Selasa, 20 Desember 2011

Buddha aliran Nichiren (Buddha Jepang)

Ada aliran agama Buddha yan memiliki  penyebutan mantera agung Nammyohorengekyo ,mantra agama Buddha ini adalah agama Buddha aliran Jepang berikut ulasannya:

Sebelum tersebar ke Jepang, Agama Buddha terlebih dulu tersebar luas di semenanjung Korea dan daratan Cina. Di Cina, Mahaguru Tien Tai menyebarluaskan Saddharmapundarika-sutra. Dalam bahasa Cina Saddharmapundarika-sutra disebut Miao Hua Lien Hwa Cing dan dalam bahasa Jepang dibaca Myohorengekyo. Sutra Saddharmapundarika adalah ajaran Buddha Sakyamuni mazhab Mahayana. Dari Cina, Myohorengekyo atau Saddharmapundarika-sutra lalu disebarkan ke Jepang oleh Mahaguru Dengyo.

Aliran Niciren Syosyu didirikan di Jepang oleh Buddha Niciren Daisyonin berdasarkan Saddharmapundarika-sutra. Niciren Daisyonin menandai lahirnya aliran ini dengan penyebutan mantera agung Nammyohorengekyo untuk pertama kali pada 28 April 1253. Nammyohorengekyo terdiri dari kata Namu (bahasa Sanskerta ‘Namas’ yang berarti memasrahkan jiwa raga) dan Myohorengekyo.

Buddha Niciren Daisyonin terlahir dengan nama Zennichi Maro pada tanggal 16 Pebruari 1222 di desa kecil Kominato Propinsi Awa (sekarang daerah Ciba) Jepang. Sejak usia 12 tahun Zennichi Maro masuk ke kuil untuk menjadi bhiksu. Pada usia 16 tahun dia ditahbiskan menjadi bhiksu dengan nama Zesho-bo Renco.

Setelah lebih dari 20 tahun mempelajari berbagai sutra dari sekte-sekte di berbagai kuil, maka Bhiksu Renco mendapatkan kesadaran bahwa Saddharmapundarika-sutra adalah Ajaran Buddha Sakyamuni yang bisa menyelamatkan umat manusia dari berbagai penderitaan hidupnya. Sejak itu Bhiksu Renco disebut Niciren Daisyonin.


Sang Buddha Pokok Nichiren Daishonin dilahirkan di Kominato, daerah Awa, desa nelayan pada tanggal 16 Pebruari 1222. Beliau diberi nama Zen-nichi-maro. Ibu Beliau bernama Umegiku-nyo dan ayah Beliau Mikuni no Tayu. Pada saat kelahiran beliau, tetangga berdatangan dengan suka cita untuk merayakan kelahiran seorang bayi laki laki. Pada saat itu tidak seorangpun yang mengetahui bahwa bayi tersebut akan menjadi Sang Buddha yang akan membawa kebahagiaan bagi seluruh umat manusia.


