku malah melihat papa sedang bersujud didepan altar Mahaguru, Mahaguru menopangkan tangan di kepala papa memberkati, dan setelah diberkati tubuh papa menjadi transparan/tembus pandang, ajaib sekali.

Mahaguru berkata kepadaku;

“Desi, aku telah memberkati ayah mertuamu sehingga segala karmanya hilang lenyap dan dia telah menjadi murid Buddha, selama 49 hari dia diizinkan untuk bertemu dengan keluarganya, dan selama itu pula aku akan mendampingi ayah mertuamu kemanapun dia pergi, jadi kau tidak perlu cemas.”

Setelah mengucapkan terima kasih, aku perlahan keluar dari meditasi, aku meneteskan airmata bahagia, papa sudah bisa sampai tahap ini, aku sangat bersyukur. Aku segera memberitahukan hal ini pada suamiku.
Saat pengangkatan peti jenasah untuk di bawa ke krematorium, kami melakukan ritual tradisi keluarga, ini pertama kalinya aku ikut ritual ini. Saat peti hendak diangkat, dengan sendirinya aku merentangkan tangan dengan telapak tangan keatas seakan mengantar papa, kakak iparku juga sempat melakukan hal yang sama.

Pada hari mengambil abu jenazah di tempat krematorium, aku sudah menyiapkan wadah untuk tulang yang tumbuh sarira, aku tidak pernah membayangkan kalau hari ini, aku akan memilih tulang hasil pembakaran jenasah papa, aku berdiri tepat di posisi atas, tempat tulang kepala papa, tapi entah kenapa aku merasa punya kekuatan untuk tegar dan tidak takut.

Ternyata petunjuk Guru Sejatiku benar, aku menemukan bunga sarira di beberapa tulang kepala jenasah papa, bunga sarira itu berwarna hijau kebiruan, bentuknya seperti jamur kecil dan tidak hangus terbakar api, ada sekitar 6 potongan tulang yang ada bunga sariranya. Aku memasukan tulang berbunga sarira itu di wadah yang sudah kusiapkan. Tulang belulang papa terlihat putih bersih setelah proses pembakaran.
Bunga sarira yang tumbuh di tulang papa dan tulang yang berwarna putih bersih menunjukan bahwa papa telah banyak berbuat kebajikan dan telah membina diri dengan baik.  Kebajikannya untuk para leluhur, sifat welas asihnya dan rajinnya dia membaca mantera dan sutra selama ini telah membuahkan hasil yang menakjubkan bagi kami. Kesedihan kami telah terhapus dan berganti dengan kebahagiaan yang tidak terhingga.

Suatu kali, setelah aku meletakan altar papa di samping Ksitigharba Bodhisattva ada yang berkomentar kalau tidak boleh meletakan altar leluhur di dekat altar Buddha-Boddhisattva, karena roh leluhur berhawa yin, dia pasti tidak kuat dengan para Buddha yang berhawa yang.

Aku sempat berpikir juga mengenai hal ini, apakah aku telah berbuat kesalahan. Tapi saat aku bershadana dan membaca mantera-mantera. Ksitigharba Bodhisattva datang dan berkata;

“Desi, para Buddha-Bodhisattva telah mengizinkan ayah mertuamu berdampingan dengan altar mereka. Dia telah menjadi murid Buddha, karmanya telah terhapus dan telah naik ke tanah suci sukhavati, telah banyak berbuat kebajikan. Tentunya pantas berdampingan dengan Buddha-Bodhisattva.  Jika leluhur yang belum sampai tahapan itu tentu tidak boleh karena masih berhawa yin dan belum menjadi murid Buddha serta masih memiliki karma buruk”

“Hamba takut berbuat kesalahan, karena baru menjalani hal ini“

“Kau tidak bersalah, kau telah menjalankan semua berdasarkan petunjuk.”
“Jadi tidak apa-apa Ksitigharba Bodhisattva?”

“Ayah mertuamu telah mendapat nama Buddha dan di Abhiseka langsung oleh Buddha Sakyamuni. Untuk menjadi pengikut Buddha tentunya harus berdampingan dengan Buddha bukan? jadi itu sudah seharusnya.”

“Baiklah, terima kasih atas petunjuknya Ksitigharba Bodhisattva”

Mendengar petunjuk Ksitigharba Bodhisattva membuat aku tetap teguh pada apa yang kulakukan, aku hanya akan mendengarkan dan menjalankan petunjuk Buddha dan Bodhisattva saja, dan tidak akan terpengaruh dengan perkataan orang lain.

Pada hari ketujuh meninggalnya ayah mertua, kami melakukan penjapaan sutra dan mantera, melimpahkan pahala kebajikan untuknya serta melepas burung, saat pelepasan burung ada satu burung yang tidak segera terbang keatas, tapi burung itu malah masuk ke altar utama cetya, bulu burung itu berwarna kuning, burung itu mengundang perhatian kami, karena dia hinggap pada rupang Buddha Aksobya, lalu pindah kekepala rupang Buddha Sakyamuni, terus pindah kekepala rupang Buddha Amithaba, pindah lagi kerupang Buddha Bhaisajyaguru, ke rupang Mahadewi Yao Che Cin Mu dan terakhir ke rupang Mahaguru. Setelah itu burung tersebut terbang keluar dan pergi.

Menurut petunjuk Se Mien Fo, kalau papa memberi petunjuk melalui burung itu, kalau dia telah bersama-sama dengan para Buddha-Bodhisattva, agar keluarga tidak perlu khawatir. Selama 49 hari, selalu saja ada kejadian dan keajaiban yang kami semua dapatkan, semua pertanda dan petunjuk yang diberikan semuanya membuat kami terharu dan berbahagia.

Dan yang lebih mengharukan dan mengembirakan kami lagi adalah, saat ritual 49 hari ayah mertuaku dan aku memimpin api homa dengan Buddha Amithaba sebagai Adinata, pada hari itu juga, papa telah mencapai tingkat Bodhisattva dan naik ketingkat tertinggi di alam Sukhavati, semua itu karena kebajikan yang telah dilakukannya dengan mendanakan sebuah rumah di seberang cetya untuk dijadikan rumah abu dan bagian dari cetya Sukhavati Prajna, itulah pahala tertinggi yang dia lakukan sehingga bisa mencapai tingkat Bodhisattva dan naik ke alam Sukhavati tingkat tertinggi.

Dan saat ini papa telah pindah ke altar sendiri di tempat yang nantinya akan menjadi Rumah Abu Marga Tjong. Papa telah menjadi Bodhisattva pembabar Dharma Buddha, mengikuti sang Buddha membabarkan Dharma kesegala penjuru.


ALAM LUMBA-LUMBA
    Saat aku pergi ke alam lumba-lumba, aku baru mengetahui kalau sebelumnya mereka berasal dari alam manusia yang berbuat kesalahan, suka mencurigai orang lain dan berpandangan negatif terhadap orang lain, meskipun hal-hal yang lain dijalani dengan baik, tapi tetap terlahir menjadi lumba-lumba.

Karena sifat menolong masih ada, kadang di alam lumba-lumba, mereka menolong orang yang tenggelam dan tidak menyakiti makhluk lain.

Kehidupan di alam lumba-lumba hanya beberapa tahun saja dan setelah itu akan terlahir ke alam manusia lagi. Katanya lubang dikepala mereka adalah sebagian dari pencapaian kebajikan yang dilakukan yang mestinya menjadi mata ketiga, tapi karena kesalahan itulah mereka tidak bisa mencapai alam yang lebih baik.

Kelihatannya kesalahan yang mereka lakukan hanya sepele saja. Tapi menjaga pikiran sangatlah penting, harus benar-benar bersih dari hal-hal negatif agar perjalanan ke alam yang lebih baik tidak terhambat.

Aku baru menyadari hal itu, ternyata bukan hanya perbuatan jahat saja yang berakibat karma buruk, terlahir di alam binatang. Tapi pikiran yang jahat juga bisa mengakibatkan terlahir di alam binatang.

Walaupun masih ada perbuatan lain yang baik, tapi kurangnya ketulusan hati bisa menimbulkan akibat yang tidak baik juga.  Karena itu hati dan pikiran harus selalu di bina, agar secara perlahan bisa introspeksi diri menjadi lebih baik.

Yang terlahir di Alam Ulat Kaki Seribu juga seperti itu, asalnya juga dari alam manusia yang berbuat kesalahan, mereka suka berbohong, berdalih dan tidak jujur. Kehidupan di alam ulat kaki seribu hanya beberapa hari saja, setelah itu akan menjadi manusia lagi, tubuhnya yang suka melingkar jika tersentuh sesuatu adalah bentuk rasa malu pada diri sendiri dan takut pada orang lain atas kesalahannya itu.

Yang terlahir di Alam Gajah, asalnya adalah manusia yang serakah, suka menguping dan berbohong.

Yang terlahir di Alam Kepiting, asalnya dari manusia yang suka mudah marah, emosian dan dendam pada seseorang yang sangat dalam.

yang terlahir menjadi Ikan Paus agak berbeda, mereka berasal dari alam Dewa yang sebelumnya adalah Prajurit di Langit.  Karena berbuat kesalahan, mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan yang lain, hingga dihukum di alam Ikan Paus. Hidup ikan paus lebih lama, sampai ratusan tahun, setelah mati akan terlahir menjadi manusia.

