Jumat, 03 Februari 2012

Avalokiteswara III

3. Perwujudan Valokitesvara

Penggolongan

Ada dua alasan utama bagi kemasyhuran Avalokitesvara yang begitu besar;
Pertama, dia disebut-sebut sebagai Bodhisattva yang berkuasa antara masa parinirvana Sakyamuni dan kedatangan Maitreya.

Kedua, dia diyakini akan menjawab para pendoa yang mempunyai jenis kesulitan apa pun. Beribu-ribu bentuk perwujudannya dalam berbagai kebudayaan di seluruh Asia memperlihatkan kekuatan keyakinan umat Buddha terhadapnya. Para pemuja Avalokitesvara di berbagai negara telah menjadi saksi dari berbagai peristiwa dan penyembuhan mukjizat. Setidaknya ada dua cara menggolongkan berbagai perwujudan Avalokitesvara tersebut: metoda numerik dan historik. Yang pertama diikuti oleh J. Deniker dalam The Gods of Nothern Buddhism (tr. A. Getty, Tuttle, 1962). Di sini kita akan melihat metoda kedua yang lebih umum (seperti yang dipakai oleh Alicia Matsunaga dalam The Buddhist Philosophy of Assimilation, Sophia Univ, Tokyo, 1969). Masalah mengenali arca Buddhis selalu memberikan kesulitan tertentu buat para cerdik pandai, apalagi buat umat awam! Walaupun begitu, bidang menarik ini telah dipelajari dengan baik oleh serombongan besar cendekiawan internasional berikut:

• L. A. Waddel, Tibetan Buddhism (W. H. Allen, 1895);
• A. Grundwedel, Buddhist Art in India (London, 1901);
• A. Foucher, Etudes sur l’iconographique Bouddhique de l’Inde (1900 1905), dan
• J. Deniker & A. Getty, The Gods of Northern Buddhism.

Para terpelajar lainnya dalam bidang ini termasuk J. Burgess, A. K. Coomaraswamy, D. Seckel, N. K. Bhattasali, R. Banerji, B. Bhattacharyya, J. Boisselier, dan J. M. Beurdeley.

A. Foucherlah yang pertama kali memberi penekanan pada sädhana (bimbingan latihan visualisasi) untuk menyatukan kembali dan mengenali arca Buddhis. Dia juga melakukan beberapa studi tentang Sädhanamälä (disusun antara abad ke-5 dan ke-11) yang merupakan sebuah karya kuno teramat penting dalam ikonografi Buddhis (diterbitkan dalam volume 26 & 41 dari Gaekwad’s Oriental Series). Karya tersebut memuat 312 sädhana dan penjelasan berbagai makhluk suci Buddhis. Karya ikonografi lainnya adalah Sädhana Samuccaya. Kedua karya ini digabungkan dan diterjemahkan oleh B. Bhattacharyya ( The Indian Buddhist Iconography, Mukhopadhyay, Calcutta, edisi ke-2 1958; revisi minor 1968). Karya terkait lainnya adalah Nispannayogavälì yang menguraikan 26 jenis Mandala.

Kita tidak mungkin membahas semua bentuk Avalokitesvara dalam karya-karya ini, tetapi perwujudan terpenting dan paling universal akan didaftarkan dan dirinci sebisa mungkin sebagai berikut:

(1) Lima belas bentuk perwujudan Sädhanamälä;
(2) Avalokitesvara Enam Alam;
(3) Tiga Puluh Dua perwujudan (Cina);
(4) Guanyin Delapan Penderitaan; dan
(5) Bentuk Guanyin lainnya.

4. Lima Belas Perwujudan Utama (Sädhanamälä)

Sädhanamälä menjelaskan 38 Sädhana Avalokitesvara dalam lima belas perwujudan utama. Dengan kata lain, kebanyakan perwujudan mempunyai lebih dari satu sädhana yang menjelaskan ragam perwujudan tersebut. Kelima belas figur itu, kecuali satu, memiliki gambaran Amitäbha di mahkota. Yang kelima belas memiliki gambaran lima Penakluk Alam (pada Mahkota Lima Kebijaksanaan).

(1). Sadaksari Lokesvara (Lokesvara Enam Suku Kata)

Warna : Putih
Lengan : Empat
Mudra : Merangkap ( añjalì)
Simbol : Tasbih dan teratai
Pendamping : Manidhara dan Sadaksari Mahävidya

Enam Suku Kata di sini mengacu pada mantra ‘Om mani padme hum’. Sebagai simbol suara, sebuah mantra tidak perlu diterjemahkan atau harus memiliki arti logis atau rasional. Mantra hanyalah irama atau bunyi yang membantu seseorang mengingat dan berkonsentrasi. Namun Mantra Enam Suku Kata bisa diterjemahkan cukup aman sebagai: ‘Om, Permata dalam Teratai, Hum!’

