Minggu, 28 Oktober 2012

Api Homa

  1. Makna dan Kebajikan Homa

    Dalam Tantrayana, persembahan api homa menempati posisi yang sangat penting. Baik dalam Tantra Tibet, Tantra Timur maupun dalam Tantra Cina, semuanya sangat penting. Terutama dalam Tantra Timur, homa ditempatkan sebagai suatu metode Dharma yang sangat penting. Harus berlatih lebih dahulu "Yoga Delapan Belas Jalur", kemudian menyelesaikan "Prosedur Penjapaan Garbhakosadhatu" dan "Prosedur Penjapaan Wajradhatu". Terakhir, baru boleh berlatih "Metode Agung Homa". Homa adalah tataran yang cukup tinggi dan terakhir dari keempat Metode Utama Pelatihan Tantra Timur.

    Homa merupakan metode utama pencapaian siddhi dalam Tantrayana.

    Dalam Tantra Timur, setiap Acarya harus menyelesaikan dulu upacara homa sebanyak 100 kali, 200 kali, bahkan 500 kali, barulah memenuhi syarat sebagai Acarya.
    Oleh karena itu homa sangat penting sekali.

    Mengapa pelaksanaan homa begitu penting? Karena melakukan homa sama saja dengan melakukan persembahan. Persembahan yang lazim anda berikan hanyalah persembahan kecil. Misalnya memberi persembahan sebuah pisang, mempersembahkan sebuah lilin, menyalakan beberapa batang dupa. Sedangakan untuk melangsungkan sekali upacara homa, identik dengan memberi persembahan selama setahun, bahkan 10 tahun. Dalam hal menambah kesejahteraan dan menambah kearifan, merupakan suatu metode yang sangat efektif.

    Buddha Shakyamuni bersabda kepada siswanya: "Persembahan api dapat mengubah nasib, mentransformasikan semua urusan, terutama berdasarkan kekuatan samadhi diri sendiri ditambah dengan bantuan adhisthana dari para dewa."

    Saat kita melakukan homa, setiap dewa akan datang membantu persembahan api ini, 12 Dewa, 28 Dewa, 33 Dewa, Dewa Sakra, Dewa Mahabrahma dan lain sebagainya, semuanya mungkin saja datang memberi bantuan dan sokongan. Oleh karena itu, homa merupakan upaya pemunculan fenomena "manunggaling kawula gusti" yang bersandar pada "daya sokongan para dewa serta kekuatan samadhi dari Tantrika", dapat menghasilkan kekuatan siddhi (pencapaian) yang sangat besar.

    Api homa juga memiliki makna yang sangat penting:

    Api homa melambangkan "kekuatan pikiran". Pikiran manusia memiliki wujud yang sangat mirip dengan api. Ini merupakan rahasia besar.

    Api homa melambangkan penerangan, dapat menyingkirkan segala kegelapan dan kebodohan (kegelapan batin).

    Api homa melambangkan pembersihan, membakar habis semua kekotoran batin dan rintangan.

    Api homa melambangkan kearifan. Api merupakan simbol dari kearifan.

    Api homa melambangkan penghormatan kepada dewa, merupakan persembahan yang sangat istimewa, dapat menambah kesejahteraan.

    Api homa melambangkan nirwana.

    Kebajikan dari api homa besar sekali. Sadhaka Satyabuddha yang melaksanakan homa, dapat memperoleh penerangan dan kesucian, melenyapkan rintangan kegelapan batin, menyingkirkan karma buruk serta kekotoran batin, menambah kesejahteraan, meningkatkan kearifan. Kekuatan pikiran dan daya kemampuan batin diri sendiri pun akan bertambah dan meningkat dengan sendirinya.

    Pencapaian pelaksanaan homa dapat dibagi menjadi 3 tingkatan:

    Pencapaian superior------bagai sang Maharesi Widyadhara, melesat dan mengembara di angakasa dengan leluasa.

    Pencapaian medium-----memperoleh daya kemampuan batin yang besar, dapat menghilangkan wujud, menyembunyikan jejak.

    Pencapaian inferior--- menolak bala, menambah kesejahteraan, merukunkan, menaklukan dan sebagainya, memperoleh pencapaian Karman, memenuhi semua permohonan duniawi.

    Adhinatha dan Fungsi Homa

    Dalam situasi apa harus melaksanakan homa?

    Metode homa merupakan metode Karman yang bersifat duniawi. Keempat Karman Utama yakni Santika, Paustika, Wasikarana dan Abhicaruka, semuanya dapat diterapkan dalam homa.

    Santika----menolak bala. Menyingkirkan anekan malapetaka, melenyapkan berbagai perselisihan dan penuntutan, mengobati bermacam-macam deraan penyakit, melenyapkan karma buruk, dosa berat, kekotoran, dan rintangan batin.

    Paustika---menambah kesejahteraan. Memohon rejeki, memohon harta kekayaan, memohon keberhasilan dalam berdagang, minta rumah dan mobil, minta kenaikan gaji, minta kenaikan pangkat, minta panjang umur, minta kedudukan baik.

    Wasikarana---merukunkan. Menyempurnakan semua hubungan antara manusia, meningkatkan hubungan baik antar manusia, membuat agar orang menghormati dan menyayangi Anda, minta jodoh, mohon kerukunan suami istri seta keluarga, memohon disayangi atasan mendapatkan kenaikan karier atau promosi.

    Abhicaruka---manaklukan. Menundukkan pihak lawan, mematahkan niat dan pikiran jahat pihak lain membuatnya berpaling kepada kebaikan serta beriman kepada Buddha. Titik tolak dari pelaksanaan sadhana ini adalah cinta kasih.