Ikan Paus yang aku datangi sangat senang, karena pada setiap zaman jarang sekali ada orang yang bisa sampai tahap sepertiku. Apa yang kulakukan bisa memberikan kebaikan bagi manusia, binatang dan Dewa. Bisa memberikan pencerahan dan juga motivasi bagi 3 alam ini. Ikan Paus itu mengatakan kalau;

Buku-buku yang aku tulis akan bisa merubah hati manusia yang berbuat jahat, Alam Binatang akan tertolong dan bisa mengerti dan menyadari kesalahan mereka. Dan alam Dewa akan takjub karena ada manusia yang bisa seperti itu.

Dari Perjalanan Astralku kebeberapa Alam Binatang belakangan ini, membuat aku mengerti, mengapa manusia dan Dewa mengalami tumimbal lahir terus menerus, mereka sudah banyak kali bertumimbal lahir, kadang di alam binatang, kadang di alam manusia, kadang di alam neraka, jarang sekali Dewa atau manusia yang dengan segera bisa kembali ketempat asalnya, malah terjebak dalam lingkaran kelahiran dan kematian.

Semua itu karena mereka selalu saja berbuat kesalahan, menumpuk karma buruk terus menerus, sehingga tidak ada alam yang baik yang bisa mereka datangi, selain alam-alam yang penuh penderitaan itu. Sedikit sekali manusia yang bisa mencapai pencerahan, sedikit sekali manusia yang mau menjalankan hidupnya dengan baik.

Untuk hal-hal yang negatif, banyak sekali peminatnya. Tempat “hiburan” lebih penuh dibandingkan tempat ibadah, jika kita ingin berbuat hal-hal yang kurang baik/hura-hura banyak teman dan keluarga yang mendukung, tapi jika kita sadar terhadap kesalahan yang kita perbuat dan kita mulai menjalani hidup dengan baik serta meninggalkan perbuatan jahat, teman dan keluarga malah banyak yang meninggalkan kita. Hal itu menunjukkan semakin merosotnya sifat asal mereka.

Bagaimana mereka bisa kembali jika terus seperti ini. Mereka lebih suka terjerumus ke dalam jurang yang penuh dengan kebahagiaan semu, dibandingkan mengorbankan waktu dan hidupnya untuk lebih mendalami ajaran Buddha.

Mendengarkan Dharma dan ajaran Buddha mungkin membosankan bagi mereka, dibanding dengan mendengarkan dan melihat sesuatu kesenangan duniawi yang memabukkan.

Dulu aku tidak pernah berpikir hal ini, tapi sejak lebih mengenal ajaran Buddha, aku baru merasakan seperti apa penderitaan hidup di dunia ini. Kebahagiaan yang di dapat di dunia ini bukanlah kebahagiaan yang sebenarnya, bahkan kebahagiaan yang didapat hanya sesaat, dan disaat mendapatkan kebahagiaan sesaat itu, tanpa disadari telah banyak mengorbankan diri sendiri dan orang lain.


ALAM WALET
    Akhirnya Shadana Raja Naga yang kali pertama dapat diadakan juga di cetya Sukhavati Prajna, permintaan dari Raja Naga sendiri telah terwujud hari ini.

Kami telah mengadakan Ritual Api Homa dan Shadana Raja Naga selama 9 hari. Permintaan Raja Naga ini sudah agak lama, bahkan sebelum cetya Sukhavati Prajna berdiri. Saat Raja Naga meminta untuk mengadakan Shadana kepadanya itu, aku tidak tahu apakah bisa terwujud, karena aku tidak ada pengalaman dalam hal ini, dan segala perlengkapannya juga tidak ada, baik itu sutra Raja Naga ataupun tungku Homanya.

Aku tidak tahu bisa mendapatkan perlengkapan itu dari mana, aku tidak bisa meminta bantuan orang luar untuk mencarikan perlengkapan itu karena tidak ingin timbul pembicaraan yang tidak enak diluar. Tapi entah kenapa, setelah cetya berdiri dan kegiatan sudah berjalan dengan rutin, dengan sendirinya perlengkapan itu satu persatu kudapatkan, bahkan tanpa aku berusaha mencarinya.

Saat ini semua perlengkapan sudah lengkap, hingga aku harus menjalankan amanat Raja Naga untuk menyelenggarakan Shadana padanya selama 9 hari di cetya. Pada hari ke-4 Shadana Raja Naga, aku merasakan perubahan roh dalam diriku. Aku segera bermeditasi. Aku melihat sesuatu yang bersayap dan ekornya lancip, ternyata itu Burung Walet.

Aku melihat Burung Walet itu keluar masuk di satu sarang yang ada di atap bagian luar, bentuk atap rumah itu rasanya kukenal. Walet yang kulihat tadi berkata;
“Desi, aku Walet.”

“Walet, kenapa ada di tempat ini, apa tidak ada sarang dan tempat khusus?”

“Sebenarnya dulu kami tinggal di atas pohon, tapi karena banyak kelelawar yang datang dan mendominasi, sehingga kami tidak bisa tinggal dipohon.”

“Dari mana asal kalian?”

“Sebenarnya kami adalah Dewa-Dewi Khayangan.”

“Kenapa bisa menjadi Walet?”

“Karena kami berbuat kesalahan, kami melalaikan tugas kami dan sering sembunyi-sembunyi tanpa izin pergi kealam lain, sehingga di saat kami hendak kembali ke langit, kami tidak diperkenankan lagi dan diturunkan menjadi Burung Walet.”

“Begitu .”

“Ya, di saat kami tidak punya tempat tinggal dan terusir dari kelelawar kami akhirnya tinggal dirumah-rumah buatan manusia. Awalnya ada manusia yang baik memberikan tempat bagi kami, akhirnya kami jadi tinggal dan berkembang biak dirumah buatan manusia. Karena itulah kami ingin membalas kebaikan manusia tersebut dan memberikan rejeki dengan air liur kami.”

“Apa semua manusia bisa mendapatkan rejeki dari Walet.”

“Tidak. Hanya mereka yang telah menanam karma baik yang bisa mendapat rejeki dari kami. Orang banyak berpikir bisa kaya karena pakar dan paham mengenai kami, tapi sebenarnya adalah karena orang tersebut mempunyai karma baik sehingga baru bisa mendapatkan rejeki dari kami.”

“Seperti itu ya.”

“Kami berkembang biak seperti pada umumnya, anak-anak yang kami lahirkan semua berasal dari Dewa-Dewi yang punya kesalahan yang sama.”

“Bagaimana bisa mengetahui orang yang akan kalian bantu itu punya karma baik?”

“Kami sebelumnya adalah Dewa, jadi kami punya insting akan hal itu.”

“Oh iya ya”

“Desi, banyak manusia yang melatih dirinya untuk menjadi Dewa, sebenarnya menjadi Dewa tidaklah sebaik yang mereka pikirkan, seharusnya mereka melatih diri untuk menjadi Buddha dan tidak menjadi Dewa.”

“Ya, memang seharusnya begitu. Tapi tetap saja banyak manusia yang bangga diri atas kelebihan yang dimiliki, padahal kelebihannya itu hanya bisa membuatnya menjadi Dewa.”

“Ya. Itulah kebodohan manusia. Semoga kau bisa menjalankan amanat dengan baik.”

“Terima kasih petunjuknya.” Lalu aku keluar dari meditasi.



ANAK RAJA NAGA LAUT BARAT
    Akhirnya Shadana Raja Naga jadi juga di selenggarakan di cetya Sukhavati Prajna, dengan membaca Sutra Raja Naga selama 7 hari berturut-turut, 1 hari Api Homa dan 1 hari mempersembahkan Ratnakalasa ke dalam laut.

Saat akan menyelenggarakan Shadana ini aku khawatir, apakah para umat akan bisa mengikutinya, karena disamping harus bershadana 9 hari berturut-turut dan juga biaya yang harus dikeluarkan juga tidak murah.  Aku mengira pasti hanya sekitar 20-30 umat saja yang akan ikut.

Raja Naga mengatakan agar aku tidak usah khawatir, karena semua akan berjalan dengan baik, dan para umat akan bisa mengikutinya. Benar saja, saat pendaftaran yang dibuka secara mendadak dan ditutup dengan mendadak pula, ternyata antusiasme para umat mengikuti Shadana Raja Naga ini amat besar, 168 Ratnakalasa habis dan ada 60 lebih umat yang ikut menyeberang laut untuk mempersembahkan Ratnakalasa.  Aku sungguh tidak menduga hal ini.  Ternyata kekhawatiranku tidak beralasan, Raja Naga lebih mengetahui apa yang akan terjadi, jadi beliau meminta aku untuk tidak usah khawatir. Shadana Raja Naga perdana ini terwujud dan terlaksana dengan sempurna.

Dihari pertama Shadana Raja Naga, aku hanya melihat kehadiran Raja Naga, dihari kedua Shadana aura begitu kuat kurasakan, sampai-sampai Genta yang kupakai untuk memberkati putus, tubuhku gemetar karena kekuatan aura ini.