Enam suku kata sendiri bisa ditafsirkan dalam banyak cara, bergantung kepada aspek Dharma mana yang dipikir oleh seseorang, contohnya: enam alam, tiga tingkat latihan (OM = sila, MANI-PADME = pengembangan ketenangan batin dan pandangan terang, dan HUM = kebijaksanaan), dan tiga pintu tindakan.

(2). Simhanäda Avalokitesvara (atau Lokesvara)
(Avalokitesvara Auman Singa)


Warna : Putih
Kendaraan : Singa
Mudra : Menyembah ( namahkära)
Sikap tubuh : kerajaan ( räjalìla)
Simbol : Cawan tengkorak ( kapäla);
(a) Pedang di Atas Teratai;
(b) Trisula dililit seekor ular.

Simhanäda Avalokitesvara tampaknya menggabungkan sifat Avalokitesvara dan Mañjusri. Dia digambarkan duduk menyamping di atas punggung seekor singa mengaum yang merundukkan badan dan menatap padanya. Perwujudan ini dikenal baik di Cina dan Tibet. Sebagai Lokesvara (Raja Dunia), dia ditampilkan dalam pakaian pangeran dan memakai mustika.

(3) Khasarpana Avalokitesvara

Warna : Putih
Simbol : Teratai
Mudra : Memberi
Sikap tubuh : Anggun ( lalita) atau Setengah menyilang ( ardhapa-ryanka)
Pendamping : Tärä, Sudhana Kumara, Bhrkuti,Hayagriva.

Khasarpana Avalokitesvara digambarkan sebagai remaja enam belas tahun dengan roman tersenyum yang memakai mahkota rambut terjalin ( jatamukuta) bergambar Amitäbha.

Khasarpana duduk pada piringan bulan di atas tahta teratai ganda. Tangan kanannya membentuk mudra memberi, yang kiri memegang teratai. Air suci mengalir dari tangannya, dan Sucimukha (Mulut Suci) menanti di bawahnya. Dia mudah dikenali dengan empat orang pendamping di kedua sisi.

(4) Lokanätha Avalokitesvara
(Pelindung Dunia)


Warna : Putih
Simbol : Teratai
Mudra : Memberi
Sikap tubuh : Anggun

Sikap tubuhnya persis sama seperti Khasarpana. Di rambut terjalinnya (di depan) ada figur Vajradharma, penghancur semua penyakit. Dalam beberapa bentuk, Amitäbha tergambar di mahkotanya.

(5) Halahala Avalokitesvara
(‘Avalokitesvara Racun’)


Warna : Putih
Simbol : Trisula dan ular;
Cawan tengkorak di atas teratai
Wajah : Tiga
Tangan : Enam
Pendamping : Prajñä

Bentuk ini jarang dijumpai di India. Bentuk yang ditemukan di Nepal tidak mengikuti sädhana. Tangan kanan pertamanya membentuk mudra memberi sementara yang kedua memegang tasbih dan yang ketiga panah. Tangan kiri pertamanya memegang busur, yang kedua teratai putih, dan yang ketiga menyentuh dada prajñä (aspek kebijaksanaan feminin) yang duduk di atas pangkuan kirinya.

Kata ‘halahala’ berasal dari Mahäbharata (di mana ‘kalakuta’ dipakai) yaitu nama racun yang dikatakan muncul selama adukan lautan susu, menyelimuti semesta alam, dan menyala seperti api berasap. Perwujudan ini mencerminkan kesadaran lingkungan filosofi Buddhis awal secara umum — di mana surga, bumi, dan manusia semestinya berada dalam kondisi yang selaras. Dengan kata lain, bentuk Avalokitesvara ini melambangkan intuisi alamiah dari dalam diri manusia (sebenarnya semua makhluk dalam kondisi alamiah mereka) .

(6) Padmanarttesvara (‘Raja Teratai Penari’)

Ada tiga bentuk perwujudan ini:

• Delapan belas lengan: putih, teratai ganda di semua tangan; menari dalam posisi kaki setengah bersilang ( ardhaparyanka);

• Dua lengan: merah, dengan seekor binatang sebagai kendaraan, dan Prajñä Sucimudra digambarkan menari di sisi kanan;

• Delapan lengan: merah, duduk pada piringan bulan di atas teratai ganda; menari dalam posisi kaki setengah bersilang.