    (Tatacara Empat Karmawan Utama dapat dililhat dalam buku "Penerangan Saat Berkepala Gundul")

    Akarsana (mengait) kerapkali digabungkan dengan Wasikarana.

    Selain itu sebelum dan sesudah retret harus melaksanakan homa, memohon kelancaran dan keberhasilan retret.

    Memohon perlindungan diri---saat memohon para dewa untuk datang melindungi Tantrika, harus melaksanakan homa.

    Memohon agar gangguan Mara disingkirkan----bila ada yang sakit ditimbulkan gangguan mahluk halus, karma penyakit datang melanda, kebajikan tidak cukup, Dharmapada tidak hadir, harus melaksanakan homa.

    Memohon para dewa melindungi dan menyokong upacara---sebelum dan sesudah upacara, memohon para dewa datang memberkati, harus melaksanakan homa.

    Memohon adhisthana silsilah----ingin mendapatkan kontak (yoga) dalam sadhana, memohon daya adhisthana silsilah, mengadhisthana Anda agar berhasil dalam ber sadha-na, harus melaksanakan homa.

    Memohon ketentraman dan kedamaian suatu lokasi----homa terbesar dapat menenteramkan pergolakan disuatu lokasi. Misalnya perang antar dua negara. Atau bencana alam dan malapetaka di suatu teritorial.

    Memohon peingkatan kekuatan batin----melaksanakan homa dapat meningkatkan kesejahteraan seseorang, dapat meingkatkan kearifan; bila kebajikan (kesejahteraan) dan kearifan bertambah, itu sama saja dengan peningkatan kekuatan batin. Melenyapkan rintangan kegelapan batin, memperoleh cahaya kesucian.

    Yang lainnya seperti peringatan para mahluk suci, abhiseka, pendoaan arwah (Chau Tu), pembangunan Vihara, memohon keramahan cuaca dan lain sebagainya, semuanya dapat melaksanakan homa.

    Manfaat homa banyak sekali, keberhasilannya pun besar sekali.

    Dalam Tantrayana ada ketentuan, setiap homa harus memiliki Adhinatha (mahluk suci yang diutamakan). Masing-masing sekte dalam Tantrayana pun memiliki Adhinatha Homa yang berbeda-beda.

    Adhinatha Homa dalam aliran Satyabuddha adalah:

    Santika(Si Cai Fa)-----Awalokiteswara sebagai Adhinatha. Karena pertolongannya yang penuh welas asih.

    Paustika(Cen Yi Fa)---Jambhala(Dewa Waisrawana) sebagai Adhinatha. Karena kerelaanya untuk membantu dalam hal harta kekayaan.

    Wasikarana(Cin Ai Fa)-----Bhagawati Cundi sebagai Adhinatha. Karena antusiasnya dalam hal menganyomi.

    Abhicaruka(Siang Fu Fa)---Padmasambhawa atau Acalanatha sebagai Adhinatha. Karena keperkasaan dan kemampuan penaklukannya.

    Memohon adhisthana silsilah---Mula-Acar ya (Pamakumara Putih) sebagai Adhinatha. Merupakan sumber/ akar adhisthana, mengadhisthana agar berhasil dalam sadhana.

    Memohon kesejahteraan-----Padmakumara Putih sebagai Adhinatha, atau Jambhala sebagai Adhinatha.

    Sebelum dan sesudah retret------Acalanatha atau Yamantaka sebagai Adhinatha, atau Catur Maharajakayika(Empat Raja Surgawi) sebagai Adhinatha.

    Memohon penyembuhan sakit--------Tathagata Bhaisajyaguru(Buddha Pengobat) sebagai Adhinatha.

    Memohon perlindungan diri------Acalanatha Widyaraja atau Catur Maharajakayika atau Yamantaka sebagai Adhinatha.

    Memohon panjang umur-----Buddha Amitayus(Buddha Panjang Umur) atau Tara Putih sebagai Adhinatha.

    Memohon agar gangguan Mara disingkirkan, penyakit yang ditimbulkan mahluk halus atau penyakit kejiwaan disembuhkan------Acalanatha atau Yamantaka(Pemimpin Dewa) sebagai Adhinatha.

    Memohon lindungan dari para dewa---------Catur Maharajakayika sebagai Adhinatha.

    Mendoakan para arwah (Chau Tu)---------Bodhisatwa Ksitigarbha atau Buddha Amitabha atau Padmakumara Putih sebagai Adhinatha.

    Memohon peningkatan batin-----Mula Acarya( Padmakumara Putih) sebagai Adhinatha.

    Selain itu ada "Dua Puluh Satu Tara", misalnya "Tara Penumbuh Kebajikan dan Kearifan", "Tara Penyelamat Bencana Pengurungan", "Tara Penyelamat Bencana Angin", "Tara Penyelamat Bencana Angin", "Tara Penyelamat Bencana Peperangan", "Tara Penyelamat Bencana Air" dan sebagainya, semuanya dapat dipilih sebagai Adhinatha Homa.

    Homapun dapat digabungkan dengan Catur Karman Utama Guruyoga, Mengambil Padmakumara Putih sebagai Adhinatha untuk melakukan penolakan bala, peningkatan kesejahteraan, perukunan dan penaklukan, empat urursan.

    Dalam homa jenis apapun, selain memberi persembahan kepada Adhinatha dan kerabatnya, juga harus memberi persembahan kepada Krodha (Dharmapala berwajah murka) serta para dewa Pelindung Dharma. Ini penting sekali.
  2. Peralatan Homa

    Menurut peraturan kuno Tantrayana, perlengkapan homa, jenisnya banyak sekali. Santika, Paustika, Wasikarana dan Abhicaruka, peralatanya tidak sama, cara penggunaanyapun masing-masing berbeda.