Ternyata saat itu, Raja Naga ingin berpesan kepadaku, Raja Naga berkata;

“Desi, aku ingin kau melakukan sesuatu.”

“Apakah itu?”

“Disini ada putraku, dia adalah Pangeran Naga Laut Barat, orang itu bermarga Chen, namanya adalah ......... Chen.”

“Oh ya, apa yang bisa saya lakukan “

“Aku ingin agar rupangku yang ada di altar yang saat ini sedang digunakan sebagai Adinata, nantinya bisa diberikan kepadanya setelah Shadana selesai, juga Sutraku. Aku ingin memberkatinya secara khusus, setelah selesai Shadana hari ini, wakili aku untuk memberkatinya.”

“Baiklah Raja Naga“

Aku terkesima mendengar petunjuk Raja Naga ini, tapi ini adalah amanat. Di akhir shadana aku menjalankan petunjuk yang diberikan oleh Raja Naga Laut Barat.

Keesokan harinya, pukul 1 siang hujan turun perlahan seiring dengan itu tubuhku ada perubahan, aku segera duduk bermeditasi, setelah pergerakan roh sebentar dan melihat perwujudan seekor Naga yang sedang melesat kesana kemari di langit. Kemudian beberapa saat rohku keluar dari tubuh, melesat naik kelangit, dilangit ada beberapa ekor Naga, aku menghampiri Naga yang terlihat agak besar dan berwarna merah. Lalu Naga tersebut berkata;

“Desi, aku Raja Naga Laut Barat, aku datang memanggilmu.”
“Terimalah hormat saya Raja Naga.”

“Tidak perlu sungkan, hari ini aku akan mengajakmu ke Istana Naga Laut, tempat kediamanku.”

“Apa saya diperkenankan untuk ke Istana Naga Laut?”

“Tentu saja. Kau telah menjalankan petunjukku dengan baik, dengan menuntun umat cetya untuk bershadana kepadaku.”

“Tapi apakah permohonan para umat akan dikabulkan?”

“Ya, tentu. Naiklah kepunggungku, aku akan mengajakmu ke tempatku.”

Aku segera duduk dipunggung Raja Naga Laut berwarna merah itu, lalu kami melesat cepat. Dari atas langit aku melihat lautan yang luas, saat disatu sisi laut Raja Naga berkata;

“Desi, kita sudah sampai, aku akan membawamu turun ke dalam laut.”

“Baiklah Raja Naga”.

Karena aku sudah bisa menembus medan apapun, aku yakin dan tidak gentar untuk mengikutinya, kami masuk kedalam laut kedasar yang paling dalam.

Sampai dikedalaman tertentu aku merasa alam mulai berubah, ada 2 penjaga memegang tombak, tubuhnya seperti binatang laut, tapi saat kami hendak melewatinya, mereka dengan cepat membuka jalan.

Kami menyusuri jalan laut itu, aku melihat beberapa binatang laut, ada udang, ikan, kerang dll. Dan akhirnya kami tiba dibagian depan istana Raja Naga, Raja Naga mengajakku masuk. Aku melihat singgasana berbentuk Naga dan ada dayang-dayang disisinya, wujudnya juga seperti hewan laut.

Lalu dari dalam muncul Permaisuri Naga, tubuh seperti manusia tapi kepalanya Naga, aku memberi hormat padanya. Lalu Raja Naga membawaku kebelakang ruangan diistananya. Aku melihat ada tumpukan buku-buku yang bercahaya terang, banyak sekali, Raja Naga berkata;

“Desi, ini adalah tempat Sutra-sutra Buddha”

“Oh, benar-benar ada Sutra Buddha di Istana Raja Naga?”

“Ya, kami amat mengagungkan Sutra Buddha. Aku adalah Raja Naga yang tertua, kami ada 4 bersaudara di alam laut. Aku yang pertama Raja Naga Laut Barat berwarna merah, yang kedua Raja Naga Laut Selatan berwarna kuning, yang ketiga Raja Naga Laut Utara berwarna biru dan yang keempat Raja Naga Laut Timur berwarna hijau. Karena itu Sutra Buddha hanya ada ditempatku.”

“Oh begitu ya.” Aku terkesima melihat pemandangan ini dan mendengar perkataannya.

“Ayo ikut aku, aku akan membawamu kesuatu tempat.”

Lalu Raja Naga berjalan keluar dari istana, aku mengikutinya. Sampai diluar istana ada pengawalnya yang membawakan 2 ekor kuda laut, Raja Naga menaiki kuda laut itu, lucu sekali, dan yang lebih lucu aku juga menaiki kuda laut juga. Bukankah pada dunia nyata kuda laut itu kecil sebesar jari tangan, kenapa aku bisa menaikinya, apa masuk kelaut aku telah berubah menjadi kecil ???

Kami berjalan entah kemana, sampai disuatu tempat Raja Naga turun, lalu ada penjaga yang membuka ruangan yang kami datangi, disaat melihat isi ruangan itu aku lebih termangu lagi, aku melihat banyak botol-botol yang biasanya dipersembahkan pada Raja Naga, bentuknya juga sama, aneh sekali. Aku bertanya pada Raja Naga;

“Raja Naga, ini botol-botol yang dipersembahkan kelaut bukan?”

“Betul, botol-botol ini adalah persembahan yang diberikan manusia.”

“Ternyata botol-botol itu benar diterima oleh Raja Naga?”

“Ya, jika ada rakyatku yang sakit, maka akan diberikan obat dalam botol ini, obat-obat itu bisa menyembuhkan segala penyakit kami,”

“Oh begitu.”

“Desi, ayo ikut aku, aku akan membawamu kesuatu tempat lagi.”

Raja Naga berjalan lagi keluar tempat itu dan kami kembali menunggangi kuda laut pergi kesuatu tempat. Sesampainya ditempat itu, Raja Naga Laut turun dan membuka ruang yang dijaga prajuritnya. Aku kaget setengah mati karena isi didalam ruangan itu adalah harta yang sangat banyak, ada intan permata, berlian, emas, mutiara dll. Aku berpikir apakah ini sungguhan??

“Raja Naga, ini harta karun?”

“Ha.. ha.., ini harta Raja Naga”

“Banyak sekali apa umat yang memohon rejeki padamu bisa mendapatkannya dari sini?”

“Ya, hartaku ini akan bermanifestasi sesuai permohonan mereka.”

“Semua permohonan umat bisa dikabulkan?”

“Desi, hanya jika mereka tulus hati, dan jika pemimpin shadana mempunyai ikatan batin denganku maka ritual yang dipimpinnya akan membuat permohonan para umat bisa dikabulkan. Jika pemimpin ritual itu tidak punya ikatan batin denganku, maka permohonan akan sia-sia dan tidak sampai kepadaku.”

“Raja Naga, boleh hamba bertanya?”

“Katakanlah”

“Ada beberapa umat yang tidak mengerti mengenai jati dirinya, apakah Raja Naga mengetahuinya.”

“Aku tahu, umat yang satu roh asalnya adalah dakini di alam ucchussma juga dekat denganku, karena itu saat dia mengetahui sifat asalnya, dia juga berjodoh denganku”

“Apakah ada kesalahan yang dilakukannya?”

“Tidak, dia turun kedunia untuk mencapai kenaikan tingkat dan dia punya hati yang baik.”

“Lalu bagaimana dengan umat yang satu lagi, benarkah dia pernah menjadi anak Raja Naga Laut Timur.”

“Benar, dia adalah Pangeran Naga. Karena sifat manja dan nakalnya telah membuat manusia menderita, sehingga dia diturunkan menjadi manusia, sebelumnya dia adalah dakini hijau.”

“Terima kasih atas petunjuk Raja Naga, saya sudah mengerti.”

“Desi, terima kasih karena telah membantu menyambungkan kembali antara aku dengan putraku, sesungguhnya namanya adalah Long Hung Shi, dia anakku yang penurut, tapi karena sakit, akhirnya dia mati dan terlahir menjadi manusia.”

“Hamba hanya menjalankan sesuai petunjuk saja”

“Desi, aku akan mengantarmu kembali.” Raja Naga kembali kewujud Naganya yang berwarna merah. Lalu aku kembali naik kepunggung Raja Naga melesat keluar dari laut dan naik kelangit. Aku berpamitan padanya dan memohon agar Raja Naga berkenan membantuku dalam keduniawian, agar aku bisa melepaskan usaha dengan tenang dan bisa berkonsentrasi dalam pembinaan diri. Aku sempat bertanya pada Raja Naga;

“Raja Naga, apakah sudah banyak orang yang bisa ke Istana Raja Naga?”
“Desi, kau adalah orang ke empat yang datang ke Istana Raja Naga selain Chi Thien Tha Sen. Sebelumnya ada Buddha Sakyamuni, lalu Nagarjuna, Mahaguru Lu Sheng Yen dan kau.”

“Apakah tidak ada orang lain lagi?”

“Ada beberapa orang, tapi baru setengah perjalanan mereka sudah ketakutan dan mengundurkan diri.”

“Oh begitu.”

Itulah perjalanan pertamaku ke Istana Raja Naga, amat berkesan dan telah banyak menjawab pertanyaan dalam hatiku.