Menari itu adalah cara komunikasi sosial yang alamiah. Tarian sebagai seni, baik sebagai tarian itu sendiri maupun drama, adalah bentuk pernyataan religius yang penting, karena tarian melibatkan gerakan, ekspresi, waktu (ritme), dan suara (musik, lagu, dsb.) yang menyatakan emosi atau gagasan, menyampaikan cerita, atau sekadar menikmati gerakan itu sendiri —yang kesemuanya melambangkan lingkaran kehidupan dan alam semesta.Tarian yang menampilkan episode kehidupan Sang Buddha, Kitab Suci (seperti Jätaka), dan perayaan religius terdapat di semua negara tempat Buddhadharma mengakar (seperti tarian Kandy Perahera dan tarian ‘iblis’ Tibet). Tarian untuk memohon berkah Sang Buddha juga dikenal di Jepang dan Korea.

Di abad ke-15 dan ke-16, Zen menjadi sumber inspirasi umum Jepang bagi tarian No, upacara minum teh, lukisan tinta, seni taman, dan bentuk seni lainnya yang dikembangkan oleh samurai (kelas penguasa militer). Boneka bertopeng yang dimainkan di Korea seringkali merupakan ‘ulasan sosial’ yang didasarkan pada tema Buddhis dan dipertunjukkan sebagai doa bagi orang yang sudah meninggal. Padmanarttesvara Avalokitesvara adalah Bodhisattva Penari, ‘orang suci’ pelindung para penari Buddhis. Dia merupakan contoh pemakaian seni visual dan pertunjukan dalam menyampaikan Dharma kepada dunia luas.

(7) Harihariharivahäna (‘Avalokitesvara Tiga Kendaraan Dewata’)

Warna : Putih
Lengan : Enam

Ini adalah sebuah gambaran yang sangat langka dan menarik. Gambaran ini tidak ditemukan di India dan sangat langka di Nepal. Ada empat tingkatan dalam gambaran ini: di paling bawah ada seekor singa, kendaraan singa pertama ini dinaiki oleh seekor garuda, dan di atasnya duduk Dewa Vishnu (dengan simbolnya: keong, diskus, tongkat kebesaran, dan teratai) yang menunjang Lokesvara di bahunya. Ketigakendaraan ini dikenal sebagai ‘hari’. Gambaran ini melambangkan kekuatan Lokesvara terhadap binatang, manusia (diwakili oleh garuda setengah manusia), dan dewa.

(8) Trailokyavasankara (‘Penakluk Tiga Alam’)

Warna : Merah
Mata : Tiga

Perwujudan ini juga dikenal sebagai Uddiyana atau Oddiyana Lokesvara. Oddiyana kemungkinan adalah bentuk modern dari Vajrayogini yang terdapat di Pargana Vikrampur, Dacca, Pakistan Timur. Dia dibungkus dengan tanda kebesaran kerajaan, memakai mahkota rambut terjalin, duduk di atas teratai merah dalam posisi kaki setengah bersilang, serta membawa jerat dan tongkat penghalau bermeterai vajra.

(9) Rakta Lokesvara (‘Avalokitesvara Merah’)

Ada dua bentuk perwujudan ini, keduanya berwarna merah:

• Berlengan empat: Dia didampingi oleh Tärä dan Bhàkuti; dalam keempat tangannya terdapat jerat, tongkat penghalau, busur, dan anak panah; dia berdiri di bawah pohon Asoka berbunga merah.

• Berlengan dua: Dia memakai mahkota rambut terjalin bergambar Amitäbha; memegang teratai merah di lengan kiri dan membuka daun bunganya dengan yang kanan. Dia amat mirip dengan Vajradharma (kecuali bahwa Vajradharma mengendarai seekor merak). Warna merah,
warna tenggelamnya matahari (di barat), adalah warna sucinya Amitäbha.  

(10) Mayajalakrama (‘Avalokitesvara yang Terbebas dari Jaring Khayalan’)

Wajah : Lima
Lengan : Dua belas
Warna : Biru
Sikap tubuh : Pemanah ( pratyalidha)

Perwujudan ini awalnya muncul di Tantra Mayajala dan hanya satu-satunya bentuk murka Lokeÿvara di India. Dia berdiri dengan sikap seorang pemanah, kaki kiri di depan dan kaki kanan di belakang, di atas bulatan matahari.

Dua wajah kanan berwarna putih dan merah; dua wajah kiri berwarna jingga dan hijau; dan di masing-masing kepala itu terdapat sepasang taring yang menyeramkan. Tangan kanannya memegang tambur-tangan ( damaru), tombak ( khatvanga), tongkat penghalau, jerat, vajra, dan anak panah. Di tangan kirinya ada jari telunjuk yang mengacung, mangkuk tengkorak, teratai merah, mustika, diskus, dan busur. Dia memakai mustika bertulang enam dengan kalung kepala melingkari tubuhnya yang telanjang tetapi indah. Bentuk murka melambangkan mereka yang menangkal sifat jahat.

