Fokus Menjalankan Samadhi
Hati Lurus Adalah Alam Suci
(Intisari Ceramah Dharmaraja Liansheng Pada Upacara Homa Bhagawati Sitatapatra Tanggal 24 Juli 2010 di Taiwan Lei Tsang Temple)
Kutipan Sutra Altar Patriak VI minggu ini:
Patriak VI bersabda, "Kalyana-mitra! Ibarat apakah meditasi dan kebijaksanaan? Ibarat cahaya pelita. Ada pelita maka terang, tanpa pelita maka gelap. Pelita adalah benda dari cahaya, cahaya adalah fungsi dari pelita; walaupun namanya ada 2, namun adalah satu kesatuan. Dharma meditasi dan kebijaksanaan ini juga demikian."
Guru berceramah pada umat dengan bersabda, "Kalyana-mitra! Orang yang fokus menjalankan samadhi, di mana pun ia berjalan, berdiri, duduk, maupun berbaring, senantiasa berhati lurus. Vimalakirti-nirdesa-sutra bersabda, "Hati lurus adalah tempat ibadah, hati lurus adalah alam suci." Hati jangan berkelok-kelok, mulut pun bicara lurus; mulut mengatakan fokus menjalankan samadhi, namun tidak berhati lurus. Begitu berhati lurus, maka tidak melekat pada segala Dharma. Orang tersesat melekat pada Dharma, melekat pada fokus menjalankan meditasi, terus-menerus berkata, "Senantiasa duduk tidak bergerak, tidak berpikir apa-apa, itulah fokus menjalankan samadhi." Orang yang menjelaskan seperti demikian, sama dengan tidak berperasaan, malah menjadi sebab-musabab yang merintangi kebenaran."
※ ※ ※
Pertama-tama, sembah sujud pada Bhiksu Liaoming, Guru Sakya Zhengkong, Gyalwa Karmapa XVI, Guru Thubten Dhargye! Sembah sujud pada Triratna Mandala! Sembah sujud pada Adinata Homa Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra!
Gurudhara, Para Acarya, Dharmacarya, Lama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, Ketua Vihara, para umat se-Dharma, umat se-Dharma di internet, ada lagi tamu kehormatan kita -- my father and my sister, anggota parlemen Kabupaten Hualian, Komisaris Lembaga Pendidikan Wenxin Pei-xin Yang, anggota parlemen Kabupaten Nantou Zhuang Xu, Ketua Ormas Pemerintah Kabupaten Nantou Bpk. Jun-ping Xiong, pilot Eva Air Bpk. Wen-zhong Yang, selamat siang semuanya!
Hari ini Gurudhara tidak ada, Master Lian-xiang told me because Lian-xiang took care of grandson- Lu Hong to have a hair cut. Master Lian-xiang would not come to Taiwan Lei Tsang Temple. But Master Lian-xiang told me to say, "Hello!" to everybody. (Hadirin tepuk tangan)
Hari ini kita mengelar upacara homa Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra. Bhagawati Sitatapatra adalah sesosok Bhagawati yang dijelmakan dari cahaya di ubun-ubun Tathagata, (hadirin tepuk tangan) yidam yang satu ini sangat dihormati di Tantra Tibet, yidam yang satu ini dianggap seperti Bhagawati Usnisa Vijaya, Bodhisattva Sahasrabhujanetra Avalokitesvara yang memiliki Dharmabala untuk menghalangi dan menghentikan terjadinya segala bencana. Bhagawati yang satu ini dapat melimpahkan berkah, menganugrahi kebijaksanaan; dapat menghalangi dan menghentikan terjadinya segala bencana; menyingkirkan karma penyakit; dapat menuntun arwah terlahir di Buddhaloka yang bersih; dapat menyingkirkan segala musuh, oleh karena itu, Beliau adalah Bhagawati Sitatapatra yang memiliki Dharmabala luar biasa. (Hadirin tepuk tangan)
Dini hari ini, ketika bermeditasi, saya melihat di depan ada Bhagawati Sitatapatra, di belakang ada Yaochi Jinmu, masing-masing memancarkan cahaya terang-benderang, muncul di dalam samadhi. (Hadirin tepuk tangan) Cahaya yang terang-benderang ini sangat istimewa, seperti bulu burung. Bulu burung sangat lembut, sehelai demi sehelai sinar yang melengkung, sangat halus dan rapat, sangat halus, sangat rapat, sangat jelas, sangat terang. Nyatalah bahwa homa Bhagawati Anuttara Usnisa kita hari ini, para pendaftar dan hadirin, semua akan memperoleh pemberkatan terang dari Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra. (Hadirin tepuk tangan) Di sini kita berdoa: Bhagawati Anuttara Usnisa dapat mengabulkan semua harapan kita; karma penyakit sirna; bencana kita buyar; kebijaksanaan kita meningkat; harmonis dan rukun. (Hadirin tepuk tangan) Mohon Bhagawati Anuttara Usnisa Sitatapatra dalam puja api ini, memancarkan sinar terang-benderang menerangi umat Zhenfo Zong, menitahkan: segala harapan dapat tercapai dengan sempurna. (Hadirin tepuk tangan)
Kita bahas lagi mengenai Sutra Altar Patriak VI saya baca kutipan Sutra, Patriak VI bersabda, "Kalyana-mitra! Ibarat apakah meditasi dan kebijaksanaan? Ibarat cahaya pelita. Ada pelita maka terang, tanpa pelita maka gelap. Pelita adalah benda dari cahaya, cahaya adalah fungsi dari pelita; walaupun namanya ada 2, namun adalah satu kesatuan. Dharma meditasi dan kebijaksanaan ini juga demikian."