Dihari ke-7 Shadana Raja Naga, kekuatan alam semesta yang kurasakan hari demi hari semakin kuat, para Naga berkeliling diangkasa, saat meditasi dengan sendirinya rohku keluar dari tubuh, aku melihat ada tangga yang terbuka, aku mengira tangga itu akan turun kelaut dan mungkin akan ke istana Raja Naga Laut lagi, tapi tangga itu bukan menuju kebawah melainkan naik keatas, aku menaiki tangga itu yang sepertinya memang disediakan untukku. Sesampainya diatas, aku melihat Buddha Amithaba, Dewi Kwan Im, Mahastamaprapta Bodhisattva dan Raja Naga Laut Barat. Aku menghaturkan hormat kepada mereka semua. Buddha Amithaba berkata;

“Desi, aku memanggilmu kesini untuk memberikanmu gelar.”

“Memberikan saya gelar, tapi gelar untuk apa Buddha Amithaba, bukankah gelar hamba sudah terlihat panjang, apa harus diberikan gelar lagi?”
“Desi, kau telah menjalankan petunjuk yang diberikan dengan menjalankan Shadana Raja Naga di cetya, karena itu Raja Naga Laut Barat meminta kepadaku untuk menjadikanmu keluarga Naga dan memberikanmu Marga Lung, mulai hari ini kau adalah keluarga Naga yang bernama “Lung Yang Shi” dan semua umat cetya adalah keluarga Naga.”

“Terima kasih Buddha Amithaba.” Aku terharu mendapatkan berkah ini.

“Jalanilah Dharmamu dengan baik dan tetaplah teguh.” Lalu Raja Naga menghampiriku dan berkata;

“Desi, kau telah menjadi keluarga Naga, aku memberikan tongkat Naga ini kepadamu sebagai tanda hubungan dan ikatan batin kita.”

“Terima kasih Raja Naga”  lalu Raja Naga berkata lagi;

“Kembalilah, para umat sudah menunggumu.”

Aku segera kembali ke cetya dan keluar dari meditasi, para umat terheran-heran melihatku, karena ini pertama kalinya dalam ritual aku lama keluar dari meditasi dan tertunduk dalam seperti itu.

ALAM TAWON
    Hari ini kira-kira pukul 3 siang, saat aku sedang mengajar anakku, aku merasakan keanehan. Entah kenapa? tapi kakak iparku dan mama mertuaku beberapa hari ini mengalami hal-hal aneh. Katanya saat kakak iparku hendak membaca mantera dengan mengunakan japamala, japamala itu mendadak putus. Lampu altar alm. ayah mertuaku padam dan batang-batang hio yang ada di dalam hiolonya terbakar. Kacamata peninggalan alm. ayah mertua patah saat ibu mertuaku memasukan kekantong celananya. Awalnya aku tidak merasakan apapun, mungkin karena begitu banyaknya kesibukan di cetya beberapa hari ini.

Aku mencoba meminta petunjuk mengenai hal itu, ternyata ada pesan yang ingin disampaikan oleh alm. ayah mertua. Dia mencoba berkomunikasi dengan cici dan mama, tapi karena mereka tidak bisa mendengar dan mengetahui petunjuk itu, akhirnya alm. ayah mertua berbicara padaku.

Aku melihat kehadiran papa, kali ini agak berbeda, papa duduk di atas teratai dengan memakai jubah kuning. Beberapa hari sebelumnya, aku mendengar komunikasi kami melalui telinga, tapi kali ini sudah bisa melalui hati. Papa berpesan untuk meletakan altarnya di dalam rumah yang berada diseberang cetya Sukhavati Prajna, altarnya harus menghadap timur dan di sisi-sisinya dibuat kotak kecil untuk tempat abu yang lain.  Rumah itu memang dijual kepada kami, karena pemilik rumah tersebut tidak menempatinya lagi karena punya masalah keluarga. Saat ini sedang dalam proses jual beli. Aku agak sedikit bingung dengan petunjuk papa, rupanya papa ingin agar rumah tersebut bisa dijadikan rumah abu. Jika ada orang lain yang hendak meletakan abu leluhurnya disitu juga bisa.  Rumah abu itu harus diberi nama “Rumah Abu Keluarga Tjong“.

Petunjuk itu aku sampaikan kepada suamiku, cici dan mama.  Rupanya keluarga telah sepakat untuk membeli rumah itu sebagai sumbangan papa kepada cetya Sukhavati Prajna untuk dijadikan Rumah Abu. Dan dirumah itu, altar sumpah bodhi akan dipindahkan disana sebagai pelindung leluhur.  Juga nantinya diteras depan posisi timur, akan diletakan altar Se Mien Fo (Buddha 4 muka) menghadap barat, sesuai permintaan dari Se Mien Fo sendiri.

Aku bertanya kepada Buddha Amithaba mengenai petunjuk papa dan kemunculan roh papa yang duduk di atas teratai itu.  Buddha Amithaba berkata kalau papa sudah seperti Bodhisattva, jika dia ingin melakukan kebajikan maka dia akan menyampaikan langsung kepada keluarganya, Buddha Amithaba meminta agar aku jalankan saja petunjuk papa.

Setelah berkomunikasi dengan Buddha Amithaba, aku tidak keluar dari meditasi tapi segera kepalaku tertunduk dalam, aku melihat seekor tawon sedang terbang. Tawon itu mengajakku kesuatu tempat. Terlihat ada sarang tawon yang agak besar dan diluarnya ada beberapa tawon lain yang sedang berterbangan. Tawon itu masuk kedalam sarang melalui salah satu lubang, aku mengikutinya.

Sepertinya tubuhku berubah menjadi kecil dalam sekejap dan bisa masuk kedalam lubang sarang tawon yang kecil itu. Di dalam sarang tawon itu banyak tawon-tawon lain hilir mudik. Tawon tadi mengajakku kedalam sampai bertemu Ratu Tawon yang wujudnya hampir sama dengan wujud Ratu Rayap, seperti ulat gemuk, tapi Ratu Tawon tidak segemuk dan tidak segeli Ratu Rayap. Lalu tawon yang mengajakku itu berbicara;

“Desi, aku Tawon Penjaga. Ada tiga jenis tawon disini, yaitu tawon penjaga yang berjaga-jaga diluar sarang. Tawon pekerja yang mencari madu bunga dan tawon prajurit yang menjaga dan memberi makan Ratu Tawon.  Ratu Tawon akan melahirkan tawon-tawon prajurit, penjaga dan pekerja.”

“Ada berapa Ratu Tawon didalam sarang?”

“Hanya ada satu Ratu Tawon didalam komunitas tawon. Kami sedang membuat komunitas tawon, tapi hidup kami sudah tidak begitu baik, karena banyak dari kami harus tinggal di dalam sarang buatan manusia.”

“Apa tujuan kalian membuat komunitas?”

“Untuk melebarkan dan memperbanyak kawanan tawon.”

“Oh...!!!“ aku terheran-heran mendengar perkataan tawon itu.

“Berapa lama hidup di alam ini ?”

“Ribuan tahun.”

“Wah... lama sekali. Tawon kan makhluk kecil, kenapa hidupnya lama sekali?”

“Saat kami menyengat manusia, kami pasti akan mati, tapi akan terlahir lagi di alam tawon sampai ribuan tahun.”

“Penderitaan di alam binatang begitu lama, memangnya dari mana asal kalian sebelumnya? dan kesalahan apa yang telah dilakukan?”

“Sebelumnya kami dari alam manusia. Yang saat hidup didunia telah melakukan pekerjaan penambangan. Menggali bumi dan mengambil hasil perut bumi seperti minyak, emas, gas dll.”

“Oh....”

“Jarum di pantat kami adalah identitas kalau kami sebelumnya adalah penambang”

“Kalau yang mengali jalan untuk membuat pipa air, apakah akan masuk ke alam ini?”

“Tidak, yang masuk ke alam ini adalah mereka yang mengambil hasil alam. Baik pekerjanya maupun kontraktornya akan masuk ke alam ini menjadi tawon.”

Aku tak habis pikir, ternyata seperti itu. tapi bagaimana dengan pengeboran untuk mencari sumber air, apakah juga akan terlahir di alam ini? aku lupa menanyakan hal ini pada tawon tersebut.

Itulah pengalaman perjalananku ke Alam Tawon.


ALAM LALAT  ( 20/6-2011)
    Siang ini, kira kira pukul 11. Aku kembali menjalankan tugasku untuk pergi ke Alam Binatang. Beberapa hari ini aku tidak bisa menjalaninya, karena banyak yang harus aku lakukan untuk acara-acara di cetya Sukhavati Prajna, dan sepertinya Kaisar Langit mengetahui kesibukanku itu, sehingga aku tidak merasakan panggilan darinya untuk menjalankan tugas yang Kaisar Langit berikan.

Baru hari ini lagi aku merasakan panggilanNya, setelah kemarin selesai mengadakan acara ulang tahun cetya dan Mahaguru tanggal 18 bulan 5 lunar. Aku duduk bersila diruang kerjaku, karena pada saat ini aku tidak terikat lagi dengan tempat/lokasi saat bermeditasi, aku dapat bermeditasi dimana saja secara spontan dan alamiah serta dalam situasi apapun.