    Aliran Satyabuddha adalah Tantrayana yang paling cocok untuk orang-orang zaman sekarang. Bilal perlengkapan homa Tantrika Satyabuddha dapat sesuai dengan perlengkapan kuno tentu saja baik sekali. Tetapi bila tidak dapat sepenuhnya mengikuti peraturan kuno, harus melakukan penyesuaian, tidak perlu meniru cara kunko secara kaku, disesuaikan agar sebanyak mungkin siswa Satyabuddha dapat memparaktekkannya.

    Perlengkapan Homa Tantrika Satyabuddha harus memperhatikan dua prinsip utama:

    1. Yang diuatmakan adalah praktis, tidak melenceng dari fungsinya.

    2. Elok dan luwes, tidak melupakan keanggunan.

    Umumnya, perlengkapan dasar yang dipakai dalam pelaksanaan homa Tantrika Satyabuddha meliputi:

    * Meja homa----digunakan sebagai altar homa(paling baik menggunakan bahan anti api).

    * Tungku homa----untuk pembakaran bahan persembahan homa(terbuat dari tembaga atau besi cor).

    * Wadah homa (mangkuk, piring, nampan)-----digunakan untuk menampung bahan persembahan (terbuat dari tembaga atau produk stainless-steel, atau produk keramik yang tahan terhadap suhu tinggi).

    * Sepit homa, cedok(sauk) homa------untuk menjepit atau mencedok bahan persembahan lalu dimasukkan ke dalam tungku (terbuat dari tembaga atau produk stainless-steel).

    * Tongkat Wajra----untuk melakukan sima-badhana dengan mengetuk ke-empat penjuru.

    * Wajraghanta dan Wajra.

    Bahan Persembahan Homa

    Cakupan jenis bahan persembahan homa luas sekali. Yang utama adalah kayu homa, madu, susu, minyak nabati, daun the, dupa, serbuh cendhana, parfum, wijen putih, wijen hitam, gula putih, lima jenis padi-padian, kacang aneka warna, berbagai jenis biskuit, aneka kembang dan buah-buahan.

    Bahkan semua bahan makanan dan busanapun dapat dijadikan bahan persembahan.

    Pakaian----memberi persembahan kepada tubuh Adhinatha.

    Makanan-----memberi persembahan kepada mulut Adhinatha.

    Urapan Wangi-----memberi persembahan tubuh Adhinatha.

    Kembang-----memberi persembahan kepada tangan Adhinatha.

    Teh dan minuman ---memberi persembahan pada seputar Adhinatha.

    Ini hanya sekedar contoh bahan persembahan yang berbeda-beda.

    Pemilihan kayu homa, termasuk hal yang cukup penting. Dalam peraturan kuno, banyak sekali batasan-batasan terhadap kayu homa, cukup ketat. Santika (Si), Paustika (Cen), Wasikarana ( Huai) dan Abhicaruka (Shu), keempat Karman, kayu homa dari setiap jenis Karman ini ditetapkan menggunakan bahan yang tidak sama, tempat penghasilnya tidak sama, warnanya tidak sama dan lain sebagainya.

    Misalnya menurut peraturan kuno, Santika harus menggunakan kayu cendana putih, atau kayu yang menghasilkan getah putih yang ditanam di tempat kelahiran orang suci. Paustika menggunakan kayu yang menghasilkan getah kuning yang ditanam di istana kerajaan. Wasikarana menggunakan kayu cendana merah atau kayu yang menghasilkan getah merah. Abhicaruka menggunakan kayu cendana hitam, atau kayu hitam produk pohon yang mati mengering atau yang ditanam di bekas medan perang atau pejagalan.

    Kalau mau menuruti peraturan kuno ini, kebanyakan sangat sulit diperoleh.

    Dalam menyiapkan kayu homa kita berusaha memenuhi peraturan kuno, tetapi dengan penyesuaian dengan zaman modern, kita menerapkan cara-cara yang memudahkan agar lebih banyak lagi Tantrika Satyabuddha dapat mempraktekkan homa.

    Asal menghasilkan getah, teksturnya bersih, tidak bengkok, tidak retak tidak cacat tidak berlubang, tidak lapuk digerogoti ulat, memilki panjang 23 cm (7 chun). Ujung dan pangkal memiliki lebar yang sama. Ketebalan tidak dibatasi.

    Dalam Santika, digunakan kayu yang agak putih, dicelupkan dalam susu ( atau madu ) yang berwarna putih.

    Dalam Paustika, digunakan kayu yang agak kuning, dicelupkan dalam madu berwarna kuning.

    Dalam Wasikarana, digunakan kayu yang agak merah, dicelupkan dalam minyak nabati (atau madu) berwarna merah.

    Dalam Abhicaruka, digunakan kayu yang agak hitam, dicelupkan dalam tinta hitam atau cairan anggur berwarna ungu kehitaman.

    Yang demikian sudah dianggap sesuai dengan peraturan.

    Bahan persembahan yang lain, dalam Santika, Paustika, Wasikarana, dan Abhicaruka, juga dibedakan berdasarkan warna:

    Santika¡ªdiutamakan yang berwarna putih. Misalnya wijen putih, biji sawi (mustard) putih, susu putih, kembang putih, madu putih, gula putih, beras putih, kacang berwarna putih, kuaci putih, buah berwarna putih, biskuit/kue yang agak putih dan lain sebagainya. Dalam homa untuk tujuan pengobatan, boleh memberi persembahan obat-obatan.

    Paustika----diutamakan yang berwarna kuning. Misalnya kacang berwarna kuning, madu kuning, gula kuning, dupa berwarna kuning, serbuk cendana (berwarna kuning), kembang kuning, biskuit berwarna kuning, gandum, jelai(barli), malt-sugar (maltosa/mai-ya-thang), minyak kacang tanah, roti, buah berwarna kuning dan sebagainya.