Guru berceramah pada umat dengan bersabda, "Kalyana-mitra! Orang yang fokus menjalankan samadhi, di mana pun ia berjalan, berdiri, duduk, maupun berbaring, senantiasa berhati lurus. Vimalakirti-nirdesa-sutra bersabda, "Hati lurus adalah tempat ibadah, hati lurus adalah alam suci." Hati jangan berkelok-kelok, mulut pun bicara lurus; mulut mengatakan fokus menjalankan samadhi, namun tidak berhati lurus. Begitu berhati lurus, maka tidak melekat pada segala Dharma. Orang tersesat melekat pada Dharma, melekat pada fokus menjalankan meditasi, terus-menerus berkata, "Senantiasa duduk tidak bergerak, tidak berpikir apa-apa, itulah fokus menjalankan samadhi." Orang yang menjelaskan seperti demikian, sama dengan tidak berperasaan, malah menjadi sebab-musabab yang merintangi kebenaran."
Yang disabdakan Patriak VI sangat mudah dimengerti, meditasi dan kebijaksanaan adalah satu, bukan dua, ibarat cahaya pelita, ada pelita baru ada cahaya, tanpa pelita maka tidak ada cahaya, pelita adalah benda, cahaya adalah fungsi. Kita harus mengerti, apa itu benda? Apa itu fungsi? Contoh, tubuh kita adalah benda, namun kita makan adalah fungsi, menggunakan tangan, mangkuk, sumpit, ini makan, yaitu fungsi. Sama seperti pelita, cahaya adalah fungsi pelita, tanpa pelita maka tidak ada cahaya, cahaya dan pelita adalah satu. Apa itu meditasi dan apa itu kebijaksanaan, keduanya bergabung, satu adalah pelita, satu adalah cahaya, kebijaksanaan adalah fungsi cahaya, meditasi adalah pelita, yaitu benda, jadi itu satu, bukan dua. Demikian penjelasan Patriak VI.
Patriak VI memberitahu lagi kita semua, apa yang dimaksud fokus menjalankan samadhi? Fokus menjalankan samadhi adalah setiap saat sangat fokus dan jujur melatih diri, inilah fokus menjalankan samadhi. Berjalan, berdiri, duduk, berbaring, berjalan laksana angin, duduk laksana lonceng, berbaring laksana busur; berbaring seperti busur; duduk seperti lonceng; berjalan seperti angin; saat berdiri, seperti sebatang cemara. Menurut Patriak VI, inilah "berhati lurus", apa itu "hati lurus"? Ada sebuah sutra bernama Vimilakirti-nirdesa-sutra, di dalamnya disebutkan, "hati lurus adalah tempat ibadah". Hati lurus ini sangat penting, apa yang dimaksud "hati lurus"? Bahasa modern-nya adalah jujur, Anda sangat jujur, jujur dalam melakukan apapun, tidak pernah berkelok-kelok.