Masa kanak kanak Zen-nichi-maro periang dan disenangi teman temanya. Pada usia 12 tahun, Beliau pergi ke Kuil Seicho untuk belajar dengan gurunya Dozen-bo. Suatu hari beliau bersimpuh di hadapan Bodhisatva Kokuzo dan memohon dengan sepenuh hati, "Jadikanlah saya orang yang paling ber-prajna di negeri Jepang!"
Memasuki usia 16 tahun, Beliau mencukur rambut dan menjadi Bhiku dengan nama Zeshobo Rencho. Semakin mendalam mempelajari Agama Buddha, semakin timbul hal yang tidak dimengerti dan diragukan, dan tidak ada seorangpun yang dapat memberikan jawaban. "Mulai saat ini saya akan mempelajari ajaran Buddha Sakyamuni sendiri", dengan tekad tersebut beliau pergi ke berbagai kuil di Jepang saat itu untuk meneliti buku buku Sutra. Setelah sekian lama belajar, Beliau memahami bahwa Saddharma Pundarika Sutra merupakan ajaran Sakyamuni yang terunggul, dan pada masa ini hanya judul sutra ini yang dapat menyelamatkan umat manusia, yaitu Nam-Myoho-Renge-Kyo.
Ketika kembali ke Kuil Seicho, Rencho menyebut tiga kali Daimoku Nam-Myoho-Renge-Kyo, Nam-Myoho-Renge-Kyo, Nam-Myoho-Renge-Kyo, di hadapan orang orang yang datang berkumpul untuk mendengar ceramahnya. Dan beliau ungkapkan dengan tegas, "Mulai sekarang Saya menamakan diri Nichiren dan sejak saat ini Saya hanya akan membabarkan satu satunya ajaran yang akan membuat Anda sekalian menjadi bahagia!"
Demikianlah Nichiren Daishonin menyebar luaskan ajaran-Nya di Kamkura, ibu kota Jepang saat itu. Pada masa itu bencana alam timbul sambung menyambung, wabah penyakit melaja-lela dan penduduknya sangat menderita.
"Awal dari bencana ini adalah karena seluruh negeri menjalankan kepercayaan yang salah. Segeralah menganut kepada ajaran yang benar!" demikian Daishonin menasehati penguasa militer Bakufu Kamakura melalui surat beliau "Risho Ankokuron" (Surat menenteramkan Negara dengan Menegakkan Filsafat yang Benar)
Malam itu di kediaman Nichiren Daishonin yang kecil di Matsuba-gayatsu, pada pengikut-Nya sedang berkumpul. Sekonyong-konyong di luar terjadi keributan. Para pengikut Nembutsu yang membenci Daishonin datang berbondong bondong menyerang Beliau. Kebencian mereka berawal dari penyataan Daishonin bahwa penganut Nembutsu aka masuk Neraka Avici. Namun demikian Daishonin berhasil menyelamatkan diri.
Kemudian para pengikut Nembutsu yang menentang ajaran Nichiren Daishonin dengan upaya licik menghasut pemerintah militer Kamakura sehingga Daishoni dibuat dan diasingkan ke daerah Ito di semenanjung Izu. Karena angin bertiup kencang, maka perahu yang membawa Daishonin terdampar di pantai Kawana. Funamori Yasaburo, seorang nelayan yang menemukan Daishonin mengajak Beliau ke rumahnya sendiri, menjaga dan melayani Beliau dengan sebaik-baiknya.
Akhirnya pemerintah militer Kamakura mengetahui bahwa Nichiren Daishonin tidak bersalah, Beliau pun dikembalikan ke Kamakura.
Daishonin lalu pergi menyebar luaskan ajaran ke daerah Awa. Ketika mencurahkan jiwa-raga menyebar luaskan ajaran di Awa, pada saat itu pula Daishoni berhasil mendoakan kesembuhan penyakit serta memperpanjang usia ibunda Beliau.
Tojo Kagenobu, seorang pengikut Nembutsu yang sejak lama membenci Daishonin, bersama dengan kaki tangannya mengintai dan mengincar Daishonin di Komatsubara. Suatu saat tiba tiba mereka datang menyerang. Daishonin terluka dan Kudo Yoshitaka, penganut setia yang menjaga dan melindungi Beliau ketika itu tewas dalam serangan tersebut.