    Wasikarana---diutamakan yang berwarna merah. Misalnya kacang merah, beras merah, dupa merah, minyak goreng berwarna merah, kembang merah, buah berwarna merah, semua makanan berwarna merah seperti bakso/ronde merah dan sebagainya.

    Abhicaruka-----diutamakan yang berwarna hitam. Misalnya kacang hitam, wijen hitam, beras hitam, jus warna ungu kehitaman, dupa hitam, serbuk cendana hitam, kembang warna ungu atau biru, buah berwarna hitam (misalnya pir berwarna hitam, anggur hitam), kembang berduri (misalnya mawar), semua makanan berwarna hitam (misalnya cincau, pasta wijen dan sebagainya).

    Pilihan bahan persembahan luas sekali, asal makanan atau barang yang bermakna dapat dipersembahkan.

    Waktu sedang membakar homa, semua bahan persembahan, setiap macam harus dibayangkan berubah banyak sekali laksana samudra, memenuhi alam semesta. Bahan persembahan yang dapat terbakar diusahakan semua dimasukkan ke tungku. Setiap bahan bersembahan yang dimasukkan ke tungku, sebelumnya harus divisualisasikan seperti yang telah disinggung terdahulu.

    p> Setiap jenis buah-buahan atau roti, setelah divisualisasi, diiris sehelai kemudian dimasukkan ke tungku untuk dibakar.

    Semua cairan yang tak dapat terbakar, (misalnya susu, anggur, madu, jus) kecuali untuk celupan kayu homa, semuanya tak boleh dimasukkan ke tungku, untuk mencegah padamnya api homa. Kalau tetap mau ditungkukan, cukup menuangkan sedikit di luar tungku.

    Setiap pelaksanaan homa, bahan persembahan yang utama adalah kayu homa, dupa, kembang, pelita, daun the, madu, susu, parfum, buah-buahan, minyak goreng (minyak nabati). Ini merupakan bahan persembahan yang selalu harus ada.

    Penataan Altar Homa

    Penataan altar (mandala) homa, dibedakan berdasarkan empar jenis Karman yakni Santika, Paustika, Wasikarana dan Abhicaruka, dibeda-bedakan berdasarkan warna dan bentuk.

    Berdasarkan warna: Santika menggunakana warna putih, Paustika menggunakan warna kuning, Wasikarana menggunakan warna merah, Abhicaruka menggunakan warna hitam.

    Berdasarkan bentuk : Santika berbentuk bulat, Paustika berbentuk persegi, Wasikarana berbentuk setengah lingkaran, Abhicaruka berbentuk segi tiga.

    Kalu perlu, untuk sementara boleh menyusun mandala atau tungku dengan batu bata. (Misalnya di luar ruangan, atau saat penyelenggaraan upacara homa). Menata menurut bentuk di dalam atau bentuk di luar semuanya boleh.

    Umumnya, meja homa yang berbentuk persegi empat sudah mewakili Paustika, tungku homa yang berbentuk bulat sudah mewakili Santika.

    Tepat di depan meja homa, disemayamkan Adhinatha dan Dharmapala, boleh diletakkan lima bahan persembahan atau delapan bahan persembahan. Keempat tiang dari meja homa melambangkan Catur Maharajakayika. Keempat sudut meja homa harus diletakkan persembahan pelita atau lilin. Warna dari semua bahan persembahan serta lilin pelita teratai harus dibedakan berdasarkan Santika, Paustika, Wasikarana dan Abhicaruka.

    Bila ingin menyemayamkan Panca Tathagata di mandala, posisinya harus tepat:

    Tengah-----Wairocana (putih)

    Barat----Amitabha (merah)

    Selatan----Ratnasambhawa (hijau)

    Timur-----Aksobhya (kuning)

    Utara------Amoghasiddhi (hitam)

    "Pintu Langit" melambangkan mulut dewa, bahan persembahan diberikan kepada para dewa melalui pintu langit.

    Tali Panca-Warna melambangkan sima-bandhana (pembatasan lokasi) dan kesucian, juga untuk membuat mandala tampak anggun dan agung.

    Bahan persembahan utama diletakkan di sekeliling tungku homa. Bahan lain berturut-turut mengitarinya. Bila meja homa tidak cukup besar untuk menampung bahan persembahan, boleh menambahkan meja kecil.

    Penataan perlengkapan upacara dan bahan persembahan dapat dilihat pada gambar di halaman berikut.
  3. Default

    Tatacara Homa

    Tatacara homa aliran Satyabuddha dapat dibagi dua. Pertama, tatacara umum, ditunjukkan kepada siswa yang sudah mendapatkan abhiseka homa dari aliran ini untuk keperluan pribadi. Tatacara yang satunya lagi ditujukan kepada Acarya aliran ini untuk menyelenggarakan upacara homa. Kedua tatacara ini memiliki banyak kesamaan.

    Tatacara umum adalah sebagai berikut:

    1. Bertepuk tangan, menjentikkan jari.

    2. Mantera penyucian.

    3. Sima-bandhana

    4. Mantera pengundangan (tiga kali).

    * Mengundang : Namo Lien Sheng Mahacaryaya (Namo Ken Pen Chuan Cheng Sang Se Lien-Sheng Huo Fo), Namo Yang Mahasuci Mahapadmakumara Putih ( Namo Ta Pai Lien Hua Thong Ce Seng Cun), Namo Sukusumajyotiriswara Bud-dhaya (Namo Hua Kuang Ce Cai Fo), Namo Para Guru Silsilah (Namo Li Tai Chuan Cheng Cu Se) (membentuk mudra, mengucapkan tiga kali).