Hati dan usus manusia, usus berkelok-kelok, tidak lurus, jika lurus, sarapan yang disantap tadi pagi, begitu turun, "Tung!" keluar lagi. Usus manusia berkelok-kelok, namun hati harus lurus, hati lurus berarti jujur. Kita harus jujur, jangan paginya mengatakan ini, malamnya mengatakan itu, plin-plan; hari ini mengatakan ini, besok mengatakan itu, itu tidak jujur lagi. Jika orang jujur, bicaranya sama. Selama 40 tahun, hati Mahaguru menyeberangkan insan, dan 40 tahun kemudian, hati Mahaguru menyeberangkan insan, adalah hati lurus. (Hadirin tepuk tangan) Saya tidak pernah berubah, 40 tahun yang lalu saya menyeberangkan insan seperti itu, 40 tahun kemudian juga menyeberangkan insan seperti itu, belum pernah berubah. Jika berubah, maka sudah berkelok, bengkok. Empat puluh tahun yang lalu, umat mendaftar atau upacara apapun, semua bersifat sukarela; 40 tahun kemudian, juga tidak pernah menetapkan tarif, tetap sukarela, (hadirin tepuk tangan) inilah yang disebut hati lurus. Begitulah jujur itu!
Awalnya, Yaochi Jinmu membuka mata batin saya, hingga hari ini, saya tetap menghormati Yaochi Jinmu, (hadirin tepuk tangan) tidak berubah. Empat puluh tahun kemudian, saya bersarana pada Bhiksu Liaoming, di antaranya, bersarana pada Guru Sakya Zhengkong, Gyalwa Karmapa, Guru Thubten Dhargye, keempat guru Tantra ini, selalu saya sebutkan dan saya junjung di atas kepala saya, (hadirin tepuk tangan) sama sekali tidak berubah, inilah hati lurus.
Yang namanya hati lurus adalah tempat ibadah, jujur! Agama Buddha justru mengajarkan kita untuk jujur. Jika Anda jujur, Anda juga alam suci! Anda tidak berkelok! Jika berkelok, orang lain akan meremehkan, prinsip yang sangat sederhana, karena Anda tidak jujur! Apa yang dikatakan hari ini, besok berubah lagi, lusa juga berubah lagi, berubah-ubah, seperti amuba, di mana sejuk di situlah ia pergi, di mana ada makanan di situlah ia pergi, ini berubah! Orang yang jujur, melatih diri ya melatih diri, tidak ada yang berubah dan tidak berubah, prinsip ini sangat sederhana.
Banyak orang di mulut mengatakan saya berhati lurus, jujur, kenyataannya, perilakunya bukan demikian, terutama, politikus, ketika pemilu, mulut buka banyak cek, sampai akhirnya, tidak ada selembar cek pun yang bisa dicairkan, inilah tidak jujur! Politikus demikian tidak boleh terpilih. Politikus yang datang ke tempat kita ini, semuanya jujur. (Hadirin tepuk tangan) Lihat, politikus lama yang tidak jujur itu telah lengser, aneh loh! Politikus jujur yang datang ke tempat kita ini telah diberkati, politikus tidak jujur telah lengser, aneh sekali. (Hadirin tepuk tangan)
Ada sebuah cerita lucu, ada sebuah negara merayakan Festival Songkran (festival siraman air), di Asia Tenggara ada Festival Songkran, pada Festival Songkran yang tersiram air dianggap sangat beruntung. Presiden negara ini duduk di dalam mobil sambil melihat-lihat Festival Songkran, wah! Di mana-mana sedang siram-menyiram air. Ajudan berkata pada presiden, "Ketika semua orang merayakan Festival Songkran, presiden juga akan turun bersukaria bersama rakyat, bersama-sama merayakan Festival Songkran." Begitu presiden mendengarkan ucapan Ajudan, lalu turun dari mobil. Berjalan! Berjalan! Tak lama kemudian loncat lagi ke dalam mobil. Ajudan berkata padanya, "Bukankah Festival Songkran? Semakin banyak tersiram air, maka semakin makmur! Mengapa Anda tidak mengikuti permainan Festival Songkran? Presiden berkata pada ajudan, "Mereka menyiram saya dengan air mendidih." Presiden ini tentu telah melakukan hal yang tidak baik, hal yang bengkok. Politikus juga harus jujur, presiden itu telah melakukan perbuatan tidak baik, rakyat tidak suka padanya, ia tidak royal kepada rakyat, rakyat pun tidak akan royal terhadapnya. Jadi, begitu melihat presiden turun bermain festival siraman air, mereka bergegas memasak air, menyiramnya dengan air mendidih. Presiden ini benar-benar sial!
