Avalokitesvara Enam Alam
Dalam karyanya ‘Zhiguan’ [T 46:156], Guru Besar Zhiyi (538-597), sang pendiri aliran Tiantai di Cina, menguraikan enam perwujudan ( yinghuashen) Avalokitesvara di Enam Alam [lihat karya pengarang The Buddha Teachings, bab 8]. Inilah salah satu usaha paling awal untuk menggolongkan perwujudan Avalokitesvara.
Karya ini lalu menjadi acuan bagi penggolongan lainnya, seperti Tiga Puluh Tiga Perwujudan Guanyin dan Guanyin Delapan Penderitaan. Beragam perwujudan Avalokitesvara di ke-Enam Alam menurut Zhiyi adalah sebagai berikut:
(1) Avalokitesvara Maha Pengasih (Dabei Guanshiyin) — makhluk penghuni neraka;
(2) Avalokitesvara Maha Penyayang (Daci Guanshiyin) — setan kelaparan;
(3) Avalokitesvara Singa Tanpa Rasa Gentar (Shizi Wuwei Guanshiyin) —binatang;
(4) Avalokitesvara Cahaya Agung yang Menyinari Semesta Alam (Dakuang puzhao Guanshiyin) —asura;
(5) Avalokitesvara Pemimpin Para Dewa dan Manusia yang Gagah Berani (Tianren Zangfu Guanshiyin) —manusia; dan
(6) Avalokiteÿvara Brahma Agung (Dafan Shenyuan Guanshiyin) —dewa.
Dalam tradisi Jepang, penyusunannya sedikit berbeda —dua bentuk yang pertama saling dipertukarkan, yaitu, Kannon Maha Pengasih ( daihi) tampil di antara setan kelaparan sedangkan Kannon Maha Penyayang ( daiji) di antara makhluk penghuni neraka.
Patung keenam Kannon ini dikenal baik selama perioda pertengahan Heian. Di tahun 1024, para bupati Fujiwara mengadakan upacara khusus untuk peresmian patung Kannon.
Tidak banyak rincian yang terdapat pada perwujudan ini dan sukar rasanya untuk memahami aspek bakti mereka. Mereka disusun oleh Zhiyi dengan jalan ‘adaptasi simbolis’ agar umat Buddha sekitar bisa memahami dan menerima doktrin Avalokitesvara pada zaman di mana terdapat banyak aliran Buddhadharma di Cina.
Asal Usul Tiga Puluh Tiga Perwujudan Seiring dengan berlalunya sang waktu, di berbagai wilayah daratan Cina berkembanglah tradisi pemujaan terhadap perwujudan Guanyin dalam kumpulan tujuh, delapan, lima belas, dua puluh lima, dua puluh delapan, tiga puluh dua, tiga puluh tiga, dan empat puluh. Semua bentuk ini tentu saja merupakan sifat karunä yang sama dari Sang Buddha.
Kumpulan yang paling terkenal adalah Tiga Puluh Tiga Bentuk ( shanshisan xiang) Guanyin yang dimodelkan pada gambaran Padmapäôì dengan hampir tanpa variasi di antara satu dengan yang lain.
Selama dinasti Sui (581-618) dan Tang (618-907) berkembang Tiga Puluh Tiga Perwujudan ( sanshisan huasheng) Guanyin yang didasarkan pada Bab Pintu Semesta (samantamukha parivarta: edisi Cina Bab 25; edisi Sanskrit Bab 24) dari Saddharmapundarìka Sütra di mana Sang Buddha menerangkan pada Bodhisattva Aksyamati (Pikiran Tak Terbatas) bahwa Avalokitesvara mengajar dengan menjelma ke dalam bentuk-bentuk yang sesuai dengan pendengarnya. Keseluruhan tiga puluh tiga perwujudan itu adalah:
(1) Buddha
(2) Pratyeka Buddha
(3) Srävaka (siswa Sang Buddha)
(4) Brahma
(5) Sakra (Indra)
(6) Isvara
(7) Mahesvara
(8) Jenderal surgawi
(9) Vaisravana
(10) Raja duniawi
(11) Orang kaya (atau sesepuh)
(12) Perumah tangga
(13) Pejabat
(14) Brähmana
(15) Bhikhu
(16) Bhikhunì
(17) Upäsaka (umat awam pria)
(18) Upäsikä (umat awam wanita)
(19) Wanita kaya (isteri sesepuh)
(20) Perumah tangga wanita
(21) Pejabat wanita
(22) Brähmana wanita
(23) Anak lelaki
(24) Anak gadis
(25) Deva
(26) Naga
(27) Yaksha
(28) Gandharva
(29) Asura
(30) Garuda
(31) Kimnara (burung dewa)
(32) Mahoraga (naga raksasa)
(33) Vajrapänì (atau Vajradhara)
‘Tiga puluh tiga’ figur di sini adalah lambang perwujudan yang ‘tak terkira banyaknya’ seperti di Surga Tiga Puluh Tiga ( tävatimsa). Dalam bukunya, The Buddhist Philosophy of Assimilation, A. Matsunaga menyatakan bahwa ‘Dalam banyak hal pandangan yang demikian mendekati Sigaloväda Suttanta di mana pemujaan dewa diubah jadi penghormatan terhadap penolong seseorang.’ (hal. 130). Juga dijelaskan dalam ‘Bab Pintu Semesta’ dari Saddharmapundarika Sütra tentang pertolongan Avalokitesvara terhadap bahaya dan kesulitan para pemujanya.