Seperti biasa aku tertunduk dan tertidur dalam meditasi, ada seekor binatang yang bersayap kecil terbang menghampiriku, dia mengajakku ikut terbang bersamanya. Aku ikuti arah terbangnya, setelah beberapa lama, aku telah tiba disuatu tempat. Disana banyak sekali lalat-lalat yang sedang mengerumuni sesuatu, setelah aku melihat dengan lebih dekat, ternyata mereka semua sedang berkerumun di sebuah daging yang hampir membusuk, aku sepertinya juga mencium bau busuknya, membuat aku agak mual dan jijik. Lalu aku segera mengalihkan pandanganku ke lalat yang tadi membawa aku ketempat ini. Lalat itu berkata kepadaku;

“Desi, aku Lalat Pemburu. Aku yang memimpin semua lalat-lalat prajurit.  Saat ini kau telah berada di alam kami “

“Apa Alam Lalat seperti ini?”

“Iya, inilah tempat kami. Seperti yang kau lihat itu.”

“Kenapa begitu, apa tidak ada tempat yang lebih baik lagi?”

“Tempat itu sesuai dengan perbuatan yang kami lakukan.  Awalnya kami adalah larva yang berasal dari makanan yang mulai membusuk, setelah itu larva akan berubah menjadi ulat kecil/belatung, setelah beberapa lama belatung itu akan mengeras dan membentuk seperti kepompong seperti kupu-kupu, barulah muncul anak-anak lalat. Tapi kami berbeda dengan kupu-kupu, kupu-kupu lebih bersih dari kami karena mereka dari ulat pohon.“

“Haa,  begitu ya. Sebelumnya dari mana asal kalian?”

“Sebelum terlahir menjadi larva lalat dan menjadi seekor lalat, kami adalah manusia yang berbuat kesalahan selama hidup didunia. Tidak ubahnya seperti lalat yang mengerumuni makanan, kami dulu juga seperti itu. Mengkhianati teman dan keluarga sendiri dengan menguras harta keluarga dan “menusuk” teman sendiri dari belakang. Pada saat itu kami tidak memperdulikan orang lain yang kami khianati, walaupun itu keluarga dan teman kami sendiri.“

“Apakah seperti Nyamuk?“

“Tidak, kami berbeda. Karma buruk yang dilakukan mereka berbeda dengan kami.”

“Apakah kalian juga punya Ratu Lalat  seperti di Alam Rayap dan Tawon?”
“Tidak ada Ratu Lalat dalam alam kami, kami berdiri sendiri dan hanya sibuk memenuhi kebutuhan kami sendiri. Walau kelihatannya kami berkumpul, tapi kami saling tidak memperhatikan dan perduli satu sama lainnya. Hal ini mencerminkan diri kami saat menjadi manusia.”

“Seperti itu ya, tapi apakah manusia didunia banyak yang berbuat salah seperti itu? karena aku melihat banyak sekali lalat berkerumun ditempat sampah.“

“Begitulah, mungkin kau tidak mengetahuinya. Tapi banyaknya lalat didunia, sama banyaknya dengan manusia didunia yang berhati busuk dan tercela.“

“Berapa lama hidup di Alam Lalat?“

“Hanya beberapa hari saja.”

“Oh, sebentar sekali. Setelah itu apa bisa langsung terlahir menjadi manusia lagi ?”

“Kami harus masuk kedalam neraka terlebih dahulu, setelah hukuman telah selesai baru terlahir di alam lalat. Saat menjadi lalat, karena kekenyangan makan kami bisa mati. Setelah itu baru bisa terlahir lagi menjadi manusia.”

“Hukuman apa yang kalian jalani di Alam Neraka?”

“Kau sudah pernah ke Alam Neraka bukan, kau pasti tahu apa hukuman yang diterima. Aku tidak bisa menceritakan mengenai hal itu, karena tugasku hanya memberitahukan mengenai alamku kepadamu.”

“Baiklah, aku mengerti.”

“Desi, aku beritahu ya. Kebanyakan kami terlahir dari makanan bernyawa seperti daging. Banyak manusia yang berpenyakit kanker, gangguan pencernaan dan penyakit kulit karena disebabkan makan-makanan bernyawa. Dan tidak semuanya sakit seperti itu karena karma buruk mereka.“

“Loh... kenapa begitu? Bukankah daging yang sudah dimasak tidak masalah untuk dimakan dan kumannya sudah mati.”

“Larva yang tinggal di dalam daging yang sudah dimasak, memang sebagian mati pada saat itu, tapi ada sebagian larva yang masih bisa hidup karena memiliki selaput pelindung tubuh yang lebih kuat, bahkan kadang larva yang sepertinya mati saat dimasak, bisa hidup kembali di dalam tubuh manusia. Itulah yang menyebabkan kuman bersarang ditubuh manusia dan menjadi penyakit dan racun di dalam tubuh. Saat manusia mati tubuhnya akan segera membusuk dengan cepat dan muncul larva yang berubah menjadi ulat/belatung, kadang juga tubuh manusia bisa tumbuh ulat/belatung walaupun manusia itu masih hidup.”

“Manusia yang tubuhnya muncul ulat/belatung saat masih hidup, bukannya karena terkena kiriman guna-guna?”

“Tidak semuanya, sebagian karena makan-makanan bernyawa. Terlebih lagi mereka yang makan-makanan bernyawa yang masih mentah dan belum dimasak, resikonya lebih besar dihinggapi larva lalat.“

“Mengerikan sekali, jadi apa semua orang harus vegetarian dan tidak makan daging?“

“Kau tahu bagaimana cara memurnikan makanan? dengan begitu bisa menyeberangkan mereka lebih dulu sebelum dimakan, jadi tidak bersarang didalam tubuh dan menjadi penyakit.”

“Ya, ya... aku tahu. “

“Desi, semoga kau bisa menuliskan semua ini dengan baik, agar banyak manusia yang mengetahui mengenai alam ini, dan bisa menyadarkan mereka. Supaya mereka tidak terlahir di alam lalat ini.”

“Ya... aku akan ceritakan hal ini. Terima kasih atas petunjuknya.”

Setelah banyak berbicara dengan Lalat Pemburu itu, aku pergi dari alam lalat itu untuk kembali. Dan Aku telah terbangun dari meditasi tidurku. Begitulah perjalananku kealam lalat, semuanya terjadi secara cepat dan tidak diduga. Sama sekali tanpa aku pikirkan dan aku rencanakan, rahasia-rahasia alam binatang satu persatu aku ketahui.

Kadang aku berpikir, saat sudah mencapai tingkatan seperti ini, aku seperti tidak merasakan apa-apa, bimbingan yang aku dapatkan tidaklah seperti dulu saat awal berkontak batin dengan para Dewa. Sekarang ini, aku lebih dikonsentrasikan pada pengembangan cetya Sukhavati Prajna dan penulisan buku-buku Dharma.

Bisa seperti ini, terjadi secara alami. Aku tidak pernah memaksakan diri melatihnya, ataupun berusaha mencari tahu secara membabi buta. Aku merasa, semua pengalaman ini datang dengan sendirinya, mengalir seperti air. Kadang bergelombang besar, kadang beriak kecil, kadang pula seperti tidak bergerak.

Dari awalnya terdorong untuk membaca mantera dan bermeditasi, berjodoh dengan ajaran Buddha, terbukanya mata ketiga, mengetahui jati diri, mendapatkan bimbingan dari para Bodhisattva dan Dewa, pernapasan botol, terbangkitnya Api Kundalini, merasakan Rasa Dharma, terbukanya lima cakra, roh keluar dari tubuh dan pergi ke alam lain, penyatuan dengan Buddha-Bodhisattva dan bisa membelah tubuh.  Semua itu timbul dengan sendirinya dan tidak pernah aku harapkan sama sekali.

Aku mensyukuri atas semua yang telah aku dapatkan, dan berusaha untuk mengamalkannya untuk kebahagiaan semua makhluk. Sesuai dengan Sumpah Bodhi yang telah aku ikrarkan dihadapan para Buddha-Bodhisattva, aku berusaha untuk menjalankan semua tugas yang diberikan dengan baik. Berusaha untuk tetap teguh dan tidak mundur menjalaninya,  Semoga pembinaan diri yang aku lakukan selama ini, bisa memberikan motivasi bagi para insan untuk berbuat lebih baik dalam hidup mereka di dunia ini dan mau mulai membina dirinya, agar segala karma buruk dikehidupan sebelumnya bisa terkikis dan terhapus, mengumpulkan pahala kebajikan dikehidupan ini, agar terlahir di alam yang lebih baik, kembali ke tempat asal dan mencapai keBuddhaan.


RUPANG SE MIEN FO
SAAT ULANG TAHUN CETYA YANG PERTAMA
    Tidak terasa telah satu tahun cetya Sukhavati Prajna berdiri dan aktif dalam kegiataan Dharma Buddha. Pada hari ini kami semua umat cetya Sukhavati Prajna merayakan hari ulang tahun bersamaan dengan ulang tahun Mahaguru yang ke-67.  Persiapan acara begitu mendadak, aku sama sekali tidak menyangka kalau antusias dan partisipasi umat begitu besar. Acara ulang tahun cetya berjalan dengan semarak dan semua terlihat begitu berbahagia.