Kita justru harus lurus, jujur, Mahaguru senantiasa jujur. (Hadirin tepuk tangan) Tidak seperti sebagian orang, mulutnya mengatakan saya jujur, begitu dikorek, wah! Sungguh seperti presiden Amerika Serikat -- Omama. (Pelafalannya mirip nama presiden A.S. Obama, yang berarti hitam kelam)
Mulut mengatakan fokus menjalankan samadhi, namun tidak berhati lurus. Jika berhati lurus, jangan melekat pada segala Dharma." Yang dikatakan Patriak VI sangat baik! Ia bersabda, sadhaka, jangan melekat pada segala Dharma. Mengapa? Karena sekali melekat, pasti akan keras kepala, sangat keras kepala maka tidak mudah mendengar yang positif; Anda tidak akan mendengar kata-kata positif yang diucapkan Guru Anda. Jangan melekat pada Dharma, sepertinya agak kontradiksi, bukankah menyuruh kita harus bersadhana setiap hari? Tapi tidak boleh melekat pada Dharma, apa artinya? Maksud Patriak VI adalah, kita bersadhana, bukan demi kontak batin, ketahuilah, bersadhana demi menuntut kontak batin, Anda pun telah menyimpang. Jika Anda berkata, "Bersadhana, saya mau menekuni Dharma daya gaib." Anda menuntut daya gaib, Anda pun telah menyimpang, "Saya menekuni sadhana ini, saya mau bagaimana, bagaimana......" Kontak batin! Daya gaib! Menuntut Dharmabala! Semua akan menyimpang! Jangan menuntut, biarkan ia datang secara alami, Dharma ini termasuk Dharma alami. Jadi, menurut sabda Patriak VI, orang yang tersesat itu melekat pada Dharma.
Kita melatih diri, bukan demi apa-apa, kita demi bekal surgawi, kelak kita meninggal dunia, bisa ke Buddhaloka yang suci, juga bisa mencapai kebuddhaan dalam tubuh sekarang. Belajar Buddha demi bisa tiba di alam suci Buddhaloka, diri sendiri bisa mencapai kebuddhaan, ini yang terpenting. Jangan menuntut apa-apa, jangan menuntut, biarkan ia datang secara alami, barulah tidak melekat pada Dharma. Jika melekat pada daya gaib, maka akan menjadi Devadatta; pada zaman Sang Buddha masih hidup di dunia, Devadatta melekat pada daya gaib, ia terus menginginkan daya gaib, melekat pada Dharma, melekat pada daya gaib, akibatnya, jatuh ke neraka.
Juga ada orang yang melekat pada meditasi, saya setiap hari harus duduk. Di sini Patriak VI bersabda, "Terus-menerus berkata, "Selalu duduk tidak bergerak, hati tidak berpikiran apa-apa, itulah fokus menjalankan samadhi." Mengajari orang bermeditasi, tidak timbul pikiran, inikah yang disebut fokus menjalankan samadhi? Jika menjelaskan seperti ini, sama halnya tidak berperasaan. Apa itu tidak berperasaan? Batu itu tidak berperasaan, ia adalah benda mati, tidak bergerak, juga tidak ada pikiran, memangnya batu ini disebut fokus menjalankan samadhi, meditasi, orang yang menjelaskan seperti ini, justru tidak berperasaan, juga merupakan sebab-musabab yang merintangi jalan suci.
Kita fokus makan, fokus tidur, fokus meditasi, fokus melakukan Dharmabakti, itulah meditasi. (Hadirin tepuk tangan) Bukan menyuruh Anda selalu duduk di sana tidak bergerak, itulah melatih diri. Apakah melatih diri itu duduk tidak bergerak? Kalau begitu, batu pun sedang melatih diri! Semua batu duduk tidak bergerak, semua sedang melatih diri, bukan demikian, melatih diri tetap bergerak, tetap diam, bergerak dan diam harus pas, jangan melekat pada meditasi itu tidak begerak, Patriak VI bersabda ini adalah sebab-musabab yang merintangi jalan suci.
Bicara tentang "tidak bergerak", ada 2 cerita lucu. Ada tour Afrika sedang berwisata di Sichuan, menginap di hotel, kebetulan terjadi gempa dahsyat Wenchuan. Gempa hebat, hotel terbakar, sekawanan orang kulit hitam berlarian tanpa busana, begitu warga Wenchuan melihatnya, "Aduh! Hangus sedemikian rupa masih lari secepat itu." Ini adalah sebuah cerita lucu. Ada satu cerita lucu lagi, 4 nenek sedang main mahyong, gempa dahysat Wenchuan, berguncang hebat, 4 nenek berkata, "Masih mau main mahyong?" Seorang nenek berdiri dan berkata, "Saya lihat sebentar." Ia melihat di sekitar, "Biarkan saja, setiap gedung sedang berguncang, lebih baik kita lanjutkan permainan mahyong kita." Apakah ini disebut "tidak bergerak"? "Tidak bergerak" juga, pokoknya sedang gempa! Lari ke mana pun sama saja, ini adalah humor warga Wenchuan terhadap gempa bumi, pokoknya semua gedung sedang berguncang! Lanjutkan permainan mahyong.