Dari tradisi yang sedemikian kaya dan bebas dari kitab suci inilah berkembang Tiga Puluh Tiga Perwujudan Guanyin untuk membantu para umat Buddha yang saleh untuk menghadapi dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh kebahagiaan.
6.Tiga Puluh Tiga Perwujudan Guanyin
(1) Guanyin Yangliu
Yangliu Merah atau Tamarisk ( Chiyang) juga dikenal sebagai Yangliu Guanyin ( Guanyin liu). Yangliu tidak hanya simbol Buddhis untuk kelembutan (yang dilambangkan oleh keluwesannya dan daun panjang yang terkulai), tetapi kulit kayu dan daun dari jenis yangliu tertentu bisa di-jadikan obat bagi penyakit gondok, disentri, rematik, dan luka memar. Dalam perwujudan ini, Guanyin dikatakan bersumpah untuk menyembuhkan penyakit.[Lihat C. A. S. Williams, Outline of Chinese Sym-bolism and Art Motives, Kelly & Walsh, Shanghai, 1941; repr Tuttl, 1974; tentang ‘Willow’; & W. Eberhard, A Dictionary of Chinese Symbols, R. & K. Paul, 1986.]
(2) Guanyin Berkepala Naga (Longtou Guanyin)
Naga adalah konsep Cina yang diturunkan dari figur singa. Karena itu naga di Cina dianggap sebagai raja binatang. Di sini Guanyin menaiki kepala naga yang melambangkan kekuatan luar biasa. Sementara naga Cina diyakini berdiam di angkasa, naga India diyakini berdiam di isi perut bumi dan lautan. Dalam kedua kepercayaan itu, naga melambangkan ‘ketinggian’ dan ‘kedalaman’ spiritual dan kehidupan yang kreatif. Seni dan agama berjalan seiring! Seniman sejati membangkitkan perasaan religius dalam dirinya dan dalam karyanya.[Bandingkan ‘analogi kolam yang dalam’ untuk Absorpsi ke- 2, dalam tulisan pengarang The Buddha’s Teachings, 1991b:bab 27.]
(3) Guanyin Pemegang Sütra (Chijing Guanyin)
Sütra adalah ‘kumpulan berkas’ ajaran Sang Buddha,yaitu khotbah-Nya. Di sini Guan-yin ditampil-kan sebagai seorang Srävaka (‘pendengar’) atau siswa Sang Buddha yang mendengar Dharma dan mencapai pencerahan. Di sini dia dikenali dengan sebuah gulungan Sütra yang dipegangnya.
(4) Guanyin Lingkaran Cahaya (Yuankuang Guanyin)
‘Lingkaran’ di sini melambangkan kesempurnaan.‘Lingkaran cahaya’ melambangkan mahäkarunänya Guanyin. Semua orang suci memiliki lingkaran cahaya terang di sekitar mereka yang menunjukkan kekuatan dan kebijaksanaan. [Lihat bab 3]
(5) Guanyin Singa Bermain (Simhakrdita Avalokitesvara; Shizi Youxi Guanyin)
Singa bermain di sini bermakna (1) pemunculan kebenaran adiduniawi (Dharma, diwakili oleh singa), (2) kemampuan Guanyin untuk menolong siapa pun yang meminta pertolongannya, dan (3) menikmati pekerjaan yang sedang dilakukan. Singa bermain melambangkan penjinakan sifat binatang di dalam diri kita.