    * Mengundang : Namo Dewaresi Yochi (Namo Wu Ci Yao Ce Ta Seng Si Wang Cin Mu Ta Thien Cun), Namo Delapan Yidam Utama(Namo Pa Ta Pen Cun).

    * Mengundang Adhinatha homa (membentuk mudra, mengucapkan tiga kali).

    * Mengundang : Namo Acalanatha Widyarajaya (Namo Cong Yang Ta Seng Pu Tong Ming Wang), Namo Ucchusuma Widyarajaya (Namo Hui Ci Cin Kang), Namo Catur Maharajakayika (Namo Se Ta Thien Wang).

    * Mengundang para Buddha, Boddhisattva, Dharmapala dan mahluk suci lainnya dari Wihara Wajragarbha (Lei Cang Se) atau cetiya.

    * Mengundang para Buddha, Boddhisatva, Dharmapala dan mahluk suci lainnya dari mandala rumah.

    * Mengundang Dewa Agni (Api).

    *Mengundang para dewa pelindung, Dewa Gunung, Dewa Air, Dewa Tanah (Fu Te Ceng Sen).

    5. Mahanamaskara visualisasi (Persujudan Agung).

    6. Catur Sarana (Empat Perlindungan).

    7. Membuat perisai pelindung diri.

    8. Mantra Sataksara (tiga kali) (Manatra Vajrasattva).

    9. Menjapa "Mantra Hati Padmakumara" (mantra panjang 49 kali atau 108 kali).

    10. Memutar japamala untuk adhisthana (cuan-cu-ming).

    11. Memberkati (mengadhisthana)bahan persembahan dengan Wajra dan Wajraghanta. Menjapa Mantra Pemberkatan Bahan Persembahan : "Om Wajra Hasa" (49 kali).

    12. Persembahan Mahamandala (Persembahan Agung).

    13. Bayangkan Adhinatha dan menjapa mantra hati Adhinatha (membentuk mudra Adhinatha dan menjapa mantra 21 kali).

    14. Menyalakan api, masukkan bahan persembahan ke dalam tungku ( teruskan penjapaan mantra hati Adhinatha tak terhitung banyaknya).

    * Mengulangi sampai tiga kali pengundangan para mahluk suci, membentuk mudra mereka, menjapa mantra mereka.

    * Mengulangi sampai tiga kali visualisasi pemberian persembahan kepada para mahluk suci.

    * Mengulangi sampai tiga kali membayangkan Adhinatha dan para mahluk suci menyinari Tantrika.

    * Mengulangi sampai tiga kali pengucapan doa. Bayangkan Tantrika, Adhinatha dan api, bersatu-padu tritunggal, karmawarana dilenyapkan, harapan tercapai.

    15. Membunyikan Wajraghanta untuk pemberkatan.

    16. Membaca Mantra Hati Mula Acarya (mantra pendek 108 kali).

    17. Memasuki Samadhi.

    18. Menjapa Mantra Hati lainnya.

    19. Nian-fo.

    20. Mantra Sataksara (3 kali).

    21. Parinamana ,berdoa.

    22. Mahanamaskara.

    23. Mantra Paripurna (Pelengkap).

    24. Bertepuk Tangan, menjentikkan jari.

    Tatacara Upacara Homa (digunakan oleh Acarya dalam penyelenggaraan upacara homa).

    Menyanyikan lagu Pendupaan dan lagu Kesucian Dharmakaya.

    1. Bertepuk tangan, menjentikkan jari (membunyikan wajraghanta).

    2. Mantra Penyucian.

    3. Sima-bandhana, memercikkan air Dharani.

    4. Mantra Pengundangan (tiga kali).

    * Mengundang : Namo Lien Sheng Mahacarya (Namo Ken Pen Chuan Cheng Sang Se Lien-Sheng Huo Fo), Namo Yang Mahasuci Mahapadmakumara Putih ( Namo Ta Pai Lien Hua Thong Ce Seng Cun), Namo Sukusumajyotiriswara Bud-dhaya (Namo Hua Kuang Ce Cai Fo), Namo Para Guru Silsilah ( Namo Li Tai Chuan Cheng Cu Se). Memohon maha Adhisthana guru silsilah (membentuk mudra Padmakumara, mengucapkan tiga kali).

    * Mengundang : Namo Dwaresi Yochi (Namo Wu Ci Yao Ce Ta Seng Si Wang Cin Mu Ta Thien Cun), Namo Delapan Yidam Utama (Namo Pa Ta Pen Cun).

    * Mengundang Adhinatha homa (membentuk mudra, mengucapkan tiga kali).

    * Mengundang : Namo Acalanatha Widyarajaya (Namo Cong Yang Ta Seng Pu Tong Ming Wang) Namo Ucchusuma Widyarajaya (Namo Hui Ci Cin Kang ). Namo Catur Maharajakayika (Namo Se Ta Thien Wang), semua Dharmapala, para dewanaga pelindung Dharma, serta para dewata.

    * Mengundang para Buddha, Boddhisattva, Dharmapala dan mahluk suci lainnya dari Wihara Wajragarbha (Lei Cang Se) atau cetiya.

    * Mengundang para Buddha, Boddhisattva, Dharmapala dan mahluk suci lainnya dari Wihara atau citiya disekitar sini.

    * Mengundang Dewa Agni (Api).

    * Mengundang para dewa pelindung, Dewa Gunung, Dewa Air, Dewa Tanah (Fu Te Ceng Sen).

    5. Mahanamaskara visualisasi.

    6. Membacakan naskah doa, memberkati daftar nama peserta upacara. ( Membakar naskah doa dan daftar nama peserta upacara.)

    7. Menjapa Mantra Catur Sarana.

    8. Membuat perisai pelindung diri.

    9. Mantra Sataksara (3~7 kali).

    10. Menjapa "Mantra Hati Padmakumara" (Mantra panjang 49 kali atau 108 kali).

    11. Memutar japamala untuk adhisthana (cuan-cu-ming).

    12. Memberkati bahan persembahan dengan Wajra dan Wajraghanta.

    13. Persembahan Mahamandala.

    14. Bayangakan kehadiran Adhinatha dan menjapa mantra hatin Adhinatha (membentuk mudra Adhinatha, menjapa mantra 49~108 kali).

    15. Menyalakan api homa.

    16. Memasukkan bahan persembahan ke dalam tungku (umat terus menerus membentuk mudra dan menjapa mantra hati Adhinatha tak terhitung banyaknya).

    * Mengulangi sampai tiga kali pengundangan para mahluk suci. (Pemimpin upacara membentuk mudra dan menjapa mantra para mahluk suci).

    * Mengulangi sampai tiga kali visualisasi pemberian persembahan kepada Adhinatha dan para mahluk suci.

    * Mengulangi sampai tiga kali membayangkan Adhinatha dan para mahluk suci menyinari umat.

    * Mengulangi sampai tiga kali pengucapan doa. Bayangkan Tantrika, Adhinatha dan api, bersatu-padu tritunggal, karmawarana dilenyapkan, harapan tercapai.

    17. Membunyikan Wajraghanta untuk pemberkatan.

    18. Acarya pemimpin upacara memperagakan mudra. (Umat melantunkan Mantra Hati Padmakumara, atau Namo Amitabhabuddhaya atau Namo Awakoliteswaraya.)

    19. Memasuki Samadhi, memasuki samadhi Adhinatha, kembali bervisualisasi semua harapan tercapai.

    20. Menjapa Mantra Hati lainnya.

    21. Nian-fo.

    22. Parinamana, berdoa

    23. Mantra Sataksara (3~7 kali).

    24. Mahanamaskara.

    25. Mantra Paripurna.

    26. Bertepuk tangan, menjentikkan jari.
  4. Intisari dan Kunci Pelaksanaan Homa

    * Bertepuk tangan dan menjentikkan jari----- pada awal sadhana, maksud bertepuk tangan dan menjentikkan jari adalah membangunkan dan mengundang para Buddha, Bodhisattva dan dewa, agar mereka mengetahui Tantrika akan melaksanakan homa. Pada akhir sadhana, maksud bertepuk tangan dan menjentikkan jari adalah membubarkan dan mengantarkan para dewa kembali ke kediaman mereka.

    * Intisari dan kunci sima-bandhana-----cara melakukan sima-bandhana (pembatasan lokasi) ada beberapa macam. Pada umumnya, dalam pelaksanaan homa, sima-bandhana dilakukan dengan tongkat Wajra. Dengan tongkat Wajra mengetuk bagian tengah, timur, selatan, barat, dan utara, kelima penjuru dari meja homa masing-masing sebanyak tujuh kali. Harus mendengarkan suara ini, bayangkan setiap suara ini melesat jauh. Sejauh mana suara ini melesat, sejauh itulah batasnya (sima-bandhana). Dengan mengetuk kelima penjuru berarti telah memberikan perbatasan di sekeliling mandala.

    * Intisari dan kunci pengundangan-----mengundang harus dengan hati yang setulus-tulusnya, dengan nada yang terlembut dan termedu. Waktu mengundang secara umum, tangan beranjali. Pada saat mengundang secara satu-persatu, harus membentuk mudra dan menjapa mantra masing-masing, membayangkan wujud-Nya hadir di depan Mandala. Mengundang dengan jasmani-ucapan-pikiran yang manunggal, ini penting sekali.

    * Makna menjapa Mantra Sataksara-------pada awal homa, menjapa Mantra Sataksara dimaksudkan untuk memohon bantuan dan lindungan dari Wajrasattwa, dengan demikian homa yang dilakukan barulah berhasil-guna. Pada akhir homa, menjapa Mantra Sataksara bertujuan untuk menambal hekhilafan yang terjadi dalam tatacara.

    * Intisari dan kunci memutar japamala-----memohon Bodhisattva memancarkan cahaya suci memberkati japamala dan kedua tangan, serta sekujur tubuh Tantrika sehingga semuanya disucikan. Dengan demikian Tantrika boleh memegang bahan persembahan untuk dibakar dalam homa. Waktu memutar japamala (cuan-cu-ming) bayangkan Mula Acarya memancarkan cahaya menyinari japamala dan kedua tangan serta sekujur tubuh Tantrika dari angakasa raya.

    * Pemberkatan dengan Wajra dan Wajraghanta-----memperagakan Wajra dan Wajraghanta, melindungi, melakukan sima-bandhana, menolak bala (Santika), menambah kesejahteraan ( Paustika), merukunkan (Wasikarana), menaklukan (Abhicaruka); ini adalah memberkati semua bahan persembahan, menyucikan semuannya. Bayangkan Wajraghanta menyinari semua bahan persembahan, menyucikan semuanya.

    * Intisari dan kuci penyalaan api dan pembakaran bahan persembahan-------sebelum penyalaan api, letakkan dulu dupa pemancing api di dalam tungku, kemudian tambahkan sedikit minyak goreng (minyak nabati).

    Setelah penyalaan api, sebelum kayu homa pertama dimasukkan ke tungku, sentuhkan dulu kayu homa ini pada japamala yang menggelantung di tubuh Tantrika. Karena japamala telah melewati proses pemutaran japamala, alias sudah disucikan sehingga ini jga berarti kayu homa sudah diberkati, semuanya sudah suci.

    Sebelum dimasukkan ke dalam tungku, kedua ujung kayu homa harus dicelupkan ke dalam madu. Ini berarti semua "kepahitan" diubah menjadi manis, semua derita dilenyapkan, semua bencana dihilangkan, dari ujung sampai pangkal diubah menjadi manis.

    Waktu membakar homa, api homa harus menggelora, tidak boleh padam. Bahan persembahan yang dapat memadamkan api (misalnya susu dan arak), tidak boleh dituang ke dalam tungku. Bila api tidak menggelora, harus segera menambahkan sedikit minyak goreng.

    Intisari dan kunci visualisasi pembakaran homa---------setiap bahan persembahan yang akan dimasukkan ke tungku harus divisualisasikan berbah menjadi banyak sekali, memenuhi seluruh jagat. Setiap bahan persembahan memiliki makna tersendiri. Ambil bunga, dupa, pelita, teh dan buah seperti contoh :

    Persembahan bunga, dengan pikiran terpusat bayangkan sekuntum bunga berubah menjadi sebidang bunga, kemudian seluruh angkasa raya dipenuhi degan bunga, membuat ucapan dan tindakan Tantrika, lahir dan batin, anggun dan agung bagai bunga, elok cemerlang.

    Persembahan dupa, sebatang dupa berubah menjadi hutan dupa, lalu seluruh jagat dipenuhi dupa, semuanya dipersembahkan kepada Buddha, membuat semua yang telah tercium wangi dupa ini menghormati dan membantu Tantrika.

    Persembahan pelita, sebuah pelita berubah menjadi lautan cahaya, seluruh angkasa raya dipenuhi dengan cahaya yang terang benderang, membuata semua usaha dan latihan Tantrika dijauhkan dari kegelapanm semuanya terang benderang penuh berkah.

    Persembahan the, daun the melambangkan makanan/minuman dan rasa Dharma. Bayangkan sejumput daun teh berubah menjadi memenuhi seluruh penjuru jagat, lalu dipersembahkan kepada para mahluk suci, membuat Tantrika dianugerahi dengan makanan dan minuman yang melimpah ruah, puas dan bahagia dalam rasa Dharma.

    Persembahan buah, satu buah dibayangkan berubah menjadi memenuhi angkasa raya, semuanya dipersembahkan kepada para mahluk suci, membuat semua permohonan Tantrika berbuah, penuh dengan pahala.

    Dalam proses pembakaran api homa, harus mengulangi sampai tiga kali pengundangan Mula Acarya, guru-guru dalam silsilah, Adhinatha homa, delapan Yidam utama serta para Dharmapala dan mahluk suci. Menyebut nama mereka, menjapa mantra mereka, membentuk mudra mereka, membayangkan mereka datang menerima persembahan. Kemudian Tantrika terus menerus berdoa dan memohon dengan tulus.

    Harus berulang-ulang membayangkan Mula-Acarya dan Adhinatha saat menerima persembahan menyinari diri sendiri (misalnya dalam Santika adalah sinar putih, Paustika sinar kuning, Wasikarana sinar merah, Abhicaruka sinar hitam menyinari pihak lawan.) Diri sendiri bersama Adhinatha bersatu-padu dalam api, memasuki keadaan manunggalnya Tantrika, Adhinatha dan api.

    Intisari dan kunci terpenting dari homa------pikiran sangat terpusat. Batin dan jasmani dari Tantrika, serta Adhinatha dan api, ketiganya bersatu-padu.

    Hal-Hal yang Wajib Diperhatikan

    * Abhiseka homa-----siswa Satyabuddha yang belum memperoleh abhiseka yang dilakukan sendiri oleh Mula Acarya Lien Sheng tidak diperbolehkan melaksanakan homa. (Abhiseka jarak jauh tidak dapat diterapkan dalam sadhana ini.)

    * Membuat karma hitam atau kejahatan--------dilarang menggunakan persembahan api homa untuk melakukan kejahatan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

    * Tindakan penyerangan----dilarang memanfaatkan persembahan api homa untuk membantu tindakan penyerangan apapun.

    * Abhicuraka (penaklukan)------melakukan homa Abhicaruka harus ditimbang masak-masak, harus direnungkan dulu apakah tujuannya benar-benar untuk melindungi sadharma, (bukan untuk membalas dendam pribadi), titik tolaknya adalah pertolongan yang benar-benar penuh kasih sayang dan niat baik, hanya ini yang diperbolehkan. Setelah itu juga wajib melakukan homa Santika untuk pihak lawan.

    * Syarat agar terjadi kontak (yoga) dalam homa:

    1. Harus mahir dalam tatacaranya, serius dan tahu tatakrama.

    2. Berdoa harus dengan hati yang tulus, penuh keyakinan.

    3. Tantrika selalu dilindungi oleh delapan jenis naga.

    4. Tantrika memiliki daya konsentrasi yang kuat.

    5. Tantrika telah mengembangkan mahabodhicitta.

    6. Sempurna dalam memenuhi berbagai syarat homa.

    7. Peserta penuh dengan keyakinan.

    * Penanganan sisa abu homa:

    Homa Santika-----abu dituang ke dalam air yang mengalir jauh; juga dapat mengambil sedikit untuk diberikan kepada orang sakit (diminum).

    Homa Pautika------ditanam dalam tanah/sawah. Pedagang dapat mengambil sedikit untuk ditaburkan di toko.

    Homa Wasikarana-------abu diletakkan di tanah yang tinggi, atau mengambil sedikit untuk dibawa serta setiap saat.

    Homa Abhicuraka-------paling baik ditanam di jalan raya, agar diinjak-injak banyak orang.