Nichiren Daishonin yang telah kembali ke Kamakura, menyebar luaskan ajaran yang benar, akan tetapi orang orang membenci-Nya menggerakkan penguasa militer Bakufu Kamakura untuk beramai ramai  menangkap Beliau. Ketika itu Daishonin dengan suara lantang berseru, "Nichiren adalah tiang negeri Jepang, menghancurkan Nichiren sama dengan meruntuhkan tiang negeri ini!"
Sesaat para penyerang terpukau diam, tetapi kemudian Daishonin ditangkap dan dibawa ke tempat hukuman mati. Shijo Kingo yang mengejar belakangan kemudian memegang tali les kuda yang ditunggangi Daishonin lalu berjalan kaki mengiringi Beliau sambil mencucurkan air mata.
Setibanya di tempat pelaksanaan hukuman di Tastu-no-Kuchi, Daishonin bersikap amat tenang dan berwibawa. Beliau menyebut, "Nam-Myoho-Renge-Kyo, Nam-Myoho-Renge-Kyo…….!" Akhirnya sang algojo menghunus dan mengangkat tinggi tinggi pedangnya siap untuk memenggal kepala.
Tiba tiba di kegelapan malam itu sebuah benda bersinar terang menyilaukan (komet) terbang melintas di langit. Sang algojo kesilauan tak mampu melihat apa apa lagi da lalu terjatuh. Sementara para prajurit lainnya lari tunggang langgang ketakutan. Ketika itu Daishonin menunjukkan diri sebagai Sang Buddha Pokok yang mampu menyelamatkan seluruh manusia di muka bumi.
Penguasa militer Kamakura yang tidak berhasil membunuh Daishonin di Tatsu-no-Kuchi tersebut lalu membuat Beliau ke pulau Sado, suatu pulau di Jepang yang sangat dingin. Beliau ditempatkan di gubuk kecil yang atap dan dindingnya sudah rusak dan penuh lubang. Beliau hanya mengenakan mantel jerami untuk menahan hujan dan salju. "Guru, maafkan saya tak mampu menyediakan makanan yang hangat," demikian Nikko Shonin yang dengan setia mengikuti dan melayani Daishonin meminta maaf.
Di pulah Sado ini Daishonin berdebat Dharma dengan beberapa ratus Bhiku dari sekte lain dan mengalahkan mereka dengan telak. Di sini ada pula Abutsubo suami istri yang setulus hati menganut pada Daishonin, namun karena pandangan orang orang di sekelilingnya maka mereka berdua hanya dapat mengunjungi Daishonin pada malam hari. Melihat hal ini Daishonin sangat gembira dan berkata tidak akan melupakan kesungguhan hati mereka.
Lalu di Kamakura terdengar berita bahwa Daishonin terbukti tidak bersalah dan telah diampuni. Setelah kemali dari pulau Sado Nichiren Daishonin dengan tegas kembali menasehati penguasa militer Bakufu Kamakura, "Kalau Anda tidak berhenti menganut ajaran sesat, negara akan runtuh!" Namun karena hal ini tidak didengarkan, sesuai dengan sikap seorang arif bijaksana, jika telah memberikan nasehat sampai tiga kali, maka Nichiren pun menyingkir ke gunung Minobu.
Seiring dengan tersebar luasnya ajaran Huku Buddha Nichiren Daishonin, terkananpun makin bertambah kuat. Demikian para petani Atsuhara yang menganut Nichiren Daishonin ditangkap dan dianiaya. Heino Saemon no Jo Yoritsuna, penguasa militer Bakufu Kamakura ketika itu mengatakan, "Buang dan tinggalkan Nam-Myoho-Renge-Kyo, sebutlah Nembutsu. Kalau demikian kalian akan diampuni." Namun Jinshiro tiga bersaudara bukan saja tidak menghentikan kepercayaannya, tetapi malah terus menyebut " Nam-Myoho-Renge-Kyo, Nam-Myoho-Renge-Kyo……!" dengan suara lantang. Penguasa militer tersebut menjadi marah dan ketiga petani itu dipenggal kepalanya setelah sebelumnya disiksa dengan panah tumpul.
Melihat kuatnya hati kepercayaan dari para petani Atsuhara tersebut,  Daishonin merasa bahwa saatnya telah tiba, kemudian Beliau mewujudkan Dai Gohonzon untuk kebahagiaan manusia di seluruh dunia. Selanjutnya Beliau mendidik banyak anak murid dan penganut. Tak lama kemudian, ketika memasuki usia 61 tahun, Nichiren Daishonin mewariskan semuanya kepada Nikko Shonin, dan Beliau wafat dengan tenang di rumah Ikegami bersaudara.