Semua aspek ini menunjukkan kasih sayang Guanyin kepada semua makhluk hidup. Dengan kata lain, dalam kehidupan spiritual, baik pekerjaan dan kesenangan sama-sama bisa dinikmati! Kadangkala perwujudan ini disebut begitu saja sebagai ‘Guanyin Bermain’ (Youxi Guanyin).
(6) Guanyin Berjubah Putih (Baiyi Guanyin)
Ini adalah Pändaraväsinì, prajñänya (aspek kebijaksanaan feminin) Amitäbha. Awalnya, dia muncul dalam Garbhadhatu Maôðala dengan jubah putih, duduk di atas teratai dan memegang teratai kuncup berwarna putih di tangan kirinya.
Menurut komentar Mahä Vairocana Sütra, Pändaraväsinì itu berwarna putih (kadang-kadang merah muda) karena dia berdiam dalam Pikiran yang Cerah. Dalam bentuk aslinya dia juga disebut sebagai ‘Ibu Avalokitesvara’ (Cina: Gunyinmu).
(7) Guanyin Berbaring di Atas Teratai (Lianwo Guanyin)
Teratai melambangkan hakikat Kebuddhaan yang berdiam (berbaring) dalam diri kita. Sikap berbaring melambangkan mangkatnya Buddha Sakyamuni, tetapi saat ini Avalokitesvara melanjutkan karya-Nya hingga Maitreya (Buddha masa depan) turun.
(8) Guanyin Menatap Air Terjun (Longjian Guanyin)
Dia duduk di atas batu dan menatap (yaitu, merenungkan) air terjun yang melambangkan aliran kesadaran atau ketidakkekalan.
(9) Guanyin Penyembuh (Shiyao Guanyin)
Di sini dia digambarkan sebagai penyembuh semua penderitaan, baik jasmani maupun batin.(10) Guanyin Keranjang Ikan (Yulan Guanyin)
Ini didasarkan pada legenda seorang umat Buddha bernama Chan dan anak gadisnya Lingchou yang diyakini merupakan perwujudan Guanyin yang membawa keranjang bambu.
(11) Guanyin Raja Kebajikan(Dewang Guanyin)
Di sini, dia ditampilkan sebagai Brahma, ‘raja kebajikan’, karena lewat kebajikan besarnya dia dilahirkan pada tingkat yang sedemikian tinggi.
(12) Guanyin Bulan di Air (Shuiyue Guanyin)
Dia menatap sambil merenungkan bayangan bulan di air. Piringan bulan yang cemerlang di air melambangkan pikiran yang terkonsentrasi. Bayangan bulan di air melambangkan hakikat khayalan dari keberadaan duniawi.
(13) Guanyin Satu Daun (Yiye Guanyin)
Dia mengambang di atas air pada selembar daun (seperti Bodhidharma pada sehelai alang-alang). Meditasinya di sini melambangkan ‘kasina tanah’ di mana tanah bisa diproyeksikan di mana saja —bahkan di air sekali pun. Dengan cara ini, dia mampu menyelamatkan dan melindungi orangorang yang jatuh tenggelam di lautan dalam (seperti yang dijanjikan dalam Saddharmapundarìka Sütra).
(14) Guanyin Berkerongkongan Biru (Qingjing Guanyin)
Ini adalah Nìlakantha, sudah dijelaskan di bab 4 (no.11).
(15) Guanyin Kekuatan Kebajikan (Yanming Guanyin)
Kebajikannya mempunyai kekuatan untuk mencapai semua makhluk hidup.
(16) Guanyin Penyambung Kehidupan (Yanming Guanyin)
Di sini dia menganugerahi umur panjang.
(17) Guanyin Harta Tak Terbatas (Zhongbao Guanyin)
Perwujudan ini didasarkan pada Saddharmapundarìka Sütra tentang sumpah Avalokiteÿvara untuk menolong para pelaut da-lam perjalanan mencari harta yang didamparkan oleh badai ke pulau berpenghuni rakshasha. Harta di sini melambangkan Tiga Mustika (mengingatkan kepada Ratana Sutta dari Kanon Päli).
(18) Guanyin Gua Batu (Yaohu Guanyin)
Dia duduk di atas batu di mulut sebuah gua untuk melindungi makhluk hidup dari ancaman ular beracun yang seringkali mendatangi gua seperti itu.