Kami semua saling bekerjasama dalam acara itu, beberapa hari setelah menjalankan api homa Dewi Matzu di Vihara  Puncak. Guruku memberi petunjuk untuk memberikan penghargaan kepada para umat yang telah banyak membantu dalam pendirian, peran aktif dan dukungan yang telah diberikan kepada cetya Sukhavati Prajna, sebagai tanda ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka semua. Guruku mengatakan, dengan adanya dukungan dan partisipasi para umat, segala kegiatan cetya bisa berjalan dengan baik dan lancar.

Dengan terburu-buru aku mempersiapkan petunjuk guruku, aku sangat bersyukur karena ada beberapa umat yang bisa membantuku menyelesaikan tugas ini. Segala dokumentasi, promosi dan pencetakan buku Dharma banyak dibantu oleh mereka. Kami semua berkumpul penuh dengan rasa kekeluargaan, sampai banyak orang tidak menyangka kalau perkembangan cetya Sukhavati Prajna bisa secepat ini, dan banyak umat yang berkenan membantu. Terlihat begitu sempurna, semua seperti dipertemukan oleh Buddha-Bodhisattva.

Pada hari ulang tahun cetya itu, piagam penghargaan diberikan kepada mereka. Sesuai dengan dukungan yang telah mereka berikan masing-masing. Semoga dengan diberikannya penghargaan itu, bisa membuat mereka semakin termotivasi untuk terus menjalankan Dharma mereka. Dan terus berusaha membina diri dengan baik. Agar segala cita-cita luhur mereka bisa terwujud dan bisa memberikan kebahagiaan bagi semua makhluk.

Hari ini pula, keinginan Se Mien Fo untuk memasang altarnya di cetya Sukhavati Prajna, sepertinya akan segera terwujud.  Rumah yang berada di seberang cetya sudah akan menjadi milik cetya, dan tanpa diduga juga ada orang yang menyumbangkan rupang Se Mien Fo dengan ukuran sesuai dengan keadaan cetya saat ini.

Beberapa kali aku mendapatkan keajaiban yang sepertinya telah diatur para Dewa, dengan sendirinya rupang-rupang yang dibutuhkan cetya bisa ada orang yang menyumbangkannya, kadang beberapa lama setelah Dewa yang bersangkutan meminta untuk dipasang rupangnya, beberapa hari kemudian bisa ada orang yang mengantar rupang tersebut. Itu adalah salah satu kemudahan yang aku dapatkan dalam menjalankan Dharma ini. Tapi ada satu Dewa yang meminta agar aku menyiapkan altarnya, tapi karena Dewa tersebut bertolak belakang dengan Dharma Buddha yang aku jalankan saat ini, dengan hormat aku menolak permintaannya. Walaupun Dewa tersebut menjanjikan kesenangan duniawi dan mau menunggu sampai aku berubah pikiran, aku tetap meneguhkan hatiku untuk tidak mengikuti permintaannya.

Walaupun aku sedang menjalankan Dharma Buddha yang universal dan tidak membeda-bedakan kepercayaan apapun, tapi aku tetap berusaha untuk hanya menginjak satu perahu Dharma dalam menyusuri lautan samsara ini, demi mencapai pantai seberang, bernaung dipulau yang benar.

Guruku dan para Buddha-Bodhisattva sudah meminta agar aku berkenan melepaskan keduniawianku,  agar aku bisa lebih banyak berkonsentrasi pada pembinaan diri, berkonsentrasi pada perkembangan cetya. Tapi karena masih banyaknya tanggung jawab yang harus aku lakukan dikehidupan ini, aku memohon para Buddha-Bodhisattva berkenan menungguku beberapa saat, sampai aku siap melepaskan semuanya. Dan pada saat itu, aku akan mencurahkan hati dan pikiranku sepenuhnya untuk jalan Bodhisattva. Semoga segala harapan bisa terwujud dan semoga segalanya bisa berjalan dengan lancar.


ALAM NYAMUK ( 21/6-2011)
    Hari pukul 2 siang, aku pergi ke Alam Nyamuk. Tadinya aku tak mengerti dengan apa yang aku lihat, seperti ada genangan air dan ada sesuatu yang bergerak-gerak cepat, setiap aku dekati sesuatu itu bergerak lagi menjauh. Aku mengira ikan kecil, tapi tidak seperti ikan. Kucoba untuk memperhatikan lagi dengan seksama, ternyata apa yang kulihat di dalam genangan air dan bergerak itu adalah jentik nyamuk.  Aneh tiba-tiba saja aku masuk ke alam ini, aku mengikuti kemana jentik nyamuk itu berjalan. Jentik itu membawaku ketempat genangan air yang makin lama makin gelap suasananya, sehingga aku hampir tidak jelas melihat jentik itu. Lalu jentik tersebut terdiam dan menempel di satu sisi yang agak kering, dan tubuh jentik itu seperti mengeras dan terbelah kulitnya, kemudian muncul seekor nyamuk yang memaksa keluar dari dalam jentik itu. Aku baru mengerti ternyata begitu proses keluarnya nyamuk. Setelah nyamuk itu keluar, dia malah bicara denganku;

“Desi, aku adalah Nyamuk“

“Iya, aku tahu. Tapi kenapa saat kau menjadi jentik sepertinya kau sudah mengetahui keberadaanku?”

“Hanya terlahir menjadi manusialah yang tidak bisa mengenal lagi keluarga dan kerabat pada kehidupan sebelumnya, kecuali manusia itu membina diri. Tapi yang terlahir di alam binatang masih bisa mengenal dan mengetahuinya.”

“Kau tinggal ditempat ini?”

“Ya, dimana ada genangan air yang kotor, disitulah kami para nyamuk tinggal. Tempat hidup kami sesuai dengan perbuatan salah kami dulu”

“Apa yang kalian lakukan sehingga bisa terlahir di Alam Nyamuk ini.”

“Sebelumnya kami adalah manusia yang telah berbuat kesalahan, sebelum terlahir di alam nyamuk ini kami harus menjalani hukuman terlebih dahulu di alam neraka. Pada waktu kami menjadi manusia, kami suka melakukan perselingkuhan dengan isteri orang lain atau suami orang lain, juga ada yang melakukan perbuatan tidak baik dengan ibu sendiri, adik sendiri, kakak sendiri, teman sendiri dan keluarga sendiri. Kesalahan itulah yang menyebabkan kami bisa terlahir dialam ini.”

“Begitu ya, apa orang yang melakukan hubungan dengan wanita tuna susila juga akan terlahir di alam ini?”

“Tidak, mereka yang melakukan hal itu akan mendapatkan hukuman di neraka, tidak terlahir di alam nyamuk tapi akan terlahir di alam binatang yang lain.”

“Berapa lama hidup di alam nyamuk ini?”

“Ribuan tahun. setelah mati dibunuh manusia, kami akan kembali terlahir menjadi nyamuk sampai ribuan tahun, baru bisa terlahir lagi menjadi manusia.”

“Wah... lama sekali. Kenapa begitu?”

“Karena perbuatan kami, merupakan pelanggaran berat sila ke-2 setelah sila pertama yang tidak boleh membunuh bagi orang awam. Karena itulah kami harus mengalami hukuman yang berkepanjangan.”

“Kenapa kalian suka meminum darah makhluk hidup yang lain?”

“Karena sifat buruk kami yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, suka main belakang dan menyembunyikan perbuatan kotor kami, sehingga baik tempat tinggal dan makanan kamipun sesuai dengan perbuatan yang kami lakukan dulu, hanya bisa tinggal ditempat kotor, habis menggigit dan menghisap darah tidak bisa melarikan diri sampai ditepuk orang sampai mati. Biar begitupun tetap belum bisa segera mencapai kebebasan dan keluar dari penderitaan ini. Desi, kamu bisa membantu kami tidak ?”

“Apa yang bisa saya bantu. Yang saya tahu semua kehidupan mahluk hidup berjalan berdasarkan hukum karma dan sebab akibat. Menanam kebaikan akan mendapat kebahagiaan, menanam kejahatan akan mendapat penderitaan hukuman.  Saya rasa hukum langit sudah adil.”

“Jadi bagaimana bisa keluar dari penderitaan ini?”

“Sebaiknya, jangan menghisap dan meminum darah makhluk hidup lagi. Kalau ada ceramah dharma dan pembacaan mantera ikutlah mendengarkannya dan melafalkannya dalam hati, semoga dengan cara itu bisa mengikis karmamu.”

“Baiklah, semoga kau bisa menuliskan mengenai alam kami ke dalam bukumu.“
“Terima kasih petunjuknya.”

Setelah itu aku keluar dari Alam Nyamuk dan kembali ketempatku. Aku merasa terlahir di alam binatang begitu menderita. Mengapa manusia didunia banyak yang menyia-nyiakan hidupnya, berbuat hal-hal yang tidak baik dan menanam karma buruk. Padahal menjadi manusia adalah kesempatan untuk mengumpulkan pahala kebajikan dan kesempatan untuk membina diri untuk bisa mencapai keBudhaan dan melepaskan diri dari rantai tumimbal lahir.

Banyak manusia, karena tergiur dengan kenikmatan duniawi tidak menyadari kalau pada akhirnya akan mendapatkan penderitaan berkepanjangan dikehidupannya yang akan datang. Bahkan ada yang tidak memperdulikan mereka akan menjadi apa, mau mereka mati mendadak atau nantinya akan masuk neraka, mereka tidak memperdulikannya, yang ada dalam pikiran mereka hanya memuaskan hawa nafsu selama hidup didunia.


ALAM MERAK
    Sore ini, setelah sibuk membereskan barang-barang cetya, aku duduk bermeditasi. Sudah hampir satu minggu aku tidak melakukan Perjalanan Astral ke Alam Binatang, mungkin Kaisar Langit tahu kalau cetya sedang disibukan dengan Shadana Raja Naga dan kegiatan-kegiatan cetya, sehingga baru saja kegiatan selesai aku telah terpanggil kembali.

Ada satu binatang yang menungguku, bulu-bulunya sangat indah, kadang tertutup kadang terbuka seperti kipas. Wujudnya sudah bisa aku tebak, seekor Burung Merak. Dia membawaku ketempat yang banyak burung meraknya, lalu berkata;

“Desi, aku Burung Merak.”

“Ya, saya bisa mengenalinya, ini Alam Burung Merak?”

“Ya, aku telah menunggumu untuk datang ke alam kami.”

“Bagaimana kau bisa tahu kalau aku akan pergi ketempatmu?”

“Petunjuk dan berita langit datang secepat kilat.”

“Mengapa bulu kalian indah, dari mana asal kalian sebelumnya?”

“Kami bangsa merak merupakan lambang keharmonisan, kebahagiaan dan berkah. Populasi kami hanya terdapat di China daratan, paling banyak di daerah Sicuan, Shanghai China. Di Indonesia juga ada tapi tidak sebanyak di China daratan. Sesungguhnya kami berasal dari Alam Mahamayuri Vidyarajni.”

“Begitukah?!! Apa kalian berbuat kesalahan hingga turun menjadi Burung Merak?”

“Tidak, kami sama sekali tidak punya kesalahan, kami turun menjadi Burung Merak untuk bisa mencapai tingkat Bodhisattva.”

“Apa? untuk mencapai tingkat Bodhisattva kenapa menjadi Burung Merak, apa terlahir menjadi binatang akan bisa mencapai  tingkat Bodhisattva?”

“Desi, untuk mencapai tingkat Bodhisattva banyak cara yang bisa dilakukan, tidak semua harus meninggalkan keduniawian, tidak juga dengan hanya berbuat kebajikan dengan berdana, kami mencapainya dengan mengorbankan diri kami untuk mencapai tingkat Bodhisattva. Banyak cara untuk mencapai tingkat Bodhisattva, asalkan cara yang dilakukan tujuannya untuk kebahagiaan semua makhluk, maka mereka akan mencapai  tingkat Bodhisattva.”

“Bagaimana cara kalian mencapai itu?”

“Dengan mengorbankan bulu-bulu kami yang indah untuk digunakan sebagai lambang dan berkah. Alam Mahamayuri penuh dengan kemewahan dan kemegahan, karena itu perwujudan kami juga mencirikan alam kami sebelumnya, maka dengan kemegahan yang kami miliki itu bisa mendatangkan berkah bagi semua makhluk maka kami akan mencapai  tingkat Bodhisattva.”

“Berapa lama hidup di Alam Merak?”
“Tidak lebih dari 100 hari, setelah itu kami akan mencapai tingkat Bodhisattva”

“Saya baru tahu mengenai hal ini, setelah menjadi binatang akan bisa menjadi Bodhisattva. Kalau boleh tahu dimana letak Alam Mahamayuri?”

“Disebelah utara, dekat Surga para Jambhala, dimana disitu ada kemewahan dan kemegahan, maka disitulah Alam Mahamayuri.”

Setelah keluar dari alam merak aku masih termangu tidak percaya akan apa yang kulihat dan dengar. Memang benar, untuk mencapat tingkat Bodhisattva dan keBuddhaan bisa didapat dengan berbagai cara, tapi aku tidak pernah terpikir sama sekali kalau setelah terlahir di alam binatang bisa juga mencapai tingkatan itu.

Dan ternyata, tidak semua mereka yang terlahir di alam binatang, adalah yang telah berbuat kesalahan saja, tapi ada juga yang tidak berbuat kesalahan, melainkan atas keinginan sendiri ingin terlahir di alam binatang. Sungguh membuatku terharu.

Banyak sekali rahasia alam yang baru aku ketahui, banyak juga manusia yang tidak menyadari hal ini. Mereka saja yang berasal dari alam bahagia masih rela turun ke alam penderitaan untuk kebahagian semua makhluk dan demi tujuan yang mulia.


KISAH HUKUM KARMA
    Suatu hari, cetya kedatangan seorang anak laki-laki berusia sekitar 15 tahun, anak itu berasal dari luar kota. Saat dia turun dari mobil aku prihatin melihat keadaannya, tubuhnya kurus dan lemah, sekujur tubuhnya penuh dengan nanah yang mengering, tidak ada lagi kulit tubuhnya yang bebas dari nanah kering itu.

Saat itu juga dia dalam keadaan demam dan tidak bernafsu makan, badannya terlihat bungkuk tidak bertenaga. Aku sempat kaget melihat dirinya, baru kali ini aku kedatangan tamu yang seperti itu, mungkin orang akan merasa geli  dan takut dekat dan bersentuhan dengannya, takut tertular penyakitnya itu.

Tapi entah kenapa aku seperti ada kekuatan untuk tegar menghadapinya, aku memberkatinya dan biasa saja memegang tubuhnya. Saat aku menopangkan telapak tanganku keatas kepalanya, aku merasakan ada energi yang terserap ketanganku, dengan segera aku bervisualisasi hawa negatif keluar dari cakra mahkota, aku bisa menduga ini pasti aku telah menyerap karma buruknya. Karena diberkati itulah, dia agak bersemangat dan mau makan, aku memberinya hu pelindung dan menyuruhnya membaca Mantera.  Walaupun anak itu tidak bersekolah, tapi terlihat pintar dan dia bisa membaca Mantera yang aku tunjukan dengan baik.

Setelah aku melihat penyebab dia seperti itu, aku baru mengetahui kalau dia punya karma buruk yang sangat berat.  Pada kehidupan sebelumnya dia suka menangkap, membunuh dan memakan ular. Karena itu pada kehidupan sekarang karma buruknya berbuah.

Orang tuanya mengatakan kalau waktu dia dilahirkan, keadaannya normal seperti bayi pada umumnya, tapi saat dia berusia satu bulan mulai muncul seperti biang keringat, tapi sudah diobati tidak kunjung sembuh malah semakin parah, dan setiap akan timbul nanah disekujur badannya dia akan mengalami demam. Dia tidak bisa makan daging, jika sedikit saja dia makan daging maka nanah akan bertambah lagi.

Aku menyarankan agar sering datang ke cetya untuk mendapatkan pemberkatan, agar karmanya pelan-pelan terkikis, awalnya para umat kaget dan takut melihat anak itu, tapi setelah aku memberitahu bahwa penyakitnya itu karena karma dan tidak menular barulah para umat bisa menerimanya. Dan dia bisa bermain dengan anak-anak lain di cetya. Anak itu rajin datang ke cetya, hampir seminggu 2 kali, sambil terus membaca Mantera dan berbuat kebajikan, akhirnya nanah-nanah ditubuhnya itu mulai berkurang, tubuhnya yang lemah dan kurus telah sehat dan bersemangat. Biasanya sekujur tubuhnya tidak ada kulit yang selamat dari nanah, tapi setelah perlahan karmanya terkikis, tubuhnya sudah mulai bersih, bahkan badannya sudah tidak timbul nanah lagi, serta wajahnya sudah bersih pula.

Setelah dia mengalami kemajuan itu, dia kembali kerumahnya diluar kota, dan aku tetap berpesan kepadanya untuk tetap rajin membaca Mantera dan berbuat kebajikan, semoga saja dia tetap menjalankan petunjuk yang diberikan dan karma buruknya bisa terkikis perlahan-lahan, sehingga dikehidupan sekarang dia bisa menjalaninya dengan baik dan bahagia.

ALAM CICAK
    Hari ini aku merasakan perubahan tubuh lagi, aku mencoba masuk kedalam meditasi diruang kantor, kepalaku kembali tertunduk, tapi aku belum bisa melihat apapun, aku seperti berbicara sendiri dalam hati, entah apa yang kubicarakan sehingga konsentrasiku buyar.

Setelah aku menerima tamu dua orang, aku kembali mencoba masuk dalam meditasi, awalnya ada pergerakkan roh, gerakan tanganku memukul-mukul betis kananku karena tadi pagi sempat kaku lagi, padahal sudah lama tidak kambuh, mungkin karena aku tidak melatih meditasi lagi sesering dulu. Baru setelah beberapa lama aku bisa masuk ke alam binatang.

Ada seekor Cicak menunggu kehadiranku, dia mengajakku ketempat yang agak gelap, menempel di dinding, lalu berkata;

“Desi, aku Cicak. Saat ini kau ada dialamku”

“Ya saya tahu.”