Sejarah

Agama Buddha menyebar dari India ke Tiongkok, lalu ke Korea, dan dari Korea lalu masuk ke Jepang. Berbeda dengan agama lain, agama Buddha sangat terbuka alias terus terang mengungkapkan dasar pokok pendirian sektenya, atau alasan Buddhaloginya. Dalam teriminologi buddhisme dinamakan dasar sutra. Sutra adalah catat catatan tertulis dari ajaran sang Buddha Sakyamuni, dan jumlahnya mencapai puluhan ribu buah. Secara logika tentunya teramat sulit untuk mengetahui apa lagi memahami dan menguasai semua sutra-sutra itu. Sehingga secara aktual penganut awan Buddhisme biasanya mengacu kepada Bhikku sebagai guru dharma pribadi masing-masing. Setelah Sang Buddha Sakyamuni moksa, Air Dharma diwariskan kepada Ananda, dan Ananda mewariskan kepada penerus-penerus berikutnya antara lain Nagarjuna, Vashubandu, Tien Tai, Dengyo dan seterusnya. Kalau dilihat dari dasar buddhalogi, Nichiren Shoshu berawal dari Saddharma Pundarika Sutra versi terjemahan dari Kumarajiva, serta Sastra Ichinen Sanzen, Hokke Mong-gu, dan Hokke Geng-gi, karya maha guru Tien Tai, maha guru Mio Lo, maha guru Dengyo. Sastra adalah penjelasan, penguraiaan, pemaknaan dari sebuah sutra. Kumarajiva adalah seorang bhikku dari India yang menyebarkan agama buddha ke Tiongkok. Beliau adalah salah satu peterjemah sutra dari bahasa Sanskerta kedalam bahasa Tionghoa yang sangat terkenal dan tepercaya. Kumarajiva diyakini mampu "memindahkan" makna sutra dari "wadah bahasa sansekerta" kedalam "wadah bahasa tionghoa" dan karya agung beliau tersebut sampai saat ini masih ada dan masih diterbitkan dalam buku di Jepang dan Taiwan. Sebagai "bukti" hal tersebut, ketika beliau wafat dan di kremasi, lidah beliau, tidak bisa terbakar. Di Tiongkok, Mahaguru Tien Tai menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra. Dalam bahasa Tionghoa Saddharma Pundarika Sutra disebut Miao Hua Lien Hwa Cing dan dalam bahasa Jepang dibaca Myohorengekyo. Sutra Saddharma Pundarika adalah ajaran Buddha Sakyamuni mazhab Mahayana. Dari Tiongkok, Myohorengekyo atau Saddharmapundarika-sutra lalu disebarkan ke Jepang oleh Mahaguru Dengyo.
Buddha Nichiren Daishonin terlahir dengan nama Zennichi Maro pada tanggal 16 Februari 1222 di desa kecil Kominato, Provinsi Awa (sekarang daerah Chiba) Jepang. Sejak usia 12 tahun Zennichi Maro masuk ke kuil untuk menjadi bhikkhu. Pada usia 16 tahun dia ditahbiskan menjadi bhikkhu dengan nama Zesho-bo Renco.
Setelah lebih dari 20 tahun mempelajari berbagai sutra dari sekte-sekte di berbagai kuil, maka beliau berkesimpulan hanya Saddharma Pundarika Sutra yang merupakan sebagai ajaran terpokok dari Buddha Sakyamuni yang bisa menyelamatkan umat manusia dari berbagai penderitaan hidup dan mati. Sejak itu beliau menyebut diri Nichiren

Nichiren Shoshu di Indonesia

Nichiren Shoshu mulai berkembang luas di Jepang, setelah Perang Dunia II di bawah pendudukan tentara Amerika, yang membebaskan kehidupan beragama. Para penganut membentuk organisasi massa umat awan bernama Sokagakai dan kemudian menjadi wadah dan motor penggerak penyiaran agama ini.
Shintaro Noda, pegawai Nissho Iwai, sejak tahun 1920-an telah menetap di Indonesia, sempat menjadi tawanan tentara sekutu di Jawa dan Australia, dan karena itu menderita berbagai penyakit, akhirnya dipulangkan tentara sekutu ke Jepang. Di Jepang beliau bergabung dengan Sokagakkai dan menganut Nichiren Shoshu berhasil sembuh dari penyakit.
Pada akhir tahun 1940 akhir Shintaro Noda, anggota Sokagakkai, pegawai Nissho Iwai kembali bertugas di Indonesia dan sekaligus menjadi penyiar agama Nichiren Shoshu sekaligus pimpinan Nichiren Shoshu di Indonesia sampai awal tahun 1970-an dan secara organisatoris berafiliasi kepada Sokagakkai dan kemudian hari membentuk Sokagakkai internasional.
Pemerintahan Orde Baru yang diskriminatif, mengkategorikan semua agama Buddha sebagai unsur-unsur budaya Tionghoa yang tidak boleh berkembang dan segala kegiataanya harus diawasi menimbulkan berbagai goncangan. Terpaksa dibuat Yayasan Nichiren Shoshu Indonesia pada tahun 1967, yang sebenarnya dipimpin oleh bukan umat Nichiren, melainkan saudara sepupu dari seorang penganut. Kondisi ini akhirnya menimbulkan kekacauan kepemimpinan karena pimpinan de facto Shintaro Noda yang berkewarganegaraan Jepang tidak dapat menjadi pemimpin de jure. Akhirnya pada awal tahun 1970-an Shintaro Noda disingkirkan dari kepemimpinan, dan munculah pimpinan baru, Senosoenoto, suami dari Keiko Sakurai seorang anggota sokagakkai.
Di kemudian hari Senosoenoto berhasil mengajak kawannya Ir Soekarno, seorang mantan menteri pada masa Orde Lama, menjadi penganut dan kemudian menjadi salah satu pucuk pimpinan NSI. Soekarno sangat aktif dalam organisasi agama buddha di Indonesia, mewakili NSI menjadi pendiri organisasi yang sekarang bernama WALUBI. Soekarno wafat pada tahun 1981.

Perpecahan Nichiren Shoshu di Indonesia

Sejak akhir tahun 1970 sampai pertengahan tahun 1980, NSI berkembang dan mencapai puncak kejayaannya. Sebagaimana umumnya pekembangan organisasi, bilamana telah berkembang pesat, maka pada tahap-tahap tertentu muncul masalah rule of the game, management asset/financial, dan mekanisme pertanggungjawabab kepemimpinan organisasi. Tahun 1986 muncul usulan dan tuntutan untuk membuat AD dan ART NSI, yang memang belum ada. Draf AD ART disusun dan dibuat oleh 9 orang atas permintaan Senosoenoto, yang dikemudian hari dikenal sebagai kelompok 9.
Inisiatif kelompok sembilan ini tidak terakomodasi, mereka disingkirkan, AD ART NSI tak kunjung terwujud, mereka lalu membuat Yayasan Visistakaritra pada tgl 16 Februari 1987. Sehubungan dengan ketentuan undang-undang tentang yayasan di kemudian hari dibentuk yayasan Visistakaritra, yang dimaksudkan untuk melanjutkan kegiatan Visistakaritra sampai saat ini,dan secara subyektif berorientasi pada Sangha Nichiren Shoshu.
NSI sendiri sepeninggalan almarhum Senosoenoto,terpecah 2 karena adanya perbedaan pandangan mengenai siapa yang akan menjadi ketua umum berikutnya, antara kubu pendukung wakil ketua umum Johan Nataprawira dan kubu wakil ketua umum Keiko Senosoenoto. Dalam suatu muktamar akhirnya terpilihlah Suhadi Sendjaja dari kubu Johan Nataprawira. dan saat ini masih menjadi ketua umum NSI. Namun keberadaan ini ditentang oleh Sangha Nichiren Shoshu. Akibatnya sampai sekarang ini Suhandi Senjaya dikeluarkan dari Nichiren Shoshu dan organisasi NSI tidak diakui sebagai ormas penganut Nichiren Shoshu di Indonesia.
Kubu Keiko Senosoenoto mendirikan [ayasan Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia (BDI), dan mengangkat anak perempuaannya, Aiko Senosoenoto sebagai ketua umum sampai sekarang ini.
BDI kemudian sekitar tahun 2000-an ,bersama Sangha Nichiren Shoshu membentuk Yayasan Pendidikan Sangha Nichiren Shoshu Indonesia yang diketuai oleh mantunya Keiko Senosoenoto, suaminya Aiko Senosoenoto,Rusdy Rukmarata.
Yayasan Sangha ini "memiliki" memiliki dua buah kuil, Myogan-ji terletak di Megamendung dan Hosei-ji teletak di Jakarta. Kedua Kuil tersebut dipimpin Kepala Kuil Bhikku dari Kuil Pusat Taiseki-ji Jepang.
Pada tahun 1992 terjadi pertikaian antara Sangha Nichiren Shoshu (di Jepang) dengan Sokagakkai / Sokagakkai internasional, dan berakibat Sokagakkai membentuk sekte tersendiri dan diberi nama Nichiren Sekai Shu. Kejadian ini juga berimbas ke Indonesia, sebagian umat Nichiren Shoshu yang ada membentuk kelompok baru bernama Sokagakkai Indonesia yang berpusat di Kemayoran Jakarta, dan menjadi penganut sekte Nichiren Sekai Shu, yang tentu saja didukung oleh Sokagakkai internasional dan Shintaro Noda

sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Nichiren_Shoshu

5 komentar:

Anonim mengatakan...

aneh

Anonim mengatakan...

masak agama dari nama orang pendirinya ya

Unknown mengatakan...

Itu memang benar. Agama buddha yang sesungguhnya, yang dapat menyelamatkan seluruh umat manusia untuk saat ini cuma ajaran buddha yang sesungguhnya yaitu Buddha Niciren Daisyonin. Tq atas blognya. Saya juga salah satu umat yang percaya pada hukum buddha ini

Unknown mengatakan...

SEMUA KAWAN BERSAMA SAMA.............ACHIRNYA RIBUT SESAMA FROM NOTHING..........FROM BOISE IDAHO USA

Unknown mengatakan...

Percayakah d ajaran buddha bahwa adam dan hawa itu orang pertama di muka bumi dan percayakah buddha bahwa adanya Tuhan yang menciptakan langit bumi dan seluruh isinya? Itu saja

Posting Komentar

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;