(19) Guanyin yang Menenangkan (Nengjing Guanyin)
Dia menenangkan lautan, melindungi nelayan dan pelaut, serta menyelamatkan kapal karam.
(20) Guanyin Anu (A-nou Guanyin)
Anu adalah singkatan dari Anavatapta (Päli anotatta) tempat Ratu Mahä Mäyä dibawa dan dibersihkan dalam mimpinya tentang kelahiran Sang Bodhisattva. Anavatapta adalah salah satu danau paling terkenal dalam Kitab Suci Buddhis dan dikatakan airnya bisa mensucikan seseorang dari kekotoran batinnya. Komentar Sämaññaphala Sutta membandingkan Absorbsi kedua dengan kolam yang dalam [Lihat tulisan pengarang The Buddha’s Teachings, 1991b:bab
27.]
(21) Guanyin Tanpa Rasa Takut(Amoti Guanyin)
Dia memiliki tiga mata, empat lengan (dua di antaranya memainkan kecapi berkepala burung hong), satu kaki di atas singa. Perwujudan Guanyin ini muncul di antara makhluk neraka untuk menyelamatkan mereka.
(22) Guanyin Parnasabari (Yeyi Guanyin)
Perwujudan ini ditemukan dalam Parnasabari Dhäranì [Nanjio 973; T 20:448a]. Dia melindungi dari ancaman wabah, pes, serangga, penyakit, serta menganugerahi umur panjang dan kesehatan.
(23) Guanyin Vaidürya (Liuli Guanyin)
Perwujudan ini didasarkan pada Saddharmapundarìka Sütra yang menyatakan bahwa kalau seseorang yang akan dihukum penggal memanggil namanya, dia akan selamat dari hukuman tersebut. Ada catatan dari dinasti Wei Utara (386- 534) tentang Sun Jingde, seorang pemuja Guanyin, yang ditangkap oleh pasukan musuh, tetapi semalam sebelum hukuman pancungnya dilaksanakan seorang bhikþu muncul dalam mimpinya dan mengajarnya untuk melafal Vaidüryaräja Sütra sebanyak seratus kali. ( Ko Ong Kwan Si Im King ). Dia terbangun dan melakukan seperti yang diperintahkan. Keesokan paginya, sang algojo memenggal lehernya tiga kali dengan pedang tetapi malahan pedangnya yang patah setiap kalinya! Dia dibebaskan dan saat pulang ke rumah dia melihat bahwa arca Guanyin di rumahnya berbekas tiga tanda bacokan di kepala! (Vaidürya adalah sejenis permata yang disebut mata kucing.)
(24) Guanyin Tärä (Tuolo Guanyin)
Ini adalah perwujudan cinta kasih seorang ibu. Dia berwarna biru-putih, berjubah putih dan me-megang teratai di kedua tangan-nya. (Tärä akan dijelaskan sedikit pada uraian selanjutnya tentang Aryatärä.)
(25) Guanyin Tiram (Geli Guanyin)
Guanyin ini digambarkan duduk di atas cangkang tiram raksasa. Legenda mengisahkan bahwa Kaisar Tang Wenzhong (826-836) sangat senang memakan tiram. Saking senangnya dia menyuruh pejabat istana untuk menekan para nelayan agar mencari tiram. Suatu hari sang kaisar dibawakan sebuah tiram raksasa tetapi begitu dia baru mulai akan memakannya, tiram itu terbuka sendiri dan dia melihat ada seorang manusia di dalamnya. Seorang bhikþu yang ditanyainya menjelaskan bahwa itu adalah penjelmaan Guanyin. Sejak itu sang kaisar berhenti makan tiram. Dia menitahkan untuk membangun vihära dan arca Guanyin di seluruh wilayah kekaisarannya.
(26) Guanyin Enam Waktu Jaga (Liushi Guanyin)
Di India kuno, satu hari itu dibagi menjadi enam waktu jaga yang masing-masing terdiri atas empat jam. Keenam waktu jaga di sini mewakili satu hari, berarti Guanyin terus menerus menjaga se-luruh pemujanya se-panjang hari tanpa istirahat sedikit pun, yang secara efektif mencakup seluruh masa hidup seseorang.
(27) Guanyin Maha Pengasih (Pubei Guanyin)
Kasih sayang Guanyin itu tak terbatas. Dalam meditasi Kediaman Luhur ( brahmavihära), ini dikenal sebagai ‘menghancurkan rintangan’. Bahkan mara yang terjahat sekali pun berada dalam jangkauan kasih sayangnya karena hakikat Kebuddhaan itu ada di dalam diri setiap makhluk.
(28) Guanyin Isteri Malang (Malangfu Guanyin)
Ini adalah perwujudan feminin lainnya. Dia membawa teratai di tangan kanannya, dan sebuah tengkorak wanita di tangan kirinya. Di sekitar ta-hun 817 dalam masa dinasti Tang, hiduplah di Cina seorang gadis dusun cantik jelita yang dikejar oleh banyak pemuda rupawan. Untuk memilih calon sua-mi yang terbaik baginya, dia mengumumkan bahwa dia akan menikahi orang yang mampu menghafal Bab Guanyin (Pintu Semesta) dari Saddharmapundarìka Sütra dalam waktu semalam. Dua puluh orang pria yang kembali keesokan harinya bisa melakukannya. Lalu dia mengajukan syarat baru bahwa calon suaminya haruslah mampu menghafal Sütra Intan di keesokan harinya. Sekarang tinggal sepuluh orang, dan dia menantang kesepuluh orang ini untuk menghafal seluruh Saddharmapundarìka Sütra dalam waktu tiga hari. Hanya seorang pemuda bernama Malang yang berhasil.
Tetapi di hari pernikahannya, si gadis muda jatuh sakit dan meninggal dunia. Tak lama setelah penguburannya, seorang bhikþu tua berkunjung ke rumah dan meminta keluarganya untuk menggali kuburannya. Tatkala peti mati dibuka mereka menemukan potongan-potongan tulang emas. Bhiksu itu menyatakan bahwa wanita yang meninggal itu adalah perwujudan Guanyin dan sesudahnya bhiksu itu menghilang begitu saja. Semenjak hari itulah, orang-orang di wilayah tersebut berubah menjadi pemuja Guanyin yang taat.
(29) Añjali Guanyin (Hezhang Guanyin)
Tangan yang dirangkap dalam sikap menyembah ini tidak menggenggam barang-barang duniawi. Sikap ini melambangkan teratai dan merupakan simbol ketidakmelekatan. Tatkala air dituang di atas teratai, tak ada yang tertinggal. Tangan itu terletak di depan dada yang mewakili keterbukaan hati.
(30) Guanyin Manunggal (Yiru Guanyin)
Guanyin ini mengendarai awan, terbang di angkasa, dan menundukkan guntur, melambangkan bahwa dia itu manunggal dengan semesta alam. Kebenaran Tertinggi itu esa —Kebenaran Alam Dharma ( dharmadhatu).
(31) Guanyin Nondualitas (Buer Guanyin)
Walaupun segala sesuatu muncul di dunia ini bersifat dualitas: baik jahat, bahagia sengsara, cantik jelek, dan selanjutnya, semuanya itu hanyalah konsep pikiran. Pikiran awam hanya melihat hal-hal yang disukainya dan menolak yang lain atau masa bodoh terhadapnya. Pikiran yang cerah melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Bahkan Kebenaran Tertinggi (bahasa Dharma) dan Kebenaran Biasa (bahasa duniawi) pun tidak lagi berbeda. Buddha Sejati (penfo) dan Buddha Jelmaan (zhifo) tidak lagi berbeda dalammata orang yang cerah.
(32) Guanyin Memegang Teratai (Chilian Guanyin)
Teratai di sini melambangkan sumpah Bodhisattva Guanyin. Perwujudan ini juga dikenal sebagai Padmapänì. [Lihat tulisan pengarang The Five Buddhas, bab 7.]
(33) Guanyin Memercik Air (Sashui Guanyin)
Memercik air ( abhiseka) dan menuang air ( daksina) adalah tindakan simbolis dalam Buddhadharma. Yang pertama tidak hanya melambangkan penahbisan seorang raja, tetapi merupakan jalan masuk ke dalam kehidupan spiritual baru (terutama bila seseorang menjalani kehidupan Buddhis). Yang kedua melambangkan penyaluran kebajikan kepada makhluk lain, terutama kepada sanak keluarga yang sudah meninggal. Air juga melambangkan kesucian, seperti dalam kisah sebelum pencerahan Sang Buddha tatkala Beliau menyentuh bumi lalu keluarlah air bah untuk menyapu habis pasukan jahat Mara.
0 komentar:
Posting Komentar