“Kami tinggal ditempat gelap, tidur disiang hari dan malam baru keluar untuk mencari makan”

“Kenapa begitu, dari mana asal kalian sebelumnya?”

“Sebelumnya kami adalah manusia yang mengalami susah tidur atau imsomnia.”

“Ha... susah tidur saja bisa dihukum turun kedunia binatang menjadi Cicak.”

“Bukan susah tidurnya yang salah, tapi perbuatan kami saat tidak bisa tidur itu yang salah.”

“Apa kesalahannya?”

“Saat tidak bisa tidur, kami suka membaca buku porno, menonton film porno, menghayal dan berpikir yang porno.”

“Ha ha, karena itu bisa terlahir kedunia Cicak? lalu bagaimana dengan mereka yang tidak tidur dimalam hari tapi pergi berhura-hura, berhubungan dengan wanita tuna susila, apakah akan ke alam ini juga?”

“Tidaklah, yang seperti itu mendapatkan hukuman yang berbeda, yang terlahir di Alam Cicak hanya mereka yang berbuat hal-hal yang kusebutkan tadi.”

“Apa hanya membaca buku porno, nonton film porno dan mengkhayal porno saja bisa terlahir di alam ini?”

“Haha, perbuatan setelah melakukan hal itulah yang membuat terlahir disini.”

“Apa itu, aku jadi bingung deh?”

“Setelah membaca dan nonton film porno dan berkhayal jorok, kami melakukan masturbasi / onani dll.”

“Loh.. loh, apa hal itu juga dilarang dan dihukum? Bagaimana dengan suami-istri yang melakukan hal itu?”

“Desi, hukuman di alam ini tidak berlaku bagi manusia yang telah berkeluarga, asalkan mereka tidak berzinah dengan orang lain, itu masih bisa dipahami, tapi yang terlahir disini adalah mereka yang masih single atau belum berkeluarga tapi melakukan hal itu.”

“Oh begitu ya, tapi saya rasa anak muda yang melakukan hal itu pasti banyak, tapi disetiap rumah mungkin hanya ada cicak tidak lebih dari 10 ekor saja.”

“Kau tidak tahu ya, usia cicak itu singkat sekali, tidak lebih dari 30 hari, kadang cicak yang kau lihat hari ini, tidak sama dengan cicak yang kau lihat esoknya atau beberapa hari kemudian, karena cicak yang kau lihat sebelumnya itu sudah mati dan terlahir kembali menjadi manusia. Jadi ada banyak juga manusia yang terlahir di sini.”

“Ya, saya baru tahu hal itu. saya ingin bertanya suatu mitos, katanya kalau kita kejatuhan cicak atau kejatuhan kotoran cicak itu tandanya ada kabar berduka atau tidak baik. Apa itu betul?”

“Betul.”

“Lalu bagaimana kalau cicak itu merayap naik kebadan seseorang, itu pertanda apa ?”

“Haha, itu karma jodoh. Cicak itu berlindung padanya, dan jika cicak itu menyentuh orang tersebut, maka karma cicak itu akan terhapus dan cicak tercebut bisa terlahir kembali kealam manusia dengan cepat, dan orang yang disentuhnya itu biasanya punya karma baik yang sangat banyak sehingga bisa membantu mencuci karma buruk cicak tercebut.”

“Oh begitu, tapi bagaimana cicak bisa memberi tanda ataupun mengetahui sesuatu yang akan terjadi?”

“Haha, itu karena kami tidak tidur dimalam hari, jadi kami bisa mengetahui kabar mengenai dunia roh, baik hantu ataupun Dewa.”

“Begitu, lalu kenapa ekor cicak bisa putus dan tidak ada darahnya juga bisa tumbuh ekor baru.?”

“Ya itu tadi, karena energi kami habis saat menjadi manusia, hingga darah kami tidak merah tapi putih. Dan ekor kami adalah pusat pikiran kami karena kami selalu berpikir mundur dan rendah saat menjadi manusia.”

“Bagaimana dengan Tokek?”

“Tokek punya kesalahan lebih berat, walau awalnya sama perbuatannya, tapi manusia yang terlahir di Alam Tokek adalah telah melakukan kesalahan sampai memperkosa orang lain, karena itu usia tokek lebih lama dan wujudnya jelek tidak seperti kami.”

Setelah berbicara, aku keluar dari alam cicak itu dan kembali untuk keluar dari meditasi.


PENUTUP
    Akhirnya, buku ke-3 Perjalanan Astral ke Alam Binatang  telah selesai kukerjakan. Aku telah menulis 4 buku dalam kurang dari 2 tahun ini, dan tidak pernah menyangka sama sekali kalau selain bimbingan spiritual yang kudapatkan, aku juga diarahkan untuk menulis buku-buku Dharma.

Hanya kadang aku tidak bisa mengembangkan kata-kata agar bisa dibaca dengan lebih baik, karena memang aku tidak pandai berkata-kata. Karena itu isi buku yang aku tulis, mungkin kurang begitu tersusun rapi, kebanyakan kata-katanya amat sederhana.

Namun aku tetap mengucap syukur atas berkah ini, sesuatu yang tidak pernah kuduga dan kurencanakan sama sekali, terjadi padaku. Saat ini walau aku disibukan dengan kegiatan di cetya, memimpin pujabakti dan ritual keagamaan, bimbingan untuk menulis buku tidak pernah berhenti. Karena setelah buku Perjalanan Astral ke Alam Binatang ini selesai, aku akan mendapat amanat yang berbeda lagi. Aku sudah diberitahukan hal ini dari awal, buku apa yang akan aku tulis dikemudian hari, aku belum bisa mengetahuinya. Karena semua itu datangnya secara spontan dan tidak pernah kuduga.

Menjalani Dharma, begitu banyak hal yang terjadi. Kadang timbul rasa sedih dan lelah, setelah menjalani Dharma aku baru mengerti kesedihan dan kelelahan Buddha-Bodhisattva.  Banyak manusia jika sudah mengalami kesulitan dan kesusahan baru mencari Buddha-Bodhisattva agar bisa keluar dari kesulitannya, banyak manusia hanya bisanya memohon saja agar selamat, tapi tidak pernah melakukan suatu kebajikan apapun.

Jika permohonannya tidak terkabul, mereka akan marah dan kecewa pada Buddha-Bodhisattva. Manusia tidak pernah berpikir bahwa hidup mereka didunia ini terjadi karena adanya karma. Mereka hanya menginginkan kesenangan saja, dan setelah mendapatkannya tidak pernah mau mencari Buddha-Bodhisattva untuk berterima kasih.

Ada juga manusia yang tidak mau rugi, mereka baru mau berbuat kebajikan jika permohonannya terkabul dulu. Didunia ini, manusia yang benar-benar tulus sangat jarang, karena itu jarang sekali ada manusia yang bisa mendapatkan pencerahan dalam hidupnya. Kebanyakan manusia memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan mendapatkan sesuatu juga dari orang tersebut, begitu pula kepada Buddha-Bodhisattva.

Tapi Buddha-Bodhisattva tidak pernah mundur dalam misi penyelamatannya, walaupun moral manusia semakin merosot saja. Buddha-Bodhisattva tidak pernah keluar dari sumpah samaya dan ikrar agungnya menolong semua makhluk, tidak pernah lelah menghadapi kekotoran batin manusia yang tidak ada habisnya.

Aku bertanya pada Guru Sejatiku, mengapa Buddha-Bodhisattva tidak pernah lelah menolong manusia? Guru Sejatiku menjawab, karena seorang Buddha-Bodhisattva itu tidak lagi memikirkan dirinya sendiri dan selalu rela berkorban untuk semua makhluk, membantu makhluk di 6 alam samsara agar terlepas dari belenggu rantai tumimbal lahir.

Dengan ditulisnya Buku ini, semoga banyak manusia menyadari bahwa, menjadi manusia adalah kesempatan untuk membina diri dan kesempatan untuk bisa mengikis karma serta menanam karma baik, agar dikehidupan yang akan datang bisa terlahir ke alam yang lebih baik dan tidak mengalami tumimbal lahir lagi.

Semoga buku ini bermanfaat bagi umat se-Dharma dan bisa memberikan kebahagiaan bagi semua makhluk, terutama yang terlahir di alam binatang.

4 komentar:

Darmawan Tjong mengatakan...

Saya telah membaca buka 2 dari Guru Desi dan di buku ketiga ini saya agak sedikit kaget mengetahui Nama marga Ayah dari Guru Desi sama dgn marga saya yaitu Tjong, hehehe... mungkin ini jodoh kalo berkesempatan berguru dgn Mahaguru Desi tentu akan sangat baik. Amin :)

Anonim mengatakan...

Koreksi utk ss Darmawan, Marga Tjong tersebut adalah marga dari ayah mertua dari Mahaguru Desi.

Unknown mengatakan...

Mau nanya buku ke 6 kok tidak ketemu?

Vertikal Pitu mengatakan...

Buku ke-8 berjudul "Menjelajah Negeri [Panca Dhyani] Buddha", bisa diminta di Vihara Sukhavati Prajna selama persediaan masih ada

Posting Komentar

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;