Apa yang dimaksud hati lurus, yaitu jujur; apa yang dimaksud fokus menjalankan samadhi, yaitu meditasi. Patriak VI mengajari kita, jangan melekat pada meditasi, meditasi harus diterapkan dalam hidup sehari-hari, pangan, sandang, papan, transportasi, pendidikan, hiburan, semua boleh meditasi. Makan, Anda fokus makan, itulah meditasi; tidur, fokus tidur, itulah meditasi; melakukan Dharmabakti, fokus melakukan Dharmabakti, itulah meditasi; saat meditasi, terus lakukan dengan fokus, itulah meditasi. Duduk demikian, berdiri juga demikian, berbaring juga demikian, berjalan juga demikian, tidur juga demikian, semua sama, itu barulah meditasi yang sesungguhnya. Jika melekat pada duduk barulah meditasi, itu bukan meditasi, karena itu melekat, disebut batu, duduk, tidak berperasaan; jika menuntut daya gaib, itu melekat; jika menuntut kontak batin, juga melekat, karena benda ini akan datang secara alami, berdiri juga bisa datang, duduk juga bisa datang, berbaring juga bisa datang, semua bisa datang, datang secara alami. Menurut pandangan Patriak VI, asalkan berkonsentrasi, itulah fokus menjalankan samadhi, tidak peduli melakukan hal apapun. Jadi, kita sadhaka, jangan melekat, banyak hal jangan melekat.
Di dalam kitab Sutra Patriak VI juga mengatakan, menyingkirkan wujud ego, wujud aku disingkirkan; menyingkirkan wujud manusia, wujud insan juga disingkirkan; menyingkirkan wujud kehidupan, kita juga tidak perhitungan hidup berapa lama, yang penting kita hidup dengan luar biasa. Kita juga tidak melekat mau untung berapa banyak uang, yang penting cukup pakai; kita juga tidak melekat mau mendapatkan posisi apa, yang penting bekerja keras; kita juga tidak melekat kelak dapat mencapai tingkat Buddha, Bodhisattva, yang penting serius melatih diri, (hadirin tepuk tangan) ini disebut menyingkirkan kemelekatan. Yang disabdakan Sang Buddha, yaitu supaya kita menyingkirkan semua kemelekatan, asalkan fokus menjalankan samadhi, maka bisa mencapai pencerahan; jika melekat, itu adalah sebab-musabab merintangi kita untuk mencapai Dao. Sabda Patriak VI sangat jelas, orang yang tersesat melekat pada Dharma; orang yang tidak tersesat, tidak melekat pada Dharma
Jika melekat pada fokus menjalankan samadhi, selalu melekat pada meditasi, terus-menerus mengatakan "harus duduk tidak bergerak, tidak boleh timbul pikiran, ini barulah fokus menjalankan samadhi, orang yang menjelaskan seperti ini, ibarat batu yang tidak berperasaan, justru itulah sebab-musabab yang merintangi jalan suci. Jadi, saya nasihati semua umat Zhenfo Zong, ketika Anda semua sedang melatih diri, jangan melekat, yang penting berkonsentrasi, serius melatih diri, juga jangan menuntut apa-apa, segala sesuatu datang secara alami, biarkan ia muncul secara alami; sekali pun muncul, juga tidak melekat, ini barulah kebenaran sejati.