Kemurkaan melambangkan energi positif yang tak kenal henti dan tanpa kompromi terhadap kejahatan. Lambang ini merupakan alat penghancur dan pengusir kejahatan. Sifat ‘buas’ gambaran tersebut melambangkan perlunya kebijaksanaan intuitif (yang diperoleh lewat meditasi, sebagai lawan intelektual) dalam pengembaraan spiritual untuk mencari pencerahan.

(11) Nìlakantha (‘Avalokitesvara Berkerongkongan Biru’)

Warna : Kuning
Simbol : Mangkuk mustika tengkorak
Mudra : Samadhi
Sikap tubuh : Intan ( vajraparyanka)
Pendamping : Dua ekor ular kobra berhiasan kepala (masing-masing seekor di setiap sisi).

Perwujudan ini mirip dengan perwujudan Amitäbha kecuali bahwa perwujudan ini memiliki gambaran Amitäbha di mahkota rambut terjalinnya dan mengenakan selendang suci dari kulit rusa di sekujur tubuhnya. Dia mengenakan kulit harimau tanpa hiasan. Dia duduk di atas kulit antelop hitam yang terbentang di atas teratai merah. Dua buah tangannya membentuk mudra samadhi; dua yang lain memegang sebuah mangkuk tengkorak berisikan berbagai jenis intan permata. Dua ekor kobra menatapnya dari kedua sisi.Ada tanda biru gelap (atau abu-abu) di kerongkongannya yang dikatakan akibat dari meminum racun jahat dunia.

Kerongkongan biru Nìlakantha adalah adaptasi simbolis dengan cerita Hindu tentang Siva yang dikatakan telah menyelamatkan dunia dari kehancuran dengan menengak racun dari mulut raja naga Vasuki sementara para dewa dan iblis mengaduk lautan susu bersama-sama. Racun itu tetap tinggal di kerongkongan Siva tanpa melukainya. [Dalam mitos Mahäbharata, racun itu dikenal sebagai Kalakuta yang berasal dari lautan. Lihat (5).]

(12) Sugati Samdarsana (‘Avalokitesvara Menatap di Surga’)

Warna : Putih
Lengan : Enam

Dia melihat dengan tatapan penuh damai, memakai mustika dan intan permata, serta mengenakan mahkota rambut terjalin dan selendang suci di sekujur tubuhnya. Dia berdiri pada piringan bulan di atas teratai. Ketiga lengan kanannya membentuk mudra memberi dan abhaya, serta memegang tasbih. Tangan kiri memegang teratai, vas air, dan trisula.

(13) Preta Samtarpita (‘Avalokitesvara Menghidupi Setan Kelaparan’)

Warna : Putih
Lengan : Enam

Dia berdiri dengan anggunnya pada piringan bulan di atas teratai dengan mahkota rambut terjalin dan selendang suci. Pasangan lengan pertamanya membentuk mudra memberi, pasangan kedua memegang mustika dan buku, dan pasangan ketiga memegang tasbih dan trisula ( tridandì).

Perwujudan ini melambangkan pertolongan spiritual Avalokitesvara terhadap Hantu Kelaparan dan mirip dengan Avalokitesvara yang muncul di Enam Alam [lihat uraian di bawah].

(14) Sukhävati Lokesvara

Warna : Putih
Lengan : Enam
Wajah : Tiga
Sikap tubuh : Anggun ( lalita)
Pendamping : Prajñä

Arca batu dan perunggu dari perwujudan ini dikenal luas di Nepal tetapi tidak di Asia Timur. Dia duduk dalam posisi anggun di atas teratai yang dikelilingi oleh Vajratärä, Visvatara, Padmatara, dan lain-lain. Sebuah pagoda ( stupa atau caitya) muncul di atas mereka. Salah satu tangan kanannya membentuk mudra memanah, dua yang lain memegang tasbih dan membentuk mudra memberi. Dua tangan kirinya memegang busur dan teratai, dan yang ketiga diletakkan pada pangkuan Tärä.

(15) Vajradharma (‘Avalokitesvara Kebenaran Intan’)

Warna : Putih kemerah-merahan
Simbol : Teratai
Kendaraan : Ayam Merak

Dia mengenakan Mahkota Lima Kebijaksanaan dan duduk pada piringan bulan di atas teratai pada punggung seekor merak. Dia memancarkan tatapan penuh kasih sayang. Lengan kirinya memegang teratai berdaun bunga enam belas sementara yang kanan memekarkannya di depan dada. Dia dikatakan berada di sekitar tempat suci dari cetiyanya.

Gambaran ini melambangkan aspek daya tarik dan bahagia dari Buddhadharma. Tanda yang membedakan perwujudan ini dengan Amitäbha adalah merak.
 

0 komentar:

Posting Komentar

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;