    * Semua homa yang dilakukan untuk membantu orang lain, harus melakukan substitusi (penukaran). Oleh kerena itu Tantrika sendiri harus memiliki kekuatan latihan dan kebajikan yang berlimpah, dan pihak lawan juga harus mengembangkan bodhicitta, ber buat bajik, giat berlatih melakukan nian-fo menjapa mantra; Tantrika juga harus terus menerus berlatih, dengan demikian baru dapat membantu orang lain.

    * Umumnya siswa Satyabuddha harus melakukan homa untuk diri sendiri sebanyak 200 kali. Para Acarya Satyabuddha harus melaksanakan homa untuk diri sendiri sebanyak 400 kali.

    * Semoga setiap siswa Satyabuddha menerima sendiri abhiseka homa, setiap orang memperaktekkan homa.
  5. Jawaban Maha Acarya Lien-Sheng mengenai homa dalam tanya jawab saat memberikan ceramah "Rangkuman Buddhisme" di kompleks pelangi tanggal 12 Mei 1993.

    Tanya: Persembahan api, memberi persembahan kepada Catur Maharajakayika, paling baik menggunakan persembahan apa? Apakah besok boleh memohon Abhiseka Homa? Harus bagaimana bervisualisasi saat abhiseka?

    Jawab: Boleh. Harus bagaimana bervisualisasi saat abhiseka? Inilah yang akan dibicarakan besok. Saat menerima abhiseka homa, umumnya Anda harus menyalakan api, api harus dinyalakan, kemudian bayangkan api ini masuk ke dalam dahi Anda, bergerak turun sampai ke cakra hati. Mula-mula membakar tubuh bagian atas, lalu membakar tubuh bagian bawah. Anda larut dalam api, inilah visualisasi saat abhiseka homa. Jadi besok, saat menerima abhiseka, saat kepala Anda disentuh, Anda juga dapat membayangkan ada segumpal api masuk ke dalam tubuh Anda, membakar sekujur tubuh Anda, Anda berubah menjadi api yang menggelora. Inilah abhiseka homa. Bagaimana dengan kuncinya, yaitu "api ,yidam, Anda, semuanya manunggal", inilah kuncinya.

    Bahan persembahan apa yang sebaiknya diberikan kepada Maharajakayika? Catur Maharajakayika berada dalam lingkup permohonan harta, termasuk kategori Paustika. Oleh karena itu Anda boleh memberi persembahan buah-buahan berwarna kuning, memberi minuman anggur, ada anggur yang berwarna kuning. Semua bahan persembahan diutamakan yang berwarna kuning. Apa saja boleh dijadikan bahan persembahan , asal dapat terbakar boleh dijadikan bahan persembahan.

    Tanya: Umumnya bila siswa telah memperoleh abhiseka homa, setelah kembali ke tempat asalnya, apakah boleh membantu orang lain melakukan homa? Setelah kembali, apakah boleh menyelenggarakan homa?

    Jawab: Wah, mau memimpin upacara homa ya (hadirin terbahak-bahak), mau merebut langganan nih yee! (Hadirin terbahak) Begini, dalam Tantrayana ada satu aturan, homa termasuk tiga tataran bawah, dalam Tantrayana menempati posisi yang sangat penting. Setiap siswa, siswa Tantrayana pada umumnya harus melaksanakan 200 kali. Jadi, setelah melakukan 200 kali, setelah mempraktekanya, sudah mahir, api-Yidam-Tantrika dapat bersatu padu, saat melaksanakan Homa sama sekali tidak terjadi kekhilafan, barulah boleh membantu orang lain. Kalau Anda mau memimpin upacara homa, sebaiknya dilakukan oleh Acarya, paling baik dilaksanakan oleh para Acarya. Kalau pemimpin cetiya (Thang Cu), seharusnya boleh, tetapi dengan syarat pelaksanaan homa Anda sudah tidak cacat lagi, baru boleh. Jadi, bantulah diri sendiri dulu. Membantu anggota keluarga mengurangi karma-warana, untuk sementara waktu jangan dulu menyelenggarakan homa. Kalau mau membantu orang lain, harus menunggu sampai pelaksanaan homa Anda sudah sama sekali bebas dari cacat baru diperbolehkan.

    Tanya: Setelah pemimpin cetiya menerima abhiseka homa, apakah boleh menyelenggarakan upacara homa? Secara terbuka menerima pendaftaran penyertaan khalayak ramai?

    Jawab: Pertanyaan ini sudah saya jawab tadi.

    Tanya: Siswa yang belulm menerima abhiseka homa dari Mula Acarya, apakah boleh melaksanakan homa sendiri?

    Jawab: Tidak boleh. Ini tidak boleh. Karena dalam Tantrayana, yang ditekankan adalah penurunan ajaran dari guru silsilah. Dalam ceramah selama 7 sampai 8 hari ini, saya sudah pernah menyinggungnya. Anda telah menerima abhiseka apa, baru boleh mempraktekan sadhana yang bersangkutan. Belum menerima abhiseka homa, tidak diperbolehkan melaksanakan homa.

    Tanya: Apakah homa dapat dipakai untuk melakukan pendoaan arwah (Chau Tu)?

    Jawab: Homa boleh dilakukan untuk pendoaan arwah.

    Tanya: Abhiseka homa apakah boleh diberikan secara jarak jauh?

    Jawab: Lebih baik abhiseka nyata. Lebih baik benar-benar hadir untuk menerima abhiseka dari Mula Acarya.

0 komentar:

Posting Komentar

Analitic

Suasana angin Topan di surabaya november 2017

Suhu Malaysia yang gagal Panggil Shen

Upacara Buddha Tantrayana Kalacakra indonesia

Four Faces Buddha in Thailand 1 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=jnI1C-C765I

SemienFo At Thailand 2 (Copy Paste Link ini) https://www.youtube.com/watch?v=GOzLybAhJ2s

Informasi

 
;