Kebenaran sejati dan tidak sejati, banyak bedanya, namun, orang biasa tidak bisa membedakannya; orang yang sedang melekat, apapun yang Anda katakan, ia juga tidak bisa terima. Di sini ada satu lagi yang tidak bisa Anda bedakan, sebenarnya, apa melatih diri yang sesungguhnya itu? Tidak boleh melekat, namun sesuai dengan bhavana kebenaran sejati, ini baru disebut Dharma sejati; jika melekat, maka akan menjadi Dharma sesat. "Sesat", justru karena Anda melekat, baru akan menjadi sesat, yang namanya masuk ke jalan Mara, itulah maksudnya. Buddha dan Mara hanya terpisahkan oleh satu garis tipis saja, terpisahkan oleh seruas garis, satu menjadi Buddha, satu lagi menjadi Mara. Mengapa menjadi Mara? Karena Mara adalah kemelekatan. Yang menjadi Buddha adalah bebas leluasa, tidak melekat; yang menjadi Mara, justru melekat. (Hadirin tepuk tangan)
Di Taiwan ada semacam biskuit namanya Laopobing (biskuit istri), apakah Laopobing itu gepeng panjang? Bulat? Gepeng? (Seseorang menjawab: itu biskuit lidah sapi.") Yang gepeng adalah biskuit lidah sapi? Benar! Benar! Biskuit lidah sapi itu panjang, Laopobing itu bulat, gepeng. Seseorang beli Laopobing, ia merasa Laopobing di setiap toko itu bulat, gepeng, mengapa Laopobing di toko yang satu ini dibuat lebih kecil, "Laopobing di toko lain lebih besar, mengapa Laopobing di toko Anda lebih kecil?" "Laopobing di toko saya ini lebih bagus." Pelanggan bertanya, "Mengapa?" "Karena kita adalah Xiaolaopo (istri muda)." Ia mengatakan istri muda, itu tidak jujur, sebagian besar bahan Laopobing itu sama, sama besar, mengapa di toko Anda lebih kecil? Jadi, ia sengaja mengatakan, "Toko kami tidak menjual Laopobing besar (biskuit istri tua), hanya jual Xiao Laopobing (biskuit istri muda)." Ini tidak jujur.
Ada lagi, di sini ada pilot, dulu sudah pernah cerita lucu tentang pilot, ada sebuah pesawat terbang mengalami kerusakan, semua penumpang disuruh, "Kalian dipersilahkan turun, pesawat terbang mengalami kerusakan, silahkan naik lagi jika sudah selesai diperbaiki." Lima menit kemudian, disiarkan lagi, seluruh penumpang dipersilahkan naik. Penumpang berkata pada pramugari, "Cepat sekali pesawat terbang diperbaiki, 5 menit saja sudah selesai." Pramugari berkata, "Sebenarnya, tidak diperbaiki juga, hanya ganti pilot yang berani mengendarai saja." Pilot kita mengatakan bahwa ia tidak pernah menemui masalah ini, ia juga sangat jujur, pilot kita sangat jujur, ia tidak pernah menemui masalah ini.
Ada sebuah cerita lucu! Tentang pesawat terbang. Orang Amerika sering menertawai wanita pirang, karena walaupun mereka cantik, namun, kurang bijaksana. Ada seorang wanita pirang beli tempat duduk di kabin kelas economy, namun ia duduk di kelas utama, first class, ia tidak mau beranjak, pesawat sudah mau terbang, pramugari menasihatinya, ia berkata, "No. I am so pretty. I am so beautiful." Jadi mau duduk di first class, pramugari menasihatnya, ia tetap tidak mau beranjak, lalu mendatangkan kepala kabin. Kepala kabin juga menasihatnya, ia berkata, "No. I am so beautiful." Jadi mau duduk di first class. Terakhir mendatangkan pilot, pilot sangat pintar, bertanya padanya, "Anda ini terbang ke mana?" "Saya ini terbang ke Los Angeles." "Kelas utama pesawat ini terbang ke New York, kabin kelas ekonomi baru terbang ke Los Angeles." Begitu wanita pirang ini mendengarnya, "Di sini terbang ke New York?" Ia pun pergi ke kabin kelas economy. Cerita lucu ini menertawai wanita pirang, walaupun cantik, tapi tak berotak. Orang lain bertanya pada pilot, "Pilot! Pilot! Anda hebat sekali! Kami tidak berhasil menasihatnya, Anda justru bisa." Pilot berkata, "Istri saya juga wanita pirang." Orang Amerika menertawai wanita pirang adalah penampilan yang cantik tapi kurang bijaksana.
Kita sadhaka, tentu harus bijaksana, tentu harus jujur, harus berhati lurus, harus bijaksana, harus jujur lagi, ini barulah hati lurus adalah tempat ibadah! Ini baru disebut hati lurus adalah alam suci! Jadi, kita harus sangat jujur dan lakukan dengan sungguh-sungguh, ini baru sesuai dengan sabda Patriak VI. Terima kasih semuanya. Om Mani Padme Hum.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar